You are on page 1of 7

ANALISIS PRIORITAS KEBIJAKAN PEMANFAATAN

BURUNG HANTU (Tyto alba) SEBAGAI PENGENDALIAN


HAMA TIKUS SAWAH YANG RAMAH LINGKUNGAN DI
KABUPATEN SEMARANG

Johan Setiabudi 1, Munifatul Izzati2, Kismartini3


1)
Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang,
Indonesia, email: johan_hut@yahoo.com
2)
Dosen Magister MIPA, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
3)
Dosen Magister Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

ABSTRACT

The purpose of this study was to obtain a priority choice as decision making recommendations regarding
the development of the use of owls as pest control field mouse so that the decision could provide more
optimal results. Locations in District Banyubiru research that is currently being actively promoted by the
District Government of Semarang. The method used is using AHP (Analytical Hierarchy Process). Re-
trieving data using questionnaires to various parties including BAPPEDA, BLH, Bakorluh, Academics,
District, Department of Agriculture and Forestry Plantations and the breeding owls. The results of the
analysis has been carried obtained as follows: 1) Among the factors that the criteria in determining policy
directions obtained that technical factors are considered most important in assessing the development of
the use of the owl in the pest control field mice, 2) Among the factors that need to be taken of policy rec-
ommendations found that the manufacture of quarantine owl is considered a most important choice in the
development of future utilization of owls, 3) Results of the analysis of the final technical factors that are
considered important because with the proper manufacture in accordance with the plan will produce out-
put that is more efficient, effective and targeted.

Keywords: owl, pest control

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh prioritas pilihan sebagai rekomendasi pengambilan
keputusan mengenai pengembangan pemanfaatan burung hantu sebagai pengendali hama tikus sawah
sehingga keputusan tersebut dapat memberi hasil yang lebih optimal. Lokasi penelitian di Kecamatan
Banyubiru yang saat ini sedang aktif digalakkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang. Metode
yang digunakan adalah menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process). Pengambilan data dengan
menggunakan kuisioner ke berbagai pihak antara lain Bappeda, BLH, Bakorluh, Akademisi, Kecamatan,
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan serta pihak penangkaran burung hantu. Hasil analisis yang
telah dilakukan didapatkan sebagai berikut: 1) Diantara faktor-faktor yang menjadi kriteria dalam
penentuan arah kebijakan diperoleh bahwa faktor teknis dianggap paling penting dalam menilai
pengembangan pemanfaatan burung hantu dalam pengendalian hama tikus sawah, 2) Diantara faktor
rekomendasi kebijakan yang perlu diambil diperoleh bahwa pembuatan karantina burung hantu
dianggap merupakan pilihan paling penting dalam pengembangan pemanfaatan burung hantu ke depan,
3) Hasil analisis akhir tersebut faktor teknis yang dianggap penting karena dengan pembuatan yang tepat
sesuai dengan perencanaan akan menghasilkan output yang lebih efisien, efektif dan tepat sasaran.

Kata kunci: burung hantu, pengendalian hama

Indonesian Journal of Conservation


Volume 04, Nomor 1, tahun 2015[ISSN: 2252-9195]
Hlm. 67—73
67
Indonesian Journal of Conservation Volume 04 (01), tahun 2015

