You are on page 1of 8

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No.

1, Januari 2021 : 1-8 1

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Ayam Kampung dan
Ayam Petelur di Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
Prevalence and Intensity of Parasitic Worms on Free-Range Chickens and
Egg-Laying Chickens in Muara Badak sub-District, Kutai Kartanegara
Nova Hariani*) & Imilia Simanjuntak
Laboratorium Ekologi & Sistematika Hewan, Biologi FMIPA Universitas Mulawarman
*
E-mail: nova.ovariani@gmail.com
ABSTRACT
One of the diseases often threatens the health of free-range chickens and egg-laying chickens are
worm parasites (endoparasites). Parasites can be transmitted through food, drinks and the cage
environment. Sanitation is one of the preventive steps carry out by farmers to protect livestock
against infection from the environment. The objective of study was to determine the prevalence
and intensity of parasitic worm eggs that infect the digestive tracts of free-range chickens and egg-
laying hens in Muara Badak District. Research was done by observing worm eggs in fecal
samples. A total of 60 samples consisting of 30 samples of egg-laying hens in Tanjung Village and
30 samples of free-range chickens in Badak Baru Village, Muara Badak. For the sample analysis
technique used 2 methods are namely the floating method and the sedimentation method. The
results has showed the type of worm eggs are infected the digestive tract found in free-range
chickens and egg-laying chickens had consisted of Echinostoma revolutum, Raillietina
echinobothrida, Raillietina tetragona, Davainea proglotina, Amoebotaenia sphenoides, Ascaridia
galli, Capillaria annulata and Trichostrongylus tenuis. The highest prevalence in free- range
chickens and egg-laying chickens were found in Ascaridia galli was 53.33% and 40%. While the
lowest prevalence in free-range chickens against Raillietina echinobothrida and Amoebotaenia
sphenoides 3.33%. egg-laying chickens are against Echinostoma revolutum, Raillietina tetragona
and Trichostrongylus tenuis 6.67%. The highest intensity in free-range chickens and against
Ascaridia galli was 141 eggs/individual and in egg-laying chickens was 139 eggs/individuals. The
lowest intensity in this research was found in free-range chickens against Amoebotaenia
sphenoides and Raillietina echinobothrida 3 eggs/individuals and egg-laying chickens against
Echinostoma revolutum 5 eggs/individuals.
Keywords: Endoparasites, Prevalence, Intensity, Chicken, hen.
PENDAHULUAN keberhasilan usaha ternak ayam petelur
didukung oleh tersedianya bahan baku pangan
Ayam kampung merupakan ayam yang sudah
berupa jagung dan hasil produk pertanian,
beradaptasi dengan lingkungan tropis
berkembangnya pabrik makanan ternak ayam
Indonesia. Istilah ayam kampung semula
dan obat-obatan yang semakin merata.
adalah kebalikan dari istilah ayam ras dan
Masalah kesehatan merupakan salah satu
sebutan ini mengacu pada ayam yang
faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan
ditemukan berkeliaran bebas di sekitar
produktivitas ayam. Gangguan kesehatan
perumahan. Untuk membedakannya kini
biasanya dapat disebabkan parasit berupa
dikenal istilah ayam buras (ayam bukan ras)
ektoparasit dan endoparasit. Salah satu
bagi ayam kampung yang telah diseleksi dan
penyakit sering mengancam kesehatan
dipelihara dengan perbaikan teknik budidaya,
peternakan ayam petelur dan ayam kampung
akan tetapi masih banyak masyarakat perdesan
adalah parasit cacing (endoparasit) (Fadilah,
memelihara ayam kampung dengan cara
2005).
dilepas dan dibiarkan mencari makan sendiri
Peternakan ayam baik ayam kampung
(Iskandar et al., 2010). Peternakan ayam ras
maupun ayam petelur yang terdapat di
khususnya ras petelur mengalami
kecamatan Muara Badak merupakan salah satu
perkembangan yang sangat pesat dan bersifat
peternakan pemasok untuk daerah disekitarnya
komersial yang memberikan peranan sangat
seperti Samarinda, Bontang dan Sangatta. Desa
besar dalam pemenuhan kebutuhan protein
Tanjung Limau memiliki potensi
hewani dan berbagai keperluan industri
pengembangan ternak ayam sangat baik
(Samadi, 2012). Menurut (Sudarmono, 2003)

Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID


2 Pravalensi dan Intensitas Telur Cacing… (Hariani & Simanjuntak)

diantaranya ternak ayam petelur dan ayam dalam botol film yang telah diberi label (No.
kampung di Desa Badak Baru. Namun cara Koleksi, tanggal pengambilan, jenis kelamin, dan
pemeliharaan, kebutuhan nutrisi, dan sistem lokasi pengambilan sampel). Sampel feses kemudian
kandang ayam petelur berbeda antara dua tipe ditetesi dengan formalin 10% sebanyak 5 tetes dan
disimpan kedalam termos yang telah diberi es batu.
peternak hal ini disebabkan masyarakat Sampel yang telah dikumpulkan selanjutnya dibawa
perdesaan masih memelihara ayam kampung ke Laboratorium Fisiologi Perkembangan dan
dengan cara dilepas dan dibiarkan mencari Molekuler Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu
makan sendiri. Hingga saat ini belum ada Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman.
informasi perbandingan parasit yang
Pemeriksaan Telur Cacing pada Sampel Feses
menyerang kedua ayam tersebut. Oleh karena Pemeriksaan telur cacing pada sampel feses
itu maka perlu dilakukan penelitian mengenai menggunakan dua metode yaitu metode apung dan
prevalensi dan intensitas telur cacing parasit metode sedimentasi, kedua metode ini dilakukan
pada ayam kampung dan ayam petelur di karena pada telur cacing parasit ada yang
Kecamatan Muara Badak. mengapung dan ada yang tenggelam.

METODE Pemeriksaan Dengan Metode Apung


Prinsip dari metode apung yaitu melarutkan feses
Waktu dan Tempat yang diduga mengandung telur cacing nematoda
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai didalam larutan gula jenuh, pada metode ini telur
Oktober 2018, sampling feses dilakukan di cacing nematoda akan mengapung. Metode apung
peternkan ayam petelur di Desa Tanjung Limau dan dalam pemeriksaan telur cacing dilakukan sebagai
ayam kampung di Desa Badak Baru, Kecamatan berikut: sampel feses yang segar ditimbang
Muara Badak dan proses analisis dilakukan di sebanyak 3 gram, kemudian sampel feses
Laboratorium Anatomi Hewan dan Mikroteknik dimasukkan kedalam mortil yang telah diisi air
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebanyak 7 ml, kemudian sampel digerus hingga
Universitas Mulawarman. halus. campuran dari sampel dan air dimasukkan
Rancangan Penelitian kedalam gelas kimia yang telah berisi larutan gula
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan cara jenuh sebanyak 50 ml kemudian diaduk hingga
mengamati telur cacing pada feses ayam petelur tercampur. Suspensi sampel diambil sebanyak 0,5
yang terdiri atas 30 sampel di Desa Tanjung Limau ml kemudian dimasukkan kedalam Whitlock
dan 30 sampel feses ayam kampung di Desa Badak Chamber. Sampel didiamkan selama 3-5 menit
Baru Kecamatan Muara Badak. Penelitian ini kemudian sampel diamati dengan menggunkan
menggunakan metode apung dan metode mikroskop dengan perbesaran 100 x 10. Metode
sedimentasi. apung menyebabkan telur cacing nematoda akan
mengapung dipermukaan larutan air gula jenuh,
Alat dan Bahan untuk mengetahui telur cacing dilakukan dengan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, menghitung satu persatu pada setiap strip dari setiap
botol film, gelas ukur, pipet tetes, mikrometer, sekat pada gelas Whitlock Chamber kemudian
timbangan, gelas kimia, kertas label, batang didokumentasikan dan dilakukan pengujian ulang
pengaduk, alat tulis, kamera digital dan mikroskop, pada setiap sampel. Semua telur cacing yang
sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam didapatkan di identifikasi menggunakan buku
penelitian ini adalah air methylen blue, formalin identifikasi (Shahid et al.. 2010).
10%, larutan gula jenuh, 30 sampel feses ayam
petelur dan 30 sampel feses ayam kampung serta Pemeriksaan Dengan Metode Sedimentasi
buku identifikasi telur cacing. Pemeriksaan dengan metode sedimentasi atau
pegendapan bertujuan untuk identifikasi telur cacing
Cara Kerja trematoda dan cestoda. Metode sedimentasi dalam
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan kerja pemeriksaan telur cacing dilakukan dengan langkah-
pertama, pengambilan sampel feses dipeternakan langkah sebagai berikut: sampel feses ditimbang
ayam petelur di Desa Tanjung Limau dan ayam sebanyak 3 gram, kemudian sampel dimasukkan
kampung di Desa Badak Baru. Identifikasi telur kedalam mortil yang berisi air sebanyak 7 ml,
cacing pada sampel feses dilakukan di Laboratorium kemudian sampel feses dimasukkan kedalam gelas
Anatomi Hewan dan Mikroteknik Fakultas kimia yang telah berisi air sebanyak 60 ml.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Campuran sampel feses dan air kemudian diaduk
Universitas Mulawarman. hingga tercampur dan didiamkan selama 6 menit,
Pengambilan Sampel Feses setelah 6 menit sampel feses disaring dan
Terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan ditambahkan lagi air sebanyak 60 ml, diaduk dan
digunakan, kemudian sampel feses yang masih segar dibiarkan lagi selama 6 menit, kemudian sampel
diambil sebanyak kurang lebih 15 gram untuk disaring lagi dan ditambah kan air sebanyak 60 ml.
masing-masing individu ayam petelur maupun ayam Sampel yang telah ditambahkan air sebanyak 60 ml
kampung, setelah itu sampel feses dimasukkan diaduk dan dibiarkan lagi selama 6 menit kemudian
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 : 1-8 3

