You are on page 1of 12

TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN

Muhamad Murtado
muhammadmurtado12@gmail.com

Abstract
Every human being is essentially a leader, and every human being will be
accountable for his leadership before God Almighty. A good leader is a leader
who is responsible for all his actions and policies. Both on a small and large scale,
a leader must be responsible for the mandate he carries. The leader of the people
is Ulil Amri, where we are obliged to obey his orders as long as he does not
commit injustice. However, if we look at the reality of life, not all leaders are
trustworthy, besides that we will meet some leaders who are wrongdoers and
irresponsible. This of course resulted in the emergence of various problems in the
government structure. If the government is in chaos, then what about the condition
of the people? As we know, in the Al-Qur'an Allah swt. creating man into this
world is to become caliph on earth. Al-Qur'an includes various laws that can be
used as guidelines for humans, one of which is in terms of leadership. One
example of leadership chapters contained in the Koran is the criteria for a leader,
that the leader must be Muslim (not Jewish or Christian). Apart from in the Koran,
Rasulullah also teaches good and correct leadership. Leadership that is appropriate
in this example can be found in the hadiths of the Prophet Muhammad. Moving
on from the author's awareness, that there is a need to understand correct
leadership according to Islam in accordance with the Qur'an and hadith. That's
why the author raised a study on the context of leadership responsibility.

1
Abstrak
Setiap manusia pada hakikatnya adalah pemimpin, dan setiap manusia kelak
akan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya tersebut di hadapan Allah
swt. Adapun pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas
segala perbuatan dan kebijakannya. Baik dalam skala kecil maupun besar, seorang
pemimpin haruslah bertanggung jawab terhadap amanah yang diembannya.
Pemimpin rakyat ialah Ulil Amri, yang mana kita wajib taati perintahnya
selama ia tidak berbuat dzalim. Namun, jika kita lihat pada realita kehidupan,
tidak semua pemimpin bersikap amanah, di samping itu kita akan menemui
beberapa pemimpin yang dzalim dan tidak bertanggung jawab. Hal ini tentu
mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan dalam tatanan pemerintahan.
Jika pemerintahannya kacau, maka bagaimana dengan keadaan rakyatnya?.
Sebagaimana kita ketahui, di dalam Al-Qur’an Allah swt. menciptakan
manusia ke dunia ini ialah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Al-Qur’an
mencakup berbagai hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia, salah
satunya dalam hal kepemimpinan. Salah satu contoh bab kepemimpinan yang
termaktub dalam al-Qur’an adalah kriteria seorang pemimpin, bahwa pemimpin
haruslah beragama islam (bukan Yahudi ataupun Nasrani). Selain di dalam al-
Quran, Rasulullah pun mengajarkan kepemimpinan yang baik dan benar.
Kepemimpinan yang patut di contoh ini dapat kita temui di dalam hadits-hadits
Rasulullah saw.
Beranjak dari kesadaran penulis, bahwa perlunya memahami kepemimpinan
yang benar menurut islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Karena itulah
penulis mengangkat suatu kajian mengenai konteks tanggung jawab
kepemimpinan.

2
A. Pendahuluan
Pengertian pemimpin secara umum adalah orang yang mampu membimbing,
mengontrol dan mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang. Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin merupakan seseorang yang
menyebabkan seseorang atau kelompok lain untuk bergerak menuju kearah
tujuan-tujuan tertentu sehingga ia memiliki tanggung jawab agar orang yang
dipimpinnya dapat meraih tujuan yang akan dicapainya.
Sedangkan pengertian dari kepemimpinan adalah suatu proses yang
membutuhkan tanggung jawab dalam membimbing, mengontrol dan
mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang ataupun kelompok
sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan akan membawa
seseorang atau kelompok tersebut menuju kearah yang lebih baik dan selalu
berada dalam jalan kebenaran. Tanggung jawab juga berkaitan dengan kewajiban.
Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban
merupakan bandingan terhadap hak dan dapat juga tidak mengacu kepada hak.
Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap
kewajibannya.
 
