Professional Documents
Culture Documents
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ABSTRACT
In the planning of Banten coastal zone, aquaculture has important role due
to its social and economic value especially related with export activities of the
aquaculture products. However, aquaculture activities have also negative
multiplier in terms of its effect on the coastal environment especially when there
is no proper management of this activities.
The aims of this research are (1) to identify the structure and interaction
among sectors in aquaculture activities; (2) to estimate the economic and
ecological impact of the aquaculture activities; and (3) to estimate the carrying
capacity of the coastal area which is appropriated for sustainable aquaculture
development. To achieve these objectives, ecological input-output and ecological
footprint model was developed.
From the results, it can ben revealed that from the index of linkages,
backward linkages index (1,84) is higher than forward linkages (1,02). This
means that aquaculture activities in Banten Province has more attractive in the
upstream sectors rather pushing the downstream sectors. Furthermore,
aquaculture development has also produced economic multiplier which is income
multiplier (2,20) higher than employment multiplier (1,17). From the ecological
multiplier point of view, mangrove area input has index as of 0,005, COD 0,001,
and TDS 0,001. Using ecological footprint approach, the carrying capacity of
appropriated coastal area is estimated at the level 29.332 ha with the demand
target of IDR 298.699,43 million.
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Tesis : Analisis Ekologi-Ekonomi untuk Perencanaan Pembangunan
Perikanan Budidaya Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Provinsi
Banten
Nama : Yoga Candra Ditya
NIM : C251040201
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc
Anggota Anggota
Diketahui
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah dalam bentuk tesis ini dapat diselesaikan, dengan
tema yang diambil Analisis Ekologi-Ekonomi untuk Perencanaan Pembangunan
Perikanan Budidaya Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Provinsi Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, MSc
selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dan
Bapak Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak memberi saran dan bimbingan. Kepada Bapak Ir. Santoso
Rahardjo, M.Sc dan Bapak Dr. Ir Fredinan Yulianda, M.Sc selaku dosen penguji
diucapkan terima kasih banyak atas saran dan kritiknya. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada papa, mama, le ‘mbang, dewi serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1. 1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1. 2. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1. 3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
1. 4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
1. 5. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 7
vi
5. 2. Analisis Keterkaitan ............................................................................... 48
5. 2. 1. Keterkaitan ke Belakang ............................................................... 48
5. 2. 2. Keterkaitan ke Depan ................................................................... 51
5. 2. 3. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan .................................... 54
5. 3. Analisis Multiplier ................................................................................... 56
5. 3. 1. Analisis Income Multiplier .............................................................. 57
5. 3. 2. Analisis Employment Multiplier ...................................................... 58
5. 4. Aspek Ekologi ........................................................................................ 59
5. 4. 1. Input Lingkungan ........................................................................... 59
5. 4. 2. Eksternalitas .................................................................................. 60
5. 4. 3. Analisa Ecological Multiplier .......................................................... 61
5. 5. Ecological Footprint .............................................................................. 63
5. 6. Keterkaitan Ecological Footprint dan Ecological Input-Output ............... 65
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
x
I. PENDAHULUAN
Perikanan Budidaya
Ekonomi Ekologi
Keterkaitan
Antar sektor
Pembentukan
Modal Tetap
Pemerintah
Ecological
Konsumsi
Konsumsi
Ekspor
Commodity
Stok
Total
Outputs
1 … j … n Output