cairan bagian atasnya dibuang dan disisakan bagian


sedimen sebanyak kurang lebih 15 ml kemudian sekat x 200) dan pemeriksaan dengan metode
endapannya ditetesi dengan Methylen blue 1 % sedimentasi (EPG = jumlah telur yang dihitung pada
sebanyak 2 tetes atau sampai berwarna kebiruan. setiap 5 strip dalam satu sekat x 40). Selain itu juga
Sampel yang telah ditetesi Methylen blue 1 % dilakukan penentuan prevalensi berdasarkan hasil
diambil 0,5 ml dan dimasukkan kedalam alat pemeriksaan feses dari kedua metode tersebut
penghitung telur cacing dari Whitlock Chamber kemudian dipresentasikan menggunakan rumus
untuk menghitung telur cacing. Pemeriksaan telur Bush et al., (1997).
cacing dilakukan dengan menggunakan mikroskop
dan dihitung dengan menggunakan perhitungan EPG
(Egg Per Gram) kemudian didokumentasikan.
Penentuan intensitas telur cacing juga dilakukan
Semua telur cacing yang didapatkan di identifikasi
berdasarkan rumus (Bush et al., 1997)
menggunakan buku identifikasi (Shahid et al.,
2010).
Tingkat Infeksi Berdasarkan Jumlah Telur
Menghitung prevalensi dan mengetahui tingkat HASIL DAN PEMBAHASAN
infeksinya berdasarkan jumlah telur per gram feses,
maka infeksi dapat dibedakan menjadi beberapa Hasil pemeriksaan feses yang dilakukan
tingkatan yang dapat dilihat pada Tabel 1. terhadap 60 ekor ayam (30 ekor ayam
Tabel 1. Tingkat Infeksi berdasarkan jumlah telur kampung dan 30 ekor ayam petelur) di
Jumlah telur kecamatan Muara Badak dengan menggunakan
Tingkatan Infeksi Metode Sedimentasi dan Metode Apung
(butir/gram feses)
didapatkan 8 jenis telur cacing ditampilkan
1-499 Ringan dalam berbagai tabel. Jenis yang ditemukan
500-5000 Sedang termasuk dalam filum Platyhelminthes. Kelas
>5000 Berat cestoda dengan ordo Davaineidea,
(Thienphont & Vanparijs. 1995) Cyclophyllidea kemudian dari kelas trematoda
ordo Echinostomida. Pada kelas nematoda
Analisis Data
Data dari hasil penelitian ditampilkan secara
yaitu ordo Strongylida, Ascaridida, dan
deskriptif (Identifikasi telur cacing). Perhitungan Trichocephalida. Tabel 2 memperlihatkan nilai
jumlah telur per gram feses (EPG) meliputi prevalensi cacing endoparasit yang ditemukan
pemeriksaan dengan metode apung (EPG = jumlah pada ayam kampung dan ayam petelur dari
telur yang dihitung pada setiap 5 strip dalam satu peternakan di Muara Badak Kutai Kartanegara.

