You are on page 1of 16

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN

KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA


HORTIKULTURA

Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

Changes in strategic environment indicated by trade liberalization, regional autonomy, consumer


preference, and environmental sustainability, require conduct adjustment of horticulture agribusiness partnership
institutions. This review focuses: (1) the concept of competitiveness and importance of partnership; (2) status of
competitiveness of some Indonesian horticultural commodities; (3) formulating critical nodes of competitive
business partnership; (4) efforts to realize comparative advantage into competitive advantage through business
partnership. In general, horticultural commodities have both comparative and competitive advantages, but its
comparative advantage parameters are less than those competitive advantage. It indicates that horticulture
farmers pay higher costs of inputs or receive lower price of their outputs than they have to. The fact shows that
domestic horticulture products get difficulty in penetrating Singapore and Malaysia’ markets due to low quality,
irregular supply, significant losses during transportation, and unfavorable domestic political circumstance.
Strategy of horticulture agribusiness partnership institutions through satisfactory social process based on mutual
interest will change comparative advantage into competitive advantage.

Key words : horticulture, comparative advantage, competitive advantage

ABSTRAK

Perubahan lingkungan strategis seperti liberalisasi perdagangan, otonomi daerah, perubahan preferensi
konsumen, dan tuntutan terhadap kelestarian lingkungan, menuntut adanya perubahan cara beroperasinya
kelembagaan kemitraan usaha agribisnis hortikultura. Tulisan ini membahas: (1) Konsep daya saing dan
pentingnya kemitraan usaha; (2) Status daya saing komoditas hortikultura di beberapa sentra produksi di
Indonesia; (3) Rumusan simpul-simpul kritis pengembangan kelembagaan kemitraan usaha yang berdaya saing;
dan (4) Upaya untuk mewujudkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui strategi
kemitraan usaha. Secara umum komoditas hortikultura memiliki keunggulan komparatif dan sekaligus keunggulan
kompetitif, namun parameter keunggulan komparatif lebih rendah dibandingkan keunggulan kompetitifnya. Hal ini
mengandung makna bahwa petani hortikultura membayar harga input produksi lebih tinggi dari yang seharusnya
dan atau menerima harga output lebih rendah dari yang seharusnya. Faktanya dewasa ini produk hortikultura
tetap mengalami kesulitan untuk dapat bersaing dan akses terhadap pasar Singapura dan Malaysia karena
masalah kualitas, kontinuitas pasokan, tingginya kerusakan dalam pengangkutan, serta kondisi sosial politik
dalam negeri yang belum kondusif. Srategi pengembangan kelembagaan kemitraan usaha agribisnis hortikultura
melalui proses sosial yang matang dengan dasar saling percaya mempercayai di antara pelaku agribisnis
diharapkan dapat membantu mewujudkan keunggulan komparatif yang dimiliki menjadi keunggulan bersaing.

Kata kunci : hortikultura, keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif

PENDAHULUAN mitraan usaha agribisnis hortikultura. Libera-


lisasi perdagangan akan mendorong per-
saingan yang makin kompetitif dan makin
Perubahan lingkungan strategis beru- terintegrasinya pasar komoditas baik antar
pa liberalisasi perdagangan, otonomi daerah, wilayah maupun antar negara.
perubahan preferensi konsumen, serta keles- Sebagai negara tropis, Indonesia me-
tarian lingkungan; menuntut adanya peru- miliki kekayaan sumberdaya hayati dan keung-
bahan cara beroperasinya kelembagaan ke- gulan komparatif untuk menghasilkan berbagai

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

61
produk pertanian tropis yang tidak dapat saing; dan (4) bagaimana mewujudkan keung-
dihasilkan negara non-tropis. Di antara berba- gulan komparatif menjadi keunggulan kompe-
gai komoditas pertanian khas tropis yang titif melalui kemitraan usaha.
potensial untuk dikembangkan adalah komo-
ditas hortikultura terutama sayuran dan buah-
buahan. Kedua komoditas tersebut tergolong TINJAUAN KONSEPTUAL DAYA SAING
komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi DAN PENTINGNYA KEMITRAAN USAHA
(high value commodity), sehingga harus
diproduksi secara efisien untuk dapat bersaing
Kosepsi Daya Saing
di pasar. Dari aspek produksi, potensi pe-
ngembangan komoditas hortikultura masih Daya saing suatu komoditas dapat
dapat ditingkatkan ditinjau dari aspek keter- diukur dengan menggunakan pendekatan ke-
sediaan lahan dan peluang peningkatan unggulan komparatif dan kompetitif. Keung-
adopsi teknologi. gulan komparatif merupakan suatu konsep
yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk
Jumlah penduduk yang besar, kenaik-
an pendapatan, dan berkembangnya pusat menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di
suatu negara dalam sistem ekonomi yang
kota-industri-wisata, serta liberalisasi perda-
terbuka (Warr, 1992; Lembaga Penelitian IPB,
gangan merupakan faktor utama yang mempe-
1997/1998). Hukum keunggulan komparatif
ngaruhi permintaan. Permintaan komoditas
dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun
sayuran dan buah-buahan pada tahun 1996
suatu negara tidak memiliki keunggulan abso-
masing-masing sebesar 44,1 kg/kapita/tahun
lut dalam memproduksi dua jenis komoditas
dan 24,5 kg/kapita/tahun, pada tahun 1999
jika dibandingkan negara lain, namun per-
meningkat menjadi 48,2 kg/kapita/tahun dan
dagangan yang saling menguntungkan masih
18,6 kg/kapita/tahun, dan pada tahun 2002
bisa berlangsung, selama rasio harga antar
masing-masing menjadi 38,92 kg/kapita/tahun
dan 25,8 kg/kapita/tahun (Susenas, 1996, negara masih berbeda jika dibandingkan tidak
1999, dan 2002). ada perdagangan (Lindert dan Kindleberger,
1993). Ricardo menganggap keabsahan teori
Komoditas hortikultura secara intrinsik nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of
memiliki sifat cepat busuk, rusak, dan susut value) yang menyatakan hanya satu faktor
besar. Hal ini merupakan masalah yang dapat produksi yang penting menentukan nilai suatu
menimbulkan risiko fisik dan harga. Perma- komoditas, yaitu faktor tenaga kerja.Nilai suatu
salahan pokok pengembangan agribisnis komoditas adalah proporsional (secara lang-
hortikultura adalah belum terwujudnya ragam, sung) dengan jumlah tenaga kerja yang
kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuan- diperlukan untuk menghasilkannya.
titas yang sesuai dengan permintaan pasar.
Permasalahan tersebut nampak nyata pada Teori keunggulan komparatif Ricardo
produk hortikultura untuk tujuan pasar konsu- disempurnakan oleh teori biaya imbangan
(theory opportunity cost). Argumentasi dasar-
men institusi dan ekspor. Permasalahan terse-
but disebabkan oleh kurangnya penguasaan nya adalah bahwa harga relatif dari komoditas
teknologi, baik teknologi pembibitan, budidaya, yang berbeda ditentukan oleh perbedaan
maupun penanganan pasca panen, serta biaya. Biaya disini menunjukkan produksi ko-
kurangnya koordinasi antar pelaku agribisnis; moditas alternatif yang harus dikorbankan
sehingga struktur kelembagaan agribisnis untuk menghasilkan komoditas yang bersang-
kutan. Selanjutnya teori Heckscer Ohlin ten-
hortikultura menjadi rapuh dan lemahnya
keterkaitan supply chain management produk tang pola perdagangan menyatakan bahwa:
Komoditi-komoditi yang dalam produksinya
hortikultura.
memerlukan faktor produksi (yang melimpah)
Berdasarkan latar belakang perma- dan faktor produksi (yang langka) diekspor
salahan tersebut maka tulisan ini mengkaji: (1) untuk ditukar dengan barang-barang yang
konsepsi daya saing dan pentingya kemitraan membutuhkan faktor produksi dalam produksi
usaha; (2) status daya saing beberapa ko- yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung
moditas hortikultura Indonesia; (3) rumusan faktor produksi yang melimpah diekspor dan
simpul-simpul kritis prasyarat berjalannya ke- faktor produksi yang langka diimpor (Ohlin,
lembagaan kemitraan usaha yang berdaya-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

