You are on page 1of 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA ANAK BALITA DI KECAMATAN


TEBAT KARAI TAHUN 2020

Windi Kartika, Almaini, Wenny Indah Purnama Eka Sari

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bengkulu


Jurusan D4 Kebidanan Alih Jenjang Curup
Jalan Sapta Marga No.95 Desa Teladan, Curup Selatan,
Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu 39119
kartikawindi38852@gmail.com

Abstrac: Stunting is one of the nutritional problems that occur in Indonesia, stunting
is a nutritional status based on the age (TB/U) high-level body indices with threshold
(Z-score) of <-2 standard deviation. The purpose of this research is to determine the
factors that affect the stunting event in the district of Tebat Karai in 2020.This study
uses draft case control studies, the sample in the study was chosen with a comparison
of 1:1 between cases and a control of 118 respondents consisting of 59 respondents
cases and 59 control respondents, this study in Univariate analysis, bivariate and
multivariate using the chi-square test. The results of sufficient analysis can be that
there is a meaningful relationship between the education of mothers (pvalue = 0,017,
OR = 2,639) and the History of diarrhea infections (pvalue = 0.000, OR = 4,155 ) of
the incidence of children stunting, while the economic status variables (pvalue =
0,630, OR = 1,418), exclusive ASI (Pvalue = 0,097, OR = 1,987) Immunization status
(Pvaue = 0,073, OR = 3,052), ISPA infection history (Pvaue = 0,186, OR = 1,776) has
no connection to stunting events, and the results of a mutivariat analysis show the
most variable Dominant in relation to stunting event of diarrhea infection history with
Pvalue 0.000, Exp B 5,240. In this study a history of diarrhea infection is very
dominant in relation to the incidence of stunting toddlers in district Tebat Karai 2020
It is expected to be used as basic data, input and information for further research.

Keywords: Stunting, Toddler

Abstrak: Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia,
stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Tinggi Badan Menurut Umur
(TB/U) dengan ambang batas (Z-score) <-2 standar deviasi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting di
Kecamatan Tebat Karai tahun 2020. Penelitian ini menggunakan rancangan case
control studies, sampel dalam penelitian ini dipilih dengan perbandingan 1:1 antara
kasus dan kontrol yaitu sebanyak 118 responden yang terdiri dari 59 responden kasus
dan 59 responden kontrol, penelitian ini di analisis secara univariat,bivariat dan
multivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil analisis bivariat di dapat bahwa
ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu (Pvalue=0,017, OR=2,639) dan
riwayat infeksi diare (Pvalue=0,000, OR= 4,155) terhadap kejadian balita stunting,
sedangkan variabel status ekonomi (Pvalue=0,630, OR=1,418), ASI Ekslusif
(Pvalue=0,097, OR=1,987) status imunisasi (Pvaue=0,073, OR=3,052), riwayat
infeksi ISPA (Pvaue=0,186, OR=1,776) tidak memiliki hubungan terhadap kejadian
stunting, dan hasil analisis mutivariat menunjukkan variabel yang paling dominan
berhubungan dengan kejadian stunting yaitu riwayat infeksi diare dengan Pvalue
0,000, Exp B 5,240. Kesimpulan dalam penelitian ini riwayat infeksi diare sangat
dominan hubungannya dengan kejadian balita stunting di Kecamatan Tebat Karai
tahun 2020. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar,
masukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya.