Susunan Input
1 X11 … X1j … X1n RT1 KP1 PM1 S1 E1 O1 N1
. … … … … … … … … … … … …
Sektor Produksi
Input Antara
. … … … … … … … … … … … …
. … … … … … … … … … … … …
i Xi1 … Xij … Xin RTi KPi PMi Si Ei Oi Ni
. … … … … … … … … … … … …
. … … … … … … … … … … … …
. … … … … … … … … … … … …
n Xn1 … Xnj … Xnn RTn KPn PMn Sn En On Nn
Upah dan gaji
L1 … Lj … Ln
Rumah Tangga
Nilai Tambah Lain V1 … Vj … Vn
Impor M1 … Mj … Mn
Total Input I1 … Ij … In
Ecological
R1 … Ri … Rn
Commodity Inputs
MIOT PIOT
Biocapacity
Income Employment Ecological
Multiplier Multiplier Multiplier
Carrying
Capacity
∑X ij n
KB j = i =1
= ∑ aij (1)
Xj i =1
23
Keterangan :
KB = Keterkaitan langsung ke belakang
j
X = Banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
ij
X = Total input sektor j
j
a = Unsur matrik koefisien teknis
ij
∑X ij n
KDi = i =1
= ∑ aij (2)
Xi j =1
Keterangan :
KD = Keterkaitan langsung ke depan
i
X = Banyak output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
ij
X = Total output sektor i
i
a = Unsur matrik koefisien teknis
ij
Keterangan :
KBLT = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
j
C = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
ij
24
d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (Direct and indirect
forward linkages)
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan merupakan alat untuk
mengukur keterkaitan dari suatu sektor terhadap sektor kegiatan lainnya yang
menggunakan output dari sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung dan tidak
langsung ke depan sektor ke-i merupakan penjumlahan unsur-unsur baris ke-i
dari matriks kebalikan Leontief terbuka. Untuk mengukur besarnya keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke depan digunakan persamaan sebagai berikut :
n
KDLTi = ∑ Cij (4)
j =1
Keterangan :
KDLT = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan
i
C = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
ij
dari satu atau di atas rata-rata sektor secara keseluruhan. Secara matematis
analisis ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
n
n∑ C ij
Pd j = n
i =1
n
(5)
∑∑ C
i =1 j =1
ij
Keterangan :
Pdj = Daya penyebaran
Cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
n = Total sektor
b. Derajat Kepekaan
Analisis ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong
pertumbuhan produksi sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor
yang dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai
derajat kepekaannya (Sd ) lebih besar dari satu atau di atas rata-rata sektor
i
Keterangan :
Sdj = Derajat kepekaan
Cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
n = Total sektor
Keterangan :
MSj = Pengganda pendapatan sederhana sektor j
Cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
an+1,i = Koefisien input gaji/upah rumah tangga
∑a
i =1
n +1,i C ij
MI j = (8)
a n +1, j
Keterangan :
MIj = Pengganda pendapatan tipe I
Cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
an+1,j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j
26
Persamaan ini menunjukkan besarnya peningkatan pendapatan pada
suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut
sebesar satu unit, yang artinya apabila permintaan akhir terhadap output sektor
tertentu meningkat sebesar satu juta rupiah, maka akan meningkatkan
pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar nilai
pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan.
∑W
i =1
n +1,i C ij
MLI j = (10)
Wn +1, j
Keterangan :
MLIj = Pengganda tenaga kerja tipe I
Cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
Wn+1,j = Koefisien tenaga kerja sektor j
R* = R (I − A) , dan
−1
Q* = Q (I − A)
−1
(13)
Unsur matriks R* menunjukkan jumlah input dari ekologi yang diperlukan
baik langsung maupun tidak langsung untuk menghasilkan output sektor j dalam
memenuhi permintaan akhir. Sedangkan unsur matriks Q* menunjukkan jumlah
eksternalitas ke ekologi baik langsung maupun tidak langsung untuk
menghasilkan output sektor j dalam memenuhi permintaan akhir. Sementara itu,
(I-A)-1 merupakan matriks kebalikan Leontief terbuka. Dalam bentuk visual
metodologi model input-output ekologi dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel I-O
R* = R(I-A)-1 Q* = Q(I-A)-1
Aquaculture
Ecological Footprint
Keterangan :
Ak = Luas land cover kategori ke-k (Ha)
YF = Yield factor land cover kategori ke-k
Untuk yield factor land cover yang digunakan dalam perhitungan biocapacity
pada pendekatan ecological footprint di sini, didasarkan pada tipe land use dan
faktor pembobotan dari riset yang diperkenalkan oleh Lenzen dan Murray (2001)
dan dapat dilihat pada Tabel 3.
