Professional Documents
Culture Documents
1 Januari 2016
ABSTRACT
Forest fire is one form of the disorder occur more frequently. The negative impact
caused by forest fires large enough cover ecological damage, declining biodiversity,
the decline in the economic value of forest and soil productivity, changes in micro and
global climate and the smoke damage the health of people and disrupting transport
by land, river, lake, sea and air. Given the impact of the forest fires, the efforts to protect
the forest areas is very important. In an effort to control forest fires it is essential to
map vulnerability to wildfires prepared to know which areas have the potential for fires.
The purpose of this study was to map the vulnerability of land and forest fires in an
effort to support the establishment of forest fire management strategy. Through a
vulnerability map wildfires can provide vulnerability information to policy-making forest
fire prevention / fire control and is expected to be the basis in prevention efforts as
early as possible. The study was conducted from June until July 2014 and the case
study research in Rokan Hilir Regency. Results of mapping the vulnerability of land
and forest fires shows that most areas of Rokan Hilir Regency has a severe impact
and the level of vulnerability is very high. Low-prone areas have extensive 9152.55
hectares (1.01%), the rate of moderate-prone area of 158,943.95 hectares (17.49%),
high-level-prone area of 382,448.62 hectares (42.08%) and very high levels of
vulnerability with an area of 358,374.00 hectares (39.43%).
57
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
penurunan jumlah hotspot tahun 2014 pencegahan kebakaran hutan dan lahan
di pulau-pulau rawan kebakaran lahan di Kabupaten Rokan HIlir. Penelitian ini
dan hutan yaitu Kalimantan, Sumatera, dilaksanakan di wilayah Kabupaten
dan Sulawesi sebesar 59,2% dari rata- Rokan Hilir, lokasi ini dipilih karena
rata hotspot tahun 2005-2009. Apabila memiliki kerawanan kebakaran yang
rata-rata jumlah hotspot periode tahun cukup tinggi.
2005-2009 berjumlah 58.890 titik, maka Tujuan
target penurunan tersebut setara Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
dengan 24.027 titik hotspot. memetakan tingkat kerawanan
Berdasarkan pemantauan yang kebakaran hutan dan lahan dalam upaya
dilakukan Direktorat Pengendalian mendukung terwujudnya strategi
Kebakaran Hutan, Direktorat Jenderal penanggulangan kebakaran hutan.
PHKA, periode tanggal 1 Januari 2013
hingga 31 Maret 2013, jumlah hotspot di TINJAUAN PUSTAKA
pulau Kalimantan, Sumatera, dan Kebakaran hutan adalah sebuah
Sulawesi terpantau sebanyak 2.672 titik. kejadian terbakarnya bahan bakar di
Salah satu indikator kinerja utama hutan oleh api dan terjadi secara luas
Kementerian Kehutanan sesuai rencana tidak terkendali. Syaufina (2008)
strategis Kementerian Kehutanan mengemukakan bahwa kebakaran
periode tahun 2010-2014 adalah hutan adalah suatu kejadian di mana
penurunan jumlah hotspot di pulau api melalap bahan bakar bervegetasi,
Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi yang terjadi di dalam kawasan hutan
sebanyak 20% setiap tahun dari rata- yang menjalar secara bebas dan tidak
rata tahun 2005-2009. terkendali. Kebakaran hutan dibedakan
Mengingat dampak kebakaran pengertiannya dengan kebakaran lahan,
hutan tersebut, maka upaya dimana perbedaannya terletak pada
perlindungan terhadap kawasan hutan lokasi kejadiannya. Kebakaran hutan
sangatlah penting. Mengidentifikasi yaitu kebakaran yang terjadi di dalam
lebih awal kawasan hutan dan lahan kawasan hutan, sedangkan kebakaran
yang rawan terhadap kebakaran dengan lahan adalah kebakaran yang terjadi
didukung oleh sistem informasi yang diluar kawasan hutan (Pubowaseso,
tepat menjadi hal penting dalam upaya 2004).
58
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
59
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
60
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
permukaan laut diperoleh dari hasil dan menunjang dilakukan sintesis yang
derivasi Digital Elevation Model (DEM) berkaitan dalam suatu analisis tumpang
resolusi 25 meter. Ketinggian tempat di susun dengan penilaian zona-zona
atas permukaan laut diklasifikasikan bahaya kebakaran.
dan diberi nilai bobot. Pada tempat- Peta Rawan Kebakaran
tempat yang rendah dikatakan merupakan model spasial yang
mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan untuk mempresentasikan
mudah terbakar dan diberi nilai 1, kondisi di lapangan terkait dengan
seterusnya pada tempat yang lebih resiko terjadinya kebakaran hutan dan
tinggi akan lebih sulit terbakar, sampai lahan. Model ini dibuat dengan
pada tempat tertinggi diberi nilai 6. menggunakan aplikasi GIS untuk
Bobot untuk ketinggian tempat adalah memudahkan proses overlay antar
10%. faktor-faktor penyebab kebakaran. Oleh
Peta jarak diperoleh dari proses karena itu, memahami faktor-faktor
buffering data lokasi pemukiman penyebab dan perilaku kebakaran
dengan menggunakan perangkat lunak merupakan hal yang sangat utama di
ArcView. Peta batas pemukiman dalam dalam melakukan permodelan ini
bentuk shapefile diolah dengan (Solichin, dkk, 2007).
menggunakan fitur create buffer pada Mengingat keterbatasan data
menu theme, sehingga diperoleh peta yang ada, pendekatan dilakukan
jarak dari pemukiman (Nuarsa, 2005). dengan menerapkan beberapa asumsi
Berdasarkan informasi yang diperoleh untuk melengkapi keterwakilan data.
dari penelitian Arianti (2006), jarak Model peta rawan kebakaran ini tidak
tempuh terjauh yang dapat dicapai oleh secara khusus memperhatikan potensi
manusia adalah ± 4 km. Informasi ini penyulutan, melainkan lebih secara
dijadikan sebagai dasar untuk membagi luas memprediksi kemungkinan
kelas jarak dari pemukiman. Bobot kebakaran akan terjadi serta
untuk jarak terhadap pemukiman adalah kemungkinan intensitas serta dampak
10%. Untuk menghasilkan peta zona- yang ditimbulkan. Potensi penyulutan
zona (daerah) bahaya kebakaran juga dikembangkan sebagai salah satu
hutan dan lahan di Kabupaten Rokan komponen di dalam Sistem Analisa
Hilir, dari berbagai peta yang tersedia Ancaman Kebakaran (Ruecker, 2007)
61
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
62
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
yang paling rawan terhadap kebakaran berada di area dengan tutupan lahan
hutan dan lahan. Kemungkinan hutan rawa primer, pemukiman, rawa.
kebakaran hutan dan lahan di Semak belukar rawa merupakan area
kecamatan ini terjadi akibat kegiatan dengan jumlah hotspot paling tinggi,
pembukaan lahan untuk perkebunan karena kejadian kebakaran akan
sawit. sangat mudah terjadi dengan tingginya
Jumlah hotspot tertinggi berada jumlah bahan bakar berupa semak
pada area dengan tutupan lahan semak belukar, apalagi jika dalam keadaan
belukar rawa dan hutan rawa sekunder, kering (kadar air rendah).
sedangkan jumlah hotspot paling rendah
63
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
64
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
65
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1 Januari 2016
66