Kata kunci : Stunting, Balita

PENDAHULUAN Hal ini menjadi masalah kesehatan


masyarakat bagi pemerintah provinsi
Berdasarkan publikasi terbaru (Kemenkes RI, 2017).
(World Health Organization (WHO), Stunting harus menjadi prioritas
2018) berjudul Reducing Stunting in karena dampaknya yang sangat luas.
Children menyebutkan secara global pada Stunting berdampak pada peningkatan
2016, sebanyak 22,9% atau 154,8 juta risiko kesakitan dan kematian,
anak-anak Balita stunting. Di Asia, perkembangan motorik terlambat, dan
terdapat sebanyak 87 juta Balita stunting terhambatnya pertumbuhan mental
pada 2016, 59 juta di Afrika, serta 6 juta (Purwandini, 2013). Stunting disebabkan
di Amerika Latin dan Karibia, Afrika banyak faktor antara lain faktor
Barat (31,4%), Afrika Tengah (32.5%), langsung dan tak langsung. Secara
Afrika Timur (36.7%), Asia Selatan langsung ditentukan oleh asupan
(34.1%).Badan Kesehatan Dunia (WHO) makanan dan penyakit khususnya
membatasi masalah stunting di setiap penyakit infeksi. Faktor tak langsung
negara, provinsi, dan kabupaten sebesar seperti faktor Pengetahuan, status
20%, sementara Indonesia baru mencapai ekonomi, Imunisasi dasar lengkap,
29,6%. Berdasarkan Pemantauan Status Riwayat ASI Eksklusif, budaya,
Gizi (PSG) pada 2017, prevalensi Balita pendidikan dan pekerjaan, faktor
stunting di Indonesia dari 34 provinsi kebersihan lingkungan, fasilitas
hanya ada2 provinsi yang berada di pelayanan kesehatan. Tingginya
bawah batasan WHO tersebut, yakni prevalensi stunting juga disebabkan oleh
Yogyakarta (19,8%) dan Bali (19,1%). eksposur berulang yang dapat berupa
Provinsi lainnya memiliki kasus dominan penyakit atau kejadian lain yang dapat
tinggi dan sangat tinggi sekitar 30% merugikan kesehatan ( Dekker et al.,
hingga 40%. WHO menyatakan bahwa 2010).
jika prevelensi stunting mencapai 20% Karakteristik keluarga yaitu
maka stunting menjadi masalah kesehatan pendidikan orang tua dan pendapatan
masyarakat yang berat, jika mencapai ≥ keluarga berhubungan dengan kejadian
40% menjadi masalah serius (WHO, stunting pada anak usia 6 - 12 bulan
2017). (Astari, et al., 2015). Berdasarkan
Di Indonesia 23 juta balita sekitar penelitian Semba, et al. (2010), tingkat
7,6 juta anak balita tergolong stunting pendidikan ibu dan ayah faktor utama
(35,6%) terdiri dari 18,5% balita sangat kejadian stunting pada balita di
pendek dan 17,1% balita pendek Indonesia dan Bangladesh. Selain
(Riskesdas, 2013). Prevalensi nasional pendidikan, pekerjaan orang tua juga
stunting di Indonesia pada tahun 2013 memiliki hubungan yang bermakna
sebesar 37,2% Prevalensi stunting ini pada kejadian stunting, hal ini
menurun menjadi 23,6% padaTahun 2018 dibuktikan oleh penelitian yang
sangat pendek mencapai 6,7% dan dilakukan oleh Ramli et al., (2015)
pendek mencapai 16,9% (Riskesdas, kejadian stunting banyak terjadi di
2018). Prevalensi balita stunting di anak yang ayahnya tidak
Provinsi Bengkulu masih tinggi terutama memiliki pekerjaan. Pendidikan dan
berada di angka 28% dari total jumlah pekerjaan orang tua selanjutnya akan
baita 143 ribu dari sepuluh Kabupaten mempengaruhi status ekonomi
keluarga. Status ekonomi rumah atau berulang. hal tersebut ciri khas
tangga juga memiliki efek yang kemiskinan. Stunting terkait dengan lebih
signifikan terhadap kejadian malnutrisi rendahnya perkembangan kognitif dan
kronis pada anak di Ethiopia. produktivitas (Paramashanti, 2019).

