You are on page 1of 12

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No.

2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 225-236

MENINGKATKAN DAYA SAING PABRIK GULA DI INDONESIA ERA


MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

H. Ahmad Zafrullah Tayibnapis ABSTRACT


Hj.Made Siti Sundari The 1930s was the heyday of the Indonesian sugar
Lucia Endang Wuryaningsih industry that is capable of exporting to many
countries and has become the country an exporter
Universitas Surabaya of sugar to two after Cuba, but the situation is
reversed since 1967 in which Indonesia would
Informasi Artikel import sugar from Brazil, India, and Thailand in
Riwayat Artikel order to meet the needs raw material consumption
Diterima tanggal 26 September 2016 and food and beverage industry. The results
showed that the cost of sugar production is
Direvisi tanggal 21 Oktober 2016 very uneconomical because of inefficiency that
Disetujui tanggal 25 November 2016 stretches from the cultivation to processing in
the factory so difficult to obtain profit margins.
Klasifikasi JEL Target and beyond sugar self-sufficiency can not
D29 be achieved because highly regulated, there is no
synergy and tends to conflicts of interests among
ministries or agencies, and internal conflicts often
Kata Kunci occur between the sugar mill and the disharmony
Sugar Factory, between sugarcane farmers by the sugar mill
Efficiency, officials.
Profit Margin In the competition of the sugar industry are
more stringent, in the era of the Asean Economic
Community, it means the level of efficiency of sugar
DOI factories in the country need special attention,
10.17970/jrem.16.160205.ID the same thing also applies to industrial users of
sugar, and sugar as a raw material components
contribute to the creation of products food and
beverage efficient so as to compete with similar
products from other countries. Observing how
the intense competition in the Asean Economic
Community is based on free trade, the yield of
sugar that’s a cost efficient production is very
important and urgent at this time, including work
to improve the welfare of farmers.

Pendahuluan
Keberadaan pabrik gula di tanah
Jawa dalam sejarahnya tidaklah lepas dari
kebijakan cultuurstelsel yang diterapkan
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Kesulitan keuangan akibat Perang Jawa
(1825-1830) membuat Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda memberlakukan cutuurstelsel
atau sitem tanam paksa untuk mengisi kas
mereka. Gubernur Jenderal Johannes Van Den
Bosch mewajibkan desa di Jawa menyisihkan
20 persen tanahnya untuk ditanami tanaman

225
Ahmad Z T., Made S S., Lucia E W. : Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula .....

ekspor, seperti tebu, teh, dan kopi. Tebu dan BDSM, ada perusahaan Staatsspoorwegen
terutama ditanam di sejumlah karesidenan, (SS) dan OoST Jawa Stoomtram Maatschappij
seperti Surabaya, Pasuruan, dan Besuki. (OJS) yang memiliki jaringan kereta api di
Wilayah Jombang pada masa Hindia Belanda Mojokerto.
masuk Karesidenan Surabaya terletak di Beranjak dari masa lalu tampak
dataran rendah dengan tanah subur dari aliran keberadaan pabrik gula sangat penting
Sungai Brantas banyak ditanami tebu dan dalam membangun peradaban suatu wilayah,
sekaligus didirikan pabrik gula, seperti Pabrik seperti Provinsi Jawa Timur , Provinsi
Gula Tjoekir yang dibangun tahun 1884. Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Barat.
Pabrik Gula Tjoekir dan Pesantren Tebu Pabrik-pabrik gula tidak hanya membangun
Ireng sangat lekat dengan perjalanan Jombang kesejahteraan dalam artian ekonomi saja,
dari masa kolonial hingga kini di mana namun menjangkau seluruh aspek kehidupan
keberadaan pabrik gula dan perkebunan tebu manusia, masyarakat,bangsa, dan negara.
membentuk komunitas sendiri.Pabrik gula Jaman kolonialisme Belanda tampak tebu
membuat loji untuk direksi dan pegawainya, merupakan salah satu budidaya terpenting
sementara buruh pabrik membentuk dalam sistem tanam paksa sejak 1830 hingga
komunitas terpisah dari loji serta masyarakat 1870 dan pernah mencapai 3 juta ton per
sekitar. Kehidupan loji pabrik gula dan tahun, namun setelah itu selalu berada di
komunitas buruh yang berbeda dengan bawah 3 juta ton hingga kini serta target
kehidupan pesantren yang dirintis Hasyim pemerintah saat ini sebesar 3,1 juta ton gula
Asyari ternyata mewarnai sejarah Jombang konsumsi tidak pernah tercapai. Produksi gula
yang pernah menjadi pintu gerbang Kerajaan Indonesia pada 2005 baru mencapai 2,24 juta
Majapahit yang berpusat di Trowulan, 17 ton dan 2015 hanya mencapai 2,70 juta ton
kilometer ke arah Timur. Hal yang tidak saja atau meningkat rata-rata 0,2% dalam 10
berbeda juga terjadi di Kediri, dan lain–lain tahun.
yang memiliki pabrik gula. Produksi gula maksimal hingga ini
Akar sejarah yang sangat kuat belum dapat mencapai target swasembada
menunjukkan bahwa industri berbasis tebu gula karena penurunan kualitas panen dan
yang telah ada sejak abad kesembilan belas rendemen, lemahnya produktivitas, tingginya
ini mempunyai keterikatan sosial ekonomi biaya pokok produksi GKP yang membuat
dengan kehidupan masyarakat, khususnya di harga gula kurang memiliki daya saing, konflik
wilayah perdesaan. Infrastruktur kereta api, kebijakan antar kementerian / lembaga, impor
jalan-jalan, jaringan irigasi hingga lansekap rafinasi merembes ke pasar konsumen, jam
kota ditentukan dari basis-basis pabrik gula berhenti giling masih berkisar 6 persen, waktu
yang ada sejak zaman Belanda. Pabrik- tanam dan waktu panen kurang tepat, besarnya
pabrik gula di Jawa Timur umumnya dilewati intervensi pemerintah, terjadinya pergeseran
jaringan kereta api, seperti Kediri Stoomtram dari lahan sawah dengan perairan yang baik
Maatschappij (KSM) yang menguasai ke lahan kering atau tegalan.
Jombang dan Kediri, selanjutnya Modjokerto Swasembada gula nasional seharusnya
Stoomtram Maatschappij (MSM) yang dapat tercapai, mengingat Indonesia
beroperasi di Mojokerto dan sekitarnya, serta memiliki begitu banyak pabrik gula dan
Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij lahan perkebunan tebu yang luas di mana
(BDSM), dan Probolinggo Stoomtram sebagian pabrik gula sudah dibenahi dan
Maatschappij (PbSM), termasuk Pasoeroean makin modern, seperti PG. Gempolkrep, PG.
Stoomtram Maatschappij (PsSM). selain MSM Tjoekir, PG. Djombang Baru, PG. Ngadiredjo,