- Built 1,00
- Degraded pasture or crop land Mined land 0,80
- Cleared pasture and crop land Non-native plantations 0,60
- Thinned pasture Parks and gardens Native plantations 0,40
- Partially disturbed pasture (mostly arid) 0,20
Sumber: Lenzen dan Murray (2001)
Menurut Lenzen dan Murray (2001), sumberdaya pesisir dan lautan termasuk
dalam tipe cleared pasture and crop land non-native plantations. Dengan
demikian, faktor pembobotan dari luas areal potensinya adalah 0,60.
IV. GAMBARAN UMUM
4.3. Penduduk
Jumlah penduduk di suatu daerah merupakan suatu aset dan potensi
pembangunan yang besar, manakala penduduk tersebut berkualitas. Sebaliknya
dengan jumlah pertumbuhan penduduk yang pesat tetapi dengan kualitas yang
rendah akan menjadi beban besar bagi proses pembangunan yang akan
dilaksanakan.
34
Penduduk Banten berdasarkan data hasil sensus penduduk yang disajikan
pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terus bertambah. Pada
tahun 1961 tercatat sebanyak 2,43 juta jiwa. Dan pada tahun 2000, jumlah
penduduk tersebut berdasarkan hasil sensus penduduk 2000 (SP 2000) telah
bertambah menjadi 8,09 juta jiwa, kemudian di tahun 2005 meningkat menjadi
9,30 juta jiwa.
Tabel 8 Luas Areal dan Tempat Pemeliharaan Ikan di Banten (dalam ha)
Kabupaten/Kota Budidaya Laut Budidaya Tambak
Kab:
1. Pandeglang 6.317,69 354,00
2. Lebak 1.250,68 37,50
3. Tangerang 751,20 2.477,38
4. Serang 3.187,58 5.141,67
Kota:
5. Tangerang - -
6. Cilegon 374,85 -
Banten 11.882,00* 8.010,55
Sumber: BPS Provinsi Banten 2006
* DKP 2006
Tabel 10 Nilai Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan (dalam Juta Rupiah)
Kabupaten/Kota Budidaya Laut Budidaya Tambak
Kab:
1. Pandeglang 1.408 14.777
2. Lebak - 809
3. Tangerang 11.320 133.389
4. Serang - 30.368
Kota:
5. Tangerang - -
6. Cilegon - -
Banten 12.728 179.343
Sumber: BPS Provinsi Banten 2006
40
Dalam rangka menguatkan daya saing daerah pada era otonomi, maka
perlu dikembangkan berbagai jenis komoditas unggulan perikanan dari usaha
budidaya sesuai dengan keunggulan masing-masing kabupaten. Berbagai jenis
komoditas unggulan perikanan budidaya yang layak untuk dikembangkan di
Provinsi Banten adalah :
• Kabupaten Serang : udang dan bandeng
• Kabupaten Pandeglang : udang, patin dan kerapu
• Kabupaten Tangerang : udang dan patin
• Kabupaten Lebak : udang, bandeng dan patin
Selain itu, rencana tata ruang wilayah Provinsi Banten menyebutkan bahwa
lokasi budidaya yang dianggap tepat adalah kawasan pesisir sekitar Pulau
Panaitan, kawasan pesisir Ujung Kulon, kawasan pesisir antara Labuan dan
Panimbang, serta Pulau-pulau kecil di bagian utara dan selatan Provinsi Banten.
0.6000
0.5000
Koefisien Keterkaitan
0.4000
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
i
n
m
tr i
ya
al
sa
an
i
es
r
ks
ia
Ai
G
Ko
us
a
Ja
ng
R
n
tr u
&
g&
id
ta
tl ,
s&
rk
ua
ud
In
ns
r
H
bn
st
Pe
an
ke
g,
B
Ko
Li
Tm
Tr
gn
P.
