You are on page 1of 9

Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Implementasi Terapi Pijat Swedia Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan dan


Menstabilkan Tanda-tanda Vital pada Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU)
Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo: Case Study

Nida Muslimah1, Sidik Awaludin2, Aji Kurniawan3

1
Nursing Student of Jenderal Soedirman University
2
Lecturer of Critical and Emergency Nursing of Jenderal Soedirman University
3
Head of Intensive Care Unit (ICU) Room of RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

ABSTRACT
Background: Intensive Care Unit (ICU) is an inpatient room with patients who has
critical disease and must be monitored every hour, attached devices, and intensive
treatment. When the patient has woken up to a different room and attached devices such
as ETT, OPA, mechanical ventilator, and others can cause anxiety to the patient. This
anxiety can enhance the hemodynamic status, therefore it is necessary to have an
independent nurse action, namely Swedish massage therapy to reduce the level of
Anxiety and stabilize vital signs.
Method: The methode of implementation was used a case study with a cross sectional
design. Total respondents were 6 respondents and divided into two groups, namely the
intervention group 3 respondents and the control group 3 respondents. The
implementation was conducted in ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
Result: There was a differentiation in anxiety level in the intervention group,
respondents who feel quite anxious became a less anxious. The differentiation in
hemodynamic status were more stable in the intervention group than in the control
group.
Conclusion: Swedish massage therapy can reduce anxiety levels and stabilize vital
signs in patients in the ICU.

Keywords: Anxiety, Swedish Massage, Vital Signs

PENDAHULUAN kematian. Setiap pasien diperlukan


Intencive Care Unit (ICU) pencatatan medis yang
adalah ruangan rawat inap yang didalam berkesinambungan atau dimonitoring,
nya terdapat peralatan dan petugas sehingga dapat terpantau apabila adanya
khusus untuk merawat pasien dengan perubahan fisiologis yang terjadi akibat
keadaan kritis yang dapat menyebabkan dari penurunan fungsi organ (Rab,
2007).

216
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Pemberian pengobatan dan sampai 100% pasien yang diteliti dapat


melakukan pemasangan alat-alat seperti mengingat semua atau sebagian masa
ventilator, restrain, ETT, OPA dan rawat mereka di ICU. Meskipun banyak
semacamnya dapat menimbulkan pasien yang mengingat perasaan
kecemasan pada pasien, apabila pasien negatif, mereka juga dapat mengingat
sudah mulai tersadar. Kecemasan perasaan positif dan netral. Pengalaman
tersebut dapat meningkatkan tekanan negatif dapat dihubungkan dengan rasa
darah, nadi, pernafasan dan dapat takut, kecemasan dan gangguan tidur,
menurunkan kondisi pasien. Hal ini ketidaknyamanan.
dapat mengganggu jalannya pengobatan Hasil observasi tanggal 6 Juli
dan dapat menyebabkan kondisi pasien 2019 di ruang ICU Rumah Sakit Prof.
memburuk. Perasaan cemas ini muncul Dr. Margono Soekarjo didapatkan
ketika seseorang terlalu sebanyak 6 dari 11 pasien yang sudah
mengkhawatirkan kemungkinan mulai sadar, timbul perasaan cemas dan
peristiwa yang menakutkan yang terjadi menunjukkan tanda-tanda kecemasan,
di masa depan yang tidak biasa seperti meminta petugas agar segera
dikendalikan, dan jika itu terjadi akan keluar atau pindah dari ruang ICU,
dinilai sebagai sesuatu yang mengerikan muka tegang, suara meninggi/ingin
(Struart, 2006). menangis dan terlihat gelisah. Selain
Sering kali lingkungan intensif itu, pasien berusaha ingin melepaskan
memberikan kecemasan tersendiri alat-alat yang terpasang pada dirinya
kepada pasien, terutama pasien dengan seperti ETT, OPA, restrain dan lainnya.
tingkat kesadaran compos mentis atau Kecemasan pada pasien dapat
sadar penuh. Persepsi pasien yang menimbulkan peningkatan tekanan
dirawat di unit perawatan kritis dapat darah yang meningkat, perubahan
menandakan adanya ancaman terhadap pernafasan, dan perubahan fisiologis
kehidupan dan kesejahteraan pasien lainnya. Sehingga apabila stastus tanda-
yang dirawat di unit tersebut (Saragih & tanda vital tidak stabil, kondisi pasien
Suparmi, 2017). Terdapat tinjauan dari dapat memburuk. Hal tersebut
26 studi, Stein-Parbury & McKinley diperlukan penaganan pada pasien yang
(2008) dalam Saragih & Suparmi cemas di ruang ICU dengan tindakan
(2017) mencatat bahwa antara 30% mandiri perawat atau non-farmakologi