62
1933: hal. 92 dalam Lindert dan Kindleberger, sumberdaya yang dikuasainya; (3) Kemam-
1993). puan menguasai modal, finansial, dan sumber-
Keunggulan komparatif suatu produk daya alam; dan (4) Kemampuan menciptakan
sering dianalisis dengan Domestic Resource dan menggunakan teknologi.
Cost (DRC) atau Biaya Sumberdaya Domestik Landasan pemikiran tersebut di atas
(BSD). Biaya Sumberdaya Domestik adalah seharusnya dapat diimplementasikan pada
ukuran biaya imbangan sosial dari penerimaan tataran operasional di tingkat mikro. Gagasan
satu unit marginal bersih devisa, diukur dalam tersebut sejalan dengan pemikiran John R.
bentuk faktor-faktor produksi domestik yang Commons tentang pentingnya kerjasama usa-
digunakan baik langsung maupun tidak ha dalam mencapai harmoni. John R.
langsung dalam suatu aktivitas ekonomi. Commons dalam Mubyarto (2002), mengakui
Pendekatan ini sangat umum digunakan pada prinsip ekonomi neoklasik tentang kelangkaan
komoditas pertanian seperti yang dilakukan (scarcity) dan asas efisiensi untuk menga-
oleh Suryana (1980), Rosegrant et al. (1987), tasinya tetapi berbeda dengan teori ekonomi
Saptana (1987), Simatupang (1990), Warr klasik dalam cara-cara mencapai “ harmoni”
(1990), Kasryno (1990), Saptana et al. (2001), atau “keseimbangan”, yaitu tidak dengan
Rachman et al. (2004), Rusastra et al. (2004), menyerahkan pada mekanisme pasar melaui
Saliem et al. (2004), dan Saptana et al. (2004). persaingan (competition), tetapi melalui kerja-
Guna memperoleh indikator pengukur daya- sama (cooperation) dan tindakan bersama
saing yang lebih lengkap digunakan Policy (collective action). Sehingga akan tercapai
Analisis Matrix yang dikembangkan oleh keseimbangan antara pertumbuhan dalam
Monke dan Person (1995). jangka pendek di satu sisi dan aspek peme-
Menurut Simatupang (1991) maupun rataan dan sustainabilitas dalam jangka
Sudaryanto dan Simatupang (1993), konsep panjang di sisi lain. Melalui pengembangan
keunggulan komparatif merupakan ukuran kelembagaan kemitraan usaha akan diperoleh
daya saing (keunggulan) potensial dalam arti beberapa manfaat dalam rangka meningkat-
daya saing yang akan dicapai pada per- kan daya saing komoditas, seperti dicapainya
ekonomian tidak mengalami distorsi sama skala ekonomi usahatani maupun dalam
sekali. Aspek yang terkait dengan konsep pengangkutan, adanya transfer teknologi dan
keunggulan komparatif adalah kelayakan informasi dari perusahaan kepada masyarakat
ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan petani, peningkatan akses terhadap pasar,
kompetitif adalah kelayakan finansial dari serta adanya keterpaduan dalam pengambilan
suatu aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang keputusan; sehingga usahatani yang dilakukan
(1993) mengemukakan bahwa konsep yang sesuai dengan dinamika permintaan pasar.
lebih cocok untuk mengukur kelayakan Lahirnya konsep dan implementasi
finansial adalah keunggulan kompetitif atau kelembagaan kemitraan usaha antara perusa-
revealed competitive advantage yang merupa- haan pertanian (BUMN, Swasta, Koperasi)
kan pengukur daya saing suatu kegiatan pada dengan pertanian rakyat (petani) didasari
kondisi perekonomian aktual. beberapa alasan : (1) Adanya perbedaan da-
lam penguasaan sumberdaya (lahan dan
kapital) antara masyarakat industrial di
Urgensi Kelembagaan Kemitraan Usaha perkotaan (pengusaha pertanian) dan masya-
Daya saing komoditas yang dihasilkan rakat pertanian di pedesaan (petani); (2)
suatu negara sangat ditentukan oleh kemam- Adanya perbedaan sifat hubungan biaya per
puan daya kerja sumberdaya manusia ter- satuan output dengan skala usaha pada
utama kemampuan manajerialnya. Keung- masing-masing sub sistem dari sistem agri-
gulan daya kerja manusia ditentukan oleh bisnis, di mana pada sub sistem usahatani
empat faktor berikut (Yusdja, 2004): (1) Ke- sifat hubungan biaya per satuan output
mampuan manusia memanfaatkan dan me- terhadap skala usaha bersifat meningkat atau
ngelola alam mencakup kemampuan manusia tetap (increasing atau constant cost to scale),
dalam bekerja yang tidak dapat digantikan sedangkan pada sub sistem lainnya sifat
oleh daya kerja yang lain; (2) Kemampuan hubungan biaya persatuan output dengan
mengelola (manajemen) dalam menggunakan skala usaha bersifat menurun (decreasing cost

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

63
return to scale); dan (3) Dalam dunia nyata, Koperasi ”Iswara Tani” yang melakukan
sulit ditemukan terjadinya mekanisme pasar penanganan terhadap Sub Terminal Agribisnis
yang mendekati pasar persaingan sempurna, yang melayani anggota maupun nonanggota.
karena petani menghadapi struktur pasar Kemitraan adalah jalinan kerjasama
oligopolistik pada pasar input dan menghadapi antar berbagai pelaku agribisnis, mulai dari
struktur pasar yang oligopsonistik pada pasar tingkat produksi sampai ke tingkat pemasaran
output. (Anonim, 1991). Meskipun berbagai program
kemitraan telah dikembangkan pada berbagai
komoditas pertanian, akan tetapi sebagian
besar kemitraan yang diprogramkan pemerin-
DINAMIKA KEBIJAKAN KEMITRAAN DAN tah tidak menunjukkan kinerja yang baik
STATUS DAYA SAING KOMODITAS kecuali pada sebagian komoditas perkebunan
HORTIKULTURA PIR kelapa sawit (Erwidodo et al., 1996).
Keberhasilan pada PIR kelapa sawit tersebut
Kelembagaan Kemitraan Usaha Agribisnis pada dasarnya didorong oleh beberapa faktor
utama, yaitu: (1) usaha komoditas perkebunan
Menurut Uphoff (1986) terdapat tiga memiliki economic of scale yang mencakup
pilar utama kelembagaan sebagai pendukung areal luas; (2) pada umumnya dilakukan pada
kehidupan masyarakat, yaitu kelembagaan lahan transmigrasi bukaan baru, sehingga
komunitas (voluntary sector), kelembagaan dapat dirancang lebih mudah berdasarkan
ekonomi atau pasar (private sector), dan ke- skala usaha yang menguntungkan; (3) peru-
lembagaan pemerintah/publik (public sector). sahaan inti tertarik untuk melakukan kemitraan
Kelembagaan terbentuk antara lain karena dengan petani karena pasar bahan baku bagi
adanya kepentingan bersama (Tjondronegoro, industri pengolahan yang dibangunnya dapat
1986). Secara empiris terjadi pergeseran dikuasai, dan (4) adanya pembagian risiko
dominasi peran dari dominansi kelembagaan antara perusahaan inti, petani dan pemerintah;
komunitas kemudian kelembagaan pemerintah serta (5) bagi petani, kemitraan tersebut
dan terakhir dominasi kelembagaan pasar menguntungkan karena komoditas perke-
(Saptana et al., 2003). bunan yang dikembangkan memiliki jangkauan
Hasil kajian Saptana et al. (2003) pada pasar lebih luas. Faktor-faktor tersebut men-
kasus kelembagaan Koperasi Makmur di jadi daya tarik bagi perusahaan untuk mela-
daerah sentra produksi sayuran, di Rejang kukan kemitraan dengan petani, sehingga PIR
Lebong (Bengkulu) yang awalnya sangat perkebunan dapat berjalan.
tergantung program pemerintah terutama Hasil kajian Saptana et al., 2001; dan
dalam penyaluran pupuk, pasca dicabutnya Saptana et al., 2004 menemukan adanya pola
subsidi pupuk koperasi tersebut malah tumbuh kemitraan sebagai akibat tarikan pasar antara
menjadi kelembagaan ekonomi mandiri petani sayuran di Karo dengan pengusaha
dengan kegiatan usaha yang makin beragam eksportir serta dengan pembeli di Singapura.
(simpan pinjam, pengadaan saprodi, toko Pola ini juga ditemukan di Bali antara kelom-
sembako, dan unit usaha jasa penggilingan pok tani, pedagang pengumpul, Sub Terminal
padi) (Saptana et al., 2003). Pada penelitian Agribisnis (STA) dengan pemasok yang me-
yang sama, juga ditemukan kelembagaan masok konsumen hotel dan restoran (Saptana
Banjar Adat di Bali yang pada awalnya hanya et al., 2005). Kemitraan dengan pola PIR yang
menangani masalah adat-istiadat dan agama, dikembangkan di daerah transmigrasi pada
saat ini tidak kurang dari 80 persen Banjar dasarnya dapat pula diterapkan pada komo-
Adat di Bali memiliki Lembaga Perkreditan ditas hortikultura dengan berbagai penye-
Desa (LPD). Kelembagaan LPD awalnya suaian seperti Pola Kerjasama antara Petani
hanya melayani anggota masyarakat Banjar Penggarap sayuran dengan Perusahaan
Adat, kemudian berkembang melayani di luar Daerah di Bali, PT. Putra Agro Sejati (PT PAS)
komunitas masyarakat adat sejalan dengan dan PT Selectani dengan petani sayuran di
tingginya tarikan pasar modal. Transformasi Karo, Sumatera Utara, serta PT. Indofood
kelembagaan juga dialami Kelompok Tani Fritolay Makmur (PT. IFM) dengan petani
komoditas sayuran Wetu Wisesa, Desa Candi kentang atlantik di Garut dan Bandung, Jawa
Kuning, Kediri, Bali menjadi Kelembagaan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

