You are on page 1of 13

Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.

id/jvn

GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)


JANTAN YANG DIBERI INFUSA PARE LOKAL PULAU TIMOR

Maria Asti S.R Rafe1, Cynthia D. Gaina2, Nemay A. Ndaong3


1
Faculty Of Veterinary Medicine, Nusa Cendana University in Kupang.
2
Laboratory of Clinic, Reproduction, Pathology, and Nutrition, Faculty of Veterinary Medicine,
Nusa Cendana University in Kupang.
3
Laboratory Anatomy, Histology, Pharmacology and Biochemistry, Faculty of Veterinary Medicine,
Nusa Cendana University in Kupang.

Abstract
Riwayat Artikel: Some of the chemical compounds in bitter melon fruit that
Diterima: acts as infertility for males, namely saponins, tannins, alkaloids,
5 Juli 2019 flavonoids and triterpenoids were able to reduce the number of
Direvisi: spermatogenic cells. Renal excretory function in carrying out this gets
13 November 2019 tough task, because almost 25% of all blood flow to the two kidneys.
Disetujui: The amount of blood flow to the kidney causes renal exposure to the
16 Januari 2020 material circulating in the circulation system is quite high, so that the
Keywords: toxic material will easily cause damage to the kidney tissue. This
bitter melon fruit, study aimed to determine the effect of dose delivery infusion of local
infertility, bitter melon fruit on the island of Timor, East Nusa Tenggara against
Rattus norvegicus, renal histopathology description of male white rat (Rattus
renal histopathology norvegicus). The study was conducted in the 2 treatment groups,
namely (P1) bitter melon infusion at a dose of 1250 mg/kgBB/day and
(P2) bitter melon infusion at a dose of 2500 mg/kgBB/day. Each
treatment group consisted of 6 rats administered for 48 days.
Microscopic changes that occur in the kidneys of mice include
glomerular congestion, atrophy of the glomerulus, tubular
hemorrhage, necrosis of the tubules are composed of cells piknosis,
Karyorrhexis cells, karyolysis cells and tubular protein deposits. The
average glomerular damage and kidney tubules was higher in
treatment P2 than P1 which indicates the ravages caused by high dose
bitter melon infusion given to the treatment group P1 and P2 so that
the chemical substances to be excessive and toxic, accumulate in the
kidneys and cause damage to the kidneys.

Korespondensi:
astyrafe02@gmail.com

Vol. 3 No. 1
61
Rafe et al. 2020

PENDAHULUAN Syafruddin, 2004, Nurliana, et al., 2005


Pare (Momordica charantia) dalam Jannah, 2009). Pada umumnya
adalah salah satu tanaman hortikultura terdapat dua prinsip kerja senyawa
yang tumbuh di daerah tropis dan antifertilitas antara lain melalui efek
subtropis, seperti Asia, Amerika Selatan hormonal dengan mengganggu
dan Afrika Timur. Selain dimanfaatkan keseimbangan hormon yaitu penurunan
sebagai salah satu bahan makanan, pare FSH, LH dan testosteron sehingga
juga digunakan sebagai tanaman obat menghambat laju metabolisme sel
(Grover dan Yadav, 2004). Tumbuhan spermatogenik dan melalui efek
pare dapat dimanfaatkan sebagai sitotoksik dan sitostatik oleh senyawa
larvasida (Habibie et al., 2015), anti saponin, flavonoid, dan kukurbitasin atau
mitosis (Jannah, 2009), menurunkan triterpen (Kusumah, 1999 dalam
kadar kolesterol (Shintawati et al., 2011), Cholifah, et al., 2014).
anti helmintes (Adimunca, 1996), dan Dosis yang digunakan
anti mikroba (Mukti, 2012). berdasarkan penelitian sebelumnya,
NTT tergolong iklim semi-arid bahwa pemberian ekstrak buah pare 500
dengan curah hujan 1750 mm per mg/kgBB/hari selama 14 hari mampu
tahunnya dengan keadaan bulan basah mempengaruhi kualitas spermatozoa
hanya empat bulan yaitu Desember yaitu, terjadinya aglutinasi antar kepala
sampai Maret (Notohadinegoro, 2006). dan pergerakan spermatozoa di tempat
Adapun keunggulan dari lahan semi-arid serta melingkar (Hernawati, 2011). Akan
yaitu curah hujan sedang, proses tetapi, pada dosis 500 mg/kgBB/hari dan
pelapukan yang kurang intensif akibatnya 750 mg/kgBB/hari belum menunjukkan
unsur hara dalam tanah tetap berada di dosis efektif karena hasil infertilitas total
dekat akar tumbuhan sehingga cadangan sehingga peneliti berniat untuk
unsur hara tersedia dalam jumlah yang menggunakan dosis yang lebih besar dari
lebih tinggi (Syers, et al., 1996 dalam dosis yang digunakan oleh peneliti
Notohadinegoro, 2006). sebelumnya.
Pare merupakan tumbuhan yang Ginjal dalam melaksanakan
mudah dibudidayakan di daerah tropis, fungsi ekskresi mendapat tugas berat,
karena memerlukan banyak sinar karena hampir 25% dari seluruh aliran
matahari untuk dapat tumbuh. Buah pare darah mengalir kedua buah ginjal.
lokal di Pulau Timor, Nusa Tenggara Besarnya aliran darah yang menuju ginjal
Timur memiliki ukuran yang lebih kecil ini menyebabkan keterpaparan ginjal
dibandingkan dengan buah-buah pare terhadap bahan yang beredar dalam
dari daerah lain. Hal ini tentu sistem sirkulasi cukup tinggi, sehingga
berpengaruh terhadap kandungan bahan yang bersifat toksik akan mudah
senyawa kimia dan zat aktif yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal
terkandung di dalamnya. dalam bentuk perubahan struktur dan
Beberapa kandungan senyawa fungsi (Moore dan Anne, 2012).
kimia pada buah pare yang berperan Toksikan yang masuk ke dalam ginjal
sebagai antifertilitas bagi hewan jantan dapat menyebabkan berbagai macam
yaitu saponin, tannin, alkaloid (Sudarno, kelainan pada struktur maupun fungsi
et al., 2011 dalam Kholifah, 2014), nefron. Kerusakan pada nefron dapat
flavanoid dan triterpenoid (Limtrakul, et terjadi pada tubulus, korpuskulus renalis,
al., 2013) yang mampu mengurangi
jumlah sel-sel spermatogenik (Ilyas dan

