You are on page 1of 11

PISSN : 2615-2207 Agrosainstek, 4 (1) 2020: 17-27 EISSN : 2579-843X

AGROSAINSTEK
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pertanian
Website jurnal : http://agrosainstek.ubb.ac.id

Review Article

Potensi Pemanfaatan Teknik Molekuler Berbasis DNA dalam


Penelitian Penyakit Bulai pada Jagung
The Potential Use of DNA Based Molecular Techniques in The Study of
Maize Downy Mildew
Septian Hary Kalqutny1*, Syahrir Pakki1, Amran Muis1
1 Balai Penelitian Tanaman Serealia. Jalan Dr. Ratulangi No. 274, Maros, 90514
Diterima: 10 Januari 2020/Disetujui: 11 Maret 2020
ABSTRACT
Downy mildew is one of the major diseases in maize that may decrease maize production in Indonesia. Downy
mildew in maize is caused by Peronosclerospora spp. that are obligate parasites that cannot be grown in a
synthetic growth medium. Efforts to control the disease by using resistant maize varieties and fungicides often
did not give the expected results, this might be due to the variations of the pathogen that have diverse nature and
responses. Identification and the understanding of the biodiversity of downy mildew are major key aspects in
efforts to control the disease. The Identification of species morphologically is often difficult due to the limited
distinguishing characteristics and close similarities between them. Molecular biology methods are now starting
to be widely used, because they can provide information about the diversity of an organism genetically quickly
and accurately. Therefore molecular biology methods can be used to support the morphological observations.
The use of molecular markers such as RAPD, RFLP, AFLP and SSR as well as direct sequencing of specific DNA
regions (rDNA, ITS region of rDNA and mtDNA) can represent the diversity of downy mildew. In Indonesia,
generally there are three main species that cause downy mildew in maize i.e, P. philippinensis, P. maydis and P.
sorghi. In the future, the use of new molecular biology techniques may provide more information faster and
accurately that may be able to open more possibilities for disease control efforts.
Keywords: DNA microarray; Isothermal amplification; Disease control; Taxonomy.

ABSTRAK
Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman jagung yang dapat
menurunkan produksi jagung di Indonesia. Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh Peronosclerospora spp.
yang bersifat parasit obligat sehingga tidak dapat ditumbuhkan di media kutur sintetik. Upaya pengendalian
penyakit dengan penggunaan varietas jagung yang tahan penyakit bulai dan penggunaan fungisida seringkali
tidak memberikan hasil yang diharapkan, karena patogen penyebab penyakit bulai yang beragam jenisnya
sehingga memberikan respon yang berbeda pula. Identifikasi dan pemahaman tentang biodiversitas patogen
penyebab penyakit bulai sangat penting dalam upaya pengendalian penyakit bulai. Identifikasi spesies secara
morfologis terkadang sulit dilakukan karena karakter pembeda yang terbatas dan mirip. Metode biologi
molekuler saat ini mulai secara luas digunakan, karena dapat memberikan informasi keragaman dari suatu
organisme secara genetik secara cepat dan akurat. Oleh karena itu metode biologi molekuler dapat digunakan
untuk mendukung hasil pengamatan secara morfologis. Penggunaan marka molekuler seperti RAPD, RFLP, AFLP
dan SSR serta sekuensing region DNA tertentu (rDNA, region ITS rDNA dan mtDNA) secara langsung dapat
menggambarkan keanekaragaman patogen penyakit bulai. Di Indonesia terdapat tiga spesies utama penyebab
bulai yaitu P. philippinensis, P. maydis dan P. sorghi. Kedepan penggunaan teknik-teknik biologi molekuler baru
dapat memberikan informasi yang lebih banyak, cepat, dan akurat akan dapat membuka lebih banyak
kemungkinan bagi upaya pengendalian penyakit ini.
Kata kunci: DNA microarray; Isothermal amplification; Pengendalian penyakit; Taksonomi.

*Korespondensi Penulis.
E-mail : septianharykalqutny@gmail.com (S.H. Kalqutny) DOI: https://doi.org/10.33019/agrosainstek.v4i1.107
Potensi Pemanfaatan Teknik Molekuler Berbasis DNA dalam Penelitian Penyakit Bulai pada Jagung

