You are on page 1of 52

MAKALAH TUTORIAL

INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

Dosen:
Rooswita Santia Dewi, M.Psi, Psikolog

Oleh:
Kelompok 11

Sinta Anisa 1810911120005


Tias Firdayanti 1810911220058
Vania Puspitasari Sangadi 1810911320023
Ladyqia Cintana Pinkan 1910912220024
Ariska Imelda 1810913320025
Ketut Sunartiasih 1810913320027
Irhamna Putri Nada Ramadhini 1810913320028
Dinda Putri Lestari 1810913320030
Toni Wenda 1810913710001
Dewi Syifah Amtarohim 1810913720002
Aldie Rachmadani 1810913310021
Pavita Avissa 1910914220013
M Rafiqi Akbar 1910914210020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Dosen Pembimbing Tutorial : Rooswita Santia Dewi, M.Psi, Psikolog


Kelompok : 11 (Sebelas)
Nama Anggota :
1. Sinta Anisa 1810911120005
2. Tias Firdayanti 1810911220058
3. Vania Puspitasari Sangadi 1810911320023
4. Ladyqia Cintana Pinkan 1910912220024
5. Ariska Imelda 1810913320025
6. Ketut Sunartiasih 1810913320027
7. Irhamna Putri Nada Ramadhini 1810913320028
8. Dinda Putri Lestari 1810913320030
9. Toni Wenda 1810913710001
10. Dewi Syifah Amtarohim 1810913720002
11. Aldie Rachmadani 1810913310021
12. Pavita Avissa 1910914220013
13. M. Rafiqi Akbar 1910914210020

Banjarbaru, 14 September 2021


Dosen Pembimbing,

Rooswita Santia Dewi, M.Psi, Psikolog


NIP. 197409082008122001

ii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER…………………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
DAFTAR ISI. ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN. ............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Skenario. ............................................................................... 2
C. Analisa Kasus. ...................................................................... 2
1. Klarifikasi/Identifikasi Istilah. ......................................... 2
2. Daftar Masalah. ................................................................ 3
3. Analisis Masalah. ............................................................. 4
4. Pohon Masalah. ................................................................ 6
5. Sasaran Belajar. ................................................................ 7

BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus COVID-19………………………………… 8
1. Definisi…………………………………………………… 8
2. Etiologi…………………………………………………… 8
3. Epidemiologi……………………………………………... 10
4. Faktor Resiko…………………………………………….. 11
5. Klasifikasi Covid-19……………………………………... 11
6. Patofisiologi……………………………………………… 12
7. Tanda dan Gejala………………………………………… 13
8. Diagnosis………………………………………………… 15
9. Tatalaksana………………………………………………. 18
10. Pencegahan……………………………………………... 21
11. Prognosis……………………………………………….. 37
12. Sasaran Belajar Belum Terjawab………………………. 37
B. Analisa Kasus Skenario Lebih Mendalam ............................ 37
C. Rekomendasi dan Solusi. ...................................................... 38

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................... 40
B. Saran .................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 42

LAMPIRAN……………………………………………………………... 44

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kriteria Vaksin ................................................................................... 32

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Etiologi Coronavirus…………………………………………. ......... 9


2.2 Testing………………………………………………………... ......... 22

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Foto Kegiatan Saat Tutorial ............................................................... 44

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga kami berhasil menyelesaikan
"Makalah Tutorial Interprofessional Education (IPE)" ini dalam bentuk dan isi.
Salam dan salawat semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW,
dimana beliau adalah sosok yang sangat dimuliakan dan dirindukan oleh seluruh
umatnya, penulis sampaikan terima kasih kepada dosen dan rekan-rekan yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah yang akan
penulis buat selanjutnya.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Banjarmasin, 14 September 2021

Penulis

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandemi COVID-19 merupakan ancaman luar biasa yang terjadi secara


global. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa kecuali. Penyebab penyakit
COVID-19 adalah sebuah virus yang diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2). Infeksi virus SARS-CoV-2 ke dalam
tubuh manusia dapat mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah lalu
berkembang menjadi sindrom pernapasan akut yang parah, beberapa kegagalan
organ, dan bahkan kematian. Penyakit ini dapat menjadi lebih berbahaya jika
diderita oleh kelompok lanjut usia dan mereka yang memiliki penyakit bawaan
(komorbid). Beberapa penyakit bawaan yang dapat meningkatkan faktor resiko
COVID-19 antara lain Hipertensi, Diabetes, Jantung, Asma, Kanker, dan Gagal
Ginjal.
Dalam rangka memutus penularan Covid 19 pemerintah Indonesia juga akan
melakukan vaksinasi kepada penduduk Indonesia. Menurut Fundrika, B.A.(2021).
Pemerintah Indonesia disebut telah membuat peta jalan untuk vaksinasi Covid-19
di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyebutkan bahwa
rencana vaksinasi di Indonesia akan dilakukan dalam dua periode.Hal tersebut
sudah dikonsutasikan kepada Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization (ITAGI) yang bertugas memberikan nasehat/advice kepada Menteri
Kesehatan. Periode pertama akan dimulai pada Januari sampai dengan April 2021.
Dalam menanggulangi pandemi Covid-19, upaya vaksinasi dilakukan tidak
hanya menjadi satu-satunya upaya untuk melindungi masyarakat dari penularan
Covid-19. Selama belum mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), maka
pencegahan yang efektif saat ini adalah mematuhi protokol kesehatan 5M yaitu
dengan double mask dengan masker medis dilapisi bagian luarnya dengan masker
kain agar menutupi rongga dari masker medis tersebut, menjaga jarak, mencuci
tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menjauhi kerumunan, dan
membatasi mobilitas. Namun vaksin juga sangat penting untuk dilakukan dengan
tetap memperhatikan indikasi dan kontraindikasi agar proses vaksinasi berjalan
dengan tepat dan sesuai target, namun karena banyaknya berita-berita yang tidak
benar mengenai keamanan vaksin yang beredar dimasyarakat membuat terjadinya
ketidakpatuhan akan peraturan untuk mengikuti vaksin. Bahkan sebagian besar
masyarakatpun menganggap vaksin tidak ada gunanya atau tidak perlu untuk
dilakukan yang kemudian menjadi PR bagi pemerintah serta jajarannya untuk
mengatur strategi agar pesan kepercayaan akan vaksinasi covid19 dapat
menyentuh seluruh masyarakat sehingga masyarakat mengukuti vaksin secara
merata dan bertahap.

1
B. Skenario

COVID-19 & VAKSINASI

Kasus COVID-19 di Provinsi Kalimantan Selatan masih cukup tinggi. Data


per 29 Agustus ini tercatat 8.192 kasus. Salah satu upaya yang dilakukan oleh
Satgas Covid-19 Kalsel melakukan tracing, tracking dan testing, terutama pada
kelompok berisiko. Hingga saat ini, peluang untuk menemukan vaksin atau obat
COVID-19 menjadi salah satu usaha untuk penanganan kasus ini. Pelaksanaan
vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu upaya untuk memutus mata rantai
penularan Covid-19, dengan harapan dapat membentuk kekebalan kelompok (herd
immunity). Pemerintah Indonesia telah menyediakan vaksin secara gratis untuk
masyarakatnya diantaranya; Sinovac, Novavax, AstraZeneca, Pfizer, dan
COVAX/GAVI. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan secara bertahap
dengan target sasaran 181,5 juta orang (70-80% warga Indonesia). Tahapan
tersebut terbagi menjadi empat dengan target sasaran yang berbeda-beda. Tahap
pertama adalah tenaga kesehatan, tahap kedua petugas pelayanan publik dan
kelompok usia lanjut (lansia), tahap ketiga masyarakat rentan, dan terkahir adalah
masyarakat lainnya.
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) dengan responden sebanyak
212.762 orang menunjukan bahwa sebanyak 20% dari jumlah responden belum
melakukan vaksin Covid-19 dengan alasan khawatir efek samping serta tidak
percaya dengan dengan efektivitas vaksin. Survei ini juga menyebutkan bahwa
responden di wilayah Luar JawaBali cenderung kurang patuh dalam penerapan
protokol kesehatan. Banyak responden di luar Pulau Jawa-Bali yang belum patuh
dalam menjaga jarak minimal 2 meter sebanyak 44%, lalu mengindari kerumunan
yakni 31%, cuci tangan dengan sabun/hand sanitizer 35%.
Sejak Januari lalu, Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan telah mengawali
program vaksinasi Covid-19. Hingga tanggal 09 Agustus, cakupan vaksinasi tahap
pertama di provinsi Kalimantan Selatan telah mencapai 14,84 persen, sedangkan
untuk vaksinasi tahap dua tercapai 9,22 persen dari target. Berdasarkan survei
Charta Politica kepada 1.200 responden di bulan Maret 2021, menunjukkan,
15,8% responden menganggap dirinya kebal dari virus Covid-19 setelah
mendapatkan vaksin, 4,5% responden juga merasa boleh abai protokol kesehatan
setelah menerima vaksin Covid-19. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah
bersama dengan aparat di Kalimantan Selatan melakukan berbagai upaya untuk
mengubah perilaku masyarakat, antara lain program ―Kampung Tangguh Banua‖.
Penyelesaian masalah COVID-19 ini tentu tidak berakhir setelah vaksin/obat
ditemukan dan angka kejadian positif COVID-19 menjadi nihil. Kondisi
psikologis, perilaku, dan kebiasaan masyarakat juga perlu berubah.

C. Analisis Kasus

1. Klarifikasi/Identifikasi Istilah

1. 3T
- tracing adalah proses mengidentifikasi, menilai, dan mengelola orang2 yang
telah terpapar suatu penyakit untuk mencegah penularan lebih lanjut (Ketut).

2
- Tracing : melakukan penelusuran pada orang sekitar yang mempunyai
riwayat kontak dengan pasien, Tracking: merupakan salah satu cara untuk
mengendalikan wabah yang tengah terjadi yang dilakukan oleh petugas
kesehatan, Testing : Tindakan melakukan tes COVID-19.

2. Vaksinasi
- VAKSINASI Menurut WHO, Vaksinasi adalah cara sederhana, aman, dan
efektif untuk melindungi diri dari penyakit berbahaya, sebelum terpapar
penyakit. Merupakan pertahanan alami tubuh untuk membangun ketahanan
terhadap infeksi tertentu dan membuat sistem kekebalan menjadi lebih kuat.
Vaksin melatih sistem kekebalan untuk membuat antibodi, sama seperti
ketika terpapar penyakit. vaksin hanya mengandung kuman yang mati atau
dilemahkan seperti virus atau bakteri, vaksin tidak menyebabkan penyakit
atau berisiko mengalami komplikasinya. Vaksinasi adalah pemberian
komponen antigen spesifik agen, tetapi aman, yang pada individu yang
divaksinasi dapat menginduksi kekebalan protektif terhadap agen infeksi
yang sesuai. Menurut Kemenkes, Vaksinasi adalah proses di dalam tubuh,
dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi dari suatu penyakit
sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut maka tidak
akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan, biasanya dengan pemberian
vaksin.

3. Charta politika
- Charta Politika Indonesia atau CPI, adalah lembaga survei politik di
Indonesia yang dipimpin oleh Yunarto Wijaya.
- Charta Politika Indonesia atau CPI, adalah lembaga survei politik di
Indonesia yang dipimpin oleh Yunarto Wijaya. Charta Politika Indonesia
melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan politik. kegiatan
yang dilakukan oleh Charta Politika yaitu riset.

4. Herd Imunity
- Herd immunity merupakan situasi dimana sebagian besar masyarakat
terlindung/kebal terhadap penyakit tertentu. Melalui kekebalan kelompok,
akan timbul dampak tidak langsung, yaitu turut terlindunginya kelompok
masyarakat yang rentan dan bukan merupakan sasaran vaksinasi. Kondisi
tersebut hanya dapat tercapai dengan cakupan vaksinasi yang tinggi dan
merata.
Herd immunity merupakan proteksi indirek (tidak langsung) yang bisa
didapatkan oleh individu yang rentan terhadap suatu infeksi karena proporsi
individu yang imun (kebal) terhadap infeksi tersebut sudah berjumlah besar
dalam suatu populasi.

2. Daftar Masalah

1. Mengapa masyarakat luar bali dan jawa tingkat kepatuhan vaksin lebih
rendah?
2. Mengapa program vaksinasi dilakukan secara bertahap?
3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah selain program vaksinasi?

3
4. Siapa saja kelompok risiko terkait dengan kasus covid19?
5. Apa saja tanda dan gejala covid19?
6. Apa perbedaan dari macam-macam vaksin covid19 tersebut?
7. Bagaimana cara vaksin bekerja dalam tubuh?
8. Siapa saja kelompok prioritas dalam program vaksin?
9. Bagaimana untuk seseorang yang pernah mengalami positif covid
melakukan vaksin dengan jangka waktu 1 bulan setelah positif?
10. Kandungan dalam vaksin?
11. Bagaimana Penerapan 3T?
12. Mengapa masyarakat tidak patuh untuk mengikuti kegiatan vaksinasi?
13. Bagaimana cara meyakinkan masyarakat untuk mengikuti vaksinasi?
14. Apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan vaksinasi covid19 di Indonesia?
15. Apakah ibu hamil dan menyusui boleh divaksin? Jika tidak, apa alasannya
dan jika boleh, apakah ada efek pada bayi?
16. Apakah orang yang sudah vaksin masih dapat menularkan virus covid19?
17. Apa saja kontraindikasi untuk mendapatkan vaksin covid19?
18. Bagaimana penangan efek alergi seperti gatal-gatal yang ditimbulkan
akibat vaksin ?
19. Berapa lama vaksin dapat melindungi kita dari infeksi virus di masa yang
akan datang?

