Professional Documents
Culture Documents
Pelaksanaan Assesmen Tentang Rehabilitasi Terhadap
Pelaksanaan Assesmen Tentang Rehabilitasi Terhadap
Jurnal Abstract : The purpose of this study are: 1) To find out and analyze the process of
Living Law, applying rehabilitation to victims of narcotics abuse, 2) To find out and analyze the
Vol. 11, No. implementation of assessments of rehabilitation of victims of narcotics abuse in terms
1,
of legislation. The research method used is normative juridical research that takes a
2019
hlm. 61-80 qualitative approach. The results are: 1) The process of implementing rehabilitation
for addicts and victims of narcotics abuse by the Bogor Regency Narcotics
Rehabilitation Center is in accordance with the laws and regulations. However, it does
not rule out the shortcomings that always exist in carrying out these rules, 2) The
implementation of assessments of narcotics abuse victims in the Indonesian National
Police is the same as those carried out by the National Narcotics Agency, namely if
victims of narcotics report without arrest, the police will direct / recommend directly
to the Obligatory Recipient Institution Report (IPWL) and if the victims of narcotics
abusers are caught by the Police then the process, receipt of assessment requests from
investigators in 24 (twenty-four) hours, and the integrated assessment team provides
recommendations on the results of the period of assessment no later than 6 (six) days
to the investigator to be reported in writing to the local district court.
Tempo dulu transaksi narkotika masih berbagai celah-celah hukum yang dapat
konvensional dengan sistem ketemu menghambat dalam memberantas dan
langsung, ada uang ada barang “No Money memerangi peredaran gelap narkotika,
no Goods” dan jaringan peredarannya juga baik dalam subtansi, struktur dan budaya
masih bisa dihitung dengan jari, akan tetapi hukum itu sendiri, terkadang dalam
dewasa ini transaksi narkotika sudah penanganan perkara narkoba sendiri
mengikuti perkembangan zaman, antara penegak hukum berbeda pendapat
modusnya sudah mulai beragam dengan dengan berbagai argument, walaupun
istilah atau sandi-sandi, bahkan narkotika sudah diatur dalam Undang-undang Nomor
bisa dipesan melalui internet/online, 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah
sebagai contoh baru-baru ini dengan jelas dalam pasal-pasalnya, sebagai contoh
peredaran jenis baru ganja sintetis merek A telah tertangkap tangan telah kedapatan
Gorila atau Hanoman sebutan bagi membawa, menyimpan, memiliki dan
kalangan penyalahguna narkotika tersebut, menguasai narkotika Golongan I jenis
di mana kandungan narkotika jenis baru shabu-shabu (Amphetamin) akan tetapi
tersebut belum masuk dalam Undang- berat dari Shabu-shabu tersebut di bawah
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang ketentuan yang terdapat dalam SEMA
Narkotika.9 Nomor 04 Tahun 2010, ketika dalam
Keadaan ini mendesak pemangku proses penyidikan, penyidik yakin bahwa
kekuasaan membuat regulasi agar untuk menjerat dan memberi efek jera
perbuatan tersebut dapat dijerat dengan diterapkan Pasal 114 dan atau Pasal 112
peraturan yang baru, dengan keluarnya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
Peraturan Menteri Kesehatan Republik tentang Narkotika berdasarkan keterangan
Indonesia Nomor 02 Tahun 2017 tentang saksi dan hasil penyelidikan (pengamatan,
Perubahan Penggolongan Narkotika, maka pembuntutan, wawancara, undercover buy
penyalahguna narkotika jenis ganja dll.), akan tetapi jaksa selaku penuntut
sitetis/tembakau gorilla atau hanoman umum tidak sependapat dengan penyidik
tersebut dapat dijerat dengan hukum yang dengan memberi petunjuk untuk
berlaku di Indonesia. menerapkan Pasal 127 atau sebagai
Tak ada gading yang tak retak mungkin penyalahguna, ketika pasal tersebut
cocok untuk peribahasa dalam setiap dimasukan berarti ada tindakan tambahan
produk hukum, di mana terdapat celah- yang harus dilakukan yaitu Assesment
celah yang memungkinkan untuk Rehabilitasi di mana proses hukum yang
menghindari hukuman yang disanksikan. seharusnya sederhana, cepat dan murah
Seperti dalam Pasal 103 Undang-undang sesuai konsep hukum modern yang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tertuang dalam Undang-undang Nomor 48
sehingga dikeluarkan Surat Edaran Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 jadi memakan waktu dan menambah biaya,
Tahun 2010 tentang Penempatan dan bisa dibayangkan apabila seorang
Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan bandar narkotika cerdik dengan
dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga mengetahui adanya SEMA Nomor 04 Tahun
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, 2010, tidak menutup kemungkinan mereka
revisi dari SEMA Nomor 07 Tahun 2009 akan menjual atau mengedarkan narkotika
tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dengan berat di bawah SEMA tersebut dan
dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi. akan terdapat celah untuk menghindari
Penanganan masalah narkotika masih pasal sebagai pengedar.