1. Pendahuluan sensitif. Hal ini mengakibatkan ras resisten dalam


suatu populasi patogen menjadi semakin
Penyakit bulai adalah salah satu penyakit utama meningkat dan menjadi dominan sehingga
pada tanaman jagung yang dapat produksi jagung fungisida tertentu tidak lagi efektif mengendalikan
dunia termasuk Indonesia. Penyakit bulai pada penyakit (Hobbelen et al. 2014).
jagung disebabkan oleh Peronosclerospora spp. dan Perbedaan jenis patogen penyebab penyakit
apabila menginfeksi tanaman pada saat awal bulai dapat memberikan resistensi dan virulensi
petumbuhan bisa menyebabkan penurunan hasil yang berbeda. Burhanuddin (2015) dan Pakki &
hingga 100% (Lukman et al. 2013, Surtikanti 2013). Adriani (2015) melaporkan adanya perbedaan
Patogen penyebab bulai bersifat parasit obligat resistensi terhadap fungisida, diketahui bahwa P.
yang mengekstrak nutrisi dari sel hidup tanaman maydis lebih resisten terhadap fungisida berbahan
inang dengan menggunakan struktur khusus aktif metalaksil dibandingkan dengan P.
(haustoria) yang terbentuk pada sel tanaman. philippinensis. Beberapa varietas tahan penyakit
Haustoria menginvaginasi membran sel inang dan bulai juga mengalami penurunan ketahanan
berkembang tanpa berasosiasi langsung dengan terhadap P. maydis (Pakki & Adriani 2015). Hal ini
sitoplasma sel yang diserang. Masing-masing menunjukkan bahwa strategi pengendalian
haustoria berhubungan dengan jaringan miselia penyakit bulai harus berdasarkan pada spesies
melalui celah sempit di pori dinding sel yang dibuat penyebab. Hasil-hasil penelitian tersebut
oleh patogen. Jaringan miselia pada penyakit bulai menunjukkan bahwa diperlukan pemahaman
berkembang secara internal diantara sel tanaman tentang keanekaragaman spesies patogen
(Lawrence et al. 1994). penyebab penyakit bulai, agar strategi yang tepat
Fase inkubasi dari mulai infiltrasi hingga dapat dilakukan dalam upaya pengendalian
munculnya gejala awal penyakit bulai berkisar 11 penyakit bulai.
hingga 14 hari. Penyakit bulai terutama Salah satu upaya untuk pengendalian penyakit
menginfeksi inang pada saat awal pertumbuhan bulai dapat dilakukan dengan merakit varietas-
hingga umur tanaman 45 hari (Lukman et al. 2013, varietas baru tahan dengan mengintroduksi gen
Pakki 2014). Salah satu cara untuk mengendalikan ketahanan kepada galur-galur jagung yang telah
penyakit ini adalah dengan penggunaan varietas memiliki sifat-sifat unggul lain melalui program
jagung yang tahan terhadap penyakit bulai, akan pemuliaan (Muis 2015). Selama ini perakitan
tetapi hal ini sering mengalami hambatan karena varietas baru banyak dilakukan dengan teknik
perakitan varietas tahan membutuhkan waktu yang pemuliaan konvensional yang membutuhkan waktu
lama. Penanaman suatu varietas tahan penyakit yang lebih lama untuk dilakukan jika dibandingkan
bulai secara terus menerus juga tidak dianjurkan dengan teknik molekuler (Haque et al. 2018).
karena dapat mendorong berkembangnya ras-ras Kegiatan pemuliaan dengan menggunakan
baru akibat tekanan seleksi sehingga varietas yang teknologi marka molekuler dapat mempercepat
awalnya tahan akan menjadi rentan (Pakki 2014). proses seleksi sehingga berjalan dengan lebih
Pakki (2017) melaporkan beberapa varietas jagung efisien.
seperti Bima-5, HJ 21 Agritan, Bima-14 Batara, dan Berdasarkan karakter morfologi konidia
Bisi-19 sebelumnya memiliki ketahanan yang tinggi penyebab penyakit bulai, terdapat tiga spesies yang
terhadap P. maydis, namun setelah ditanam selama teridentifikasi di Indonesia, yaitu : P. maydis, P.
beberapa waktu mengalami penurunan daya tahan sorghii, dan P. philippinensis. (Hikmawati et al.
terhadap penyakit bulai. 2011; Widiantini et al. 2015). Telle et al. (2011)
Upaya lainnya adalah dengan penggunaan menyatakan identifikasi spesies dari penyakit bulai
fungisida berbahan aktif metalaksil, akan tetapi secara morfologi memiliki kelemahan karena hanya
pada beberapa wilayah tidak memberikan hasil sedikit karakter morfologi yang yang dapat
yang diharapkan. Penurunan keefektifan metalaksil dijadikan karakter pembeda. Selain itu karakter
dilaporkan terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti dimensi konidia yang selama ini dijadikan
seperti di Jawa Barat (Widiantini et al. 2017) dan di salah satu karakter pembeda utama pada
Jawa Tengah (Anugrah & Widiantini 2018). Hal ini Peronosclerospora spp. sangat dipengaruhi oleh
terjadi akibat munculnya ras-ras baru yang lebih berbagai faktor seperti kondisi cuaca dan inang.
resisten terhadap fungisida. Kemunculan resistensi Saat ini metode menggunakan pendekatan secara
pada patogen diawali dengan munculnya ras biologi molekuler mulai secara luas digunakan,
resisten dengan jumlah yang sangat sedikit akibat karena dapat memberikan informasi mengenai
adanya mutasi, pemberian tekanan terhadap keragaman dari suatu organisme secara genetik
patogen seperti fungisida menyebabkan ras dengan cepat dan akurat.
resisten menjadi lebih diuntungkan daripada ras
18
Kalqutny, et al.