Kabupaten kepahiang tahun 2019 Stunting adalah status gizi yang


menunjukan bahwa prevalensi stunting didasarkan pada indeks panjang badan
sebesar 15,6 % prevalensi tertinggi ada di menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
wilayah kerja Puskesmas Keban Agung menurut umur (TB/U) yang merupakan
sebesar 40,8%, Puskesmas Ujan Mas ada padanan istilah sunting (pendek) dan
di posisi kedua dengan prevalensi sebesar severely stunting (sangat pendek).
35,4%, dan Puskesmas Durian Depun Seorang anak dikatagorikan sangat
menduduki urutan ketiga tertinggi yaitu pendek jika panjang badan menurut umur
sebesar 31,0%, dan peringkat keempat atau tinggi badan menurut umur <-3 SD,
tertinggi yaitu Puskesmas Tebat Karai dan dikatakan pendek jika berada antara-
yaitu sebesar 23,8%. (Dinkes Kabupaten 3SD sampai dengan < -2 SD
Kepahiang, 2019). (triharno,2015). Anak dengan stunting
memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah
Puskesmas Tebat Karai dibanding dengan anak yang normal
merupakan salah satu Puskesmas di Winarsih, 2018). Faktor tak langsung
Kabupaten Kepahiang yang memiiki seperti pendidikan, pekerjaan, pendapatan
prevalensi stunting pada tahun 2018 keluarga yang rendah, frekuensi makan
sebesar 20,8% yaitu berjumlah 59 balita dan jenis kelamin laki-laki merupakan
stunting, dan meningkat pada tahun faktor risiko terjadinya stunting pada
2019 yaitu sebesar 23,8% yang balita usia 0-23 bulan di maluku Utara
menempati peringkat ke empat (Caulfield et al., 2006: Rahmayana,
tertinggi di Kabupaten Kepahiang 2014). Stunting pada balita merupakan
dengan total balita stunting di faktor risiko meningkatnya angka
Puskesmas Tebat Karai yaitu 74 orang kematian, kemampuan kognitif dan
balita, selain Puskesmas Tebat Karai di perkembangan motorik rendah serta
Kecamatan Tebat Karai juga ada fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang
Puskesmas Nanti Agung yang juga (Allen and Gillespie, 2001). Stunting pada
memiliki balita stunting yaitu sebanyak usia dini atau balita dapat mengganggu
42 orang. pertumbuhan dan perkembangan kognitif
Stunting merupakan keadaan ini diperkuat oleh penelitian Adair and
tubuh yang pendek atau sangat pendek Guilkey (1997) menyatakan stunting pada
hingga melampaui defisit 2 SD dibawah usia 2 tahun memiliki hubungan yang
tinggi badan populasi yang menjadi signifikan dengan rendahnya kecerdasan
referensi internasional. Stunting kognitif.
merupakan kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan yang di gunakan Sosial ekonomi berhubungan
sebagai indikator jangka panjang untuk dalam pemenuhan kebutuhan hidup
gizi kurang pada anak balita. Stunting sehari-hari seperti pemenuhan pangan,
terjadi akibat kekurangan gizi dan sandang, rumah dan pelayanan
penyakit berulang dalam waktu lama pada keseahatan, Sosial ekonomi yang
masa janin hingga 2 tahun pertama memadai akan menunjang tumbuh
kehidupan seorang anak. Stunting kembang anak, karena orang tua dapat
merupakan hasil dari kekurangan gizi menyediakan semua kebutuhan anak baik
kronis, sering terjadi antar generasi yang primer maupun sekunder sedangkan
ditambah dengan penyakit yang sering sosial ekonomi yang kurang akan
menyebabkan kondisi tidak kondusif bagi Populasi dalam penelitian adalah
pertumbuhan dan perkembangan anak setiap subjek yang memenuhi kriteria
(Adriani and Wirjatmadi, 2012). yang telah di tetapkan. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu balita
Kegagalan pertumbuhan anak yang memiliki balita stunting usia 1-5
terjadi dari konsepsi sampai 2 tahun dan tahun di 2 Puskesmas yaitu Puskesmas
dari tahun ketiga anak seterusnya tumbuh Tebat Karai berumlah 74 orang dan
