Professional Documents
Culture Documents
e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X
DOI: https://doi.org/10.32697/integritas.v5i2.477
©Komisi Pemberantasan Korupsi
ahmad_umam@yahoo.com
Abstract
The political commitment of the highest political leader in a country is the key to the success and
failure of an anti-corruption institution body. In the first era of President Joko Widodo's
leadership, the KPK faced a roller coaster of the agenda of eradication corruption. Various
threats that present uncertainty about the future of the KPK has been carried out by external
and internal forces of the KPK. This had a significant impact on the effectiveness of the KPK anti-
corruption engine. This article tries to explain and evaluate the quality of President Joko
Widodo's first-period government support (2014-2019) to the KPK and how it impacts on the
continuation of the anti-corruption agenda in Indonesia. This article concludes that economic
development targets that require socio-political stability make anti-corruption work is less
adequately addressed. As a result, the Corruption Eradication Commission was hit by a
counterattack from various political-business interest groups. Responding to the situation,
President Joko Widodo chose to play it safe and did not show a precise alignment on the KPK. In
this period also, there was no visible cooperation that took root and made the eradication and
prevention of corruption as the main agenda that was systematic and sustainable.
Abstrak
Komitmen politik dari pemimpin politik tertinggi dalam suatu negara merupakan kunci
kesuksesan sekaligus kegagalan dari lembaga antikorupsi. Di era pertama kepemimpinan
Presiden Joko Widodo, KPK menghadapi roller coaster agenda pemberantasan korupsi.
Berbagai ancaman yang menghadirkan ketidakpastian masa depan KPK, telah dilakukan oleh
kekuatan eksternal maupun internal KPK. Hal itu berdampak signifikan pada efektivitas
mesin antikorupsi KPK. Artikel ini mencoba menjelaskan dan mengevaluasi kualitas
dukungan pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo (2014-2019) terhadap KPK
dan bagaimana dampaknya terhadap kelangsungan agenda antikorupsi di Indonesia. Artikel
ini menyimpulkan, target pembangunan ekonomi yang mensyaratkan adanya stabilitas
sosial-politik, membuat kerja-kerja antikorupsi kurang diperhatikan secara memadai.
Akibatnya, KPK digempur oleh serangan balik dari berbagai kelompok kepentingan politik-
bisnis. Merespon situasi itu, Presiden Joko Widodo memilih bermain aman dan tidak
menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada KPK. Di periode ini pula, belum tampak kerja
sama kolektif yang mengakar dan menjadikan pemberantasan dan pencegahan korupsi
sebagai agenda utama yang sistematis dan berkelanjutan.
Kata Kunci: Antikorupsi, Demokratisasi, Liberlisasi Pasar, Kemauan Politik, Masyarakat Sipil
1
Ahmad Khoirul Umam
2
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
3
Ahmad Khoirul Umam
4
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
5
Ahmad Khoirul Umam
kekuatan ekonomi itu acapkali mampu menjadi area tarik ulur kepentingan dan
menciptakan jejaring kekuasaan yang alat kompromi para elit politik dan
dengan mudah bisa berubah wajah kekuasaan. Dalam konteks inilah, kerja
menjadi mesin pengeruk anggaran negara pemberantasan korupsi tidak lagi semata-
dan pengeksploitasi sumber daya negara mata menjadi kerja penegakan hukum,
dalam skala yang masif. Akibatnya, tetapi sudah masuk dalam kerja-kerja
meskipun demokrasi berkembang, pasar politik.
semakin terbuka, tetapi pada saat yang Karena itu, pemberantasan korupsi
sama praktik korupsi juga semakin meluas akan selalu membutuhkan dukungan dari
hingga mampu menciptakan jaring-jaring presiden, perdana menteri, kanselir, atau
kekuasaan tersendiri, mampu pimpinan politik tertinggi suatu negara
menciptakan sistem perlindungan dan (Quah, 1999; Umam, 2014). Sebab, setiap
legitimasi, dan melalui legitimasi itu pula agresivitas pemberantasan korupsi akan
mereka dapat menegakkan ‘tertib politik’ selalu memicu lahirnya serangan balik
dalam struktur kekuasaan yang korup. dari kekuatan-kekuatan korup untuk
Karena itu, teori-teori yang melemahkan hingga mematikan langkah
meyakini bahwa kian demokratis suatu para aktor dan lembaga antikorupsi.