Informasi keragaman genetik patogen penyebab organisme saprofit (Judelson 2012). Oomycetes
penyakit bulai bisa membantu memecahkan bukan termasuk dalam kingdom fungi walaupun
masalah dalam identifikasi spesies mempunyai kemiripan dengan kapang secara
Peronosclerospora spp. Selain itu juga pendekatan morfologi, fisiologi, dan ekologi, sehingga sering
secara biomolekuler dapat memudahkan dalam dianggap sebagai anggota dari jamur sejati. Data
penemuan varietas tahan terhadap penyakit bulai filogenetik ultrastruktural, biokimia, dan molekuler
yang dapat dimanfaatkan untuk upaya memastikan bahwa oomycetes tidak berkerabat
pengendaliannya. secara langsung dengan jamur sejati (kingdom
Artikel ini menguraikan hasil-hasil penelitian fungi), tetapi masuk ke dalam kingdom Chromista
penyakit bulai pada jagung yang memanfaatkan (Voglmayr 2008).
metode biomolekuler berbasis Deoxyribonucleic Perkembangan teknik-teknik penelitian baru
acid (DNA) serta potensi penggunaan teknologi dan semakin bertambahnya karakteristik yang
biomololekuler terbaru untuk diaplikasikan pada dapat diamati secara lebih objektif, serta dengan
penelitian penyakit ini. Informasi yang disajikan adanya analisis filogenetik dengan menggunakan
diharapkan dapat menambah pemahaman urutan basa DNA, menyebabkan klasifikasi sedikit
mengenai manfaat dan potensi metode banyak mengalami beberapa kali perubahan
biomolekuler berbasis DNA pada pengelolaan (Voglmayr 2008). Taksonomi patogen penyebab
penyakit bulai sehingga dapat membantu dalam penyakit bulai berdasarkan Kirk (2018) adalah
upaya pengendalian penyakit bulai. termasuk dalam kingdom Chromista, filum
Stramenopiles, kelas Oomycetes, ordo
2. Fisiologi dan Taksonomi Penyakit Bulai Peronosporales, famili Peronosporaceae, dan genus
Peronosclerospora.
Penyakit Bulai (Downy Mildew) merupakan
patogen yang banyak menyerang kelompok 3. Pemanfaatan Metode Molekuler untuk
Angiospermae. Hingga saat ini belum ditemukan Penyakit Bulai
adanya serangan terhadap kelompok tanaman
berpembuluh (Trachaeophyta) lain selain Selama ini identifikasi spesies penyebab
kelompok angiospermae, beberapa penyakit bulai penyakit bulai di Indonesia umumnya dilakukan
biasanya terbatas hanya pada bagian korteks berdasarkan hasil pengamatan morfologi secara
batang dan mesofil daun. Serangan patogen dari mikroskopis, hal ini disebabkan karena tidak dapat
famili Peronosporaceae dapat bersifat sistemik, dibedakan dari gejala yang ditimbulkan pada
dimana miselium menyebar di seluruh jaringan tanaman (Gambar 1). Gejala penyakit yang
tanaman inang. disebabkan oleh spesies-spesies Peronosclerospora
Sifat Peronosclerospora spp. patogen adalah spp. sulit dibedakan satu sama lain.
parasit obligat (membutuhkan keadaan inang Pengamatan morfologi dilakukan dengan
dalam kondisi hidup) sehingga patogen penyebab mengamati bentuk dan ukuran konidia dan
penyakit bulai sangat bergantung pada inangnya. konidiofor. Pengamatan morfologi memiliki
Peronosclerospora spp. membutuhkan adanya kelemahan karena terdapat morfologi konidia dan
kelembaban mikro untuk berkecambah dan konidiofor yang mempunyai kesamaan/kemiripan
menginfeksi. Kelembaban yang tinggi atau lebih diantara spesies penyebab bulai dan hanya ada
dari 80% dan temperatur sekitar 25-30°C (Rustiani sedikit karakter pembeda yaitu dari karakter
et al. 2015a) serta curah hujan yang rendah morfologi konidia dan konidiofor (Rustiani et al.
umumnya mendukung perkembangan penyakit ini. 2015b). Oleh karena itu metode biologi molekuler
Penyakit bulai menginfeksi tanaman setelah dapat membantu untuk mendukung hasil
konidia berkecambah dalam tetesan embun pada pengamatan secara morfologi.
pangkal daun tanaman jagung (Pakki & Pengamatan mikroskopik Peronosclerospora
Burhanuddin 2013; Pakki 2014). maydis menunjukkan bahwa patogen ini memiliki
Penyakit bulai Peronosclerospora spp. konidia berbentuk oval, Peronosclerospora
merupakan anggota dari golongan Oomycetes philippinensis dengan bentuk konidia lonjong, serta
(Telle et al. 2011) yang merupakan kelompok Peronosclerospora sorghii yang memiliki bentuk
takson yang umum ditemukan di lingkungan konidia bulat (Gambar 2) (Rustiani et al. 2015b).
daratan dan perairan baik patogen maupun

19
Potensi Pemanfaatan Teknik Molekuler Berbasis DNA dalam Penelitian Penyakit Bulai pada Jagung

(A) (B) (C)


Gambar 1. Gejala pada tanaman yang terinfeksi tiga spesies penyebab penyakit bulai, P. Maydis (A) P. Sorghi
(B) dan P. philippinensis (C) menunjukkan gejala yang mirip (Muis et al. 2016).

Gambar 2. Penampakan morfologi konidia patogen penyebab bulai; P. sorghi (A), P. maydis (B), P.
philippinensis (C) (Rustiani et al. 2015b).
Penampakan karakter morfologi patogen dibanding protein dikarenakan adanya degenerasi
penyebab penyakit bulai terkadang tidak kode genetik (urutan basa nukleotida yang berbeda
menunjukkan hubungan dengan materi genetik bisa menghasilkan polipeptida yang sama) dan
yang terkandung. Hal ini disebabkan karena adanya untaian non coding (Pereira et al. 2008).
ekspresi gen dipengaruhi oleh faktor lingkungan
Penggunaan Marka Molekuler
(epigenetik) (Gijzen et al. 2014). Identifikasi spesies
yang berbasis analisis DNA, didasari dari asumsi Metode biomolekuler dengan marka molekuler
bahwa tiap individual dari suatu spesies membawa seperti Random Amplification of Polymorphic DNA
urutan basa DNA spesifik yang berbeda dengan (RAPD), Restriction Fragment Length Polymorphism
individu dari spesies yang lain. Molekul DNA (RFLP) dengan enzim restriksi seperti HhaI, EcoRI
memiliki beberapa kelebihan yang menjadikannya dan MspI (Mathiyazhagan et al. 2008), dan Simple
sebagai alat yang sangat berguna untuk identifikasi Sequence Repeats (SSR) banyak digunakan untuk
spesies penyebab patogen. Hal ini disebabkan mempelajari keragaman genetik mikroorganisme.
karena DNA merupakan molekul yang stabil dan Lukman et al. (2013) melakukan analisis
dapat bertahan lama, DNA dapat ditemukan pada keragaman genetik dengan menggunakan dua
semua sel biologis yang bernukleat atau yang tidak macam sistem marka molekuler yaitu SSR dan
bernukleat tetapi memiliki plastid atau Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis
mitokondria. Deoxyribonucleic acid (DNA) dapat (ARDRA) terhadap 31 isolat patogen penyebab
memberikan informasi yang lebih banyak bulai yang dikoleksi dari berbagai sentra produksi