dengan cara yang rata-rata sama. Hal ini Puskesmas Nanti Agung berjumlah 42
juga diakui bahwa penyebab stunting orang wilayah Kecamatan Tebat Karai
berawal dari pertumbuhan janin yang (Notoatmodjo, 2010). Sampel merupakan
tidak memadai dan ibu yang kurang gizi, bagian dari populasi terjangkau yang
dan sekitar setengah dari kegagalan memenuhi kriteria penelitian dan dipilih
pertumbuhan terjadi di dalam rahim, melalui suatu teknik pengambilan sampel
meskipun proporsi ini mungkin bervariasi Purposive Sampling. Besar Sampel
di seluruh negara (Dewey and Begum, dihitung dengan memanfaatkan rumus
2011).Pendidikan ibu yang lebih tinggi besar sampel uji hipotesis perbedaan 2
akan memudahkan seseorang menyerap proporsi dengan menggunakan tabel uji
informasi yang didapatnya khususnya hipotesis (Lemeshow, 1997).
kesehatan dan mengimplementasikannya
dalam perilaku dan gaya hidup sehari- HASIL
hari. Pendidikan ibu merupakan salah satu Analisis univariat dilakukan
faktor penting dalam menentukan tumbuh untuk melihat distribusi frekuensi dari
kembang anak, karena pendidikan yang masing – masing variabel yang dapat
baik maka ibu dapat menerima segala dilihat pada tabel dibawah ini:
informasi dari luar terutama kesehatan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pendidikan
Anak dan pola asuh yang baik untuk anak. ibu, Status Ekonomi, ASI
Tingkat pendidikan sangat berhubungan Eksklusif, Status Imunisasi,
terhadap perubahan sikap dan perilaku Riwayat Infeksi (ISPA dan Diare)
Balita di Kecamatan Tebat Karai
hidup sehat. ibu berpendidikan tinggi
Tahun 2020.
biasanya lebih memberikan perawatan
kesehatan anak lebih memadai
dibandingkan ibu berpendidikan rendah Total
Variabel
Frekuensi Persentase (%) Persentase
(Adriani et all, 2012). (%)
Pendidikan Ibu
Rendah 56 47,4 100
BAHAN DAN CARA KERJA Tinggi 62 52,6
Status
Ekonomi
Penelitian ini merupakan jenis < 1.350.000,- 97 82,2 100
≥ 1.350.000,- 21 17,8
penelitian observasional menggunakan Riwayat ASI
rancangan case control studies dengan Eksklusif
Tidak ASI 62 52,5 100
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini Eksklusif 56 47,5
digunakan untuk melihat hubungan ASI Eksklusif
Status
antara paparan dengan penyakit tertentu. Imunisasi
Penelitian dimulai mengidentifikasi Tidak 18 18,2 100
lengkap 100 81,8
kelompok kasus (balita stunting) dan Lengkap
kelompok kontrol (balita tidak stunting) Riwayat
kemudian diteliti faktor resiko Infeksi
ISPA 46 39,0 100
(Lichtenstein et al., 1987: Nandalike Tidak ISPA 72 61,0
2019). Riwayat
Infeksi
Diare 54 45,8 100
Tidak Diare 64 54,2
Berdasarkan tabel 1 diatas terlihat gizi normal sebanyak 38 orang (61,3%).
bahwa Lebih dari sebagian ibu Hasil uji chi-square diperoleh nilai p =
berpendidikan tinggi (SMA, Diploma, 0,017 OR = 2,639 (95% CI: 1,254-5,554).
Perguruan tinggi) sebanyak 62 orang Jadi dapat disimpulkan bahwa ada
(52,6%), hampir seluruh keluarga balita hubungan yang bermakna antara
stunting memiliki status ekonomi yang Pendidikan ibu terhadap kejadian balita
rendah kurang dari 1.350.000/ bulan stunting. Dilihat dari nilai OR= 2,639
dengan jumlah 97 orang (82,2%), lebih yang artinya ibu yang berpendidikan
dari sebagian balita tidak mendapatkan rendah berpeluang 2,639 kali memiliki
ASI Eksklusif saat bayi yaitu sebanyak 62 balita stunting.
orang (52,5%), Hampir seluruh balita
stunting memiliki status imunisasi dasar Tabel 3 Hubungan Status Ekonomi dengan
lengkap sebesar 100 orang (81,8%), kejadian stunting di Kecamatan
Kurang dari sebagian balita memiliki Tebat Karai tahun 2020.
riwayat infeksi ISPA sebanyak 46 orang Status Status Ekonomi