B. Metode
Dalam penelitian ini penliti menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat
studi pustaka (libari research), yang menggunakan buku-buku dan literatur-
literatur lainnya sebagai objek utama. Jenis penelitian yang di gunakan adalah
kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan informasi berupa catatan dan data
deakriptif yang terdapat dalam teks yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis
menerapkan metode penelitian kepustakaan karena setidaknya ada beberapa
alasan yang mendasarinya. Bahwa sumber data tidak selalu didapat dari lapangan.
Adakalanya sumber data hanya bisa didapat dari perpustakaan atau dokumen-
dokumen lain dalam bentuk tulisan baik dari jurnal, buku maupun literatur
lainnya.

3
C. Pengertian Tanggung Jawab Kepemimpinan
Pengertian tanggung jawab menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia)
ialah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (dalam artian jika terjadi
sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dsb).1 Tanggung jawab
adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab bersifat kodrati,
artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti
dibebani tanggung jawab.

D. Cara Menjadi Pemimpin yang Bertanggung Jawab

1. Menjalankan Amanah Dengan Baik


َ @‫َح َّد َثنَا أَبُو نُ َع ْي ٍم َح َّد َثنَا أَبُو اأْل َ ْش َه ِب َع ْن ْال َح َس@ ِن أَ َّن ُع َب ْي@ َد اهَّللِ ْب َن ِز َي@@ا ٍد َع@ ا َد َم ْع ِق‬
‫@ل ْب َن‬
‫ول‬
ِ @ ‫ِن َر ُس‬ ً ‫ِل إِنِّي ُم َحدِّثُ َك َحد‬
ْ ‫ِيثا َس ِم ْعتُ ُه م‬ ٌ ‫ال لَ ُه َم ْعق‬ َ ‫ض ِه الَّذِي َم‬
َ ‫ات فِي ِه َف َق‬ ِ ‫ار فِي َم َر‬ ٍ ‫َي َس‬
ُ @‫ص@لَّى اهَّللُ َعلَ ْي@ ِه َو َس@لَّ َم َي ُق‬
ْ ‫@ول َم@@ا م‬
‫ِن َع ْب@ ٍد‬ َ ‫ص@لَّى اهَّللُ َعلَ ْي@ ِه َو َس@لَّ َم َس@ ِم ْع ُت النَّ ِب َّي‬ َ ِ‫اهَّلل‬
﴾ ‫جنَّ ِة ﴿ رواه البخاري‬ َ ‫ِح َة ْال‬َ ‫يح ٍة إِاَّل لَ ْم َي ِج ْد َرائ‬
َ ‫َص‬ِ ‫اس َت ْر َعا ُه اهَّللُ َر ِعيَّ ًة َفلَ ْم َي ُح ْط َها ِبن‬
ْ
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada
kami Abul Asyhab dari Al Hasan, bahwasanya Abdullah bin Ziyad mengunjungi
Ma'qil bin yasar ketika sakitnya yang menjadikan kematiannya, lantas Ma'qil
mengatakan kepadanya; 'Saya sampaikan hadist kepadamu yang aku dengar dari
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda Tidaklah seorang hamba yang Allah beri amanat
kepemimpinan, namun dia tidak menindaklanjutinya dengan baik, selain tak
bakalan mendapat bau surga.” (H.R. Bukhari No. 6617)
Selain dari hadits di atas, terdapat juga perintah untuk menyampaikan amanat
di dalam al-Qur’an, yang berbunyi.

َ ‫ول َو َت ُخونُوا أَ َمانَا ِت ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم َت ْعلَ ُم‬


)٢٧( ‫ون‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذ‬
َّ ‫ِين آ َمنُوا ال َت ُخونُوا اهَّللَ َو‬
َ ‫الر ُس‬

