Professional Documents
Culture Documents
Bab 4 Rafe (Sel Instertial)
Bab 4 Rafe (Sel Instertial)
id/jvn
Abstract
Riwayat Artikel: Some of the chemical compounds in bitter melon fruit that
Diterima: acts as infertility for males, namely saponins, tannins, alkaloids,
5 Juli 2019 flavonoids and triterpenoids were able to reduce the number of
Direvisi: spermatogenic cells. Renal excretory function in carrying out this gets
13 November 2019 tough task, because almost 25% of all blood flow to the two kidneys.
Disetujui: The amount of blood flow to the kidney causes renal exposure to the
16 Januari 2020 material circulating in the circulation system is quite high, so that the
Keywords: toxic material will easily cause damage to the kidney tissue. This
bitter melon fruit, study aimed to determine the effect of dose delivery infusion of local
infertility, bitter melon fruit on the island of Timor, East Nusa Tenggara against
Rattus norvegicus, renal histopathology description of male white rat (Rattus
renal histopathology norvegicus). The study was conducted in the 2 treatment groups,
namely (P1) bitter melon infusion at a dose of 1250 mg/kgBB/day and
(P2) bitter melon infusion at a dose of 2500 mg/kgBB/day. Each
treatment group consisted of 6 rats administered for 48 days.
Microscopic changes that occur in the kidneys of mice include
glomerular congestion, atrophy of the glomerulus, tubular
hemorrhage, necrosis of the tubules are composed of cells piknosis,
Karyorrhexis cells, karyolysis cells and tubular protein deposits. The
average glomerular damage and kidney tubules was higher in
treatment P2 than P1 which indicates the ravages caused by high dose
bitter melon infusion given to the treatment group P1 and P2 so that
the chemical substances to be excessive and toxic, accumulate in the
kidneys and cause damage to the kidneys.
Korespondensi:
astyrafe02@gmail.com
Vol. 3 No. 1
61
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
62
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
63
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
64
Rafe et al. 2020
perlakuan (P1) infusa buah pare dengan sebagai antifertilitas pada kelompok
dosis 1250 mg/kgBB/hari dan (P2) infusa perlakuan (P1) infusa buah pare dengan
buah pare dengan dosis 2500 dosis 1250 mg/kgBB/hari dan (P2) infusa
mg/kgBB/hari yang diberikan selama 48 buah pare dengan dosis 2500
hari menunjukan adanya perubahan ginjal mg/kgBB/hari yang diberikan selama 48
tampak berwarna merah gelap dan batas hari menunjukan adanya perubahan
antar korteks dan medula tampak tidak struktur histologi ginjal. Gambaran
terlalu jelas (Gambar 1). Junquiera dan histopatologi yang terjadi pada kelompok
Carneiro (2007) bahwa ginjal normal perlakuan P1 dan P2 disajikan pada Tabel
memiliki warna coklat kemerahan dengan 1 dan Gambar 2.
bentuk menyerupai kacang merah.
Adanya perubahan pada ginjal berwarna Tabel 1. Deskripsi Rerata dan Standar
merah gelap dan batas antar medula Deviasi Kerusakan Glomerulus
tampak tidak terlalu jelas disebabkan dan Tubulus Ginjal Kelompok
adanya kongesti ataupun hemoragi. Hal Perlakuan
ini sesuai dengan penelitian Price dan
Wilson (1994), kongesti adalah keadaan
pada saat darah secara berlebihan terdapat
di pembuluh darah pada daerah tertentu,
hemoragi merupakan keadaan keluarnya
darah dari pembuluh darah, yang dapat
terjadi didalam rongga tubuh ataupun
didalam jaringan dilihat secara
makroskopis jaringan atau organ ginjal
yang mengalami kongesti atau hemoragi
berwarna lebih merah serta batas antar
korteks dan medulla tampak tidak jelas.