negara, kian efektif pemberantasan Ketika sudah masuk dalam ranah politik
korupsinya, seolah tidak berlaku di penegakan hukum, maka dukungan politik
Indonesia (Umam, 2014). Demokratisasi dan keberpihakan pemimpin politik
bukan solusi ‘otomatis’ untuk tertinggi terhadap lembaga antikorupsi
menghadirkan pemerintahan yang bersih menjadi faktor penting bagi keberhasilan,
dan efektif. Ada prasyarat-prasyarat lain kegagalan, hingga kelangsungan hidup
untuk menciptakan iklim politik yang lembaga antikorupsi tersebut.
mampu memapankan sistem antikorupsi Keberpihakan dan dukungan yang
yang memadai di dalam suatu memadai dari pemimpin politik tertinggi
pemerintahan. Ketika elit politik yang akan memberikan proteksi dan
korup mampu mengkooptasi kekuasaan di perlindungan yang memadai bagi lembaga
dalam sistem demokrasi, maka lembaga- dan aktor-aktor antikorupsi, baik dalam
lembaga antikorupsi akan dengan mudah konteks keselamatan jiwa, kelancaran
dimanfaatkan oleh jejaring kepentingan investigasi, ketersediaan sumber daya-
politik-bisnis dan kekuatan korup untuk logistik, efektivitas sistem pencegahan,
mengamankan kepentingan kekuasaan, hingga pendanaan lembaga antikorupsi.
mendisiplinkan aliansi politik, menjaga Kendati demikian, komitmen dari
loyalitas pengikut, menjatuhkan rival pemimpin politik untuk mendukung
politik, mengonsolidasikan kekuatan lembaga antikorupsi tidak mudah terjadi
pendukung, serta mencegah setiap potensi (Umam, 2018). Sebab, dalam konteks di
ancaman dari pihak lawan dan kompetitor Indonesia misalnya, keberadaan KPK
politik mereka. seolah selalu dianggap merepotkan oleh
Jika itu terjadi, proses investigasi, para stakeholders politik di negeri ini. Saat
penuntutan, hingga penjatuhan vonis yang sejumlah kekuatan politik membutuhkan
seharusnya berada dalam koridor taring dan kuku tajam KPK untuk
penegakan hukum dan pemberantasan menerkam lawan dan kompetitor politik
korupsi, dapat berubah menjadi area yang mereka, penguatan KPK dioptimalkan.
sangat politis dan mudah diintervensi Mekanisme politik dijalankan untuk
serta dimanipulasi. Selanjutnya, agenda mendapatkan figur-figur kuat, sangar,
pemberantasan korupsi dengan mudah agresif dan tak gentar oleh kekuasaan.
6
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
7
Ahmad Khoirul Umam
mencapai target pertumbuhan ekonomi posisi di peringkat 109 dari 189 negara di
sebagaimana yang ditargetkan dalam dunia, berhasil melakukan lompatan yang
setiap RAPBN-nya. Tahun 2017, impresif ke posisi 72 dari 190 negara di
pemerintah mentargetkan 5,4 persen tapi dunia. Dalam EODB 2019 posisi Indonesia
realisasinya hanya menyentuh 5,07 persen menurun satu peringkat ke posisi 73 dari
di tahun 2019, dengan beragam asumsi 190 negara, meskipun indeks yang diraih
optimis, pemerintah menargetkan 5,2 pemerintah naik 1,42 persen menjadi
persen, tetapi menjelang akhir 2019 ini, 67,96 persen.