226
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 225-236

dan PG. Pesantren Baru. PTPN X (Persero) perhitungan daya beli konsumen dan besarnya
mampu mewujudkan nilai tambah dengan intervensi pemerintah pada saat harga gula
cara mengintegrasikan antara hulu dengan naik di pasar.
hilir, seperti PG. Ngadiredjo (Kediri) dan PG.
Djombang Baru sudah bisa menghasilkan Kajian Pustaka
listrik dengan model cogeneration, serta PG. Sink dan Thomas (1989) dalam
Gempolkrep (Mojokerto) sudah memproduksi Triwulandari S. Dewayana, dkk. (2011)
bioethanol yang bernilai tinggi di pasar. menjelaskan bahwa produktivitas dan
Beranjak dari situasi dan kondisi tersebut efisiensi merupakan dua aspek penting dalam
maka tidak mudah bagi pabrik gula untuk kinerja, hal ini berarti dibutuhkan perbaikan
memperoleh hasil marjin, dan pendapatan kinerja untuk memperoleh laba usaha melalui
dari produksi gula dalam satu musim pengukuran kinerja, baik pengukuran kinerja
giling hanya cukup untuk gaji karyawan, taktis, pengukuran kinerja operasional maupun
operasional perusahaan, dan dividen pengukuran kinerja strategis. Craig dan Grant
kepada pemegang saham. Jadi tidaklah (2002) dalam Triwulandari S. Dewayana,
mengherankan kalau beberapa pabrik gula dkk. (2011) dikemukakan bahwa keunggulan
di Indonesia membukukan kerugian.Dalam bersaing suatu organisasi (perusahaan)
kehidupan berbisnis yang sehat, marjin usaha didukung oleh kemampuan sumber daya dan
diperlukan untuk modal melakukan ekspansi aktivitas rutin dalam pabrik.
dan peningkatan kapasitas produksi gula guna Konsep tahapan produksi yang tidak
memenuhi jumlah kebutuhan gula di dalam rasional dapat diamati lebih mendalam dengan
negeri yang terus meningkat. menggunakan analisis isokuan yang secara
eksplisit menyadari potensi variabilitas kedua
Permasalahan faktor produksi (modal dan tenaga kerja)
Permasalahan mendasar saat ini dan dalam suatu sistem produksi 2 input dan 1
ke depan adalah kesulitan pabrik gula di output atau Q = f (Capital, Labour). Isokuan
Indonesia untuk memperoleh laba marjin, berasal dari kata iso, yang berarti sama dan
dan sebagian lagi sudah merugi karena quant yang berarti kuantitas adalah sebuah
tingginya biaya operasional, inefisiensi pada kurva yang menunjukan semua kombinasi
tingkat on farm dan off farm serta rendahnya penggunaan input yang berbeda secara efisien
tingkat produktivitas. Harga gula di Indonesia untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.
tidak mengikuti mekanisme pasar dan wajib Kurva isokuan dapat menunjukkan derajat
mengikuti penetapan pemerintah karena gula substitutabilitas input, yaitu kemampuan
merupakan salah satu komoditi kebutuhan untuk saling menggantikan antara suatu input
pokok rakyat dan berpengaruh cukup dengan input lainnya. Sebagai contoh bahan
signifikan terhadap inflasi. Apalagi harga bakar minyak asal fosil dapat digantikan
gula impor ternyata lebih murah dan menarik ampas tebu untuk menghasilkan energi listrik.
setelah ada di pasar dan kondisi seperti ini Muhammad Saechu (2009) menjelaskan
membuat pabrik gula berada di persimpangan bahwa ampas tebu merupakan sumber
jalan, yakni di satu sisi biaya produksi energi yang terbarukan dan tersedia cukup
senantiasa meningkat dan ancaman untuk besar sehingga dapat dioptimasikan dengan
mendapatkan tebu sebagai sumber bahan cara menurunkan kadar air ampas melalui
baku semakin sulit, namun di sisi lain harga penerapan teknologi pengeringan serta
gula tidak bisa dibentuk pada tingkat yang memanfaatkan program perawatan terjadwal
menjanjikan marjin yang memadai karena agar jam berhenti giling di pabrik gula

