You are on page 1of 6

Jurnal Analogi Hukum, 3 (1) (2021), 90–95

Jurnal Analogi Hukum


Journal Homepage: https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum

Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial


(Cyberbullying)
Ni Nyoman Ayu Pramita Dewi*, Simon Nahak dan I Made Minggu Widyantara

Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali, Indonesia

*ayupramita@gmail.com
How To Cite:
Dewi, N. N. A. P., Nahak, S., & Widyantara, I. M. M. (2021). Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial (Cyberbullying).
Jurnal Analogi Hukum. 3(1). 90-95. Doi: https://doi.org/10.22225/ah.3.1.3022.90-95

Abstract—The problem faced by law enforcers to ensnare suspected Cyberbullying crimes is proof of the
defendant's mistake. Electronic evidence is not recognized as valid evidence in the Criminal Procedure Code,
but in practice electronic evidence is acknowledged as valid. The formulation of this research problem is: (1)
How is the handling of mayantara crime (Cyberbullying) based on UU.RI.No 11 of 2008 concerning ITE (2)
How is the proof of the crime of mayantara in accordance with applicable law in Indonesia? This writing uses
a normative approach with the method of law approach, conceptual approach and case approach. The results
show that: (1) Cyberbullying is a new type of crime with electronic means and in Indonesia itself is included in
the category of defamation. The legal certainty of Cyberbullying is in article 27 paragraph (3) not in the
provisions of article 310 of the Criminal Code based on the Constitutional Court Decision No. 50 / PUU-VI /
2008, Decision of the Constitutional Court No50-PUU-VI / 2008 confirms a Legal Certainty on Cyberbullying
provisions. (2) in the system of proof of criminal acts of Cyberbullying which is still guided by the Criminal
Procedure Code which in this case has not recognized electronic evidence as a legitimate evidence, but the use
of electronic evidence as legal evidence is still used in some judicial practices, in special laws so the creation
of material truth.
Keywords: Cyberbullying; Proof; Electronic Evidence Tools.

Abstrak—Permasalahan yang dihadapi penegak hukum untuk menjerat tersangka tindak pidana
Cyberbullying adalah pembuktian tentang kesalahan terdakwa. Bukti elektronik tidak diakui sebagai alat bukti
yang sah dalam KUHAP, namun dalam prakteknya bukti elektronik diakui kesahannya.Rumusan masalah
penelitian ini adalah: (1)Bagaimana penanganan Tindak kejahatan mayantara (Cyberbullying)berdasarkan
UU.RI.No 11 Tahun 2008 tentang ITE (2) Bagaimanakah pembuktian tindak pidana kejahatan mayantara
sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia? Penulisan ini menggunakan pendekatan normatif dengan
metode pendekatan undang-undangan,pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Hasil menunjukkan
bahwa: (1) Cyberbullying merupakan kejahatan jenis baru dengan sarana elektronik dan di Indonesia sendiri di
masukkan kedalam kategori pencemaran nama baik. Kepastian hukum Cyberbullying ada dalam pasal 27 ayat
(3) bukan pada ketentuan pasal 310 KUHP ini berdasarkan Putusan MK.No.50/PUU-VI/2008, Putusan
Mahkamah Konstitusi No50-PUU-VI/2008 mempertegas sebuah Kepastian Hukum terhadap ketentuan
Cyberbullying. (2) dalam sistem pembuktian tindak pidana Cyberbullying yang masih berpedoman pada
KUHAP yang dalam hal ini belum mengakui bukti elektronik sebagai alat ukti yang sah, namun penggunaaan
bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah masih digunakan dalam beberapa praktik peradilan, di undang-
undang khusus agar terciptanya kebenaran secara materiil.
Kata Kunci: Cyberbullying; Pembuktian; Alat Bukti Elektronik.