64
Barat. Kemitraan pola PIR untuk petani anggota; dan (3) KAHORTI JABALSUKA-
hortikultura melalui program penyediaan lahan NUSA dengan wilayah mencakup DI
transmigrasi akan sangat prospektif untuk Yogyakarta, Jateng, Jatim, Bali, Sultra, Sulsel,
pengembangan komoditas buah-buahan tropis Kalsel, dan Nusa Tenggara Barat.
melalui pembangunan estate tropic fruits Dalam mendukung semua kegiatan-
(manggo estate, manggo steam estate) yang kegiatan Forum KAHORTI tersebut selain
dikelola dengan pendekatan pertanian organik, aspek perencanaan, proses produksi, pena-
karena tanaman buah memiliki daya adaptasi nganan pasca panen dan pemasaran; juga
yang lebih baik terhadap kondisi agroklimat diperlukan dukungan kelembagaan: (1) Pusat
dibanding komoditas sayuran. Informasi, yang berfungsi mengumpulkan,
memuat dan mengkomunikasikan data dan
Kemitraan Usaha di Kawasan Hortikultura informasi data luas areal, produksi, harga, dan
Dalam pertemuan nasional hortikultura permintaan. Saptana et al. (2004) telah
tahun 2001 (BP2HP, 2001) dikemukakan berhasil memetakan permintaan, produksi, dan
empat skenario pengembangan model usaha perdagangan komoditas sayuran (kentang,
hortikultura yaitu: (1) usaha perorangan; (2) kubis, cabe merah, dan tomat) di Kawasan
usaha patungan; (3) usaha koperasi, dan (4) Agribisnis Hortikultura Sumatera; (2) Penye-
kerjasama atau kemitraan usaha. Selanjutnya diaan sarana dan prasarana baik sarana
dalam Pedoman Pengembangan Kawasan perkantoran, produksi, maupun infrastruktur
Agribisnis Hortikultura, Direktorat Pengemba- pemasaran sangat diperlukan. Beberapa infra-
ngan Usaha Hortikultura (2002) melengkapi struktur pemasaran (STA, Pasar Lelang, Pasar
dan menyempurnakan menjadi lima model Petani, Pasar Lelang, Cold Storage) belum
pengembangan yaitu: (1) Model manajemen mampu dioperasionalkan dengan baik karena
satu atap; (2) Model contract farming; (3) lemahnya kelembagaan pengelola; (3) Labo-
Model Kemitraan Petani-Pengusaha; (4) Kope- ratorium, untuk melakukan uji coba kualitas
rasi Agribisnis hortikultura; dan (5) Jejaring produk dan analisis yang berkaitan dengan
Usaha Agribisnis Hortikultura. standarisasi dan sertifikasi produk maupun
hasil sampingannya; (4) Tenaga ahli (konsul-
tan usaha), yang terdiri dari para peneliti, PPL,
Model Manajemen Satu Atap dan pelaku usaha sukses, yang dapat
Dalam pengembangan dan pengelo- memberikan saran kepada petani atau pelaku
laan Kawasan Agribisnis Hortikultura agribisnis dalam mengembangkan usahanya.
(KAHORTI) dapat diterapkan manajemen satu Konsultan ini pada tahap awal harus
atap. Sistem manajemen satu atap dalam disediakan oleh pemerintah; dan (5) Ruang
kawasan pengembangan adalah satu ke- promosi atau pameran, yang menyediakan
satuan sistem manajemen yang mengelola fasilitas pameran untuk hasil-hasil pertanian
suatu kawasan pengembangan mulai dari hulu dari kawasan sentra produksi, baik dalam
sampai ke hilir, sehingga semua kegiatan yang bentuk mentah ataupun olahan. Ruang ini
dilakukan di dalam kawasan berada di bawah sebagai wahana untuk promosi produk,
satu-kesatuan sistem pengambilan keputusan. sekaligus memberikan contoh produk dari
Dalam pengembangannya baru dapat diimple- berbagai sentra produksi.
mentasikan melalui pembentukan Forum
Informasi dan Komunikasi KAHORTI, dengan
melibatkan semua stakeholders dalam Kawa- Model Kontrak Farming
san Agribisnis Hortikultura tersebut. Ditjen Kontrak farming (contract farming)
Bina Produksi Hortikultura (2002) telah secara definitif adalah usahatani yang didasari
membentuk tiga kawasan agribisnis sentra kontrak antara satu lembaga atau perusahaan
produksi hortikultura, yaitu: (1) KAHS, dengan yang berperan sebagai pengolah atau pema-
wilayah mencakup NAD, Sumut, Sumbar, sar hasil-hasil pertanian dengan petani yang
Riau, Bengkulu, Jambi, Sumsel, dan Provinsi berperan sebagai produsen primer yang
Bangka Belitung; (2) KAHORTI KRAKATAU, menjual hasil produksinya kepada perusahaan
dengan wilayah mencakup Lampung, Banten, negara ataupun swasta dengan kesepakatan
DKI Jakarta dan Jawa Barat, dan direncana- diantara kedua belah pihak dimana tidak ada
kan Provinsi Kalbar juga akan masuk sebagai ikatan resmi secara hukum. Model Kontrak

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

65
Farming merupakan kerjasama antara petani membentuk kesepakatan harga dan kualitas
kecil dengan perusahaan swasta yang bentuk pembelian produk. Kemitraan dilakukan de-
kesepakatan di antara keduanya meskipun ngan kelompok tani, sehingga kegiatan
dibuat secara tertulis tetapi tidak memiliki produksi dapat dilakukan secara lebih terkoor-
hukum yang kuat. Biasanya bagi pihak yang dinir dalam satu hamparan dengan skala
melanggar (biasanya anggota kelompok tani) usaha tertentu. Hal ini akan memudahkan
akan mendapatkan sangsi dikeluarkan dari pihak pengusaha karena tidak harus berhu-
kerjasama, seperti pada kasus kerjasama bungan dengan banyak petani, sehingga pro-
kontrak pemasaran mangga gedong antara ses pengumpulan menjadi efisien. Kemitraan
PT. Indofresh dan asosiasi petani mangga di ini perlu diarahkan dan dibina sehingga
Majalengka, PT. Indofood Fritolay Makmur tercipta kondisi saling membutuhkan, memper-
dengan petani kentang atlantik di Garut Jawa kuat, dan saling menguntungkan antar pihak
Barat, dan PT. Putra Agro Sejati dengan yang bermitra, serta adanya jaminan pema-
petani sayuran di Karo (Saptana et al., 2005). saran produk.
Beberapa ciri dari pelaksanaan hubungan
produksi dengan model Kontrak Farming an-
tara lain adalah adanya hubungan keter- Koperasi Agribisnis Hortikultura
gantungan antara perusahaan inti dan petani Dalam rangka pengembangan agri-
plasma dalam hal saprodi, permodalan, dan bisnis di KAHORTI maka seyogyanya petani di
teknologi; sehingga perusahaan inti mampu pedesaan membentuk wadah kerjasama
melakukan intervensi sampai ke tingkat ekonomi, dalam hal ini Koperasi Agribisnis
tahapan produksi. Hortikultura. Selama ini kegiatan usaha per-
Beberapa manfaat bagi perusahaan tanian yang ditangani oleh petani perorangan
dengan pelaksanaan sistem kontrak, antara maupun kelompok tani bersifat parsial dengan
lain adalah dapat menyerahkan proses pro- penekanan pada kegiatan produksi, sedang-
duksi kepada petani, tidak harus mengeluar- kan kegiatan penanganan pasca panen,
kan biaya investasi, terbebas dari konflik pengolahan hasil, pemasaran dan distribusi
(dengan pemilik tanah, isu perburuhan atau yang mempunyai nilai tambah tinggi dilakukan
masyarakat setempat), terbebas dari biaya oleh pihak-pihak lain. Kenyataannya kegiatan
keamanan, serta petani atau kelompok tani produksi tidak dapat memberikan keuntungan
dinilai lebih fleksibel dalam melakukan ke- optimal, meskipun curahan tenaga, modal,
giatan kerjasama dibandingkan dengan peru- waktu serta risiko yang ditanggung petani lebih
sahaan-perusahaan yang bekerjasama dalam besar. Sementara kegiatan penanganan pasca
skala besar. Manfaat sistem kontrak bagi panen, pengolahan dan pemasaran yang
petani ataupun kelompok tani antara lain memberikan keuntungan lebih besar dan risiko
adalah mengurangi persaingan antar sesama lebih kecil, justru diterima oleh pedagang atau
petani, berpeluang mengadopsi teknologi baru, pengolah hasil. Dengan demikian terdapat
kemudahan dalam modal, dan peluang me- kesenjangan yang sangat besar antara modal,
ningkatkan kemampuan manajemen lebih korbanan, risiko dan keuntungan yang diterima
baik; adanya jaminan pasar dan kepastian oleh petani dan pedagang serta sektor jasa
harga; pengetahuan tentang pengelolaan lainnya. Melalui koperasi agribisnis diharapkan
komoditas yang sesuai dengan permintaan keterlibatan petani pada aspek-aspek lainnya
pasar, baik jenis produk, volume, kualitas, dalam sistem agribisnis dapat dilaksanakan,
kontinuitas, dan cara pengemasannya; serta sehingga sebagian keuntungan tersebut dapat
mengatasi adanya kesulitan akses pasar dan beralih oleh petani.
sumber permodalan. Petani produsen dihimpun dalam sua-
tu kelompok dengan bentuk Koperasi Pro-
duksi, Kelompok Usaha Bersama Agribisnis
Model Kemitraan Petani – Pengusaha (KUBA) atau Koperasi Agribisnis Hortikultura
Dalam model ini pengusaha–pengu- yang berbadan hukum. Dengan kekuatan hu-
saha besar, pengusaha pengolahan hasil, kum tersebut, mereka dapat melakukan usaha
eksportir atau pedagang hasil hortikultura secara legal, dapat melakukan transaksi
melakukan kemitraan dengan petani produsen, dengan berbagai pihak, serta berhak menda-
ataupun kelompok usaha agribisnis dengan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

