You are on page 1of 13

FORMALIN DENGAN BERBAGAI PELARUT

TIDAK EFEKTIF UNTUK MENCEGAH PERKEMBANGAN


TELUR ASCARIS LUMBRICOIDES
Ni Putu Aryadnyani, Warida, Dewi Inderiati
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Email: aryadnyani85@gmail.com

ABSTRACT
Formalin is a preservative for faeces containing parasites. The formalin that frequently used
is formalin10% in distilled water, but it could also be dissolved in a 0.85% NaCl or sodium
phosphate buffer. The 0.85% NaCl serves to maintain the osmosic pressure of cell, while the
buffer solution serves to maintain the stability of pH of the solution. Purpose this research is
to determine whether there are differences in the ability of 10% formalin dissolved in
distilled water, 0.85% NaCl and sodium phosphate buffer in terms of maintaining the
morphology of cell and prevent the development of Ascaris lumbricoides eggs. This is an
experiment research using the randomized posttest control group design. This research using
three treatments, there are faeces added with formalin 10% in distilled water; 0.85% NaCl or
sodium phosphate buffer; and control without adding the formalin 10%. Each treatment
consists of 9 replication. Control and treatment groups are observed microscopically every
day. Based on the research. There is no difference in eggs cell morphology and development
of Ascaris lumbricoides eggs in all treatments. According to Kruskal Wallis and Mann
Withney test, P count > 0.05 which means there is no significant difference in time needed by
Ascaris lumbricoides eggs to become infective in every treatment. Formalin 10% in various
solvents is not effective as faeces preservatives, in particular to prevent the development of
Ascaris lumbricoides eggs due to they have already developed in average of 10 days.
Keywords: Formalin 10%, Ascaris lumbricoides, faeces preservative

