You are on page 1of 11

Santi Lestiarini dan Yuly Sulistyorini

Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education 1
Vol. 8 No. 1 (2020) 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11

Perilaku Ibu pada Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) di


Kelurahan Pegirian

Maternal Behavior towards Complementary Feeding in Pegirian


Village

Santi Lestiarini 1), Yuly Sulistyorini 2)


1
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga, Surabaya
2
Departemen Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga, Surabaya
Email: santi.lestiarini-2016@fkm.unair.ac.id

ABSTRACT
Background: The target of exclusive breastfeeding has not been achieved because
complementary feeding (MPASI) has been given earlier. Infants aged 0-6 months should
only get breastfed without any complementary food. Objective: This paper aimed to
analyze factors related to maternal behavior towards complementary feeding (MPASI) in
Pegirian Village. Method: This study was observational and cross-sectional, involving all
mothers and caregivers of under-five-year-old children in Pegirian Village. The sample
size was 35 mothers and caregivers of toddlers in Neighborhood Association No. 06
Community Association 02 Pegirian Village, Surabaya City. Sampling technique in use was
saturated sampling or census method because the total population was less than 100. The
research variables included educational background, income, and actions in giving MPASI.
Correlation test was in use to see the relationship among factors. Results: The results
showed that there was a relationship between knowledge and attitude with
complementary feeding behavior (P value = 0.001 and 0.015). There was no relationship
between the level of education and employment status with complementary feeding
behavior towards infants aged less than 6 months (P values = 0.425 and 0.134).
Conclusion: Knowledge and attitude of mothers and caregivers can influence
complementary feeding for infants aged less than 6 months.

Keyword: Exclusive Breastfeeding, Toddler, Complementary Food (MPASI), Behavior

ABSTRAK
Latar Belakang: Target pemberian ASI eksklusif yang belum tercapai disebabkan oleh
pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang diberikan lebih awal. Bayi usia 0-6
bulan seharusnya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan pendamping apapun.
Tujuan: Tujuan penulisan ini adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan
perilaku ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) di Kelurahan Pegirian.
Metode: Desain penelitian menggunakan observasional cross sectional. Populasi pada
penelitian adalah seluruh ibu dan pengasuh balita di kelurahan Pegirian dan sampel
penelitian sebanyak 35 ibu dan pengasuh balita di RT 06 RW 02 Kelurahan Pegirian Kota
Surabaya. Teknik sampling dengan menggunakan sampling jenuh atau metode sensus
karena total populasi kurang dari 100. Variabel penelitian adalah latar belakang
pendidikan, pendapatan, dan tindakan dalam pemberian MPASI. Data dianalisis dengan uji
korelasi untuk melihat faktor yang hubungan. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberian MPASI (P value=
0,001 dan 0,015) dan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan status pekerjaan
dengan perilaku pemberian MPASI pada bayi usia kurang 6 bulan (P value=0,425 dan
0,134). Kesimpulan: pengetahuan dan sikap ibu dan pengasuh balita dapat berpengaruh
pada pemberian MPASI pada bayi usia kurang 6 bulan.

Kata Kunci : ASI eksklusif, Bayi, MPASI, Perilaku

©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online:31-03-2020
2 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education
Vol. 8 No. 1 (2020) page 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11

PENDAHULUAN tahun 2016 didapatkan cakupan bayi yang


mendapatkan ASI eksklusif sebesar 74%
Sehat adalah kondisi yang saja. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
terbebas dari segala macam penyakit baik menetapkan target pencapaian ASI
secara fisik, mental maupun sosial (World eksklusif yaitu sebesar 77%, namun
Health Organization, 1948). Kondisi sehat keseluruhan pencapian ASI eksklusif di
dapat berupa adanya tingkat produktivitas Jawa Timur sebesar 74% sehingga belum
yang baik secara fisik, mental, sosial mencapai target yang telah ditetapkan.
maupun rohani yang bermanfaat untuk Terdapat 23 Kabupaten dan Kota yang
dirinya dan orang lain (Departemen belum mencapai target salah satunya
Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). yaitu Kota Surabaya dengan presentase
Masalah kesehatan di Indonesia 55%.
sangat beragam dan kompleks. Masalah Salah satu wilayah dengan
kesehatan ini dipengaruhi oleh beberapa pencapaian pemberian ASI yang kurang
faktor seperti faktor lingkungan yang adalah Kecamatan Semampir Kelurahan
mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya Pegirian (54%). Data Puskesmas Pegirian
dan politik. Faktor sarana dan prasarana Tahun 2017 menunjukkan cakupan ASI
kesehatan serta faktor perilaku seseorang eksklusif sebesar 72,9% dengan rincian
juga mempengaruhi kesehatan (Blum, yaitu anak yang diberikan ASI Ekslusif
1974). sebanyak 148 anak, sementara yang tidak
Salah satu permasalahan diberikan ASI eksklusif sebanyak 55 anak.
kesehatan di Indonesia adalah cakupan Secara keseluruhan, pencapaian
pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pemberian ASI eksklusif 6 bulan belum
yang belum berhasil. United Nation mencapai target yang ditetapkan oleh
Children Fund (UNICEF) dan World Health Indonesia yaitu 80% (Dinas Kesehatan Kota
Organization (WHO) menganjurkan usaha Surabaya, 2016).
penurunan angka kesakitan dan kematian Hasil observasi yang dilakukan
anak dengan cara pemberian ASI yang oleh pihak Puskesmas Pegirian
sebaiknya diberikan minimal 6 bulan menunjukkan bahwa salah satu faktor
lamanya. ASI dapat diberikan kepada anak penyebab pemberian ASI eksklusif tidak
hingga usia 2 tahun dan diselingi dengan tercapai yakni karena pemberian MPASI
pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi tidak tepat. Bayi usia 0-6 bulan
(MPASI) setelah anak usia 6 bulan (World seharusnya hanya diberikan Asi Ekslusif
Health Organization, 2009). Pemberian saja tanpa makanan tambahan apapun.
ASI eksklusif selama 6 bulan dianjurkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor
oleh Kementerian Kesehatan Republik 450/Menkes/SK/IV/2004 merupakan
Indonesia. Jenis makanan padat dan semi peraturan baru yang dikeluarkan oleh
padat boleh diberikan kepada bayi setelah Pemerintah Indonesia dari Menteri
usia 6 bulan sebagai makanan pendamping Kesehatan untuk menerapkan kode etik
selain ASI (Pusat Data dan Informasi dari WHO, tentang waktu pemberian ASI
Kementerian Kesehatan RI, 2014). eksklusif (Departemen Kesehatan Republik
Target pencapaian ASI eksklusif di Indonesia, 2004). Peraturan nomor
Indonesia belum tercapai, yang 237/1997 tentang Makanan Pendamping
diharapkan yaitu sebesar 80%. Tahun 2012 ASI (MPASI) yang diatur oleh Pemerintah,
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia perlu ditegaskan bahwa MPASI bukan
(SDKI) melaporkan bahwa pencapaian makanan pengganti ASI, tetapi makanan
target ASI eksklusif di Indonesia adalah tambahan selain ASI yang diberikan
42%, sedangkan Dinas Kesehatan Provinsi setelah bayi usia 6 bulan (Departemen
melaporkan bahwa tahun 2013 cakupan Kesehatan Republik Indonesia, 1997).
bayi yang diberikan ASI eksklusif 0–6 bulan MPASI adalah makanan dan
hanyalah 54,3% (Pusat Data dan Informasi minuman yang diberikan kepada anak usia
Kementerian Kesehatan RI, 2014). 6–24 bulan untuk pemenuhan kebutuhan
Hasil pemantauan status gizi yang gizinya. WHO bersama dengan Kementrian
oleh Dirktorat Jenderal Kesehatan Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak
Masyarakat Kementerian Kesehatan pada Indonesia (IDAI) telah menegaskan bahwa
tahun 2016 menunjukkan, Provinsi Jawa usia hingga 6 bulan hanya diberikan ASI
Timur belum mencapai target dalam hal eksklusif saja. Oleh karena itu, MPASI
cakupan pemberian ASI (31,3%). Data dari baru bisa diperkenalkan kepada bayi
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur pada ketika bayi berusia 6 bulan keatas
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
Santi Lestiarini dan Yuly Sulistyorini. Perilaku Ibu pada… 3