66
patkan berbagai fasilitas dan kemudahan agribisnis hortikultura melalui pengembangan
dalam pengembangan usaha. atau penguatan kelompok agribisnis yang
Pemberdayaan petani melalui Kope- telah ada dan pengembangan kemitraan
rasi Agribisnis Hortikultura di pedesaan perlu usaha antara pengusaha agribisnis dengan
berlandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi kelompok agribisnis. Pengembangan kelom-
dan etika bisnis. Modal dasar sebagai perekat pok agribisnis yang ada dilakukan dengan
dalam pengembangan koperasi agribisnis cara: (1) Pemberdayaan kemampuan kelom-
hortikultura dapat berupa lahan dalam ham- pok agribisnis dalam hal manajemen usaha;
paran yang sama, infrastruktur penanganan (2) Peningkatan diversifikasi usaha untuk
pasca panen dan pengolahan hasil, serta menangani setiap aspek agribisnis atau diver-
pemilikan saham bersama. Modal keuangan sitas komoditas dengan menerapkan pertanian
berasal dari pemupukan modal bersama terpadu; dan (3) Perluasan cakupan keang-
dalam bentuk simpanan pokok, simpanan gotaan kelompok agribisnis pada daerah lain
wajib, dan simpanan sukarela, di samping dalam satu sentra usaha agribisnis hortikul-
modal dari luar. Selain itu, rapat anggota tura.
berfungsi untuk menentukan AD/ART, menun- Sementara pengembangan kemitraan
juk manajer profesional dengan memberikan usaha dalam rangka membangun jejaring
hak dan kewajiban sesuai kesepakatan, serta agribisnis dilakukan dengan cara: (1) Pe-
memberikan kewenangan penuh kepada ma- nguatan kelompok usaha agribisnis hortikul-
najer profesional untuk mengelola koperasi tura pada suatu kawasan atau sentra produksi;
agribisnis hortikultura. (2) Pencarian mitra usaha dalam bidang
Manajer profesional sebaiknya memi- agribisnis untuk kelompok usaha agribisnis; (3)
liki standar pendidikan sarjana, pengalaman Menjembatani dan menyatukan persepsi, ke-
kerja yang cukup, serta mempunyai kemam- pentingan dan usaha antar kelompok dengan
puan bisnis yang memadai untuk menggerak- mitra usaha; (4) Bimbingan dan konsultasi
kan koperasi agribisnis. Manajer koperasi intensif untuk pengembangan usaha agribisnis
menentukan dan mengatur jenis komoditas pada kemitraan; serta (5) Perluasan, diversi-
dan pola pengelolaan usaha agribisnis yang fikasi usaha, cakupan usaha dan keanggotaan
akan dikembangkan berdasarkan atas dina- kelompok.
mika permintaan pasar. Petani berkewajiban
melakukan pengelolaan usahatani sesuai STATUS DAYA SAING KOMODITAS
dengan arahan manajer koperasi dalam hal HORTIKULTURA
pengaturan pola tanam, jenis komoditas, luas
areal tanam, serta jadwal tanam dan panen
yang semua itu didasarkan atas kesepakatan Untuk melihat keragaan daya saing
yang telah dibuat dengan pihak mitra beberapa komoditas hortikultura baik sayuran
(prosesor, pedagang, atau eksportir). Selain maupun buah-buahan di lakukan review
itu, manajer berkewajiban mengembangkan beberapa hasil penelitian. Untuk melihat status
kemitraan usaha yang saling membutuhkan, komoditas pertanian dapat digunakan analisis
memperkuat, dan menguntungkan, serta mem- keunggulan komparatif dan keunggulan kom-
bentuk dan mengembangkan divisi atau unit petitif, dengan menggunakan indikator domes-
usaha berdasarkan atas potensi, kendala, dan tic resource cost ratio (DRCR) dan private cost
kebutuhan masyarakat anggotanya. Divisi ratio (PCR). Suatu komoditas dikatakan memi-
yang dibangun mencakup divisi budidaya liki keunggulan komparatif apabila memiliki
tanaman atau produksi, divisi pasca panen koefisien DRCR<1. Artinya, untuk menghasil-
dan pengolahan hasil, serta divisi pemasaran kan nilai tambah keluaran pada harga sosial,
dan delivery yang bertanggung jawab mene- diperlukan tambahan biaya lebih kecil dari
rima pesanan dan pengiriman. satu. Demikian juga, suatu komoditas dikata-
kan memiliki keunggulan kompetitif apabila
memiliki koefisien PCR <1, dimana untuk
Jejaring Usaha Agribisnis Hortikultura menghasilkan nilai tambah keluaran pada
Pengembangan jejaring usaha agri- harga private diperlukan tambahan biaya lebih
bisnis hortikultura merupakan suatu pendeka- kecil dari satu.
tan untuk pengembangan sentra usaha

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

67
Komoditas Sayuran dan Buah saing terdapat 10 aspek yang penting diper-
Secara umum hasil analisis daya timbangkan. Kesepuluh aspek tersebut adalah:
saing komoditas hortikultura baik sayuran (1) membangun kemitraan usaha melalui pro-
maupun buah-buahan memiliki keunggulan ses sosial yang matang ; (2) pentingnya mem-
komparatif yang baik. Artinya untuk menghasil- bangun saling kepercayaan; (3) perencanaan
kan satu-satuan nilai tambah baik pada harga dan pengaturan produksi; (4) pentingnya
sosial maupun harga private diperlukan biaya pemahaman terhadap jaringan agribisnis; (5)
sumberdaya domestik lebih kecil dari satu kepastian pasar dan harga; (6) konsolidasi
satuan. Keunggulan komparatif yang dimiliki kelembagaan di tingkat petani; (7) meletakkan
lebih tinggi dibandingkan keunggulan kompe- integrasi-koordinasi vertikal secara tepat; (8)
titif (Tabel Lampiran 1 dan 2). Hal ini mengan- kandungan kewirausahaan; (9) sistem koor-
dung makna bahwa posisi petani dirugikan dinasi antar kelembagaan di era otonomi
karena membayar harga input lebih tinggi daerah; dan (10) pengembangan sistem infor-
dibanding dengan harga seharusnya, atau masi (Saptana, et al., 2005).
menerima harga output lebih rendah dari
harga yang seharusnya. Perbedaan kesen- Membangun Kemitraan Usaha Melalui
jangan antara nilai parameter keunggulan Proses Sosial yang Matang
komparatif yang merupakan pengukur daya
saing dalam kondisi pasar bersaing sempurna Membangun kemitraan merupakan
(pasar tidak terdistorsi) dengan nilai parameter suatu rangkaian proses yang dimulai dengan
keunggulan kompetitif yang merupakan pengu- mengenal dan mengidentifikasi secara cermat
kur daya saing dalam kondisi pasar aktual calon mitra, mengetahui keunggulan dan
(pasar terdistorsi) menunjukkan ada peluang kelemahan usahanya, memulai membangun
peningkatan daya saing produk hortikultura. strategi atau mekanisme bermitra, melaksana-
kan kemitraan, serta melakukan monitoring
Hasil kajian Saptana et al. (2001) me- dan mengevaluasi sampai target atau sasaran
nunjukkan bahwa hingga kini produk hortikul- tercapai. Rangkaian urutan proses pengem-
tura masih sulit bersaing untuk memasuki bangan kemitraan usaha merupakan proses
pasar ekspor Singapura dan Malaysia dise- yang beraturan, yaitu : (1) membangun hu-
babkan masalah kualitas, kontinuitas pasokan, bungan dengan calon mitra; (2) mengerti
tingginya kerusakan dalam pengangkutan, kondisi bisnis pihak-pihak yang bermitra; (3)
serta kondisi sosial politik dalam negeri yang mengembangkan strategi dan menilai detail
belum sepenuhnya kondusif. Hal ini sangat bisnis; (4) mengembangkan program dalam
terkait dengan belum adanya perencanaan kemitraan usaha; (5) memulai pelaksanaan
pengaturan produksi yang disesuaikan dengan kemitraan usaha; dan (6) memonitor dan
permintaan pasar, sistem panen dan pena- mengevaluasi perkembangan kemitraan usaha
nganan pasca panen yang prima, sistem yang dibangun (Ditjen Horti, 2002).
distribusi yang menimbulkan risiko kerusakan
fisik yang tinggi, serta stabilitas sosial politik
dalam negeri. Implikasi penting dari hasil
kajian ini adalah pentingnya mewujudkan Membangun Saling Kepercayaan
keunggulan komparatif menjadi keunggulan
kompetitif melalui strategi kelembagaan kemit- Dyer et al. (2002) mengemukakan ada
raan usaha sehingga akan tercipta keter- empat isu sentral berkaitan dengan keper-
paduan harga melalui mekanisme pasar yang cayaan (trust), yaitu: (1) menyangkut risiko dan
adil dan keterpaduan antar pelaku. ketidakpastian; (2) kemauan untuk menerima
saran dan kritikan; (3) adanya harapan dan
saling ketergantungan; dan (4) kesediaan
SIMPUL-SIMPUL KRITIS PENENTU berbagi nilai. Kemitraan usaha adalah suatu
KINERJA KEMITRAAN USAHA strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah
HORTIKULTURA YANG BERDAYA SAING pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu
untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan, memperkuat, dan
Dalam pengembangan kelembagaan saling menguntungkan. Karena merupakan
kemitraan usaha hortikultura yang berdaya- strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