20
Kalqutny, et al.

jagung di Indonesia. Kedua teknik marka molekuler berasal dari wilayah atau region yang berbeda.
yang dilakukan mengelompokkan isolat-isolat Hasil tersebut memiliki kesesuaian dengan hasil
tersebut menjadi tiga klaster dengan kemiripan penelitian lain dimana ditemukan tiga klaster
genetik sebesar 66-98% untuk marka SSR dan 58- penyakit bulai di Indonesia (Lukman et al. 2013).
100% untuk marka ARDRA (64-98%
dikombinasikan). Data tersebut menunjukan
adanya keragaman genetik yang cukup tinggi
diantara isolat-isolat patogen penyebab penyakit
bulai di Indonesia. Hasil studi yang dilakukan
mengelompokkan spesies penyebab penyakit bulai
dari beberapa tempat di Indonesia menjadi tiga
klaster, dua klaster Jawa dan satu klaster Gorontalo-
Lampung (Gambar 3). Marka ARDRA sendiri sudah
banyak digunakan untuk mengidentifikasi
keragaman mikroorganisme (Yang et al. 2008).
Muis et al. (2013) melaporkan dari hasil analisis
keragaman genetik dengan menggunakan marka
molekuler SSR terhadap 61 isolat patogen
penyebab penyakit bulai yang didapat dari berbagai
wilayah pertanaman jagung di Indonesia, terdapat
variabilitas genetik yang cukup tinggi (tingkat
polimorfisme 0,63) pada Peronosclerospora spp
(Gambar 4). Hal menunjukkan jumlah spesies
Peronosclerospora spp. yang terdapat di Indonesia
lebih dari satu, dari 67 isolat yang diuji dapat
dikelompokkan ke dalam tiga klaster yang berbeda
berdasarkan koefisien kemiripan genetik >0,65.
Dari hasil yang didapatkan, pada satu lokasi Gambar 3. Pengelompokan 31 isolat patogen
geografis yang sama bisa terdapat lebih dari satu penyebab bulai dari berbagai lokasi di
spesies Peronosclerospora spp., diindikasikan Indonesia berdasarkan marka molekuler
dengan pada tiap klaster terdapat isolat-isolat yang SSR dan ARDRA (Lukman et al. 2013).

Gambar 4. Pengelompokan 67 isolat patogen penyebab bulai dari tujuh provinsi di Indonesia berdasarkan
marka molekuler SSR (Muis et al. 2013).

21
Potensi Pemanfaatan Teknik Molekuler Berbasis DNA dalam Penelitian Penyakit Bulai pada Jagung

Analisis dengan marka molekuler SSR digunakan untuk menganalisis sample yang tidak
menunjukkan bahwa spesies P. philippinensis hanya murni (Badaya, 2016). RFLP yang menggunakan
ditemukan persebarannya di pulau Sulawesi saja, enzim restriksi juga tidak spesifik sehingga sulit
sementara kedua spesies lain yaitu P. Maydis dan P. digunakan untuk sampel dengan kemurnian
Sorghii ditemukan persebarannya di beberapa rendah.
pulau di Indonesia (Muis et al. 2016). Keragaman Penggunaan marka Sequence Characterized
genetik pada patogen penyebab penyakit bulai yang Amplified Regions (SCAR) juga bisa digunakan untuk
ditemukan dari hasil-hasil penelitian diatas dapat mengidentifikasi dan menganalisis keragaman
menjelaskan terjadinya penurunan ketahanan genetik, SCAR merupakan fragmen DNA genomik
tanaman tahan penyakit bulai terhadap serangan yang bisa didesain berdasarkan fragmen hasil RAPD
penyakit bulai. yang berkaitan dengan karakter atau spesies
Analisis keragaman genetik P. sorghi dengan tertentu (Yang et al. 2013). Hasil RAPD yang
menggunakan Amplified Fragment Length teramplifikasi diklon dan disekuensing, kemudian
Polymorphism (AFLP) yang dilakukan oleh Perumal hasil urutan basa digunakan untuk mendesain
et al. (2006) menunjukan tingkat polimorfisme primer SCAR. Marka SCAR mampu mendeteksi P.
AFLP sebesar 25%. Tingkat polimorfisme AFLP sorghi pada jagung secara spesifik dan cepat,
yang mirip dengan Sclerospora graminicola yang dengan batas sensitifitas 5 ng (nanogram)
merupakan mikroorganisme heterotalus menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR)
mengindikasikan bahwa P. sorghi juga heterotalus, konvensional, dan 32 fg (femtogram) dengan
dimana umumnya organisme dengan reproduksi menggunakan real-time PCR (Sireesha dan
seksual dicirikan dengan tingkat variasi yang tinggi, Velazhahan 2017). Marka SCAR yang didesain oleh
sebaliknya reproduksi aseksual akan menghasilkan (Ladhalakshmi et al. 2009) juga diketahui memiliki
variasi yang rendah (Perumal et al. 2006). Hal ini tingkat spesifisitas yang tinggi.
menunjukkan informasi keragaman genetik yang Upaya pengendalian penyakit bulai dapat
didapat melalui pemanfaatan metode biomolekuler dilakukan dengan melakukan perakitan varietas-
juga bisa digunakan untuk menjelaskan varietas tahan dengan memasukkan gen ketahanan
karakteristtik fisiologi dari Peronosclerospora spp. kepada galur-galur jagung yang telah memiliki sifat-
dengan membandingkannya dengan organisme sifat unggul lain melalui pemuliaan (Muis 2015).
lain. Kegiatan pemuliaan dapat dibantu dengan
Metode biomolekuler juga dapat digunakan menggunakan teknologi marka molekuler sehingga
untuk mendeteksi keberadaan patogen penyebab proses seleksi dapat berjalan dengan lebih efisien.
penyakit bulai pada bagian tanaman selain daun Selama ini perakitan varietas baru dengan sifat
contohnya pada biji jagung seperti yang dilakukan tertentu yang diinginkan misalnya ketahanan
oleh Lukman et al. (2016) dengan menggunakan terhadap penyakit, dilakukan dengan teknik
marka mikrosatelit. Hasil penelitian yang diperoleh pemuliaan secara konvensional yang
menunjukkan bahwa dari semua biji yang dikoleksi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
dari tanaman yang sakit, seluruhnya positif dilakukan jika dibandingkan dengan teknik
membawa alel patogen penyebab bulai, sementara pemuliaan dengan memanfaatkan bantuan teknik
dari tanaman yang sehat juga beberapa sampel biomolekuler (Haque et al. 2018).
positif membawa alel patogen penyebab bulai. Muis et al. (2015) menggunakan marka
Penelitian lain juga menunjukan bahwa biji juga molekuler SSR unuk menganalisis homozigositas
bisa menjadi sumber inokulum penyakit bulai dan keanekaragaman genetik 30 galur S3 yang
(Sireesha & Velazhahan 2017) tahan terhadap penyakit bulai sebagai informasi
Identifikasi patogen dengan Random untuk mempermudah proses perakitan jagung
Amplification of Polymorphic DNA (RAPD) hibrida. Proses pemuliaan konvensional untuk
dilakukan dengan menggunakan primer OPB15 memastikan tingkat homozigositas lebih dari 80%
(Ladhalakshmi et al. 2009). Penyebab penyakit membutuhkan waktu selama beberapa generasi
bulai merupakan parasit obligat yang tidak bisa tanaman, akan tetapi proses tersebut bisa menjadi
dibiakkan dalam kultur murni, penggunaan metode lebih singkat jika menggunakan bantuan marka
RFLP dan RAPD sulit untuk dilakukan karena molekuler. Pemuliaan dengan menggunakan
membutuhkan adanya target gen DNA yang murni bantuan marka molekuler dapat meningkatkan
untuk menghindari terjadinya ko-amplifikasi kecepatan dan efisiensi proses pemuliaan (Platten
dengan mikroba lain (Lukman et al. 2013). Marka et al. 2019).
RAPD akan mengamplifikasi region DNA yang tidak Penggunaan marka molekuler yang memiliki
diketahui dengan menggunakan primer yang keterpautan dan asosiasi yang kuat dengan gen
bersifat arbitary (tidak tentu) sehingga sulit ketahanan dapat digunakan untuk meningkatkan
22
Kalqutny, et al.