pemerintah masih tampak kesulitan Berbagai upaya perubahan rezim
mencapai target yang ditentukan. perizinan, sistem perdagangan
Semua tantangan ekonomi itu internasional dan infrastruktur publik itu
menjadi perhatian besar pemerintahan memunculkan harapan baru bagi
Jokowi. Bahkan, dalam proses politik masyarakat dunia usaha. Kendati
menuju Pilpres 2019, kinerja ekonomi demikian, upaya-upaya perbaikan itu
merupakan salah satu bidang yang masih tetap belum bisa membuat investasi
mendapatkan penilaian dengan tingkat asing yang masuk di pasar nasional sesuai
kepuasan publik yang kurang signifikan dengan harapan dan target yang
(Lembaga Survei Indonesia, 2018). Karena ditetapkan (World Bank, 2017, 2019;
itu, pemerintah Jokowi berusaha fokus Norwegian Energy Partner, 2019). Dalam
pada upaya peningkatan investasi asing situasi tersebut faktor penegakan hukum
untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemberantasan korupsi seringkali
ekonomi nasional. Guna mencapai target dituding sebagai salah satu ‘biang keladi’
tersebut, pemerintahan Jokowi telah di balik kurang derasnya arus investasi
berusaha melakukan sejumlah terobosan, asing ke pasar nasional. Karena itu,
mulai dari reformasi rezim perizinan muncul berbagai pernyataan dan instruksi
usaha (business licensing), reformasi dari kalangan elit di lingkaran istana
kepabeanan (custom), hingga perbaikan negara agar kerja-kerja pemberantasan
infrastruktur publik. Pemerintahan Jokowi korupsi tidak menimbulkan kegaduhan
sadar bahwa keterbatasan sistem dan instabilitas politik yang dianggap
perizinan, sistem cukai dan kepabeanan, tidak produktif bagi pembangunan
hingga infrastruktur publik yang ekonomi nasional ke depan (Sindo, 2016;
menghubungkan antar wilayah pusat Kompas, 2015).
ekonomi daerah, telah menghambat Sejumlah aktivis antikorupsi dari
lancarnya mobilitas barang dan modal Transparency International Indonesia
sehingga menjebak Indonesia dalam (TII) dan Indonesia Corruption Watch
kegiatan ekonomi berbiaya tinggi dan (ICW) mensinyalir bahwa kekeliruan cara
miskin investasi. pandang pemerintah Jokowi dalam
Setelah sejumlah upaya reformasi melihat relasi antara agenda
dijalankan, infrastruktur publik pemberantasan korupsi dan stabilitas
mengalami perbaikan. Penilaian atas Ease iklim usaha dan investasi itu besar
of Doing Business (EODB) atau kemudahan dipengaruhi oleh adanya masukan dan
berusaha di Indonesia mengalami informasi yang kurang tepat dari sejumlah
perbaikan. Pada 2016 hingga 2018, oknum yang tergabung di sekitar asosiasi
Indonesia masuk kategori negara-negara pengusaha nasional, baik Kamar Dagang
yang mampu memperbaiki diri paling Indonesia (KADIN) maupun Asosiasi
cepat (biggest climber). Pada rentang Pengusaha Indonesia (APINDO) (Anonim,
waktu tersebut, Indonesia yang semula wawancara di Jakarta, 12 Desember
8
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
9
Ahmad Khoirul Umam
pada lembaga penegak hukum, khususnya itu kemudian mendorong adanya upaya
di internal lembaga Polri melalui gagasan pembungkaman kelompok yang dianggap
pembentukan Datasemen Khusus kritis dan melampaui kewenangan yang
(Densus) Antikorupsi di bawah Markas seharusnya.