3. Analisis Masalah

13. Dengan edukasi proses produksi vaksin, keamanan vaksin sehingga


masyarakat dapat yakin dengan vaksin dan mau melakukan vaksin covid19, dapa
diberikan pengertian bahwa vaksincovid19 aman karena proses produksi yang
akurat dan lolos uji klinis dan hemat biaya

5. - Demam, batuk, flu, nyeri, sakitkepala, lelah, diare, kehirangan perasa, ruam
pda kulit, sesak,nyeri dada - gejala tersebut muncul setelah 5-6 hari setelah
terkontaminasi atau 14 hari setelah kontak dengan penyintas

16. – masih dapat menularkan virus ke orang lain meskipun sudah vaksin, orang
yang sudah vaksin pun masih berisiko untuk terinfeksi covid19

12. – dipertanyakan integritas dari program vaksin, tiadak ada sanksi atau
ganjaran, vaksin tanggung jawab pribadi sehingga masyarakat menganggap tidak
vaksin ya tidak masalah, beertebarnya kabar hoax mengenai vaksin, pengaruh
orang yang berkuasa(integritas orang yang memiliki jabatan kurang dihargai)

8. - Tenaga kesehatan, pelayanan public, masyarakat umum


- tenaga pengajar, aparatur Negara
- nakes, public, usia lanjut, kelompok rentan, umum
- nakes, aparatur Negara, pemerintah, kelompok rentan, pendidik, umum

1. - masyarakat beranggapan vaksin tidak berguna, bahkan tidak percaya covid19,


kurangya sosialisasi vaksin, tidak percaya karena adanya kasis vaksin lalu
meninggal dunia atau prosedur vaksin yang tidak benar dan meresahkan warga

4
3. - pembatasan masuknya wna, deteksi dini di bandara, penambahan rs rujukan,
laranmngan mudik, WFH, PSBB, PPKM, gugus tugas, satgas covid19,
pembatasan jam operasional pekerja, pendataan kelompok rentan

15. – sudah boleh vaksin, dengan batasan usia hamil diatas 3 bulan dan dengan
syarat tekanan darah normal, tidak sedang menjalani terapi dengan obat2an
tertentu.

7. antigen yang disuntikan akan dilawan oleh system imun, dan adanya memori
dalam system imun sehingga imun tubuh yang telah divaksin akan lebih siap
untuk menangani virus

14. – dilakukan oleh nakes, tidak mengganggu pelayanan lainnya, melakukang


skrining sebelum dilakukan vaksinasi, melakukan pelaporan, melakukan protocol
kesehatan

2. – merangsang pembentukan antibody, booster jumlahnya lebih kuat

5
4. Pohon Masalah

6
5. Sasaran Belajar

1) Definisi COVID-19
2) Etiologi COVID-19
3) Epidemiologi COVID-19
4) Faktor Resiko COVID-19
5) Klasifikasi COVID-19
6) Patofisiologi COVID-19
7) Tanda dan gejala COVID-19
8) Diagnosis COVID-19
9) Tatalaksana COVID-19
10) Pencegahan COVID-19
11) Prognosis COVID-19
12) Siapa saja kelompok risiko terkait dengan kasus covid19?
13) Apa perbedaan dari macam-macam vaksin covid19 tersebut?
14) Bagaimana untuk seseorang yang pernah mengalami positif covid
melakukan vaksin dengan jangka waktu 1 bulan setelah positif?
15) Kandungan dalam vaksin?
16) Bagaimana Penerapan 3T?
17) Apa saja kontra indikasai untuk mendapatkan vaksin covid19?
18) Bagaimana penangan efek alergi seperti gatal-gatal yang ditimbulkan
akibat vaksin ?
19) Berapalama vaksin dapat melindungi kita?

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus COVID-19

1. Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus
yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS).1 Virus Corona ini adalah virus baru yang belum pernah
terindentifikasi pada manusia sebelumnya, sehingga disebut 2019 Novel
Coronavirus atau 2019-nCoV. Virus ini dapat ditularkan lewat droplet, yakni
partikel air yang berukuran sangat kecil dan biasanya keluar saat batuk atau
bersin.1
Virus ini dapat ditularkan lewat droplet, yakni partikel air yang berukuran
sangat kecil dan biasanya keluar saat batuk atau bersin. Virus Corona ini secara
alami mudah mengalami mutasi sebagai bentuk kemampuan untuk bertahan
hidup.2 Dalam perkembangannya, ditemukan varian baru virus COVID-19 yaitu
B.117 asal Inggris, kemudian B.1351 asal Afrika Selatan, P.1 asal Brasil, varian
mutasi ganda dari India B. 1617, N439k dari Skotlandia, G614G dari Jerman, dan
mutase E484K.1

2. Etiologi
Coronavirus (CoVs) adalah virus RNA (+ ssRNA) beruntai positif dengan
penampilan seperti mahkota di bawah mikroskop elektron karena adanya lonjakan
glikoprotein pada amplop. Subfamili Orthocoronavirinae dari famili
Coronaviridae (ordo Nidovirales) diklasifikasikan menjadi empat genera CoV.2
 Alphacoronavirus (alphaCoV)
 Betacoronavirus (betaCoV)
 Deltacoronavirus (deltaCoV)
 Gammacoronavirus (gammaCoV)
Genus BetaCoV dibagi lagi menjadi lima sub-genera atau garis keturunan.
Karakterisasi genom telah menunjukkan bahwa kelelawar dan hewan pengerat
adalah kemungkinan sumber gen alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies
burung tampaknya mewakili sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs. CoVs telah
menjadi patogen utama dari wabah penyakit pernapasan yang muncul. Anggota
keluarga besar virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan, usus, hati, dan
saraf pada spesies hewan yang berbeda, termasuk unta, sapi, kucing, dan
kelelawar. Untuk alasan yang belum dijelaskan, virus ini dapat melewati batasan
spesies dan dapat menyebabkan, pada manusia, penyakit mulai dari flu biasa
hingga penyakit yang lebih parah seperti MERS dan SARS. Hingga saat ini, tujuh
CoV manusia (Human Corona Virus) yang mampu menginfeksi manusia telah
diidentifikasi. Beberapa Human Corona Virus diidentifikasi pada pertengahan

8
1960-an, sementara yang lain hanya terdeteksi pada milenium baru. Secara umum,
perkiraan menunjukkan bahwa 2% dari populasi adalah pembawa CoV yang sehat
dan virus ini bertanggung jawab atas sekitar 5% hingga 10% dari infeksi saluran
pernapasan akut.2

Gambar 2.1 Etiologi coronavirus2

SARS-CoV-2 adalah betaCoV baru yang termasuk dalam subgenus yang


sama dengan coronavirus sindrom pernafasan akut yang parah (SARS-CoV) dan
Coronavirus Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV), yang sebelumnya
telah terlibat dalam SARS-CoV dan MERS Epidemi -CoV dengan tingkat
kematian masing-masing hingga 10% dan 35%. Virus ini memiliki bentuk bulat
atau elips dan sering pleomorfik dan diameter sekitar 60-140 nm. Seperti CoV
lainnya, sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Saat ini, suhu inaktivasi
SARS-CoV-2 sedang diteliti. Permukaan baja tahan karat yang dipegang pada
suhu udara 54,5°C (130 °F) menghasilkan penonaktifan 90% SARS-CoV-2 dalam
waktu sekitar 36 menit. Pada 54,5°C, waktu untuk penurunan infektivitas 90%
adalah 35,4 ± 9,0 menit dan waktu paruh virus adalah 10,8 ± 3,0 menit.
Sebaliknya, ia dapat menahan suhu yang lebih rendah bahkan di bawah 0 °C.
Juga, virus ini dapat secara efektif dinonaktifkan oleh pelarut lipid, termasuk eter
(75%), etanol, desinfektan yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan
kloroform kecuali klorheksidin.2
Karakterisasi genom Human Corona Virus baru, diisolasi dari pasien cluster
dengan pneumonia atipikal setelah mengunjungi Wuhan, memiliki 89% identitas
nukleotida dengan kelelawar mirip SARS-CoVZXC21 dan 82% dengan SARS-
CoV manusia. Oleh karena itu, itu disebut SARS-CoV-2 oleh para ahli dari
Komite Internasional untuk Taksonomi Virus. Genom RNA untai tunggal dari
SARS-CoV-2 mengandung 29891 nukleotida, yang mengkodekan 9860 asam
amino.2
Meskipun asal usul SARS-CoV-2 saat ini tidak diketahui, secara luas diduga
berasal dari hewan yang berimplikasi pada penularan zoonosis. Analisis genom

9
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin berevolusi dari strain yang
ditemukan pada kelelawar. Perbandingan genomik antara urutan SARS-CoV-2
manusia dan coronavirus hewan yang diketahui memang mengungkapkan
homologi yang tinggi (96%) antara SARS-CoV-2 dan betaCoV RaTG13
kelelawar (Rhinolophus affinis)[5]Mirip dengan SARS dan MERS, telah
dihipotesiskan bahwa SARS-CoV-2 berkembang dari kelelawar ke inang
perantara seperti trenggiling dan cerpelai, dan kemudian ke manusia. Laporan
yang baru-baru ini dirilis oleh WHO yang menjelaskan kemungkinan asal-usul
SARS-CoV-2 tidak meyakinkan karena tidak secara jelas menentukan asal virus;
Namun, dilaporkan bahwa penyebaran SARS-CoV-2 terjadi pada awal Desember
2019. Laporan ini mengeksplorasi beberapa kemungkinan hipotesis asal virus
yang mencakup asal virus pada hewan, penularan virus ke hospes perantara, dan
perjalanan selanjutnya ke manusia.2
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Corona virus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu:
protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S
(spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Corona virus.3

3. Epidemiologi
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di
China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari
2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar,
kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China.7
Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di
China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura,
Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis,
dan Jerman.4
Epidemiologi COVID-19 telah ditetapkan sebagai pandemi global pada
tanggal 11 Maret 2020 oleh WHO. Pertama kali dilaporkan terjadi di Kota Wuhan
Cina, kemudian dalam waktu kurang dari setahun telah menyebar ke seluruh
negara di dunia. Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan pada Desember 2019
di Wuhan Cina. Setelah itu, virus SARS-Cov-2 menyebar ke seluruh bagian
negara Cina dalam waktu beberapa minggu, dan ke negara lain dalam waktu
beberapa bulan. Sampai tanggal Juli 2021, COVID-19 sudah ditemukan di 216
negara, dengan total terkonfirmasi lebih dari 190.000.000 kasus. Amerika Serikat
merupakan negara dengan kasus COVID-19 terbanyak, yaitu lebih dari
33.000.000 kasus kumulatif. Diikuti dengan negara India sekitar 31.000.000 kasus
dan Brazil sekitar 19.000.000 kasus. Kasus terkonfirmasi COVID-19 pertama di
Indonesia dilaporkan pada tanggal 2 Maret 2020, dengan jumlah pasien 2 orang.
Sampai bulan Juli 2021, COVID-19 di Indonesia sudah mendekati 3.000.000
kasus konfirmasi dan menempati peringkat ke 14 total kumulatif kasus COVID-19
di dunia. COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.5

10
Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh
dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan
kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki
peringkat pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus
baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol
dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia,
yaitu 11,3%.4

4. Faktor resiko
Laki-laki perokok aktif adalah faktor risiko dari infeksi Covid-19. Begitu
pula dengan pasien yang sudah ada penyakit bawaan seperti diabetes mellitus,
hipertensi, dan penyakit kardiovaskular (perokok, diabetes mellitus, serta
hipertensi) terdapat peningkatan pada reseptor ACE2. Pasien lanjut usia yang
memiliki komorbiditas seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, penyakit ginjal
kronis, dan diabetes mellitus memiliki faktor risiko lebih besar terkena SARS-
CoV-2.Pengguna (ARB) angiotensin receptor blocker berisiko tinggi terkena
Covid-19. Pasien dengan kanker lebih rentan terhadap infeksi daripada orang
yang tidak memiliki kanker, karena keadaan imunosupresif sistemik mereka
disebabkan kemoterapi dan pembedahan. Karenanya, pasien kanker memiliki
risiko tinggi terkena Covid-19 dan prognosisnya buruk. Menurut Centers for
Disease Control and Prevention (CDC), faktor risiko yang paling penting adalah
kontak langsung dengan penderita Covid-19. Baik itu tinggal serumah, atau
memiliki riwayat berpergian ke tempat pandemik. Tenaga medis adalah salah satu
risiko paling tinggi tertular SARS-CoV-2.5

5. Klasifikasi COVID-19
Menurut WHO, ada beberapa varian virus Corona baru yang termasuk dalam
varian yang perlu diwaspadai (variants of Concern), yaitu:
1. Varian Alfa
 Kode varian: B. 1.1.7
 Kasus pertama kali ditemukan: Inggris, September 2020
 Tingkat penularan virus: 43–90% lebih mudah menular dari virus Corona
sebelumnya
 Tingkat keparahan infeksi: lebih berpotensi menimbulkan gejala berat dan
risiko peningkatan risiko rawat inap dari virus Corona jenis awal
COVID-19 varian Alfa diketahui lebih cepat menular dan menyebar karena
lebih mampu menembus sistem kekebalan tubuh manusia. Bahkan, sejak April
2021 varian ini sudah menjadi salah satu varian virus Corona yang dominan di
Amerika Serikat dan Inggris.6
Laporan kasus sejauh ini menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang
terinfeksi virus Corona varian Alfa bisa mengalami gejala yang lebih parah.
Namun, pada orang yang telah menerima vaksin COVID-19, gejala infeksi virus
Corona varian ini umumnya lebih ringan.6
2. Varian Beta
 Kode varian: B. 1.351
 Kasus pertama kali ditemukan: Afrika Selatan, Mei 2020
 Tingkat penularan virus: belum diketahui

11
 Tingkat keparahan infeksi: lebih berisiko menyebabkan COVID-19 gejala
berat
COVID-19 varian Beta juga diketahui lebih mudah menular antar manusia.
Gejala infeksi virus Corona varian ini umumnya mirip dengan gejala COVID-19
secara umum, tetapi COVID-19 varian Beta diketahui lebih kebal terhadap
beberapa jenis pengobatan.6
Namun, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa gejala COVID-19
varian Beta cenderung lebih ringan pada orang yang telah mendapatkan vaksin
COVID-19, seperti vaksin Sinovac, Pfizer, dan Moderna.6
3. Varian Gamma
 Kode varian: P. 1
 Kasus pertama kali ditemukan: Brazil, November 2020
 Tingkat penularan virus: belum diketahui
 Tingkat keparahan infeksi: cenderung kebal terhadap pengobatan COVID-
19
COVID-19 varian ini pertama kali ditemukan di Brazil dan Jepang. Meski
jenis mutasinya berbeda dengan varian lainnya, virus Corona varian Gamma
diketahui dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan varian lain, seperti varian
Beta. Hingga saat ini, efektivitas vaksin COVID-19 terhadap varian Gamma
masih belum diketahui dengan jelas dan terus diteliti.6
4. Varian Delta
 Kode varian: B.1.617.2
 Kasus pertama kali ditemukan: India, Oktober 2020
 Tingkat penularan virus: 30–100% lebih mudah menular dari varian Alfa
 Tingkat keparahan infeksi: potensi peningkatan risiko dibutuhkannya
rawat inap hampir dua kali lipat dari varian Alfa
Varian Delta dari virus Corona adalah varian yang paling mudah menular
dan menyebar dengan cepat. Sejak awal ditemukan kasus hingga Juni 2021,
infeksi varian Delta sudah menyebar ke 74 negara dan bahkan sudah menjadi
varian dominan di India dan Inggris.6
Infeksi virus Corona varian Delta diketahui lebih sering ditemukan pada
orang dewasa muda. Di Inggris, penelitian menemukan bahwa anak-anak dan
orang dewasa di bawah umur 50 tahun hampir tiga kali lebih berisiko untuk
terinfeksi varian ini.6