D
(a) Keterkaitan Langsung ke Belakang
1.6000
1.4000
Koefisien Keterkaitan
1.2000
1.0000
0.8000
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
i
an
m
ri
ya
al
sa
an
i
es
r
ks
Ai
st
Ko
G
a
Ja
ni
ng
R
du
ru
&
g&
id
ta
tl ,
s&
rk
ua
t
ud
In
ns
r
H
bn
st
Pe
an
ke
g,
B
Ko
Li
Tm
Tr
gn
P.
Pada Tabel 16 terlihat bahwa total input yang terserap yaitu sebesar
218.391 juta rupiah. Biaya yang dikeluarkan untuk nilai tambah bruto sebesar
107.576 juta rupiah (49,26%), terdiri atas upah dan gaji sebesar 18.603 juta
rupiah (8,52%), surplus usaha sebesar 79.357 juta rupiah (36,34%), penyusutan
sebesar 4.836 juta rupiah (2,21%) dan pajak tak langsung 4.780 juta rupiah
(2,19%). Sedangkan untuk biaya input antara sebesar 94.633 juta rupiah
(43,33%), yang sebagian besar dilakukan terhadap sektor industri yaitu sebesar
67.061 juta rupiah (30,71%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar
13.530 juta rupiah (6,20%).
51
Hal ini mengindikasikan bahwa usaha di sektor perikanan budidaya
memberikan keuntungan yang cukup besar (sekitar 36,34%), namun upah dan
gaji yang diterima oleh buruh nelayan relatif sangat kecil (sekitar 8,52%),
sehingga kondisi buruh nelayan selalu miskin keberadaannya. Usaha sektor
perikanan budidaya sangat besar bergantung kepada sektor industri dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran.
Pendapatan nelayan dapat diupayakan untuk ditingkatkan melalui
intervensi pemerintah, salah satunya adalah memberikan bantuan dana yang
cukup bagi usaha di bidang perikanan budidaya yang langsung diberikan kepada
kelompok nelayan pembudidaya (pemberdayaan nelayan) berikut peningkatan
kapasitas di segala aspek keahlian. Selain itu, untuk meningkatkan peran sektor
perikanan budidaya pada perekonomian wilayah maka sektor yang berperan
dalam menyumbang/menyediakan input bagi sektor perikanan budidaya, yakni
sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran harus diupayakan
peningkatan kapasitasnya, melalui kemudahan dalam birokrasi, penciptaan iklim
usaha yang kondusif, dan pemberian insentif lainnya.
1.8000
1.6000
Koefisien Keterkaitan
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
i
n
m
tr i
ya
al
sa
an
i
es
r
ks
ia
Ai
Ko
G
us
a
Ja
ng
R
n
ru
&
g&
id
ta
tl ,
s&
rk
ua
st
ud
In
r
H
bn
st
Pe
an
ke
g,
B
Ko
Li
Tm
Tr
gn
P.
3.0000
2.5000
Koefisien Keterkaitan
2.0000
1.5000
1.0000
0.5000
0.0000
i
an
m
tr i
ya
al
sa
an
i
es
r
ks
Ai
Ko
G
us
a
Ja
ni
ng
R
ru
&
g&
id
ta
tl ,
s&
rk
ua
t
ud
In
ns
r
H
bn
st
Pe
an
ke
g,
B
Ko
Li
Tm
Tr
gn
P.
D
(b) Keterkaitan Tidak Langsung ke Depan
Tabel 18 Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Menurut Sektor
Kegiatan di Provinsi Banten
Indeks Daya Indeks Derajat
Sektor
Penyebaran Kepekaan
1. Pertanian 0,8095 0,7775
2. Perikanan Budidaya 1,1805 0,6550
3. Pertambangan & Galian 0,8171 0,6614
4. Industri 1,3494 2,9138
5. Listrik & Air Bersih 0,9684 0,7911
6. Konstruksi 1,3057 0,7361
7. Perdgngan, Htl & Restoran 0,8617 1,0602
8. Transportasi & Komunikasi 1,0523 0,8968
9. Keuangan 0,8114 0,7516
10. Jasa-jasa 0,8440 0,7566
Rata-rata per sektor 1.0000 1,0000
Sumber: Data Diolah 2007
55
Tabel 18 menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya mempunyai nilai
indeks daya penyebaran sebesar 1,1805, menduduki urutan ke-3 dari klasifikasi
10 sektor. Hal ini berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor perikanan
budidaya akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain (termasuk sektor
perikanan budidaya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1,1805 unit sebagai
penyedia input bagi sektor perikanan budidaya dan berada di atas rata-rata daya
penyebaran sektor kegiatan lainnya yaitu sebesar 1,0000.
