Professional Documents
Culture Documents
500-Article Text-892-1-10-20181105
500-Article Text-892-1-10-20181105
1,2,3)
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Manado
Email : desmonk80@gmail.com
ABSTRAC
Chikungunya is a re-emerging disease or old disease then spread again. Chikungunya fever is a type of fever is
caused by a virus family Togaviridae, genus alfavirus transmitted by the bite of the mosquito Aedes aegypti.
This disease tends to cause extraordinary events in a region. To obtain the certainty of an Extraordinary
suspected Chikungunya, deployment cases and ways of prevention / mitigation in Sub Talawaan, the team from
the Provincial Health Office of North Sulawesi and North Minahasa district health office immediately
investigate further. Investigating aim is to ensure that there is an Extraordinary and causes of the disease and
find a picture of the epidemiology of the disease in the Village District Mapanget Talawaan North Minahasa
regency. The results of investigation of an Extraordinary chikungunya fever in the Village of North Minahasa
regency Talawaan the clinical outbreak of 211 cases of patients, the majority of patients who have a fever as
much as 73, 93%, 72.04% joint pain, no bleeding 46.92%, clinical symptoms the least is the rash / rash 28.44%
index case occurred on day-1, with an increase in cases occurred on day 14 and the top of the case on day-16
with the number of cases by 29. Attack Rate (AR) Extraordinary Events Talawan Chikungunya in the District of
North Minahasa district is 50.90 / 1,000 population. Risk factors for the occurrence of an Extraordinary
Chikungunya in the District of North Minahasa regency Talawaan the discovery of vector larvae causes
chikungunya, chikungunya community knowledge is low, behavior and attitudes towards environmental
sanitation is lacking, urban sprawl and high transport from the sub Talawaan to Manado or on the contrary, the
sensitivity of surveillance officers and Health Center of North Minahasa District Health Office is still low, the
lack of early warning systems-an Extraordinary and monitoring of the local area, the ineffectiveness of
surveillance networks and the lack of coordination across sectors.
LATAR BELAKANG
Chikungunya adalah re-emerging disease atau penyakit lama yang kemudian merebak
kembali. Demam chikungunya ini ialah sejenis demam yang diakibatkan oleh virus keluarga
Togaviridae, genus alfavirus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti . Penyakit
ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa pada sebuah wilayah.
Gejala utamanya adalah demam mendadak, nyeri pada persendian dan ruam
makulopapuler (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit yang kadang-kadang disertai
dengan gatal. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil,
kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, dan
muntah. Meski gejalanya mirip dengan DBD, namun pada chikungunya tidak terjadi
perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian. Masa inkubasinya dua sampai empat
hari, sementara manifestasinya tiga sampai sepuluh har. Akibat yang ditimbulkan demam
chikungunya cukup merugikan, apalagi jika sampai penderita mengalami kelumpuhan dan
368
C. Penyebab
Demam Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV). CHIKV
termasuk Arbovirus famili Togaviridae genus Alpha virus, dengan perantaraan nyamuk
Aedes.
D. Gejala dan Tanda
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam
diikuti dengan linu di persendian. Bahkan karena salah satu gejala yang khas adalah
timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang ada yang
menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan
juga penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus
Chikungunya. Penyakit ini tidak sampai menyebabkan kematian. Nyeri pada persendian
tidak akan menyebabkan kelumpuhan. Setelah lewat lima hari demam akan berangsur-
angsur redah, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan
penderitanya akan sembuh seperti semula. Penderita dalam beberapa waktu kemudian
bias menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala.
Meskipun dalam beberapa kasus kadang rasa nyeri masi teringgal selama berhari-
hari sampai berbulan-bulan. Biasanya kondisi demikian terjadi pada penderita yang
sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri tulang dan otot
Komplikasi: Perbedaan utama dengan penyakit demam berdarah adalah soal
kefatalannya yang menyebabkan kematian. Penyakit demam Chikungunya adalah
penyakit yang jarang menyebabkan kematian. Perbedaan lain adalah demam
Chikungunya bisa menginfeksi seluruh anggota keluarga.
Serangan demam Chikungunya mendadak dengan masa demam lebih pendek, suhu
lebih tinggi, dan hampir selalu disertai bintik-bintik kemerahan, mata merah, dan lebih
sering dijumpai nyeri sendi (bukan kelumpuhan). Pada demam Chikungunya hampir tidak
pernah terjadi perdarahan organ dalam seperti pada saluran cerna atau pun syok karena
perdarahan. Persamaannya adalah uji tourniquet bisa positif, dan timbul bintik-bintik
perdarahan, serta mimisan.