6. Patofisiologi
SARS-CoV-2 menggunakan reseptor yang sama dengan SARS-CoV, yaitu
angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Selain ACE2 manusia (hACE2),
SARS-CoV-2 juga mengenali ACE2 dari babi, musang, monyet rhesus, musang,
kucing, trenggiling, kelinci, dan anjing. Penggunaan reseptor yang luas dari
SARS-CoV-2 menyiratkan bahwa ia mungkin memiliki kisaran inang yang luas,
dan efisiensi penggunaan ACE2 yang bervariasi pada hewan yang berbeda dapat
menunjukkan kerentanan mereka yang berbeda terhadap infeksi SARS-CoV-2.
Patogenesis infeksi SARS-CoV-2 pada manusia bermanifestasi sebagai
gejala ringan hingga gagal napas berat. Saat mengikat sel epitel di saluran
pernapasan, SARS-CoV-2 mulai bereplikasi dan bermigrasi ke saluran udara dan
memasuki sel epitel alveolus di paru-paru. Replikasi cepat SARS-CoV-2 di paru-
paru dapat memicu respons imun yang kuat. Sindrom badai sitokin menyebabkan

12
sindrom gangguan pernapasan akut dan kegagalan pernapasan, yang dianggap
sebagai penyebab utama kematian pada pasien COVID-19. Pasien dengan usia
lebih tua (>60 tahun) dan dengan penyakit serius yang sudah ada sebelumnya
memiliki risiko lebih besar mengalami sindrom gangguan pernapasan akut dan
kematian. Kegagalan beberapa organ juga telah dilaporkan dalam beberapa kasus
COVID-19.
Perubahan histopatologis pada pasien COVID-19 terutama terjadi di paru-
paru. Analisis histopatologi menunjukkan kerusakan alveolar difus bilateral,
pembentukan membran hialin, deskuamasi pneumosit dan deposit fibrin di paru-
paru pasien COVID-19 berat. Peradangan eksudatif juga ditunjukkan dalam
beberapa kasus. Tes imunohistokimia mendeteksi antigen SARS-CoV-2 di saluran
napas bagian atas, epitel bronkiolus dan epitel kelenjar submukosa, serta pada
pneumosit tipe I dan tipe II, makrofag alveolar, dan membran hialin di paru-paru.2

7. Tanda dan Gejala


Tampaknya semua usia populasi rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2, dan
usia rata-rata infeksi adalah sekitar 50 tahun. Namun, manifestasi klinis berbeda
dengan usia. Secara umum, pria yang lebih tua (>60 tahun) dengan penyakit
penyerta lebih mungkin untuk berkembangkan menjadi penyakit pernapasan parah
yang memerlukan rawat inap atau bahkan meninggal, sedangkan sebagian besar
orang muda dan anak-anak hanya memiliki penyakit ringan (non-pneumonia atau
pneumonia ringan) atau tanpa gejala. Terutama, risikonya penyakit tidak lebih
tinggi untuk ibu hamil. Namun, bukti transmisi transplasental SARS-CoV-2 dari
ibu yang terinfeksi ke neonatus dilaporkan, meskipun itu adalah kasus yang
terisolasi. Pada infeksi, gejala yang paling umum adalah demam, kelelahan dan
kering batuk. Gejala yang kurang umum termasuk produksi sputum, sakit kepala,
hemoptisis, diare, anoreksia, sakit tenggorokan, nyeri dada, menggigil dan mual
dan muntah dalam studi pasien di Cina. Gangguan penciuman dan rasa yang
dilaporkan sendiri juga dilaporkan oleh pasien di Italia. Kebanyakan orang
menunjukkan tanda-tanda penyakit setelah masa inkubasi 1-14 hari (paling sering
sekitar 5 hari), dan dyspnoea dan pneumonia berkembang dalam waktu rata-rata 8
hari dari onset penyakit.2
Meskipun sistem pernapasan adalah target utama untuk SARS-CoV-2
seperti dijelaskan di atas, itu dapat mempengaruhi sistem organ utama lainnya
seperti saluran pencernaan (GI), hepatobilier, kardiovaskular, ginjal, dan sistem
saraf pusat. Disfungsi organ yang diinduksi SARS-CoV-2, secara umum, mungkin
dijelaskan oleh salah satu atau kombinasi dari mekanisme yang diusulkan seperti
toksisitas virus langsung, cedera iskemik yang disebabkan oleh vaskulitis,
trombosis, atau peradangan trombosis, disregulasi imun, dan disregulasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron disregulasi sistem (RAAS).

Sistem kardiovaskular (CVS): Meskipun mekanisme pasti keterlibatan


jantung pada COVID-19 tidak diketahui, kemungkinan multifaktorial.
Reseptor ACE2 juga ditunjukkan oleh sel miokard yang berimplikasi
sitotoksisitas langsung oleh SARS-CoV-2 pada miokardium yang
menyebabkan miokarditis. Sitokin proinflamasi seperti IL-6 juga dapat
menyebabkan inflamasi vaskular, miokarditis, dan aritmia jantung. Sindrom
koroner akut (ACS) manifestasi jantung COVID-19 yang diakui dengan baik

13
dan kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang mencakup tetapi
tidak terbatas pada hiperkoagulabilitas terkait COVID-19, pelepasan sitokin
proinflamasi, memburuknya penyakit arteri koroner parah yang sudah ada
sebelumnya, stres kardiomiopati, dan gangguan hemodinamik terkait yang
dapat mengurangi aliran darah koroner, berkurangnya suplai oksigen yang
mengakibatkan destabilisasi mikrotrombogenesis plak koroner atau
memperburuk penyakit arteri koroner berat yang sudah ada sebelumnya.

Hematologi: SARS-CoV-2 memiliki efek signifikan pada sistem hematologi


dan hemostatik. Mekanisme leukopenia, salah satu kelainan laboratorium yang
paling umum ditemui pada COVID-19, tidak diketahui. Beberapa hipotesis
telah dipostulasikan yang mencakup penghancuran limfosit yang dimediasi
ACE 2 oleh invasi langsung oleh virus, apoptosis limfosit karena sitokin
proinflamasi, dan kemungkinan invasi virus ke organ limfatik.
Trombositopenia jarang terjadi pada COVID-19 dan kemungkinan disebabkan
oleh beberapa faktor yang mencakup penekanan trombosit yang dimediasi
virus, pembentukan autoantibodi, dan aktivasi kaskade koagulasi yang
menghasilkan konsumsi trombosit. Trombositopenia dan neutrofilia dianggap
sebagai tanda penyakit parah. Meskipun diketahui bahwa COVID-19
dikaitkan dengan keadaan hiperkoagulabilitas, mekanisme pasti yang
mengarah pada aktivasi sistem koagulasi tidak diketahui dan kemungkinan
dikaitkan dengan respons inflamasi yang diinduksi sitokin. Patogenesis
hiperkoagulabilitas terkait ini adalah multifaktorial dan mungkin disebabkan
oleh kerusakan langsung yang dimediasi virus atau cedera yang diinduksi
sitokin pada endotel vaskular yang menyebabkan aktivasi trombosit, monosit,
dan makrofag, peningkatan ekspresi faktor jaringan, faktor von Willebrand,
dan Faktor VIII yang menghasilkan pembentukan trombin dan pembentukan
pembentukan bekuan fibrin. Mekanisme lain yang telah diusulkan termasuk
kemungkinan sekuele protrombotik yang diinduksi fagosit mononuklear,
gangguan pada jalur sistem renin-angiotensin (RAS), mikroangiopati yang
dimediasi komplemen.

Sistem Saraf Pusat (SSP): Ada bukti yang muncul dari reseptor ACE2 di
otak manusia dan tikus, yang berimplikasi pada potensi infeksi otak oleh
SARS-CoV-2. Rute yang memungkinkan SARS-CoV-2 dapat menyerang
sistem saraf pusat adalah transfer transsinaptik melintasi neuron yang
terinfeksi melalui saraf penciuman, infeksi sel endotel vaskular, atau migrasi
leukosit melintasi sawar darah-otak.

Saluran Gastrointestinal (GI): Patogenesis manifestasi GI dari COVID-19


tidak diketahui dan kemungkinan dianggap multifaktorial karena beberapa
mekanisme potensial yang mencakup sitotoksisitas virus langsung yang
dimediasi ACE 2 pada mukosa usus, peradangan yang diinduksi sitokin, usus
disbiosis, dan kelainan vaskular.

Hepatobiliary: Meskipun patogenesis cedera hati pada pasien COVID-19


tidak diketahui, cedera hati pada COVID-19 kemungkinan multifaktorial dan
dijelaskan oleh banyak mekanisme sendiri atau dalam kombinasi yang

14
mencakup replikasi virus yang dimediasi ACE-2 di hati, virus langsung
kerusakan yang dimediasi, cedera hipoksia atau iskemik, respon inflamasi
yang dimediasi imun, cedera hati yang diinduksi obat (DILI), atau
memburuknya penyakit hati yang sudah ada sebelumnya.

Ginjal: Patogenesis cedera ginjal terkait COVID-19 tidak diketahui dan


kemungkinan multifaktorial dijelaskan oleh satu atau kombinasi banyak faktor
seperti cedera sitotoksik langsung dari virus, ketidakseimbangan dalam
RAAS, keadaan hiperinflamasi yang diinduksi sitokin terkait, cedera
mikrovaskular, dan status protrombotik yang terkait dengan COVID-19.
Faktor lain seperti hipovolemia terkait, agen nefrotoksik potensial, dan sepsis
nosokomial juga berpotensi berkontribusi pada cedera ginjal. Selama fase
awal pandemi, penelitian tujuh bulan oleh Ziemba et.al melaporkan bahwa
kematian.7

8. Diagnosis
a. Metode Molekuler
Saat ini quantitative RT-PCR (qRT-PCR) merupakan pemeriksaan yang umum
digunakan untuk diagnosis COVID-19 dan merupakan baku emas untuk
diagnostik molekuler dari berbagai jenis virus atau bakteri patogen yang
fastidious. Kuantitatif RT-PCR memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih spesifik,
konsisten, dapat digunakan dengan mudah, hanya memerlukan primer-probe
tertentu yang dirancang dan disintesis sesuai gen target. Setelah hasil primer virus
SARSCoV-2 dari China dipublikasikan, alat tes diagnostik selain rRT-PCR
dirancang dan dikembangkan para peneliti lainnya. Berbagai lembaga atau
produsen telah memilih paduan gen target yang berbeda dari banyak gen SARS-
CoV-2 (gen ORF-1a, gen ORF-1b, gen RdRp, gen N, gen E dan lainnya),
sehingga setiap alat tes memiliki variasi tingkat sensitivitas. Selain masalah
sensitivitas yang bervariasi, qRT-PCR memiliki beberapa kelemahan seperti
bahaya biosafety dan biosecurity yang mungkin terjadi selama pemrosesan
sampel, transportasi, proses ekstraksi asam nukleat, dan kebutuhan peralatan
laboratorium yang mumpuni untuk melakukan pemeriksaan qRT-PCR seperti
kabinet biosafety, ruangan yang memiliki tekanan negatif dan peralatan
pendukung lainnya. Peralatan dan standar ruangan harus dipenuhi, agar keamanan
dan keselamatan petugas terjaga demikian juga kualitas mutu hasil pemeriksaan.
Semua kelemahan tersebut harus dapat diatasi pada keadaan darurat kesehatan
atau situasi wabah global seperti saat ini. Selain itu, alat PCR dapat digunakan
untuk mendeteksi tidak hanya target virus, tetapi juga dapat melakukan deteksi
beberapa virus pernapasan secara bersamaan yang menyebabkan peningkatan
adanya risiko positif palsu atau negatif palsu.
Loop-mediated isothermal amplification (LAMP) merupakan salah satu teknik
molekuler yang relatif baru untuk diagnosis COVID-19. Metode ini juga
menggunakan teknik amplifikasi molekuler yang dapat mendeteksi materi
genomik dengan tingkat efisiensi tinggi dan waktu yang lebih singkat. Perbedaan
LAMP dengan RT-PCR terletak pada suhu reaksi dan jumlah primernya. Pada
LAMP sintesis DNA target dilakukan pada suhu konstan 60–65Oc menggunakan
enzim DNA polimerase dan empat primer yang dirancang khusus untuk mengenal
sekuens DNA target. Penggunaan suhu konstan ini memperpendek durasi proses

15
amplifikasi, sehingga durasi hasil tes dapat keluar lebih cepat dibandingkan
metode PCR. Metode ini sangat spesifik dan memiliki sensitivitas yang tinggi,
cepat dan lebih ekonomis.8

b. Metode Deteksi Berbasis Reaksi Antigen-Antibodi/Imunoserologi


Metode pengujian berbasis serologis biasanya mendeteksi virus sebagai antigen
atau mendeteksi antibodinya dari sampel darah. Sampel darah mengandung
konsentrasi antibodi atau antigen spesifik virus yang signifikan dan terukur. Dua
jenis antibodi utama dalam darah yang dimaksud adalah imunoglobin G (IgG) dan
imunoglobulin M (IgM). IgM muncul dalam beberapa hari dan bertindak sebagai
sistim imun aktif yang pertama kali timbul, lalu diikuti oleh produksi IgG yang
bekerja mengeliminasi infeksi. Tes darah untuk COVID-19 bertujuan mendeteksi
protein (antigen/biomarker khas) atau antibodi khusus terhadap virus SARS-CoV-
2 yang bersifat spesifik.8
Rapid Antigen SARS-COV2 merupakan metode pemeriksaan imunoserologi
dengan format tes alur lateral yang mudah digunakan dan umum dipakai untuk tes
HIV, malaria, dan influenza. Antigen-Rapid Detection Test (Ag-RDT) biasanya
terdiri dari kaset plastik dengan rongga sampel dan penyangga serta strip matriks
nitroselulosa disertai penanda berupa garis uji. Target antigen akan terikat menjadi
kompleks antigen-antibodi terkonjugasi. Target dari Ag-RDT biasanya berupa
protein nukleokapsid virus yang berjumlah lebih banyak dari target antigen
lainnya. Sampel yang dipakai untuk Ag—RDT adalah sampel usapan nasal atau
nasofaringeal. Para peneliti terus melakukan penelitian agar dapat menggunakan
jenis sampel alternatif seperti air liur, cairan oral, agar memudahkan pengambilan
sampel sehingga mudah mendeteksi pelacakan kasus secara efisien dan efektif
tanpa mengesampingkan kualitas mutu pemeriksaan.8
Salah satu kelebihan metode Rapid Antigen SARS-COV2 yaitu tes lebih
sederhana, mudah dilakukan, serta waktu pemeriksaan yang cepat sekitar 10-30
menit. Akan tetapi rapid antigen memiliki sensitivitas yang lebih rendah daripada
metode molekuler. Dalam mengevaluasi rapid antigen, yang menunjukkan bahwa
sensitivitas uji cepat antigen lebih rendah dibandingkan dengan metode kultur dan
metode molekuler. Hal tersebut dikarenakan uji cepat antigen memerlukan target
jumlah virus tertentu untuk dapat terdeteksi antigen proteinnya sebagai hasil
positif atau artinya, uji cepat antigen memiliki batas deteksi minimum jumlah
virus. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa sensitivitas Ag-RDT
terhadap sampel dari saluran pernapasan atas (usap nasal atau nasofaringeal)
tampak berbeda-beda jika dibandingkan NAAT, dengan rentang 0-94% tetapi
spesifisitasnya konsisten dilaporkan tinggi (>97%). Berdasarkan hasil ini, maka
pemeriksaan Ag-RDT dapat digunakan untuk telusur kontak pada kelompok kecil
yang semi closed yaitu bilamana ditemukan hasil reaktif pada beberapa orang
dalam kelompok tersebut. Hasil ini juga sebaiknya dikonfirmasi dengan
pemeriksaan RT-PCR walaupun tidak merupakan prioritas. Sebaliknya bilamana
didapati hasil negatif maka harus diprioritaskan untuk dilakukan pemeriksaan
konfirmasi dengan RT-PCR.