Vol. 3 No. 1
65
Rafe et al. 2020
jaringan dan pengisian kapiler oleh darah perlakuan P1 dan P2 yang diberikan
(Gambar 3). Rata-rata kongesti infusa buah pare dengan dosis tertentu
glomerulus kelompok perlakuan kemungkinan disebabkan oleh tingginya
P2=14.33±2.67 lebih besar dibandingkan konsentrasi dosis infusa buah pare yang
kelompok perlakuan P1=11.83±1.17. masuk ke dalam tubuh sehingga
Menurut Cooper dan Slauson (2002) menyebabkan tekanan interstisial yang
kongesti adalah suatu keadaan berlebihan dalam ruang bowman sebagai
meningkatnya volume darah dalam akibat dari jumlah zat-zat kimia yang
pembuluh darah pada suatu organ atau terkandung dalam infusa buah pare
bagian tubuh. Menurut Alatas et al., menjadi toksik, terakumulasi pada ginjal
(2002) kongesti glomerulus mungkin dan menyebabkan atropi glomerulus.
disebabkan adanya jumlah bahan-bahan
kimia berlebihan dan bersifat toksik yang
dapat menurunkan kemampuan filtrasi
glomerulus sehingga terjadi peningkatan
volume darah dalam pembuluh darah.
Bahan-bahan kimia yang bersifat toksik
ini diduga merupakan akumulasi
sejumlah senyawa kimia yang terkandung
dalam infusa buah pare. Senyawa kimia
tersebut dapat menurunkan kemampuan
filtrasi glomerulus dan terjadi kongesti
glomerulus.
Atropi glomerulus pada kelompok Gambar 3. Gambaran Kongesti dan
perlakuan P1 dan P2 dapat dilihat pada Atropi Glomerulus Kelompok Perlakuan
gambar 3B dan 3D. Rata-rata atropi P1 dan P2 (pewarnaan H&E, 400x). (A)
glomerulus kelompok perlakuan Gambaran Kongesti Glomerulus
P2=7.83±1.33 lebih besar dibandingkan Kelompok Perlakuan P1, (B) Gambaran
kelompok perlakuan P1=5.17±1.72. Atropi Glomerulus Kelompok Perlakuan
Atropi glomerulus disebabkan oleh P1, (C) Gambaran Kongesti Glomerulus
adanya tekanan interstisial (Rumawas, Kelompok Perlakuan P2, (D) Gambaran
1989). Tekanan interstisial di dalam Atropi Glomerulus Kelompok Perlakuan
ruang bowman terjadi karena adanya P2; (a) kongesti glomerulus, (b) atropi
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus (lingkaran).
glomerulus sehingga kapiler gomerulus
menjadi permeabel terhadap protein Pada pengamatan histopatologi
(Cunningham, 2002). Salah satu faktor tubulus kelompok perlakuan P1 dan P2
yang dapat menyebabkan tekanan terlihat adanya hemoragi (Gambar 4).
interstisial adalah zat kimia toksik Rata-rata hemoragi tubulus kelompok
(Beattie et al., 1984). Gangguan ini perlakuan P2=139.67±32.1 lebih besar
menyebabkan terjadinya penurunan laju dibandingkan kelompok perlakuan
filtrasi glomerulus dan produksi urin P1=101.5±31.59. Hemoragi merupakan
(Ganiswara, 1995). Berdasarkan keadaan keluarnya darah dari pembuluh
penjelasan diatas dapat disimpulkan darah, yang dapat terjadi di dalam rongga
bahwa atropi glomerulus yang dijumpai tubuh ataupun di dalam jaringan (Jones et
pada sampel ginjal dari kelompok al., 1997). Menurut Daft et al., (1989)
Vol. 3 No. 1
66
Rafe et al. 2020
hemoragi yang terjadi pada korteks ginjal mengalami nekrosis akan menunjukan
dapat disebabkan oleh adanya paparan zat tiga pola kerusakan yaitu (1) inti menjadi
kimia toksik, obat-obatan dan logam keriput, inti tampak lebih padat dan
berat. Price dan Wilson (1994) juga warnanya gelap (piknosis), (2) inti terbagi
menyatakan bahwa hemoragi pada ginjal atas fragmen-fragmen dan robek
dalam kaitannya dengan keracunan zat (karioreksis) dan (3) inti tidak lagi
kimia toksik, disebabkan karena zat mengambil warna banyak sehingga
toksik mengakibatkan pembendungan terlihat pucat atau tidak nyata (kariolisis)
pada pembuluh darah sehingga tekanan di (Lestari dan Agus, 2011). Rerata sel yang
dalam pembuluh darah lebih tinggi mengalami piknosis, karioreksis, dan
daripada tekanan di dalam jaringan, kariolisis pada kelompok perlakuan P1
sehingga darah akan merembes keluar dan P2 dapat dilihat pada tabel 2 dan
dari pembuluh darah. Hemoragi tubulus Gambar 5.