belum sepenuhnya maksimal, dengan Narkotika merupakan sebuah ancaman
besar bagi keberlangsungan hidup sebuah
3569388/flakka-zombie-dan-indonesia-darurat-
narkoba, Diakses tanggal 30 Juni 2018.
9 Ibid.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 11 Nomor 1, Januari 2019 65
12 Ibid. 13 Ibid.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 11 Nomor 1, Januari 2019 67
Hlm. 301.
68 Muslikan, Et .al. Pelaksanaan Assesmen tentang Rehabilitasi ..
tahun 5. 31 – 35 Tahun 54 6 60
4. 26-30 32 67 34 31 164 6. 36 – 40 Tahun 26 3 29
tahun 7. > 40 Tahun 16 - 16
5. 31-35 18 64 41 25 148 8. Tidak Terdata - - -
tahun Jumlah 285 30 315
6. 36-40 4 21 19 9 53 Sumber : Balai Rehabilitasi Kabupaten Bogor Tahun
tahun 2017.
7. > 40 4 17 10 7 38
tahun
Pada Balai Rehabiltasi BNN Kabupaten
Jumlah 120 339 189 141 789 Bogor masih menunjukkan data yang sama
Sumber : BNN Kabupaten Bogor Tahun 2017. di tahun 2017. Dimana usia 15-20 Tahun
Berdasarkan data di atas menunjukkan masih terhitung terbanyak dari usia
bahwa kelompok usia 16-20 paling banyak lainnya. Penggunaan narkotika yang
menggunakan narkotika. Bahaya dari berlebihan dapat mengakibatkan
penyalahgunaan narkotika tersebut dapat ketergantungan pada si pemakai sehingga
berdampak pada pribadi si pemakai dan pecandu tersebut tidak mudah lepas dari
dapat pula berbahaya pada lingkungan penggunaan narkotika, pecandu
sosial terhadap masyarakat dan berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-
lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dari undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
pemakaiannyapun tidak main-main, Narkotika menjelaskan bahwa:
ketergantungan psikis yang diikuti oleh “Pecandu narkotika merupakan orang
kecanduan fisik dalam waktu lama, yang menggunakan atau
peningkatan depresi, berhalusinasi, hingga menyalahgunakan narkotika dan dalam
mengakibatkan penyakit kronis bahkan keadaan ketergantungan pada narkotika,
kematian. Semakin banyak orang yang baik secara fisik maupun psikis.”