c. Radiografi/CT-Scan
CT Scan juga merupakan salah satu teknik diagnosis yang sensitivitasnya
tinggi karena banyak peneliti merekomendasikan penggunaannya sebagai salah

16
satu metode diagnostik tambahan yang diperlukan untuk mendiagnosis COVID-
19. Hasilnya pun sudah dapat diketahui sebelum gejala klinis muncul. Gambaran
umum CT dari pasien COVID-19 menunjukkan gambaran opak multi-lobar
bilateral dengan distribusi yang berbeda di posterior dan juga di pinggiran, sub-
pleura, septa lobular menebal dengan pengisian alveolar yang bervariasi, dan
efusi. CT dada resolusi tinggi terbukti sebagai alat penting untuk mendeteksi
SARS-CoV-2, pada tahap awal dan untuk mengambil tatalaksana intervensi yang
cepat dan diperlukan. Oleh karena itu, berbagai penelitian baru-baru ini
menggunakan gambar CT dada untuk menunjang diagnosis COVID-19.27-29
Gambar CT dada pasien yang terinfeksi COVID-19 bersifat khas. Sesuai temuan
ini, CT scan ditemukan sebagai alat diagnostik yang bagus untuk skrining pasien
COVID-19 terutama di daerah prevalensi atau pandemi yang tinggi. Akan tetapi
CT scan hanyalah alat indikatif dan tidak dapat digunakan untuk mengonfirmasi
patogen penyebab penyakit dalam diagnosis COVID-19. Terlebih lagi, CT scan
juga memiliki beberapa kekurangan seperti ketidakmampuan untuk memisahkan
kasus pneumonia lain (virus atau non-virus) dan histeresis pencitraan CT
abnormal.8

d. GeNose
GeNose merupakan salah satu metode terbaru dalam mendeteksi infesi
COVID-19 yang dikembangkan oleh peneliti dari salah satu universitas di
Indonesia. Metode ini mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang
terbentuk karena adanya infeksi COVID-19. VOC dikeluarkan bersama hembusan
nafas ke dalam kantong khusus. Selanjutnya hembusan udara yang tertampung
dalam kantong plastik akan diidentifikasi melalui sensor-sensor dan diolah
datanya dengan bantuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Alat ini
mampu mendeteksi dalam waktu kurang dari 2 menit. Sebelum diedarkan, alat
ini dilakukan uji validasi untuk memetakan pola yang jelas dari COVID-19, dan
pola dari orang-orang yang sakit non COVID-19. Sampel uji validasi
menggunakan 685 sampel napas dan di antaranya terdapat 382 sampel napas
berpola COVID-19. Data 382 sampel napas berpola COVID-19 ini dijadikan
sebagai data atau otak dari alat deteksi GeNose.
Hasil uji validasi dilanjutkan dengan uji klinik dan komparasi langsung dengan
uji RT-PCR yang menjadi pemeriksaan baku emas untuk COVID-19. Uji klinis
ini dilakukan di delapan rumah sakit dengan total sampel 1999. Hasil uji klinis
menunjukkan bahwa alat ini memiliki sensitivitas antara 89-92% dengan
spesifitas 95-96%.8

e. Metode Lain Dalam Pengembangan


Saat ini beberapa pendekatan diagnosis berbasis biosensor canggih telah
banyak digunakan. Metode ini dapat mengatasi kelemahan deteksi PCR yang
panjang. Salah satu biosensor yang paling banyak digunakan yaitu nano-
biosensor. Nano-biosensor merupakan biosensor yang menggunakan aptamer,
suatu alat analitik yang ampuh untuk diagnosis penyakit yang cepat dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan cara yang efektif dan mudah
penggunaannya dibandingkan dengan metode konvensional.31 Sensor nano
semacam itu akan memiliki potensi besar untuk mendeteksi SARS- CoV2 bahkan

17
bagi yang tanpa gejala dengan sensitivitas, spesifisitas, dan selektivitas tinggi
hanya untuk COVID-19.
Perangkat berbasis kertas merupakan metode lain yang juga sedang
dikembangkan untuk diagnosis COVID-19. Metode ini merupakan integrasi dari
berbagai fungsi yang berbeda seperti untuk ekstraksi, elusi, pemurnian,
amplifikasi dan deteksi, semua diproses dalam suatu jenis kertas, sekali pakai
dan dicetak dengan lilin di permukaannya dalam bentuk zona. Perangkat tersebut
diharapkan dapat menyelesaikan seluruh proses pengujian dengan sumber daya
yang minimal, sehingga lebih bermanfaat daripada teknik lainnya yang mahal
dan rumit. Perangkat analitik ini menggunakan metode microfluidics berkualitas
tinggi, cepat, dan tepat untuk deteksi, serta biaya produksi yang rendah dan
mudah digunakan.
Feses dan urin dari penderita COVID-19, juga merupakan limbah yang dapat
mengandung virus, dan virus ini dapat tetap aktif di lingkungan yang sesuai
selama beberapa hari. Hasil penelitian menunjukkan potensi kuat dari perangkat
berbasis kertas ini untuk melacak penularan COVID-19 melalui air limbah di
masyarakat melalui analisis SARS-CoV-2 dalam feses, urin dan ekskreta manusia
lainnya.
Metode lainnya yang sedang dikembangkan untuk mendiagnosis COVID-19
secara cepat ialah menggunakan CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short
Palindromic Repeats). Sistem ini bekerja berdasarkan sistem imun yang adaptif
dari bakteri terhadap genetik benda asing seperti faga. Prinsip yang digunakan
adalah protein yang telah disiapkan khusus akan melekat pada target pilihan
melalui RNA untuk pembelahan target sekuens. Beberapa protein yang dibuat
seperti protein Cas13a yang bekerja pada RNA diharapkan akan lebih mudah
untuk mendeteksi SARS-CoV- 2. Metode ini masih dalam proses pengembangan
untuk dapat digunakan secara luas.8

9. Tatalaksana
Menurut buku diagnosis dan tatalaksana Covid-19 di Indonesia yang
disusun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2020, tatalaksana
untuk pasien coronavirus disease 2019 dibagi menjadi tatalaksana orang tanpa
gejala (OTG), orang dengan gejala ringan, sedang, dan berat, adapun penjelasan
dari ketiganya sebagai berikut:5

1. Orang tanpa Gejala (OTG)


Untuk orang tanpa gejala, isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan dipantau
oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) melalui telepon. Jika terdapat
penyakit penyerta (komorbid), lanjutkan mengonsumsi obat – obatan yang telah
rutin dikonsumsi. Jika obat rutin pasien adalah Angiotensin Reseptor Blocker dan
Ace-inhibitor, harap berkonsultasi pada dokter spesialis dalam dan dokter spesialis
jantung. Dianjurkan meminum vitamin C, B, E, dan Zink selama 14 hari.
Berbagai pilihan vitamin C yang dapat dipilih yaitu vitamin C tablet isap (500mg
per 12 jam oral selama 30 hari), dan vitamin C tablet non acid (500mg per 6-8 jam
oral untuk 14 hari).

18
2. Orang dengan gejala ringan
Melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan ditangani serta dikontrol
oleh FKTP (puskesmas) selama 14 hari sebagai pasien rawat jalan.(41) Untuk
pilihan terapi yang dapat digunakan pada orang gejala ringan yaitu:5
a. Minum multivitamin berupa vitmin C,B,E, dan Zink.
b. Vitamin C tablet isap 500 mg per 12 jam oral selama 30 hari
c. Klorokuin fosfat 500mg per 12 jam oral untuk lima hari / Hidroksiklorokuin
(sediaan 200mg) 400mg per 24 jam per oral dalam 5 hari
d. Azitromisin 500mg per 24 jam per oral untuk 5 hari alternatif menggunakan
levofloxacin 750mg per 24 jam selama 5 hari
e. Simptomatik bila demam beri paracetamol
f. Antivirus berupa oseltamivir 75 mg per 12 jam pe oral atau favipiravir 600
mg per 12 jam per oral dalam waktu 5 hari.

3. Orang dengan gejala sedang


Harus dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19 dan diisolasi selama 14 hari.

Diagnosis dan Intervensi keperwaatan yang mungkin muncul pada pasien


COVID-19 9
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
a. Observasi
 Monitor tanda-tanda ansietas
b. Terapeutik
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan dating
c. Edukasi
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis pengobatan dan
prognosis
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih tehnik relaksasi

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan


a. Observasi
 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
dan makan
b. Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang terapiutik (misal suasana hangat, rilek,dan
privasi)
 Siapkan keperluan pribadi (misalkan parfum, sikat gigi, sabun mandi)
c. Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi


a. Observasi

19
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
b. Terapiutik
 Atur posisi semifowler atau fowler
 Buang secret pada tempat sputum
c. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik ditahan selama
2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu selama 8
detik dan ulangi sebanyak 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke 3
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian terapi mukolitik atau ekspektoran jika perlu

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-


kapiler
a. Observasi
 Monitor frekuensi , irama, kedalaman, dan upaya nafas
 Monitor pola nafas (seperti bradibnea, takipnea, hyperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot ataksis)
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
b. Terapiutik
 Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
 Informasikan hasil pemantauan jika perlu

5. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan


a. Observasi
 Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
 Monitor status respiratori dan oksigenasi (misalnya frekuensi dan
kedaalaman nafas, penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan,
saturasi oksigen)
b. Terapiutik
 Pertahankan kepatenaan jalan nafas
 Berikan posisi semi fowler atau fowler
 Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mialnya nasal canul, masker
wajah, masker rebreathing atau non rebreathing)
 Gunakan bag valve mask jika perlu
c. Kolaborasi
 Kolaborasikan pemberian bronkhodilator jika perlu

6. Resiko syok berhubungan dengan hipoksia


a. Observasi
 Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
nafas, tekana darah,MAP)

20
 Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dn respon pupil Terapiutik
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasioksigen > 94%
 Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis jika perlu Kolaborasi.
Kolaborasi pemberian intravena jika perlu

10. Pencegahan
1. 5M+3T
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah menyerukan gerakan 3M yaitu
menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan. Selain itu, pemerintah juga
telah mensosialisasikan Gerakan 3T yaitu testing, tracing, treatment sebagai
langkah untuk memutus penyebaran virus covid 19. ar epidemiolog Universitas
Griffith Australia menyatakan bahwa sebaiknya sekarang ini pencegahan
ditingkatkan menjadi penerapan 5M. Gerakan 5M yang dimaksud yaitu :10
1. memakai atau menggunakan masker,
2. mencuci kedua tangan,
3. menjaga jarak aman,
4. menjauhi kerumunan, dan
5. mengurangi mobilitas.
Dimana penanganan covid 19 akan menjadi lebih parah apabila 5M tidak
segera ditindak lanjuti yang berdampak jumlah korban yang akan terus
meningkat.Dari hasil kajian tersebut, pengusul meyakini bahwa dengan
menerapkan gerakan 5M pada saat berolahraga dapat mengurangi dampak
penularan virus covid 19 dan dapat meningkatkan Kesehatan tubuh pada
masyarakat Surakarta.Dengan adanya sosialisasi yang diadakan, diharapkan
mahasiswa prodi Pendidikan jasmani mampu meningkatkan kemampuan
renang gaya punggung dalam situasi pandemi covid -19. Berdasarkan analisis
situasi diatas, maka permasalahan yang dihadapi adalah :
1. Kurang efektif Gerakan 5M
2. Belum dilaksanakannya Gerakan 5M
3. Kasus peningkatan virus covid 19
Dalam pengabdian masyarakat ini mempunyai tujuan yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat pada gerakan 5M.
2. Meningkatkan Kesehatan masyarakat dangan berolahraga.
3. Mengurangi dampak penyebaran virus covid 19.
Sebagai solusi karena permasalahan yang ada dan sebagai perwujudan
dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dengan adanya pengabdian
masyarakat ini maka diharapkan dapat memperoleh manfaat yang
diharapkan dengan adanya pengadian masyarakat ini dapat meningkatkan
kesadaran untuk melasanakan gerakan 5M pada saat berolaharga. Selain itu
untuk mengurangi kasus penyebaran virus covid 19 yang belum menunjukan
penurunan. Pengabdian masyarakat ini mempunyai target dan Luaran sebagai
berikut:
1. Kesadaran masyarakat melaksanakan Gerakan 5M
2. Mengurangi penyebaran virus covid 19.
3. Menjadikan kegiatan yang dilakukan sebagai nilai positif pada masa covid-
19.
4. Laporan hasil kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dipublikasikan.

21
Adapun pencegahan dengan melakukan 3T, yang dikenal dengan Testing,
Tracing dan Treatment, atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Tes, Telusur
dan Tindak lanjut. 3 T merupakan upaya untuk memutus rantai penularan Covid-
19 dan penerapan 3 T masih perlu ditingkatkan pemahamannya di masyarakat
karena masyarakat lebih mengenal 3 M.11

1) Testing (Tes)
Adalah pemeriksaan dini untuk dapat mengetahui kondisi seseorang sudah
terjangkit Covid-19 atau tidak. Hal ini sangat penting agar tindakan lebih lanjut
atau perawatan dapat diterima/dilakukan dengan cepat. Dengan testing, potensi
penularan dapat diperkecil. Tes dilakukan bila kita kontak erat atau kontak
langsung dengan penderita Covid-19. Ada 3 jenis tes yang dilakukan untuk
mendeteksi virus covid-19 yaitu Gennose, Swab Antigen dan Swab PCR.