(Riksani, 2012). MPASI disebut sebagai sosial ekonomi dan sistem nilai yang
makanan pergantian dari ASI ke makanan dianut masyarakat (Green, 1980).
keluarga yang dilakukan secara bertahap Ibu adalah seorang figur utama
baik dari jenis, frekuensi pemberian, dalam keputusan untuk memberikan
jumlah porsi dan bentuk makanan yang MPASI pada anaknya, apakah akan
disesuaikan dengan umur dan kemampuan diberikan saat umur kurang 6 bulan atau
bayi untuk mencerna makanan. saat setelah umur 6 bulan. Keputusan Ibu
Aktivitas bayi setelah usia 6 bulan dalam pemberian MPASI tentunya didasari
semakin banyak sehingga makanan oleh pengetahuan ibu itu sendiri
pendamping dari ASI diperlukan guna mengenai MPASI. Latar belakang
memenuhi kebutuhan gizi untuk pendidikan Ibu yang rendah belum tentu
perkembangan dan pertumbuhan bayi. mempengaruhi pengetahuan Ibu mengenai
Mulai usia 6 bulan, bayi mengalami MPASI. Tetapi dengan pengetahuan MPASI
pertumbuhan yang sangat pesat sehingga yang kurang maka akan mempengaruhi
bayi memerlukan asupan yang lebih sikap dan tindakan Ibu dalam pemberian
banyak. Aktivitas bayi semakin banyak MPASI ini tidak tepat. Maka dari itu, perlu
seperti mengangkat dada, berguling, adanya peningkatan pengetahuan Ibu
merangkak, belajar duduk dan belajar terlebih dahulu sehingga dengan
berjalan sehingga perlu energi lebih pengetahuan Ibu baik maka diharapkan
banyak yang didapat dari asupan sikap dan tindakan Ibu dalam pemberian
makanannya. MPASI akan baik pula.
Tujuan dari pemberian MPASI Umur seseorang menggambarkan
adalah sebagai pelengkap zat gizi pada banyak sedikitnya pengalaman dalam
ASI yang kurang dibandingkan dengan usia hidupnya (Notoatmojo, 2005). Usia
anak yang semakin bertambah. Dengan responden pada penlitian ini yang lebih
usia anak bertambah maka kebutuhan zat dari 50 tahun masih menganut kebiasaan
gizi anak pun bertambah, sehingga perlu nenek moyang yang erat kaitannya dengan
adanya MPASI untuk melengkapi. MPASI budaya yang kebiasaan memberikan
juga mengembangkan kemampuan anak makanan selain ASI saat bayi usia kurang 6
untuk menerima berbagai variasi makanan bulan. Responden menganggap bahwa
dengan bermacam–macam rasa dan bayi kurang kenyang jika hanya diberikan
bentuk sehingga dapat meningkatkan susu saja sehingga bayi akan rewel. Selain
kemampuan bayi untuk mengunyah, itu juga agar bayi bisa beradaptasi dengan
menelan, dan beradaptasi terhadap makanan orang dewasa.
makanan baru. Pekerjaan Ibu juga berpengaruh
Pemberian MPASI yang tidak tepat terhadap tindakan Ibu dalam pemberian
sangat berkaitan dengan faktor internal MPASI. Status pekerjaan ibu akan
dari ibu bayi tersebut dan faktor eksternal mempengaruhi hubungan sosialnya
yang dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor terhadap banyak orang diluar rumah,
internal meliputi pendidikan, pekerjaan, sehingga memungkin Ibu untuk
pengetahuan, sikap, tindakan, psikologis memperoleh banyak informasi positif
dan fisik dari ibu itu sendiri. Faktor maupun negatif dari lingkungan sosial
eksternal meliputi faktor budaya, kurang diluar rumah (Mulyaningsih, 2010). Anak
optimalnya peran tenaga kesehatan, dan dari ibu yang sibuk bekerja biasanya tidak
peran keluarga (Green, 1980). mendapatkan ASI eksklusi. Kondisi ini
Faktor internal merupakan faktor berpotensi dalam pemberian makanan
yang dipengaruhi dari individu sendiri tambahan selain ASI kepada anaknya dan
untuk memutuskan tindakan pemberian terlebih anak dititipkan pada pengasuh
MPASI. Teori Green menyebutkan ada 3 yang belum tentu mengerti tentang
faktor penentu perubahan perilaku yaitu pemberian MPASI yang tepat.
pendorong (predisposing), faktor Sikap Ibu dalam pemberian MPASI
pemungkin (enabling) dan faktor penguat berperan penting untuk memutuskan
(reinforcing) (Green, 1980). suatu tindakan. Sikap merupakan respon
Faktor pendorong merupakan atau reaksi seseorang yang belum
faktor pemungkin seseorang untuk melakukan tindakan apapun terhadap
melakukan perubahan perilaku. Faktor ini suatu stimulus atau objek tertentu yang
meliputi rekognisi dan keputusan diterima (Notoatmojo, 2012). Sikap
seseorang terkait kesehatan, pendidikan, seseorang didasari dengan pengetahuan
yang baik, tetapi sikap yang baik belum
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
4 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education
Vol. 8 No. 1 (2020) page 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11