68
usaha sangat ditentukan kemampuan men- sistem kelembagaan yang berbeda dengan
ciptakan saling kepercayaan (trust) dan sistem agribisnis sayuran skala menengah dan
ketaatan diantara pihak-pihak yang bermitra kecil dengan tujuan pasar yang bersifat lokal.
dalam menjalankan perjanjian yang telah
disepakati. Dalam pengertian ini pelaku-pelaku
yang tercakup dalam kemitraan harus memiliki Jaminan Pasar dan Kepastian Harga
dasar-dasar etika bisnis (saling percaya, kon- Dalam kemitraan usaha hal terpenting
sisten, dan disiplin). menurut perusahaan mitra adalah adanya
jaminan pasokan yang memenuhi volume,
Perencanaan dan Pengaturan Produksi jenis, kualitas, dan kontinuitas; sedangkan
bagi petani adalah adanya jaminan pasar dan
Sistem produksi komoditas hortikultura kepastian harga (Saptana et al., 2005).
di kawasan sentra produksi umumnya masih Kendala yang dihadapi petani hortikultura di
dicirikan oleh orientasi bahan mentah per- daerah sentra produksi utamanya adalah
tanian bernilai tambah rendah, belum ber- masalah fluktuasi harga yang tajam. Bagi
orientasi pada produk akhir yang bernilai petani, dinamika harga masukan dan (ekspek-
tambah tinggi (Saptana et al., 2003). Masih tasi) harga keluaran menentukan keputusan
terbatasnya sumber dan penerapan teknologi, mengenai jenis, jumlah, kualitas, waktu, serta
baik teknologi pembibitan, budidaya, serta metode berproduksi dalam kegiatan usaha-
panen dan pasca panen menjadikan produk taninya. Dengan demikian, dinamika harga
hortikultura menyebabkan belum terjaminnya masukan dan keluaran harus menjadi per-
jumlah, kualitas dan kontinuitas produk horti- timbangan penting dalam membangun kelem-
kultura. Dengan basis data dan informasi yang bagaan kemitraan usaha hortikultura yang
tersedia pada Pusat Pelayanan Informasi di berdaya saing. Dengan adanya jaminan pasar
KAHORTI, maka diharapkan kelembagaan dan kepastian harga melalui jaringan kemit-
kemitraan usaha yang dibangun dapat mela- raan usaha akan menjamin pasokan peru-
kukan koordinasi dengan Dinas Pertanian, sahaan mitra, mengurangi risiko petani, dan
KCD, dan PPL serta kelompok tani untuk menjamin keberlanjutan kemitraan usaha.
melakukan perencanaan dan pengaturan
produksi melalui kesepakatan pengaturan jenis
tanaman, pola tanam, dan skala yang harus Konsolidasi Kelembagaan di Tingkat Petani
diusahakan pada masing-masing wilayah atau Kelembagaan petani mencakup pe-
kawasan, sesuai dinamika permintaan pasar ngelolaan sumberdaya pertanian pada kawa-
yang dapat diakses oleh perusahaan mitra. san agribisnis hortikultura yang berada di
dataran tinggi (Deptan, 2003). Hasil kajian
Pemahaman Terhadap Jaringan Agribisnis Saptana et al. (2005) menunjukkan lemahnya
Pemahaman terhadap jaringan agri- struktur, fungsi, dinamika, dan konsolidasi
bisnis sangat penting, karena mustahil mere- kelompok tani, sehingga menempatkan posisi
kayasa sistem kelembagaan kemitraan usaha perwakilan masyarakat petani lemah dalam
agribisnis hortikultura yang berdaya saing kelembagaan kemitraan usaha. Hasil kajian
tanpa pengetahuan yang memadai tentang juga menunjukkan posisi rebut tawar petani
sistem jaringan agribisnis. Sistem jaringan juga lemah dalam kemitraan usaha dan
agribisnis di kawasan sentra produksi me- pengoperasian STA, Pasar Lelang, Pasar
nyangkut pola-pola usaha agribisnis, skala Petani, dan Cold Storage di sentra-sentra
pengusahaan, dan konfigurasinya dari sistem produksi. Secara normatif, kelembagaan peta-
pengadaan saprodi, usahatani, pasca panen ni haruslah sesuai dengan tugas pokok dan
dan pengolahan, serta sistem distribusi dan fungsi yang akan dijalankan sehingga dapat
pemasarannya. Sistem agribisnis hortikultura mencapai skala usaha yang efisien. Kelem-
mempunyai implikasi yang sangat penting bagaan tersebut mestinya dapat dijadikan alat
terhadap sistem kelembagaan kemitraan usa- konsolidasi kelembagaan di tingkat petani
ha yang akan dikembangkan. Sistem agri- secara efektif. Oleh karena itu pengoperasian
bisnis hortikultura skala besar dengan jaringan infrastruktur tersebut haruslah melibatkan
usaha yang kompleks dengan tujuan pasar kelembagaan di tingkat petani, kalau tidak
yang luas (regional dan ekspor) membutuhkan ingin bangunan tersebut hanya merupakan

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

69
bangunan fisik yang hanya dimanfaatkan pela- Sistem Koordinasi Antar Kelembagaan di
ku ekonomi di luar petani. Era Otonomi Daerah
Tatanan politik dan pemerintahan di
Meletakkan Integrasi-Koordinasi Vertikal tingkat daerah otonom, dalam pengembangan
Secara Tepat kelembagaan kemitraan usaha agribisnis
Simatupang et al. (1998) mengemuka- hortikultura masih lemah. Hal ini direfleksikan
kan keterpaduan vertikal agribisnis dapat oleh beberapa hal berikut: (1) dukungan politik
dibedakan sesuai bentuk pilihan alat koordi- terhadap pengembangan kelembagaan kemit-
nasinya, yaitu melalui pasar atau menurut raan usaha agribisnis hortikultura masih ku-
organisasi (kelembagaan kemitraan usaha). rang; (2) masih lemahnya konsolidasi kelem-
Selanjutnya dikatakan, bahwa untuk mendu- bagaan kelompok tani hortikultura, sehingga
kung strategi pemenuhan preferensi konsu- petani berada pada posisi subordinat (belum
men, keterpaduan yang dikoordinir oleh sistem pada posisi koordinat); (3) pemerintahan yang
pasar tidak dapat menjamin preferensi kon- masih menjalankan asas desentralistik dan
sumen terpenuhi. Sementara itu koordinasi otonomi secara semu, sehingga masih ada
melalui organisasi agribisnis melalui kelem- kesenjangan antara masyarakat petani di
bagaan kemitraan usaha dapat menjamin pedesaan dengan pemerintah daerah sebagai
preferensi konsumen. Saragih (1998) men- pengambil keputusan, mengakibatkan kepu-
definisikan integrasi vertikal sebagai pengua- tusan-keputusan yang diambil belum didasar-
saan atas seluruh atau sebagian besar kan atas potensi, permasalahan dan kebu-
jaringan agribisnis dari industri hulu hingga tuhan masyarakat.
industri hilir, di mana keseluruhan unit
perusahaan berada dalam satu manajemen Pengembangan Sistem Informasi
pengambilan keputusan. Implementasi konsep
integrasi vertikal harus mempertimbangkan Informasi merupakan input utama da-
hal-hal berikut: (1) Pengelolaan integrasi lam sistem usaha bisnis apapun. Pengem-
vertikal dalam agribisnis hortikultura harus bangan sistem informasi dalam kelembagaan
mampu mencapai efisiensi tertinggi dan sta- kemitraan usaha bukan saja menyangkut in-
bilitas harga secara dinamis; (2) Pengelolaan formasi tentang sistem pengadaan, distribusi,
integrasi vertikal harus mampu menjamin serta harga input dan output, tetapi juga dalam
harmonisasi antar pelaku agribisnis, baik konteks hubungan antar sub sistem dalam
harmonisasi proses maupun produk; dan (3) agribisnis hortikultura baik secara horisontal
Pengelolaan integrasi vertikal harus dapat maupun secara vertikal. Ketersediaan data
mengakomodir kepentingan-kepentingan eko- dan informasi baik yang menyangkut aspek
nomi masyarakat petani. produksi, pemasaran, pengolahan, dan per-
mintaan atau konsumsi (baik lokal, regional,
maupun ekspor) merupakan input utama
Aspek Kewirausahaan dalam pengoperasian kelembagaan kemitraan
Kewirausahaan merupakan aspek usaha agribisnis hortikultura yang berdaya-
penting dalam menghasilkan produk horti- saing. Pengembangan sistem informasi yang
kultura yang berdaya saing tinggi. Kemam- handal sangat berguna untuk mempermudah
puan daya saing produk hortikultura yang eksekusi suatu aktivitas dan merupakan
dihasilkan oleh pelaku agribisnis sangat determinan dari sistem koordinasi yang harus
dipengaruhi oleh seberapa besar kandungan dijalankan dalam kelembagaan kemitraan
semangat kewirausahaan sebagai energi usaha, baik secara internal maupun eksternal.
(daya kerja) untuk menghasilkan produk hor-
tikultura tersebut (Pranadji, 2003). Sebagai
ilustrasi, jika mutu kewirausahaan dalam ke- DARI KEUNGGULAN KOMPARATIF
giatan usahatani hortikultura rendah (meng- MENUJU KEUNGGULAN KOMPETITIF
hasilkan sayuran dan buah-buahan berkualitas
rendah dan biaya produksi tinggi), maka ham- Sejarah negara-negara di dunia me-
pir dapat dipastikan produk akhir hortikultura nunjukkan bahwa keberhasilan dalam memba-
yang dihasilkan tidak atau kurang memiliki ngun ekonomi sangat ditentukan oleh kesuk-
daya saing di pasar.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