1
Tim Pustaka Phoenix. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2009. Hlm. 839

4
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Q.S. Al-Anfal : 27)
Amanah berasal dari kata amina-ya’manu-amnaa-amanah yang berarti
sesuatu yang harus ditepati atau titipan yang harus ditunaikan. Jadi amanah adalah
mempercayakan suatu urusan kepada sesorang sehingga mereka yang
memberikan amanah itu merasa aman dan nyaman. Dengan demikian seorang
yang diberi amanah wajib hukumnya membuat aman dan nyaman mereka yang
mempercayakan amanah itu kepadanya. Amanah yang diembankan kepada kita
dalam bentuk apapun, baik harta, keluarga, jabatan, lebih sebagai tanggung jawab
daripada nikmat. Amanah sebagai tanggung jawab akan membuat kita lebih
berhati-hati terhadap segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita. Karena kita
sadar bahwa semuanya akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di
hadapan Allah. Mereka yang menyadari bahwa jabatan, harta atau anak adalah
amanah akan sangat hati-hati menerimanya. Abu Bakar Ash-Shiddik ketika
menerima jabatan khalifah mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un”,
karena jabatan itu dianggapnya sebagai musibah.2
Rasulullah S.A.W. bersabda, “Siapa yang diamanati Allah mengatur
kepentingan kaum muslimin, (tetapi dia masa bodoh dari hajat kepentingan itu),
maka Allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari kiamat”.
(H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Salah satu contoh pemimpin yang amanah adalah Umar bin Abdul Aziz. Ia
dikenal sebagai pemimpin yang amanah baik di pemerintahan dan keluarga.
Dalam kisah dituliskan, pada suatu malam Amirul Mukminin Umar bin Abdul
Aziz sedang tekun bekerja di bilik istananya. Di tengah keseriusannya, beliau
dikagetkan dengan kedatangan putranya yang ingin curhat. “Urusan kerajaankah?
Atau urusan keluarga yang hendak kamu bincangkan?” tanya Amirul Mukminin.
“Urusan keluarga, ayahanda,” jawab putranya. Mendengar itu, Amirul Mukminin
segera menghampiri putranya. Sambil berjalan, dia memadamkan lampu yang
terletak di mejanya yang digunakan untuk menerangi bilik kerjanya itu.

2
Yan Orgianus. Nilai-nilai Islam dalam Kepemimpinan. 2011. Hlm. 65-66

5
2.Menjadi Perisai Bagi Rakyatnya

‫اهي ُم َع ْن ُم ْسل ٍِم َح َّد َثنِى ُز َه ْي ُر ْب ُن َح ْر ٍب َح َّد َثنَا َش َبا َب ُة َح َّد َثنِي َو ْر َقا ُء َع ْن أَِبي‬ ِ ‫َح َّد َثنَا إِ ْب َر‬
َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
‫ال إِنَّ َم@@ا اإْل ِ َم@@ا ُم‬ َ ‫الزنَا ِد َع ْن اأْل َ ْع َر ِج َع ْن أَِبي ه‬
َ ‫ُر ْي َر َة َع ْن النَّ ِب ِّي‬ ِّ
‫ِك‬َ ‫@ان لَ @ ُه ِب@ َذل‬
َ @‫َل َك‬ َ ‫ِن َو َرا ِئ ِه َويُتَّ َقى ِب ِه َف ِإ ْن أَ َم َر ِب َت ْق َوى اهَّللِ َع َّز َو َج@ َّل َو َع@ د‬
ْ ‫ُجنَّ ٌة يُ َقا َت ُل م‬
﴾ ‫ان َعلَ ْي ِه ِم ْن ُه ﴿ رواه مسلم‬ َ ‫أَ ْج ٌر َوإِ ْن َي ْأ ُم ْر ِب َغ ْي ِر ِه َك‬
kepadaku Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dari Muslim telah
menceritakan Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Syababah telah
menceritakan kepadaku Warqa' dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu
Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang imam
itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan
berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin)
memerintahkan supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka
dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam)
memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa." (H.R. Muslim No.
3428)
Pemimpin adalah perisai rakyatnya, yakni sebagai pelindung, penjamin, dan
pelaksana pemenuhan hak-hak rakyatnya. Jika terdapat suatu konflik, pemimpin
harus berada di posisi terdepan, jangan sampai menyuruh bawahannya untuk
mengatasi konflik sementara ia sendiri bersembunyi dan enggan berkutik. Karena
pemimpin merupakan perisai bagi rakyatnya, maka pemimpin harus memiliki jiwa
pemberani dan tidak ada sedikit pun kekhawatiran (ketakutan) dalam hatinya, ia
yakin Allah selalu bersamanya. Sebagaimana termaktub dalam ayat berikut.
ٌ ‫أَال إِ َّن أَ ْولَِيا َء اهَّللِ ال َخ ْو‬
َ ُ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوال ُه ْم َي ْح َزن‬
)٦٢( ‫ون‬
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Yunus: 62)
Rasulullah adalah sosok pemimpin yang sempurna dan mampu menjadi
perisai bagi ummatnya. Ali r.a. berkata, “Apabila kondisi mencekam dan mata
memerah, kami berlindung kepada Rasulullah. Tak ada seorang pun yang lebih
dekat dengan musuh darinya. Perang Badar telah memperlihatkan kepadaku,