Besar Polri. Ide Densus Antikorupsi ini Akibatnya, terjadi ketegangan
ditujukan untuk menghindarkan konflik internal di dalam KPK yang berujung pada
dan konfrontasi antara Polri dan KPK yang keputusan mutasi jabatan di internal
acapkali menggerus legitimasi politik lembaga KPK yang menyasar sejumlah
pemerintah. Pada saat yang sama, gagasan nama dan pihak-pihak yang dinilai
pembentukan Densus Antikorupsi Mabes terlampau kritis terhadap pimpinan
Polri ini juga dianggap sebagai perisai dan lembaga. Ketegangan ini kemudian
mekanisme tangkal agar KPK tidak bisa memunculkan sengketa dimana Wadah
lagi masuk memainkan mesin Pegawai KPK mengajukan gugatan di
antikorupsinya di dalam lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
internal Polri. Setelah mendapatkan terkait SK Pimpinan KPK No. 1426/2018
tentangan dari masyarakat sipil dan tentang Cara Mutasi di Lingkungan KPK.
hilangnya dukungan dari sejumlah tokoh Terkait dengan ketegangan internal ini,
politik, ide pembentukan Densus Wadah Pegawai KPK telah mencoba untuk
Antikorupsi Polri ini kemudian terhenti. menyampaikan informasi ini kepada
Meskipun demikian, upaya Presiden Jokowi, tetapi informasi itu
“menjinakkan” KPK terus berjalan melalui tampaknya tidak mendapatkan porsi
penempatan figur-figur sentral di internal prioritas perhatian presiden.
KPK yang dianggap memiliki kapasitas Alhasil, friksi dan faksionalisme di
untuk mengganggu efektivitas kinerja internal KPK terus berlanjut. Proses
KPK. Hal itu dikonfirmasi oleh pernyataan pembusukan internal akibat friksi-friksi
publik Wadah Pegawai KPK pada itu terus terjadi secara perlahan. Di
September 2018, yang menyatakan bahwa tambah lagi masih adanya sejumlah alat
ada anasir-anasir jahat di internal KPK bukti terkait kasus besar yang melibatkan
yang menghalangi proses investigasi yang nama besar yang berada di lingkaran
mencoba mentarget nama-nama besar kekuasaan. Hal itulah yang belakangan
(big fishes) dan melibatkan uang besar (big diduga menjadi salah satu pemicu
money). Tak hanya itu, muncul pula munculnya gerakan teror yang menyasar
perbedaan pendapat di internal KPK para pimpinan, penyidik dan pegawai KPK.
terkait dengan rencana masuknya sekitar Yang paling masygul adalah penyerangan
100 penyidik baru dari Polri tanpa harus fisik terhadap penyidik senior KPK Novel
melalui proses fit and proper test yang Baswedan yang hingga kini, telah lebih
memadai oleh pihak ketiga profesional, dari dua tahun, masih belum menemukan
sebagaimana prosedur yang selama ini titik terang meskipun Presiden Jokowi
dijalankan oleh KPK. Situasi ini telah lama berjanji dan menetapkan
menciptakan dilema mengingat selama ini deadline kepada Kapolri Tito Karnavian
KPK selalu mengeluhkan kurangnya dan Kapolri Idham Aziz di bawah
jumlah penyidik untuk menangani pemerintahannya. Konon, Novel
tumpukan kasus yang dilaporkan Baswedan merupakan “korban dari
masyarakat, tetapi di saat yang sama KPK ketakutan” elit penegak hukum yang
juga berharap untuk tetap diduga memiliki kasus lama yang masih
mempertahankan reputasi dan kualitas ‘diendapkan’ oleh KPK. Meskipun bukan
kinerjanya. Pro dan kontra di internal KPK Novel yang memegang kasus tersebut,
10
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
tetapi sentimen negatif yang berbasis pemerintahan yang pada saatnya mampu
ketidakpercayaan dalam relasi antar- menenggelamkan negara dan mesin
lembaga penegak hukum menempatkan antikorupsi itu sendiri. Pola kerja
nama Novel Baswedan ke dalam daftar antikorupsi seperti itulah yang dinilai
tertinggi ‘penyidik yang patut dicurigai’. banyak peneliti berpotensi memunculkan
Akibatnya, setelah berbagai teror ‘treadmill effect’, di mana meskipun
dilakukan, serangan fisik terhadap Novel berbagai upaya antikorupsi telah
Baswedan itu terjadi. Setelah hampir 3 dijalankan, seolah bangsa ini telah berlari
tahun ini janji-janji Presiden Jokowi untuk kencang, tapi sejatinya kita masih berdiri
membongkar kasus itu tidak terpenuhi. di posisi yang sama, berlari di atas pijakan
Janji politik Presiden Jokowi tak ubahnya semula, alias stagnan. Dengan segala
gimmick semata. Presiden juga seolah keterbatasannya, KPK dibiarkan lari
terkesan legawa alias tidak keberatan begitu kencang sembari dipaksa harus
melihat para pembantunya di bidang tergopoh-gopoh menangkis berbagai
penegakan hukum itu ‘melecehkan’ serangan dan gempuran dari berbagai
instruksi-instruksinya yang selama ini kekuatan korup di negeri ini. Sementara
diberikan. penegak hukum lain yang notabene berada
Akibatnya, perlahan-lahan, taring di bawah kendali presiden, seolah
dan cakar KPK tanggal satu persatu. KPK dibiarkan fokus pada hal lain ketimbang
tidak lagi memiliki kapasitas dan memberantas penyakit akut korupsi yang
kemampuan yang memadai untuk siap menenggelamkan bahtera negara ini.