Tabel 18 juga menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya mempunyai
nilai indeks derajat kepekaan sebesar 0,6550 menduduki urutan terakhir dari
klasifikasi 10 sektor. Hal ini berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor
perikanan budidaya akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain
(termasuk sektor perikanan budidaya sendiri) yang menggunakan output sektor
perikanan budidaya secara keseluruhan sebesar 0,6550 unit, dan posisinya
berada dibawah rata-rata derajat kepekaan sektor lainnya yaitu 1,0000.
Interpretasi berdasarkan Tabel 18 ternyata indeks daya penyebaran sektor
perikanan budidaya lebih besar dari indeks derajat kepekaan. Hal ini berarti
bahwa sektor perikanan budidaya lebih kuat dipengaruhi oleh sektor-sektor
penyedia input daripada dengan sektor-sektor pengguna output sektor yang
bersangkutan. Dengan kata lain, sektor perikanan budidaya lebih besar
dipengaruhi sektor-sektor lain daripada mempengaruhi sektor-sektor lain. Namun
demikian, sektor ini dapat dikategorikan sebagai sektor potensial untuk
dikembangkan terkait dengan daya tarik yang tinggi terhadap sektor lainnya.
Gambar 8 adalah ilustrasi pengelompokkan sektor ekonomi di Provinsi Banten
berdasarkan indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan.
1.60000
POTENSIAL ANDALAN
1.40000
4
6
1.20000 2
Daya Penyebaran
8
1.00000
5
10 7
0.80000 3 9 1
0.60000
0.40000
0.20000 JENUH
KURANG
BERKEMBANG
0.00000
0.00000 0.50000 1.00000 1.50000 2.00000 2.50000 3.00000 3.50000
Derajat Kepekaan
2.5000
Koefisien Income Multiplier
2.0000
1.5000
1.0000
0.5000
0.0000
i
an
m
ri
a
al
sa
an
i
es
r
ks
ay
Ai
st
Ko
G
Ja
ni
ng
R
du
ru
&
g&
id
ta
tl ,
s&
rk
ua
t
ud
In
ns
r
H
bn
st
Pe
an
ke
g,
B
Ko
Li
Tm
Tr
gn
P.
4.0000
3.0000
2.5000
2.0000
1.5000
1.0000
0.5000
0.0000
i
n
m
tr i
ya
al
sa
an
i
es
r
ks
ia
Ai
Ko
G
us
a
Ja
ng
R
n
ru
&
g&
id
ta
tl ,
s&
rk
ua
t
ud
In
ns
r
H
bn
st
Pe
an
ke
g,
B
Ko
Li
Tm
Tr
gn
P.
D
Gambar 10 Employment Multiplier Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten
5.4.2. Eksternalitas
Pencemaran lingkungan menurut Connel dan Muller (1974), diacu dalam
Feriningtyas (2005) adalah masuknya bahan-bahan yang diakibatkan oleh
berbagai kegiatan manusia sehingga menimbulkan perubahan yang merusak
karakteristik fisik, kimia, biologi ataupun estetika lingkungan tersebut.
Pencemaran perairan pesisir dan laut menurut Gesamp (1986), diacu dalam
Feriningtyas (2005) merupakan dampak negatif terhadap kehidupan biota,
sumberdaya dan kenyamanan (amenities) ekosistem perairan pesisir serta
kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan pesisir yang
secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan limbah
ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia.
Komponen eksternalitas dari perikanan budidaya di sini meliputi komponen
BOD, COD, TSS dan TDS. Perikanan budidaya di Provinsi Banten komponen
BOD yang dihasilkan mencapai 16,32 ton, sedangkan untuk COD, TSS dan TDS
berturut-turut 30,27; 10,70; dan 27,68 ton (Lampiran 1).