227
Ahmad Z T., Made S S., Lucia E W. : Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula .....

dapat ditekan kurang dari 5 persen. Tebu cukup banyak dan bisa bersumber dari
mempunyai kadar ampas cukup besar di mana geothermal, minihidro, dan sebagainya.
sebagian dapat digunakan untuk memenuhi Pemikiran Alfred Marshall (1954) dalam
jumlah kebutuhan bahan bakar di ketel, Todaro (2011) yang telah dikembangkan
dengan instalasi yang seimbang, peralatan memungkinkan terjadinya keseimbangan
yang efisien, jumlah dan kualitas tebu giling jamak yang dapat dijelaskan dengan kurva
yang memadai agar dapat diperoleh kelebihan “S” di mana perusahaan atau pabrik dapat
ampas atau energi yang bermanfaat sebagai mencapai keseimbangan tertinggi melalui
bahan baku industri. ekspansi usaha dengan cara menambah modal
Ampas tebu merupakan sumber energi usaha, meremajakan mesin, menambah tenaga
yang terbarukan dan tersedia cukup besar kerja dan memasukkan teknologi baru.
(Hugot, 1986; Paturao, 2989, dalam Saechu,
2009) di mana kebutuhan energi untuk Metode Penelitian
produksi gula kristal dapat dipenuhi dengan Metode yang dipergunakan dalam
sebagian ampas dari gilingan akhir dan penelitian adalah metode langsung dan tak
diperoleh kelebihan ampas yang dapat dijual langsung, di mana metode langsung dilakukan
sebagai bahan baku industri kertas, jamur, dengan survey langsung melalui wawancara
kompos atau dijual dalam bentuk tenaga dan observasi ke pabrik gula dan PTPN X
listrik. Kualitas ampas sebagai bahan bakar serta pemilik perkebunan tebu dalam rangka
juga dipengaruhi oleh tingkat kelembutan memperoleh kondisi eksisting pabrik gula
dan kandungan tanah atau pasir dalam ampas saat ini. Metode tak langsung digali melalui
(Lamb, 1977 & 1980, dalam M. Saechu, kajian pustaka, pengolahan dan analisis data,
2009). Ampas dengan kadar abu kurang dari jurnal dan seminar. Penelitian ini masuk
2,5% dapat dikategorikan sebagai ampas yang dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dan
berkualitas baik sebagai bahan bakar, dan tertuju pada kondisi obyek yang alamiah serta
kehadiran tanah atau pasir dalam ampas akan penelitian ini menggunakan model symbolic
meningkatkan kadar abu dan menurunkan interactionism dengan tujuan bisa memahami
efisiensi ketel, bahkan bisa menimbulkan makna yang muncul dari interaksi sosial yang
abrasi pada perpipaan dan blower IDFan. ada, dan model exintential phenomenology
Michael A. Toman dan Barbora agar dapat memahami esensi pengalaman
Jemelkova (2003) berpendapat bahwa ada PTPN X (Persero) sebagai sampel penelitian
keterkaitan antara energi dan pembangunan industri berbasis tebu di Indonesia dengan
ekonomi di mana keamanan dan ketersediaan cara mengelompokan isu yang ada dan
energi di masa mendatang harus diantisipasi memberikan makna atas isu tersebut sesuai
sejak awal agar tidak menimbulkan gejolak pandangan korporasi tersebut.
ekonomi, sosial, politik, dan keamanan, Literature review yang dipaparkan dalam
sekaligus menjamin pembangunan ekonomi penelitian ini merupakan hal yang penting
yang berkelanjutan. Paul L. Joskow dan untuk pendalaman kajian guna menjelaskan
Robert W. Fri (2003) mengemukakan bahwa fenomena dan telaah penelitian sebelumnya
pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk menunjukan keterkaitan antara
membutuhkan kebijakan energi alternatif penelitian yang sedang dilakukan dengan
agar tidak tergantung pada energi fosil yang yang telah dilakukan. Penelitian industri
akan segera habis. Indonesia berpotensi berbasis tebu bukanlah disiplin yang “ bebas
mengembangkan energi terbarukan yang nilai ”, artinya kegiatan bisnis dan manajemen
pabrik gula sangat tergantung pada nilai –