tentu berpengaruh terhadap praktik atau skala likert dengan kategori jawaban
tindakan seseorang dalam membuat setuju (nilai 1) dan tidak setuju (nilai 0).
keputusan. Diperlukan motivasi dari Tindakan diukur dengan menggunakan
berbagai pihak untuk mengubah tindakan jawaban ya atau tidak yang terdiri dari 9
Ibu dalam pemberian MPASI yang tepat pertanyaan dengan metode Skala Guttman
waktu. yang menggunakan skala persentase
Penjelasan tersebut menunjukkan antara 0-50% dengan kategori tidak
bahwa waktu pemberian pertama MPASI memberikan MPASI <6 bulan, dan 51%
yang kurang tepat sehingga rumusan sampai 100% dengan kategori memberikan
masalah dalam penelitian ini berfokus MPASI usia 6 bulan.
pada faktor predisposisi yang berpengaruh Data yang telah diperoleh
pada tindakan seseorang dalam kemudian diolah dan dianalisis setiap
pemberian MPASI di wilayah Kelurahan variabelnya. Analisa data dilakukan
Pegirian RW 02 RT 06, Kota Surabaya. dengan cara uji korelasi dengan fisher
Tujuan studi ini adalah untuk exact untuk melihat hubungan antar
menggambarkan dari beberapa faktor variabel dan disajikan secara deskriptif
predisposisi yang berhubungan dengan yaitu dalam bentuk distribusi frekuensi.
pengaruh ibu dalam memberikan MPASI
sebelum anak usia 6 bulan. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE Hasil penelitian yang dilakukan di


wilayah RT 06 RW 02 Kelurahan Pegirian,
Desain penelitian ini adalah Kota Surabaya dari 35 responden yang
analitik korelasional, yaitu mencari diambil dari perwakilan setiap Kepala
hubungan antara faktor–faktor Keluarga (KK) diketahui bahwa masih
predisposisi (pendorong) terhadap banyak ibu yang memberikan makanan
perilaku ibu dalam pemberian MPASI. pendamping ASI kepada bayinya di usia
Sampel penelitian ini adalah warga RT 06 kurang dari 6 bulan.
RW 02 Kelurahan Pegirian, Kecamatan
Semampir, Kota Surabaya. Teknik yang Tabel 1. Karakteristik Responden
digunakan dalam menentukan sampel Responden
Karakteristik
adalah dengan menggunakan sampling n %
jenuh atau metode sensus, dimana Usia (Tahun)
seluruh jumlah populasi menjadi sampel. 17 – 25 4 11,4
Metode ini digunakan karena total 26 – 35 12 34,3
36 – 45 11 31,4
populasi sebanyak 40. Sampel penelitian
46 – 55 4 11,4
ini sebanyak 35 responden. 56 – 65 2 5,7
Variabel penelitian yakni terdiri >65 2 5,7
dari latar belakang pendidikan, Pendidikan
pekerjaan, pengetahuan, sikap, dan Rendah 26 74,3
tindakan dalam pemberian MPASI. Definisi Menengah 9 25,7
operasional untuk masing–masing variabel Tinggi 0 0
adalah pemberian MPASI <6 bulan atau 6 Status Pekerjaan
bulan. Bekerja 4 2,9
Data yang digunakan adalah data Tidak Bekerja 31 74,3
primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil kuesioner dan Distribusi umur responden mulai
wawancara untuk mengetahui waktu dari 17 tahun hingga lebih dari 65 tahun.
pemberian pertama MPASI. Instrumen Klasifikasi umur pada rentang dari 17
pengumpulan data primer menggunakan hingga >65 tahun berdasarkan
kuesioner dan panduan wawancara, Departemen Kesehatan dibagi menjadi 6
sedangkan data sekunder diperoleh dari (Departemen Kesehatan Republik
laporan cakupan ASI eksklusif tahun 2017 Indonesia, 2009a). Keenam kategori
dari Puskesmas Pegirian. tersebut antara lain:
Pengetahuan diukur dengan 1) Remaja akhir: 17 – 25 tahun
menjumlahkan jawaban benar kemudian 2) Dewasa awal: 26 – 35 tahun
mengkategorikan menjadi pengetahuan 3) Dewasa akhir: 36 – 45 tahun
baik (76%–100%), cukup (56%–75%), dan 4) Lansia awal: 46 – 55 tahun
kurang (<56%). Sikap diukur menggunakan 5) Lansia akhir: 56 – 65 tahun