ABSTRAK
Formalin merupakan pengawet faeces yang mengandung parasit. Formalin yang sering
digunakan adalah formalin 10% dalam aquadest, namun dapat juga dilarutkan dalam NaCl
0.85% maupun buffer sodium fosfat. Larutan NaCl 0.85% berfungsi untuk mempertahankan
tekanan osmosis sel, sedangkan larutan buffer berfungsi untuk menjaga stabilitas pH larutan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan formalin
10% dalam berbagai pelarut dalam hal menjaga morfologi sel serta mencegah
perkembangan telur Ascaris lumbricoides. Penelitian ini merupakan penelitian true
experiment dengan rancangan The Randomized Posttest Control Group Design. Penelitian
ini menggunakan tiga perlakuan yaitu faeces ditambahkan dengan formalin 10% dalam
aquadest, NaCl 0.85% dan buffer sodium fosfat serta kontrol tanpa penambahan formalin
10%. Tiap perlakuan terdiri dari 9 replikasi. Kontrol dan perlakuan diamati setiap hari
secara mikroskopik. Berdasarkan hasil penelitian tidak ditemukan perbedaan morfologi sel
dan perkembangan telur Ascaris lumbricoides pada seluruh perlakuan. Berdasarkan uji
Kruskal wallis dan Mann Withney diperoleh P hitung >0.05 yang artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan waktu yang diperlukan tiap perlakuan dalam perkembangan telur
Ascaris lumbricoides untuk menjadi infektif. Formalin 10% dengan berbagai pelarut tidak
efektif sebagai pengawet faeces khususnya untuk mencegah perkembangan telur Ascaris
lumbricoides karena rata-rata setelah 10 hari telur telah mengalami perkembangan.
Kata kunci: Formalin 10%, Ascaris lumbricoides, pengawet faeces
PENDAHULUAN askariasis (Garcia, et al, 1996). Cara
Penyakit kecacingan sampai saat ini masih menegakkan diagnosis penyakit adalah
merupakan masalah kesehatan di daerah dengan pemeriksaan tinja secara langsung.
tropis termasuk Indonesia (Asihka, V., et Adanya telur dalam tinja memastikan
al, 2014). Manusia merupakan hospes diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis
beberapa nematoda usus (Samarang, et al, dapat dibuat bila cacing dewasa keluar
2009). Masyarakat pedesaan atau daerah sendiri baik melalui mulut atau hidung
perkotaan yang sangat padat dan kumuh karena muntah maupun melalui tinja
merupakan subyek dengan risiko tinggi (Sutanto, et al, 2008). Pada fase migrasi
terinfeksi cacing (Lobo, L., T., et al, larva diagnosis dapat dibuat dengan
2016). Infeksi cacing merupakan masalah menemukan larva dalam sputum atau bilas
kesehatan masyarakat yang utama lambung (Garcia, L.S. et al, 1996).
(Samudar, et al, 2013). Infeksi kecacingan
Telur Ascaris lumbricoides fertile
tergolong penyakit neglected disease yaitu
bentuknya lebar dan oval dengan ukuran
infeksi yang kurang diperhatikan dan
panjang 45-75 um dan lebar 35-45 um.
penyakitnya bersifat kronis tanpa
Dinding tebal tetapi transparan
menimbulkan gejala klinis. Dampak yang