228
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 225-236

nilai, norma, budaya, dan perilaku tertentu guna perluasan lahan dan membangun
yang terjadi di lingkungan bisnis gula dan non pabrik baru. Pendapatan yang dihasilkan dari
gula. Jika lingkungan berbeda maka gaya dan produksi gula dalam satu musim giling hanya
pendekatan yang digunakan dapat berbeda, cukup untuk gaji karyawan, operasional
hal ini disebabkan bisnis dan manajemen perusahaan, dan dividen kepada pemegang
pabrik gula merupakan realita yang terbentuk saham. Jika hanya mengandalkan dari bisnis
secara sosial melalui interaksi badan usaha gula saja maka optimalisasi laba akan sulit
dan lingkungannya. terwujud.
Pemerintah bersama para pemangku
Temuan Penelitian kepentingan harus berjuang untuk menuju
Gula adalah salah satu komoditas pembangunan industri berbasis tebu di
yang sarat kebijakan pemerintah untuk Indonesia yang lebih bermakna karena secara
mempengaruhi keputusan pelaku usaha, nasional sebenarnya industri gula memiliki
termasuk konsumen, agar tercapai tujuan keterkaitan langsung dengan sektor-sektor
nasional swasembada gula. Namun, kebijakan dibelakangnya sebanyak 53 sektor dari 172
pergulaan nasional terpilah-pilah antar sektor atau 30,81 persen, dan ke depan dengan
kementerian atau lembaga, tak bersinergi satu 30 sektor. Hal ini menunjukkan bahwa gula
dengan yang lain dan tidak ada koordinator selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
yang mampu menggiring ke tujuan nasional. akhir, juga dibutuhkan untuk mendorong
Konflik antar kementerian atau lembaga kerap peningkatan produksi pabrik-pabrik yang
terjadi serta konflik antara petani tebu dan menggunakan gula sebagai bahan baku.
produsen gula kristal putih dengan produsen Daya saing industri gula nasional sejak
gula kristal rafinasi dan importir gula kristal 2005 hingga sekarang apabila ditinjau dari sisi
mentah acapkali terjadi. Begitu pula konflik harga tampak kalah jauh dibanding rata-rata
antara petani tebu rakyat dengan pabrik gula dunia di mana harga impor gula masih lebih
yang mengolah tebu mereka. rendah dibandingkan harga gula kristal putih
Kondisi bisnis pergulaan di Indonesia (GKP). Penyebab utama karena kesulitan
semakin runyam dengan kehadiran mafia bisnis mewujudkan efisiensi, optimalisasi giling,
yang legitimate dan memiliki modal keuangan dan diversifikasi produk turunan tebu.
yang besar serta mampu memanfaatkan Masalah inefisiensi di pabrik gula ternyata
berbagai kelemahan dari aturan hukum yang membentang dari sisi budidaya (on farm),
berlaku. Keberadaan mafia bisnis dalam begitu pula apabila dari sisi produktivitas juga
perdagangan gula cenderung membentuk tertinggal dibanding negara-negara lain. Biaya
pasar monopolistik, menguasai pasar, dan produksi gula di pabrik belum pada posisi
ikut mempengaruhi kebijakan pemerintah ekonomis karena penggunaan bahan bakar
agar menguntungkan kelompoknya. Selama fosil, masalah rendemen, biaya maintenance
bertahun-tahun mereka justru dipelihara dan masih tinggi, rendahnya produktivitas tenaga
dibesarkan oleh kekuatan politik tertentu guna kerja, masalah kandungan gula di dalam
menjamin kelangsungan kekuasaan mereka tanaman tebu, dan terbatasnya nilai tambah
dengan kekuatan uang, lobi politik, media dan produk.
apabila perlu dengan teror.
Pabrik gula di Indonesia apabila
Jika ditelaah lebih dalam terkait industri diperbandingkan dengan rata-rata dunia dan
gula di Indonesia yang sarat kepentingan, India benar-benar tertinggal, baik diukur
akhirnya marjin perusahaan gula tak akan dari sisi produktivitas,rendemen, konsumsi
pernah memiliki kemampuan untuk ekspansi uap,daya konsumsi, jam berhenti pabrik

229
Ahmad Z T., Made S S., Lucia E W. : Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula .....

maupun tingkat efisiensi pabrik secara yakni sekitar 3,20 Juta ton atau mulai USD.
keseluruhan. Kondisi semacam ini tentu 1,8 miliar rata – rata per tahun, mengingat
tidak dapat dibiarkan berlarut-larut tanpa ada jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah
kemauan untuk berbenah karena Indonesia mendekati 250 juta orang dan pada 2020
sejak awal adalah negara agraris yang kaya diprediksi mencapai sekitar 260 juta orang.
akan sumber daya alamnya. Para pelaku usaha pergulaan di Indonesia
Ketidakefisienan pabrik gula di Indonesia juga masih gamang hingga kini, mengingat
dibandingkan negara-negara lain maka sudah sulitnya memperoleh laba margin dan bersaing
waktunya dilakukan pembenahan secara dalam harga. Jika produksi gula nasional tidak
menyeluruh, yakni sejak hulu hingga hilir efisien maka dapat dipatikan harga gula tidak
sebagaimana yang dilakukan Korea Selatan akan mampu bersaing melawan gula Thailand
dan Taiwan dengan mengandalkan kualitas yang saat ini sudah mampu menghasilkan 11
produk melalui budaya kerja dan in house juta ton, sementara konsumsi gula Thailand
keeping yang sangat hieginis meskipun tidak hanya 780.000 ton gula per ton saja. Dengan
memiliki bahan baku sendiri. demikian Thailand memiliki kelebihan gula
Lima tahun ke depan tampaknya 10,22 juta ton per tahun untuk di ekspor ke
importasi gula diperkirakan masih akan tinggi, berbagai negara.