©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
Santi Lestiarini dan Yuly Sulistyorini. Perilaku Ibu pada… 5

6) Manula: 65 tahun keatas Penelitian yang dilaksanakan di


Umur seseorang menggambarkan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan
banyak sedikitnya pengalaman dalam menunjukkan bahwa faktor determinan
hidupnya dan tentunya memiliki paling kuat yang menghalangi
pengetahuan yang lebih banyak dari keberhasilan pemberian ASI eksklusif
berbagai sumber yang didapat. Umur adalah pemberian MPASI dini yaitu usia
individu mempengaruhi tingkat anak <6 bulan (Kurniawan, 2013).
kemampuan, kematangan dalam berfikir Penelitian lain menunjukkan bahwa
dan kemudahan seseorang dalam sebesar 68,8% ibu akan memberikan ASI
menerima informasi (Notoatmojo, 2003). eksklusif karena mendapat motivasi dari
Undang–undang Nomor 2 Tahun teman kerja dibandingkan dengan ibu
1989 menggolongkan level pendidikan yang tidak mendapatkan motivasi dari
formal menjadi yaitu: teman kerja akan berpotensi tidak
1) Pendidikan tinggi, minimal pernah memberikan ASI eksklusif. Sehingga dapat
menempuh pendidikan di perguruan disimpulkan bahwa ibu yang bekerja dan
tinggi memiliki teman kerja akan lebih
2) Pendidikan menengah, adalah memperhatikan pemberian ASI ekslusif
pendidikan setara SMP dan SMA karena mendapatkan motivasi dari teman
3) Pendidikan rendah yaitu tingkat SD kerjanya (Septiani, Budi and Karbito,
(Pemerintah Republik Indonesia, 1989) 2017).
Pendidikan merupakan faktor Hasil dari penelitian yang
penentu mudah atau tidaknya individu dilakukan di RT 06 RW 02 Kelurahan
dalam memahami informasi yang Pegirian Kota Surabaya melalui
diperoleh. Semakin tinggi pendidikan penyebaran kuesioner dengan 35
individu maka semakin baik responden diketahui sebanyak 22 Ibu yang
pengetahuannya (Notoatmojo, 2007). memberikan MPASI pada anaknya saat usia
Distribusi responden berdasarkan <6 bulan dan sebanyak 13 Ibu memberikan
pendidikan terbanyak adalah tamat SD MPASI pertama pada bayinya usia 6 bulan
sebanyak 24 (68,60%) dan hanya 2 (5,7%) atau lebih dari 6 bulan. Pemberian MPASI
responden yang tamat SMA/SMK. Latar yang terlalu dini mempunyai risiko
belakang pendidikan belum tentu terjadinya diare dan dalam jangka waktu
mempengaruhi pada tingkat pengetahuan lama dapat mengakibatkan terjadinya
Ibu terkait MPASI. Pengetahuan seseorang Kurang Energi Protein (KEP) pada anak
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. balita (Sasongko, 2012; Maelana, 2017).
Pendidikan dapat berlangsung didalam
maupun diluar sekolah sebagai upaya Tabel 2. Distribusi Tindakan Responden
untuk mengembangkan kepribadian dan dalam Pemberian MPASI
kemampuan seseorang. Proses belajar Pemberian Pertama MPASI n %
juga dipengaruhi oleh pendidikan. Usia<6 Bulan 22 62,9
Semakin tinggi pendidikan individu Usia 6 Bulan 13 37,1
semakin mudah individu tersebut untuk Total 35 100
menerima informasi. Banyaknya informasi
yang didapatkan maka semakin banyak Waktu pemberian MPASI yang
pula pengetahuan yang didapatkan tidak tepat dapat mengakibatkan berbagai
seseorang. Tetapi tidak selamanya tingkat masalah kesehatan khususnya pada
pendidikan mutlak dapat mempengaruhi pencernaan seperti diare, konstipasi
pengetahuan seseorang. Bisa jadi infeksi usus, dan lain sebagainya. Hasil
pengetahuan seseorang baik karena penelitian sebelumnya menunjukkan
didapat dari lingkungan sosial mereka. bahwa sebanyak 89,8% ibu yang
Ibu yang bekerja mempunyai memberikan MPASI pada waktu yang
risiko untuk memberikan MPASI tidak tepat, maka bayi cenderung memiliki
tepat waktu yaitu pada usia kurang 6 status gizi baik, sedangkan ibu dengan
bulan. Pada dasarnya Ibu yang memiliki pemberian MPASI yang tidak tepat waktu
kesibukan bekerja diluar rumah tidak akan memiliki status gizi kurang yaitu
memiliki banyak waktu untuk memberikan sebesar 8,3% (Nur, 2014).
ASI secara eksklusif pada anaknya, Penelitian di Puskesmas
sehingga berpotensi untuk memberikan Rowotengah, Kabupaten Jember
makanan tambahan selain ASI sejak anak menunjukkan bahwa terdapat hubungan
usia kurang 6 bulan. antara status gizi bayi usia 0-6 bulan
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
6 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education
Vol. 8 No. 1 (2020) page 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11