2) Tracing (Telusur)
Telusur adalah proses mengidentifikasi siapa saja orang-orang yang telah
berkontak dengan pasien positif Covid-19. Ini dilakukan untuk memutus rantai
penyebaran virus covid-19.

3) Treatment (Tindak Lanjut)


Tindak lanjut adalah perawatan kepada pasien yang terkonfirmasi positif
Covid-19. Perawatan ada 2 cara isolasi dirumah sakit atau isolasi di rumah dengan
pengawasan petugas puskesmas bagi yang positif tanpa gejala.

Gambar 2.2 Testing1

2. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)


PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah
yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 1, dijelaskan bahwa
Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan pembatasan kegiatan tertentu dalam
suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
PSBB itu sendiri merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mencegah
kemungkinan penyebaran virus corona, yang mana juga telah tertuang di dalam
aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2 yang telah ditetapkan oleh Menkes
pada Jumat, 3 April 2020, bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka
suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria.
1. Jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara
signifikan secara cepat ke beberapa wilayah.

22
2. Bahwa wilayah yang terdapat penyakit juga memiliki kaitan epidemiologis
dengan kejadian serupa yang terdapat di wilayah atau negara lain.
Dari kedua kriteria itulah pada nantinya Menkes dapat menentukan apakah
wilayah atau daerah tersebut layak untuk diterapkan PSBB atau tidak.

Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 4, kegiatan yang dibatasi saat


dilaksanakan PSBB meliputi :
1. Sekolah dan tempat kerja diliburkan (pengecualian untuk tempat usaha yang
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat)
2. Semua tempat ibadah ditutup
3. Pemakaman bukan karena covid-19 dibatasi maksimal 20 orang
4. Pelarangan kegiatan/perkumpulan/pertemuan politik, olahraga, hiburan,
akademik, dan budaya

Penerapan aturan PSBB ini bertujuan untuk memutus rantai penyebaran


virus corona. Pemerintah Indonesia tidak menerapkan kebijakan lockdown dan
hanya menerapkan social distancing berskala luas yang dikenal dengan PSBB
(Pembatasan sosial berskala besar). Dengan penerapan PSBB ini, tidak hanya
mendapatkan harapan bebasnya warga dari Covid-19 tetapi juga kualitas
lingkungan yang lebih baik. Penerapan PSBB diyakini merupakan cara paling
ampuh untuk menekan laju penularan pandemi Covid-19. Hal ini dapat dilihat
dalam berbagai langkah yang diambil pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah dengan menganjurkan atau menghimbau kepada masyarakat untuk
melakukan pembatasan-pembatasan kegiatan pada sektor-sektor tertentu termasuk
juga menekan kepada masyarakat untuk menunda terlebih dahulu kegiatan-
kegiatan yang sifatnya mengundang banyak orang.12

3. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)


Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat adalah kebijakan
Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2021 untuk menangani pandemi Covid-19
di Indonesia. Sebelum pelaksanaan PPKM, pemerintah telah melaksanakan
pembatasan sosial berskala besar yang berlangsung di sejumlah wilayah di
Indonesia.13

PPKM Level 1 Aturan mengenai PPKM di daerah tertuang dalam Instruksi


Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2021. Berikut aturan
PPKM yang perlu diterapkan bagi daerah level 1 :
1. Pekerjaan non-esensial 75 persen kerja dari kantor atau work from office
(WFO) jika sudah divaksin
2. Pekerjaan esensial beroperasi 100 persen dengan dibagi menjadi 2 shift
dengan protokol kesehatan ketat
3. Toko atau pasar kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 75 persen
4. Pasar rakyat selain kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 75
persen
5. Pusat perbelanjaan seperti mall dan plaza bisa buka dengan kapasitas 75
persen dan tutup pukul 21.00
6. Pedagang kaki lima (PKL), barbershop dan sejenisnya bisa buka sampai
pukul 20.00

23
7. Warung makan, PKL, lapak jajanan di ruang terbuka boleh beroperasi
dengan kapasitas 75 persen dan buka hingga pukul 21.00. Sementara
pengunjung yang makan di tempat diberi batas waktu maksimal 30 menit.
8. Restoran di ruang terutup bisa buka dengan kapasitas 75 persen
9. Kegiatan belajar mengajar 50 persen daring dan 50 persen tatap muka
10. Tempat ibadah dibuka dengan kapasitas 50 persen dan protokol kesehatan
ketat

PPKM Level 2 Aturan mengenai PPKM di daerah tertuang dalam Instruksi


Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2021. Berikut aturan
PPKM yang perlu diterapkan bagi daerah level 2 : 13
1. Pekerjaan non-esensial 50 persen WFO jika sudah divaksin
2. Pekerjaan esensial beroperasi 100 persen dengan dibagi menjadi 2 shift
dengan protokol kesehatan ketat
3. Toko atau pasar kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 75 persen
dan tutup pukul 21.00
4. Pasar rakyat selain kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 75
persen dan tutup pukul 21.00
5. Pusat perbelanjaan seperti mall dan plaza bisa buka dengan kapasitas 50
persen dan tutup pukul 20.00
6. Pedagang kaki lima (PKL), barbershop dan sejenisnya bisa buka sampai
pukul 20.00
7. Warung makan, PKL, lapak jajanan di ruang terbuka boleh beroperasi
dengan kapasitas 50 persen dan buka hingga pukul 20.00. Sementara
pengunjung yang makan di tempat diberi batas waktu maksimal 30 menit
8. Restoran di ruang terutup bisa buka dengan kapasitas 50 persen
9. Kegiatan belajar mengajar 50 persen daring dan 50 persen tatap muka
10. Tempat ibadah dibuka dengan kapasitas 50 persen dan protokol kesehatan
ketat

PPKM Level 3 Aturan mengenai PPKM di daerah tertuang dalam Instruksi


Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2021. Berikut aturan
PPKM yang perlu diterapkan bagi daerah level 3 : 13
1. Pekerjaan non-esensial kerja dari rumah atau work from home (WFH)
2. Pekerjaan esensial beroperasi 100 persen dengan dibagi menjadi 2 shift
dengan protokol kesehatan ketat
3. Toko atau pasar kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 50 persen
dan tutup pukul 20.00
4. Pasar rakyat selain kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 50
persen dan tutup pukul 15.00
5. Pusat perbelanjaan seperti mall dan plaza bisa buka dengan kapasitas 25
persen dan tutup pukul 17.00
6. Pedagang kaki lima (PKL), barbershop dan sejenisnya bisa buka sampai
pukul 20.00
7. Warung makan, PKL, lapak jajanan di ruang terbuka boleh beroperasi
dengan kapasitas 25 persen dan buka hingga pukul 20.00. Sementara
pengunjung yang makan di tempat diberi batas waktu maksimal 30 menit.
8. Restoran di ruang terutup hanya melayani take away/delivery

24
9. Kegiatan belajar mengajar 100 persen daring
10. Tempat ibadah dibuka dengan kapasitas 25 persen dan protokol kesehatan
ketat

PPKM Level 4 Aturan mengenai PPKM di daerah tertuang dalam Instruksi


Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2021. Berikut aturan
PPKM yang perlu diterapkan bagi daerah level 4 : 13
1. Pekerjaan non-esensial kerja dari rumah atau work from home (WFH)
2. Pekerjaan esensial beroperasi 50 persen dengan dibagi menjadi 1 shift dan
100 persen WFO untuk untuk kritikal dengan protokol kesehatan ketat
3. Toko atau pasar kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 50 persen
dan tutup pukul 20.00
4. Pasar rakyat selain kebutuhan sehari-hari bisa buka dengan kapasitas 25
persen dan tutup pukul 15.00
5. Pusat perbelanjaan seperti mall dan plaza tutup kecuali apotik dan toko obat
6. Pedagang kaki lima (PKL), barbershop dan sejenisnya bisa buka sampai
pukul 20.00
7. Warung makan, PKL, lapak jajanan di ruang terbuka boleh beroperasi
dengan kapasitas maksimal 3 orang dan buka hingga pukul 20.00.
Sementara pengunjung yang makan di tempat diberi batas waktu maksimal
30 menit.
8. Restoran di ruang terutup hanya melayani take away/delivery
9. Kegiatan belajar mengajar 100 persen daring
10. Tempat ibadah dilarang ada kegiatan berjemaah.

4. Vaksinasi
a. Definisi
Vaksin adalah salah satu cara yang paling efektif dan ekonomis untuk
mencegah penyakit menular. Sehingga diperlukan untuk membuat pengembangan
vaksin agar lebih efektif untuk melemahkan infeksi virus corona.4 Sejauh ini lebih
dari 40 perusahaan farmasi dan lembaga akademis di seluruh dunia telah
meluncurkan program pengembangan vaksin mereka untuk melawan virus
COVID-19. 11 Februari 2020, WHO secara resmi menyebut penyakit yang
dipicu oleh 2019-nCoV sebagai Penyakit Virus Corona 2019 (COVID-19).
Penyebaran Covid-19 kemudian terus berlangsung dengan cepat hingga
banyak negara terjangkit Covid-19, sampai pada 30 Januari 2020,
WHO mendeklarasikan wabah COVID-19 di Cina sebagai Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public Health
Emergency of International Concern,PHEIC) ini meandakan COVID-19 sebagai
ancaman global dunia. The emergency committeetelah menyatakan bahwa
penyebaran COVID-19 dapat dihentikan jika dilakukan proteksi, deteksi
dini, isolasi, dan perawatan yang cepat agar tercipta implementasi sistem yang
kuat untuk menghentikan penyebaran COVID-19. Mengingat hal ini, sebagai
upaya proteksi terhadap COVID-19, berbagai negara dari seluruh dunia
telah berkomitmen bersama dengan melibatkan pemerintah, perusahaan
bioteknologi, ilmuwan, dan akademisi untuk dapat menciptakan vaksin Covid-
19. Sejauh ini telah banyak kandidat vaksin yang diluncurkan untuk melawan
virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19. Dengan demikian, semua

25
pemahaman yang lebih baik mengenai SARS-CoV-2 sangatlah penting
untuk mengeksplorasi terciptanya vaksin yang efektif. Berbagai program
terkait vaksin Covid-19 masih dalam tahap pengembangan.14

b. Tujuan vaksinasi
Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mengurangi transmisi/penularan
COVID-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19,
mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity) dan melindungi
masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi.
Kekebalan kelompok hanya dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan
merata di seluruh wilayah. Upaya pencegahan melalui pemberian program
vaksinasi jika dinilai dari sisi ekonomi, akan jauh lebih hemat biaya, apabila
dibandingkan dengan upaya pengobatan. 15

c. Klasifikasi vaksin
1) Vaksin mati dan Vaksin yang dilemahkan  Vaksin sel utuh yang
dimatikan atau vaksin hidup yang dilemahkan menghadirkan beberapa
komponen antigenik ke inang dan dengan demikian dapat berpotensi
menyebabkan beragam efek imunologis terhadap patogen. Mereka adalah
vaksin tradisional dengan teknologi yang telah dipersiapkan secara matang
persiapan, dan dapat menjadi vaksin SARS-CoV-2 pertama yang
dimasukkan ke dalam aplikasi klinis. Saat ini, beberapa lembaga penelitian
telah memulai penelitian ini. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Tiongkok, Institut Virologi Wuhan, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina,
Universitas Zhejiang, dan beberapa lembaga lainnya telah berhasil
mengisolasi strain virus SARS-CoV-2 dan memulai pengembangan vaksin
yang relevan. 16
2) Subunit Vaksin  Vaksin subunit mencakup satu atau lebih antigen
dengan imunogenisitas kuat yang mampu menstimulasi sistem imun inang
secara efisien. Secara umum, jenis vaksin ini lebih aman dan lebih mudah
untuk diproduksi, tetapi seringkali membutuhkan penambahan bahan
pembantu untuk memperoleh respon imun protektif yang kuat. Sejauh ini,
beberapa lembaga telah memprakarsai program vaksin subunit SARS-CoV-
2, dan hampir semuanya menggunakan protein S sebagai antigen. Sebagai
contoh, Universitas Queensland sedang mengembangkan vaksin subunit
berdasarkan pada teknologi ―penjepit molekuler‖. 16
3) Vaksin mRNA  adalah teknologi yang berkembang pesat untuk
mengobati penyakit menular dan kanker. Vaksin berbasis mRNA
mengandung mRNA yang mengkode antigen, yang diterjemahkan di mesin
seluler inang dengan vaksinasi. Vaksin mRNA memiliki keunggulan
dibandingkan vaksin konvensional, dengan tidak adanya integrasi genom,
respon imun yang meningkat, perkembangan yang cepat, dan produksi
antigen multimeric. Moderna, Inc. telah memulai uji klinis fase I untuk
mRNA-1273, vaksin mRNA, yang mengkode protein viral spike (S) dari
SARSCoV-2. Ini dirancang bekerja sama dengan Institut Nasional Alergi
dan Penyakit Menular (NIAID). Berbeda dengan vaksin konvensional yang
diproduksi dalam sistem kultur sel, vaksin mRNA dirancang dalam silico,
yang memungkinkan pengembangan dan evaluasi efikasi vaksin yang cepat.