(39,0%) dan kurang dari sebagian balita Gizi Rendah Tinggi
Nilai OR (CI
p 95%)
memiliki riwayat infeksi Diare yaitu TB/U
Stuntin 50 9
sebanyak 54 orang (45,8%). g (51,5%) (42,9%)
47 12 1,418
Normal (48,5%) (57,1%) 0,630 (0,548-
Analisa bivariat dilakukan untuk 3,673)
mengetahui hubungan antara variabel Total
97 21
(100%) (100%)
independen (Pendidikan ibu, status
ekonomi, riwayat ASI Eksklusif, status
imunisasi, riwayat infeksi) dengan Berdasarkan Tabel 3 diatas
variabel dependen (Kejadian Stunting) diperoleh data dari 97 responden dengan
yang dijelaskan dalam tabel 4.2 berikut status ekonomi rendah sebanyak 50 orang
ini: (51,5%) ibu yang memiliki balita stunting
Tabel 2 Hubungan Pendidikan ibu dan ibu yang memiliki balita dengan
dengan kejadian stunting di status gizi normal sebanyak 47 orang
Kecamatan Tebat Karai tahun (48,5%) sedangkan dari 21 dengan status
2020. ekonomi tinggi sebanyak 9 orang (42,9%)
ibu memiliki balita stunting dan ibu yang
Status Pendidikan Ibu memiliki balita dengan status gizi normal
OR (CI
Gizi Rendah Tinggi Nilai p
95%) sebanyak 12 orang (57,1%). Hasil uji chi-
TB/U
35 24 square diperoleh nilai p = 0,630 OR =
Stunting
(62,5%) (38,7%) 1,418 (95% CI: 0,548-3,673). Jadi dapat
21 38 2,639
Normal (37,5%) (61,3%) 0,017 (1,254- disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
5,554) yang bermakna antara status ekonomi
56 62
Total
(100%) (100%)
keluarga terhadap kejadian balita stunting.
Dilihat dari nilai OR= 1,418 yang artinya
Berdasarkan Tabel 2 diatas keluraga dengan status ekonomi rendah
diperoleh data dari 56 responden berpeluang 1,418 kali memiliki balita
berpendidikan rendah sebanyak 35 orang stunting.
(62,5%) ibu yang memiliki balita stunting
dan ibu yang memiliki balita dengan Tabel 4 Hubungan Riwayat ASI Eksklusif
dengan kejadian stunting di
status gizi normal sebanyak 21 orang
Kecamatan Tebat Karai tahun
(37,5%) sedangkan dari 62 yang 2020.
berpendidikan tinggi sebanyak 24 orang
(38,7%) ibu memiliki balita stunting dan
ibu yang memiliki balita dengan status Status ASI Eksklusif Nilai p OR (CI
Gizi Tidak Ya
95%) 3,052 (95% CI: 1,012-9,204). Jadi dapat
TB/ U
Stuntin 36 23 disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
g (58,1%) (41,1%) yang bermakna antara status imunisasi
Normal 26 33 1,987
(41,9%) (58,9%) 0,097 (0,954- terhadap kejadian balita stunting.
4,136)
62 56
Total
(100%) (100% Tabel 6 Hubungan Riwayat infeksi
ISPA dengan kejadian stunting
Berdasarkan Tabel 4 diatas di Kecamatan Tebat Karai
diperoleh data dari 62 responden dengan tahun 2020.
Balita tidak ASI eksklusif sebanyak 36
orang (58,1%) ibu yang memiliki balita Status Riwayat Infeksi Nilai OR (CI
Gizi ISPA Tidak ISPA
stunting dan ibu yang memiliki balita TB/ U
p 95%)
dengan status gizi normal sebanyak 26 Stunting
27 32
(58,7%) (44,4%)
orang (41,9%) sedangkan dari 56 balita 19 40 1,776
dengan ASI eksklusif sebanyak 23 orang Normal (41,3%) (55,6%) 0,186 (0,840-
3,756)
(41,1%) ibu memiliki balita stunting dan 46 72
Total
ibu yang memiliki balita dengan status (100%) (100%)
gizi normal sebanyak 33 orang (58,9%).
Hasil uji chi-square diperoleh nilai p = Berdasarkan Tabel 6 diatas
0,097 OR = 1,987 (95% CI: 0,954-4,136). diperoleh data dari 46 responden balita
Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada dengan riwayat ISPA sebanyak 27 orang
hubungan yang bermakna antara ASI (58,7%) ibu yang memiliki balita stunting
Eksklusif terhadap kejadian balita dan ibu yang memiliki balita dengan
stunting. status gizi normal sebanyak 19 orang
(41,3%) sedangkan dari 72 balita dengan
Tabel 5 Hubungan Status Imunisasi riwayat tidak ISPA sebanyak 32 orang