dengan pemberian MPASI dini. Pemberian ASI adalah makanan yang memiliki
MPASI yang tidak tepat waktu terhadap nutrisi dan energi tinggi yang mudah
status status gizi bayi didapatkan bahwa dicerna oleh bayi. Pencernaan bayi
terdapat 16 (69.6%) bayi jarang artinya lebih mudah mencerna protein dan
hampir tidak memberikan MPASI pada usia lemak yang berasal dari ASI. ASI
kurang 6 bulan memiliki status gizi baik mengandung kurang lebih 100 bahan
dan terdapat 13 (48.1%) bayi yang sering yang tidak bisa ditemukan dalam susu
diberikan MPASI dini memiliki status gizi sapi maupun susu buatan pabrik.
kurang (Wargiana, Susumaningrum and Terlebih pada bulan pertama dimana
Rahmawati, 2013). kondisi bayi dalam keadaan yang
Data WHO tahun 2010 didapatkan paling rentan terhadap penyakit,
bahwa sebesar 51% penyebab kematian sehingga ASI eksklusif membantu
balita karena penyakit Pneumonia, Diare, untuk melindungi bayi dari berbagai
Campak dan Malaria. Sebesar 54% penyakit infeksi.
kematian balita erat hubungannya dengan 2. ASI dapat memberikan perlindungan
status gizi balita (World Health pada bayi
Organization, 2010). Bayi mendapatkan kekebalan tubuh
Penelitian yang dilakukan di melalui ASI. Lebih dari 50 bahan ASI
Sedayu menyebutkan bahwa anak yang mengandung faktor imunitas. Hasil
mendapatkan MPASI tidak tepat waktu penelitian menunjukkan bahwa 40%
pemberiannya mempunyai risiko 2,8 kali bayi yang diberikan ASI eksklusif
untuk menjadi stunting dengan z score <- sampai usia 4 bulan lebih sedikit
2. Hasil ini memiliki makna bahwa terkena infeksi dibanding dengan bayi
kejadian stunting memiliki hubungan yang yang diberi ASI eksklusif dan makanan
signifikan dengan waktu mulai pemberian tambahan pendamping ASI lainnya di
MPASI (Dwi, 2016). usia kurang dari 4 bulan. Pemberian
Hasil penelitian sebelumnya yang MPASI terlalu dini ibarat seperti
dilakukan di Jakarta didapatkan bahwa mempermudah jalan masuknya
tidak ada hubungan yang signifikan antara berbagai jenis kuman kedalam tubuh
usia Ibu dengan tindakan pemberian bayi, terlebih jika makanan tidak
makanan pendamping ASI (P value = disajikan secara higienis.
0,645) serta hubungan antara Ibu dengan 3. Menunggu kematangan pada sistem
bayi (P value = 0,724), selain itu pencernaan bayi agar berkembang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan lebih sempurna.
yang signifikan antara faktor predisposisi Pertumbuhan sistem pencernaan
dengan tindakan pemberian makanan maupun psikologis bayi pada umur 6–9
pendamping ASI. Sebaliknya, ada korelasi bulan, biasanya bayi sudah siap
yang signifikan antara pendidikan menerima makan padat. Belum
pengasuh/Ibu dan pengetahuan dengan siapnya sistem pencernaan bayi, maka
waktu mulai memberikan makanan makanan padat tidak dapat dicerna
pendamping ASI. Selain itu menunjukkan dengan baik sehingga akan
bahwa pendidikan dan pengetahuan mengakibatkan gangguan pencernaan
adalah variabel pelindung pada praktik seperti konstipasi/sembelit, diare,
pemberian makanan pendamping (OR = infeksi usus, dan gangguan
0,237 dan 0,216) artinya bahwa ibu yang pencernaan lainnya.
memiliki pendidikan tinggi dan 4. Mengurangi risiko alergi pada
pengetahuan yang lebih baik cenderung makanan
melakukan praktik pemberian makanan Meningkatkan durasi waktu pemberian
tambahan yang baik dan tepat pada ASI eksklusif dapat memperkecil risiko
waktunya (Septriana and Suhartono, terjadinya alergi pada makanan.
2016). Bakteri patogen penyebab berbagai
MPASI sebaiknya diberikan setelah macam penyakit infeksi dapat masuk
bayi usia 6 bulan (Prabantini, 2010). ke dalam tubuh bayi bersama
Alasan pentingnya menunda pemberian kandungan protein yang terdapat di
makanan selain ASI sampai bayi menginjak makanan. Organ pencernaan bayi
usia 6 bulan yakni antara lain: dilapisi oleh antibodi (sigA) yang
1. Bayi hanya membutuhkan ASI sebagai menyediakan kekebalan pasif,
makanan dan minumannya sampai sehingga antibodi tersebut dapat
usia 6 bulan.
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
Santi Lestiarini dan Yuly Sulistyorini. Perilaku Ibu pada… 7