E. Patofisiologi
Demam Chikungunya mempunyai masa inkubasi (periode sejak digigit nyamuk
pembawa virus hingga menimbulkan gejala) sekitar 2 hingga 4 hari. Setelah masa
370
inkubasi tersebut, gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala penyakit Demam
Berdarah yaitu demam tinggi (39-400C), menggigil dan sakit kepala.
F. Diagnosa
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologic antara lain uji
hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Pemeriksaan
serologis ini hanya bermanfaat digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan
penelitian, tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari.
G. Pengobatan
Demam Chikungunya termasuk Self Limiting Disease atau penyakit yang sembuh
dengan sendirinya. Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan
yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakit, seperti
obat menghilangkan gejala penyakit, seperti obat penghilang rasa sakit atau demam
seperti golongan parasetamol. Sebaiknya dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal.
Antibiotoka tidak diperbolehkan pada kasus ini penggunaan antibiotika dengan
pertimbangan dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat. Untuk
memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup
karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak
mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.
Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk
penangnagan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak
protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang
bagus dan istirahat yang cukup bias mempercepat penyenbuhan penyakit. Minum banyak
juga disarkan untuk menagatasi kebutuhan cairan yang menigkat saat terjadi demam.
H. Pencegahan
Cara menghindari penyakit ini adalah membasmi yamuk pembawa virusnya.
Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak digengan air bersih seperti bak mandi,
vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.
Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang
menggantung seperti baju-baju yang ada dibelakang pintu kamar, selain itu nyamuk ini
juga menyenangi tempat yang gelap dan pengab. Mengingat penyebab penyakit ini
adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah
371
Faktor eksternal merupakan faktor yang dating dari luar tubuh manusia. Faktor ini
tidak menudah di kontrol karena berhubungan dengan pengetahuan, lingkungan dan
perilaku manusia baik di tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja.
Faktor yang memudahkan seseoarang menderita Chikungunya dapat dilihat dari
kondisi berbagai tempat berkembangbiaknya nyamuk seperti di tempat penampungan
air, karena kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk untuk hidup dan
berkembangbiak.
Peran faktor lingkungan dan perilaku terhadap penularan Chikungunya, antara lain :
a) Keberadaan jentik pada kontainer
Keberadaan jentik pada kontainer dapat di lihat dari letak, macam, bahan, warna,
bentuk volume dan penutup container serta asal air yang tersimpan dalam
kontainer sangat mempengaruhi nyamuk Aedes aegypti betina untuk menentukan
pilihan tempat bertelurnya. Keberadaan kontainer sangat berperan dalam
kepadatan vector nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin
banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes.
Semakin banyak populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko
terinfeksi virus Chikungunya dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga
jumlah kasus penyakit Chikungunya cepat meningkat yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya KLB
b) Kepadatan Vektor
Kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan menggunkan parameter
ABJ. Hal ini nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes terhadap daerah
yang terjadi kasus KLB. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan
vektor akan meningkatkan risiko penulatan.
c) Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit Chikungunya
Pengetahuan merupakan hasil proses keinginan untuk mengerti, dan ini terjadi
setelah seseoarang melakukan penginderaan terutama indera pendengaran dan
penglihatan terhadap obyek tertentu yang menarik perhatian terhadap stimulus
atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, sedangkan tindakan nyata
seseoarang yang belum terwujud (overt behavior). Pengetahuan itu sendiri di
pengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan akan
373
yang masih berlanjut tanggal 25 Juni 2010 dicatat jumlah kasus 88 orang. Sehingga
jumlah kasus sampai dengan tanggal 29 Juni 2010 adalah 211 kasus. Pada saat
penyelidikan, beberapa diantara penderita telah sembuh (65%). Berdasarkan hasil
wawancara dengan penderita, umunya mereka berobat ke wilayah Manado sehingga
tidak didapatkan data tentang Chikungunya di Puskesmas Talawaan dalam kurun
waktu ± 4 – 5 tahun terakhir. Dalam investigasi dilakukan juga pengambilan sampel
darah sebanyak 8 sampel guna konfirmasi laboratorium yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosis pasti terhadap suspek KLB Chikungunya.
Adapun gejala klinis yang di alami oleh penderita disajikan pada Tabel 1 di
bawah ini:
Tabel 1. Frekuensi gejala klinis 211 kasus KLB Chikungunya di Kecamatan Talawaan Kab.