26
Moderna Inc. sedang mempersiapkan studi fase I dengan dukungan
keuangan dari CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations). 16
4) Vaksin DNA  Vaksin DNA biasanya terdiri dari molekul DNA plasmid
yang mengkodekan satu atau lebih antigen. Mereka lebih unggul dari vaksin
mRNA dalam formulasi yang diperlukan untuk stabilitas dan efisiensi
pengiriman, namun mereka harus memasukkan nukleus yang dapat
membawa risiko integrasi vctor dan mutasi pada genom inang. Sejauh ini,
dua vaksin DNA SARS-CoV-2 sedang dalam pengembangan. Inovio
Pharmaceuticals mengembangkan kandidat vaksin DNA yang disebut INO-
4800, yang dalam studi praklinis dan akan segera memasuki uji klinis fase I.
Anak Perusahaan Ilmu DNA Terapan, LineaRx, dan Takis Biotech
berkolaborasi untuk pengembangan kandidat vaksin DNA linier terhadap
SARS-CoV-2, yang sekarang dalam studi praklinis. 16
5) Vaksin Live Vector  Vaksin vektor langsung adalah virus hidup (vektor)
yang mengekspresikan antigen heterolog. Mereka dikarakterisasi dengan
menggabungkan imunogenisitas yang kuat dari vaksin yang dilemahkan
hidup dan keamanan vaksin subunit, dan secara luas digunakan untuk
menginduksi imunitas seluler in vivo. Penelitian vaksin SARS-CoV-2
terkait telah dilakukan oleh lembaga-lembaga berikut. Greffex Inc. yang
berbasis di Houston telah menyelesaikan konstruksi vaksin vektor
adenovirus SARS-CoV-2 dengan Greffex Vector Platform dan seharusnya
sekarang dipindahkan ke pengujian hewan. Tonix Pharmaceuticals
mengumumkan penelitian untuk mengembangkan vaksin SARS-CoV-2
yang potensial berdasarkan Horsepox Virus (TNX-1800). Johnson &
Johnson telah mengadopsi platform vektor adenoviral AdVac® untuk
pengembangan vaksin. 16
6) Vaksin Peptida Sintetis atau Epitop  Vaksin ini hanya mengandung
fragmen antigen utuh tertentu dan biasanya dibuat dengan teknik sintesis
kimia. Mereka lebih mudah dalam persiapan dan kontrol kualitas. Namun,
berat molekul rendah dan kompleksitas struktural dari vaksin ini biasanya
menghasilkan imunogenisitas yang rendah, sehingga modifikasi struktural,
sistem pengiriman, dan bahan pembantu juga diperlukan dalam formulasi.
Generex Biotechnology mengumumkan bahwa mereka bekerja dengan
kelompok pihak ketiga untuk menghasilkan vaksin peptida terhadap virus
pandemi menggunakan teknologi IG-Key NuGenerex ImmunoOncology
yang dipatenkan yang menggunakan peptida sintetis dalam meniru daerah
protein esensial dari virus yang secara kimia terkait dengan 4- asam amino
Ii-Key untuk memastikan aktivasi sistem kekebalan tubuh yang kuat. 16

d. Macam-macam vaksin di Indonesia


1. Sinovac  produsen vaksin COVID-19 (CoronaVac) asal Cina yang
memproduksi vaksin jenis inactivated, yaitu berasal dari virus yang telah
dimatikan. Diberikan dalam dua dosis atau dua kali suntikan dalam jangka
waktu 14 hari. Dari uji klinis fase 3 yang dilakukan di UNPAD 41 Dengan
3M, 3T, Vaksinasi, Disiplin, Kompak, dan Konsisten Bandung, Jawa Barat,
dengan subjek 1.620 orang, didapatkan efikasi sebesar 65,3 persen, artinya
probabilitas target mendapatkan imunitas sebesar 65,3% per individu. Ini di
atas standar WHO, yaitu 50%. Vaksin dari Sinovac termasuk paling mudah

27
pengelolaannya, karena vaksin ini hanya membutuhkan penyimpanan dalam
lemari es standar dengan standar suhu 2--8 derajat celcius, dan dapat
bertahan hingga 3 tahun. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
telah menerbitkan Fatwa Nomor 2/2021 yang menyatakan bahwa Vaksin
COVID-19 dari Sinovac dan PT Bio Farma (Persero) suci dan halal,
sehingga boleh digunakan untuk umat Islam sepanjang terjamin
keamanannya menurut ahli yang kredibel dan kompeten. 11 Pada awalnya,
Sinovac direkomendasikan untuk usia 15--59 tahun. Namun, Badan POM
kemudian merekomendasikan vaksin ini aman untuk usia di atas 60 tahun
berdasarkan Surat BPOM Nomor T-RG.01.03.32.322.02.21.00605/NE
tertanggal 5 Februari 2021. 1
2. Vaksin Pfizer-BioNTech  termasuk jenis vaksin biosintetik. Vaksin yang
berisi kode genetik dari virus tersebut yang disuntikkan ke tubuh, tidak
menyebabkan sakit tetapi mengajari sistem imun untuk memberikan respons
perlawanan. Vaksin dari Pfizer-BioNTech digunakan untuk usia 16 tahun ke
atas dengan dua suntikan dalam selang waktu tiga minggu atau 21 hari.
Analisis interim hasil uji klinis tahap tiga di Brasil dan Inggris menunjukkan
bahwa efikasi dari Pfizer-BioNTech mencapai 70 persen. Di Amerika
Serikat Pfizer-BioNTech mengklaim angka efikasi 95%. 1
3. Vaksin AstraZeneca  Vaksin hasil kerjasama Oxford-AstraZeneca ini
merupakan vaksin yang mampu memicu respons imun terhadap penyakit
seperti COVID-19. Ini juga dapat dikategorikan jenis vaksin biosintetik.
Vaksin ini umumnya aman digunakan pada populasi yang luas bahkan
mereka yang memiliki masalah kesehatan kronis atau orang dengan
gangguan kekebalan. Vaksin Astra-Zeneca mencatat angka efikasi 62,10
persen dari total peserta uji klinis. 1
4. Vaksin dari produsen Sinopharm (China National Pharmaceutical
Group Corporation)  Vaksin ini memanfaatkan virus yang sudah
dimatikan atau masuk jenis inactivated vaccine, sebagaimana sinovac.
Vaksin COVID-19 Sinopharm memerlukan pengelolaan yang tidak berbeda
dengan Sinovac. 1
5. Moderna  merupakan jenis vaksin biosintetik. Moderna digunakan untuk
usia 18 tahun ke atas dengan dua suntikan yang diberikan selang 28 hari.
Moderna mengklaim efikasi 94%. 1
6. Novavax  buatan Novavax Inc. dari Amerika Serikat. Novavax adalah
jenis vaksin biosintetik, dengan menggunakan spike protein yang dibuat
khusus untuk meniru protein spike alami dalam virus Corona. Vaksin ini
bekerja dengan memasukkan protein yang memicu respons antibodi, yang
menghalangi kemampuan virus Corona di masa depan menginfeksi. Di
Inggris, vaksin Novavax mengklaim angka efikasi 96%.1
7. Vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero) 
Vaksin ini adalah hasil kerjasama Business to Business antara PT. Bio
Farma dengan Sinovac, di mana Bio Farma mendatangkan bulk bahan baku
vaksin yang siap untuk di-filling dan dikemas di sarana produksi milik PT.
Bio Farma. Vaksin COVID-19 yang diproduksi PT. Bio Farma sama
kandungan dan profil khasiat-keamanannya dengan vaksin CoronaVac yang
diproduksi oleh Sinovac. 1

28
8. Saat ini Indonesia juga sedang mengembangkan vaksin COVID-19
secara mandiri yang diberi nama Vaksin Merah Putih. Vaksin ini yang
dikembangkan oleh Lembaga Biomolekuler Eijkman (LBME) dan
diproduksi PT Bio Farma (Persero), bekerja sama dengan sejumlah institusi
seperti Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia
(UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (UNAIR),
Universitas Gadjah Mada (UGM), PT Kalbe Farma Tbk., Biotis, dan Tempo
Scan. Vaksin Merah Putih yang disuntikkan adalah subunitnya, yaitu
bagian-bagian tertentu dari virus yang dianggap penting untuk menimbulkan
memori kekebalan tubuh yang kemudian diperbanyak dan dijadikan antigen
(zat yang dapat merangsang sistem imunitas tubuh untuk menghasilkan
antibodi sebagai bentuk perlawanan).1

e. Sasaran vaksinasi
Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di
Indonesia yang berusia ≥ 18 tahun. Kelompok penduduk berusia di bawah 18
tahun dapat diberikan vaksinasi apabila telah tersedia data keamanan vaksin yang
memadai dan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use
authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan.17

f. Kriteria layak dan tidak layak vaksin


Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
menjelaskan mengenai poin-poin rekomendasi pemberian vaksinasi COVID-19,
diantaranya:18
I. Individu usia 18-59 tahun yang memenuhi kriteria dibawah ini pada dasarnya
Tidak Layak untuk divaksinasi COVID-19 yaitu:
1. Reaksi alergi berupa anafilaksis dan reaksi alergi berat akibat vaksin COVID-
19 dosis pertama ataupun akibat dari komponen yang sama dengan yang
terkandung dalam vaksin COVID-19.
2. Individu yang sedang mengalami infeksi akut. Jika infeksinya sudah teratasi
maka dapat dilakukan vaksinasi COVID-19. Pada infeksi TB, pengobatan OAT
perlu minimal 2 minggu untuk layak vaksinasi.
3. Individu dengan penyakit imunodefisiensi primer.

II. Individu dengan kondisi dibawah ini pada dasarnya Layak untuk diberikan
vaksinasi COVID-19 sesuai dengan keterangan yang tercantum pada tabel di
bawah ini:
NO PENYAKIT CATATAN
1. Penyakit autoimun Individu dengan penyakit autoimun layak untuk
mendapatkan vaksinasi jika penyakitnya sudah
dinyatakan stabil sesuai rekomendasi dokter yang
merawat.
2. Reaksi anafilaksis (bukan akibat Jika tidak terdapat bukti reaksi anafilaksis terhadap
vaksinasi COVID-19) vaksin COVID-19 ataupun komponen yang ada dalam
vaksin COVID-19 sebelumnya, maka individu tersebut
dapat divaksinasi COVID-19. Vaksinasi dilakukan
dengan pengamatan ketat dan persiapan

29
penanggulangan reaksi alergi berat. Sebaiknya
dilakukan di layanan kesehatan yang mempunyai
fasilitas lengkap.
3. Alergi obat Perlu diperhatikan pada pasien yang memiliki riwayat
alergi terhadap antibiotik neomicin, polimiksin,
streptomisin, dan gentamisin agar menjadi perhatian
terutama pada vaksin yang mengandung komponen
tersebut. Namun, vaksin COVID-19 tidak mengandung
komponen tersebut sehingga dapat diberikan vaksinasi
COVID-19.
4. Alergi makanan Alergi makanan tidak menjadi kontraindikasi dilakukan
vaksinasi COVID-19.
5. Asma Asma yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi
COVID-19
6. Rinitis alergi Rinitis tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan
vaksinasi COVID-19.

7. Urtikaria Jika tidak terdapat bukti timbulnya urtikaria akibat


vaksinasi COVID-19, maka vaksin layak diberikan.
Jika terdapat bukti urtikaria, maka menjadi keputusan
dokter secara klinis untuk pemberian vaksinasi
COVID-19. Pemberian antihistamin dianjurkan
sebelum dilakukan vaksinasi.
8. Dermatitis atopik Dermatitis atopik tidak menjadi kontraindikasi untuk
dilakukan vaksinasi COVID-19.
9. HIV Pasien HIV dengan kondisi klinis baik dan minum obat
ARV teratur dapat diberikan vaksin COVID-19.
10. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi
(PPOK) COVID-19.
11. Interstitial Lung Disease (ILD) Pasien ILD layak mendapatkan vaksinasi COVID-19
jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut.
12. Penyakit hati  - Vaksinasi kehilangan keefektifannya sejalan dengan
progresifisitas penyakit hati. Oleh karena itu, penilaian
kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati
kronis sebaiknya dinilai sejak awal, saat vaksinasi
paling efektif/respons vaksinasi optimal.
 - Jika memungkinkan, vaksinasi diberikan sebelum
transplantasi hati.
 - Inactivated vaccine (seperti Coronavac) lebih dipilih
pada pasien sirosis hati
13. Transplantasi hati Pada individu yang sudah dilakukan transplantasi hati
dapat diberikan vaksinasi COVID-19 minimal 3 bulan
pasca transplan dan sudah menggunakan obat-obatan
imunosupresan dosis minimal.
14. Hipertensi Selama tekanan darah <180/110 mmHg dan atau tidak
ada kondisi akut seperti krisis hipertensi.
15. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Penyakit ginjal kronik non dialisis dan dialisis dalam

30
non dialysis kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin
16. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) COVID-19 karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko
dialisis (hemodialisis dan dialisis mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada
peritoneal) populasi ini bila terinfeksi COVID-19.
Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami
komplikasi akut terkait penyakit ginjal kronik, atau
tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian
dokter yang merawat tidak layak untuk menjalani
vaksinasi.

17. Transplantasi ginjal Pasien resipien transplantasi ginjal yang mendapatkan


imunosupresan dosis maintenance dan dalam kondisi
stabil secara klinis layak diberikan vaksin COVID-19
mengingat risiko infeksi yang tinggi dan risiko
mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi pada
populasi ini bila terinfeksi COVID-19.
Catatan:
Pasien resipien transplantasi ginjal yang sedang dalam
kondisi rejeksi atau masih mengkonsumsi
imunosupresan dosis induksi dinilai belum
layak untuk menjalani vaksinasi COVID-19.
18. Gagal jantung Gagal jantung yang berada dalam kondisi stabil dan
tidak sedang dalam kondisi akut dapat diberikan
vaksinasi
19. Penyakit jantung koroner Penyakit jantung koroner yang berada dalam kondisi
stabil dan tidak sedang dalam kondisi akut dapat
diberikan vaksinasi
20. Aritmia Aritmia yang dalam kondisi stabil dan tidak sedang
dalam keadaan akut/ maligna dapat diberikan vaksinasi
21. Gastrointestinal  - Penyakit-penyakit gastrointestinal
selain Inflammatory Bowel Disease (IBD) akut layak
mendapatkan vaksinasi COVID-19.
 - Pada kondisi IBD yang akut misal BAB berdarah,
berat badan turun, demam, nafsu makan menurun
sebaiknya vaksinasi ditunda.
 - Pendataan dan skrining pasien dengan penyakit
autoimun di bidang gastrointestinal, seperti penyakit
IBD (Kolitis Ulseratif dan Crohn's Disease) dalam
skrining terdapat pertanyaan terkait gejala
gastrointestinal seperti diare kronik (perubahan pola
BAB), BAB darah, penurunan berat badan signifikan
yang tidak dikehendaki.
22. Diabetes Melitus Tipe 2 Kecuali dalam kondisi metabolik akut.
23. Obesitas Pasien dengan obesitas tanpa komorbid yang sedang
dalam kondisi akut.
24. Hipertiroid dan Hipotiroid (baik Dalam pengobatan jika secara klinis sudah stabil maka
autoimun ataupun non-autoimun) boleh diberikan vaksin COVID-19.
25. Nodul tiroid Diperbolehkan diberikan vaksin COVID-19 jika secara

31
klinis tidak ada keluhan.