PENDAHULUAN bat hama tikus sawah adalah Kecamatan


Banyubiru, Tuntang, Kaliwungu, Susukan
Dalam kegiatan peningkatan produksi dan Suruh. Penyebaran tikus sawah sangat
padi terdapat beberapa kendala dan permasa- dimungkinkan pindah ke daerah tujuan yang
lahan yang sering dijumpai. Permasalahan memiliki sumber pangan bagi perkem-
mendasar yang sering terjadi di Kabupaten bangannya.
Semarang adalah penurunan produksi padi Djojosumarto (2008), menyatakan bah-
yang disebabkan antara lain penyusutan luas wa dalam pertanian, OPT atau organisme
lahan sawah, cuaca ekstrem, serangan hama pengganggu tanaman adalah semua organ-
dan penyakit, terbatasnya sarana dan prasa- isme yang dapat menyebabkan penurunan
rana produksi pertanian. Hama merupakan potensi hasil yang secara langsung karena
penyebab yang cukup serius dalam menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisi-
penurunan produksi padi. Hama yang sering ologi dan biokimia atau kompetisi hara ter-
melanda lahan persawahan padi dan menjadi hadap tanaman budidaya. OPT juga bisa di-
perhatian saat ini adalah hama tikus sawah artikan sebagai faktor biotik (makhluk hidup)
(Rattus argentiventer). yang menyebabkan gangguan pada tanaman
Di Kabupaten Semarang kerusakan Dinas Pertanian Perkebunan dan Ke-
tanaman padi yang diakibatkan oleh hama hutanan Kabupaten Semarang telah
tikus sawah menempati urutan tertinggi melakukan beberapa hal pendekatan pe-
dibanding dengan hama yang lain. Menurut nanggulangan hama tikus yang telah sering
laporan serangan Organisme Pengganggu dilakukan yaitu dengan cara antara lain sani-
Tanaman (OPT) pada Dinas Pertanian tasi, gropyokan, emposan dan pemberian
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Se- umpan beracun rodentisida. Penanganan ter-
marang pada tahun 2011 pertanian di Kabu- sebut telah cukup berhasil membunuh ratu-
paten Semarang yang terserang tikus sawah san tikus. Namun perkembangan populasi
seluas 1.568 ha sedangkan hama lainnya sep- hama tikus yang cepat membuat petani harus
erti penggerek batang 359 ha, wereng coklat menelan kerugian yang cukup besar dengan
465 ha, walang sangit 81 ha, hama wereng turunnya hasil produksi padi.
putih 82 ha dan xanthomonas sp 281 ha. Hal Tikus cenderung untuk memilih biji-
ini memperlihatkan hama tikus sawah harus bijian (serealia) seperti : padi, jagung, dan
segera dikendalikan. Keberadaan hama tikus gandum. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus
sawah yang cukup meresahkan tersebut kare- setiap harinya kurang lebih 10% dari bobot
na merusak tanaman padi hingga mengaki- tubuhya jika pakan tersebut berupa pakan
batkan gagal panen. kering. Hal ini dapat pula ditingkatkan sam-
Singleton & Petch (1994), membuat pai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang
peringkat kerusakan pada pertanian, hama dikonsumsi berupa pakan basah. Kebutuhan
tikus di Indonesia menempati urutan per- minum seekor tikus setiap harinya kira-kira
tama pada pertanaman padi, kemudian dii- 15-30 ml air (Priyambodo, 1995)
kuti oleh penggerek batang, wereng coklat, Permasalahan ini mulai bertahap diat-
dan walang sangit. Peringkat tersebut juga asi dan pada tahun 2013, Dinas Pertanian
memperlihatkan bahwa di Asia Tenggara Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Se-
tikus juga menempati urutan pertama, diikuti marang mulai merintis pemanfaatan predator
oleh hama-hama utama yang lain dengan hayati burung hantu (Tyto alba) secara opti-
peringkat yang hampir sama mal untuk membantu penanggulangan hama
Selanjutnya berdasar laporan OPT ter- tikus sawah. Penanganan dengan me-
sebut pada tahun 2012 kerugian yang diaki- manfaatkan predator ini dirasa cukup efektif,
batkan oleh hama tikus sawah mengalami efisien dan tidak memiliki dampak ling-
peningkatan menjadi 2.044 ha dengan kungan terhadap lahan pertanian, hasil per-
keadaan puso mencapai 426 ha. Sedangkan tanian dan dampak kesehatan terhadap
pada tahun 2013 kerusakan padi yang diaki- petani.
batkan oleh hama tikus sawah mengalami Pengendalian hayati adalah manipulasi
penurunan menjadi 1.504 ha. Beberapa keca- secara langsung dan sengaja menggunakan
matan yang sering mengalami kerusakan aki- musuh alami, pesaing organisme peng-