Minahasa Utara
Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase gejala klinis terbanyak adalah Demam yaitu
73,93 %, nyeri sendi 72,04 % dan persentase gejala klinis yang sedikit adalah ruam/rash
28,44 %.
2. Pola epidemiologis
a. Deskripsi KLB menurut variabel waktu
Deskripsi KLB menurut waktu memberi gambaran kapan KLB chikungunya terjadi
(index case). Gambaran tersebut disajikan pada kurva epidemik berikut:
375
minggu Epidemiologi
Dari kurva epidemik diatas terlihat bahwa index case terjadi pada hari ke-1, dengan peningkatan
kasus terjadi pada hari ke- 14 dan puncak kasus pada hari ke- 16 dengan jumlah kasus 29.
b. Deskripsi KLB menurut variabel tempat
Berdasarkan kurva epidemik diatas terlihat bahwa cara penularan bersumber dari satu
sumber (point common source). Kasus chikungunya terdistribusi di 2 (dua) desa yaitu Desa
Mapanget dengan jumlah kasus 196 orang dan Desa Kolongan dengan jumlah kasus 15 orang.
c. Deskripsi KLB menurut variabel orang
Distribusi kasus menurut golongan umur disajikan pada grafik berikut:
Tabel 2. Distribusi kasus KLB Chikungunya menurut golongan umur di Kec.Talawan Kab.
Minahasa Utara
wilayah lain. Hasil observasi terhadap tempat perindukan vector ditemukan adanya jentik
nyamuk penyebab Chikungunya.
B. Analisis Hasil Penyelidikan Epidemiolgi
Untuk menegakkan diagnosis pasti penyebab KLB Chikungunya di Kec. Talawaan Kab.
Minahasa Utara diperlukan hasil konfirmasi laboratorium terhadap spesimen darah yang diambil
pada saat penyelidikan epidemiologi.
Dengan demikian diagnosis dugaan telah terjadi KLB Chikungunya di Kec. Talawaan Kab.
Minahasa Utara ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dialami oleh penderita dan
ditemukanya vektor penyebab chikungunya.
Dari kurva epidemik diatas dapat diketahui identifikasi paparan yaitu bahwa puncak kasus
terjadi pada minggu ke-26, dengan index case (kasus awal) terjadi pada minggu ke-12 dan waktu
paparan terjadi mulai minggu ke 12 s/d minggu ke-32 KLB dinyatakan berakhir. Dengan melihat
gambaran gejala klinis dan sesuai defenisi kasus chikungunya, maka dapat dinyatakan bahwa telah
terjadi KLB chikungunya di Kecamatan Talawaan Kab. Minahasa Utara. Jika index case dikaitkan
dengan tanggal laporan adanya Chikungunya yang diterima Seksi Surveilans Balai Data,
Surveilans & SIK, maka dapat dinyatakan bahwa laporan adanya kasus Chikungunya sangat
terlambat. Hal tersebut dapat diakibatkan karena sensitifitas petugas surveilans masih rendah
(lemahnya SKD-KLB dan Pemantauan Wilayah Setempat - PWS), pengetahuan masyarakat
tentang Chikungunya masih rendah dan koordinasi lintas sektor sangat lemah serta jejaring
surveilans tidak berjalan baik diwilayah Kab. Minahasa Utara maupun dengan batas wilayah
kab/kota tetangga.
Distribusi penularan kasus Chikungunya di Kec. Talawaan Kab. Minahasa Utara
mempunyai hubungan epidemiologi dengan kejadian kasus Chikungunya yang terjadi di Kec.
Mapanget Kota Manado pada bulan Mei 2010, dimana hasil konfirmasi laboratorium terhadap 4
(empat) sampel darah yang diperiksa 1 (satu) diantaranya positif. Seperti disebutkan diatas bahwa
letak geografis Kec.Talawaan yang berbatasan dengan Kec. Mapanget Kota Manado berpengaruh
terhadap mobilisasi penduduk dan transportasi, karena distribusi penularan penyakit menular
secara epidemiologi tidak dapat dibatasi oleh batas wilayah. Kondisi tersebut diperkuat dengan
adanya breeding places dan ditemukannya vektor penyebab Chikungunya di wilayah
Kec.Talawaan.
Sesuai dengan teori bahwa demam Chikungunya bisa menginfeksi seluruh anggota keluarga
dalam satu rumah, kondisi tersebut sama seperti yang dialami oleh masyarakat di Kec.Talawaan.
Gambaran ini dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa kejadian Chikungunya di Kec.Talawaan
menginfeksi seluruh kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa.