efisiensi seleksi dan mempercepat introgesi gen Rustiani et al. (2015b) menggunakan primer
tahan penyakit bulai (Pabendon et al. 2007). yang mengamplifikasi gen penyandi cytochrome
Penentuan lokus kandidat gen-gen yang oxidase 1, cytochrome oxidase 2, dan region ITS
berhubungan dengan sifat ketahanan penyakit menemukan 3 jenis Peronosclerospora yang
bulai dikonfirmasi dengan menggunakan marka berhasil diidentifikasi dengan membandingkan
molekuler yang terpaut dengan gen tersebut, urutan basa yang didapat dengan urutan basa pada
munculnya pita PCR pada tanaman yang diketahui database yang sudah dideposit sebelumnya.
tahan dan sebaliknya tidak munculnya pita PCR Gorayeb et al. (2019) juga berhasil melakukan
pada tanaman yang diketahui rentan (Kim et al. mendeteksi untuk pertama kalinya penyebab bulai
2017). pada tanaman miana (Plectranthus spp.) yaitu
patogen Peronospora belbahrii dengan
Metode sekuensing secara langsung memanfaatkan region ITS. Keragaman region ITS
dari Peronossclerospora sp juga dapat dianalisis
Penelitian yang berbasis sekuensing DNA secara dengan memanfaatkan metode RFLP pada region
langsung dengan menggunakan primer spesifik ITS yang sudah diamplifikasi dengan menggunakan
juga mulai banyak dilakukan. Gen target akan primer spesifik (Mathiyazhagan et al. 2008).
diamplifikasi dengan menggunakan primer spesifik, Kekurangan utama dari pendekatan sekuensing
dimana gen target akan dapat diisolasi dan DNA secara langsung adalah untuk memberikan
disekuensing lebih lanjut, hal ini memungkinkan cukup informasi sebagai pembeda takson region
mikroorganisme yang tidak dapat dikutur untuk DNA yang disekuensing harus besar umumnya lebih
dapat dianalisis. Pendekatan ini memungkinkan dari 300 bp (base pair). Amplifikasi PCR unutk
banyak spesies-spesies baru yang telah region DNA sebesar itu umumnya sulit untuk
teridentifikasi, akan tetapi penggunaannya pada dilakukan untuk sampel dengan kualitas dan
eukariota masih terbatas (O’Brien et al. 2005). kuantitas yang rendah (Pereira et al 2008).
Identifikasi dan analisis keragaman dilakukan
dengan cara membandingkan urutan basa dari 4. Potensi Pengembangan Metode Molekuler
suatu region DNA yang ada pada sampel target pada Penyakit Bulai
dengan database yang sudah ada sebelumnya
Penggunaan urutan basa gen Small Sub Unit Patogen-patogen seperti penyakit bulai yang
ribosomal Ribonucleic Acid (SSU rRNA) sangat beberapa memiliki kekerabatan dekat, walaupun
efektif untuk mengidentifikasi prokariota, akan memiliki kenampakan fenotip yang unik satu
tetapi pada eukariota seperti penyebab penyakit dengan yang lain seringkali perbedaan genetik
bulai, perubahan yang terjadi pada region gen ini diantaranya hanya pada beberapa basa nukleotida.
berkembang relatif lambat dibandingkan dengan Oleh karena itu kedepan, deteksi terhadap adanya
region Internal Transcribed Spacer (ITS) yang Single Nucleotide Polymorphism (SNP) tersebut
berkembang dengan tingkat yang lebih cepat harus dilakukan untuk membedakan patogen-
sehingga dapat digunakan untuk identifikasi hingga patogen berkerabat dekat tersebut.
tingkat spesies (O’Brien et al. 2005). Region ITS Penggunaan metode multiplex assay seperti DNA
telah banyak digunakan oleh para ahli mikologi microarray hybridization dapat dilakukan untuk
dalam identifikasi kelompo Oomycetes (Schoch et menskrining sampel untuk mendeteksi adanya
al. 2012). Akan tetapi, gen mitokondrial (seperti species-specific SNP. DNA microarray menggunakan
cox) lebih memiliki variasi sehingga lebih spesifik detektor oligonukleotida yang merupakan fragmen
dibandingkan region ITS yang terkadang masih DNA spesifik yang telah diketahui urutan basanya
kesulitan membedakan antar spesies yang yang diimobilisasi pada suatu slide atau membran
berkerabat dekat. Gen cox2 sudah digunakan untuk dan disusun secara berpola (Pereira et al. 2008).
menganalisis keanekaragaman beberapa Kemudian probe DNA tersebut akan berinteraksi
Oomycetes termasuk Peronosclerospora spp. (Telle dengan DNA sampel yang komplementer dan sudah
et al. 2011). Penggunaan gen rDNA, region ITS, dan dilabeli (Karakach et al. 2010) (Gambar 5).
gen mitokondrial memiliki kelebihan karena Kemudian adanya hibridisasi akan dideteksi
sensitifitasnya yang tinggi karena jumlah copy dengan melihat visualisasi pada titik-titik yang
number gen yang tinggi dalam satu sel, akan tetapi menunjukkan hibridisasi positif atau negatif. Selain
jika digunakan untuk mengkuantifikasi jumlah itu dengan DNA microarray dimungkinkan untuk
mikroba pada suatu sampel, metode ini kurang menganalisis ekspresi gen yang dihasilkan pada
efektif dikarenakan jumlah copy number yang suatu organisme, dengan mengetahui pola ekspresi
bervariasi antar isolat dalam satu spesies (Crandall gen dari inang dan patogen (Jongman et al. 2020)
et al. 2018). Sehingga dapat membantu dalam memahami
23
Potensi Pemanfaatan Teknik Molekuler Berbasis DNA dalam Penelitian Penyakit Bulai pada Jagung