1. Pendahuluan terlebih lagi dengan munculnya internet yang


memberikan banyak manfaat bagi manusia.
Munculnya teknologi informasi dan
komuniasi yang kian berkembang, membuat Salah satu aplikasi dari internet yang
kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses sering kita jumpai adalah media sosial seperti
segala informasi, dan komunikasi baik antar instagram, facebook, twitter, path, munculnya
lokal maupun interlokal menjadi sangat mudah,
Jurnal Analogi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2021. CC-BY-SA 4.0 License
90
Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial (Cyberbullying)

media sosial dikalagan remaja tidak hanya Tidak sedikit dari tindakan cyber bullying yang
memberikan dampak positif, melainkan dengan menelan korban. Sehingga dengan alasan
muncunya media sosial ini memberikan tersebut maka sangat perlu pengaturan lebih
dampak negatif, yaitu bullying. Bullying adalah lengkap dan lebih tegas tindak pidana cyber
tindak kekerasan yang dilakukan melalui media bullying ini.
elektronik yang menyerang fisik seseorang
dengan maksud mencemarkan nama orang Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut yang biasa disebut Cyberbullying yang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
dilakukan orang satu orang atau seelompok permasalahan sebagai berikut:
orang yang dilakukan melalui media elektronik  Bagaimana penanganan kejahatan mayantara
sehingga dapat di akses oleh umum,bersifat (Cyberbullying) berdasarkan UU.No 11
menyerang dengan terus menerus kepada Tahun 2008 tentang ITE?
korban, Cyberbullying dalam hukum di
Indonesia masuk ke dalam Pencemaran nama  Bagaimana tata cara pembuktian tindak
baik, Cyberbullying ini jauh lebih parah dari kejahatan mayantara berdasarkan hukum
pem-bullyian secara fisik atau manual (tanpa yang berlaku di Indonesia?
bantuan media elektronik).
Penelitian ini bertujuan untuk :
Cyberbullying dapat menjadi masalah
yang sangat komplek,Cyberbullying dapat  Untuk memahami lebih dalam mengenai
menyebabkan si korban merasa terpuruk, malu, pengaturan tindak pidana kejahatan
dikucilkan, mengurung diri, stress dan depresi. mayantara (Cyberbullying) di Indonesia
Melihat fakta hukum, dampak perkembangan
teknologi yang disalahgunakan sebagai sarana  Untuk memahi tata cara pembuktian tindak
kejahatan membuat Cyberbullying perlu pidana kejahatan mayantara (Cyberbullying)
mendapatkan perhatian khusus terutama di Indonesia
ketegasan dalam penerapan sanksi pidana dan 2. Metode
pembuktiannya.maka dari itu, mengingat
pembuktian tindak pidana Cyberbullying cukup Jenis penelitian yang digunakan dalam
sulit dilakukan yang kerapkali dimanfaatkan penelitian ini adalah jenis penelitian hukum
oleh pelaku untuk lepas dari proses normatif yaitu dengan melakukan
pemidanaan. Maka dari ini penulis ingin pengkajiannya berdasarkan bahan-bahan hukum
meneliti dan membahas lebih jauh lagi masalah dari literatur dan merupakan suatu proses untuk
Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melalui menemukan aturan hukum,prinsip hukum,
Media Sosial (Cyberbullying). konsep hukum guna menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Sedangkan pendekatan masalah
Pada penelitian sebelumnya, (Sengkey, yang digunakan secara yuridis yaitu dengan
2018) mengungkapkan Pengaturan Tindak meninjau peratiuran yang berhubungan dengan
Pidana Cyberbullying, Sebelum permasalahan.
diundangkannya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Sumber bahan hukum dalam penelitian
Elektronik terdapat beberapa ketentuan iniadalah:
perundang-undangan yang berhubungan dengan
pemanfaatan dan penyalahgunaan teknologi  Bahan hukum Primer, yaitu: bahan hukum
informasi yang diatur dalam KUHP dan yang berpusat peraturan UU yang berlaku di
beberapa undang-undang di luar KUHP, Namun Indonesia: UUD.R.I Tahun 1945, UU RI No
Kebijakan formulasi terhadap Tindak pidana 11 Tahun 2008 tentang ITE, UU No 8 Tahun
Cyberbullying baik dalam hal kriminalisasinya, 1981 Tentang KUHAP.Kitab Undang-
jenis sanksi pidana, perumusan sanksi pidana, Undang Hukum Pidana (KUHP), Putusan
subjek dan kualifikasi tindak pidana berbeda- Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-
beda dan sampai saat ini belum mengatur secara V/2008.
tegas dan jelas terhadap tindak pidana tersebut.
 Bahan Hukum Sekunderyaitu: bahan-bahan
Penelitian lainnya oleh (Minin, 2017)
mengungkapkan UU ITE hanya memuat unsur hukum yang diperoleh dari pengkajian
penghinaan dan pengancaman, padahal kepustakaan (Library Research), seperti:
tindakan cyber bullying lainnya juga kerap kali buku, jurnal-jurnal hukum, surat kabar,
terjadi dan menjadi langkah awal tindak pidana internet, dan pendapat para ahli.
lain. Dengan berkembangnya situs jejaring 3. Hasil dan Pembahasan
sosial maka hal tersebut akan memudahkan
pelaku cyber bullying melakukan tindakannya.