61
5.4.3. Analisis Ecological Multiplier
Dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan input sumberdaya yang
akan menghasilkan output berupa barang dan jasa serta eksternalitas yang
dilepas ke ekosistem. Untuk mengetahui kebutuhan input dari ekosistem yang
akan digunakan dan eksternalitas yang terjadi, dilakukan analisis model tabel I-O
Leontief (Lampiran 3). Pada penelitian ini, tinjauan ekologi dilakukan terhadap
sumberdaya yang dimanfaatkan dalam pembangunan perikanan budidaya antara
lain: areal untuk produksi dan ekosistem mangrove sebagai input dari ekosistem
serta limbah bahan organik (BOD, COD, TSS dan TDS) sebagai eksternalitas
yang dihasilkan sebagai akibat kegiatan perikanan budidaya. Seberapa besar
kebutuhan areal produksi dan ekosistem mangrove sebagai input dari ekosistem
dapat dilihat pada Tabel 19.
0.160
0.140
0.120
EF (Ha/kapita)
0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
1
0.000
1999 2000 2001 12002 2003 2004 2005
Tahun
Gambar 11 Ecological Footprint Budidaya Laut Provinsi Banten
64
Gambar 11 menunjukkan bahwa tingkah laku ecological footprint budidaya
laut di Provinsi Banten berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan.
Tahun 1999, ecological footprint budidaya laut berada pada level 0,1240
ha/kapita atau dibutuhkan areal seluas 987.242 ha untuk budidaya laut atau 1,05
kali dari luas total wilayah Provinsi Banten. Selanjutnya, ecological footprint
meningkat pada level 0,1386 ha/kapita atau dibutuhkan areal seluas 1.121.893
ha. Tahun 2001, ecological footprint mengalami penurunan pada level 0,1256
ha/kapita atau dibutuhkan areal seluas 1.036.633 ha dan relatif stabil di tahun
2002 pada level 0,1225 ha/kapita atau areal seluas 1.045.241 ha. Peningkatan
terjadi pada tahun 2003 di level 0,1290 ha/kapita atau dibutuhkan areal seluas
1.155.443 ha dan relatif stabil pada level 0,1289 ha/kapita atau areal seluas
1.170.544 ha di tahun 2004. Kemudian, tahun 2005 areal yang dibutuhkan
mencapai 1.429.109 ha atau mengalami peningkatan dan berada pada level
0,1535 ha/kapita.
Dengan kata lain, dapat dikatakan dari Gambar 11 terjadi ecological defisit
dari budidaya laut di Provinsi Banten. Rata-rata areal yang dibutuhkan untuk
budidaya laut di wilayah pesisir Provinsi Banten adalah 1.135.157 ha atau 1,2
kali dari luas total wilayah Provinsi Banten (943.833 ha). Namun demikian, jika
menggunakan areal produktif untuk budidaya laut seluas 29.332 ha, maka areal
yang dibutuhkan 38 kali dari luas areal produktif.
0.018
0.016
0.014
EF (Ha/kapita)
0.012
0.010
0.008
0.006
0.004
0.002
0.000
1999 2000 2001 12002 2003 2004 2005
Tahun
300,000
Permintaan (Juta Rp)
Area BL
250,000
200,000
150,000
Area BT
100,000
50,000
0
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000
Biocapacity (Ha)
Gambar 13 Keterkaitan EF dan EIO dalam Bentuk Areal untuk Perikanan Budidaya
Pada Gambar 13 terlihat bahwa areal yang optimum untuk budidaya laut
(BL) yaitu pada level 29.332 ha atau sejalan dengan biocapacity, dengan target
permintaan yang dapat dipenuhi sebesar 298.699,43 juta rupiah. Lain halnya
dengan budidaya tambak (BT), areal yang optimum hanya pada level 11.707 ha
dengan target permintaan yang dapat dipenuhi sebesar 119.217,04 juta rupiah.