6
ketika kami berlindung kepada Rasulullah, sementara beliau yang paling dekat
dengan musuh”.3
Dengan memahami teks di atas, maka hendaknya seorang pemimpin menjadi
perisai bagi kaumnya. Pemimpin haruslah dapat menjadi perisai yang baik dan
kuat, sehingga kaum dapat terlindungi dari berbagai marabahaya.

3.Mendamaikan Perpecahan yang Terjadi Di Antara Ummat

‫ِي‬ِّ ‫اعد‬ َّ ‫ِي َع ْن َس ْه ِل ْب ِن َس @ ْع ٍد‬


ِ @ ‫الس‬ ِ ‫ان َح َّد َثنَا َح َّما ٌد َح َّد َثنَا أَبُو َح‬
ُّ ‫از ٍم ْال َم َدن‬ ِ ‫َح َّد َثنَا أَبُو النُّ ْع َم‬
‫@ر ثُ َّم‬ ُّ ‫صلَّى‬
َ @‫الظ ْه‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َف‬ َ ‫ال َب ْي َن َبنِي َع ْم ٍرو َف َبلَ َغ َذل‬
َ ‫ِك النَّ ِب َّي‬ ٌ ‫ان ِق َت‬
َ ‫ال َك‬ َ ‫َق‬
﴾ ‫ ﴿ رواه البخاري‬.…‫ِح َب ْي َن ُه ْم‬
ُ ‫صل‬ ُ ‫أََت‬
ْ ُ‫اه ْم ي‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man telah menceritakan kepada kami
Hammad telah menceritakan kepada kami Abu Hazim Al Madani dari Sahal bin
Sa'd As Sa'idi mengatakan; ketika terjadi peperangan antara bani 'Amru, berita ini
sampai kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, maka beliau shalat zhuhur
kemudian mendatangi mereka untuk mendamaikan sesama mereka…. (H.R.
Bukhari No. 6653)
Pemimpin haruslah peka terhadap keadaan rakyatnya, jika terjadi perpecahan
maka wajiblah dia mengatasinya sedini mungkin, sebab jika disintegritas
dibiarkan, ia akan menyebabkan suatu permasalahan besar sehingga timbul
perpecahan yang akan mengancam keutuhan kesatuan-persatuan bangsa.
Bagaimana mungkin suatu negara maju, jika diantara rakyatnya tidak tertanam
rasa persatuan dan kesatuan?
Rasulullah S.A.W. memberikan contoh yang tepat dalam mengatasi
permasalahan. Ketika terdapat suatu permasalahan maka Rasulullah segera
bertindak cepat dan tepat. Bahkan Rasulullah dapat mencegah permasalahan
sedini mungkin. Hal ini diperlukan agar dapat menjadi pemimpin yang amanah.
Dan untuk mewujudkannya diperlukan kebijaksanaan, ketegasan, dan mampu
memprediksi secara tepat.