70
sesan dalam membangun sektor pertanian sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan
(Eropa Barat, Amerika Serikat, Jepang, Rusia, produktivitas; (2) menjamin pemasaran dan
Australia, dan Cina). Negara-negara yang kepastian harga melalui sistem kontrak sebe-
tidak berhasil membangun pertanian sebagai lum tanam atas perencanaan dan pengaturan
dasar pembangunan sektor ekonomi akan produksi oleh perusahaan mitra berdasarkan
mengalami kemunduran setelah mencapai dinamika permintaan pasar; dan (3) meng-
tahapan perkembangan ekonomi tertentu. hasilkan ikatan saling membutuhkan, saling
Sebagai contoh, ekonomi Filipina jatuh ke memperkuat, dan saling menguntungkan
tahap prakondisi setelah memasuki tahap melalui manajemen korporasi yang transparan
lepas landas (1957), demikian juga dengan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Argentina, Chili, Srilanka, Myanmar, India dan
Indonesia. Gejala tersebut umumnya diakibat-
kan oleh belum kokohnya sektor pertanian dan Kemitraan Usaha Terpadu Melalui
terlalu cepat membangun industri subtitusi Revitalisasi Kelembagaan Petani dan
impor. Penyuluh
Sistem manajemen dan keorganisa-
sian usaha agribisnis di daerah sentra pro-
Kendala dan Permasalahan Pokok duksi hortikultura masih lemah. Hal ini menun-
Secara umum, permasalahan utama jukkan bahwa kolektivitas petani hortikultura
pengembangan agribisnis hortikultura di belum dijadikan basis pengembangan agri-
Indonesia adalah belum terwujudnya ragam, bisnis hortikultura di daerah sentra produksi.
kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuan- Selain itu pemahaman organisasi produksi
titas yang sesuai dengan permintaan pasar usaha agribisnis masih terbatas pada usaha-
atau preferensi konsumen. Hal tersebut ber- tani belum pada seluruh jaringan agribisnis,
kaitan dengan beberapa permasalahan seba- masih dipertahankannya sistem kemitraan
gai berikut: (1) Pola pemilikan lahan yang yang mengandung unsur interdependensi
sempit dan tersebar; (2) Belum operasionalnya yang bersifat asimetris, aliansi strategis yang
program-program riil Kawasan Agribisnis terbentuk sebagian besar masih berskala lokal
Hortikultura di daerah sentra produksi; (3) dan regional, dan masih dijalankannya sistem
Lemahnya permodalan petani, serta tidak pengambilan keputusan (manajemen) secara
aksesnya masyarakat petani ke lembaga per- tertutup atau tidak transparan.
bankan yang ada; (4) Rendahnya penguasaan Pengembangan kelembagaan kemitra-
teknologi oleh petani baik dari aspek teknis an usaha hortikultura yang berdaya saing perlu
budidaya maupun pascapanen; (5) Lemahnya menginkorporasikan hal-hal berikut: (1)
konsolidasi kelembagaan penyuluhan per- Pengembangan kelembagaan kemitraan usa-
tanian dan kelompok tani di era otonomi ha harus mampu meningkatkan efisiensi dan
daerah; (6) Sistem pemasaran pada sebagian produktivitas produk hortikultura yang dihasil-
besar produk pertanian belum efisien, dimana kan; (2) Kelembagaan kemitraan usaha yang
bagian keuntungan yang diterima petani relatif dibangun harus mampu menjamin harmonisasi
rendah, adanya margin ganda, serta adanya antar pelaku pada masing-masing sub sistem
ketimpangan struktur pasar; (7) Harga produk agribisnis, harmonisasi mencakup harmonisasi
pertanian terutama hortikultura sangat fluk- proses dan harmonisasi produk; dan (3) Pe-
tuatif; serta (9) Kebijakan dan strategi peme- ngelolaan kemitraan usaha agribisnis horti-
rintah kurang kondusif sehingga petani dan kultura harus mampu mengakomodir kepen-
pelaku tataniaga mengalami disinsentif tingan-kepentingan ekonomi petani rakyat.
(Saptana et al., 2004). Implikasi kebijakan dari
kondisi di atas adalah pentingnya mewujudkan Sistem pertanian berkelanjutan dapat
keunggulan komparatif menjadi keunggulan diwujudkan dengan memanfaatkan dua sum-
kompetitif melalui strategi kemitraan usaha. ber pertumbuhan utama, yaitu pertumbuhan
produksi dan pertumbuhan pendapatan dan
Beberapa faktor yang perlu dipertim- kesejahteraan petani (Adnyana, 2005). Se-
bangkan untuk mewujudkan keunggulan kom- lanjutnya dikemukakan bahwa pemanfaatan
paratif menjadi keunggulan kompetitif adalah sumber pertumbuhan produksi dan penda-
kemitraan usaha yang dibangun harus mampu patan rumah tangga tani secara optimal
untuk: (1) meningkatkan aplikasi teknologi