mengurangi terjadinya penyakit dan memerlukan makanan tambahan yaitu


reaksi alergi pada bayi. sebanyak 1 orang. Selain tidak memiliki
5. Membantu melindungi bayi dari banyak waktu, ibu bekerja juga akan
anemia. menitipkan anaknya kepada nenek atau
Untuk mengurangi anemia, bayi umur pengasuh yang belum tentu tahu
6 bulan baru diperkenalkan dengan mengenai waktu pemberian MPASI yang
makanan dan suplemen yang tepat. Alasan lain karena ASI tidak keluar
mengandung zat besi. Dengan sebanyak 3 orang. Terdapat pula ibu yang
pencernaan bayi yang sudah beranggapan bahwa jika hanya susu saja
sempurna, diharapkan pencernaan yang diberikan bayi akan merasa tidak
mampu menyerap zat besi dengan kenyang dan menangis terus.
baik.
6. Penundaan MPASI dapat membantu Tabel 3. Distribusi Penyebab Ibu
ibu dalam menjaga produksi ASI Memberikan MPASI Usia <6 Bulan
Semakin banyak bayi mendapatkan Penyebab Pemberian
f %
makanan padat, maka semakin sedikit MPASI <6 Bulan
susu yang dihisap oleh bayi. Ajaran nenek moyang 26 45,5
Sedikitnya susu yang dihisap bayi, Kurang pengetahuan Ibu 3 5,25
akan sedikit pula produksi ASI. Supaya bayi tidak rewel 21 36,75
Ibu bekerja 1 1,75
Sehingga bayi banyak makan makanan
ASI tidak keluar 3 5,25
padat pada usia lebih dini cenderung
akan lebih cepat disapih artinya lebih
MPASI yang tidak tepat
cepat berhenti minum susu dari
pemberiannya karena ajaran dari nenek
ibunya.
moyang yang turun temurun yang
7. Pemberian MPASI pada waktu terlalu
beranggapan bahwa jika bayi hanya
dini dapat berakibat obesitas
diberikan susu saja bayi kurang tenaga
dikemudian hari
dan sering rewel karena lapar jika
Makanan padat yang diberikan tidak
diberikan susu saja. Kondisi tersebut
tepat waktunya akan meningkatkan
disebabkan karena kemungkinan nenek
kandungan lemak sehingga
moyang terdahulu masih rendah
mempengaruhi berat badan pada
pendidikannya sehingga kurang
anak–anak dimasa yang akan datang.
memahami tentang pemberian MPASI yang
Berat badan berlebih akan
tepat. Penelitian sebelumnya
mengembangkan penyakit kronis
menyebutkan bahwa ada korelasi yang
seperti diabetes dan jantung.
signifikan antara tingkat pendidikan
8. Bayi belum memiliki kemampuan yang
pengasuh dengan pengetahuan terkait
baik untuk mengendalikan otot–otot
makanan pendamping ASI (P value = 0,012
tenggorokan dan lidah untuk menelan
dan P value = 0,005). Dijelaskan juga
makanan padat.
bahwa tindakan seseorang berawal dari
Karena pemberian makanan padat
pengetahuan yang didapatkan selama
terlalu dini, akan menjadikan bayi
seseorang mengenyam pendidikan formal
kesulitan dalam proses menelan dan
ataupun pendidikan non formal (Septriana
mudah tersedak. Refleks lidah masih
and Suhartono, 2016).
sangat kuat dan pemberian makanan
Hasil penelitian pada Tabel 4,
padat akan menyulitkan untuk
dapat dilihat distribusi responden
ditelan.
berdasarkan variabel independen
Responden berpendapat bahwa
terhadap faktor predisposisi pada
penyebab pemberian MPASI <6 bulan yang
pemberian MPASI pertama yang disajikan
banyak dilakukan karena adanya ajaran
dalam bentuk frekuensi. Tabel 4 diketahui
nenek moyang dahulu yang mengajarkan
bahwa semua responden yang mempunyai
MPASI diberikan pada bayi <6 bulan
pengetahuan cukup dan kurang
sebanyak 26 orang. Kurangnya
memberikan MPASI pertama pada bayi di
pengetahuan ibu dan pengasuh terhadap
usia kurang dari 6 bulan yaitu sebesar
waktu pemberian MPASI sebanyak 3 orang.
100%. Dilihat dari sikap responden,
Ibu beranggapan supaya bayi tidak rewel
responden yang mendukung pemberian
sebanyak 21 orang. Alasan karena Ibu
MPASI pertama di usia kurang 6 bulan
bekerja dan tidak memiliki banyak waktu
yaitu sebesar 51,85%. Tidak berbeda jauh,
untuk memompa ASI di tempat kerja,
sebesar 48,15% responden mendukung
sehingga ibu beranggapan bayi
pemberian MPASI di usia setelah 6 bulan.
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
8 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education
Vol. 8 No. 1 (2020) page 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11

Dilihat dari tingkat pendidikan, dengan crosstabs. Pada variabel


responden yang memiliki tingkat pengetahuan menggunakan uji statistik
pendidikan rendah ternyata sebagian korelasi, sedangkan variabel sikap,
besar memberikan MPASI pertama di usia pendidikan dan status pekerjaan
kurang 6 bulan yaitu sebesar 69,3%. Masih menggunakan Fisher Exact.
terdapat pula responden dengan tingkat
pendidikan menengah yang memberikan Hubungan Pengetahuan dengan
MPASI pertama di usia <6 bulan yaitu Tindakan Ibu dalam Pemberian MPASI
sebesar 44,4%. Responden yang tidak Pengetahuan disebut sebagai hasil
bekerja, lebih banyak memberikan MPASI tahu terhadap objek tertentu setelah
pertama di usia kurang 6 bulan yaitu seseorang melakukan penginderaan.
sebesar 67,7%. Penginderaan terjadi melalui panca indra
Faktor predisposisi yang manusia melalui mata, telinga, hidung,
berhubungan dengan pemberian MPASI lidah dan kulit (Wawan and Dewi, 2011).
pertama di Kelurahan Pegirian dianalisa

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Variabel Independen terhadap


Faktor Predisposisi pada Pemberian MPASI Pertama
Pemberian MPASI Pertama
Variabel Usia <6 Bulan Usia 6 Bulan Total
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Pengetahuan
Baik 6 31,6 13 68,4 19
Cukup 8 100 0 0 8
Kurang 8 100 0 0 8
Sikap
Mendukung 14 51,85 13 48,15 27
Tidak mendukung 8 100 0 0 8
Tingkat pendidikan
Pendidikan rendah 18 69,3 8 30,7 26
Pendidikan menengah 4 44,4 5 55,6 9
Status pekerjaan
Bekerja 1 25 3 75 4
Tidak bekerja 21 67,7 10 32,3 31

Tabel. 5 Hasil Analisis Variabel dengan Crosstabs


Pemberian MPASI Pertama P
Variabel α Keterangan
Usia <6 Bulan (%) Usia 6 Bulan (%) Value
Pengetahuan
Baik 31,6 68,4
Cukup 100 0 0,05 0,001 Signifikan
Kurang 100 0
Sikap
Mendukung 51,85 48,15 0,05 0,015 Signifikan
Tidak mendukung 100 0
Tingkat pendidikan
Rendah 69,3 30,7 Tidak
0,05 0,425
Menengah 44,4 55,6 signifikan
Status pekerjaan
Bekerja 25 75 Tidak
0,05 0,134
Tidak bekerja 67,7 32,3 signifikan