68
Analisis Prioritas Kebijakan... — Johan Setiabudi, dkk.

ganggu, seluruhnya atau sebagian, atau sum- sebagai rujukan keberhasilan yang telah dil-
ber daya yang diperlukan oleh agensia itu akukan.
untuk pengendalian organisme pengganggu Pengumpulan data responden yaitu
atau dampak negatifnya (Tampubolon, data matriks perbandingan yang dianalisis
2004). dengan menggunakan AHP. Proses Hirarki
Strategi kebijakan pengendalian hama Analitik (Analytical Hierarchy Process) ada-
menggunakan agen hayati saat ini sangat lah suatu model yang luwes yang mem-
dibutuhkan. Menurut Jumar, 2000, pengen- berikan kesempatan bagi perorangan atau
dalian hayati memiliki keuntungan yaitu : kelompok untuk membangun gagasan-
(1). Aman artinya tidak menimbulkan pence- gagasan dan mendefinisikan persoalan
maran lingkungan dan keracunan pada dengan cara membuat asumsi mereka masing
manusia dan ternak, (2). tidak menyebabkan -masing dan memperoleh pemecahan yang
resistensi hama, (3). Musuh alami bekerja diinginkan darinya (Saaty, 1993). Proses ini
secara selektif terhadap inangnya atau mang- juga memungkinkan orang menguji kepekaan
sanya, dan (4). Bersifat permanen untuk hasilnya terhadap perubahan informasi.
jangka waktu panjang lebih murah, apabila AHP sering digunakan sebagai metode
keadaan lingkungan telah stabil atau telah pemecahan masalah dibanding dengan
terjadi keseimbangan antara hama dan metode yang lain karena alasan-alasan se-
musuh alaminya. bagai berikut: (1) Struktur yang berhirarki,
Penelitian tentang Pengembangan sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih,
Pemanfaatan Burung Hantu (Tyto Alba) se- sampai pada subkriteria yang paling dalam.
bagai pengendali hama tikus sawah yang (2) Memperhitungkan validitas sampai
ramah lingkungan di Kabupaten Semarang dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai
untuk mengetahui bagaimana prioritas ke- kriteria dan alternatif yang dipilih oleh
bijakan yang dapat diambil untuk mengopti- pengambil keputusan. (3) Memperhitungkan
malkan penanganan permasalahan hama daya tahan output analisis sensitivitas
tikus sawah yang merusak padi pada lahan pengambilan keputusan
pertanian di Kabupaten Semarang dengan
menggunakan burung hantu secara berke-
lanjutan. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi penelitian dilakukan di Keca-


METODE PENELITIAN matan Banyubiru. Kecamatan Banyubiru
memiliki 10 desa yang memiliki luas total
Metode penelitian ini menggunakan sebesar 5.441,45 ha. Kesepuluh desa tersebut
AHP Analytical Hierarchy Process untuk adalah Wirogomo, Kemambang, Sepakung,
melakukan pembootan terhadap alternatif- Kebumen, Gedong, Rowoboni, Tegaron,
alternatif pilihan yang dapat digunakan un- Kebondowo, Banyubiru dan Ngrapah. Keca-
tuk pegambilan keputusan. Metode ini men- matan Banyubiru diambil sebagai tempat
cakup pengambilan data dan analisis data. penelitian mengingat kerusakan padi akibat
Pengambilan data dilakukan melalui sawah cukup besar yang diakibatkan popu-
kuisioner kepada beberapa yang berkaitan lasi tikus yang besar pula serta potensi bu-
dengan tema penelitian ini antara lain Badan rung hantu dapat dikembangkan.
Perencanaan Pembangunan Daerah Promosi penggunaan predator burung
(Bappeda) Kabupaten Semarang, Badan hantu Tyto alba telah dilakukan dalam pen-
Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sema- gendalian tikus. Burung hantu Tyto alba ini,
rang, Dinas Pertanian Perkebunan Dan Ke- secara alamiah berkembang biak pada perke-
hutanan Kabupaten Semarang, Akademisi, bunan kelapa sawit (Sipayung et al., 1990).
Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) Kecamatan Banyubiru terletak diten-
Provinsi Jawa Tengah, Koordinator Pelaksa- gah-tengah Kabupaten Semarang secara ad-
na Dinas (KPD) Kecamatan Banyubiru Ka- ministrasi memiliki batas-batas antara lain
bupaten Semarang dan Pelaku Pengem- batas sebelah utara adalah Kecamatan Am-
bangan Burung Hantu Kabupaten Demak barawa dan Rawapening, batas sebelah se-