Jurnal Analogi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2021. CC-BY-SA 4.0 License


91
Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial (Cyberbullying)

Pengaturan Tindak Pidana Cyberbullying Seperti judicial review terhadap pasal 27 ayat
Berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun (3) UU.No 11 Tahun 2008 yang diajukan oleh
2008 seorang jurnalis yang merasa bahwa
kebebasannya dirampas oleh pemberlakuan
Jauh sebelum Cyberbullying diatur dalam pasal karet tersebut yang melatar belakangi
UU.No 11 Tahun 2008, pengaturannya ada keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi
dalam KUHP yaitu : No.50/PUU-VI/2008. Keseluruhan isi dari
Pasal 283 KUHP Undang-Undang dapat dibatalkan apabilah MK
merasa bahwa yang bertentangan adalah pasal
Dikaitkan dengan Cyberbullying karena utama yang menyangkut keseluruhan dari UU
dalam pasal ini terdapat hal penyebaran (Siahaan, 2011).
informasi yang melaggar kesusilaan, karena
adanya pengaturan juridiksi dari pasal 282 Berdasarkan hal tersebut diatas,
KUHP sehingga memnyebabkan ketentuan dari Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal
pasal ini menjadi sulit. 27 ayat (3) tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam UUD 1945, serta melihat perkembangan
Pasal 310-311 KUHP teknologi informasi dan komunikasi saat ini,
sangat dibutuhkan suatu peraturan khusus yang
Dalam ketentuan pasal 310 dan Pasal 311 sebagai lex specialis dari ketentuan umum yang
KUHP memiliki keterkaitan dengan tindak telah ada khususnya dalam hal tindak pidana
pidana Cyberbullying, karena pencemaran kejahatan mayantara dan mengenai
nama baik yang dimaksudkan dalam pasal ini konstutisionalitasnya pasal 27 ayat (3) tidak
dapat juga digunakan dalam hal tindak pidana bisa diragukan lagi.berdasarkan hal tersebut
pencemaran nama baik secara online. diatas dapat disimpulakn bahwa Cyberbullying
Pasal 335 KUHP secara tegas diatur dalam Pasal 27 ayat (3)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008.
Ketentuan dalam pasal ini dapat diaitkan
dengan tindak pidana Cyberbullying jika tindak
pidana tersebut dilakukan melalui internet Sistem Pembuktian Tindak Pidana
dalam hal pengancaman dan pemerasan via e- Cyberbullying Dalam Sistem Hukum Positif
mail. Di Indonesia

Hukum Pidana yang merupakan hukum Pembuktian merupakan hal yang penting
pada umumnya,yang tidak terlalu memiliki untuk menentukan benar atau tidaknya
perbedaan dengan hukum lain, yag berarti terdakwa melakukan kesalahan, mebuktikan
semua hukum memiliki beberapa ketentuan yaitu memberi atau menunjukkan sesuatu
yang harus ditaati. Tujuan dari hukum itu untuk sebagai kebenaran yang dilakukan oleh orang
menciptakan suatu pergaulan hidup yang menyaksikan, mekaksanakan,
dimasyarakat,guna terciptanya suatu keserasian, menandakan agar terciptanya suatu keyakinan
keselarasan, ketertiban dan kedamaian (Hiariej, 2012). Indonesia menganut sistem
(Lamintang & Lamintang, 2014). pembuktian berdasarkan UU. Pengaturan
mengenai alat bukti cybercrime diatur dalam
Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 KUHAP dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi ITE. Perbandingan bukti elektronik dalam
Elektronik mengatur ancaman pidana kejahatan KUHP dan UUNo.11 Tahun 2008 adalah:
Cyberbullying diatur dalam Pasal 27 ayat (3),
dan (4) ,Sedangkan ancaman pidana terhadap Tabel 1
pelaku tindak pidana Cyberbullying diatur pada Perbandingan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 1981 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
(Maskun, 2013).
Undang-Undang Nomor Undang-Undang
UU.RI.No 11 Tahun 2008 tentang ITE, 8 Tahun 1981 Nomor 11 Tahun 2008
diciptakan untuk melakukan hukuman bagi para
pelanggar atau pelaku kejahatan CyberCrime. Keterangan Saksi Keterangan saksi
Salah satu bentuk spesifik dari Cyber Crime
adalah Cyberbullying yang diatur dalam Pasal Keterangan Ahli 2. Keterangan Ahli
27 ayat (3) UU-ITE, Pencemaran nama baik 3. Surat Surat
dalam KUHP masuk dalam delik aduan, dimana
pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya 4. Petunjuk Petunjuk
harus melakukan pengaduan agar si pelaku
5. Keterangan Terdakwa -
dapat dijerat oleh hukum yang mengatur.
Jurnal Analogi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2021. CC-BY-SA 4.0 License
92
Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial (Cyberbullying)