377
Faktor risiko lainya yang berpengaruh terhadap KLB Chikungunya di Kec. Talawaan Kab.
Minahasa Utara adalah perilaku dan sikap masyarakat terhadap sanitasi lingkungan masih kurang.
Berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium yang diterima tanggal 30 Juni 2010 bahwa dari 8
(delapan) sampel darah yang diperiksa 5 (lima) diantaranya positif Chikungunya. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa telah terjadi KLB Chikungunya di Kec.Talawan Kab.
Minahasa Utara dengan waktu paparan dari minggu ke-12 s/d minggu ke 32 KLB dinyatakan
berakhir.
KLB akan dinyatakan berakhir apabila dalam waktu 2 (dua) kali masa inkubasi chikungunya
dari kasus terakhir ditemukan tidak ada tambahan kasus lagi.
C. Tindakan Yang Telah Dilakukan
Tindakan penanggulangan yang telah dilakukan oleh tim dari Balai Pusat Data dan Surveilans
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dan Dinas yaitu Kesehatan Kab. Minahasa Utara yaitu :
1. Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara pencegahan dan penanggulangan penyakit
Chikungunya
2. Pengobatan bagi penderita yang masih sementara sakit.
3. Fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa
KESIMPULAN
Dari hasil investigasi terhadap KLB Chikungunya di Desa Takawaan Kecamatan Talawaan Kaupaten.
Minahasa Utara dapat diambil kesimpulan sebagai beirikut :
1. Telah terjadi KLB KLB Chikungunya dengan jumlah kasus 157 orang dan Attack Rate = 50,90 /
1000 penduduk.
2. Faktor risiko terjadinya KLB Chikungunya di Kec. Talawaan Kab. Minahasa Utara yaitu
ditemukannya jentik vektor penyebab Chikungunya, pengetahuan masyarakat tentang
chikungunya masih rendah, perilaku dan sikap masyarakat terhadap sanitasi lingkungan masih
kurang, mobilisasi penduduk dan transportasi yang tinggi dari wilayah Kec.Talawaan ke Manado
atau sebalikknya, sensitivitas petugas surveilans Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kab.
Minahasa Utara masih rendah, lemahnya SKD-KLB dan PWS, tidak berjalannya jejaring
surveilans dan lemahnya koordinasi lintas sektor.
SARAN
a. Melaksanakan dan meningkatkan penyuluhan tentang penyakit menular potensial KLB kepada
masyarakat secara umum maupun kelompok anak sekolah berikut cara-cara pencegahan dan
penanggulngannya.
b. Meningkatkan pelaksanaan PSN baik dimasyarakat, sekolah-sekolah maupun tempat-tempat
umum.
c. Melaksanakan surveilans vektor secara berkala.
d. Memperkuat jejaring surveilans epidemiologi
378
e. Melakukan analisis epidemiologi deskriptif terhadap laporan penyakit potensial KLB guna
menegakkan SKD – KLB.dan melaksanakan PWS
f. Mengevaluasi keberhasilan penanggulangan penyakit menular yang telah dilaksanakan.
g. Melaksanakan fogging/ pengasapan
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. 2004; Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
Jakarta: Ditjen PPM & PL Depkes RI.
2. Hendro R, Rahardjo E, Maha M.S, Saragih J.M. 2005; Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya di
Desa Harja Mekar dan Pabayuran Kabupaten bekasi Tahun 2003. Balitbangkes Depkes RI. Cermin Dunia
Kedokteran 2005; 148: 40-42.
3. Anonym.2007; Hindari Nyamuk Pembawa Chikungunya (artikel elektronik). http://www.pikiran-rakyat.com. 10
Maret 2007.
4. Judarwanto W. 2007; Penatalaksanaan Demam Chikungunya. http://www.mail-archive.com. 10 Maret 2007.
5. Balai Surveilans dan Pusat Data Sistem Informasi Kesehatan, 2010 Laporan Penanggulangan KLB
Chikungunya di Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara Juni 2010. Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara, Manado
6. Yergolkar, et. al. 2006; Chikungunya Outbreaks Caused by African Genotype, India. Emerg Infect Dis (on line)
http://www.cdc.gov/ncidod. 2006.
7. Heriyanto B, dkk. 2005; Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia Tahun 2001-2003,
Cermin Dunia Kedokteran Balitbangkes Depkes RI; 148: 37-39.
8. Mohan A. Chikungunya Fever, 2006; Clinical Manifestations & Management. Indian Journal Medical Research
124, November 2006 ; 471-474