69
Indonesian Journal of Conservation Volume 04 (01), tahun 2015

latan adalah Kecamatan Getasan dan Kabu-


paten Magelang, batas sebelah barat Keca-
matan Getasan serta batas sebelah timur
Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Geta-
san
Berdasarkan hasil studi literatur dapat
diperoleh bahwa beberapa kriteria yang dapat
mempengaruhi pilihan pengembangan pem-
anfaatan burung hantu antara lain aspek Gambar 2. Hirarki pengembangan pemanfaatan
teknis, ekonomi, sosial dan kelembagaan. burung hantu
Aspek teknis diperlukan karena berkaitan
dengan proses pembuatan / pelaksanaan Adapun aspek teknis meliputi
secara teknis dan pengoperasiannya setelah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
kegiatan dibangun. Dari aspek ekonomi dan Aspek ekonomi meliputi biaya dan keun-
sosial mengacu pada Alikodra (2002), satwa tungan, aspek sosial antara lain meliputi
liar mempunyai peranan yang sangat penting keterlibatan masyarakat, manfaat yang
bagi kehidupan manusia, baik untuk kepent- diterima masyarakat sedangkan aspek kelem-
ingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, bagaan antara lain kesiapan kelembagaan
maupun sosial budaya. petani maupun pemerintah daerah, baik dari
Sedangkan kelembagaan, menurut segi pendanaan, program pendukung dan
Schmid (1972) mengartikan kelembagaan sumber daya manusia.
sebagai sejumlah peraturan yang berlaku da- Dari hasil pengolahan AHP oleh key
lam sebuah masyarakat, kelompok atau person terhadap penilaian kebijakan yang
komunitas, yang mengatur hak, kewajiban, dapat diambil ke depan dalam pengem-
tanggung jawab, baik sebagai individu maua- bangan pemanfaatan burung hantu sebagai
pun sebagai kelompok. Sehingga kelem- predator hama tikus sawah diperoleh bahwa
bagaan memegang peranan penting berkaitan aspek teknis sebagai prioritas pertama
dengan pelaku yang akan menjalankan prior- (0,349), disusul aspek ekonomi pada priortas
itas pilihan kegiatan tersebut. Dari informasi kedua (0,302), aspek sosial (0,213) dan tera-
tersebut disusun kuisinoer dan untuk khir aspek kelembagaan (0,137). Tingkat
meminta pandangan dan penilai dari inkonsistensi sebesar 0,093 lebih kecil dari
berbagai narasumber (key person) mengenai batas maksimal 0,1 yang berarti bisa
prioritas pengembangan tersebut. diterima.
Aspek teknis merupakan aspek yang
berkenaan dengan pengoperasian dan proses
pembangunan program secara teknis setelah
program tersebut selesai dibangun/ didirikan.
Aspek ini sangat penting untuk mengukur
kemampuan untuk menjalankan kegiatan
dengan baik.

Gambar 1. Luas kerusakan padi oleh hama di


Kabupaten Semarang

Skema hirarki Pengembangan Pem-


anfaatan burung hantu adalah sebagai beri-
kut . Gambar 3. Hasil Aspek Prioritas Dalam Pengem-
bangan Burung Hantu