mengelilingi sel telur dan dibungkus oleh
ditimbulkan dari penyakit ini baru terlihat
lapisan kuning gelap sampai coklat oleh
dalam jangka panjang (Kurniawan, 2010).
zat warna empedu. Bila lapisan terluar
Meskipun tidak menyebabkan kematian,
hilang, telur disebut decorticated. Telur
kecacingan dapat mengakibatkan
infertile lebih panjang dibandingkan telur
penurunan kondisi gizi, anemia, gangguan
fertile, dengan ukuran panjang 80-90 µm
saluran pencernaan, penurunan kecerdasan
dan bagian dalam tampak struktur yang
hingga penurunan kualitas sumber daya
tidak jelas (Ridley, 2012). Telur dibuahi
manusia (Indriyati, L., et al, 2015).
berukuran 45-84 um x 35-58 um, bentuk
Beberapa species cacing yang dapat oval atau bulat, dinding tebal, halus,
menyebabkan kecacingan adalah Ascaris biasanya bergelombang oleh lapisan
lumbricoides, Ancylostoma duodenale, albumin. Biasanya mengandung satu atau
Necator americanus, Trichuris trichura granular sel (zygote). Berwarna kuning
dan Strongyloides stercoralis (Winita, et hingga coklat (bila lapisan albumin hilang,
al, 2012). Manusia merupakan satu- warna telur menjadi lebih terang dan
satunya hospes Ascaris lumbricoides. transparan. Telur tidak dibuahi berukuran
Penyakit yang disebabkannya disebut 78-105 um x 38-55 um, berbentuk oval,
kadang bentuk tidak teratur, dinding tipis, dalam halus, tebal, tidak berwarna; kulit
dinding halus, biasanya bergelombang luar berwarna coklat dan isinya tidak
oleh lapisan albumin. Mengandung masa berwarna atau kuning pucat; berisi masa
granular yang homogen. Berwarna kuning bulat bergranula yang terletak di bagian
hingga coklat (bila lapisan albumin hilang, tengah. Telur Fertile dengan Lapisan Kulit
warna telur menjadi lebih terang dan Decorticated sama dengan telur yang
transparan. Waktu antara infestasi dan berkulit ganda, tetapi tanpa kulit luar; kulit
pematangan telur adalah 2-3 bulan. tunggal, halus, tebal, dan tidak berwarna
Perkiraan produksi telur per hari 200.000, (atau kuning pucat); suatu masa tunggal
dan perkiraan lama hidup 1-3 tahun bulat bergranula, tidak berwarna, terletak
(Potters et al, 2009). Telur Ascaris di tengah.
lumbricoides yang baru dikeluarkan dapat
Telur Infertile dengan Lapisan Kulit
berupa telur dibuahi/fertile (morula) dan
Corticated ukuran sekitar 80-90 µm;
telur tidak dibuahi/ infertile (Prasetyo,
bentuk lebih memanjang (elips); kulit
2002).
terdiri dari 2 lapisan yang kulit luar dengan
Telur Fertile dengan Lapisan Kulit to njolan-tonjolan, kulit dalam tipis;
Corticated memiliki ukuran sekitar 70 µm; seluruh telur dipenuhi butiran membias.
bentuk oval terkadang bulat; kulit ganda Telur Infertile dengan Lapisan Kulit
berbatas jelas, kulit luar kasar, coklat, Decorticated memiliki kulit luar halus
tertutup tonjolan-tonjolan kecil. Kulit tipis; berisi butiran-butiran bulat.