berhadapan dengan kekuatan korup
berskala besar. Akhirnya, selama periode Senjakala KPK di Penghujung
2015-2019, kerja-kerja KPK lebih banyak Pemerintahan Joko Widodo
terjebak di dalam rutinitas yang kurang Wacana penguatan KPK selalu
strategis. Agenda pemberantasan korupsi menjadi pemanis dalam setiap diskusi dan
KPK justru terkesan sporadis dan terjebak perdebatan visi misi calon presiden.
dalam rutinitas Operasi Tangkap Tangan Hampir tidak ada satupun pihak yang
(OTT) dengan target politisi di DPR dan berani berwacana untuk melemahkan KPK
kepala-kepala daerah saja. Kerja-kerja di Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan
KPK seharusnya diarahkan untuk Pemilihan Umum Presiden) Pilpres 2019.
pemberantasan dan pencegahan korupsi Sebab, KPK merupakan lembaga yang
yang menyasar sektor-sektor strategis secara konsisten mendapatkan dukungan
yang mengandung kerugian negara dalam dan kepercayaan publik yang besar sejak
jumlah besar laiknya sektor energi, lembaga ini lahir. Kendati demikian,
infrastruktur, pangan, dan politik setelah kemenangan politik berhasil
pemerintahan. didapatkan, kekuasaan politik dan
Jika bertahan pada rutinitas, akar- kekuatan ekonomi yang korup dapat
akar korupsi akan terus menjalar. dengan leluasa bergerak secara senyap
Akibatnya, KPK tak ubahnya seperti untuk mendegradasi KPK, tanpa resiko
lembaga pemadam kebakaran yang politik yang memadai pasca Pemilu.
tenaga, sumber daya, dan konsentrasinya Situasi itu ditunjukkan oleh
hanya difokuskan pada percikan-percikan manuver elit politik pasca Pilpres 2019.
api kecil yang bermunculan, sementara Tanpa harus dihantui oleh resiko politik
potensi kebakaran yang jauh lebih dahsyat besar pasca Pemilu, kekuatan politik yang
dibiarkan begitu saja menyebar dan selama ini menjadi target sasaran operasi
berurat akar dalam sistem politik dan mesin antikorupsi KPK bergerak
11
Ahmad Khoirul Umam
serempak melemahkan KPK. Pada saat melewati batas waktu dua tahun. Selain
yang sama, sejumlah korporasi besar di menabrak putusan Mahkamah Konstitusi
bisnis properti, bisnis pertambangan dan (MK) tahun 2003, 2006, dan 2010 yang
bisnis perkebunan, yang mana dalam menetapkan bahwa KPK tidak berwenang
empat tahun terakhir banyak elit-elit mengeluarkan SP3, kewenangan ini justru
perusahaannya disapu oleh KPK, hanya akan menjebak KPK untuk berfokus
menemukan titik pertemuan kepentingan pada kerja-kerja pemberantasan korupsi
dengan para elit kekuasaan, untuk kelas teri. Sebab, kasus-kasus besar yang
bersama-sama menjinakkan KPK. kompleks seringkali membutuhkan waktu
Upaya penjinakkan KPK itu yang lebih lama untuk mengungkapnya.