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

71
meliputi: (1) peningkatan produktivitas dan sebagai mediator dan fasilitator terbangunnya
produksi melalui diversifikasi dan intensifikasi, kelembagaan kemitraan usaha terpadu.
(2) sumber pertumbuhan yang terkait dengan
penciptaan nilai tambah produk pertanian, (3)
sumber pertumbuhan yang terkait dengan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
preferensi konsumen yang dinamis, dan (4)
sumber pertumbuhan yang terkait dengan Pemahaman tentang konsepsi keung-
kelembagaan agribisnis. gulan komparatif dan kompetitif sangat
Adnyana (2005) memperkenalkan diperlukan dalam membangun kelembagaan
suatu kelembagaan petani yang disebut kemitraan usaha yang berdaya saing. Ter-
“Sistem Agribisnis Korporasi Terpadu (Integ- dapat dua konsep pengukur daya saing, yaitu
rated Corporate Agribusiness System, ICAS). keunggulan komparatif dan kompetitif. Hasil
Inti dari bentuk kelembagaan ini adalah: (1) review terhadap daya saing komoditas horti-
petani melakukan konsolidasi manajemen kultura baik sayuran maupun buah-buahan di
usaha pada hamparan lahan yang memenuhi berbagai wilayah sentra produksi di Indonesia
skala usaha, misalnya 50-100 hektar; (2) menunjukkan bahwa ke dua kelompok komo-
konsolidasi manejemen dituangkan dalam ditas tersebut memiliki keunggulan komparatif
bentuk kelembagaan agribisnis seperti KUAT, yang cukup tinggi. Artinya untuk menghasilkan
sistem kebersamaan ekonomi (SKE) dan satu-satuan nilai tambah produk hortikultura
lainnya; (3) kelompok usaha tersebut sebaik- baik pada harga sosial maupun harga private,
nya berbentuk korporasi, asosiasi, atau ko- diperlukan biaya sumberdaya domestik lebih
perasi yang berbadan hukum; (4) penerapan kecil dari satu satuan. Namun keunggulan
manajemen korporasi dalam menjalankan komparatif yang dimiliki belum sepenuhnya
sistem usaha agribisnis; dan (5) pengem- dapat diwujudkan menjadi keunggulan kom-
bangan pola kemitraan terpadu secara tidak petitif.
langsung dengan mitra. Secara umum keunggulan komparatif
Implementasi Kelembagaan Kemitraan yang dimiliki relatif lebih tinggi dibandingkan
Usaha Agribisnis Terpadu adalah sebagai keunggulan kompetitifnya. Hal ini mengandung
berikut: (1) petani melakukan konsolidasi da- makna bahwa petani membayar harga input
lam wadah kelompok tani; (2) kelompok tani- lebih tinggi dengan harga seharusnya dan atau
kelompok tani mandiri dapat ditransformasikan menerima harga output lebih rendah dari
dalam kelembagaan formal berbadan hukum harga yang seharusnya. Faktanya hingga kini
(koperasi pertanian, koperasi agribisnis, atau produk hortikultura masih sulit bersaing untuk
kelembagaan lainnya sesuai kebutuhan); (3) memasuki pasar ekspor Singapura dan
kelompok tani mandiri atau yang sudah dalam Malaysia karena masalah kualitas dan konti-
kelembagaan berbadan hukum mengkonsoli- nuitas pasokan.
dasikan diri dalam bentuk gapoktan atau Beberapa simpul kritis dalam pengem-
assosiasi petani/assosiasi agribisnis; (4) ke- bangan kelembagaan kemitraan usaha horti-
lembagaan-kelembagaan yang telah terga- kultura berdaya saing serta berkelanjutan
bung tersebut melakukan konsolidasi mana- mencakup 10 aspek, yaitu membangun kemit-
jemen usaha pada hamparan lahan yang raan usaha harus dilakukan melalui proses
memenuhi skala usaha, tergantung jenis sosial yang matang, membangun saling keper-
komoditas (25-100 hektar); (5) pilihan komo- cayaan (trust) di antara pihak-pihak yang
ditas atau kelompok komoditas disesuaikan bermitra, perencanaan dan pengaturan pro-
dengan potensi wilayah dan permintaan duksi yang disesuaikan dengan dinamika
pasarnya; (6) penerapan manajemen korporasi permintaan pasar, memahami jaringan sistem
dalam menjalankan sistem usaha agribisnis; dan usaha agribisnis secara utuh, jaminan
(7) pemilihan perusahaan mitra yang pasar dan kepastian harga melalui sistem kon-
didasarkan atas rekomendasi dari Dinas dan trak, revitalisasi dan konsolidasi kelembagaan
atau Direktorat Teknis yang di dasarkan atas di tingkat petani, integrasi-koordinasi vertikal
komitmennya membangun masyarakat agri- yang dapat menjamin keterpaduan produk dan
bisnis; dan (8) adanya kelembagaan Pusat pelaku agribisnis, kandungan kewirausahaan
Pelayanan dan Konsultasi Agribisnis (PPA) sebagai daya kerja, sistem koordinasi antar

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

72
kelembagaan di era otonomi daerah, dan Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian.
pengembangan sistem informasi yang handal. Departemen Pertanian. Jakarta.
Implementasi Kelembagaan Kemitraan Deptan. 1997. SK. Mentan No. 940/Kpts/OT.210/10/
Usaha Agribisnis Terpadu dapat diimplemen- 1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
tasikan sebagai berikut: (1) petani melakukan
konsolidasi dalam wadah kelompok tani; (2) Deptan. 2003. Pengembangan Model Usaha
kelompok tani-kelompok tani mandiri ditrans- Pertanian Pada Kawasan Agropolitan
Merek Provinsi Sumatera Utara. Proyek
formasikan dalam kelembagaan formal ber-
Koordinasi Perencanaan Peningkatan
badan hukum (koperasi pertanian, koperasi Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian
agribisnis, atau kelembagaan lainnya sesuai dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat
kebutuhan); (3) kelompok tani mandiri atau Universitas Sumatera Utara. Medan.
yang sudah dalam kelembagaan berbadan Deptan. 2004. Kinerja Sektor Pertanian Tahun
hukum mengkonsolidasikan diri dalam bentuk 2000-2003. Departemen Pertanian.
gapoktan atau asosiasi petani/asosiasi agri- Jakarta.
bisnis; (4) kelembagaan-kelembagaan yang
Ditjen Hortikultura. 2002. Pedoman Pelaksanaan
telah tergabung tersebut melakukan konso- Pengembangan Kawasan Agribisnis Sa-
lidasi manajemen usaha pada hamparan lahan yuran Sumatera. Direktorat Jenderal Bina
yang memenuhi skala usaha, tergantung jenis Produksi Hortikultura. Departemen Per-
komoditas (25-100 hektar); (5) pilihan komo- tanian. Jakarta.
ditas atau kelompok komoditas disesuaikan Ditjenhort. 2001. Kebijakan Strategi dan Pengem-
dengan potensi wilayah dan permintaan bangan Produksi Hortikultura: Rencana
pasarnya; (6) penerapan manajemen korporasi Strategis dan Program Kerja Tahun 2001-
dalam menjalankan sistem usaha agribisnis; 2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi
(7) pemilihan perusahaan mitra yang dida- Hortikultura. Departemen Pertanian.
sarkan atas rekomendasi dari Dinas dan atau Dyer, J. H. And Wujin Chu. 2002. The Role
Direktorat Teknis yang di dasarkan atas Trustworthiness in Reducing Transaction
komitmentnya membangun masyarakat agri- Cost and Improving Performance :
bisnis; dan (8) adanya kelembagaan Pusat Empirical Evidence From The United
Pelayanan dan Konsultasi Agribisnis (PPA) States, Japan, and Korea. The Sloan
sebagai mediator dan fasilitator terbangunnya Foundation, International Motor Vehicle
Program at MIT, and Seoul National
kelembagaan kemitraan usaha terpadu.
University Instutute of Management of
Research are Gratefully Acknowledged for
Supporting this Research.
DAFTAR PUSTAKA
Erwidodo.1995. Transformasi Struktural dan Indus-
trialisasi Pertanian dalam Prosiding Agri-
Adnyana, M. O., Lintasan dan Marka Jalan Menuju bisnis; Peluang dan Tantangan Agribisnis
Ketahanan Pangan Terlanjutkan Dalam Perkebunan, Peternakan dan Perikanan.
Era Perdagangan Bebas. 2005. Orasi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Perta-
Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang nian. Badan Penelitian dan Pengem-
Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan bangan Pertanian. Bogor.
Pengembangan Pertanian, Bogor 31 Hastuti E. L. dan Irawan, B. 2004. Peran
Agustus 2005. Kelembagaan Lokal Pada Kegiatan Agri-
Anonim. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. bisnis di Pedesaan. Icaserd Working Paper
Edisi Kedua. Departemen Pendidikan dan No.43.Pusat penelitian dan Penembangan
Kebudayaan. Balai Pustaka. Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Pene-
BP2HP. 2004. Ekspor-Impor Hortikultura di Pasca litian dan Pengembangan Pertanian.
Krisis. Badan Pemantauan dan Pemasaran Departemen Pertanian.
Hasil Pertanian. Jakarta. Hastuti.E.L.1986. Bentuk- Bentuk Kerjasama Eko-
Deptan. 1997. Peraturan Pemerintah Republik nomi Skala Kecil. Studi Kasus di Desa
Indonesia No. 44 Tahun 1997, tentang Ke- Sukaambit, Kabupaten Sumedang, Jawa
mitraan. Departemen Pertanian. Jakarta. Barat. Studi Dinamika Pedesaan. Survey
Agro Ekonomi. Bogor.
Deptan. 1997. SK. Mentan No. 944/Kpts/OT.210/10/
1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Irawan, B., A.R. Nurmanaf, E.L. Hastuti, V. Darwis,
Y. Supriyatna, dan C. Muslim. 2001. Studi