Gambar 1. Telur Fertile dengan Lapisan Kulit Gambar 2. Telur Fertile dengan Lapisan
Corticated Kulit Decorticated
Gambar 3. Telur Infertile dengan Lapisan Gambar 4. Telur Infertile dengan Lapisan
Kulit Corticated Kulit Decorticated

Pemeriksaan telur cacing oleh Diasys, larutan formalin fiksatif untuk


direkomendasikan dalam keadaan segar, parasitologi dapat berupa formalin 10%
namun pada kondisi tertentu tidak dapat dalam buffer saline atau formalin 10%
dilakukan maka diperlukan pengawet. dalam air (aquadest). Larutan NaCl 0.85%
Pengawet yang dapat digunakan untuk berfungsi untuk menjaga tekanan osmosis
faeces adalah Polyvinyl alcohol (PVA), sel, sedangkan larutan buffer berfungsi
Schaudinn, Merthiolate Iodine Formalin untuk menjaga stabilitas pH larutan.
(MIF) atau formalin 5-10% (Garcia, L.S. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
et al, 1996). dilakukan untuk menjawab apakah
formalin telah digunakan sebagai fiksatif terdapat perbedaan kemampuan formalin
yang sesuai untuk telur dan larva cacing 10% yang dilarutkan pada aquadest, NaCl
serta kista protozoa. Umumnya digunakan 0.85% dan buffer sodium fosfat dalam hal
2 konsentrasi yaitu 5% untuk menjaga morfologi sel serta mencegah
mengawetkan kista protozoa dan 10% perkembangan telur Ascaris lumbricoides.
untuk telur dan larva cacing. Untuk Telur Ascaris lumbricoides sangat khas
membantu mempertahankan morfologi dengan susunan dinding telurnya yang
organisme, formalin dapat dibuffer dengan relatif tebal dengan bagian luar yang
buffer sodium fosfat (formalin netral). berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut
Formalin yang paling umum digunakan tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan
yaitu formalin 10% dalam aquadest, luar yang tebal dari bahan albuminoid
formalin 10% dalam larutan NaCl 0.85% yang bersifat impermiabel, lapisan tengah
maupun formalin 10% dalam buffer dari bahan hialin bersifat impermiabel
sodium fosfat (Garcia, L.S. et al, 1996). (lapisan ini yang memberi bentuk telur),
Berdasarkan lembar intruksi DYS004, lapisan paling dalam dari bahan vitelline
Parasitology fixatives, reagents and stain bersifat sangat impermiabel sebagai
pelapis sel telurnya (Sumanto, 2016). sel tetap berada dalam stadium morula
Dinding telur cacing Ascaris lumbricoides tanpa berkembang menjadi stadium larva.
yang tebal dapat menyebabkan telur tetap
METODE
mengalami perkembangan walaupun telah
Penelitian ini merupakan penelitian
ditambahkan larutan pengawet faeces
eksperimen menggunakan rancangan The
khususnya formalin 10%, sehingga faeces
Randomized Posttest Control Group
yang telah diawetkan dalam larutan
Design. Populasi dalam penelitian ini
formalin 10% tidak dapat disimpan dalam
adalah penderita Askariasis. Sampel dalam
waktu lama untuk mengamati telur karena
penelitian ini adalah faeces penderita
akan berkembang menjadi larva.
Askariasis yang berasal dari 2 orang warga
Formaldehid umumnya diperdagangkan
desa Kilasah Serang Timur Banten.
sebagai larutan HCHO 37-40%, namun
Penelitian ini dilakukan di laboratorium
untuk pelarutan diperhitungkan sebagai
Parasitologi Poltekkes Kemenkes Jakarta
100%. Larutan formalin 10% dalam
III pada bulan Juli – Agustus 2016.
aquades dibuat dengan cara mencampur
Instrumen yang digunakan adalah
100 mL formaldehid dengan 900 mL
mikroskop Olympus Model CX21FS1
aquadest. Larutan formalin 10% dalam
Tokyo Japan dan kamera mikroskop
larutan NaCl 0.85% dibuat dengan cara
Optilab Indonesia. Bahan yang digunakan
mencampur 100 mL formaldehid dengan
adalah Sodium Chlorida Merck Germany,
900 mL larutan NaCl 0.85%, dan larutan
Natrium dihydrogenphosphat
formalin 10% dalam buffer sodium fosfat
Monohydrate Merck Germany, dan
dibuat dengan cara mencampur 1000 mL
formaldehide Merck Germany. Pada
formalin 10% dalam aquadest dengan 0.8
penelitian ini menggunakan 3 perlakuan,
gr campuran garam buffer yang dibuat
yaitu pada faeces yang mengandung telur
dengan cara mencampur Na2HPO4
Ascaris lumbricoides ditambahkan dengan
sejumlah 6.10 gr dengan NaH2PO4
formalin 10% dalam aquades sebagai
sejumlah 0.15 gr (Garcia, L.S. et al, 1996).
perlakuan 1, faeces yang mengandung
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
telur Ascaris lumbricoides ditambahkan
adanya perbedaan kemampuan formalin
dengan formalin 10% dalam NaCl 0.85%
10% yang dilarutkan pada aquadest, NaCl
sebagai perlakuan 2, dan faeces yang
0.85% dan buffer sodium fosfat sebagai
mengandung telur Ascaris lumbricoides
pengawet faeces yang mengandung telur
ditambahkan dengan formalin 10% dalam
Ascaris lumbricoides dalam hal menjaga
buffer sodium fosfat sebagai perlakuan 3
morfologi sel telur serta menjaga kondisi
serta faeces tanpa penambahan formalin Berdasarkan pengamatan mikroskopik
10% sebagai kontrol. Setiap hari faeces dan analisa secara deskriptif terhadap
diperiksa secara mikroskopik untuk morfologi sel telur Ascaris
melihat morfologi dan perkembangan telur lumbricoides tampak tidak ada
Ascaris lumbricoides selama 14 hari. Data perbedaan morfologi sel telur pada
dikumpulkan berdasarkan hasil faeces yang diberi formalin 10%
pemeriksaan mikroskopik terhadap faeces dalam aquadest, formalin 10% dalam
yang mengandung telur Ascaris NaCl 0.85% dan formalin 10% dalam
lumbricoides. Data yang diperoleh buffer sodium fosfat. Telur Ascaris
dianalisis menggunakan uji Kruskal wallis lumbricoides pada seluruh perlakuan
dan Mann Whitney. tampak normal dengan bentuk dan
ukuran yang relatif sama. Morfologi
HASIL DAN PEMBAHASAN
sel telur dapat dilihat pada Gambar 1.
1. Morfologi sel telur Ascaris
lumbricoides