Vol. 3 No. 1
62
Rafe et al. 2020

maupun kapiler-kapiler darah dalam buah pare, aquades, spuit 3 ml (One


ginjal. (Gartner dan Hiatt, 2007). Med®), Tisu (Paseo®), sarung tangan
Berdasarkan latar belakang (Sensi®), masker (Remedi®), potongan
diatas, maka diperlukan penelitian untuk jaringan ginjal tikus putih jantan pasca
gambaran histopatologi ginjal tikus pemberian infusa buah pare yang telah
(Rattus norvegicus) jantan untuk difiksasi dengan Formalin 10%, kaca
mengetahui efek nefrotoksik infusa buah obyek, kaca penutup, larutan alkohol
pare pada ginjal sebagai bahan 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolute,
antifertilitas. xylol, parafin, larutan Hematoksilin,
larutan Eosin, dan Canada’s Balsam.
METODOLOGI Rancangan Percobaan
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan
Penelitian ini dilakukan pada menggunakan eksperimen dengan
bulan Oktober sampai Maret 2017. rancangan acak lengkap (RAL) yang
Pembuatan infusa buah pare lokal khas terdiri dari 2 kelompok perlakuan yaitu
pulau Timor NTT dan perlakuan pada (P1) infusa buah pare dengan dosis 1250
hewan coba tikus putih (Rattus mg/kgBB/hari, (P2) infusa buah pare
norvegicus) jantan dilakukan di dengan dosis 2500 mg/kgBB/hari.
Laboratorium Farmakologi Fakultas Masing-masing kelompok perlakuan
Kedokteran Hewan Universitas Nusa diberikan selama 48 hari.
Cendana, pembuatan preparat Penyiapan Hewan Uji
histopatologi dan pewarnaan Tikus putih jantan (Rattus
Hematoxilline Eosin dilakukan di norvegicus) galur Sprague-Dawley yang
Laboratorium Patologi Rs. Siloam berjumlah 12 ekor diadaptasikan selama
Kupang dan pengamatan preparat 7 hari. Selama penelitian tikus diberi
dilakukan di Laboratorium Histologi pakan dan minum secara ad libitum.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Kemudian tikus dibagi secara acak
Nusa Cendana. menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-
Materi Penelitian masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus.
Alat dan bahan yang digunakan Pembuatan Infusa Buah Pare
dalam penelitian ini adalah kandang tikus Buah pare (Momordica
putih (Rattus norvegicus) jantan, tempat charantina L.) yang digunakan dicuci
pakan dan minum tikus, timbangan dengan air mengalir dan dibersihkan
digital (CLTQ®), mikroskop kemudian dagingnya ditimbang dengan
(olympus®), blender (panasonic®), panci berat untuk masing-masing kelompok
infusa, kain fanel, gelas ukur, kompor perlakuan dengan (P1) 7.5 gram buah
(hock®), dan thermometer (One Med®), pare dalam 90 ml aquades dan (P2) 15
1 set alat bedah minor, tissue cassette, gram buah pare dalam 90 ml aquades lalu
tissue processor, embedding station, dihaluskan. Panci infusa dipanaskan
tissue mold, freezer (-20°C), rotary selama lebih dari 15 menit terhitung
microtome, pisau microtome, tissue mulai suhu mencapai 90°C sambil
floating bath 46°C, staining jar, slide sesekali diaduk. Penyaringan dilakukan
rack, rak khusus untuk pewarnaan, oven dalam keadaan panas melalui kain
60°C, dan kamera, tikus putih (Rattus flannel.
norvegicus) jantan galur Sprague-Dawley
dewasa berat 200-250 gr, umur 2 bulan Aplikasi Infusa Buah Pare
sebanyak 12 ekor, pakan BR-II, infusa