memilih menggunakan narkotika sebagai Sedangkan ketergantungan pada suatu
jalan singkat untuk setiap masalah yang narkotika terdapat dalam Pasal 1 angka 14
dihadapi menjadikan keberadaan narkotika Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
semakin subur, karena hal itulah, maka tentang Narkotika menjelaskan bahwa:
tidak jarang pecandu yang menggunakan “Ketergantungan narkotika adalah
narkotika tidak serta merta dapat bebas kondisi yang ditandai oleh dorongan
dari narkotika. Dilihat dari keadaannya untuk menggunakan narkotika secara
banyak faktor yang mendukung seseorang terus-menerus dengan takaran yang
untuk menggunakan narkotika baik secara meningkat agar menghasilkan efek yang
sengaja maupun tidak sengaja. sama dan apabila penggunaannya
Sedangkan data yang ada di lembaga dikurangi dan/atau dihentikan secara
rehabilitasi BNN Kabupaten Bogor tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan
menunjukkan data yang tidak jauh berbeda psikis yang khas”.
dengan apa yang menjadi data otentik Dalam permasalahan narkotika, peran
pihak Badan Narkotika Nasional Kabupaten keluarga sangat diperlukan terhadap
Bogor. Lihat data di bawah ini: perkembangan seorang anak sehingga
TABEL 4 menjadi acuan terhadap individu-individu
JUMLAH PENYALAHGUNA NARKOBA DI yang terjerumus dalam permasalahan
BALAI REHABILITASI KABUPATEN narkotika ini. Keluarga seharusnya menjadi
BOGOR BERDASARKAN KELOMPOK hal terpenting dalam pencegahan dan
USIA TAHUN 2017 pengawasan dalam menggunakan
narkotika. Pengawasan dari orang tua
NO. KELOMPOK JENIS KELAMIN JUM menjadi sangat penting karena dengan
USIA LAKI- PEREM LAH
LAKI PUAN pengontrolan yang baik dari orang tua
1. < 15 Tahun - - - tentunya dapat membatasi gerak dari anak
2. 15 – 20 Tahun 73 3 76 ataupun anggota keluarga lain untuk tidak
3. 21 – 25 Tahun 63 10 73
terjerumus dalam permasalahan narkotika.
4. 26 – 30 Tahun 53 8 61
Namun ada pula orang yang menggunakan
72 Muslikan, Et .al. Pelaksanaan Assesmen tentang Rehabilitasi ..
Terlebih lagi rasa persatuan yang tinggi ”(4) Penempatan dalam lembaga
dalam suatu kelompok menjadikan rehabilitasi medis dan/atau
seseorang diharuskan melakukan apa rehabilitasi sosial sebagaimana
yang dilakukan oleh anggota kelompok dimaksud pada ayat (3) merupakan
tersebut. Oleh karena itu, kondisi kewenangan penyidik, penuntut
dalam masyarakat juga mempengaruhi umum, atau hakim sesuai dengan
perilaku remaja, termaksud perilaku tingkat pemeriksaan setelah
yang berkaitan dengan mendapatkan rekomendasi dari Tim
penyalahgunaan narkotika. Dokter.
(5) Ketentuan penempatan dalam
B. PELAKSANAAN ASSESMEN TENTANG lembaga rehabilitasi medis dan/atau
REHABILITASI TERHADAP KORBAN rehabilitasi sosial sebagaimana
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
DITINJAU DARI PERATURAN berlaku juga bagi korban
PERUNDANG-UNDANGAN penyalahgunaan narkotika.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Seorang pecandu dan korban pelaksanaan penempatan dalam
penyalahgunaan narkotika merupakan lembaga rehabilitasi medis dan/atau
korban dari narkotika sehingga ia pantas rehabilitasi sosial sebagaimana
disebut sebagai orang sakit. Akibat, seorang dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan
pecandu dan korban penyalahgunaan ayat (5) diatur oleh menteri setelah
narkotika wajib menjalani pengobatan berkoordinasi dengan instansi
dengan memasukannya ke lembaga terkait”.
rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi Munculnya assesmen sebagai sarana
sosial. untuk memperoleh informasi terkait
Penempatan pecandu dan korban narkotika dari pecandu dan korban
penyalahgunaan narkotika ke dalam penyalahguna narkotika dengan
lembaga rehabilitasi tersebut sesuai membentuk tim assesmen terpadu yang
dengan tujuan undang-undang dilandasi oleh Peraturan Bersama Ketua
sebagaimana telah diamanatkan dalam Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Pasal 4 huruf d Undang-undang Nomor 35 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Tahun 2009 tentang Narkotika. Pecandu Republik Indonesia, Menteri Kesehatan
dan korban penyalahgunaan narkotika. Republik Indonesia, Menteri Sosial
Selain itu, Pasal 127 Undang-undang Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Indonesia, Kepala Kepolisian Negara
juga dijadikan pedoman oleh hakim dalam Republik Indonesia dan Kepala Badan
menjatuhkan putusan rehabilitasi kepada Narkotika Nasional Republik Indonesia
pecandu dan korban penyalahgunaan Nomor: 01/PB/MA/III/2014, Nomor: 03
narkotika (walaupun tidak wajib) dengan Tahun 2014, Nomor: 11/Tahun 2014,
memperhatikan ketentuan Pasal 54, Pasal Nomor: 03 Tahun 2014, Nomor: PER-
55 dan Pasal 103 Undang-undang Nomor 005/A/JA/03/2014, Nomor: 1 Tahun 2014,
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang- Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang tentang Penanganan Pecanduu Narkotika
Narkotika secara spesifik penempatan dan Korban Penyalahgunaan Narkotikaa ke
rehabilitasi bagi pecandu dan Dalam Lembaga Rehabilitasi. Pecandu dan
penyalahgunaan narkotika yang sedang penyalahgunaan narkotika yang telah
dalam proses hukum juga diatur dalam memasuki wilayah hukum perlu tindakan
Pasal 13 ayat (4) sampai dengan ayat (6) yang cermat dan hati-hati melalui proses
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun assesmen terlebih dahulu dalam
2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor menentukan layak atau tidak pecandu dan
Pecandu Narkotika, berbunyi:
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 11 Nomor 1, Januari 2019 75
penyalahgunaan narkotika yang telah Hal ini tidak dilakukan oleh kepolisian
ditetapkan sebagai tersangka dan/atau ketika menangkap seorang tersangka kasus
terdakwa untuk ditempatkan ke dalam narkotika. Terhadap kasus tersebut,
lembaga rehabilitasi medis dan/atau kepolisian terlebih dahulu akan
rehabilitasi sosial. Secara singkat tujuan menyerahkan tersangka kepada tim
dari assesmen ialah untuk mengetahui assesmen terpadu untuk dapat ditentukan
sejauhmana tingkat kecanduan dan peran taraf kecanduannya dan untuk menentukan
pecandu dan penyalahgunaan narkotika seseorang tersebut memang layak untuk
dalam kejahatan narkotika.16 mendapatkan tindakan rehabilitasi. Hal
Tindakan assesmen yang berujung tersebut sesuai dengan Pasal 8 ayat (3)
pada rehabilitasi sudah dapat dimulai pada Peraturan Kepala Badan Narkotika
tahapan penyidikan. Kewenangan untuk Nasional Nomor 11 Tahun 2014 tentang
melakukan penyidikan terhadap kejahatan Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau
narkotika ialah Badan Narkotika Nasional Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban
(BNN) dan Kepolisian Negara Republik Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam
Indonesia.17Proses assesmen yang terjadi Lembaga Rehabiliasi, berbunyi:20
pada tahapan penyidikan baik yang ”Assesmen sebagaimana yang
dilakukan oleh BNN dan Kepolisian ialah dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sama.18 Kesamaan tersebut disebabkan berdasarkan permohonan penyidik
karena polisi dan BNN (Kejaksaan dan kepada tim assesmen terpadu”.