Gambar 5
Morfologi dan Perkembangan Telur Ascaris lumbricoides yang
diawetkan dengan formalin 10% dalam aquades, formalin 10% dalam
NaCl 0.85%, dan formalin 10% dalam buffer sodium fosfat

Formalin 10% Formalin 10% Formalin 10%


dalam aquadest dalam NaCl 0.85% dalam Buffer PO4
2. Perkembangan telur Ascaris menjadi morula 2 sel, kemudian
lumbricoides membelah menjadi morula 4 sel, 8
Secara keseluruhan terjadi sel, 16 sel, dst hingga terbentuk
perkembangan telur cacing Ascaris larva. Jumlah hari yang dibutuhkan
lumbricoides pada kontrol, untuk perkembangan telur cacing
formalin 10% dalam aquadest, hingga menjadi larva yang aktif
formalin 10% dalam NaCl 0.85%, bergerak pada masing-masing
dan formalin 10% dalam buffer perlakuan dapat dilihat pada tabel
sodium fosfat. Perkembangan 1.
berupa morula 1 sel membelah
Tabel 1
Waktu Perkembangan Telur Ascaris lumbricoides Hingga Infektif

Replikasi Perlakuan (hari)


Formalin Formalin Formalin
(r) 10% dalam 10% dalam 10% dalam
aquadest NaCl 0.85% Buffer
Kontrol (hari) (hari) sodium fosfat
(hari)
(hari)

1 10 11 10 12
2 12 10 11 10
3 9 12 12 12
4 11 12 10 11
5 11 11 12 12
6 10 11 12 10
7 11 10 11 10
8 9 12 11 11
9 9 10 10 11
Rata-rata 10.22 11.00 11.00 10.74
Std Baku 1.09 0.87 0.87 0.93

Pada kontrol waktu yang dibutuhkan mengetahui ada tidaknya perbedaan


untuk menjadi infektif adalah 9-12 yang bermakna pada sampel yang
hari sedangkan pada kelompok diperlakukan sebagai kontrol dan
perlakuan dengan formalin 10% sampel yang diberi formalin 10%
dengan berbagai pelarut waktu yang dalam aquadest, formalin 10% dalam
dibutuhkan untuk menjadi infektif NaCl 0.85%, dan formalin 10% dalam
adalah 10-12 hari. Berdasarkan buffer sodium fosfat dapat dilakukan
analisa secara substansi dapat melalui uji statistik dengan program
disimpulkan bahwa pada kontrol dan SPSS for windows versi 16,00.
perlakuan dengan formalin pada
3. Uji komparasi
semua konsentrasi tetap terjadi
Untuk mengetahui adanya perbedaan
perkembangan telur cacing Ascaris
tiap perlakuan dilakukan uji Kruskal
lumbricoides. Namun untuk
Wallis.
Tabel 2
Hasil Uji Kruskal Wallis

Waktu
Chi-Square 3.581
Df 3
Asymp. Sig. .310

Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis dalam hal kemampuan


pada tabel 2 diperoleh nilai P > 0.05 mempertahankan bentuk morula sel
yang artinya Hipotesis alternatif telur sehingga pada seluruh perlakuan
ditolak dan hipotesis nol diterima. Hal telur Ascaris lumbricoides tetap
tersebut menunjukkan bahwa tidak mengalami perkembangan menjadi
ada perbedaan yang bermakna bentuk infektif. Untuk mengetahui
pengawet formalin 10% yang adanya perbedaan tiap perlakuan
dilarutkan dalam aquadest, NaCl dilanjutkan dengan uji Mann Withney.
0.85%, dan Buffer sodium fosfat

Tabel 3
Hasil Uji Mann Withney
Kontrol Kontrol Kontrol Formalin Formalin Formalin
dan dan dan 10% 10% 10%
Formalin Formalin Formalin dalam dalam dalam
10% 10% 10% aquadestd aquadest NaCl
dalam dalam dalam an dan 0.85%
aquadest NaCl buffer Formalin Formalin dan
0.85% fosfat 10% 10% Formalin
dalam dalam 10%
NaCl buffer dalam
0.85% fosfat buffer
fosfat
Mann-Whitney U 24.000 24.000 24.000 40.500 40.500 40.500
Wilcoxon W 69.000 69.000 69.000 85.500 85.500 85.500
Z -1.512 -1.512 -1.512 .000 .000 .000
Asymp. Sig. (2-tailed) .131 .131 .131 1.000 1.000 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .161a 161a .161a 1.000a 1.000a 1.000a