26. Kanker darah, kanker tumor padat, Kelayakan dari individu dengan kondisi ini ditentukan
kelainan darah seperti talasemia, oleh dokter ahli di bidang terkait, konsulkan terlebih
imunohematologi, hemofilia, dahulu sebelum pemberian vaksin COVID-19.
gangguan koagulasi dan kondisi
lainnya
27. Penyakit gangguan psikosomatis - Sangat direkomendasikan dilakukan komunikasi,
pemberian informasi dan edukasi yang cukup lugas
pada penerima vaksin.
 - Dilakukan identifikasi pada pasien dengan masalah
gangguan psikosomatik, khususnya ganggguan ansietas
dan depresi perlu dilakukan edukasi yang cukup dan
tatalaksana medis.
 - Orang yang sedang mengalami stress
(ansietas/depresi) berat, dianjurkan diperbaiki kondisi
klinisnya sebelum menerima vaksinasi.
 - Perhatian khusus terhadap terjadinya Immunization
Stress-Related Response (ISRR) yang dapat terjadi
sebelum, saat dan sesudah imunisasi pada orang yang
berisiko:

1. 1. Usia 10-19 tahun


2. 2. Riwayat terjadi sinkop vaso-vagal
3. 3. Pengalaman negatif sebelumnya terhadap pemberian
suntikan.
4. 4. Terdapat ansietas sebelumnya.

Tabel 2.1 Kriteria Vaksin18

III. Penyintas COVID-19 jika sudah sembuh minimal 3 bulan, maka layak
diberikan vaksin COVID-19.

IV. Penggunaan obat-obatan rutin tidak berhubungan dengan pembentukan


antibodi pasca vaksinasi COVID-19 (misalnya statin, antiplatelet, dll).

V. Individu yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19 saat ini tidak


direkomendasikan untuk menjadi pendonor terapi plasma konvalesen.

VI. Pendonor yang sudah melakukan vaksin COVID-19 boleh dengan segera
melakukan donor darah setelah vaksin jika Tidak ditemukan atau mengalami
KIPI. Namun, apabila ditemukan atau mengalami KIPI disarankan untuk
melakukan donor darah jika sudah dinyatakan sembuh dari gejala-gejala efek
samping tersebut dan tidak sedang mengkonsumsi obat.

VII. Jika melakukan donor darah setelah vaksin tidak akan mengurangi jumlah
antibodi yang terbentuk, karena proses pembentukan antibodi bersifat dinamis.

32
VIII. Pemberian Vaksin COVID-19 pada Lanjut Usia 60 tahun keatas:
a. Rekomendasi Umum
Kriteria lansia yang Layak menerima vaksin COVID-19 (Coronavac/ Sinovac,
AstraZeneca-Oxford, Moderna, Pfizer-BioNTech, dan Sinopharm) adalah:
1. Lansia yang Tidak Memiliki kondisi berikut:
a. Riwayat reaksi alergi berupa anafilaksis dan reaksi alergi berat akibat
vaksin COVID-19 dosis pertama ataupun akibat dari komponen yang sama
dengan yang terkandung dalam vaksin COVID-19
b. Sedang mengalami infeksi akut. Jika infeksi sudah teratasi, maka dapat
dilakukan vaksinasi COVID-19 berdasarkan penilaian dokter.
c. Memiliki penyakit imunodefisiensi primer.
2. Untuk lansia dengan kondisi komorbid lain, kelayakan pemberian vaksinasi
COVID-19 sesuai dengan rekomendasi PAPDI mengenai pemberian vaksinasi
COVID-19 pada pasien dengan penyakit penyerta/ komorbid di poin II.

b. Rekomendasi Khusus
1. Lansia dengan frail / renta Layak untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19
jika memenuhi syarat rekomendasi secara umum. Kriteria frail / renta jika
memenuhi 3 atau lebih kondisi sesuai kuesioner R.A.P.U.H berikut:
a. Mengalami kesulitan untuk naik 10 anak tangga
b. Penurunan aktivitas fisik (sering merasa kelelahan) dalam 4 minggu terakhir
c. Memiliki 4 dari 11 penyakit (hipertensi, diabetes, kanker (selain kanker kulit
kecil), penyakit paru kronis, serangan jantung, gagal jantung kongestif, nyeri
dada, asma, nyeri sendi, stroke, dan penyakit ginjal)
d. Mengalami kesulitan berjalan sejauh 100 meter
e. Penurunan berat badan yang bermakna
2. Lansia yang Belum Layak mendapat vaksinasi adalah lansia dengan frail
/ renta derajat berat, yakni frail dengan salah satu kondisi sebagai berikut:
a. Ketergantungan sepenuhnya terhadap orang lain dalam melakukan seluruh
aktivitas hidup dasar sehari-hari.
b. Memiliki penyakit terminal dengan angka harapan hidup yang rendah
(kurang dari 6 bulan)
3. Jika terdapat keraguan dalam penilaian kondisi frail / renta, direkomendasikan
untuk dikonsulkan ke dokter ahli bidangnya, yakni Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Konsultan Geriatri (SpPD-KGer) atau Spesialis Penyakit Dalam Umum
(SpPD) khususnya di lokasi yang tidak memiliki konsultan geriatri, untuk
mendapatkan pengkajian lebih lanjut mengenai manfaat dan risiko pemberian
vaksin.

IX. Hal khusus mengenai vaksin AstraZeneca untuk masyarakat umum, termasuk
lanjut usia 60 tahun keatas:
 Vaksin AstraZeneca merupakan salah satu jenis vaksin yang dianggap
efektif dan telah disetujui digunakan dalam upaya pencegahan penularan
COVID-19. Mengacu pada rekomendasi ISTH, EMA dan WHO GACVS
manfaat dari pemberian vaksin ini dinilai lebih besar dari pada potensi
komplikasi, dengan penjelasan:
1. Mengacu pada rekomendasi International Society on Thrombosis and
Haemostasis (ISTH), manfaat dari pemberian vaksin ini dinilai lebih besar

33
dari pada potensi komplikasi yang terjadi, termasuk pada kelompok pasien
dengan riwayat trombosis atau mereka yang secara rutin mendapatkan terapi
antikoagulan/antiplatelet.
2. Mengacu pula pada pada pernyataan dari European Medicines
Agency (EMA), manfaat pemberian vaksin ini dalam upaya pencegahan
COVID-19 melampaui risiko efek sampingnya.
3. Mengacu pada pemberitahuan dari AstraZeneca kepada EMA, kejadian efek
samping sangat jarang terjadi namun dapat menyebabkan trombosis
dengan/tanpa disertai trombositopenia. Sesuai saran dari EMA, pihak
AstraZeneca telah mencantumkan peringatan mengenai efek samping ini
pada lembar informasi produk vaksin
4. Sesuai pernyataan dari WHO GACVS, hingga saat ini manfaat pemberian
vaksin, termasuk AstraZeneca, melebihi risikonya. Para pengguna vaksin ini
diharapkan senantiasa melaporkan efek samping yang terjadi demi
menjamin keamanan vaksin.
 Sesuai anjuran dari UK MHRA, mereka yang mengalami gejala sesak
napas, pembengkakan tungkai bawah, nyeri kepala, gangguan penglihatan,
atau lebam kulit setelah vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca hendaknya
segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan terdekat.
 Pasien dengan riwayat trombosis atau mereka yang secara rutin
mendapatkan terapi antikoagulan/antiplatelet masuk dalam
kelompok special precaution.
 Pada calon penerima vaksin AstraZeneca, yang memiliki special
precaution seperti:
1. Riwayat trombosis yaitu nyeri dan bengkak unilateral pada tungkai bawah
yang berkaitan dengan trombosis vena dalam (DVT); dan dicatat jika
terdapat faktor risiko trombosis yang signifikan.
2. Riwayat stroke atau adanya riwayat keguguran berulang yang terkait
antiphospholipid syndrome (APS).

Apabila terdapat keraguan, harap dikonsultasikan dengan dokter spesialis


penyakit dalam atau konsultan hematologi onkologi medik.
 Apabila terjadi efek samping pasca vaksinasi, hendaknya dilaporkan kepada
petugas berwenang, untuk penelusuran lebih lanjut.
 Selain trombosis dan trombositopenia, data dari Inggris menunjukkan
kejadian limfadenopati cukup sering ditemukan pasca penyuntikan vaksin
AstraZeneca, namun efek samping ini sejauh ini tidak dianggap berbahaya.
 Sebagai kesimpulan, PAPDI mendukung upaya vaksinasi COVID-19,
termasuk pemakaian vaksin AstraZeneca, dengan tetap
memperhatikan aspek keamanan dengan menganut prinsip:
1. Tidak menambah syarat pemberian vaksin yang sudah ada.
2. Kemungkinan munculnya efek samping di atas harus diinformasikan pada
bagian edukasi KIPI sehingga para tenaga kesehatan dapat mengetahui dan
menindaklanjuti apabila terjadi efek tersebut.
3. Sehubungan dengan masalah trombosis pada pemberian vaksin
AstraZeneca, maka:
a. Pemantauan efek samping untuk kemungkinan terjadinya trombosis perlu
ditingkatkan dengan memperhatikan adanya laporan gejala trombosis seperti

34
sakit kepala hebat, sesak napas, mata kabur, kaki bengkak unilateral, dll
terutama pada hari ke-4 s/d hari ke-20 pasca vaksinasi. Dan bila terdapat gejala
tersebut agar segera memeriksakan diri.
b. Apabila pada calon penerima vaksin AstraZeneca dinilai memiliki
kecenderungan trombosis oleh dokter yang merawat, maka hendaknya
diberikan surat kelayakan/tidak layak untuk divaksinasi AstraZeneca.

X. Hal khusus mengenai vaksinasi mRNA sebagai booster, PAPDI menyusun


rekomendasi dengan mempertimbangkan hal berikut:
a. Meningkatnya angka mortalitas dan kejadian infeksi pada tenaga kesehatan
yang sudah divaksinasi dengan platform inactivated (Coronavac) sebanyak dua
dosis.
b. Varian delta yang saat ini mendominasi kasus baru COVID-19.
c. Studi terkait pemberian vaksinasi heterolog/kombinasi dan rekomendasi
vaksinasi booster di beberapa negara yang menggunakan vaksin
platform inactivated.
Berikut poin rekomendasi dalam hal penggunaan vaksinasi mRNA
sebagai booster:
a. Tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam penanganan pasien
COVID-19 dan memiliki risiko tinggi untuk tertular COVID-19. Enam bulan
sejak vaksinasi platform inactivated, antibodi diketahui mulai berkurang, sehingga
penting bagi tenaga kesehatan untuk diberikan booster vaksinasi COVID-19,
terutama untuk menghadapi varian baru.
b. Penelitian yang ada menunjukkan antibodi yang terbentuk pasca
vaksin booster mRNA naik cukup signifikan dan proteksi terhadap infeksi
COVID-19 juga meningkat, walaupun belum ada data khusus untuk
vaksin inactivated yang dilanjutkan dengan vaksin mRNA. Vaksin mRNA
diketahui memiliki efikasi yang lebih baik terhadap varian baru dibandingkan
dengan platform vaksin lainnya.
c. Rekomendasi kelayakan vaksinasi mRNA pada keadaan khusus/komorbid
tertentu secara umum sesuai dengan rekomendasi PAPDI mengenai pemberian
vaksinasi COVID-19 pada pasien dengan penyakit penyerta/ komorbid di poin II.
d. Efek samping vaksin mRNA yang muncul secara umum sama dengan vaksinasi
COVID-19 pada umumnya. Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin mRNA
perlu menjadi perhatian khusus karena kandungan polietilen glikol (PEG) pada
vaksin mRNA ini walaupun angka kejadiannya sangat kecil. Diketahui efek
samping yang muncul pasca vaksinasi kombinasi platform viral vector dan
mRNA untuk vaksinasi pertama dan kedua, lebih banyak jika dibandingkan
menggunakan platform yang sama. Hal ini mungkin juga terjadi pada
vaksin inactivated jika dikombinasi dengan platform yang berbeda walaupun
sedang menunggu studi lebih lanjut.

XI. Apabila terdapat keraguan, maka konsultasikan dengan dokter yang merawat.
Pada beberapa kondisi dimana seseorang memerlukan surat keterangan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam untuk kelayakan vaksinasi COVID-19.18

35
g. Efek Samping Vaksinasi
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan beberapa
efek samping merupakan tanda normal bahwa tubuh sedang berproses
membangun sistem imun. Efek samping ini dapat mempengaruhi kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi akan hilang dalam beberapa hari.
Efek samping yang umum dirasakan di lengan bagian suntikan berupa rasa sakit,
pegal, dan dapat terjadi pembengkakan. Sedangkan, efek samping lainnya yang
dirasakan di seluruh atau bagian tubuh lainnya berupa demam, batuk, kelelahan,
dan sakit kepala dapat menyerang ke sebagian orang. Melalui tahapan
pengembangan dan pengujian vaksin yang lengkap, efek samping yang berat
dapat terlebih dahulu terdeteksi sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat
vaksin jauh lebih besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak
divaksin. Apabila nanti terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Komite
Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI maupun komite di setiap daerah
akan memantau dan menanggulangi KIPI.1
Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila
terjadi, hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh
dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap antigen
yang terkandung dalam vaksin. Reaksi lokal dan sistemik seperti nyeri pada
tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun.
Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet)
juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas adalah vaksin yang
menimbulkan reaksi ringan seminimal mungkin namun tetap memicu respon imun
terbaik. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi ditentukan oleh jenis vaksin.
Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan
vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain: 15
a. Reaksi lokal, seperti nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan.
Untuk reaksi ringan lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan pada
tempat suntikan, petugas kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin
untuk melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan meminum obat
paracetamol sesuai dosis. Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
b. Reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri
sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala. Untuk reaksi ringan sistemik
seperti demam dan malaise, petugas kesehatan dapat menganjurkan
penerima vaksin untuk minum lebih banyak, menggunakan pakaian yang
nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol
sesuai dosis.
c. Reaksi lain, seperti reaksi alergi misalnya urtikaria, edema, reaksi
anafilaksis, syncope (pingsan).
KIPI yang berkaitan dengan kesalahan prosedur dapat terjadi, untuk itu
persiapan sistem pelayanan vaksinasi yang terdiri dari petugas pelaksana yang
kompeten (memiliki pengetahuan cukup, terampil dalam melaksanakan vaksinasi
dan memiliki sikap profesional sebagai tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap
dan petunjuk teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksimal. Kepada semua
jajaran pemerintahan yang masuk dalam sistem ini harus memahami petunjuk
teknis yang diberikan. KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus
diwaspadai. Untuk itu penapisan status kesehatan sasaran yang akan divaksinasi
harus dilakukan seoptimal mungkin.15

36
11. Prognosis
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prognosis COVID-19. Sebuah studi
menemukan bahwa tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38%
dengan median lama perawatan di ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Rumah
sakit dapat mengalami kewalahan dalam mengatasi beban dari pasien yang tinggi
akibat dari peningkatan kasus yang cepat. Yang mana hal ini pun kemudian
meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut. Berdasarkan laporan lain,
dinyatakan bahwa pasien dengan eosinophil rendah dapat diberikan perbaikan
eosinophil, hal ini karena perbaikan eosinophil di duga dapat menjadi prediktor
kesembuhan.4