70
Analisis Prioritas Kebijakan... — Johan Setiabudi, dkk.

hantu. Karantina burung hantu memang tid-


ak mutlak diperlukan dalam penanganan ha-
ma tikus sawah, namun dalam pengem-
bangannya mendatang akan dapat mem-
berikan nilai tambahyang lebih bermanfaat.
Gambar 4. Hasil Prioritas Alternatif Dalam
Pengembangan Burung Hantu Pengembangan predator burung hantu
melalui karantina bisa menjadi prioritas ke
Dari gambar tersebut di atas maka pri- depan di Kabupaten Semarang atau di Keca-
oritas pilihan rekomendasi kebijakan yang matan Banyubiru khususnya karena memiliki
dapat diambil dalam pengembangan pem- banyak manfaat antara lain ekonomi, ling-
anfaatan burung hantu sebagai pengendali kungan dan sosial. Secara ekonomi burung
hama tikus sawah yang pertama adalah pem- yang dikarantina dapat dijual sehingga
buatan Karantina Burung Hantu (0,3969), mendatangkan keuntungan. Menurut infor-
prioritas kedua adalah pembuatan Peraturan masi dari Bapak Sutejo Kades Tlogoweru,
(Desa) mengenai perlindungan terhadap bu- harga burung hantu sepasang di tlogoweru
rung hantu dan pemanfaatannya (0,3528) umur 4,5 – 5 bulan seharga 1,2 juta. Sebagai
dan yang terakhir adalah Pembuatan Rumah referensi pembuatan Karantina burung hantu
Burung Hantu secara kontinyu (0,2503) menelan biaya sekitar 90 juta, namun ke-
dengan tingkat inkonsistensi sebesar 0,001 manfaatannya cukup signifikan dengan
lebih kecil dari batas maksimal 0,1 yang be- memiliki banyak burung hantu akan banyak
rarti bisa diterima menyelamatkan padi sawah dari kerugian
Dari uraian tersebut diatas maka diper- yang ditimbulkan akibat hama tikus sawah
lukan strategi pengembangan pemanfaatan Kedua, Prioritas kedua dalam pengem-
burung hantu sebagai pengendali hama tikus bangan pemanfaatan burung hantu adalah
sawah direkomendasikan dan dapat diap- rekomendasi pembuatan Peraturan Desa
likasikan di Kabupaten Semarang. Burung (Perdes) khusus perlindungan burung hantu
hantu bukan satu-satunya pengendalian yang dan pemanfaatannya. Pembentukan perdes
harus dilakukan, namun masih memerlukan ini sangat diperlukan mengingat burung
pengendalian lain yang selama ini telah dil- hantu saat ini sudah menjadi asset yang san-
akukan yaitu sanitasi habitat, gropyokan gat bernilai sehingga keberadaannya harus
dengan emposan dan umpan beracun. Hal ini dilindungi dan dilestarikan. Pemerintah Ka-
dikarenakan populasi tikus sawah yang tinggi bupaten Semarang telah memiliki Perdes ten-
dan perlu kombinasi yang saling mendukung tang Lingkungan Hidup, namun di dalam
agar dapat menekan perkembangan hama Perdes 4 tahun 2013 tersebut tidak dis-
tikus sawah ini. inggung secara spesifik mengenai perlin-
Pembiakan secara buatan telah sukses dungan burung hantu. Dalam mendukung
dilakukan di beberapa kabupaten di Jawa kelestarian dan perlindungan burung hantu,
dan telah berhasil membuat koloni pem- Pemerintah Kabupaten Semarang telah
biakan pada perkebunan kakao di Batang, memberi himbauan melalui spanduk kepada
Jateng yang telah dipertahankan selama lima masyarakat mengenai aturan dan sanksi ter-
tahun. Sudah ada 60 generasi yang hadap tindakan perburuan liar, menangkap
dihasilkan tadinya dari satu kotak sarang bu- dan memperjualbelikan satwa karena berten-
rung hantu. Dari hasil pengamatan menun- tangan dengan peraturan yang ada yakni UU
jukkan bahwa burung hantu dapat menjela- 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
jah 8 km dari kotak sarang Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP 7
(Mangoendihardjo dan Wagiman, 2003). tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tum-
Hasil dari analisis diatas menunjukan buhan dan Satwa dan PP 8 tahun 1999 ten-
bahwa prioritas yang dapat diambil adalah tang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Sat-
Pertama, karantina burung hantu dapat dil- wa Liar. Ancaman pelanggaran tersebut
akukan di masa mendatang karena memiliki dapat dipidana penjara 5 tahun atau denda
sumberdaya berupa burung hantu yang telah 100 juta dan penjara 10 tahun atau denda 200
berkembang. Saat ini di Kabupaten Sema- juta.
rang belum memiliki karantina burung Pemasangan spanduk tersebut di