bagaimana respon adaptasi mikroorganisme dilakukan dengan menggunakan mRNA yang


terhadap inang dan ligkungannya, serta terlebih dahulu dibuat menjadi cDNA menggunakan
metabolisme dan jalur-jalur biosisntesis yang enzim reverse transcriptase, hal ini untuk mengatasi
berperan dalam patogenisitas Analisis ekspresi gen masalah mRNA yang mudah terdegradasi.

Gambar 5. Ilustrasi metode microarray untuk menganalisis ekspresi gen (a) mRNA dari sel target di reverse
transcribed menjadi cDNA yang kemudian dlabeli dengan dua label berbeda (Cy3 dan Cy5) (b)
Visualisasi hasil cDNA microarray (Karakach et al. 2010).
Perkembangan teknologi membuka banyak displacement amplification (SDA), rolling circle
peluang untuk pengembangan alat atau kit amplification (RCA), loop-mediated isothermal
diagnostik portable berbasis analisis DNA untuk amplification of DNA (LAMP), isothermal multiple
identifikasi spesies patogen penyebab penyakit displacement amplification (IMDA), helicase-
bulai secara cepat di lapangan tanpa harus dependent amplification (HDA), single primer
dilakukan di laboratorium yang terkadang jauh dari isothermal amplification (SPIA), dan circular
lokasi sumber penyakit. Salah satu hal yang helicasedependent amplification (cHDA) (Gill 2008).
dibutuhkan dalam analisis DNA adalah amplifikasi Selain itu, saat ini teknologi Clustered Regularly
DNA menggunakan PCR yang membutuhkan alat Interspaced Short Palindromic Repeat/Cas9
thermocycler dimana umumnya hanya tersedia di (CRISPR/Cas9) mulai populer digunakan untuk
laboratorium, sehingga identifikasi secara cepat di mengintroduksi sifat yang diinginkan pada
lapangan tidak bisa dilakukan. Akan tetapi, tanaman. Teknologi CRISPR/Cas9 digunakan untuk
pengembangan metode isothermal amplification meningkatkan kualitas tanaman melalui
yang meniru replikasi DNA yang terjadi secara in mekanisme editing gen. Teknologi editing gen
vivo memungkinkan amplifikasi DNA tanpa perlu dengan memanfaatkan teknik CRISPR/Cas9 dapat
alat thermocycler. Penemuan protein-protein yang digunakan untuk mengembangkan ketahanan
berperan penting dalam membantu enzim DNA terhadap penyakit pada tanaman melalui
polymerase dalam mereplikasi DNA penambahan gen tahan (R) maupun dengan
memungkinkan perkembangan teknologi tersebut penghapusan/delesi gen rentan (S) (Haque et al.
terjadi (Gill 2008). Akan tetapi, pengembangan 2018). Selama ini tanaman hasil modifikasi secara
dalam hal sensitivitas masih perlu dilakukan agar transgenik secara konvensional masih diragukan
dapat setara atau melebihi metode PCR keamanannya, karena berpotensi membawa gen-
konvensional. gen asing yang tidak dikehendaki yang menempel
Beberapa metode amplifikasi secara isothermal pada lokasi yang acak. Teknologi CRISPR/Cas9
yang ada antara lain transcription mediated memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
amplification (TMA)/nucleic acid sequence-based metode transgenik konvensional karena hanya
amplification (NASBA), signal mediated memodifikasi gen pada lokasi yang spesifik,
amplification of RNA technology (SMART), strand sehingga relatif lebih aman (Chen & Gao 2014).
24
Kalqutny, et al.