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

73
Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Komoditas Unggulan Hortikultura. Laporan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Rosegrant, M. W., F. Kasryno, L. A. Gonzales, C. A.
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Rasahan, Y. Saefudin. 1987. Price and
Bogor. Investment Policies in the Indonesia. Food
Kasryno, F. 1990. Government Policies and Crop Sector. IFPRI and CASER. Bogor.
Economic Analysis of Livestock Commo- Rusastra I.W. B. Rachman, dan S. Friyatno. 2004.
dity System in Indonesia. In Kasryno and Efisiensi dan Daya Saing Usahatani
Simatupang, P. (Eds.), Comparative Palawija dalam Efisiensi dan Daya Saing
Advantage and Production Struktures of Sistem Usahatani Beberapa Komoditas
the Livestock and Feedstuff Sub Sector Pertanian di Lahan Sawah. Pusat Pene-
Indonesia. Center for Agrieconomic litian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Research, p. 1-32. Pertanian. Badan Penelitian dan Pengem-
Lemlit, IPB. 1997/1998. Evaluasi Keunggulan bangan Pertanian. Bogor.
Komparatif Produk Pangan Dalam Rangka Saliem, H. P., Supriyati, Saptana, dan B. Rachman.
Pemantapan Kemandirian Pangan. Lem- 2003. Efisiensi dan Daya saing Hortikul-
baga Penelitian Institut Pertanian Bogor tura. Prosiding Efisiensi dan Daya saing
bekerjasama dengan Kantor Menteri Sistem Usahatani Beberapa Komoditas
Negara Urusan Pangan. Pertanian di Lahan Sawah (Penyunting
Lindert, P. H. dan Ch. P. Kindleberger. 1993. Handewi P. Saliem, Edi Basuno, Bambang
Ekonomi Internasional (Alih Bahasa Sayaka, dan Wahyuning K. Sejati). Pusat
Burhanuddin Abdullah) Edisi Kedelapan. Penelitian dan Pengembangan Sosial
Penerbit Erlangga, Jakarta. Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Monke, E.A. and S.K. Pearson. 1995. The Policy Pengembangan Pertanian. Bogor.
Analysis Matrix for Agricultural Develop- Samuelson P.A. dan W.D. Nordhaus. Mikro-
ment. Cornell University Press. Ithaca and Ekonomi Edisi Ke Empat Belas. Penerbit
London. Erlangga. Jakarta.
Mubyarto, 2002. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Saptana, M. Siregar, Sri Wahyuni, Saktyanu K. D.,
dan Peranan Ilmu-Ilmu Sosial. Gajah Mada E. Ariningsih dan V. Darwis. 2004. Peman-
Press. Yogyakarta. tapan Model Pengembangan Kawasan
Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS).
Pertanian. Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jakarta. Sosial Ekonomi Pertanian.
Pranadji, T. 2003. Menuju Transformasi Kelem- Saptana, S. Friyatno dan T. B. H. Purwantini. 2004.
bagaan Dalam Pembangunan Pertanian Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Tebu
dan Pedesaan. Pusat Penelitian dan dan Tembakau dalam Efisiensi dan Daya
Pengembangan Sosial. Badan Penelitian Saing Sistem Usahatani Beberapa Komo-
dan Pengembangan Pertanian. Bogor. ditas Pertanian di Lahan Sawah. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial
Pranadji, T., E.L. Hastuti, F. Sulaeman, H. Tarigan. Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
2000. Perekayasaan Sosio Budaya Dalam Pengembangan Pertanian. Bogor.
Percepatan Transformasi Masyarakat
Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Eko- Saptana, Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani, I.
nomi Pertanian. Badan Penelitian dan Sadikin, dan S. Friyatno. 2001. Analisis
Pengembangan Pertanian. Bogor. Keunggulan Kompetitif Komoditas Ung-
gulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan
Rachman, B., P. Simatupang dan T. Sudaryanto. Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
2004. Efisiensi dan Daya saing Usahatani
Padi dalam Efisiensi dan Daya Saing Saptana. 1987. Kelayakan Ekonomis dan Finansial
Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Usaha Ternak Ayam Ras Petelur dan
Pertanian di Lahan Sawah. Pusat Pene- Pedaging di Indonesia di Tinjau Dari
litian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Efisiensi Penggunaan Sumberdaya Do-
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengem- mestik. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial
bangan Pertanian. Bogor. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian
Rachman, H.P.S. 1997. Aspek Permintaan, Bogor. Bogor.
Penawaran dan Tataniaga Hortikultura di
Indonesia. Forum Agro Ekonomi. 15 Saptana., Pranaji.T, Syahyuti, dan Ros Ganda.E
(1&2):44-56. Pusat Penelitian Sosial 2003. Transformasi Kelembagaan Guna
Memperkuat Ekonomi Rakyat di Pede-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

74
saan. Suatu Kajian Atas Kasus di Susenas. 1999. Data Mentah Susenas 1999 :
Kabupaten Tabanan, Bali. Pusat Penelitian Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Indonesia, Badan Pusat Statistik (diolah).
Pertanian, Bogor Jakarta.
Saragih, B. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan. Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan.
Pusat Studi Pembangunan, Lembaga Strategi Pengembangan dan Penerapan-
Penelitian Institut Pertanian Bogor. Institut nya dalam Penelitian Pertanian. Pusat
Pertanian Bogor. Bogor. Penelitian dan Pengembangan Sosial
Simatupang, P. 1990. Comparative Advantage and Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Government Protection Structure of Pengembangan Pertanian.
Soybean Production in Indonesia. Tomeck, W.G. and Kenneth L. Robinson. 1990.
Comparative Advantage and Protection Agricultural Product Prices. Cornell
Structures of Livestock and Feedstuff University Press. Ithaca and London. Third
Subsector in Indonesia (Ed. F. Kasryno Edition.
and P. Simatupang). Center for Uphoff. N.1986. Local Institutionnal Development:
Agrieconomic Research, AARD. Bogor. An Analytical Sourcebook With Cases.
Simatupang, P. 1991. The Conception of Domestic Kumarian Press.
Resource Cost and Net Economic Benefit Warr, P. G. 1992. ‘Comparative Advadtage and
for Comparative Advantage Analysis Protection in Indonesia’. Bulletin of
Agribusiness Division Working Paper No. Indonesia Economic Studies, 28 (3), 41-70.
2/91, Centre for Agro-Socioeconomic
Research. Bogor. White, Bejamin. 1990. Agroindustri, Industrialisasi
Pedesaan dan Transformasi Pedesaan.
Sudaryanto, T dan P. Simatupang. 1993. Arah Industrialisasi Pedesaan Dilengkapi
Pengembangan Agribisnis : Suatu Catatan dengan Memorandum Bersama Tentang
Kerangka Analisis dalam Prosiding Pers- Indutrialisasi Pedesaan. Editor Sayogyo
pektif Pengembangan Agribisnis di Indo- dan Mangara Tambunan. Kerjasama
nesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi antara Pusat Studi Pembangunan Lem-
Pertanian. Bogor. baga Penelitian Institut Pertanian Bogor
Suryana, A. 1980. Keuntungan Komparatif dalam dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia,
Produksi Ubikayu dan Jagung di Jawa Cabang Jakarta.
Timur dan Lampung dengan Analisa Wilson, J. 1986. The Political Economy of Contract
Penghematan Sumberdaya Domestik Farming. Review of Radical Political
(BSD). Fakultas Pasca Sarjana Intstitut Economics 18 no 4 : 47-70.
Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Yusdja, Y. 2004. Paradigma Keunggulan Kooperatif:
Membangun Sistem Perdagangan Dunia
Susenas. 1996. Data Mentah Susenas 1996. yang Lain. ICASERD Working Paper No.
Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk 62. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Indonesia, Badan Pusat Statistik (diolah). Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Jakarta. Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Susenas. 2002. Data Mentah Susenas 2002. Bogor.
Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia, Badan Pusat Statistik (diolah).
Jakarta.

MEWUJUDKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF MENJADI KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
HORTIKULTURA Saptana, Sunarsih, dan Kurnia Suci Indraningsih

75
Lampiran 1. Review Status Daya Saing Komoditas Sayuran Beberapa Daerah Sentra Produksi di Indonesia

Sumber/Tahun DRCR PCR


No. Komoditas Lokasi
Penelitian MH MK MH MK
1. Saptana et al., Kentang Wonosobo, 0,306 0,239 0,468 0,413
2001 Jateng
Kentang Karo, Sumut 0,305 0,457 1,089 1,132
Kubis Wonosobo, 0,660 0,622 0,854 0,875
Jateng
Kubis Karo, Sumut 0,620 0,683 0,703 0,968
Bawang Brebes, Jateng 0,506 0,339 0,503 0,370
merah
Bawang Simalungun, 0,493 1,429 0,404 0,786
merah Sumut
Cabai Brebes, Jateng - 0,265 - 0,232
merah
Cabai Simalungun, 0,283 0,522 0,307 0,461
keriting Sumut
2. Saliem et al., Bawang Indramayu, 0,72 0,55-0,57 0,57 0,47-0,58
2004 merah Jabar
Bawang Majalengka, - 0,54-0,71 - 0,31-0,70
merah Jabar
Cabai Kediri, Jatim 0,40 0,41-0,59 0,41 0,43-0,62
merah
Cabai Agam, Sumar 0,34 0,41-0,44 0,94 0,96-0,98
keriting
Tomat Agam Sumbar 0,68 0,65-0,69 0,91 0,94-0,95

Lampiran 2. Review Status Daya Saing Komoditas Sayuran Beberapa Daerah Sentra Produksi di Indonesia

No. Sumber/Tahun Penelitian Komoditas Lokasi DRCR PCR


1. Lembaga Penelitian, IPB, Mangga Indramayu, Jabar 0,64 0,95
1997/1998 dermayu
Mangga Pasuruan, Jatim 0,49 0,74
arumanis
Nenas kaleng Subang, Jabar 0,60 0,68
Manggis Tasik malaya, 0,62 0,69
Jabar
Perkebunan Di Indonesia 0,35 0,42
pisang
Cavendish
2. Saliem et al., 2004 Melon Ngawi, Jatim 0,30-0,60 0,32-0,66

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 61 - 76

76

You might also like