dengan kejadian stunting di (44,4%) ibu memiliki balita stunting dan
Kecamatan Tebat Karai tahun ibu yang memiliki balita dengan status
2020. gizi normal sebanyak 40 orang (55,6%).
Status Status Imunisasi
Hasil uji chi-square diperoleh nilai p =
Gizi Tidak Lengkap
Nilai OR (CI 0,186 OR = 1,776 (95% CI: 0,840-3,756).
p 95%)
TB/ U Lengkap Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
Stuntin 13 46
g (72,2%) (46,0%) hubungan yang bermakna antara riwayat
5 54 3,052 infeksi ISPA terhadap kejadian balita
Normal (27,8%) (54,0%) 0,073 (1,012-
9,204) stunting.
18 100
Total
(100%) (100%)
Tabel 7 Hubungan Riwayat infeksi Diare
Berdasarkan Tabel 5 diatas dengan kejadian stunting di
Kecamatan Tebat Karai tahun
diperoleh data dari 18 responden balita
2020.
dengan status imunisasi tidak lengkap
sebanyak 13 orang (72,2%) ibu yang Status Riwayat Infeksi
Nilai OR (CI
memiliki balita stunting dan ibu yang Gizi Diare Tidak
p 95%)
TB/U Diare
memiliki balita dengan status gizi normal Stuntin 37 22
sebanyak 5 orang (27,8%) sedangkan dari g (68,5%) (34,4%)
17 42 4,155
100 balita dengan status imunisasi Normal (31,5%) (65,6%) 0,000 (1,920-
lengkap sebanyak 46 orang (46,0%) ibu 8,991)
54 64
memiliki balita stunting dan ibu yang Total
(100%) (100%)
memiliki balita dengan status gizi normal
sebanyak 54 orang (54,0%). Hasil uji chi-
square diperoleh nilai p = 0,073 OR = Berdasarkan Tabel 6 diatas
diperoleh data dari 54 responden balita riwayat infeksi diare berpeluang lebih
dengan riwayat Diare sebanyak 37 orang besar mengalami stunting yaitu sebanyak
(68,5%) ibu yang memiliki balita stunting 5,240 kali di bandingkan dengan balita
dan ibu yang memiliki balita dengan yang tidak memiliki riwayat infeksi diare.
status gizi normal sebanyak 17 orang
(31,5%) sedangkan dari 64 balita dengan PEMBAHASAN
riwayat tidak Diare sebanyak 22 orang
(34,4%) ibu memiliki balita stunting dan Berdasarkan hasil analisis
ibu yang memiliki balita dengan status univariat yang dilakukan untuk
gizi normal sebanyak 42 orang (65,6%). mengetahui Distribusi Frekuensi
Hasil uji chi-square diperoleh nilai p = Pendidikan ibu, Status Ekonomi, ASI
0,000 OR = 4,155 (95% CI: 1,920-8,991). Eksklusif, Status Imunisasi, Riwayat
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada Infeksi (ISPA dan Diare) Balita Stunting
hubungan yang bermakna antara riwayat di Kecamatan Tebat Karai Tahun 2020.
infeksi Diare terhadap kejadian balita Diketahui bahwa lebih dari sebagian ibu
stunting. Dilihat dari nilai OR= 4,155 balita stunting berpendidikan rendah <
yang artinya balita dengan riwayat infeksi SMA sebanyak 35 orang (62,5%), hampir
Diare berpeluang 4,155 kali memiliki seluruh keluarga balita stunting memiliki
balita stunting. status ekonomi yang rendah <1.500.000/
bulan dengan jumlah 50 orang (51,5%),
Analisis multivariat dilakukan untuk lebih dari sebagian balita stunting tidak
mengetahui variabel yang paling mendapatkan ASI Eksklusif saat bayi
berhubungan dengan variabel dependen, yaitu sebanyak 36 orang (6=58,1%),
yaitu kejadian stunting di Kecamatan Hampir seluruh balita stunting memiliki
Tebat Karai. Variabel yang dimasukkan status imunisasi dasar lengkap sebesar 46
dalam analisis ini dengan syarat hasil orang (46,0%), Kurang dari sebagian
analisis bivariat dengan nilai p <0,25, balita stunting memiliki riwayat infeksi
sehingga variabel yang dilakukan analisis ISPA (58,7%) dan Lebih dari sebagian
multivariat adalah Pendidikan ibu, riwayat balita stunting memiliki riwayat infeksi
ASI Eksklusif, Status Imunisasi, Riwayat Diare yaitu sebesar 37 orang (68,5%).
Infeksi ISPA dan Diare. Hasil analisis ini
dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa dari 56
Tabel 8 Uji Regresi Logistik responden berpendidikan rendah sebanyak
35 orang (62,5%) ibu yang memiliki
Variabel P value Exp B balita stunting dan ibu yang memiliki
Pendidikan ibu 0,048 2,399
balita dengan status gizi normal sebanyak
Tahap I ASI Eksklusif 0,054 2,305 21 orang (37,5%) sedangkan dari 62 yang
Status Imunisasi 0,035 4,082 berpendidikan tinggi sebanyak 24 orang
Riwayat infeksi ISPA 0,098 2,126
Riwayat infeksi Diare 0,000 5,240 (38,7%) ibu memiliki balita stunting dan
ibu yang memiliki balita dengan status
Setelah dilakukan analisa gizi normal sebanyak 38 orang (61,3%).
multivariat, hasil menunjukkan bahwa Berdasarkan analisa bivariat didapatkan p
dari lima variabel independen yang di uji = 0,017<0,05 artinya ada hubungan yang
diperoleh satu variabel yang paling bermakna antara pendidikan terhadap
dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting.
kejadian stunting di Kecamatan Tebat
Karai yaitu Riwayat infeksi Diare dengan Berdasarkan penelitian yang
nilai p = 0,000 dan nilai Exp B sebesar dilakukan menunjukkan bahwa dari 97
5,240, yang artinya balita yang memiliki responden dengan status ekonomi rendah
sebanyak 50 orang (51,5%) ibu yang responden balita dengan riwayat ISPA
memiliki balita stunting dan ibu yang sebanyak 27 orang (58,7%) ibu yang
memiliki balita dengan status gizi normal memiliki balita stunting dan ibu yang
sebanyak 47 orang (48,5%) sedangkan memiliki balita dengan status gizi normal
dari 21 dengan status ekonomi tinggi sebanyak 19 orang (41,3%) sedangkan
sebanyak 9 orang (42,9%) ibu memiliki dari 72 balita dengan riwayat tidak ISPA
balita stunting dan ibu yang memiliki sebanyak 32 orang (44,4%) ibu memiliki
balita dengan status gizi normal sebanyak balita stunting dan ibu yang memiliki
12 orang (57,1%). Berdasarkan analisa balita dengan status gizi normal sebanyak
bivariat didapatkan p = 0,630>0,05 40 orang (55,6%). Berdasarkan analisa
artinya tidak ada hubungan yang bivariat didapatkan p = 0,196>0,05
bermakna antara status ekonomi terhadap artinya tidak ada hubungan yang
kejadian stunting. bermakna antara riwayat infeksi ISPA
terhadap kejadian stunting.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa dari 62 Berdasarkan penelitian yang
responden dengan Balita tidak ASI dilakukan menunjukkan bahwa dari 54
eksklusif sebanyak 36 orang (58,1%) ibu responden balita dengan riwayat Diare
yang memiliki balita stunting dan ibu sebanyak 37 orang (68,5%) ibu yang
yang memiliki balita dengan status gizi memiliki balita stunting dan ibu yang
normal sebanyak 26 orang (41,9%) memiliki balita dengan status gizi normal
sedangkan dari 56 balita dengan ASI sebanyak 17 orang (31,5%) sedangkan
eksklusif sebanyak 23 orang (41,1%) ibu dari 64 balita dengan riwayat tidak Diare
memiliki balita stunting dan ibu yang sebanyak 22 orang (34,4%) ibu memiliki
memiliki balita dengan status gizi normal balita stunting dan ibu yang memiliki
sebanyak 33 orang (58,9%). Berdasarkan balita dengan status gizi normal sebanyak
analisa bivariat didapatkan p = 42 orang (65,6%). Berdasarkan analisa
0,095>0,05 artinya tidak ada hubungan bivariat didapatkan p = 0,001<0,05
yang bermakna antara ASI Eksklusif artinya ada hubungan yang bermakna
terhadap kejadian stunting. antara riwayat infeksi diare terhadap
kejadian stunting.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa dari 18 KESIMPULAN
responden balita dengan status imunisasi
tidak lengkap sebanyak 13 orang (72,2%) Hubungan pendidikan ibu dengan
ibu yang memiliki balita stunting dan ibu kejadian stunting mempunyai nilai p
yang memiliki balita dengan status gizi value 0,017<0,005, yang artinya terdapat