Dengan semakin berkembangnya teknologi Chen K, Gao C. 2014. Targeted genome modification
penggunaan teknik-teknik biologi molekuler baru technologies and their applications in crop
dapat memberikan informasi yang lebih banyak, improvements. Plant Cell Rep. 33: 575–583
cepat, dan akurat akan dapat membuka lebih Crandall SG, Rahman A, Quesada-Ocampo LM,
banyak kemungkinan bagi upaya pengendalian Martin FN, Bilodeau GJ, Miles T D. 2018.
penyakit ini Advances in Diagnostics of Downy Mildews:
Lessons Learned from Other Oomycetes and
5. Kesimpulan Future Challenges. Plant Disease 102(2): 265-
275.
Metode-metode biologi molekuler dapat Gijzen M, Ishmael C, Shrestha SD. 2014. Epigenetic
dimanfaatkan dalam identifikasi dan analisis control of effectors in plant pathogens. Front.
biodiversitas penyakit bulai, serta dalam perakitan Plant Sci. 5:638. doi: 10.3389/fpls.2014.00638
varietas unggul baru yang tahan. Pemanfaatan Gill P, Ghaemi A. 2008. Nucleic Acid Isothermal
marka molekuler seperti Random Amplification of Amplification Technologies—A Review.
Polymorphic DNA (RAPD) dengan menggunakan Nucleosides, Nucleotides and Nucleic Acids. 27:3.
primer OPB15, Restriction Fragment Length 224-243.
Polymorphism (RFLP) menggunakan region Internal Gorayeb ES, Pieroni LP, Cruciol GCD, de Pieri C,
Transcribed Spacer (ITS) dengan enzim restriksi Dovigo LH, Pavan MA, Kurozawa C, Krause-
HhaI, EcoRI dan MspI, Simple Sequence Repeats Sakate R. 2019. First Report of Downy Mildew
(SSR) ataupun sekuensing region DNA secara on Coleus (Plectranthus spp.) Caused by
langsung telah digunakan untuk mengidentifikasi Peronospora belbahrii sensu lato in Brazil Plant
dan menganalisis keragaman genetik dari patogen Disease 104(1): 294
penyebab penyakit bulai dengan hasil yang lebih Haque E, Taniguchi H, Hassan MM, Bhowmik P,
cepat dibanding metode konvensional. Di Indonesia Karim MR, Śmiech M, Zhao K, Rahman M, Islam
secara umum dilaporkan terdapat tiga spesies T. 2018. Application of CRISPR/Cas9 Genome
utama penyebab penyakit bulai yaitu P. Editing Technology for the Improvement of
philippinensis, P. Maydis dan P. Sorghi yang daerah Crops Cultivated in Tropical Climates: Recent
persebarannya tersebar di beberapa pulau di Progress, Prospects, and Challenges. Front.
Indonesia. Plant Sci. 9:617
Perkembangan teknologi semakin mendorong Hikmawati, Kuswinanti T, Melina, Pabendon M.
inovasi-inovasi di bidang biologi molekuler yang 2011. Karakterisasi morfologi
potensial untuk diterapkan pada penelitian Peronosclerospora spp., penyebab penyakit
penyakit bulai kedepan. Teknik-teknik molekuler bulai pada tanaman jagung dari beberapa
baru seperti DNA microarray hybridization, daerah di Indonesia. J. Fitomedika Unhas. 7(3):
isothermal amplification, dan CRISPR/Cas9 154-161.
menawarkan banyak keuntungan dan sangat Hobbelen PHF, Paveley ND, Van Den Bosch F. 2014.
potensial untuk diterapkan dalam upaya The emergence of resistance to fungicides. PLoS
pengendalian penyakit bulai. ONE 9(3) e91910.
Jongman M, Carmichael PC, Bill M. 2020.
6. Daftar Pustaka Technological Advances in Phytopathogen
Detection and Metagenome Profiling
Anugrah FM, Widiantini F. 2018. The Effect of Techniques. Curr Microbiol.
Metalaxyl, Fenamidone, and Dimetomorf doi:10.1007/s00284-020-01881-z
Fungicide Towards Conidia peronosclerospora Judelson HS. 2012. Dynamics and innovations
spp. Isolated from Klaten. Jurnal Penelitian within oomycete genomes: insights into
Saintek 23(1): 21-31 biology, pathology, and evolution. Eukaryot
Badaya VK , Badaya R, Dhoot M, Dhoot R. 2016. Cell.11(11):1304–1312.
Molecular Markers: A Potential Boon for doi:10.1128/EC.00155-12
Nutritional Fortification of Plants. Advances in Karakach TK, Flight RM, Douglas SE, Wentzell PD.
Life Sciences 5(22): 10216-10227. 2010. An Introduction to DNA Microarrays for
Burhanuddin. 2015. Masalah Penyakit Bulai dan Gene Expression Analysis. Chemometrics and
Alternatif Pemecahannya di Kecamatan Pagu Intelligent Laboratory Systems 104: 28-52.
Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Kim JY, Moon C J, Kim HC, Shin S, Song K, Kim KH,
Prosiding Seminar Nasional Serealia. Maros: Lee B. M. 2017. Identification of downy mildew
Balai Penelitian Tanaman Serealia. resistance gene candidates by positional
cloning in maize (Zea mays subsp. mays;
25
Potensi Pemanfaatan Teknik Molekuler Berbasis DNA dalam Penelitian Penyakit Bulai pada Jagung