Vol. 3 No. 1
63
Rafe et al. 2020

Infusa buah pare diberikan secara deparafinisasi dan rehidrasi dengan


oral selama 48 hari, untuk infusa buah alkohol konsentrasi bertingkat (absolut,
pare diberikan dengan dosis 3 ml pada 95%, 90%, 80%, 70%). Sediaan lalu
masing-masing kelompok perlakuan yang direndam dalam larutan Hematoksilin
diberikan pada waktu sore hari. selama 10 menit dan dibilas dengan air
mengalir selama 10 menit, selanjutnya
Pengambilan Sampel Organ Ginjal
sediaan direndam dengan eosin selama
Tikus dieutanasia dengan
10 menit, selanjutnya sediaan didehidrasi
dislokasi cervicalis, kemudian incisi
dengan alkohol konsentrasi bertingkat
bagian abdomen kemudian ginjal
(70 %, 80 %, 90 %, 95 %, dan absolut)
dikeluarkan dari ruang inguinal. Ginjal
kemudian clearing dengan xilol I, xilol II,
dipotong menjadi beberapa bagian kecil
xilol III masing-masing selama 30 detik.
berukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm (1cm3). Setelah pewarnaan selesai, kemudian
Organ tersebut selanjutnya difiksasi sediaan ditetesi perekat Canada’s Balsam
dalam larutan formalin 10 %. ditutup dengan gelas penutup dan
Proses Pembuatan Preparat Histologi dikeringkan (Ndaong, 2013).
Menurut Muntiha (2001), Pengamatan Hasil Penelitian
pembuatan sediaan histologi dimulai Hasil pewarnaan HE pada organ
dengan tahapan dehidrasi jaringan ginjal ginjal diamati dengan mikroskop cahaya
dalam larutan alkohol konsentrasi pada perbesaran objektif 10x dan 40x
bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dengan menghitung jumlah kerusakan
absolut), masing-masing selama 60 pada glomerulus dan tubulus dengan lima
menit, kemudian dibersihkan (clearing) lapang pandang mikroskopis yang
dengan larutan xilol sebanyak 3 kali dilengkapi dengan kamera.
pemindahan masing-masing selama 45 Variabel Penelitian
menit pada suhu kamar. Proses Variabel independent (variabel
selanjutnya adalah infiltrasi dalam bebas) dalam penelitian ini adalah dosis
larutan paraffin sebanyak 3 kali, infusa buah pare (Momordica charantia
pemindahan masing-masing 60 menit L.) dan variabel dependent (variabel
pada suhu 60˚C dan penanaman jaringan terikat) dalam penelitian ini adalah
(embedding) dalam paraffin cair, Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus
kemudian dinginkan dalam suhu kamar Putih Jantan (Rattus Novergicus ) pasca
sehingga menjadi blok paraffin. pemberian infusa buah pare (Momordica
Sectioning jaringan dilakukan dengan charantia L.).
menggunakan rotary microtome dengan Analisis Data
ketebalan 5µm, selanjutnya Analisis data yang digunakan
direnggangkan pada permukaan air menggunakan analisis deskriptif
hangat dengan suhu 45˚C pada tissue disajikan dalam bentuk tabel, diagram,
floating bath, dan ditempel pada coated dan gambar
slide. Preparat dikeringkan dengan
posisi vertikal suhu kamar, kemudian HASIL DAN PEMBAHASAN
diletakan dengan posisi horizontal pada
slide warmer selama 12 jam dengan suhu Hasil pengamatan secara
37˚C sampai menempel pada gelas objek. makroskopik ginjal pada ginjal tikus
Pewarnaan Hematoxilline Eosin (Rattus norvegicus) yang diberikan infusa
Tahap awal proses pewarnaan buah pare lokal khas Pulau Timor NTT
Hematoksilin dan Eosin adalah sebagai antifertilitas pada kelompok

Vol. 3 No. 1
64
Rafe et al. 2020

perlakuan (P1) infusa buah pare dengan sebagai antifertilitas pada kelompok
dosis 1250 mg/kgBB/hari dan (P2) infusa perlakuan (P1) infusa buah pare dengan
buah pare dengan dosis 2500 dosis 1250 mg/kgBB/hari dan (P2) infusa
mg/kgBB/hari yang diberikan selama 48 buah pare dengan dosis 2500
hari menunjukan adanya perubahan ginjal mg/kgBB/hari yang diberikan selama 48
tampak berwarna merah gelap dan batas hari menunjukan adanya perubahan
antar korteks dan medula tampak tidak struktur histologi ginjal. Gambaran
terlalu jelas (Gambar 1). Junquiera dan histopatologi yang terjadi pada kelompok
Carneiro (2007) bahwa ginjal normal perlakuan P1 dan P2 disajikan pada Tabel
memiliki warna coklat kemerahan dengan 1 dan Gambar 2.
bentuk menyerupai kacang merah.
Adanya perubahan pada ginjal berwarna Tabel 1. Deskripsi Rerata dan Standar
merah gelap dan batas antar medula Deviasi Kerusakan Glomerulus
tampak tidak terlalu jelas disebabkan dan Tubulus Ginjal Kelompok
adanya kongesti ataupun hemoragi. Hal Perlakuan
ini sesuai dengan penelitian Price dan
Wilson (1994), kongesti adalah keadaan
pada saat darah secara berlebihan terdapat
di pembuluh darah pada daerah tertentu,
hemoragi merupakan keadaan keluarnya
darah dari pembuluh darah, yang dapat
terjadi didalam rongga tubuh ataupun
didalam jaringan dilihat secara
makroskopis jaringan atau organ ginjal
yang mengalami kongesti atau hemoragi
berwarna lebih merah serta batas antar
korteks dan medulla tampak tidak jelas.