Kementerian Hukum dan HAM) tergabung Seorang yang dilakukan penangkapan
dalam tim hukum yang terdapat pada tim terhadap dirinya atas tindak pidana
assesmen terpadu. narkotika jika penyidik memohonkan
Sejak diberlakukan Peraturan Bersama asesmen maka mekanisme pelaksanaan
di atas, proses penyidikan narkotika di asesmen oleh tim asesmen terpadu, yaitu:
kepolisian terhadap pecandu yang 1. Tim assesmen terpadu melaksanakan
melaporkan diri akan direkomendasikan asesmen atas permohonan tertulis dari
untuk mendatangi Institusi Penerima Wajib penyidik. Penyidik mengajukan
Lapor (IPWL) untuk dilakukan assesmen permohonan paling lama 1 x 24 (satu
untuk menentukan taraf kecanduannya kali dua puluh empat jam) setelah
sebagai penentu waktu rehabilitasinya.19 penangkapan. Tim assesmen memiliki
tugas sebagaimana telah dituliskan
dalam Bab II Sub bab A angka 3, yaitu:
16 Pasal 18 ayat (4) Peraturan Kepala Badan a. Assesmen dan analisis medis,
Narkotika Nasional No. 11 Tahun 2014 tentang Tata psikologi, serta merekomendasi
Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa rencana terapi dan rehabilitasi
Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
seseorang yang ditangkap
Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabiliasi, berbunyi:
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau tertangkap tangan.
disampaikan kepada Penyidik yang meliputi: 1) Assesmen dilakukan oleh minimal
Peran tersangka sebagai: a) Pecandu dengan tingkat 2 (dua) orang anggota tim medis.
ketergantungannya terhadap Narkotika; b) Pecandu Assesmen yang dimaksud pada
merangkap sebagai pengedar atau terlibat dalam
tahapan ini meliputi:
jaringan peredaran gelap Narkotika; dan c) Korban
Penyalahgunaan Narkotika. 2) Rencana rehabilitasi 1) Wawancara, tentang riwayat
sesuai dengan tingkat ketergantungan narkotika. kesehatan, riwayat
17 Ibid. penggunaan narkotika, riwayat
18Wawancara dengan Kepala Badan Narkotika
pengobatan dan perawatan,
Nasional Kabupaten Bogor, Pada tanggal 7 Maret
2018.
19Dani Krinawati & Niken Subekti Budi Utami, Indonesia, Yogyakarta: Hasil Penelitian Fakultas
Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Hukum Universitas Gadjah Mada, 2014, Hlm. 28.
Pada Tahap Penyidikan Pasca Berlakunya Peraturan 20Pasal 8, Op.Cit., Peraturan Kepala Badan
Bersama 7 (Tujuh) Lembaga Negara Republik Narkotika Nasional No. 11 Tahun 2014.
76 Muslikan, Et .al. Pelaksanaan Assesmen tentang Rehabilitasi ..
Hukum, Jakarta: Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional No. 11 Tahun 2014.
Narkotika Nasional, 2015, Hlm. 4. 24 Badan Narkotika Nasinal, Op.Cit, Hlm. 5.
22 Ibid. 25 Ibid, Hlm. 6.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 11 Nomor 1, Januari 2019 77
hukum disimpulkan paling lama hari Apabila dalam hal kondisi mendesak
ketiga. pemeriksaan dapat dilakukan di kantor
4. Hasil assesmen yang didapat dari penyidik yang mengajukann
masing-masing tim assesmen dibahas permohonan.
pada pertemuan pembahasan kasus 6. Pelaksanaan assesmen oleh tim hukum
(case conference) pada hari keemat dilakukan di sekretariat tim assesmen
untuk ditetapkan sebagai rekomendasi terpadu dan apabila dalam hal kondisi
tim assesmen terpadu. Rekomendasi mendesak pemeriksaan dapat
tim assesmen terpadu berisi dilakukan di kantor penyidik yang
keterangan mengenai peran tersangka mengajukan permohonan.n
dan/atau terdakwa, tingkat 7. Guna memperoleh data yang akurat
ketergantungan penyalahgunaan dan mengoptimalkan hasil assesmen
narkotika, rekomendasi kelanjutan maka proses assesmen perlu dilakukan
proses hukumnya dan tempat serta dalam ruangan yang dapat menjaga
lamanya waktu rehabilitasi. privasi dan tidak dihadiri oleh pihak
Rekomendasi tim assesmen terpadu ketiga baik keluarga, profesional lain
ditandatangani oleh ketua tim kecuali kasus-kasus tertentu.