Tabel 1: Perbandingan Tingkat Efisiensi Pabrik Gula


No. Indikator Rata-rata India Indonesia
dunia
1. Produktivitas tebu (ton/ Ha) 8– 9 7 – 8,5 5,98
2. Kandungan gula (% tebu) 14 – 16 12,5 – 13 10,0–10,2
3. Rendemen (%) 12 – 14 10,5 – 11 7,0 – 7,80
4. Konsumsi Uap < 40 42 – 45 52 – 60
5. Daya konsumsi (Kwh/ TCD) 25 30 35
6. Jam berhenti pabrik < 2,5 < 2,5 >2,5
7. Tingkat efisiensi pabrik total 85 - 87,5 85 – 87,5 70-75
Sumber : P3GI dalam Subiyono, 6 Februari 2013
Integrated Precision Farming merupakan individual tetap dituntut untuk berkontribusi
pilihan terbaik saat ini untuk mengembangkan demi kemajuan perusahaan. Perbedaannya
pabrik gula di Indonesia agar dapat bersaing terletak pada tingkat kebahagiaan individu
di Asean dan dapat berjalan baik apabila dari perusahaan yang menomorsatukan
didukung kualitas sumber daya manusia yang manajemen talenta, mengingat self esteem
memiliki keterampilan memadai, profesional, masing-masing menjadi lebih tinggi karena
produktif, inovatif, dan bertalenta. Sumber setiap individu perkeja giat untuk mencapai
daya manusia dalam perusahaan tidak dapat tujuannya sendiri, dan bukan karena tekanan
di anggap hanya salah satu unsur kecil dalam faktor eksternal.
bisnis karena pada galibnya sumber daya Manajeman talenta tidak akan berjalan
manusia merupakan komoditi, aset yang paling baik manakala direksi masih memandang
utama, selalu bergerak, memiliki fire, faith, karir individu seperti anak tangga karena
and focus yang sulit diperhitungkan. Sumber pada dasarnya setiap karyawan harus
daya manusia bertalenta sudah menjadi mampu berkerja sama, berpikir bersama dan
kebutuhan utama dan semua karyawan secara mengupayakan peningkatan kompetensinya

230
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 225-236

sendiri. Setiap individu karyawan harus untuk akses data dibatasi sesuai otoritas.
diberikan kesempatan untuk mengembangkan Karyawan pabrik gula dalam Enterprice
keunikan dan memiliki tujuan yang lebih Resources Planning yang berorientasi
mulia daripada sekedar uang, kekuasaan , pada System, Applications and Product
maupun jabatan. Pelaksanaan Enterprice harus merubah mindset dalam memandang
Resources Planning yang berorientasi perkembangan industri gula agar dapat
pada System, Applications and Product diimplementasikan secara penuh di semua unit
sangat memungkinkan seorang karyawan dan kantor pusat dalam rangka mewujudkan
untuk mengembangkan talenta, melakukan efisiensi, optimalisasi, dan diversifikasi karena
perubahan pola pikir dan memiliki komitmen mekanisme didasarkan pada real time data
tinggi untuk mencapai target sesuai dengan processing sehingga setiap data yang di input
perencanaan. Enterprice Resources Planning maka akan secara otomatis menjadi update
memiliki high data security, maksudnya dalam sistem yang merangkai seluruh proses
keamanan data sangat tinggi dan kebutuhan bisnis dari hulu ke hilir, dan sebaliknya.

Tabel 2. Aktivitas Primer dan Sekunder Pabrik Gula

Aktivitas Primer Aktivitas Pendukung


1. Logistik ke dalam : 1. Pembelian:
a. Penerimaan tebu seduai a. Penggantian mesin pada stasiun
rendemen dengan truk. investasi dan stasiun puteran.
b. Kereta angkut tebu (lori). b. Bibit varietas baru.
2. Kegiatan Operasi 2. Pengembangan Teknologi
a. Menjaga utilitas kapasitas a. Penerapan integrated precision
terpasang untuk menekan jam farming.
berhenti giling b. Penerapan repeated batch
b. Penggunaan ampas tebu fermentation.
sebagai bahan bakar ketel c. Penerapan co-generation untuk
(boiler) mengolah ampas tebu menjadi
c. Peningkatan in house keeping listrik.
untuk menekan tingkat
kehilangan bahan olahan
3. Logistik keluar 3. Manajemen Sumberdaya Manusia:
a. Truk – truk besar. a. Akselerasi performa korporasi.
b. Tractor, cultivator, hand tractor b. Penerapan enterprise resource
untuk kebun tebu. planning yang berorientasi pada
c. Harvester chopper. system, application, product.
4. Pemasaran dan penjualan 4. Infrastruktur korporasi :
a. gula, tetes, dan bioetanol. a. Pelaksanaan visi, misi, dan strategi
b. gula premium. korporasi.
c. sachet sugar. b. Pelaksanaan struktur organisasi
dan standar operasional prosedur.
c. Ketersediaan data spasial dan
atribut.