Gambar 2. Rerata Kerusakan


Glomerulus dan Tubulus Ginjal
Kelompok Perlakuan

A B Rata-rata kerusakan glomerulus


Gambar 1. Gambaran Makroskopik dan tubulus ginjal paling tinggi terjadi
Ginjal Tikus Putih Jantan: (A) pada kelompok Perlakuan P2
Kelompok Perlakuan P1 dan (B) dibandingkan kelompok perlakuan P1
Kelompok Perlakuan P2. Panah: ginjal dengan tingkat rerata kerusakan tertinggi
berwarna merah gelap dan batas korteks dimulai dari endapan protein tubulus,
dan medula tampak tidak jelas hemoragi tubulus, nekrosis tubulus,
kongesti dan atropi glomerulus. Pada
Hasil pengamatan secara sampel ginjal kelompok perlakuan P1 dan
mikroskopik ginjal pada ginjal tikus P2 terlihat perubahan pada glomerulus
(Rattus norvegicus) yang diberikan infusa yaitu kongesti yang ditandai dengan
buah pare lokal khas Pulau Timor NTT adanya pelebaran kapiler-kapiler dalam

Vol. 3 No. 1
65
Rafe et al. 2020

jaringan dan pengisian kapiler oleh darah perlakuan P1 dan P2 yang diberikan
(Gambar 3). Rata-rata kongesti infusa buah pare dengan dosis tertentu
glomerulus kelompok perlakuan kemungkinan disebabkan oleh tingginya
P2=14.33±2.67 lebih besar dibandingkan konsentrasi dosis infusa buah pare yang
kelompok perlakuan P1=11.83±1.17. masuk ke dalam tubuh sehingga
Menurut Cooper dan Slauson (2002) menyebabkan tekanan interstisial yang
kongesti adalah suatu keadaan berlebihan dalam ruang bowman sebagai
meningkatnya volume darah dalam akibat dari jumlah zat-zat kimia yang
pembuluh darah pada suatu organ atau terkandung dalam infusa buah pare
bagian tubuh. Menurut Alatas et al., menjadi toksik, terakumulasi pada ginjal
(2002) kongesti glomerulus mungkin dan menyebabkan atropi glomerulus.
disebabkan adanya jumlah bahan-bahan
kimia berlebihan dan bersifat toksik yang
dapat menurunkan kemampuan filtrasi
glomerulus sehingga terjadi peningkatan
volume darah dalam pembuluh darah.
Bahan-bahan kimia yang bersifat toksik
ini diduga merupakan akumulasi
sejumlah senyawa kimia yang terkandung
dalam infusa buah pare. Senyawa kimia
tersebut dapat menurunkan kemampuan
filtrasi glomerulus dan terjadi kongesti
glomerulus.
Atropi glomerulus pada kelompok Gambar 3. Gambaran Kongesti dan
perlakuan P1 dan P2 dapat dilihat pada Atropi Glomerulus Kelompok Perlakuan
gambar 3B dan 3D. Rata-rata atropi P1 dan P2 (pewarnaan H&E, 400x). (A)
glomerulus kelompok perlakuan Gambaran Kongesti Glomerulus
P2=7.83±1.33 lebih besar dibandingkan Kelompok Perlakuan P1, (B) Gambaran
kelompok perlakuan P1=5.17±1.72. Atropi Glomerulus Kelompok Perlakuan
Atropi glomerulus disebabkan oleh P1, (C) Gambaran Kongesti Glomerulus
adanya tekanan interstisial (Rumawas, Kelompok Perlakuan P2, (D) Gambaran
1989). Tekanan interstisial di dalam Atropi Glomerulus Kelompok Perlakuan
ruang bowman terjadi karena adanya P2; (a) kongesti glomerulus, (b) atropi
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus (lingkaran).
glomerulus sehingga kapiler gomerulus
menjadi permeabel terhadap protein Pada pengamatan histopatologi
(Cunningham, 2002). Salah satu faktor tubulus kelompok perlakuan P1 dan P2
yang dapat menyebabkan tekanan terlihat adanya hemoragi (Gambar 4).
interstisial adalah zat kimia toksik Rata-rata hemoragi tubulus kelompok
(Beattie et al., 1984). Gangguan ini perlakuan P2=139.67±32.1 lebih besar
menyebabkan terjadinya penurunan laju dibandingkan kelompok perlakuan
filtrasi glomerulus dan produksi urin P1=101.5±31.59. Hemoragi merupakan
(Ganiswara, 1995). Berdasarkan keadaan keluarnya darah dari pembuluh
penjelasan diatas dapat disimpulkan darah, yang dapat terjadi di dalam rongga
bahwa atropi glomerulus yang dijumpai tubuh ataupun di dalam jaringan (Jones et
pada sampel ginjal dari kelompok al., 1997). Menurut Daft et al., (1989)