Tabel 2. Jenis dan prevalensi telur cacing yang ditemukan pada ayam kampung dan ayam petelur
di Kecamatan Muara Badak
Prevalensi
Jenis cacing Σ sampel terinfeksi (individu)
(%)
Ayam kampung & ayam petelur
Petelur Kampung Petelur Kampung

Echinostoma revolutum 2 5 6,67 16,67


Raillietina echinobothrida 1 3,33
Raillietina tetragona 2 4 6,67 13,33
Davainea proglotina 3 10,00
Amoebotaenia sphenoides 1 3,33
Ascaridia galli 12 16 40,00 53,33
Capillaria annulata 3 6 10,00 20,00
Trichostrongylus tenuis 2 1 6,67 3,33
Keterangan: N= 30 ekor ayam kampung dan 30 ekor ayam petelur

Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID


4 Pravalensi dan Intensitas Telur Cacing… (Hariani & Simanjuntak)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian (Abdelqader et al., 2008) bahwa
prevalensi infeksi Ascaridia galli yang sestodosis pada ayam ternak di Jordania Utara
ditemukan pada ayam kampung lebih tinggi dengan sistem pemeliharaan ayam betina dan
dibandingkan dengan yang ditemukan pada jantan lokal secara tradisional, terinfeksi Genus
ayam petelur. Faktor yang menyebabkan ayam Amoebotaenia dan R.echinobothrida dengan
kampung mudah terinfeksi cacing A.galli kisaran prevalensi paling rendah 1,4%. Kisaran
diduga karena sistem pemeliharaan ayam infeksi rendah atau ringan belum terlalu
kampung yang bebas berkeliaran sedangkan menimbulkan gangguan kesehatan dan banyak
ayam petelur dikandangkan. Ayam kampung mempengaruhi produktifitas. Menurut He et
termasuk hewan omnivora dan tidak memilih- al., (1990) Amoebotaenia sphenoides
milih makanan, kemungkinan makanan yang merupakan cestoda yang membutuhkan hospes
dimakan ayam kampung berasal dari tempat perantara seperti cacing tanah dengan siklus
yang tidak bersih. Kebutuhan pakan sangat hidup selama 4 minggu. Waghmare et al.
tergantung karena ayam harus berusaha (2014), menambahkan bahwa R.echinobothrida
mencari pakan untuk memenuhi kebutuhan merupakan cacing parasit pada umumnnya
hariannya mempertahankan hidup dan bahkan kelompok Aves pada semua tingkat umur.
produksi dengan cara di tempat sampah atau Tabel 3 menunjukkan bahwa keseluruhan
berburu binatang kecil seperti semut, cacing endoparasit yang menginfeksi ternak ayam
tanah dan binatang kecil. Ayam petelur adalah tergolong kedalam tingkat infeksi ringan
ternak yang dipelihara dengan cara sampai sedang. Infeksi ringan sampai sedang,
dikandangkan dan diberi makan buatan. yang belum menimbulkan gangguan yang
Pernyataan ini didukung Dirdjopratono et al. serius terhadap hewan ternak, tetapi tetap harus
(1992) menjelaskan bahwa secara alami ayam mulai diperhatikan kebersihan dan sanitasi
kampung dalam mencukupi keseimbangan kandang dan jenis pakan yang diberikan.
kebutuhan nutrisi pakan pada pemeliharaan (Sudrajat, 2001). Tinggi rendahnya tingkat
secara tradisional berasal dari sumber daya infeksi disebabkan karena adanya perbedaan
yang tersedia di lingkungan sekitarnya cara pemeliharaan, kondisi lingkungan serta
Prevalensi terendah pada ayam kampung pemberian pakan yang berbeda. Infeksi cacing
terhadap Raillietina echinobothrida dan dapat menyebabkan penyumbatan usus. Kasus
Amoebotaenia sphenoides 3,33. Rendahnya kecacingan di lapangan pada umumnya bersifat
prevalensi R.echinobothrida disebabkan kronis dan jarang menyebabkan kematian, akan
keberadaan host perantara lalat (Musca tetapi mengakibatkan penurunan produksi
domestica) sangat sedikit dikarenakan telur,bobot badan, gangguan pertumbuhan dan
masyarakat Muara Badak masih memelihara depresi sehingga akan menimbulkan kerugian
ayam kampung dengan cara dilepas, tidak secara ekonomis (Prastowo & Ariyadi, 2015).
dikandangkan. Hal tersebut didukung oleh
Tabel 3. Jumlah telur cacing parasit yang ditemukan dan Tingkat Infeksi pada ayam kampung dan
ayam petelur di Kecamatan Muara Badak
Σ Endoparasit yang terdapat pada
Metode Tingkat terinfeksi
sampel (butir)
Jenis cacing
Petelur Kampung Petelur Kampung
SEDIMENTASI
10 37 Ringan Ringan
Echinostoma revolutum
Raillietina echinobothrida - 3 - Ringan
Raillietina tetragona 13 27 Ringan Ringan
Davainea proglotina - 20 - Ringan
Amoebotaenia sphenoides - 3 - Ringan
APUNG
Ascaridia galli 1666 2250 Sedang Sedang
Capillaria annulata 133 550 Ringan Ringan
Trichostrongylus tenuis 33 50 Ringan Ringan
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 : 1-8 5