231
Ahmad Z T., Made S S., Lucia E W. : Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula .....

5. Servis 5. Perbankan dan Kebijakan fiskal


a. Pelatihan implementasi traktor a. Kredit untuk petani tebu.
untuk budidaya tebu. b. Dana hibah Penyertaan Modal
b. Pertemuan berkala dengan Negara ke pabrik gula milik negara.
petani tebu.
c. Pelatihan kenali hama dan
penyakit tanaman tebu.
Sumber: Peneliti, 2016
Kemampuan daya saing pabrik gula Produktivitas alat dan tenaga kerja selalu
dalam menghadapi dan memanfaatkan rendah karena formula yang dipergunakan
perubahan merupakan salah satu faktor yang adalah nilai jual hasil produksi dibandingkan
signifikan agar korporasi tetap bertahan dan dengan biaya yang harus dikeluarkan; begitu
berkembang serta senantiasa memberikan nilai pula ketergantungan performance pabrik gula
tambah yang berarti bagi seluruh pemangku terhadap iklim sangat tinggi karena belum
kepentingan. Hal ini berarti koopetisi perlu ada budidaya tebu yang memungkinkan
dikuasai dengan baik, mengingat pola kerja tebu di panen sepanjang tahun dengan
sama yang dikembangkan secara terus rendemen yang unggul.Hujan juga sangat
menerus dapat memperoleh hasil yang lebih mempengaruhi kualitas hasil panen tebu,
optimal. Pemain sepak bola asal Portugal termasuk menentukan jumlah produksi gula
seperti Ronaldo senantiasa menggabungkan yang bisa dipulihkan pabrik gula.
antara gerak, kekuatan, dan kecepatan Pabrik gula yang berada dalam naungan
membaca keadaan dalam waktu yang tepat PTPN X (Persero) memiliki karakteristik,
karena hitungan waktu yang digunakan bukan antara lain : (1) teknologi lama yang digunakan
lagi bulan atau tahun, melainkan detik. sesuai dengan fungsi tradisionalnya; (2) sifat
Apabila memperhatikan kondisi maintenance yang tambal sulam dan kurang
pabrik gula di Jawa Timur memang sangat optimal dalam hal usia teknis peralatan; (3)
mengkhawatirkan masa depannya manakala lahan hamparan yang dibutuhkan tanaman
tidak dilakukan perubahan secara mendasar tebu semakin sulit untuk didapat karena
dan dukungan dana yang besar apabila masih persaingan dengan komoditi pertanian lain
mengharapkan terwujudnya ketahanan pangan ataupun untuk perumahan dan fasilitas umum;
dan energi di Indonesia. dan (4) ketergantungan pabrik gula dengan
Pabrik gula sebagai main business petani sebagai pemasok tebu sangat tinggi.
industri berbasis tebu memiliki keunikan PTPN X (Persero) saat ini menjadi
tersendiri karena periode produksi tidak bisa lokomotif produsen gula nasional dan tentu
berlangsung sepanjang tahun dan berakibat tidak ingin mengalami kemunduran atau
penganggaran hanya dilakukan atas dasar terdegradasi perannya, apalagi harus kalah dari
musiman (DMG dan LMG) yang membuat importir atau produsen gula rafinasi.Kata kunci
biaya umum menjadi tinggi.Pabrik gula sebenarnya hanya terletak pada kemampuan
harus berhenti setiap 6 bulan dalam setahun mewujudkan efisiensi, produktivitas yang
yang bisa berakibat terjadinya kerusakan tinggi, dan merealisasi diversifikasi produk.
atau keausan peralatan pabrik sehingga Penggarapan produk turunan tebu sangat
membutuhkan maintenance khusus dengan strategis, mengingat setiap batang tebu tidak
biaya yang lebih tinggi apabila bisa beroperasi hanya mengandung gula tetapi aneka macam
sepanjang tahun. jenis komponen yang dapat dimanfaatkan