normal sebanyak 5 orang (27,8%) hubungan antara pendidikan ibu dengan
sedangkan dari 100 balita dengan status kejadian stunting. Hubungan status
imunisasi lengkap sebanyak 46 orang ekonomi dengan kejadian stunting
(46,0%) ibu memiliki balita stunting dan mempunyai nilai p value 0,630>0,005,
ibu yang memiliki balita dengan status yang artinya tidak ada hubungan antara
gizi normal sebanyak 54 orang (54,0%). status ekonomi dengan kejadian stunting.
Berdasarkan analisa bivariat didapatkan p Hubungan ASI Eksklusif dengan kejadian
= 0,073>0,05 artinya tidak ada hubungan stunting mempunyai nilai p value
yang bermakna antara status imunisasi 0,097>0,005, yang artinya tidak ada
terhadap kejadian stunting. hubungan antara ASI Eksklusif dengan
kejadian stunting di. Hubungan status
Berdasarkan penelitian yang imunisasi dengan kejadian stunting
dilakukan menunjukkan bahwa dari 46 mempunyai nilai p value 0,073>0,005,
yang artinya tidak ada hubungan antara Bulan. Artikel Penelitian. Diakses
status imunisasi dengan kejadian stunting. pada tanggal 12 Oktober 2019.
Hubungan Riwayat infeksi ISPA dengan
kejadian stunting mempunyai nilai p Arisman. 2010. Gizi dalam Daru Kehidupan
value 0,186>0,005, yang artinya tidak ada : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta :
hubungan antara riwayat infeksi ISPA Buku Kedokteran EGC.
dengan kejadian stunting. Hubungan
Riwayat infeksi Diare dengan kejadian Dahlan, M. S. 2011. Statistik Untuk
stunting mempunyai nilai p value Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
0,000<0,005, yang artinya terdapat Salemba Medika.
hubungan antara riwayat infeksi Diare
dengan kejadian stunting. Dalimunthe, S. M. 2010. Gambaran Faktor-
faktor Kejadian Stunting Pada
Diharapkan hasil penelitian ini Balita 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
dapat digunakan sebagai bahan masukan Tenggara Barat Tahun 2010. Jurnal
bagi tenaga kesehatan khususnya bagi Gizi, Volume V, No.3 diakses pada
pengelola program anak dan gizi di tanggal 09 Oktober 2019.
Puskesmas Tebat Karai dan Puskesmas
Nanti Agung sehingga dapat menjadi Dwiwardani, R. 2017. Analisis Faktor Pola
pertimbangan agar mencari solusi ataupun Pemberian Makan Pada Balita
kegiatan inovasi untuk mencegah dan Stunting Berdasarkan Teori
menekan angka kesakitan balita akibat Transcultural Nursing. Skripsi
terinfeksi diare karena hal ini menjadi Fakultas Keperawatan Universitas
salah satu faktor utama yang berhubungan Airlangga, Surabaya.
dengan kejadian stunting sehingga dapat
menghasilkan generasi yang sehat dan Hestuningtyas, T. 2014. Pengaruh Konseling
berkualitas di masa yang akan datang. Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap,
DAFTAR RUJUKAN Praktik Ibu Dalam Pemberian
Makan Anak, dan Asupan Zat Gizi
Aini, E, dkk. 2018. Faktor yang Anak Stunting Usia 1-2 Tahun di
Mempengaruhi Stunting pada Balita Kecamatan Semarang Timur.
Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Journal of Nutrition College,
Cepu Kabupaten Blora. Jurnal Volume 3, Nomor 1, Hal 17-25.
Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Diakses pada tanggal 09 Oktober
Nomor 5. Diakses pada tanggal 09 2019.
Oktober 2019.
Hidayat, A. 2011. Metode Penelitian
Anisa, P. 2012. Faktor-Faktor yang Kebidanan Dan Analisis Data.
Berhubungan dengan Kejadian Jakarta: Salemba Medika.
Stunting pada Balita usia 25 – 60
bulan di Kelurahan Kalibaru Depok
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Volume XI, Nomor 4.
Diakses pada tanggal 09 Oktober
2019.

Anshori, H. A. 2013. Faktor Risiko Kejadian


Stunting Pada Anak Usia 12-24

You might also like