217
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

dalam menangani kecemasan, salah saturasi oksigen perifer di atas 90%


satunya yaitu pijat Swedia. Oleh karena dengan fraksi oksigen maksimum yang
itu, penulis tertarik untuk diinspirasi 50% disampaikan oleh terapi
mengimplementasikan pijat Swedia oksigen.
untuk menurunkan tingkat kecemasan Kelompok intervensi diberikan
dan kestabilan tanda-tanda vital pada perlakukan berupa pengkajian tingkat
pasien di ruang ICU Rumah Sakit Prof. kecemasan dengan kuisioner State
Dr. Margono Soekarjo. Anxiety Inventory (S-STAI) dengan 20
item pernyataan untuk pengecekkan
METODE
tingkat kecemasan pada responden,
Implementasi ini menggunakan
pencatatan hemodinamik (Tekanan
metode case study. Jumlah responden
Darah (TD), Nadi, Respiratori Rate
dalam implementasi yaitu 6 pasien,
(RR), Mean Arterial Pressure (MAP)
yang terbagi menjadi 2 yaitu kelompok
dan SPO2) sebelum dilakukan
intervensi 3 responden dan kelompok
intervensi, kemudian dilakukan head up
kontrol 3 responden. Waktu
30o, dan diberikan terapi pijat swedia
implementasi ini dimulai pada tanggal
pada bagian tulang panjang di kaki,
15 Juli 2019 sampai 21 Juli 2019 yang
tangan dan otot trapezius, dengan durasi
bertempat di Ruang ICU Rumah Sakit
20-30 menit (Da Silva et al, 2017).
Prof. Dr. Margono Soekarjo. Adapun
Cara terapi pijat Swedia sebagai
kriteria pasien yang dilakukan
berikut: 1) Stroking (mengelus) yaitu
implementasi terapi pijat Swedia yaitu
gerakan maju mundur dari tangan
pasien yang berusia ≥18 tahun,
terapis dengan tekanan ringan. 2)
kesadaran kompos mentis dengan GCS
Effleurage (mengusap) yaitu gerakan ke
15, dan hemodimik stabil dengan detak
belakang dan ke depan tangan terapis
jantung (SDM) antara 60 dan 120
dengan tekanan sedang. 3) Kneading
denyut per menit tanpa obat vasoaktif
(memijat/menguleni) yaitu kompresi
atau dengan dosis rendah dan
jaringan lunak menggunakan satu ibu
mengurangi. Sistol antara 80-140
jari tangan terhadap jari tangan lainnya,
mmHg, dan diastol antara 50-100
secara bergantian. 4) Effleurage, dan 5)
mmHg. Adapun laju pernapasan (RR)
Stroking. Setelah dilakukan intervensi,
antara 12 dan 35 napas per menit,