Berdasarkan hasil uji Mann Withney tiap perlakuan untuk telur Ascaris
diperoleh nilai P>0.05 untuk tiap lumbricoides menjadi infektif.
perlakuan. Hal tersebut menunjukkan Peneliti belum menemukan sumber lain
bahwa tidak ada perbedaan yang yang berhubungan dengan pengawet
bermakna jumlah hari yang dibutuhkan faeces khususnya dalam mencegah
perkembangan telur Ascaris jangka waktu tertentu sebelum
lumbricoides. Selain itu dari berbagai dimusnahkan sebaiknya ditambahkan
sumber yang ada menyatakan bahwa dengan pengawet untuk mencegah telur
cacing Ascaris lumbricoides tergolong tersebut mengalami perkembangan.
dalam Soil Transmitted Helminth yang Bila tidak diawetkan, telur akan
mengandung makna bahwa dalam mengalami perkembangan menjadi
perkembangan atau siklus hidupnya bentuk infektif dan selanjutnya
cacing ini memerlukan media tanah menetas. Sisa cangkang telur cacing
untuk menjadi infektif namun dalam Ascaris lumbricoides yang telah
penelitian ini dapat diketahui bahwa menetas secara morfologi mirip dengan
tanpa media tanah bahkan dalam telur cacing Toxocara sp sehingga bila
pengawet formalin 10% dalam berbagai kurang teliti seorang Ahli Teknologi
pelarut telur Ascaris lumbricoides tetap Laboratorium Medik dapat memberikan
mengalami perkembangan. Secara interpretasi yang salah.
keilmuan penelitian ini memperoleh Formalin merupakan bahan kimia yang
informasi baru. biasa dipakai untuk membasmi bakteri
Mengawetkan faeces yang mengandung atau berfungsi sebagai desinfektan. Zat
telur cacing sangat penting bagi dunia ini termasuk dalam golongan kelompok
pendidikan karena kompetensi seorang desinfektan kuat, dapat membasmi
tenaga Ahli Teknologi Laboratorium berbagai jenis bakteri pembusuk,
Medik dalam bidang parasit khususnya penyakit, cendawan atau kapang.
kemampuan dalam mendeteksi suatu Disamping itu mengeraskan jaringan
telur cacing dalam spesimen dapat tubuh (Winarno, 2004). Formalin
dilatih melalui melihat langsung telur merupakan senyawa kimia yang
tersebut bukan hanya gambar dari memiliki aktivitas antimikroba karena
sumber referensi. Namun seringkali dapat membunuh bakteri dan virus.
sulit mendapatkan faeces yang positif Larutan formaldehida 0,5% dalam
telur cacing sehingga bila ada specimen waktu 6-12 jam dapat membunuh
positif yang mengandung telur cacing bakteri dan dalam waktu 2-4 hari dapat
biasanya faeces tersebut diberi membunuh spora. Sementara itu,
pengawet. Selain itu bagi laboratorium larutan formaldehida 8% dapat
pelayanan umumnya specimen yang membunuh spora dalam waktu 18 jam
tertunda pemeriksaannya maupun (Alsuhendra, et al, 2013). Namun
specimen yang akan disimpan dalam setelah dilakukan penelitian ternyata
telur cacing Ascaris lumbricoides SIMPULAN
memiliki kemampuan bertahan di Berdasarkan penelitian yang telah
dalam larutan formalin tersebut dan dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak ada
tetap mampu berkembang menjadi perbedaan perkembangan maupun
bentuk infektif walaupun secara teori morfologi sel telur Ascaris lumbricoides
cacing Ascaris lumbricoides termasuk pada faeces yang diberi formalin 10%
golongan Soil Transmitted Helminth dalam aquades, NaCl 0.85%, dan sodium
yaitu golongan cacing yang fosfat. Larutan formalin 10% tidak efektif
memerlukan media tanah untuk bisa digunakan sebagai pengawet faeces untuk
membuat telur menjadi mencegah perkembangan telur cacing
infektif/berkembang menjadi larva. Ascaris lumbricoides.
Formalin 10% tidak mampu
menghambat perkembangan telur DAFTAR RUJUKAN
cacing Ascaris lumbricoides untuk Alsuhendra, Ridawati. 2013. Bahan toksik
dalam Makanan. PT Remaja
menjadi infektif. Hal ini dapat
Rosdakarya. Bandung.
disebabkan karena dinding sel telur
Asihka, V., Nurhayati, dan Gayatri. 2014.
sangat tebal, terdiri dari 3 lapisan yaitu
Distribusi Frekuensi Soil
lapisan terluar adalah lapisan Transmitted Helminth Pada Sayuran
Selada (Lactuca sativa) yang Dijual
albuminoid, lapisan hyaline dan lapisan
di Pasar Tradisional dan Pasar
vitelin. Ketiga dinding sel telur Ascaris Modern di Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. Available from
lumbricoides bersifat impermiabel
http://jurnal.fk.unand.ac.id
sehingga kemungkinan besar larutan
Diasys. Instruction Sheet DY004. Parasito
formalin tidak mampu menembus
logy Fixatives, Reagents and Stain.
dinding sel telur sehingga sel morula
Garcia, L. S., and Bruckner, D. A. 1996.
tetap mengalami perkembangan.
Diagnostik Parasitologi Kedokteran.
Penelitian ini masih memiliki Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
kelemahan yaitu tidak terbukti adanya
pengaruh pelarut formalin dalam Indriyati, L., Hairani, B., Fakhrizal, D.,
2015. Kehilangan Nutrisi dan Darah
menghambat perkembangan telur
Serta Kerugian Biaya Akibat
cacing Ascaris lumbricoides. Secara Kecacingan pada Anak Sekolah di
SDN Manurung 1 Pagatan. Jurnal
aplikatif penelitian ini belum
Epidemiologi dan Penyakit
memberikan solusi dalam permasalahan Bersumber Binatang (Epidemiology
and Zoonosis Journal). Vol. 5. No 3.
yang ada sehingga diperlukan adanya
Juni 2015. 107-114.
penelitian lanjutan.
Kurniawan, A., 2010. Infeksi Parasit: Donggala. Badan Penelitian dan
Dulu dan Masa Kini. Majalah Pengembangan Kesehatan.
Kedokteran Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Vol. III
2010;60(11):487-88. No 1. Hal 41-44.