3
Ahmad Ratib Armush. Qiyadah al-Rasulullah, Terjemahan. 2005. Hlm. 187

7
4.Adil Terhadap Semua Golongan

‫@ر ْح َم ِن َع ْن‬ َّ @‫@ال َح@ َّد َثنِي ُخ َب ْي ُب ْب ُن َع ْب@ ِد ال‬ َ @‫َح@ َّد َثنَا ُم َس @ َّد ٌد َح@ َّد َثنَا َي ْح َيى َع ْن ُع َب ْي@ ِد اهَّللِ َق‬
‫ص@لَّى اهَّللُ َعلَ ْي@ ِه َو َس@لَّ َم‬ َ ‫ض َي اهَّللُ َع ْن@ ُه َع ْن النَّ ِب ِّي‬ ِ ‫ُر ْي َر َة َر‬َ ‫اص ٍم َع ْن أَِبي ه‬ ِ ‫ص ْب ِن َع‬ ِ ‫َح ْف‬
‫َش@أَ فِي‬ َ ‫اب ن‬ ٌّ @‫ْل َو َش‬ ٌ ‫ال َس ْب َع ٌة يُ ِظلُّ ُه ْم اهَّللُ َت َعالَى فِي ِظلِّ ِه َي ْو َم اَل ِظ@ َّل إِاَّل ِظلُّ ُه إِ َم@@ا ٌم َع@ د‬ َ ‫َق‬
‫اج َت َم َعا َعلَ ْي ِه َو َت َف َّر َقا‬ ْ ِ‫اج ِد َو َر ُجاَل ِن َت َح َّابا فِي اهَّلل‬ ِ ‫ِع َبا َد ِة اهَّللِ َو َر ُج ٌل َق ْل ُب ُه ُم َعلَّ ٌق فِي ْال َم َس‬
َ ‫ص@د‬
‫َّق‬ ُ @َ‫@ال إِنِّي أَخ‬
َ ‫اف اهَّللَ َو َر ُج@ ٌل َت‬ َ ‫@ال َف َق‬ٍ ‫ص ٍب َو َج َم‬ ِ ‫ات َم ْن‬ُ ‫ام َرأٌَة َذ‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو َر ُج ٌل د‬
ْ ‫َع ْت ُه‬
َ ‫ِ@ق َيمِينُ@ ُه َو َر ُج@ ٌل َذ َك‬
َ ‫@ر اهَّللَ َخالًِي@ا َف َف‬
‫اض@ ْت‬ ُ ‫اها َحتَّى اَل َت ْعلَ َم ِش َمالُ ُه َما تُ ْنف‬َ ‫ص َد َق ٍة َفأَ ْخ َف‬
َ ‫ِب‬
﴾ ‫َع ْينَا ُه ﴿ رواه البخاري‬
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami
Yahya dari 'Ubaidullah berkata, telah menceritakan kepada saya Khubaib bin
'Abdurrahman dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari
Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: “Ada tujuh (golongan orang beriman)
yang akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah dibawah naunganNya
(pada hari qiyamat) yang ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya. Yaitu;
Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah
kepada Rabnya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang
laki-laki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan
berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang
wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, “aku takut kepada Allah”, seorang yang
bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui
apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan seorang laki-laki yang berdzikir
kepada Allah dengan mengasingkan diri sendirian hingga kedua matanya basah
karena menangis". (H.R. Bukhari No. 1334)
Berdasarkan hadits di atas, keutamaan pemimpin yang adil disebutkan terlebih
dahulu, karena banyaknya kebaikan dan kemaslahatan yang terkait dengannya. Di
dalam al-Quran terdapat banyak perintah untuk berbuat adil, salah satunya di
dalam ayat berikut.

﴾ ٩٠ :‫ان ﴿ النحل‬
ِ ‫اإلح َس‬ ِ ‫إِ َّن اهَّللَ َي ْأ ُم ُر ِب ْال َعد‬
ْ ‫ْل َو‬

8
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan (Q.S.
an-Nahl: 90)
Adil bukan berarti menyetarakan semua hal, namun menempatkan sesuatu hal
sesuai pada tempatnya. Adapun untuk melihat sejauh mana seorang pemimpin itu
berlaku adil adalah dengan mencermati berbagai keputusan dan kebijakan yang
dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin menerapkan hukum tanpa pandang bulu,
secara merata terhadap semua golongan, maka dapat dikatakanlah seorang
pemimpin tersebut adil.