Dari hubungan EF dan EIO untuk perikanan budidaya tersebut khususnya dalam
bentuk areal, dapat dibuat suatu persamaan yaitu :
A = 0,0982 y,
Dimana:
A = Areal (ha), dan
y = Target permintaan yang ingin dipenuhi (juta rupiah)
3,000,000
2,000,000
1,500,000
Mangrove BT
1,000,000
500,000
0
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000
Biocapacity (Ha)
Gambar 14 Keterkaitan EF dan EIO dalam Bentuk Mangrove untuk Perikanan Budidaya
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis untuk perencanaan pembangunan perikanan
budidaya di wilayah pesisir Provinsi Banten dapat disimpulkan bahwa :
1. Ditinjau dari kekuatan struktur perikanan budidaya Provinsi Banten
cenderung digunakan untuk keperluan konsumsi. Namun demikian,
perikanan budidaya termasuk dalam kategori sektor potensial untuk
dikembangkan.
2. Estimasi dampak ekonomi yang muncul dari pembangunan perikanan
budidaya ternyata perikanan budidaya cukup andal dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat nelayan, tetapi belum cukup andal dalam
menciptakan kesempatan kerja.
3. Estimasi dampak ekologi dari pembangunan perikanan budidaya ternyata
perikanan budidaya membutuhkan input lingkungan di atas rata-rata
kebutuhan area dan mangrove secara sektoral. Namun demikian,
eksternalitas yang ditimbulkan dari perikanan budidaya masih berada di
bawah rata-rata ekternalitas secara sektoral.
4. Analisis daya dukung lingkungan menunjukkan bahwa perikanan budidaya
Provinsi Banten mengalami ecological defisit. Daya dukung lingkungan
pesisir yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut yaitu pada level 29.332
ha dengan target permintaan optimum 298.699,43 juta rupiah, sedangkan
budidaya tambak pada level 11.707 ha dengan target permintaan optimum
119.217,04 juta rupiah.
6.2. Saran
1. Terkait dengan perencanaan pembangunan berkelanjutan, hendaknya
pemerintah lebih memperhatikan mariculture sebagai sebuah solusi
keberlanjutan perikanan budidaya. Hal ini dikarenakan dukungan biocapacity
yang lebih besar sehingga mampu memberikan target permintaan yang
optimum, dengan tetap menjaga kelangsungan ekosistem mangrove.
2. Diharapkan pemerintah memberikan perhatian terhadap iklim investasi
khususnya di sektor perikanan budidaya.
69
3. Hendaknya pemerintah dalam melakukan pembangunan perikanan budidaya
perlu juga memperhatikan keberadaan sektor industri dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran, karena sektor tersebut memiliki daya tarik
dan daya dorong yang besar terhadap perikanan budidaya. Dengan
demikian, diharapkan pembangunan tidak bersifat sektoral melainkan lintas
sektoral, dan keterkaitan dengan sektor tersebut akan semakin kuat.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di dalam pengembangan perikanan
budidaya dengan menggunakan pendekatan gabungan termasuk di
dalamnya teknologi dan riset kapasitas asimilasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL-IPB. Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Tabel Input-Output Provinsi Banten, Badan
Pusat Statistik Provinsi Banten, Banten.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Tinjauan Ekonomi Banten 2004. Badan Pusat
Statistik Provinsi Banten, Banten.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Banten Dalam Angka 2005. Badan Pusat
Statistik Provinsi Banten, Banten.
Clark WC, Dickson NM. 2003. Sustainability Science: The Emerging Research
Program. PNAS, July 8, 2003.
Haberl, Heinz EK, Krausmann F. 2001. How to Calculate and Interpret Ecological
Footprints For Long Periods of Time : The Case of Austria 1926-1995.
Ecological Economics 38 : 25-45.
Lenzen M, Murray SA. 2001. A Modified Ecological Footprint Method and Its
Application to Australia. J Ecological Economics 37:229-255.
WWF 2002. Assessing The Ecological Footprint. A Look at The WWF’s Living
Planet Report 2002. Environmental Assessment Institute. Denmark.
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian.