Professional Documents
Culture Documents
PELAYANAN PUBLIK
Abstract
This study aims to examine the effectiveness of the role of the Ombudsman of the Republic of
Indonesia as a supervisory body for public service providers in Indonesia to resolving public
service disputes in order to realize substantive justice. This research is a legal research that uses
a normative juridical method which is analyzed using qualitative analysis. The results show that
the Ombudsman as a supervisory body for public service providers in carrying out the role of
the
Obudsman of the Republic of Indonesia as stated in Law Number 37 of 2008 aims to create good
governance, effective, and efficient. In carrying out its duties, the Ombudsman receives
reports/complaints from every Indonesian citizen on suspicion of maladministration by public
service providers in Indonesia. Following up on the report by conducting a substantive
examination, the Ombudsman may conduct written clarifications, field investigations or
summons. In addition, in resolving public service disputes, the Ombudsman can conduct
mediation or conciliation to obtain an agreement between the parties and also carry out special
adjudication relating to the settlement of compensation if no middle way is found from mediation
or conciliation. In addition to receiving reports from the public, the Ombudsman can also
conduct a systemic review on its own initiative, the results of which can be in the form of
recommendations/suggestions.
Keywords:
The Ombudsman of the Republic of Indonesia; Public Service; The Adjudication.
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang keefektivitasan peran Ombudsman Republik
Indonesia sebagai badan pengawas penyelenggara pelayanan publik di Indonesia dalam
menyelesaikan sengketa pelayanan publik demi mewujudkan keadilan substansif. Penelitian
merupakan penelitian hukum yang menggunakan metode yuridis normatif yang dianalisis
menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ombudsman sebagai
badan pengawas penyelenggara pelayanan publik dalam menjalankan Peran Obudsman Republik
Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 bertujuan
untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance), efektif, dan efisien. Dalam
menjalankan tugasnya, Ombudsman menerima laporan/aduan setiap Warga Negara Indonesia
atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik di Indonesia.
Menindak lanjuti laporan dengan melakukan pemeriksaan substansif maka Ombudsman dapat
melakukan klarifikasi tertulis, investigasi lapangan maupun pemanggilan. Selain itu dalam
menyelesaikan sengketa pelayanan publik, Ombudsman dapat melakukan mediasi maupun
konsiliasi untuk memperoleh kesepakatan di antara para pihak dan juga melakukan ajudikasi
khusus yang berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi apabila tidak ditemukan jalan tengah dari
mediasi maupun konsiliasi. Selain menerima laporan dari masyarakat, Ombudsman juga dapat
melakukan systemic review atas inisiatif sendiri yang hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran.
Keywords:
Ombudsman Republik Indonesia; Pelayanan Publik; Ajudikasi.
1. Pendahuluan
Dibentuknya Ombudsman Republik Indonesia pada pada tanggal 10 Maret 2000 dengan
Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional menjadi
tonggak sejarah yang menandai mulainya reformasi di dalam lembaga pemerintahan dan menjadi
salah satu upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),
efektif,dan efisien dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk memperkuat dasar hukum
keberadaan Ombudsman sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik perlu
diatur dalam suatu undang-undang mengenai tugas, fungsi dan wewenangnya, maka dibentuklah
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang
sebelumnya dalam Keppres Nomor 44 Tahun 2000 namanya adalah Komisi Ombudsman
Nasional dan dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 37 tahun 2008 namanya kini berubah
menjadi Ombudsman Republik Indonesia.
Pengertian mengenai Ombudsman dijabarkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, bahwa “Ombudsman Republik
Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan
Hukum Milik Negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Ombudsman
merupakan lembaga Negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan
lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Fungsi Ombudsman Republik
Indonesia berdasarkan Pasal 6 a quo disebutkan yaitu mengawasi penyelenggaraan pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun
di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha milik
Daerah dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayan publik tertentu.
Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya mendasarkan pada beberapa asas
yakni asas kepatutan, keadilan, tidak memihak, non-diskriminasi, keseimbangan, akuntabilitas,
keterbukaan, dan kerahasiaan. Tugas Ombudsman, antara lain menerima, memeriksa, dan
menindaklanjuti Laporan/aduan setiap Warga Negara Indonesia atas dugaan maladministrasi
yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik di Indonesia. Maladministrasi adalah
perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain
dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan orang
perseorangan.
Ombudsman menindaklanjuti laporan dengan melakukan pemeriksaan substansif dengan
melakukan klarifikasi tertulis, investigasi lapangan maupun pemanggilan. Selain itu dalam
menyelesaikan sengketa pelayanan publik, Ombudsman dapat melakukan
mediasi maupun konsiliasi untuk memperoleh kesepakatan di antara para pihak dan juga
melakukan ajudikasi khusus yang berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi apabila tidak
ditemukan jalan tengah dari mediasi maupun konsiliasi. Selain menerima laporan dari
masyarakat, Ombudsman juga dapat melakukan systemic review atas inisiatif sendiri yang
hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia tidak ditemukan fungsi Ombudsman sebagai lembaga
peradilan. Berdasarkan Undang-Undang Pelayanan Publik pada Pasal 1 ayat (11) menerangkan
bahwa ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang
diputuskan oleh Ombudsman. Hal ini menjadi suatu kontradiksi karena Ombudsman bukanlah
suatu lembaga peradilan maupun suatu proses peradilan semu administrasi (administratief quasi
rechtspraak), dimana hasil dari pemeriksaan Ombudsman hanyalah berbentuk rekomendasi dan
bukan merupakan suatu putusan hakim sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 Angka 7
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,
“Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat dan saran yang disusun berdasarkan hasil
investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti
dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik.”
Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis menetapkan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah efektivitas penyelesaian sengketa pelayanan publik melalui Ombudsman
Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan keadilan substantif ?
2. Metode
Metode Penelitian yang digunakan di dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum
yuridis normatif yang dianalisis menggunakan analisis kualitatif, dengan menggunakan
pendekatan statute approach dan conseptual approach. Penelitian hukum dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau
penelitian hukum kepustakaan.1 Yang dimaksud dengan statute approach adalah pendekatan yang
didasarkan pada penelaahan peraturan hukum yang terkait dengan masalah yang dibahas.
Peraturan hukum tersebut yang menjadi bahan hukum primer di dalam penelitian ini. Pendekatan
konseptual akan memberikan pemahaman dengan menggunakan doktrin-doktrin yang berupa
pendapat para ahli hukum. Penulisan ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah
dilakukan terdahulu. Oleh karenanya untuk menganalisis permasalahan akan lebih bersifat
komprehensif. Penalaran yang digunakan adalah penalaran yang bersifat deduksi yang pada
akhirnya akan dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalahan yang bersifat khusus
(Ibrahim, 2004; Marzuki, 2009).
4. Kesimpulan
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia, “Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai
kewenanganmengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara, serta badan swasta atau
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah”.Ombudsman merupakan lembaga Negara yang bersifat mandiri
dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga nagara dan instansi pemerintahan lainnya,
serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.
Ombudsman sebagai badan pengawas penyelenggara pelayanan publik dalam menjalankan Peran
Obudsman Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2008 bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance), efektif, dan
efisien. Dalam menjalankan tugasnya, Ombudsman menerima laporan/aduan setiap Warga
Negara Indonesia atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan
publik di Indonesia.Menindaklanjuti laporan dengan melakukan pemeriksaan substansif maka
Ombudsman dapat melakukan klarifikasi tertulis, investigasi lapangan maupun pemanggilan.