Petrus Golose menyatakan bahwa, langkah bukti yang diatur Undang-Undang, dan negatif
yang dapat dilakukan aparat kepolisian untuk yaitu suatu keyakinan hakim (Sasangka &
menangani kasus Cyber yaitu: Rosita, 2003). Untuk menentukan bersalah
tidaknya terdakwa berdasarkan alat bukti telah
 Pembuatan laporan poisi disertai dengan diatur dalam pasal 184 KUHAP, jika
pemanggilan saksi dari pemilik ISP yang berpatokan pada pasal 184 KUHAP bukti
telah terbukti digunakan si pelaku. elektronik tersebut bukannlah alat bukti yang
sah. dalam suratnya MA No.39/TUU/88/102/
 Melakukan pemeriksaan ke TKP, ataupun
Pid yang ditujukan pada kepala Menteri
warnet yang dgunakan pelaku guna untuk
Kehakiman dinyatakan untuk microfilm atau
melakukan penyitaan terhadap bukti
microfiche bisa digunakan sebagai alat bukti
elektronik (digital edvice)
sah pada perkara pidana untuk pengganti bukti
 Pemeriksaaan terhadap orang yang memiliki surat, dengan menjamin otentikasi microfilm
kemampuan khusus di bidang teknologi melalui penelusuran kembali dari registrasi
informasi. maupun berita acara (Sasangka & Rosita,
2003). Dalam Undang-Undang khusus alat
 Berdasarkan bukti yang cukup dilakukan bukti elektronik mempunyai kekuatan sebagai
upaya penangkapan secara paksa, alat bukti sah, dalam UU Pidana bukti
dilanjutkan dengan proses pemeriksaan elektronik diakui ebgaia bukti petunjuk,
terhadap tersangka sedangkan UU lain mengatur bahwa bukti
elektronik adalah alat bukti yang berdiri sendiri.
 Pemberkasan sekaligus penerapan pasal Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang
pidana yang akan digunakan utuk menjerat Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan
si pelaku. terobosan baru dari perkebangan kejahatan
yang berbasi teknologi inforasi (cybercrime)
 Menyusun laporan kasus
dan mengakoodasi alat bukti berupa informasi
 Pemeriksaan berkas perkara oleh Jaksa elektronik dan dokumen elektronik yang sangat
Penuntut Umum diperlukan dalam pembuktian tindak pidana
tersebut. Alat bukti elektronik merupakan alat
 Jika berkas perkara telah dinyatakan lengkap bukti sah yang berdiri sendiri dan bisa dipakai
maka penuntut umum melakukan penuntutan dalam pembuktian dalam persidangan
hukum (Golose, 2006). berdasarkan ketentuan pada pasal 5 ayat (1).
sementara ketentuan lain terdapat dalam Pasal 6
Pada tahap penuntutan, penuntut umum Undang-Undang No.11 Tahun 2008
membuat dakwaan sesuai dengan sistem mensyaratkan selamainformasi itu dapat
pembuktian yang diantut oleh KUHP, ditampilkan, diakses dan dijamin keutuhannya
berpedoman pada isi pasal 183 KUHAP. Untuk serta dapat di pertanggungjawabkan dan
menangani tindak kejahatan mayantara yang mampu menerangkan suatu keadaan maka
menggunakan sarana internet pihak kejaksaan informasi elektronik dianggap sahmerujuk pada
terleuh dahulu harus berkordinasi dengan keasamaan dengan bukti surat,
kepolisian yang bertindak sebagai penyidik
untuk menjerat pelaku cyber, dalam tahap Edmom Makarim mengemukakan
penyidikan baik polisi maupun jaksa terlebih informasi dan dokumen elektronik dapat
dahulu harus mencari ip addressweb sebagai dikatakan memiliki persaman fungsional
bukti utama untuk pengungkapan kasus guna (funcitional approach) dengan bukti surat
untuk melakukan investigasi. Menurut Andi apabila :
Hamzah hakimuntuk memperoleh
keyakinananya, berdasarkan ketentuan dari Informasi itu tertulis serta bisa disimpan
pasal 183 KUHP harus dengan dua alat bukti dan dicari lagi
sah (Hamzah, 2012). Melihat ketentuan pada Informasi harus asli, yaitu ketika informasi
pasal 183 KUHAP tersebut maka jelas bahwa tersebut disimpan dan dibuka kembali tidak
sistem pembuktian yang dianut oleh Indonesia akan merubah aslinya
adalah sistem pembuktian berdasarkan UU
secara negatif.Hakim dalammemutuskan salah Inforasi tersebut bertanda tangan, dalam
dan tidaknya terdakwa harus sesuai alat bukti hal ini artinya bila inforasi tersebut menjelaskan
yang diatur dalam Undang-Undang dan suatu objek atau sise autentikasi dalam inforasi
keyakinan dari hati nuraninya, dalam hal sistem tersebut enjelaskan identitas dari pihak tersebut
pembuktian secara negatif disini dimana untuk (Makarim, 2015).
mebutikan kesalahan terdakwa, ada 2 syarat
yang harus dipenuhi yaitu: wettelijk yaitu alat Dengan demikian dapatlah dipahami bukti