yang terjadi pada kelompok perlakuan P1
dan P2 diduga sebagai akibat dari Tabel 2. Deskripsi Rerata dan Standar
mengkonsumsi infusa buah pare dengan Deviasi Nekrosis Tubulus
dosis tinggi sehingga zat kimia yang Kelompok Perlakuan
terkandung menjadi berlebihan dan
toksik bagi tubuh, mengakibatkan
pembendungan pada pembuluh darah
sehingga tekanan di dalam pembuluh
darah lebih tinggi daripada tekanan di
dalam jaringan, sehingga darah akan
merembes keluar dari pembuluh darah.
Vol. 3 No. 1
67
Rafe et al. 2020
logam berat, analgesik, dan hidrokarbon perubahan berupa endapan protein pada
berhalogen tertentu (Alatas et al., 2002). lumen tubulus (Gambar 7). Rata-rata
Nekrosis sel epitel juga dapat disebabkan endapan protein tubulus kelompok
oleh beberapa faktor seperti agen fisik, perlakuan P2=363.5±27.8 lebih besar
agen biologik, iskemia, dan dibandingkan kelompok perlakuan
hipersensifitas (Pringgoutomo et al., P1=150.33±12.9. Endapan protein pada
2002). Gangguan-gangguan pada lumen tubulus disebabkan oleh beberapa
pembuluh darah ginjal seperti kongesti faktor yaitu malfungsi glomerulus akibat
dan hemoragi dapat menyebabkan rusaknya struktur membran kapiler
kerusakan yang menyeluruh pada organ (Soeksmanto, 2006). Salah satu faktor
ginjal, Hal ini dikarenakan sistem arteri yang dapat merusak filter glomerulus
ginjal adalah end arteries yaitu arteri yaitu bahan toksik (Glainster, 1986).
yang tidak mempunyai anastomosis
dengan cabang-cabang dari arteri lain,
sehingga jika terdapat kerusakan salah
satu cabang arteri ini berakibatkan pada
timbulnya iskemia atau nekrosis pada
yang divaskularisasinya (Junquiera dan
Carneiro, 2007). Nekrosis sel epitel
tubulus pada kelompok perlakuan P1 dan
P2 (Gambar 6) kemungkinan disebabkan
karena asupan zat-zat kimia berlebihan Gambar 7. Gambaran Endapan Protein
yang terkandung dalam infusa buah pare Tubulus Kelompok Perlakuan P1 dan P2.
sehingga bersifat nefrotoksik dan adanya (A) Endapan Protein Tubulus Kelompok
kongesti dan hemoragi menyebabkan Perlakuan P1 (40x, H&E), (B) Endapan
kerusakan yang menyeluruh pada organ Protein Tubulus Kelompok Perlakuan P2
ginjal berupa nekrosis. (40x, H&E); (a) endapan protein tubulus.