Poaceae). Applications in plant sciences 5(2) : Pabendon MB, Azrai M, Kasim M, Wijaya MJ. 2007.
1600132. Prospek penggunaan markah molekuler dalam
Kirk PM. 2018. Species Fungorum (version Oct program pemuliaan jagung. Maros: Balai
2017). In: Roskov Y., Abucay L., Orrell T., Penelitian Tanaman Serealia.
Nicolson D., Bailly N., Kirk P.M., Bourgoin T., Pakki S, Burhanuddin. 2013. Peranan varietas dan
DeWalt R.E., Decock W., De Wever A., fungisida dalam dinamika penularan patogen
Nieukerken E. van, Zarucchi J., Penev L., eds. obligat parasite dan sapropit pada tanaman
(2018). Species 2000 & ITIS Catalogue of Life, jagung. Prosisiding Seminar Nasional Serealia
28th March 2018. Digital resource at Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju
www.catalogueoflife.org/col. Species 2000: Pertanian Bioindustri. Maros: Balai Penelitian
Naturalis, Leiden, the Netherlands. ISSN 2405- Tanaman Serealia.
8858. Pakki S. 2014. Epidemiology and Strategy for
Ladhalakshmi D, Vijayasamundeeswari A, Controlling Downy Mildew Disease Caused by
Paranidharan V, Samiyappan R, dan Peronosclerospora sp. On Maize. Indonesian
Velazhahan R. 2009. “Molecular Identification Agricultural Research and Developmental
of Isolates of Peronosclerospora Sorghi from Journal. 33(2): 47-52.
Maize Using PCR-Based SCAR Marker.” World Pakki S, Adriani. 2015. Preferensi Ketahanan dan
Journal of Microbiology and Biotechnology 25 Dinamika Infeksi Penyakit Bulai pada Aksesi
(12): 2129–35. Plasma Nutfah Jagung dalam Tiga Musim
Lawrence GJ, Shepherd KW, Mayo GM, Islam MR. Tanam. Prosiding Seminar Nasional Serealia.
1994. Plant resistance to rusts and mildews: Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.
genetic control and possible mechanisms. Pakki S. 2017. Kelestarian Ketahanan Varietas
Trends in Microbiology, 2(8):263-270. Unggul Jagung terhadapPenyakit Bulai
Lukman R, Afifuddin A, Lubberstedt T. 2013. Peronosclerospora maydis. Jurnal Penelitian
Unraveling the Genetic Diversity of Maize Pertanian Tanaman Pangan. 1(1): 37-44.
Downy Mildew in Indonesia. J Plant Pathol Pereira F, Carneiro J, Amorim A. 2008. Identification
Microb 4:162. of species with DNA-based technology: current
Lukman R, Afifuddin A, Lübberstedt T 2016. Tracing progress and challenges. Recent Pat. DNA Gene
the signature of Peronosclerospora maydis in Seq. 2: 187–199
maize seeds. Australasian Plant Pathol. 45: 73. Perumal R, Isakeit T, Menz M, No S, Katile EG, Magill
Mathiyazhagan S, Karthikeyan M, Sandosskumar R, CW. 2006.Characterization and genetic
Velazhahan R. 2008. Analysis of variability distance analysis of isolates of
among the isolates of Peronosclerospora sorghi Peronochlerospora sorghi using AFLP
from sorghum and cornbased on restriction fingerprinting. Mycological Research, 110(4):
fragment length polymorphismof ITS region of 471-478
ribosomal DNA, Archives Of Phytopathology And Platten JD, Cobb JN, Zantua RE. 2019. Criteria for
Plant Protection, 41:1, 31-37. evaluating molecular markers: Comprehensive
Muis A, Pabendon MB, Nonci N, Waskito WP. 2013. quality metrics to improve marker-assisted
Keragaman Genetik Peronosclerospora maydis selection. PLoS ONE 14(1)
Penyebab Bulai pada Jagung Berdasarkan Rustiani US, Sinaga MS, Hidayat SH, Wiyono S.
Analisis Marka SSR. Jurnal Penelitian Pertanian 2015a. Ecological characteristic of
Tanaman Pangan. 32(3): 139-147. Peronosclerospora maydis in Java, Indonesia.
Muis A, Nonci N, Pabendon MB. 2015. Genetic International Journal of Sciences: Basic and
Diversity of S3 Maize Genotypes Resistant to Applied Research 19, 159-67.
Downy Mildew Based on SSR Markers. Rustiani US, Sinaga MS, Hidayat SH, Wiyono S.
Indonesian Journal of Agricultural Science 2015b. Tiga Spesies Peronosclerospora
16(2): 79-86 Penyebab Penyakit Bulai Jagung di Indonesia.
Muis A, Nonci N, Pabendon MB. 2016. Geographical Jurnal Berita Biologi. 14(1): 29-37.
distribution of Peronosclerospora spp. the Schoch CL, Seifert KA, Huhndorf S, Robert V, Spouge
causal organism of maize downy mildew, in JL, Levesque CA, Chen W. 2012. Nuclear
Indonesia. AAB Bioflux 8(3):143-155. ribosomal internal transcribed spacer (ITS)
O'Brien HE, Parrent JL, Jackson JA, Moncalvo JM, region as a universal DNA barcode marker for
Vilgalys R. 2005. Fungal communities' analysis Fungi. Proc Natl Acad Sci. 109(16): 6241
by large-scale sequencing of environmental Sireesha Y, Velazhahan R. 2017. Rapid and specific
samples. Environ. Microbiol 71, 5544-5550. detection of Peronosclerospora sorghi in maize

26
Kalqutny, et al.

seeds by conventional and real-time PCR. Eur J maydis the causal agent of maize Downy
Plant Pathol. 150(2): 521-526. mildew from different location in Jawa
Surtikanti. 2013. Cendawan Peronosclerospora sp. Indonesia . Jurnal of Agricultural Enginering
Penyebab Penyakit Bulai di Jawa Timur. and Biotechnology. 3(2)23-27.
PROSIDING Seminar Nasional "Peranan dan Widiantini F, Pitaloka DJ, Nasahi C, Yulia E. 2017.
Aplikasi Teknologi Pertanian Mendukung Perkecambahan Peronosclerospora spp. Asal
Ketahanan Pangan Nasional", Banjarbaru 26 - Beberapa Daerah di Jawa Barat pada Fungisida
27 Maret 2013. Hlm 57-67 Berbahan Aktif Metalaksil, Dimetomorf dan
Telle S, Shivas RG, Ryley MJ, Thines M. 2011. Fenamidon. Jurnal Agrikultura 28(2): 95-102
Molecular phylogenetic analysis of Yang L, Fu S, Khan MA, Zeng W, Fu J. 2013. Molecular
Peronosclerospora (Oomycetes) reveals cryptic cloning and development of RAPD-SCAR
species and genetically distinct species markers for Dimocarpus longan variety
parasitic to maize. Eur J Plant Pathol 130:521– authentication. Springerplus 2:501.
528. Yang JH, Liu HX, Zhu GM, Pan YL, Xu LD, Guo JH.
Voglmayr H. 2008. Progress and challenges in 2008. Diversity analysis of antagonists from
systematics of downy mildews and white riceassociated bacteria and their application in
blister rusts: new insights from genes and biocontrol of rice diseases. Journal of Applied
morphology. Eur J Plant Pathol 122:3–18. Microbiology, 104 (1), 91–104.
Widiantini F, Yuliana E, Purnama T. 2015.
Morfological variation of Perenosclerospora

27

You might also like