Pengetahuan adalah hasil tahu 2. Pengetahuan cukup, apabila


seseorang terhadap objek yang diamati mendapat nilai sebesar 56 – 75%
melalui panca indera yang dimilikinya 3. Pengetahuan kurang, apabila
yaitu mata, telinga, hidung dan panca mendapat nilai kurang 56%
indera lainnya (Notoatmodjo, 2010). (Machfoedz and Suryani, 2009).
Kategori pengukuran pengetahuan dibagi Hasil crosstabs dengan uji korelasi
menjadi tiga, antara lain: didapatkan bahwa ada hubungan yang
1. Pengetahuan baik, apabila mendapat signifikan antara tingkat pengetahuan
nilai sebesar 76 – 100% dengan tindakan Ibu untuk memberikan
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
Santi Lestiarini dan Yuly Sulistyorini. Perilaku Ibu pada… 9

makanan komplementer/MPASI (P value = Hubungan Latar Belakang Pendidikan


0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian Responden terhadap Tindakan
yang dilakukan di Karo, Sumatera Utara. Pemberian MPASI
Penelitian tersebut mengungkapkan Hasil crosstabs dengan uji statistik
bahwa hubungan yang signifikan antara Fisher exact antara latar belakang
tingkat pengetahuan dengan tindakan pendidikan dengan tindakan pemberian
pemberian MPASI (P value = 0,001) MPASI menunjukkan bahwa tidak ada
(Ginting, Sekarwarna and Sukandar, hubungan yang bermakna (P value =
2015). Penelitian lain juga menunjukkan 0,425). Hasil penelitian tersebut sesuai
hasil serupa, dimana diperoleh hasil dengan penelitian yang dilakukan di Karo,
terdapat korelasi antara pengetahuan ibu Sumatera Utara bahwa nilai P value =
dengan praktik pemberian makan 0,360 (P value > 0,05) sehingga dapat
komplementer/MPASI (P value = 0,005) disimpulkan tingkat pendidikan ibu tidak
(Septriana and Suhartono, 2016). Hasil ini berpengaruh terhadap pemberian MPASI
juga diperkuat oleh penelitian lain pada pada bayi <6 bulan (Ginting, Sekarwarna
2018 yang menunjukkan bahwa ada and Sukandar, 2015).
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu Berbeda dengan hasil penelitian
dan pengasuh terhadap tindakan ibu yang dilakukan di Nigeria menyebutkan
untuk memberikan makanan padat pada bahwa pemberian MPASI pada anak yang
bayinya di usia 6–12 bulan (Artika and tidak tepat waktu berpengaruh terhadap
Arty, 2018). tingkat pendidikan ibunya. Penelitian
tersebut juga menyatakan bahwa ibu yang
Hubungan Sikap dengan Tindakan Ibu mempunyai level pendidikan rendah
Terhadap Pemberian MPASI berpotensi besar untuk memberikan MPASI
Sikap seseorang merupakan suatu sejak dini kepada anaknya karena
bentuk respon yang belum terlihat nyata. kurangnya pengetahuan ibu terkait waktu
Sikap belum melakukan suatu tindakan pemberian MPASI yang tepat (Agho et al.,
yang terjadi nyata, tetapi masih berupa 2011). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh
pemahaman dan persiapan seseorang penelitian yang dilakukan di Jakarta,
untuk bereaksi terhadap stimulus yang bahwa terdapat korelasi yang signifikan
diperoleh dari lingkungan sekitarnya. pada pendidikan dan pengetahuan ibu
Hasil crosstabs dengan uji statistik Fisher terhadap makanan pendamping ASI
Exact didapatkan bahwa ada hubungan dengan P value = 0,012 dan P value =
yang bermakna antara sikap dengan 0,005 (Septriana and Suhartono, 2016).
tindakan Ibu dalam pemberian MPASI pada
bayinya di usia kurang 6 bulan (P value = Hubungan Status Bekerja Responden
0,015). terhadap Tindakan Pemberian MPASI
Penelitian yang dilakukan di Hasil crosstabs dengan uji statistik
Kabupaten Karo, Sumatera Utara juga Fisher Exact bahwa tidak ada hubungan
memperoleh hasil yang sama bahwa yang signifikan antara status bekerja
terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan tindakan Ibu dalam pemberian
Ibu dengan tindakan ibu memberikan MPASI pada bayinya (P value = 1,00).
MPASI pada anaknya di usia kurang 6 Berbeda dengan hasil penelitian yang
bulan (P value = 0,001). Hasil penelitian dilakukan di Karo, Sumatera Utara yang
di Kalimantan Selatan juga menunjukkan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
bahwa terdapat hubungan sikap Ibu yang yang bermakna antara status pekerjaan ibu
memiliki kategori “baik” mempunyai terhadap waktu pemberian MPASI kepada
risiko kecil untuk memberikan MPASI pada anaknya (Ginting, Sekarwarna and
bayi usia kurang 6 bulan. Rangsangan dari Sukandar, 2015). Hasil analisis juga
lingkungan akan mendorong sikap diperoleh nilai RP = 1,91, artinya ibu yang
seseorang untuk bersiap melakukan aksi. sibuk bekerja memiliki potensi sebesar
Sikap menentukan akan aksi seseorang 1,91 kali untuk memberikan makanan
tergantung dari stimulus yang diperoleh pendaping ASI sejak dini yaitu di usia
(Fathurrahman, 2004). kurang 6 bulan.

©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
10 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education
Vol. 8 No. 1 (2020) page 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11

Ibu yang bekerja biasanya memiliki Surabaya.