Vol. 3 No. 1
66
Rafe et al. 2020

hemoragi yang terjadi pada korteks ginjal mengalami nekrosis akan menunjukan
dapat disebabkan oleh adanya paparan zat tiga pola kerusakan yaitu (1) inti menjadi
kimia toksik, obat-obatan dan logam keriput, inti tampak lebih padat dan
berat. Price dan Wilson (1994) juga warnanya gelap (piknosis), (2) inti terbagi
menyatakan bahwa hemoragi pada ginjal atas fragmen-fragmen dan robek
dalam kaitannya dengan keracunan zat (karioreksis) dan (3) inti tidak lagi
kimia toksik, disebabkan karena zat mengambil warna banyak sehingga
toksik mengakibatkan pembendungan terlihat pucat atau tidak nyata (kariolisis)
pada pembuluh darah sehingga tekanan di (Lestari dan Agus, 2011). Rerata sel yang
dalam pembuluh darah lebih tinggi mengalami piknosis, karioreksis, dan
daripada tekanan di dalam jaringan, kariolisis pada kelompok perlakuan P1
sehingga darah akan merembes keluar dan P2 dapat dilihat pada tabel 2 dan
dari pembuluh darah. Hemoragi tubulus Gambar 5.
yang terjadi pada kelompok perlakuan P1
dan P2 diduga sebagai akibat dari Tabel 2. Deskripsi Rerata dan Standar
mengkonsumsi infusa buah pare dengan Deviasi Nekrosis Tubulus
dosis tinggi sehingga zat kimia yang Kelompok Perlakuan
terkandung menjadi berlebihan dan
toksik bagi tubuh, mengakibatkan
pembendungan pada pembuluh darah
sehingga tekanan di dalam pembuluh
darah lebih tinggi daripada tekanan di
dalam jaringan, sehingga darah akan
merembes keluar dari pembuluh darah.

Gambar 5. Rerata Nekrosis Tubulus


Ginjal Kelompok Perlakuan
Gambar 4. Gambaran Hemoragi Tubulus
Tabel dan diagram di atas
Kelompok Perlakuan P1 dan P2. (A)
menunjukan rerata nekrosis sel epitel
Hemoragi Tubulus Kelompok Perlakuan
tubulus meliputi piknosis, karioreksis,
P1 (400x, H&E), (B) Hemoragi Tubulus
dan kariolisis kelompok perlakuan P1
Kelompok Perlakuan P2 (40x, H&E); (a)
lebih tinggi dibandingkan kelompok
hemoragi tubulus.
perlakuan P2 dengan rata-rata nekrosis
sel epitel tubulus tertinggi dimulai dari sel
Pada daerah tubulus kelompok
yang piknosis, kariolisis, dan karioreksis.
perlakuan P1 dan P2 juga ditemukan
Menurut Cheville (2006), salah satu
adanya nekrosis sel epitel tubulus ginjal
penyebab dari nekrosis sel epitel tubulus
(Gambar 4). Rata-rata nekrosis tubulus
ginjal adalah asupan bahan atau zat kimia
kelompok perlakuan P2=116.67±43.32
yang bersifat nefrotoksik. Beberapa
lebih besar dibandingkan kelompok
contoh bahan atau zat kimia yang bersifat
perlakuan P1=50.5±8.67. Sel yang
nefrotoksik yaitu antibiotik, insektisida,

Vol. 3 No. 1
67
Rafe et al. 2020

logam berat, analgesik, dan hidrokarbon perubahan berupa endapan protein pada
berhalogen tertentu (Alatas et al., 2002). lumen tubulus (Gambar 7). Rata-rata
Nekrosis sel epitel juga dapat disebabkan endapan protein tubulus kelompok
oleh beberapa faktor seperti agen fisik, perlakuan P2=363.5±27.8 lebih besar
agen biologik, iskemia, dan dibandingkan kelompok perlakuan
hipersensifitas (Pringgoutomo et al., P1=150.33±12.9. Endapan protein pada
2002). Gangguan-gangguan pada lumen tubulus disebabkan oleh beberapa
pembuluh darah ginjal seperti kongesti faktor yaitu malfungsi glomerulus akibat
dan hemoragi dapat menyebabkan rusaknya struktur membran kapiler
kerusakan yang menyeluruh pada organ (Soeksmanto, 2006). Salah satu faktor
ginjal, Hal ini dikarenakan sistem arteri yang dapat merusak filter glomerulus
ginjal adalah end arteries yaitu arteri yaitu bahan toksik (Glainster, 1986).
yang tidak mempunyai anastomosis
dengan cabang-cabang dari arteri lain,
sehingga jika terdapat kerusakan salah
satu cabang arteri ini berakibatkan pada
timbulnya iskemia atau nekrosis pada
yang divaskularisasinya (Junquiera dan
Carneiro, 2007). Nekrosis sel epitel
tubulus pada kelompok perlakuan P1 dan
P2 (Gambar 6) kemungkinan disebabkan
karena asupan zat-zat kimia berlebihan Gambar 7. Gambaran Endapan Protein
yang terkandung dalam infusa buah pare Tubulus Kelompok Perlakuan P1 dan P2.
sehingga bersifat nefrotoksik dan adanya (A) Endapan Protein Tubulus Kelompok
kongesti dan hemoragi menyebabkan Perlakuan P1 (40x, H&E), (B) Endapan
kerusakan yang menyeluruh pada organ Protein Tubulus Kelompok Perlakuan P2
ginjal berupa nekrosis. (40x, H&E); (a) endapan protein tubulus.