218
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

hemodinamik (TD, MAP, Nadi, RR HASIL


dan SPO2) dan tingkat kecemasan
Hasil dari implementasi
degan STAI, maka pasien di evalusi
didapatkan karakteristik responden
setelah 30 menit pemberian perlakuan
pada kelompok intervensi dengan
(Da Silva et al, 2017).
berjenis kelamin dua laki-laki dan satu
Adapun kelompok kontrol
perempuan, selain itu usia pada
diberikan terapi dengan posisi head up
kelompok intervensi masuk kedalam
30o, serta dikaji tingkat kecemasan,
golongan dewasa pertengahan dan
pencatatan hemodinamik. Kemudian
akhir. Adapun karakteristik kelompok
setalah 30 menit dilakukan pengkajian
kontrol dimana responden berjenis
tingkat kecemasan dan pencatatan
kelamin dua laki-laki dan satu
hemodinamik (TD, Nadi, RR, MAP
perempuan. Selain itu, usia pada
dan SPO2) pasien. Sehingga pasien
kelompok kontrol berada pada usia
mendapatkan posisi yang nyaman dan
dewasa awal, pertengahan dan lansia.
mengetahui tingkat kecemasan dan
status hemodinamiknya.

Tabel 1. Karakteristik Kelompok Intervensi

Karakteristik Frekuensi Persentase


Jenis kelamin
Laki-laki 2 66,6 %
Perempuan 1 33,3 %
Usia
38 tahun 1 33,3 %
51 tahun 1 33,3 %
60 tahun 1 33,3 %

Tabel 2. Karakteristik Kelompok Kontrol

Karakteristik Frekuensi Presentase


Jenis kelamin
Laki-laki 2 66,6 %
Perempuan 1 33,3 %

Usia
23 tahun 1 33,3 %
42 tahun 1 33,3 %
73 tahun 1 33,3 %

219
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Hasil Tabel 3 didapatkan bahwa cukup menjadi sedikit cemas. Adapun,


terdapat perubahan tingkat kecemasan untuk kelompok kontrol juga terdapat
yang signifikan pada pasien yang telah perubahan, tetapi tidak begitu
diberikan intervensi dibandingkan signifikan dari yang sebelum dilakukan
kelompok kontrol. Selain itu, seluruh posisi head up 30o. Walaupun begitu
kelompok intervensi mengalami kelompok kontrol hanya turun pada
perubahan dari tingkat kecemasan yang score penilaian, tetapi tidak turun
dalam kategorinya.

Tabel 3. Hasil Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Implementasi


No Kelompok Tingkat kecemasan Tingkat kecemasan
pre-intervensi post-intervensi

1. Intervensi
Tn. C 59 (cukup cemas) 39 (sedikit cemas)
Ny. S 54 (cukup cemas) 39 (sedikit cemas)
Tn. R 58 (cukup cemas) 42 (sedikit cemas)

2. Kontrol
Tn. ST 63 (cukup cemas) 41 (sedikit cemas)
Ny. D 60 (cukup cemas) 56 (cukup cemas)
Sdr. SD 60 (cukup cemas) 54 (cukup cemas)

Hasil dari Tabel 4 menunjukkan Hasil Tabel 4 terlihat adanya


adanya perubahan tekanan darah, perubahan MAP yang lebih stabil pada
tekanan darah pada kelompok kelompok intervensi dan adanya
intervensi menujukkan kestabilan penurunan MAP pada kelompok
setelah diberikan pijat Swedia kontrol. Sedangkan MAP normal yaitu
dibandingkan dengan kelompok 70-100 mmHg. Selain itu, nadi pada
kontrol. Terdapat tekanan darah yang kelompok intervensi menjadi lebih
tinggi seperti 147/93 mmHg dan satbil diantara rentang 60-100x/menit,
158/101 mmHg turun atau stabil, tetapi untuk nadi kelompok kontrol
menjadi 123/78 mmHg dan 152/116 terlihat lebih menurun, walaupun masih
mmHg. Selain itu, tekanan darah yang dalam batas normal. Hasil tabel terkait
94/49 mmHg menjadi 101/58 mmHg, pernafasan pada kelompok intervensi
naik tetapi tetap stabil. Sedangkan masih tetap stabil antara 12-24x/menit.
tekanan darah pada kelompok kontrol Kelompok kontrol pun pernafasannya

220
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

semakin meningkat atau turun dan masih tetap stabil.


tidak menuju angka stabil.