kesibukan dan tidak mempunyai banyak Dwi, P. K. (2016) Hubungan antara
waktu untuk mengurusi anaknya, sehingga Pemberian Makanan Pendamping ASI
kemungkinan anak akan dititipkan kepada (MP-ASI) dengan Kejadian Stunting
pengasuh atau neneknya. Hasil penelitian Anak Usia 6-23 Bulan di Kecamatan
yang dilakukan di Peninsular Malaysia juga Sedayu. Universitas Alma Ata.
menunjukkan bahwa status pekerjaan Ibu Fathurrahman (2004) Pemberian ASI dan
berpengaruh terhadap tindakan ibu untuk Makanan Pendamping ASI pada Bayi
memberikan MPASI dini pada bayinya di <6 bulan oleh Ibu-ibu Suku Banjar di
usia kurang dari 6 bulan (Scott et al., Perkotaan dan Pedesaan di
2009). Kalimantan Selatan. Universitas
Gadjah Mada.
SIMPULAN Ginting, D., Sekarwarna, N. and Sukandar,
H. (2015) „Pengaruh Karakteristik,
Mayoritas responden telah Faktor Internal dan Eksternal Ibu
memberikan MPASI pada bayi sebelum terhadap Pemberian MP-ASI pada Bayi
berusia 6 bulan. Kondisi ini terjadi karena Usia < 6 Bulan di Wilayah Kerja
tindakan tersebut merupakan bagian dari Puskesmas Barusjahe Kabupaten Karo
ajaran nenek moyang. Provinsi Sumatera Utara‟, Jurnal Ilmu
Tidak ada hubungan yang Kesehatan, (38), pp. 1–13.
signifikan antara tingkat pendidikan dan Green, L. (1980) Health Education: A
status pekerjaan dengan pemberian Diagnosis Approach. United State:
MPASI. Terdapat hubungan yang signifikan Mayfield Publishing Co.
antara pengetahuan dan sikap ibu dengan Kurniawan, B. (2013) „Determinan
pemberian MPASI pada bayi <6 bulan. Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif‟, Jurnal Kedokteran
DAFTAR PUSTAKA Brawijaya, 27(4), pp. 236–240.
Machfoedz, I. and Suryani, E. (2009)
Agho, K. E. et al. (2011) „Determinants of Pendidikan Bagian dari Promosi
exclusive breastfeeding in Nigeria‟, Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya.
BMC Pregnancy and Childbirth, 11(1), Maelana, S. (2017) „Hubungan Ketepatan
p. 2. doi: 10.1186/1471-2393-11-2. Pemberian Makanan Pendamping Air
Artika, as M. and Arty, D. (2018) Susu Ibu (MP-ASI) dengan Kejadian
„Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di
Pemberian Makanan Pendamping ASI Puskesmas Umbulharjo I‟, Program
Pada bayi Usia 6 – 12 Bulan‟, in The Studi DIV Bidan Pendidik, Fakultas
7th University Research Colloqium Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah
2018. Yogyakarta.
Blum, H. L. (1974) Planning for Health: Mulyaningsih, A. (2010) Persepsi Ibu
Development and Application of Bekerja terhadap Implementasi ASI
Scocial Change Theory. New York: Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan
Behavioral Publication. Kecamatan Cibinong Kabupaten
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Bogor). Bogor: Institut Pertanian
(1997) „Kepmenkes No. 237 Tahun Bogor.
1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Notoatmodjo, S. (2010) Ilmu Perilaku
Susu Ibu‟. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kesehatan RI. Notoatmojo, S. (2003) Pendidikan Dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
(2004) „Kepmenkes No. 450 Tahun Cipta.
2004 tentang Pemberian ASI.‟ Jakarta. Notoatmojo, S. (2005) Metode Penelitian
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kesehatan, edisi revisi. Jakarta:
(2009a) Profil Kesehatan Indonesia Rineka Cipta.
2008. Jakarta. Notoatmojo, S. (2007) Promosi Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
(2009b) Undang-undang Republik Cipta.
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Notoatmojo, S. (2012) Promosi Kesehatan
tentang Kesehatan. Jakarta. dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2016) Cipta.
Profil Kesehatan Tahun 2016. Nur, D. (2014) Hubungan Pemberian
©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020
Santi Lestiarini dan Yuly Sulistyorini. Perilaku Ibu pada… 11

Makanan Pendamping ASI (MPASI) Septriana and Suhartono, G. A. (2016)


dengan Status Gizi pada Anak Usia 1 – „Predisposing factors of
2 Tahun di Yogyakarta. Sekolah Tinggi complementary feeding practices
Ilmu Kesehatan ‟Aisyiyah, Yogyakarta. among 9-11 month-old infants in
Pemerintah Republik Indonesia (1989) Jakarta urban slum area‟, Kesmas,
„Undang-undang Republik Indonesia 10(3), pp. 127–133. doi:
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem 10.21109/kesmas.v10i3.948.
Pendidikan Nasional‟. Jakarta. Wargiana, R., Susumaningrum, L. A. and
Prabantini, D. (2010) A to Z Makanan Rahmawati, I. (2013) „Hubungan
Pendamping ASI. Yogyakarta: Andi. Pemberian MP-ASI Dini dengan Status
Pusat Data dan Informasi Kementerian Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan di Wilayah
Kesehatan RI (2014) Situasi dan Kerja Puskesmas Rowotengah
Analisis ASI Eksklusif. Jakarta. Kabupaten Jember‟, Pustaka
Riksani, R. (2012) Variasi Olahan Makanan Kesehatan; Vol 1 No 1 (2013).
Pendamping ASI. Jakarta Timur: Dunia Available at:
Kreasi. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/J
Sasongko, A. (2012) „Hubungan antara PK/article/view/519.
Pemberian MP-ASI dengan di Wawan, A. and Dewi (2011) Teori dan
Kecamatan Pedan Kabupaten‟, Pengukuran Pengetahuan Sikap dan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha
’Aisyiyah, Yogyakarta. Medika.
Scott, J. A. et al. (2009) „Predictors of World Health Organization (1948)
the early introduction of solid foods in Constitution of World Health
infants: results of a cohort study‟, Organization. Available at:
BMC pediatrics. BioMed Central, 9, p. https://www.who.int/about/who-we-
60. doi: 10.1186/1471-2431-9-60. are/constitution.
Septiani, H., Budi, A. and Karbito, K. World Health Organization (2009) Infant
(2017) „Faktor-Faktor yang and Young Child Feeding. Geneva:
Berhubungan dengan Pemberian ASI World Health Organization.
Eksklusif Oleh Ibu Menyusui yang World Health Organization (2010) World
Bekerja Sebagai Tenaga Kesehatan‟, Health Statistics, World Health
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, Statistics. France.
2, p. 159. doi: 10.30604/jika.v2i2.62.

©2020. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.
Received: 28-05-2018, Accepted: 02-01-2019, Published Online: 31-03-2020

You might also like