Jurnal Analogi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2021. CC-BY-SA 4.0 License


93
Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial (Cyberbullying)

elektronik yang berstatus sama dengan bukti yang menangani tindak kejahatan
surat yang berdiri sendiri dan merupakan Cyberbullying baik dalam rana online maupun
perluasan dari alat bukti petunjuk ini sah dalam offline sangat perlu ditingkatkan guna untuk
ketentuan hukum acara pidana. Hanya saja, meminialisir tindak pidana baik dalam rana
dalam pengaturan bukti elektronik ini diatur online maupun offline sangat perlu ditingkatkan
secara khusus dalam beberapa ketentuan UU guna untuk meminimalisir tindak pidana
khusus yang merupakan lex specialisdan Cyberbullying. Peran pemerintah sangat
istrumen hukum yang dikeluarkan MA. diperlukan karena sebagai pengayom dari
masyarakat hendaknya dalam menanggulangi
4. Simpulan suatu kejahatan berdimensi baru dalam hal
Dari uraian diatas,dapat ditarik kesimpulan kejahatan mayantara, pemerintah seharusya
bahwa:sebelum diundangkannya UU.No.11 memiliki suatu strategi khusus untuk
Tahun 2008 tentang ITE peraturan UU yang menanggulangi kejahatan ini dalam hal untuk
mengatur tentang tindak pidana Cyberbullying menindak lanjuti si pelaku agar tidak lepas dari
yang diatur dalam KUHP, namun ketentuan hukuman mengingat bahwa dalam kejahatn
yang ada dalam KUHP masih belum relevan cyber ini masih lemahnya payung hukum yang
untuk menjangkau kejahatan cyber yang menyebabkan si pelaku lolos dari jeratan
menggunakaan rana internet, karena dalam hukum, sudah sepantasnya UU ITE dijunjung
ketentuan dari KUHP sendiri itu hanya bisa tinggi keberadaannya mengingat bahwa di
diterapkan pada pecemaran atau penghinaan zaman sekarang seluruh aktifitas kita yang tidak
secara offline, meskipun belum secara tegas bisa lepas dari teknologi informasi dan
diatur baik dalam hal sanksi pidana, komunikasi,dalam hal untuk meangani
kriminalisasi, subjek dan kualifikasinya, fenomena Cyberbullying kesadaran masyarakat
berdasarkan judicial review yang diajukan oleh sangat perlu ditingkatkan guna untuk
seorarang jurnalis yang merasa bahwa hak meminimalisir terjadinya kejahatan
kebebasannya dirampas setelah berlakunya UU Cyberbullying itu sendiri, karena melihat
ITE khsussnya pasal 27 ayat (3) mebuat perkembangan teknologi yang kian muthakhir
dikeluarkannyaPutusan No.50/PUU-VI/2008 yang kerap disalahgunakan oleh orang untuk
MK yang mepertegas adanya kepastian hukum melalukan suatu perbuatan pidana,
dalam penerapan Pasal 27 ayat (3) UU. No.11 kesadaran masyarakat akan hukum yang
Tahun 2008 tentang ITE menngatur tentang mengatur tentang kejahatan dunia maya
tindak pidana Cyberbullying yang sangat (mayantara) sangat perlu ditingkatkan, agar