Tabel 4. Hasil Status Hemodinamik Sebelum dan Sesudah Implementasi


No Kelompok Status hemodinamik Status hemodinamik
pre-intervensi post-intervensi

TD MAP N RR TD MAP N RR
1. Intervensi
- Tn. C 94/49 57 114 20 101/58 62 108 20

- Ny. S 147/93 99 67 17 123/78 84 73 17


- Tn. R 158/101 106 68 17 152/116 123 81 15
2. Kontrol
- Tn. ST 100/65 75 106 15 124/84 94 80 16

- Ny. D 148/95 115 70 24 156/92 116 69 23


- Sdr. SD 100/44 68 75 11 96/36 71 63 12

PEMBAHASAN pemulihan dari ketegangan otot


Pijat Swedia mempengaruhi tingkat (kelelahan), meningkatkan sirkulasi
kecemasan darah tanpa meningkatkan beban kerja
Kecemasan merupakan bentuk jantung (Ken Gray, 2009). Pijat Swedia
respon fisiologis manusia saat berada ini merupakan sarana untuk
dalam suatu ancaman atau kesulitan, merelaksasikan otot, dan menurunkan
hal tersebut dapat teratasi dengan dalam memproduksi hormon
berbagai intervensi, salah satunya norepineprin. Selain itu, hormon
dengan non-farmakologi yaitu pijat endorphin akan muncul untuk memicu
Swedia. Pijat Swedia adalah timbulnya nyaman dan rileks pada
manipulasi dari jaringan tubuh dengan pasien (Hermawan, 2015).
teknik khusus dengan mempersingkat
waktu

221
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Adapun menurut Kondisi Olney berenergi. Regulasi sistem parasimpatis


(2005) dalam Sukmawati, Pebriani & ini akhirnya menimbulkan efek
Setiawan (2018) menyatakan bahwa ketenangan (Sukmawati, Pebriani &
pemijatan Swedia akan memunculkan Setiawan, 2018).
rasa relaksasi. Relaksasi mempunyai Pijat Swedia mempengaruhi Tanda-
efek sensasi menenangkan pada anggota tanda Vital
tubuh, ringan dan merasa kehangatan Pasien dengan post operasi akan
yang menyebar ke seluruh tubuh. menimbulkan kecemasan pada dirinya,
Perubahan-perubahan yang terjadi sehingga dapat mempengaruhi
selama pemijatan maupun setelah hemodinamic. Seperti peningkatan
relaksasi mempengaruhi kerja saraf tekanan darah, nadi, RR dan MAP. Oleh
otonom. Respon emosi dan efek karena itu, untuk mengurangi
menenangkan yang ditimbulkan oleh ketidakstabilan hemodinamik, pijat
relaksasi ini mengubah fisiologi Swedia merupakan salah satu solusi
dominan simpatis menjadi dominan dalam menstabilkan hemodinamik.
sistem parasimpatis. Dalam keadaan ini, Ketika pasien dilakukan pijat Swedia,
hipersekresi katekolamin dan kortisol pasien akan merasa rileks sehingga akan
diturunkan dan meningkatkan hormon mempengaruhi system saraf otonom
parasimpatis serta neurotransmitter yaitu system saraf simpatis dan saraf
seperti DHEA ( parasimpatis (Sinurat, 2019).
Dehidroepinandrosteron ) dan dopamine Stimulasi pada system saraf
atau endorfin. otonom akan merangsang kelenjar
Hormon endorfin adalah adrenal untuk melepaskan hormon
senyawa kimia yang membuat aldosteron, dimana hormon aldosteron
seseorang merasa senang. Endorfin akan memicu pembuluh darah untuk
diproduksi oleh kelenjar pituitary yang bervasodilatasi, sehingga tekanan darah
terletak di bagian bawah otak. Hormon akan menurun. Adapun rangsangan
ini bertindak seperti morphine, bahkan pada syaraf parasimpatis yang akan
dikatakan 200 kali lebih besar dari memunculkan hormon endhorfin dan
morphine. Endorfin atau Endorphine pelepasan norepinefrin yang akan
mampu menimbulkan perasaan senang menurunkan laju nadi dan pernafasan,
dan nyaman hingga membuat seseorang