E. Tanggung jawab seorang pemimpin di pondok pesantren (kiyai)


Seperti di pondok saya ponpes alquran Atthabranniyyah Serang, itu seorang
kyai mempunyai tanggung jawab besar kepada santrinya karna si santri itu titipan
dari orang tuanya untuk di didik dan di bimbing supaya mempunyai akhlakul
karimah yang baik berbagai ilmu di kaji di pondok pesantren dan tanggung jawab
seorang kyai dalam seseharinya yaitu memberi ilmu kepada santrinya agar
menjadi santri yang paham terhadap ilmu agama dan memiliki pemahaman yang
luas,Kiai juga bertugas pula sebagai pembina dan pendidik umat yaitu pemimpin
masyarakat. Keberadaan Kiai sebagai pemimpin pondok pesantren dan pemimpin
umat memiliki kebijaksanaan yang arif dan wawasan yang luas, terampil dalam
ilmu agama, menjadi teladan dalam sikap dan perilaku etis serta memiliki
hubungan dekat dengan Tuhan. Legitimasi kepemimpinan kiai diperoleh dari
masyarakat, karena masyarakat menilai Kiai tersebut memiliki keahlian ilmu
agama Islam, kewibawaan yang bersumber dari ilmunya, memiliki sikap pribadi
dan ahlak yang terpuji. Kiai ideal oleh komunitas pesantren sebagai sentral figur
yang mewakili mereka tampil sebagai mediator, dinamisator, katalisator,
motivator maupun sebagai motor penggerak bagi komunitas yang dipimpinnya
dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat dan pesantren. keberadaan
seorang Kiai sebagai pemimpin di pesantren ditinjau dari tugas dan fungsinya
dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang unik. Kiai sebagai
pimpinan lembaga pendidikan Islam tidak sekedar bertugas menyusun kurikulum
pendidikan agama Islam, membuat peraturan tata tertib, merancang sistem

9
evaluasi, melaksanakan pembelajaran berkaitan dengan ilmu ilmu yang diajarkan
di pesantren.

F. Tanggung Jawab Kepemimpinan Dalam Pendidikan Di Pondok


Pesantren
1. Mendidik siswa/ santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang
muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,memiliki
kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang
berpancasila.
2. Mendidik santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam
mengamalkan ajaran islam secara utuh dan dinamis.
3. Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan
dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan
regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).
5. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
6. Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.

G. Kesimpulan
Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(dalam artian jika terjadi sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan
dsb). [KBBI], kedudukan atau jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas
kenabian dalam memelihara agama dan mengendalikan dunia”. Tanggung jawab
kepemimpinan adalah sikap dari suatu imam atau pemimpin yang menyadari
berbagai tugas dan amanah yang diembannya, sehingga ia melaksanakan berbagai
kewajiban serta berorientasi menjaga dan memberikan kemaslahatan umat di
dunia dan di akhirat.

10
H. Saran
Setelah membaca jurnal tanggung jawab kepemimpinan, diharapkan pembaca
yang budiman dapat merenungkannya dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga dapat lebih bermanfaat. Demikian paparan mengenai
tanggung jawab kepemimpinan yang dapat penulis paparkan. Mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dan terdapat kata-kata yang tidak berkenan. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. 2011. Ensiklopedia Hadits 1;


Shahih al-Bukhari 1. Diterjemahkan oleh Masyhar dan Muhammad Suhadi.
Jakarta Timur: Almahira
_______. 2012. Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari 2. Diterjemahkan oleh
Subhan Abdullah dkk. Jakarta Timur: Almahira
Ahmad Muhammad Yusuf. 2009. Ensiklopedi Tematis Ayat al-Qur’an dan
Hadits. Jakarta: Widya Cahaya
Ahmad Ratib Armush. 2005. Qiyadah al-Rasulullah; wa al-‘Askariyah.
Diterjemahkan oleh Ahmad Khotib. Jakarta: Bening Publishing
Ash Shiddieqy Hasby. 2002 Mutiara Hadits jilid ke enam. Jakarta: Bulan Bintang
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya
Inu Kencana Syafiie. 2013. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara
Rachmat Syafe’i. 2000. Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum). Bandung:
Pustaka Setia
Tim Darul Ilmi. 2010. Buku Panduan Agama Islam. Jakarta: QultumMedia
Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Media
Pustaka Phoenix
Zaki Al-Din ‘Abd Al-Azhim Al-Mundziri. 2009. Ringkasan Shahih Muslim.
Diterjemahkan oleh Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoemi.
Bandung: PT Mizan Pustaka

12

You might also like