assesmen terpadu. Demi kepentingan 8. Tim assesmen terpadu melaksanakan
proses pengadilan, hasil rekomendasi tugasnya dan memberikan
tim assesmen terpadu yang rekomendasi hasil assesmen dalam
dilampirkan pada berkas tersangka jangka waktu paling lama 6 (enam)
harus asli bukan dalam bentuk foto hari kepada penyidik untuk dilaporkan
copy. Ketua tim assesmen terpadu tertulis kepada pengadilan negeri
memiliki tugas, sebagai berikut: setempat.28
a. Memimpin pembahasan kasus 9. Hasil dari penilaian tim assesmen
(case conference), yaitu membahas terpadu merupakan dasar bagi
hasil assesmen tim dokter dan tim penyidik BNN dalam menentukan
hukum yang selanjutnya akan seorang tersangka pecandu narkotika
menjadi rekomendasi tim direhabilitasi di lembaga rehabilitasi
assesmen terpadu, atau ia direhabilitasi di rutan karena
b. Menandatangani hasil posisinya yang tidak hanya sebagai
rekomendasi berdasarkan hasil pecandu narkotika namun juga
pembahasan kasus.26 pengedar, kurir, atau bandar.
5. Pelaksanaan assesmen oleh tim dokter Evaluasi terhadap masa kerja tim
dilakukan di Institusi Penerima Wajib assesmen terpadu dilaksanakan setiap 1
Lapor (IPWL)27 yang telah ditetapkan (satu) tahun secara priodik dan apabila
oleh Kementerian Kesehatan dan/atau dipandang perlu dapat dilakukan kurang
disekretarat tim assesmen terpadu. dari 1 (satu) tahun. Evaluasi dilakukan oleh
tim evaluasi yang terdiri dari perwakilan
26
Ibid. Badan Narkotika Nasional, Kementerian
27 Pengaturan Wajib Lapor Pecandu Narkotika Kesehatan, Kementerian Sosial, Kejaksaan
bertujuan untuk: a) Memenuhi hak Pecandu
RI, Kepolisian Republik Indonesia untuk
Narkotika dalam mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan tingkat pusat dan Badan Narkotika
rehabilitasi sosial; b) Mengikutsertakan orang tua, Nasional Provinsi/Badan Narkotika
wali, keluarga, dan masyarakat dalam Nasional Kabupaten/Kota, Dinas
meningkatkan tanggung jawab terhadap Pecandu
Narkotika yang ada di bawah pengawasan dan
bimbingannya; dan c) Memberikan bahan informasi
bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijakan di
bidang pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.
(Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011). 28 Badan Narkotika Nasional, Op.Cit, Hlm. 6-7.
78 Muslikan, Et .al. Pelaksanaan Assesmen tentang Rehabilitasi ..
-----
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
----------, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Assesmen Terpadu Bagi Pecandu dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika Dalam Poses Hukum, Jakarta: Deputi Bidang Rehabilitasi
Badan Narkotika Nasional, 2015.
Dani Krinawati & Niken Subekti Budi Utami, Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu
Narkotika Pada Tahap Penyidikan Pasca Berlakunya Peraturan Bersama 7 (Tujuh)
Lembaga Negara Republik Indonesia, Yogyakarta: Hasil Penelitian Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, 2014.
Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba & Minuman Keras, Bandung: CV. Yrama Widya,
2004.
Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita, Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahannya,
Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Saharudin Bangko, Tim Asesmen Terpadu, Makalah, Diselenggarakan Oleh Badan Nasional
Narkotika Tanjung Balai, Tanjung Balai, 2015.
Salim, HS., Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
B. Peraturan Perundang-undangan
C. Internet
80 Muslikan, Et .al. Pelaksanaan Assesmen tentang Rehabilitasi ..