Struktur membran kapiler yang


rusak meningkatkan permeabilitas filter,
sehingga protein dengan molekul besar
dan plasma albumin dapat menerobos
keluar memasuki filtrate dan
terakumulasi di lumen tubulus. Gangguan
reabsorpsi karena melebihi ambang batas
kemampuan atau rusaknya epitel tubulus
Gambar 6. Gambaran Nekrosis Tubulus (Soeksmanto, 2006). Gangguan
Kelompok Perlakuan P1 dan P2. (A) reabsorpsi menyebabkan adanya protein
Nekrosis Tubulus Kelompok Perlakuan lumen tubulus ginjal pada kelompok
P1 (40x, H&E), (B) Nekrosis Tubulus perlakuan, sebagaimana terbukti dengan
Kelompok Perlakuan P2 (400x, H&E); ditemukannya sel epitel tubulus yang
(a) sel piknosis, (b) sel karioreksis, (c) mengalami kerusakan (nekrosis). Apabila
sel kariolisis dikaitkan dengan kemungkinan
mengkonsumsi buah pare dengan dosis
Pada daerah tubulus kelompok tinggi maka jumlah zat-zat kimia yang
perlakuan P1 dan P2 juga terlihat adanya masuk kedalam tubuh yang terkandung

Vol. 3 No. 1
68
Rafe et al. 2020

dalam infusa buah tersebut menjadi (Limtrakul, et al., 2013) yang mampu
toksik bagi ginjal. Zat-zat kimia tersebut mengurangi jumlah sel-sel spermatogenik
berpotensi menimbulkan adanya endapan (Ilyas dan Syafruddin, 2004, Nurliana, et
protein pada lumen tubulus ginjal tikus al., 2005 dalam Jannah, 2009). Namun
kelompok perlakuan P1 dan P2. apabila masuk ke dalam tubuh dalam
Berdasarkan penjelasan diatas, jumlah banyak, maka senyawa kimia
bahwa gambaran histopatologi ginjal tersebut menjadi toksik seperti saponin
tikus (Rattus norvegicus) yang diberikan bersifat sitotoksik terutama pada sel yang
infusa buah pare lokal khas Pulau Timor sedang mengalami perkembangan (Ilyas
NTT sebagai antifertilitas pada kelompok dan Syafruddin, 2004, dalam Jannah,
perlakuan (P1) infusa buah pare dengan 2009). Flavonoid menghambat sejumlah
dosis 1250 mg/kgBB/hari dan (P2) infusa proses perkembangan sel di dalam tubuh
buah pare dengan dosis 2500 melalui penghambatan sejumlah reaksi
mg/kgBB/hari yang diberikan selama 48 enzimatik (Nurliana, et al., 2005 dalam
hari menunjukan adanya perubahan pada Jannah, 2009). Senyawa kimia yang
glomerulus dan tubulus ginjal berupa berlebihan tersebut kemungkinan dapat
kongesti, atropi, hemoragi, nekrosis, dan terakumulasi pada ginjal dan
endapan protein. Perubahan yang terjadi menyebabkan kerusakan ginjal seperti
tersebut kemungkinan karena secara langsung mempengaruhi
mengkonsumsi infusa buah pare dengan glomerulus dan menganggu kemampuan
dosis tinggi pada kelompok perlakuan P1 selektifnya dalam memfiltrasi darah,
dan P2, sebagai akibatnya jumlah mempengaruhi reabsorpsi atau fungsi
senyawa kimia yang terkandung dalam sekresi tubulus serta menyumbat tubulus
buah pare menjadi berlebihan dan sehingga dapat menghambat aliran urin.
menjadi toksik bagi ginjal. Hal ini sesuai
dengan penelitan Alatas et al., (2002), SIMPULAN
zat-zat yang paling sering menyebabkan 1. Perubahan yang terjadi secara
kerusakan pada ginjal adalah obat-obatan mikroskopik pada organ ginjal
dan bahan kimia. Bahan-bahan kimia tikus (Rattus norvegicus) setelah
yang bersifat toksik dapat menyebabkan diberikan infusa buah pare lokal
kerusakan ginjal dengan cara antara lain; khas Pulau Timor NTT sebagai
mengurangi aliran darah ke ginjal antifertilitas pada kelompok
sehingga mengurangi laju filtrasi perlakuan (P1) infusa buah pare
glomerulus dan juga pembentukan urin, dengan dosis 1250 mg/kgBB/hari
secara langsung mempengaruhi dan (P2) infusa buah pare dengan
glomerulus dan menganggu kemampuan dosis 2500 mg/kgBB/hari yang
selektifnya dalam memfiltrasi darah, diberikan selama 48 hari meliputi
mempengaruhi reabsorpsi atau fungsi kongesti glomerulus, atropi
sekresi tubulus serta menyumbat tubulus glomerulus, hemoragi tubulus,
sehingga dapat menghambat aliran urin. nekrosis tubulus yang terdiri dari
Beberapa kandungan senyawa sel piknosis, sel karioreksis, sel
kimia pada buah pare yang seharusnya kariolisis, dan endapan protein
berperan sebagai antifertilitas bagi hewan tubulus.
jantan yaitu saponin, tannin, alkaloid 2. Rata-rata kerusakan glomerulus
(Sudarno, et al., 2011 dalam Kholifah, dan tubulus ginjal lebih tinggi
2014), flavanoid dan triterpenoid pada kelompok Perlakuan P2
dibandingkan P1 dengan rata-rata