12. Sasaran Belajar Belum Terjawab


1) Bagaimana untuk seseorang yang pernah mengalami positif covid melakukan
vaksin dengan jangka waktu 1 bulan setelah positif?
Jawaban : Penyintas Covid-19 masih harus tetap melakukan vaksinasi dengan
dosis lengkap namun setelah 3 bulan dari dinyatakan sembuh. Sebaiknya
orang yang sembuh dari covid-19 diberi vaksin. Hal ini dikarenakan antibodi
yang terbentuk saat sembuh dari covid-19 lama-kelamaan akan turun
penelitian terbaru menyebutkan antibodi dapat bertahan hingga 8 bulan setelah
terkena covid 19 tapi yang diingat adalah hal ini tergantung dari lamanya
gejala muncul kondisi korban. 19,20
2) Bagaimana penangan efek alergi seperti gatal-gatal yang ditimbulkan akibat
vaksin?
Jawaban : Alergi setelah vaksinasi juga dapat digolongkan sebagai
efek samping atau kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI). Jika terjadi
reaksi alergi maka harus dilaporkan ke tenaga Kesehatan, sedangkan
penanganan tergantung keparahan dari reaksi alergi yang timbul.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi OTC antialergi
seperti CTM bila bentuk alergi adalah gatal dan ruam, namun bila
lebih parah diharap langsung dirujuk ke fasilitas Kesehatan terdekat.19

B. Analisis Kasus Skenario Lebih Mendalam


Kasus covid-19 di Kalimantan memang cukup tinggi hingga beberapa
kabupaten/kotanya pernah masuk dalam daftar 45 kabupaten/kota di luar Jawa-
Bali yang harus melaksanakan PPKM level 4. Mengapa hal tersebut terjadi
padahal saat itu sudah ada program vaksinasi dan gencar sosialisasi mengenai 5M
+ 3T? Sebelumya kita tahu bahwa banyak orang sepakat vaksinasi adalah sesuatu
yang krusial dilakukan. Disamping hal tersebut, Pemerintah terus gencar
melakukan sosialisasi pentingnya vaksinasi ini untuk memutus rantai penyebaran
covid 19 bahkan saat ini vaksin dijadikan sebuah syarat dalam melakukan banyak
administrasi berbagai kegiatan dan aktivitas masyarakat Indonesia. Sayangnya,
walau kita tahu vaksinasi merupakan salah satu langkah terbaik untuk melindungi
diri, masyarakat masih pro-kontra dengan vaksinasi. Setelah beberapa waktu
dilaksanakan kegiatan vaksinasi besar-besaran di Indonesia, Badan Pusat Statistik
(BPS) melakukan survei dengan responden sebanyak 212.762 orang. Hasil survey
tersebut menunjukan bahwa sebanyak 20% dari jumlah responden belum
melakukan vaksin Covid-19 dengan alasan khawatir efek samping serta tidak
percaya dengan efektivitas vaksin, bahkan ada sebuah survey yang mengatakan

37
bahwa sebanyak 35% masyarakat Indonesia masih ragu-ragu, bahkan cenderung
menolak vaksinasi. Namun, ada juga yang setuju divaksin tetapi setelahnya
menjadi lebih lalai terhadap protokol kesehatan. Berdasarkan survei Charta
Politica kepada 1.200 responden di bulan Maret 2021, menunjukkan, 15,8%
responden menganggap dirinya kebal dari virus Covid-19 setelah mendapatkan
vaksin dan 4,5% responden juga merasa boleh abai protokol kesehatan setelah
menerima vaksin Covid-19. Penyebab mengapa masyarakat menjadi lalai antara
lain pertama, karena adanya narasi setelah vaksin bisa terbebas dari Covid-19 atau
setelah vaksin bebas untuk berkegiatan padahal sejatinya vaksin tidak sepenuhnya
menangkal Covid-19. Oleh sebab itu, pemerintah masih perlu melakukan
pengetatan protokol kesehatan, memaksimalkan 3T dan aturan lain yang terkait
dengan pembatasan. Selain itu pemerintah juga perlu menekankan sosialisasi
tujuan, fungsi, dan cara kerja vaksin, tidak sekadar melakukan vaksinasi. Kedua,
kondisi ideal untuk herd immunity adalah 70% dari jumlah penduduk, atau sebesar
181,5 juta penduduk. Sedangkan Negara belum memiliki anggaran dana yang
cukup untuk memenuhi target tersebut. Hingga pada akhirnya masyarakat masih
harus menunggu sampai akhir tahun 2022 untuk realisasi target vaksinasi gratis
dan berakibat pada masih banyaknya masyarakat yang belum divaksin. Berkaitan
dengan hal tersebut, seharusnya respons yang muncul adalah masyarakat
berlomba-lomba untuk segera divaksin, tapi karena lebih banyak yang tidak
divaksin daripada yang divaksin, maka wajar jika masyarakat masih lalai. Ketiga,
pengambilan kebijakan atas dasar Covid-19 perlu diperhitungkan kembali.
Intensitas menggunakan Covid-19 sebagai tameng dalam pengambilan kebijakan
bisa membentuk mindset kalau Covid-19 hanyalah kambing hitam, dan hal ni
dapat menjadi ancaman berbahaya. Karena itulah, meminimalisasi alasan
pengambilan kebijakan karena Covid-19 perlu dipertimbangkan kembali.
Pemerintah bisa lebih bijak dengan menyampaikan argumentasi logis kepada
masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat tidak krisis terhadap kebijakan-
kebijakan yang disampaikan pemerintah.

C. Rekomendasi dan Solusi


1. Memperkuat koordinasi dan komunikasi antar Pemerintah dan dengan
masyarakat yaitu salah satunya dengan Presiden dan Satgas COVID-19
membangun jalur komunikasi dan memberikan arahan terkait upaya
pengendalian dan penanganan COVID-19 yang jelas kepada gubernur,
pemerintah daerah, masyarakat dan dunia internasional dan seluruh
pernyataan serta rekomendasi pemerintah disampaikan berdasarkan
Evidence-Based.
2. Memastikan tersedianya layanan kesehatan yang optimal dan aman.
Diperlukan adanya pengembangan layanan bantuan sosial berbasis platform
digital untuk kelompok masyarakat rentan seperti anak, lansia dan
penyandang disabilitas dalam rangka meminimalkan kontak fisik sesuai
dengan protokol kesehatan yang berlaku dalam masa pandemic serta adanya
pengembangan layanan jaminan sosial berbasis platform digital terpadu
untuk segala bentuk layanan meliputi berbagai tahapan dari mulai
pendaftaran, pembayaran iuran, hingga klaim manfaat.
3. Perlu membuat rencana kontingensi dengan ketentuan yang sudah diatur
dalam protokol secara lengkap dan detail yang ke depan diharapkan dapat

38
menjadi acuan dalam menentukan respons kebijakan bantuan sosial dan
jaminan sosial lebih cepat karena adanya sistem peringatan dini (early
warning system) atau ukuran acuan yang menentukan saatnya beralih dari
mode normal (business as usual) menjadi mode darurat (pandemi).
4. Memastikan pengendalian kasus COVID-19 melalui skrining massif,
pembatasan sosial dan karantina diri. Pemerintah sebaiknya memastikan
terjadinya pembatasan sosial dan karantian diri yang disertai upaya
komunikasi publik untuk menggaungkan dan menegaskan kepada jajaran
Pemerintah Pusat dan Daerah, pelaku usaha, pekerja dan masyarakat, bahwa
situasi saat ini adalah situasi yang serius.

39
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi. Penyakit ini
harus diwaspadai karena penularan yang relatif cepat dan memiliki tingkat
mortalitas yang tidak dapat diabaikan. Diagnosis covid-19 secara cepat sangat
penting untuk memutuskan rantai penyebaran COVID-19 dan mentatalaksana
secara dini.
Diperlukan anamnesis yang cermat tentang perjalanan penyakit, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Gejala pasien COVID-19 umumnya
akan timbul setelah masa inkubasi. Demam, lemas, dan batuk kering merupakan
gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa orang juga
mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, dispnea, dan batuk berdahak.
Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi penyebaran
COVID-19 dan menekan angka kematian yang ditumbulkan, seperti
memberlakukan 3M, 3T, program kampung tangguh banua dan vaksinasi secara
masal.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat pandemi COVID-19, baik
itu dari segi ekonomi, pendidikan, psikologi, kesehatan, dan masih banyak lagi.
Untuk itulah diperlukan peranan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk
bersama-sama mengembalikan keadaan Indonesia menjadi seperti sedia kala

B. Saran
1. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa transmisi Coronavirus Disease
2019 (COVID-19) dari manusia ke manusia terjadi karena kontak dekat
dengan orang yang terinfeksi, terkena batuk, bersin, droplet atau aerosola
dan faktor resiko terinfeksi lebih berat Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19) yaitu pada individu yang memiliki riwayat penyakit komorbid seperti
hipertensi dan diabetes melitus, perokok aktif, kanker, penyakit hati kronik.
Masyarakat umum sebaiknya melakukan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) yang terdiri dari salah satunya cuci tangan pakai sabun, makan
makanan gizi seimbang,dan aktivtias fisik dirumah selama minimal 30
menit dan menghindari rokok merupakan hal dasar yang harus kita lakukan
untuk meningkatkan imun tubuh. Selain itu, lakukan isolasi sosial mandiri
dalam wujud physical distancing/social distancing dengan cara menjaga
jarak minimal 2 meter apabila bersosialisasi, menghindari kerumunan dan,
selalu menggunakan masker kain jika terpaksa keluar rumah dan apabila
memiliki gejala Coronavirus disease 2019 (COVID-19) segera periksakan
diri ke pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi kunci untuk menekan laju
penyebaran virus sehingga peneliti memberikan saran untuk terus
disosialisasikan dan diterapkan oleh seluruh kompenen masyarakat,
mengingat virus ini sangat menyebar cepat mengingat hingga saat ini belum
adanya pembuktian efektivitas obat maupun vaksin yang mampu
menyembuhkan seseorang dari virus ini.

40
2. Seluruh tenaga medis yang memberikan perawatan langsung pada pasien
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di rumah sakit dianggap beresiko
tinggi maka disarankan untuk tenaga medis menggunakan pelindungan diri
sekali pakai misalkan masker, sarung tangan, pelindung wajah sekali pakai
harus dibuang ke tempat sampah tertutup dan cucilah tangan secara
menyeluruh dengan 5 momen mencuci tangan yaitu; sebelum menyentuh
pasien, sebelum menjalankan prosedur bersih/aseptic, setelah ada risiko
terpapar cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh
lingkungan sekitar pasien. Usahakan jangan sentuh mata, hidung atau mulut
dengan sarung tangan maupun tangan sampai tangan sudah dibersihkan
dengan benar.
3. Pada makalah dinyatakan bahwa masih membutuhkan banyak informasi
mengenai perkembangan tindak pencegahan dan penanganan covid
sehingga disarankan penulis dan pembaca makalah ini untuk meningkatkan
dan mengembangkan wawasan mengenai virus ini lebih lanjut sehingga
mampu membagikan informasi valid dan terbaru dan mudah dipahami
masyarakat dan sekitar demi mendukung upaya pemberantasan Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19).

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar, H., Nugroho, R., Lestari, K., Lauder, M. R.M.T., Puswadianto, A.,
Rachman, E.A.G., dkk. Pengendalian COVID-19 dengan 3M, 3T,
Vaksinasi, Disiplin, Kompak, dan Konsisten. Edisi 2. Jakarta: Satuan Tugas
Penanganan COVID-19;2021.
2. Hu, B., Guo, H., Zhou, P., Shi, Z. L. Characteristics of sars-cov-2 and
covid-19. Nature Reviews Microbiology. 2021;19:141-154.
3. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian
Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus
Disease (Covid-19.) Revisi ke-5.Jakarta: Kemenkes RI;2020.
4. Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M.,
Herikurniawan, dkk. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2020;7(1).
5. Levani, Y., Prastya, A. D., Mawaddatunnadila, S. Coronavirus Disease
2019 (COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2021;17(1):44-57.
6. WHO. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) situation report-94. WHO.
2020.
7. Cascella, M.,Rajnik, M., Aleem, A., Dulebohn, S. C., Napoli, R. D.
Features, Evaluation, and Treatment of Coronavirus (COVID-19). 2021.
8. Gunardi, W. D. Pemeriksaan diagnostic laboratorium COVID-19
keterbatasan dan tantangannya saat ini. Jakarta: Jurnal Kedokteran
Meditek. 2021;27(2): 173-182.
9. Sunadi, A. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan pengurus
pusat, persatuan perawat Nasional Indonesia. Jakarta:2018.
10. Sunjoyo, S., Rumpuko S. Implementasi gerakan 5M saat berolahraga pada
situasi pandemic Covid-19 di Surakarta. Jurnal Pengabiam Kepada
Masyarakat. 2021;2(2):79-82.
11. Teleumbanua, D. Urgensi pembentukan aturan terkait pencegahan Covid-
19 di Indonesia. Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama. 2020;12(1):59-70.
12. Riska, A. A., Saoki, O. M. Telaah Polemik Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) Ditinjau dari Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.
Jurnal muhakkamah. 2020;5(1).
13. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021. Tentang
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus
Disease 2019. Jakarta:2021.
14. Arswendi, A., Yulima, S., Rembulan, N., Diana, D., Widayatno, A., Adina,
E., dkk. Analisis penerapan 5M dan vaksinasi dalam meningkatkan
kesadaran diri masyarakat saat pandemic covid-19 di Desa Limbung. Jurnal
Abdimas Bina Bangsa. 2021; 2(1): 63-67.
15. Kemenkes RI. Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19). Jakarta:Kemenkes RI;2021.
16. Makmun, A., Hazhiyah, S. F. Tinjauan terkait pengembangan vaksin covid
– 19. Molucca Medica. Oktober 2020 : 13 (2) ; 52-59.

42
17. Kemenkes RI. Buku saku tanya jawab seputar vaksinasi covid-19. Edisi
Pertama. Jakarta:2021.
18. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Revisi -
Rekomendasi PAPDI tentang Pemberian Vaksinasi COVID-19. 2021.
From : https://www.papdi.or.id/berita/info-papdi/1077-revisi-rekomendasi-
papdi-tentang-pemberian-vaksinasi-covid-19
19. Zulfa, I. M., Yunitasari, F. D. Edukasi generasi muda siap vaksinasi covid-
19. Jurnal Abdi Masyarakat Kita. 2021;1(2):100-112.
20. Hertanto, D. M. Ensicovidia: kumpulan edukasi covid-19 untuk awam. Airlangga
University Press.2021.

43
LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Kegiatan Saat Tutorial

44
45

You might also like