Lobo, L., T., Widjaja, J., Octaviani, Samudar, N., Hadju, V., Jafar, N. 2013.
Puryadi. 2016. Kontaminasi Telur Hubungan Infeksi Kecacingan
Cacing Soil Transmitted Helminths Dengan Status Hemoglobin Pada
(STH) Pada Sayuran Kemangi Anak Sekolah Dasar Di Wilayah
Pedagang Ikan Bakar di Kota Palu Pesisir Kota Makasar Propinsi
Sulawesi Tengah. Media Litbangkes. Sulawesi Selatan Tahun 2013.
Vol 26 No 2. Juni 2016. 65-70. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Potters I., Gillet, P., Jacobs J. 2009. Hasanuddin.
Human Parasitology in Tropical
Settings. Modul 2. Clinical & Sumanto, D. 2016. cacing-gelang-
Biomedical Sciences of Tropical ascaris-lumbricoides . Available
Diseases. Instituto de Medicina from
Tropical Principe Leopoido. http://didik.dosen.unimus.ac.id/2011
/11/23/cacing-gelang-ascaris-
Raden Heru Prasetyo, 2002. Pengantar lumbricoides/. Access at 17-2-2016
Praktikum Helmintologi Kedokteran. 10.52 pm.
Edisi 2. Airlangga University Press.
Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P.
Ridley, J. W., 2012. Parasitology for K., Sungkar, S. 2008. Buku Ajar
Medical and Clinical Laboratory Parasitologi Kedokteran. Edisi
Professionals. Delmar Cengage Keempat. Balai Penerbit FKUI
Learning. USA. Jakarta.
Samarang, Nurwidayati, A., dan Winita, R., Mulyati, Astuty, H. 2012.
Leonardo. 2009. Tingkat Kecacingan Upaya Pemberantasan Kecacingan di
Pada Anak Sekolah Dasar Sekolah Dasar. Makara Kesehatan
Kecamatan Labuan Kabupaten Vol 16. No 2. Desember 2012: 65-
Donggala Sulawesi Tengah. Jurnal 71.
Vektor Penyakit. Balai Litbang P2B2

You might also like