71
Indonesian Journal of Conservation Volume 04 (01), tahun 2015

pasang di pinggir jalan, pinggir sawah yang memberikan keuntungan dari aspek ekonomi
ada rumah burung hantu ataupun di lokasi dan sebagai sarana penelitian kelak. Pengem-
obyek wisata seperti di Wisata Bukit Cinta bangan ini juga diharapkan secara tidak lang-
Kecamatan Banyubiru yang memungkinkan sung menjadi model pengendalian hama
banyak pengunjung dengan harapan dapat tikus secara berkelanjutan dan memberi nilai
dibaca dan dipahami pentingnya menjaga manfaat secara ekonomi, sosial dan ling-
kelestarian satwa burung hantu kungan.
Ketiga, Pembuatan rumah burung
hantu (rubuha) juga bermanfaat sebagai sara-
na pengembangbiakan burung hantu secara UCAPAN TERIMA KASIH
alami. Pembuatan rubuha dimaksudkan un-
tuk memancing burung hantu yang sebe- Penulis mengucapkan terima kasih dan
lumnya banyak tinggal di rumah-rumah penghargaan setinggi-tingginya kepada Pusat
penduduk seperti di Kecamtan Banyubiru Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Badan
banyak dijumpai di rumah-rumah tua, plafon P er en can aan P em bangu n an N asion al
masjid, plafon TPI (Tempat Pelelangan Ikan) (Pusbindiklatren Bappenas) yang telah mem-
Banyubiru, gedung Sekolah Polisi Negara berikan kesempatan dan pembiayaan penuh
(SPN), Joglo di Bukit Cinta dan lain se- kepada penulis dalam melaksanaan
bagainya agar tinggal mendekati sawah yang penelitian ini
berpotensi terdapat banyak hama tikus
sawah.
Pem buat an burun g hantu secar a DAFTAR PUSTAKA
kontinyu yang saat ini telah dilakukan. Dari
informasi yang diperoleh dari penyuluh per- Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Ce-
tanian, saat ini Kecamatan Banyubiru telah takan pertama. Jilid I. Fakultas Kehutanan
memiliki sekitar 27 rubuha baik dari swadaya IPB:Bogor
ataupun bantuan pemerintah. Sebagai pro- Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Ka-
gram yang baru dirintis mulai tahun 2013, bupaten Semarang, 2013, Profil Dinas Per-
tanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
maka kebutuhan rubuha sangat diperlukan
Semarang 2012
bagi perkembangbiakan burung hantu itu Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Ka-
sendiri bupaten Semarang, 2014, Profil Dinas Per-
tanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Semarang 2013
SIMPULAN Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida Dan Ap-
likasinya. Jakarta : Agro Media Pustaka.
Prioritas pilihan rekomendasi ke- 2008
bijakan yang dapat diambil dalam pengem- Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta.
bangan pemanfaatan burung hantu sebagai Jakarta
Mangoendihardjo, Soeprato, and F.X. Wagiman.
pengendali hama tikus sawah yang pertama 2003. Commercial Use Of Rats And Use Of
adalah Pembuatan Karantina Burung Hantu Barn Owls In Rat Management. In Rats, Mice,
(0,3969), prioritas kedua adalah pembuatan And People: Rodent Biology and Manage-
Peraturan (Desa) mengenai perlindungan ment. ACIAR Monograph No. 96. Pp.304
terhadap burung hantu dan pemanfaatannya -305
(0,3528) dan yang terakhir adalah pembuatan Priyambodo, Swastiko.1995. Pengendalian Hama
Rumah Burung Hantu secara kontinyu Tikus Terpadu. J a k a r t a P T . Penebar
(0,2503) dengan tingkat inkonsistensi sebesar Swadaya
0,001 lebih kecil dari batas maksimal 0,1 Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para
yang berarti bisa diterima Pemimpin (K. Peniwati, Ed). PT. Pustaka
Ancaman serangan tikus sawah sawah Binaman Pressindo. Jakarta
Singleton, G.R. & D.A. Petch. 1994. A Review of
harus segera diatasi karena perkembangan
the biology and management of rodent pests in
populasi tikus sawah cukup pesat sehingga Southeast Asia. Australian Centre for Inter-
tingkat kerusakan menjadi cukup besar pula. national Agricultural Research , Technical
Pengembangan melalui karantina juga dapat Report 30, Canbera. 65 pp

72
Analisis Prioritas Kebijakan... — Johan Setiabudi, dkk.

Sipayung, A., Sudharto, A.U., Lubis, dan Tho- nomics. Vol. 54 NO.5. p.893-909. Ameri-
hari. 1990. Prospek Pemanfaatan Burung can Agricultural Economics Associaiion.
Hantu Tyto alba Untuk Pengendalian Tikus Tampubolon. M.P. 2004. Prospek Pengendalian
Pada Perkebunan KeLapa Sawit, Jakara. Penyakit Parasitik dengan Agen Hayati. Bagi-
Kongres HPTI I:11 p an Parasitologi dan Patologi, Fakultas
Schmid, A.A. 1972. Analytical Instiilltional Eco- Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
nomics: Challenging Problems in The Econom- Bogor
ics of Resources for a New Environment.
American Journal of Agricultural Eco-

73

You might also like