232
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 225-236

secara ekonomis, asalkan terintegrasi dari kinerja pabrik gula. Jadi agenda ke depan
hulu hingga hilir. justru kinerja keuangan pabrik gula akan
Diversifikasi produk dengan fokus lebih banyak ditopang oleh pengembangan
menggarap bisnis turunan tebu non gula pasar produk hilir tebu non gula. Pemanfaatan
sangat bermanfaat untuk mengurangi resiko produk hilir tebu non gula dapat berkontribusi
produksi dalam rangka pengusahaan tebu 60 persen terhadap pendapatan pabrik
secara menyeluruh, termasuk menggairahkan gula,dan produk turunan tebu per satuan luas
petani karena bisa memperoleh kompensasi lahan bisa mencetak dua hingga empat kali
yang lebih baik seiring dengan peningkatan lipat dibanding pendapatan dari produksi gula
bisnis pabrik gula. (Subiyono, 2013).
Pabrik gula tampak belum serius dalam Salah satu produk turunan yang berpotensi
menggarap produk-produk turunan tebu, pasar tinggi adalah bioethanol yang dapat
seperti tetes, blotong, energi, serat pucuk tebu, diproduksi dari tetes tebu, dan PTPN X sudah
fermentasi, dan lain-lain; padahal waktu masa berhasil mewujudkan produk bioethanol
Bung Karno menjadi Presiden R.I pernah ada di PT. Gempolkrep Kabupaten Mojokerto
pabrik lilin dari blotong yang mampu diekspor yang bekerjasama dengan New Energy
ke berbagai negara, begitu pula Indonesia and Industrial Technology Development
pernah memiliki 4 pabrik alkohol dan spiritus Organization (NEDO) Jepang dengan nilai
di beberapa pabrik gula. Sayangnya semua investasi Rp. 467,79 milyar,-, dan memiliki
harus berakhir bersama kompleksitas pabrik kapasitas sekitar 30 juta liter per tahun. Begitu
gula di Indonesia, dan lebih memilih impor pula PT. Ngadiredjo Kabupaten Kediri telah
dari berbagai negara. berhasil melaksanakan co generation plant.
Tebu merupakan salah satu sumber energi Sementara itu, kebanyakan pabrik gula di
terbarukan karena memiliki kemampuan untuk Indonesia hanya menjadi pemasok tetes
mengubah energi surya menjadi energi kimia, tebu ke pabrik lain yang mengembangkan
mengandung unsur dan senyawa organik produk turunan tebu tanpa memperoleh nilai
karbon, hidrogen, dan oksigen yang reaksi tambah. Hal ini seharusnya memperoleh
biologi dan kimianya bisa menghasilkan perhatian khusus dari Kementerian BUMN
energi. Energi bisa diambil oleh tubuh manusia dan Kementerian Perindustrian Republik
apabila diproduksi sebagai gula, dan dapat Indonesia.
digunakan sebagai bahan bakar apabila diolah Sebagaimana diketahui bahwa bioethanol
menjadi co product biofuel –alkohol atau merupakan energi alternatif yang sangat
biogas serta bisa dipakai untuk pembangkit berguna di tengah makin langkanya energi
listrik apabila ampas tebu dipergunakan fosil. Tetes tebu mengandung selulosa sebesar
untuk co generation plant.Selanjutnya limbah 60 persen dan hemiselulosa sebesar 35,5
by product tebu dapat dimanfaatkan untuk persen.Tetes tebu dapat dihidrolisia untuk
sumber energi tidak langsung, seperti blotong menghasilkan gula atau glukosa sederhana
untuk pupuk biokompos atau biochar, dan yang selanjutnya difermentasikan menjadi
limbah ethanol dipergunakan untuk pupur cair ethanol dan dimurnikan menjadi bioethanol.
organik. Kelebihan ampas dapat dimanfaatkan Brazil menjadi makin berkembang pesat
langsung sebagai bahan baku kertas dan sebagai produsen dan eksportir ethanol yang
blotong bisa diproduksi menjadi lilin. membuat negara ini semakin diperhitungkan
Diversifikasi produk turunan tebu tidak dalam pasar internasional, dan Jepang
hanya terkait dengan diversifikasi risiko dan merupakan salah satu negara pembeli
pendapatan tetapi dapat menjadi sandaran potensial di dunia mengimpor 1,8 milyar liter
ethanol setiap tahun dari Brazil.

233
Ahmad Z T., Made S S., Lucia E W. : Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula .....

Produk turunan tebu per satuan luas lahan produksi gula rafinasi berdasarkan kebutuhan,
dapat mencetak pendapatan 2 hingga 4 kali mengingat kuota impor yang ditetapkan
lipat dibanding pendapatan dari produksi gula. selama ini hanya mengacu pada kapasitas
Bahkan ada produk hilir tebu tertentu yang menganggur pabrik gula rafinasi. Pemerintah
mampu mencapai nilai 500% sampai 700% sudah seharusnya bertindak tegas terhadap
dibanding harga gula. Dalam industri berbasis pabrik gula rafinasi yang sudah memperoleh
tebu yang modern mampu mewujudkan fasilitas bea masuk nol persen selama 3 tahun
setiap satu ton tebu setelah diproses ternyata sesudah pabrik berdiri untuk memiliki kebun
bisa menghasilkan surplus power 100 KW, tebu sendiri dengan luas areal sesuai dengan
bioethanol sebanyak 12 liter, dan biokompos kapasitas terpasang yang dibangun. Sikap
40 kg. pemerintah yang lebih memanjakan sebelas
Sebagai ilustrasi, luas tanam tebu pabrik pabrik gula rafinasi sangat merugikan pabrik
gula BUMN bisa mencapai sekitar 286,6 ribu gula di dalam negeri dan petani kebun karena
hektar dengan tebu giling 22,87 juta ton dan pasar domestik mengalami kebanjiran gula.
mampu menghasilkan 7,32 juta ton ampas atau Selanjutnya lahan karet, kelapa sawit,
32% dari jumlah tebu giling serta 1,12 juta ton kopi, dan teh milik badan usaha milik
tetes atau 4,9% dan 800.000 ton blotong atau negara seluas 30.150 hektar yang kurang
3,5%. Dalam pemanenan tebu juga masih bisa produktif sebaiknya dikonversi menjadi
dihasilkan 2,8 juta ton pucuk dan serasah. Ini lahan tebu, hal tersebut perlu dilakukan untuk
berarti bahwa bahan baku tersebut ternyata meningkatkan produksi gula kristal putih pada
cukup besar jumlahnya untuk diproses lebih 2019 menjadi 3,26 juta ton dan menopang
lanjut menjadi produk dengan nilai tambah swasembada gula. Begitu pula pabrik-pabrik
ekonomi yang tinggi. gula BUMN harus terus direvitalisasi guna
meningkatkan rendemen dan produksi gula,
Kesimpulan termasuk pembenahan lahan perkebunan tebu
Pembangunan industri berbasis tebu di melalui mekanisasi dengan didukung teknik
Indonesia yang lebih bermakna ternyata belum penanaman, pemeliharaan, dan penanganan
terwujud hingga kini karena ketidakmampuan panen yang lebih efektif dan lebih efisien.
mengatasi aneka masalah yang sifatnya Penerapan mekanisasi bukan persoalan yang
mendasar, seperti tingginya biaya operasional, mudah sehingga dibutuhkan pemahaman
rendahnya rendemen, kinerja mesin yang kepada para petani tebu bahwa dengan sistem
tidak maksimal, impor gula yang tidak sesuai mekanisasi akan membawa pengaruh terhadap
dengan kebutuhan dalam negeri sehingga keberhasilan penanaman tebu. Manajemen
menjadi berlebih di pasar, dan lain-lain. mekanisasi pertanaman tebu yang tepat
Pengembangan industri berbasis tebu di akan membuat penggunaan alat mekanisasi
Indonesia untuk menuju swasembada gula menjadi efektif dan efisien.
dan beyond sugar ternyata masih dibayangi
potensi timbulnya konflik internal antar Daftar Pustaka
pabrik gula dan ketidakharmonisan antara Adig Suwandi. 2010. Pemantau Independen
petani tebu dengan pihak petugas pabrik gula Produksi Gula. Kompas. 10 Agustus
sehingga menambah angka kehilangan bahan 2010. Jakarta.
baku tebu setiap tahun dan berpengaruh pada Aris Toharisman dan Yahya Kurniawan.
pasokan tebu ke dalam pabrik gula. 2012. Prospek dan Peluang Koproduk
Hendaknya pemerintah menetapkan Berbasis Tebu. Dalam Khrisna Murti.
kuota impor gula mentah untuk bahan baku Bayu (Ed). Ekonomi Gula. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