Selain itu dalam menyelesaikan sengketa pelayanan publik, Ombudsman dapat melakukan
mediasi maupun konsiliasi untuk memperoleh kesepakatan di antara para pihak dan juga
melakukan ajudikasi khusus yang berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi apabila tidak
ditemukan jalan tengah dari mediasi maupun konsiliasi. Selain menerima laporan dari
masyarakat, Ombudsman juga dapat melakukan
systemic review atas inisiatif sendiri yang hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran.
5. Referensi
JURNAL ARTIKEL
Bimasakti, M. A. (2019). PENYELESAIAN SENGKETA DI OMBUDSMAN DAN DI
PENGADILAN MENGENAI GANTI KERUGIAN DALAM PELAYANAN PUBLIK DISPUTE
SETTLEMENT IN THE OMBUDSMAN AND THE COURT OF LAW REGARDING
COMPENSATION IN PUBLIC SERVICE DISPUTE. 2, 213–234.
Dani, I. (2018). Independensi Ombudsman. Ombudsman Republik Indonesia.
https://ombudsman.go.id/pengumuman/r/artikel--independensi-ombudsman
Desiana, A. (2013). Analisis Konsep Pengawasan Ombudsman Terhadap Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Ilmu Hukum, 6(2), 172–192.
Hasanah, S. (2009). PENGAWASAN OMBUDSMAN DALAM PENYELENGGARAAN
PELAYANAN
PUBLIK BERDASARKAN UNDANG UNDANG. 10(1), 33–49.
Hasjimzoem, Y. (2015). Eksistensi Ombudsman Republik Indonesia. FIAT JUSTISIA:Jurnal
Ilmu
Hukum, 8(2). https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no2.303
Izzati, N. F. (2020). Ombudsman Sebagai Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Di Indonesia.
Jurnal Terakreditasi Nasional, 26(2), 176–187.
Meitasari, I., Hadiyantina, S., & Qurbani, I. D. (2020). URGENSI АJUDIKАSI KHUSUS
OMBUDSMАN REPUBLIK INDONESIА DАLАM PENYELESАIАN SENGKETА
PELАYАNАN PUBLIK. Jurnal Bina Mulia Hukum, 5(1), 104–118.
Mustika, F. (2018). Peran Ombudsman Dalam Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan
Pelayanan Publik Yang Baik (Kajian Di Provinsi Sulawesi Utara). Lex Et Societatis, 6(3), 21–
30.
Pratiwie, D. W. (2017). Urgensi Keberadaan Ombudsman Republik Indonesia Dalam Rangka
Mewujudkan Good Governance (Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
Tentang Ombudsman Republik Indonesia). Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum, 4(1), 63.
https://doi.org/10.24903/yrs.v4i1.164
Radjab, A. M. (n.d.). PUTUSAN AJUDIKASI OMBUDSMAN DALAM PROSES
PENYELESAIAN
SENGKETA PELAYANAN PUBLIK Alinea ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik. 444–472.
Sari, R. N. (2016). Efektivitas Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau Dalam
Menyelesaikan Laporan Masyarakat. Jurnal Hukum, III(2), 1–11.
Solechan. (2018). Memahami Peran Ombudsman Sebagai Badan Pengawas Penyelenggaraan
Pelayanan Publik di Indonesia. Adminitrative Law & Governance Journal, 1, 67–89.
http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933
Suriata, I. N. (2020). Pengaduan Sengketa dalam Pelayanan Publik dan Penyelesaiaannya di
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali. Public Inspiration: Jurnal
Administrasi Publik, 5(1), 43–56.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/publicinspiration/
article/view/1907
Syofian, Misri, Edi, S., & Usman. (2019). Pelayanan Publik dan Ombudsman. Jurnal Ekonomi
Keuangan Dan Kebijakan Publik, 1(2), 56–63.
Zsa Zsa Bangun Pratama. (2021). Kewenangan Ajudikasi Oleh Ombudsman Republik Indonesia
Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik. Journal Equitable, 5(1), 89–107.
https://doi.org/10.37859/jeq.v5i1.2467