222
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

sehingga status hemodinamik menjadi DAFTAR PUSTAKA


lebih stabil (Adawiyah, 2017). Adawiyah, R., 2017, Pengaruh Terapi
Pijat Swedia Terhadap Perubahan
KESIMPULAN DAN SARAN Tekanan Darah Pada Pasien
Lansia Dengan Hipertensi Di
Kesimpulan
Balai Sosial Lanjut Usia
Pijat Swedia mampu “Mandalika” NTB, PrimA, Jurnal
Ilmiah Ilmu Kesehatan, 3(1).
menurunkan tingkat kecemasan dan
menstabilkan hemodinamik pada pasien Da Silva, T. A., Schujmann, D. S., da
Silveira, L. T. Y., Caromano, F.
di ICU, dikarenakan pijat Swedia ini A., & Fu, C., 2017, Effect of
merupakan refleksi pada tubuh untuk therapeutic Swedish massage on
anxiety level and vital signs of
merangsang syaraf parasimpatis untuk Intensive Care Unit patients,
mengeluarkan hormon endhorphin. Journal of bodywork and
movement therapies, 21(3), 565-
Sehingga tubuh jauh lebih rileks dan 568.
tanda-tanda vital pun akan ikut stabil Hermawan, S., 2015, Perbandingan
saat dalam kondisi tersebut. Pengaruh Sport Massage Dan
Swedish Massage Terhadap
Perubahan Denyut Nadi dan
Saran Frekuensi Pernafasan,Yogyakarta,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Praktek mandiri perawat
Ken Gray., 2009, Swedis massage,
merupakan hal yang harus dimiliki Amerika, Emperior.
salah satunya pijat Swedia, selain Rab, T., 2007, Agenda Gawat Darurat
karena ICU merupakan ranah abu-abu Jilid 1, Bandung, PT Alumni
Bandung.
dan jarangnya perawat
Saragih, D., & Suparmi, Y., 2017,
mengimplementasikan tindakan perawat
Faktor-Faktor yang
mandiri untuk mengurangi kecemasan Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan Pasien yang Dirawat
dan menstabilkan status hemodinamik
di Ruang ICU/ICCU RS Husada
pasien. Oleh karena itu, pijat Swedia ini Jakarta, Jurnal Ilmu Kesehatan
Kosala, 5(1).
dapat menjadi sarana perawat untuk
Sinurat, L. R., 2019, LRSPengaruh
mengurangi kecemasan dan
Swedish Massage Terhadap
menstabilkan status hemodinamik Perubahan Tekanan Darah, Heart
Rate Dan Tingkat Stres Di
pasien di ruang ICU.
Puskesmas Helvetia Meda,
Jurkessutra (Jurnal Kesehatan
Surya Nusantara), 7(1),

223
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Stuart, G. W., 2006, Buku Saku tingkat kecemasan Lansia di Balai


Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa: Pelayanan Sosial Tresna Wredha
Ramona P. Kapoh & Egi Komara (BPSTW) Unit Budi Luhur
Yudha, Jakarta, EGC. Yogyakarta, Jurnal Ners dan
Kebidanan (Journal of Ners and
Sukmawati, A. S., Pebriani, E., & Midwifery), 5(2), 117-122.
Setiawan, A. A., 2018, Terapi
Swedish Massage menurunkan

224

You might also like