dilakukan dengan mengeluarkan revisi UU Anehnya, masyarakat dipaksa untuk
KPK yang disahkan oleh paripurna DPR menyaksikan sejumlah ‘cacat administrasi
secara kilat hanya dalam tempo 13 hari dan substansi’ dalam proses pembahasan
saja, tepatnya pada 16 September 2019 revisi UU KPK ini. Selain tidak dihadiri oleh
lalu. Pada 17 Oktober lalu, revisi UU KPK dua pertiga dari jumlah Anggota Dewan
itu secara otomatis telah berubah menjadi (kuorum) di rapat paripurna DPR, proses
UU, sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD revisi UU KPK ini juga sama sekali tidak
1945 tentang landasan hukum perubahan melibatkan KPK dan juga masyarakat sipil
otomatis RUU menjadi UU. Melalui dalam menetapkannya. Bahkan, Presiden
perubahan UU KPK ini, nomenklatur dan Jokowi yang selama ini mengaku sebagai
kewenangan KPK mengalami sejumlah pendukung KPK dan berkomitmen untuk
perubahan mendasar. memperkuat KPK, juga ikut memberikan
Misalnya, pertama, munculnya restu atas proses politik yang masygul
lembaga Dewan Pengawas KPK. Secara tersebut. Presiden Jokowi tampak tidak
kerangka teori hukum, KPK merupakan menunjukkan keberpihakan yang jelas
lembaga negara yang masuk dalam dalam ruang perdebatan seputar KPK. Saat
rumpun independen, sehingga mekanisme Presiden menghadapi tekanan politik
pengawasannya ditentukan oleh “sistem masyarakat sipil yang ditunjukkan oleh
pegawasan”, bukan oleh “lembaga gerakan mahasiswa selama September-
pengawas”. Selama ini, sistem pengawasan Oktober 2019, presiden menunjukkan
itu telah dijalankan oleh pengawas gimmick politik yang menjanjikan dengan
internal dan pengaduan masyarakat, serta mengumpulkan para tokoh masyarakat
juga bisa dijalankan oleh Komisi III sebagai dan menjanjikan penerbitan Peraturan
mitra kerja KPK di DPR RI. Kedua, Dewan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Pengawas menurut revisi UU KPK (Perppu) UU KPK untuk mengembalikan
memiliki sejumlah kewenangan besar kewenangan KPK seperti sediakala.
berupa pemberian izin penyadapan, Tapi saat pergerakan masyarakat
penyitaan, hingga penggeledahan sipil melemah, Presiden Jokowi lebih
(tindakan pro justicia) yang justru akan memilih berusaha untuk bermain aman
menghambat efektivitas kerja-kerja dengan tidak berhadapan langsung
penindakan KPK. Kewenangan yang dengan partai-partai politik di sekitarnya
berjenjang dan birokratis akan membuat yang secara serempak mendukung
mesin antikorupsi KPK semakin melambat pelemahan KPK. Dengan
dan tidak mampu bergerak cepat. Ketiga, mengatasnamakan etika ketatanegaraan,
munculnya kewenangan KPK untuk Presiden Jokowi mencoba bermain aman
menerbitkan Surat Perintah Penghentian dengan cara menunggu hasil judicial
Penyidikan (SP3) sebuah perkara yang review UU KPK di Mahkamah Konstitusi
12
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
13
Ahmad Khoirul Umam
14
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
sedang menunggu Presiden Jokowi _____________. 2013. ‘The Rise of Capital and
menunaikan janji. the Necessity of Political
Economy’. Journal of
Contemporary Asia 43 (2),
Referensi
208-225.
Bentzen, Jeanet Sinding. 2012. ‘How bad is
Corruption? Cross-Country
Hellman, J. 1998. ‘Winners Take All: The
Evidence of the Impact of
Politics of Partial Reform in
Corruption on Economic
Post-Communist Transitions’.