234
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 225-236

George Rifai. 2012. Prinsip-prinsip Penjajahan – Sekarang. Makalah.


Pengelolaan Strategi Bisnis, Gramedia Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Pustaka Utama. Jakarta. Kebijakan Pertanian , Bogor .
Hitt, M.A. Ireland, R.D. Hoskisson, R. Todaro, MP., Smith, SC. 2011. Pembangunan
E. 2001. Strategic Management: Ekonomi. Edisi ke 11. Jilid. Alih
Competitiveness and Globalization. Bahasa Agus Darm. Penerbit Erlangga.
4th Edition; Concepts. South-Western Jakarta.
College Publishing. USA. Thomson Toha, A. 2015. Melawan Mafia Bisnis.
Learning Asia. Singapore. Kompas. 26 Juni 2015. Jakarta.
Lexy J.Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Toman, M A., Jemelkova, B. 2003, Energy
Kualitatif. Edisi Revisi. Remaja and Economic Development : An
Rosdakarya . Bandung. Assesment ofThe State of Knowledge :
Lincolin Arsyad. 2012. Ekonomi Manajerial. The Energy Journal. Vol. 24. Number
Edisi 4 . BPFE . Yogyakarta. 4. International Association for Energy
Muhammad Saechu. 2009. Optimasi Economics.
Pemanfaatan Energi Ampas di Pabrik Totok Sarwo Edi. 2013. Cogen Tidak Perlu
Gula. Jurnal Teknik Kimia. Vol.4.No Dana Besar. ptpn X mag, vol. 007/Th.
1. September 2009. III. January – Maret 2013. Surabaya.
Night, G.R. 2012. Kaum Tani dan Budidaya Tri Wulandari S. Dewayana, M. Samsul
Tebu di Pulau Jawa Abad ke – 19 : Ma’arif, Sukardi Sapta Raharja. Model
Studi dari Karesidenan Pekalongan Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja
1830-1870. Dalam Booth. Anne ( et Industri Gula. Jurnal Teknik Industri.
all ). Sejarah Ekonomi Indonesia . Volume 1 Nomor 2. Juli 2011. ISSN
LP3ES . Jakarta. 1411-6340. FTI. Universitas Trisakti.
Porter. ME. 1998. Competitive Strategy, Jakarta
Techniques For Analyzing Industries
and Competitors. The Free Press. New
York. USA.
Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo. 1991.
Sejarah Perkebunan Indonesia :
Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media.
Yogyakarta.
Subiyono. 2013. Startegi Terpadu Membangun
Kembali Kejayaan Industri Tebu di
Indonesia. Makalah. Kuliah Umum di
Universitas Negeri Jember. Jember.
Subiyono. Wibowo. R. 2009. Agribisnis
Tebu: Membuka Ruang Mara Depan
Industri Berbasis Tebu Jawa Timur.
Perhepi. Jakarta.
Suhadi. 2015. Mengejar Ketertinggalan dari
Pabrik Gula Dunia, ptpn X mag. Vol.
16. April-Juni 2015. Surabaya
Sri Wahyuni, dkk. 2009. Industri dan
Perdagangan Gula di Indonesia :
Pembelajaran dari Kebijakan Zaman

235
Ahmad Z T., Made S S., Lucia E W. : Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula .....

236

You might also like