Vol. 3 No. 1
69
Rafe et al. 2020

kerusakan tertinggi pada 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan


kelompok perlakuan P1 dan P2 yang lebih spesifik pada bagian
dimulai dari endapan protein ginjal yang mengalami kerusakan
tubulus, hemoragi tubulus, setelah pemberian infusa buah
nekrosis tubulus, kongesti dan pare.
atropi glomerulus. DAFTAR PUSTAKA
3. Beberapa jenis kerusakan yang Alatas, H., Tambunan., Trihono, P. P. dan
terlihat pada organ ginjal tikus Pardede, S.O. 2002, Buku Ajar
(Rattus norvegicus) jantan pasca Nefrology Anak, Edisi ke-2,
pemberian infusa buah pare lokal Ikatan Dokter Anak Indonesia,
khas Pulau Timor NTT sebagai Jakarta..
antifertilitas pada kelompok Beattie, J. M., Dickson, W. E. C.,
perlakuan P1 dan P2 Drennan, A. M. dan
mengindikasikan kerusakan Hememann, W. 1984, A
akibat disebabkan oleh dosis Texbook of Pathology, Ed ke-
tinggi infusa buah pare yang 5, Vol 1, Medical Books Ltd,
diberikan pada kelompok London.
perlakuan P1 dan P2 sehingga
senyawa kimia yang terkandung Cheville, N. F. 2006, Introduction to
menjadi berlebihan dan bersifat Veterinary Pathology, 3th
toksik, terakumulasi pada ginjal Edition, 2121 State Avenue,
dan menyebabkan kerusakan pada IA 50014, Blackwell
ginjal. Publishing Profesional, USA.
SARAN :
1. Untuk dosis infusa buah pare 1250 Cholifah, S, Arsyad, Salni. 2014.
mg/kgBB/hari dan 2500 Pengaruh Pemberian Ekstrak
mg/kgBB/hari menyebabkan Pare (Momordica charantia
kerusakan ginjal yang reversibel L.) terhadap Struktur
berupa kongesti dan atropi dan Histologi Testis dan
irreversibel berupa hemoragi, Epididimis Tikus Jantan
endapan protein, dan nekrosis. (Rattus Norvegicus) Spraque
Oleh karena itu, peneliti Dawley®. MKS, Th. 46, No.
menyarankan perlu dilakukan 2, April 2014.
penelitian dengan dosis yang lebih Cooper, J dan Slauson, D. O. 2002.,
rendah dari dosis penelitian ini Mechanism of Disesase : A text
yaitu 1000 mg/kgBB/hari untuk Book Of Comparative General
melihat apakah ada pengaruh pathology, 3rd Ed., Mosby
terhadap gambaran histopatologi Incorporation, Amerika.
ginjal pasca pemberian infusa buah Cotran, S., Kumar, V. dan Ollins, T.
pare sebagai antifertilitas. 1999, Robbins: Pathology Basic
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan of Diseases, 6th edn., WB
untuk menganalisa zat kimia yang Saunders, Philadelphia, Pp 1-25.
terkandung dalam infusa buah pare Cunningham, J. G. 2002, Textbook of
yang apabila diberikan secara Veterinary Physiology, 3rd
berlebihan dapat menimbulkan Edition, WB Saunders Company,
kerusakan ginjal. USA.

Vol. 3 No. 1
70
Rafe et al. 2020

Daft, B. M., Bickford, A. A. dan Biologi Fakultas Matematika


Hammarlund, M. A. 1989, dan Ilmu Pengetahuan Alam
Experimental and Universitas Sumatera Utara.
fieldsulfaquinoxaline toxicosis in Sumatera Utara. Dalam :
Leghorn chickens, Avian Dis, 33: Jannah, A. 2009. Pengaruh
30-34. Pemberian Ekstrak Buah Pare
(Momordica charantia l..)
Ganiswara, S.G. 1995, Farmakologi dan terhadap Proses
Terapi, Edisi keempat, Gaya Spermatogenesis Mencit (Mus
Baru, Jakarta. musculus). Skripsi, FST
Biologi, Universitas Islam
Gartner J. P., dan Hiatt J. L. 2007. Color Negeri Malang, Indonesia.
Text Book of Histology. 3th
ed.Philadelphia: Elsevier Jannah, A. 2009. Pengaruh Pemberian
Saunders, pp: 437-45. Ekstrak Buah Pare
(Momordica charantia l..)
Glainster, J. R. 1986, Prinsiple of terhadap Proses
Toxicological Phatology, Spermatogenesis Mencit (Mus
Taylor and Francis, London, musculus). Skripsi, FST
England. Biologi, Universitas Islam
Negeri Malang, Indonesia.
Grover JK dan Yadav SP, 2004,
Pharmacological actions and Jones, T. C., Ronald, D. H dan Norval, W.
potential uses of Momordica K. 1997, Veterinary
charantia: a review, J Pathology, Sixth Edition
Ethnopharmacol., 93(1):123- William & Wilkins,
32. Baltimore, USA.
Habibie, S. R, Jusuf, H, Amalia, L. 2015. Junqueira L. C. and Carneriro J., 2007.
Pengaruh Pemberian Dosis Histologi dasar teks dan atlas.
Ekstrak Kulit Buah Pare 10th ed. EGC. Jakarta.
(Momordica charantia)
tehadap Kematian Larva Kholifah. 2014. Uji Aktivitas Ekstrak
Nyamuk Aedes Aegypti. Etanol dan Ekstrak Air Buah
Universitas Negeri Pare (Momordica charantia
Gorontalo. L.) terhadap daya Hambat
Pertumbuhan Bakteri
Hernawati, 2011. Potensi Buah Pare Edwardsiella tarda Penyebab
(Momordica charantia) Penyakit Edwardsiellosis
sebagai Herbal Antifertilitas. pada Ikan. FST. Universitas
FPMIPA Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Pendidikan Indonesia. Ibrahim. Malang.
Bandung.
Lestari, A. S. P. dan Agus, M. 2011,
Ilyas M, Syafruddin. 2004. Prospek Luffa Analisis Citra Ginjal untuk
aegyptica Sebagai Bahan Identifikasi Sel Piknosis dan
Antifertilitas. Artikel. Jurusan