Prosperity’. Review of
World Politics 50, 203-235.
Development Economics 16
(1), 167-184.
Huntington, Samuel P. 1968. Political
Order in Changing Societies.
Blake, Charles H. & Christopher G. Martin.
New Haven, CT: Yale
2006. ‘The dynamics of
University Press.
Political Corruption: Re-
examining the Influence of
INDEF. 2018. “Mampukah Pemerintah
Democracy’. Democratization
Jokowi-JK Ciptakan Lapangan
13 (1), 1-14.
Kerja” (Can Jokowi-JK
Administration Create Jobs?),
Choi, Eunjung & J. Woo. 2011. ‘Liberal
20 February 2018, can be
Reform, Political Corruption,
accessed via:
and Socio-Economic Impacts
https://indef.or.id/source/re
in Asia and Eastern Europe’.
search/[INDEF%20Press%20
International Journal of
Release]%20Penciptaan%20
Comparative Sociology 52 (3),
Lapangan%20Kerja%20-
181-196.
%2020%20Februari%20201
8.pdf .
CORE. 2018. “Pertumbuhan Tak Cukup,
Kita Perlu Lompatan”, 21
Johnston, Michael. 1996. ‘The Search for
December 2018, accessed:
Definition: The Vitality of
https://www.coreindonesia.o
Politics and the Issue of
rg/view/284/pertumbuhan-
Corruption’. International
tak-cukup-kita-perlu-
Social Science Journal, 48,
lompatan.html.
321-335.
Gatra. 2019. “Pengamat: Isu Taliban Efektif
Kadin. 2019. “Indonesian Economic
Jatuhkan Nama KPK di
Chamber’s concern on
Medsos”. 18 September. Bisa
investment regulation”
diakses via:
(Keluhan Kadin soal Aturan
https://www.gatra.com/detai
Investasi), CNBC Indonesia, 10
l/news/445401/politik/peng
September.
amat--isu-taliban-efektif-
jatuhkan-nama-kpk-di-
Klitgaard, Robert. 1988. Controlling
medsos.
Corruption. Berkeley:
University of California Press.
Hadiz, Vedi R. 2003. ‘Reorganizing Political
Power in Indonesia: A
Reconsideration of so-called
‘Democratic Transitions’. The
Pacific Review 16 (4), 591-
611.
15
Ahmad Khoirul Umam
Leys, C. 1989. ‘What is the Problem about _____________________. 1999. ‘Comparing Anti-
Corruption?’ In Political Corruption Measures in Asian
Corruption: A Handbook. Eds, Countries: Lessons to be
A.J. Heidenheimer, Michael Learnt’ Asian Review of Public
Johnston & Victor T. LeVine. Administration XI (2), July-
New Brunswick, NJ: December, p. 71-90.
Transaction Publisher.
Robison, Richard & Vedi, Hadiz. 2004.
Lindsey, Tim. 2018. “Is Indonesia Reorganizing Power in
Retreating from Democracy”, Indonesia. New York:
9 Juli. Bisa diakses via: Routledge Curzon.
https://theconversation.com/
is-indonesia-retreating-from- Sandholtz, Wayne & W. Koetzle. 2000.
democracy-99211. ‘Accounting for Corruption:
Economic Structure,
Medcom. 2015. “Luhut: Pemberantasan Democracy, and Trade’.
Korupsi jangan Bikin gaduh” 3 International Studies
September, diakses via: Quarterly 44 (1), 31-50.
https://www.medcom.id/nas
ional/hukum/3NOlexpb- Shera, A., Bernard Dosti & P. Graboid.
luhut-pemberantasan- 2014. ‘Corruption Impact on
korupsi-jangan-dibuat-gaduh. Economic Growth: An
Empirical Analysis’. Journal of
Merton, Robert K. 1968. Social Theory and Economic Development,
Social Structure. New York: Management, IT, Finance, and
Free Press. Marketing 6 (2), 57-77.
16
Lemahnya Komitmen Antikorupsi Presiden di Antara
Ekspektasi Pembangunan Ekonomi dan Tekanan Oligarki
17