relevan diterapkan untuk menerapkan hukuman masyarakat memahami lebih dalam mengenai
bagi si pelaku yang membedakannya dengan hukum ITE dan penerapan sanksinya.
ketentuan dalam pasal 310 KUHP. Dalam hal
pembuktian Cyberbullying yang masih diatur Daftar Pustaka
dalam KUHAP yang dalam ketentuannya
belum mengatur alat bukti elektronik sebagai Golose, P. R. (2006). Perkembangan
alat bukti sah, memang bertentangan dengan Cybercrime dan Upaya
UU ITE yang secara sah mengatur tentang bukti Penanganannya di Indonesia Oleh
elektronik,namun untuk menegakkan kebenaran Polri. Jakarta: Buletin Hukum.
bukti elektronik bisa di pakai dalam sistem Hamzah. (2012). Hukum A cara Pidana
peradilan berdasarkan UU khusus dan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
instrumen hukum yang dikeluarkan oleh MA.
Mengingat juga dalam hal menjatuhkan Hiariej, E. O. S. (2012). Teori & Hukum
hukuman bagi si pelaku dalam persidangan Pembuktian. Jakarta: Erlangga.
kewenangan dimiliki sepunuhnya oleh majelis
hakim untuk memutus perkara sekalipun Lamintang, P. A. F., & Lamintang, F. T.
ketentuan masih belum jelas. (2014). Dasar Hukum Pidana
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Untuk dapat menangulangi kejahatan
mayantara (Cyberbullying) aparat penegak Makarim. (2015). Keautentikan Dokumen
hukum harus mampu mengikuti perkembangan Publik Elektronik Dalam Administrasi
teknologi informasi dan komunikasi yang kian Pemerintahan dan Pemerintahan
berkembang,jeratan hukuman pasal 27 ayat (3) Publik. Jakarta: Pembangunan.
UU.No.11 Tahun 2008 merupakan payung Maskun. (2013). Kejahatan Siber (Cyber
hukum bagi mereka yang merasa menjadi Crime). Jakarta: Kencana Prenada
korban Cyberbullying serta kesadaran dari Media Group.
masyarakat dalam menanggapi fenomena
Cyberbullying khususnya dalam hal hukum
Jurnal Analogi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2021. CC-BY-SA 4.0 License
94
Pembuktian Tindak Pidana Intimidasi Melaui Media Sosial (Cyberbullying)

Minin, A. R. (2017). Kebijakan Kriminal


Terhadap Tindak Pidana Intimidasi Di
Internet (Cyberbullying) Sebagai
Kejahatan Mayantara (Cybercrime).
Legalite : Jurnal Perundang Undangan
Dan Hukum Pidana Islam, 2(2).
Retrieved from https://
journal.iainlangsa.ac.id/index.php/
legalite/article/view/345
Sasangka, H., & Rosita, L. (2003). Hukum
Pebuktian Dalam Perkara Pidana.
Bandung: Mandar Maju.
Sengkey, F. J. (2018). Perspektif Hukum Pidana
Terhadap Tindak Pidana Intimidasi
Melalui Media Sosial (Cyber Bullying).
LEX CRIMEN, 7(8). Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
lexcrimen/article/view/21470
Siahaan, M. (2011). Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.

Jurnal Analogi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2021. CC-BY-SA 4.0 License


95

You might also like