Vol. 3 No. 1
68
Rafe et al. 2020
dalam infusa buah tersebut menjadi (Limtrakul, et al., 2013) yang mampu
toksik bagi ginjal. Zat-zat kimia tersebut mengurangi jumlah sel-sel spermatogenik
berpotensi menimbulkan adanya endapan (Ilyas dan Syafruddin, 2004, Nurliana, et
protein pada lumen tubulus ginjal tikus al., 2005 dalam Jannah, 2009). Namun
kelompok perlakuan P1 dan P2. apabila masuk ke dalam tubuh dalam
Berdasarkan penjelasan diatas, jumlah banyak, maka senyawa kimia
bahwa gambaran histopatologi ginjal tersebut menjadi toksik seperti saponin
tikus (Rattus norvegicus) yang diberikan bersifat sitotoksik terutama pada sel yang
infusa buah pare lokal khas Pulau Timor sedang mengalami perkembangan (Ilyas
NTT sebagai antifertilitas pada kelompok dan Syafruddin, 2004, dalam Jannah,
perlakuan (P1) infusa buah pare dengan 2009). Flavonoid menghambat sejumlah
dosis 1250 mg/kgBB/hari dan (P2) infusa proses perkembangan sel di dalam tubuh
buah pare dengan dosis 2500 melalui penghambatan sejumlah reaksi
mg/kgBB/hari yang diberikan selama 48 enzimatik (Nurliana, et al., 2005 dalam
hari menunjukan adanya perubahan pada Jannah, 2009). Senyawa kimia yang
glomerulus dan tubulus ginjal berupa berlebihan tersebut kemungkinan dapat
kongesti, atropi, hemoragi, nekrosis, dan terakumulasi pada ginjal dan
endapan protein. Perubahan yang terjadi menyebabkan kerusakan ginjal seperti
tersebut kemungkinan karena secara langsung mempengaruhi
mengkonsumsi infusa buah pare dengan glomerulus dan menganggu kemampuan
dosis tinggi pada kelompok perlakuan P1 selektifnya dalam memfiltrasi darah,
dan P2, sebagai akibatnya jumlah mempengaruhi reabsorpsi atau fungsi
senyawa kimia yang terkandung dalam sekresi tubulus serta menyumbat tubulus
buah pare menjadi berlebihan dan sehingga dapat menghambat aliran urin.
menjadi toksik bagi ginjal. Hal ini sesuai
dengan penelitan Alatas et al., (2002), SIMPULAN
zat-zat yang paling sering menyebabkan 1. Perubahan yang terjadi secara
kerusakan pada ginjal adalah obat-obatan mikroskopik pada organ ginjal
dan bahan kimia. Bahan-bahan kimia tikus (Rattus norvegicus) setelah
yang bersifat toksik dapat menyebabkan diberikan infusa buah pare lokal
kerusakan ginjal dengan cara antara lain; khas Pulau Timor NTT sebagai
mengurangi aliran darah ke ginjal antifertilitas pada kelompok
sehingga mengurangi laju filtrasi perlakuan (P1) infusa buah pare
glomerulus dan juga pembentukan urin, dengan dosis 1250 mg/kgBB/hari
secara langsung mempengaruhi dan (P2) infusa buah pare dengan
glomerulus dan menganggu kemampuan dosis 2500 mg/kgBB/hari yang
selektifnya dalam memfiltrasi darah, diberikan selama 48 hari meliputi
mempengaruhi reabsorpsi atau fungsi kongesti glomerulus, atropi
sekresi tubulus serta menyumbat tubulus glomerulus, hemoragi tubulus,
sehingga dapat menghambat aliran urin. nekrosis tubulus yang terdiri dari
Beberapa kandungan senyawa sel piknosis, sel karioreksis, sel
kimia pada buah pare yang seharusnya kariolisis, dan endapan protein
berperan sebagai antifertilitas bagi hewan tubulus.
jantan yaitu saponin, tannin, alkaloid 2. Rata-rata kerusakan glomerulus
(Sudarno, et al., 2011 dalam Kholifah, dan tubulus ginjal lebih tinggi
2014), flavanoid dan triterpenoid pada kelompok Perlakuan P2
dibandingkan P1 dengan rata-rata
Vol. 3 No. 1
69
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
70
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
71
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
72
Rafe et al. 2020
Vol. 3 No. 1
73