Vol. 3 No. 1
71
Rafe et al. 2020

Sel Nekrosis, Jurnal Neutrino Konsep Pengembangan


4 (1) : 48-66. Wilayah Lahan Kering.
Fakultas Pertanian UGM.
Limtrakul, P, Pitchakarn , P, dan Suzuki, Yogyakarta.
S. 2013. Kuguacin J, a
Triterpenoid from Nurliani, Anni, Rusmiati dan Budi
Momordica charantia Linn: A Santoso, Heri. 2005.
Comprehensive Review of Perkembangan Sel
Anticarcinogenic Properties. Spermatogenik Mencit (Mus
Licensee In Tech. musculus l.) Setelah
Pemberian Ekstrak Kulit
Moore, K.L. and Anne M.R., 2012. Kayu Durian (Durio
Anatomi klinis dasar. zibethinus murr.). Jurnal
Hipokrates. Jakarta. Penelitian Berk. Penel.
Hayati: 11 (77–79), 2005.
Mukti, D. 2012. Uji Efektivitas Universitas Lambung
Antibakteri Ekstrak Etanol Mangkurat. Banjarmasin.
Buah Pare (Momordica Kalimantan Selatan. Dalam :
charantia L) terhadap Jannah, A. 2009. Pengaruh
Streptococcus mutans Pemberian Ekstrak Buah Pare
Penyebab Karies Gigi. (Momordica charantia l..)
FMIPA. Universitas Pakuan. terhadap Proses
Bogor. Spermatogenesis Mencit
(Mus musculus). Skripsi, FST
Muntiha, M. 2001, ‘Teknik Pembuatan Biologi, Universitas Islam
Preparat Histopatologi dari Negeri Malang, Indonesia.
Jaringan Hewan dengan
Pewarnaan Hematoksilin Dan Price, S. A. dan Wilson, L. M. 1994,
Eosin (H&E)’, Temu Teknis Patofisiologi Konsep Klinis
Fungsional Non Peneliti, Proses-Proses Penyakit,
Balai Penelitian Veteriner, Buku I, Edisi Keempat,
Bogor. Terjemahan dari
Pathophysiology Clinical
Ndaong N.A. 2013. Efek Pemaparan Concepts of Disease
Deltamethrin pada Broiler Processes, Anugerah, P.,
terhadap Aktivitas Enzim penerjemah Wijaya, C.,
Alanin Aminotransferase dan editor EGC, Jakarta.
Aspartat Aminotransferase,
Gambaran Histopatologi Pringgoutomo, S., Himawan, S. dan
Hepar, dan Feed Convertion Tjarta, A. 2002, Buku Ajar
Ratio. Tesis. Program Studi Patologi I, Sagung Seto,
Sains Veteriner. FKH UGM. Jakarta.
Yogyakarta.
Rumawas, W. 1989, Patologi Umum,
Notohadinegoro, T. 2006. Bercari Fakultas Kedokteran Hewan
Amanat Pengelolaan Institut Pertanian Bogor,
Berkelanjutan Sebagai Bogor.

Vol. 3 No. 1
72
Rafe et al. 2020

Shintawati Rita, Hernawati, Desi Konsep Pengembangan


Indraswati. 2011. Kadar Wilayah Lahan Kering.
Lipid Darah Mencit Betina Fakultas Pertanian UGM.
Middle-Aged Galur Swiss Yogyakarta.
Webster setelah Pemberian
Jus Buah Pare (Momordica
charantia L.). Jurusan
Biologi-Fakultas
Pendidikan MIPA.
Universitas Pendidikan
Indonesia.
Soeksmanto, A. 2006. Pemberian Ekstrak
Butanol Buah Tua Mahkota
Dewa (Phaleria
macrocarpa) Terhadap
Jaringan Ginjal Mencit (Mus
musculus).
Biodiversitas.7(3). Jakarta.

Sudarno, Fabi Aisah Setiorini dan Ari


Suprapto. 2011. Efektifitas
Ekstrak Tanaman Meniran
(Phyllanthhus niruri) Sebagai
antibakteri Edwardsiella
tarda secara In Vitro.
Surabaya: Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan
Vol.3 No. 1. Dalam :
Kholifah. 2014. Uji Aktivitas
Ekstrak Etanol dan Ekstrak
Air Buah Pare (Momordica
charantia L.) terhadap daya
Hambat Pertumbuhan Bakteri
Edwardsiella tarda Penyebab
Penyakit Edwardsiellosis
pada Ikan. FST. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.

Syers, J. K., et al., 1996. Sustainable Land


Management for The
Semiarid and Subhumid
Tropics. Ambio 25 (8) : 484-
491. Dalam :
Notohadinegoro, T. 2006.
Bercari Amanat Pengelolaan
Berkelanjutan Sebagai

Vol. 3 No. 1
73

You might also like