Tabel 4. Intensitas telur cacing yang ditemukan pada ayam kampung dan ayam petelur di
Kecamatan Muara Badak
∑ endoparasit ∑ sampel terinfeksi Intensitas
Metode (butir) (individu) (butir/individu)
Jenis cacing
Petelur Kampung Petelur Kampung Petelur Kampung
SEDIMENTASI
10 37 2 5 5 7
Echinostoma revolutum
Raillietina
- 3 - 1 - 3
echinobothrida
Raillietina tetragona 13 27 2 4 7 7
Davainea proglotina - 20 - 3 - 7
Amoebotaenia
- 3 - 1 - 3
sphenoides
APUNG
Ascaridia galli 1666 2250 12 16 139 141
Capillaria annulata 133 550 3 6 44 92
Trichostrongylus tenuis 33 50 2 1 17 50

Tabel 3 menunjukan bahwa Intensitas pengobatan. Pengobatan menggunakan


tertinggi ditemukan pada A.galli baik pada dichlorophen sebanyak 300 mg/kg berat badan.
ayam kampung yaitu 141 butir/individu Tindakan pencegahan ini memungkinkan
maupun pada ayam petelur yaitu 139 dengan penggunaan insektisida
butir/individu. Hal ini disebabkan A.galli organophosphat untuk menghilangkan lalat
merupakan salah satu cacing endoparasit yang kandang dan semut.
memiliki siklus hidup secara langsung tanpa
Kondisi peternakan di Desa Tanjung Limau
memerlukan host perantara serta didukung oleh
dan Badak Baru, Kecamatan Muara Badak
kondisi lingkungan. Hal ini didukung oleh
Kondisi dan lokasi kandang di Peternakan
Permin (2001), Unggas yang dibiarkan bebas
ayam petelur Desa Tanjung Limau Kecamatan
berkeliaran, kandang dengan litter yang tebal,
Muara Badak sudah sesuai dengan kriteria
iklim tropis dan kelembapan yang tinggi
kandang dianjurkan. Menurut Setiadi et al.,
menguntungkan untuk perkembangan telur
(2012) kandang yang baik dilihat dari segi
cacing, ketahanan hidup larva dan telur
sumber air dan pakan, letak bangunan, jauh
infektif.
dari pemukiman padat penduduk dan
Hasil penelitian ini jauh lebih tinggi
mikroklimat yang sejuk. Di lingkungan
dibandingkan dengan penelitian yang
peternakan Desa Tanjung Limau banyak
dilakukan oleh Roy (2013) pada 169 ekor ayam
ditumbuhi terong serta didekat area sawah,
di Bangladesh, menemukan intensitas infeksi
hanya saja tempat pembuangan feses ternak
cacing A.galli sebesar 2-13 (5,5 ± 0,8) per ekor
ayam tidak sering dibersikan sehingga menjadi
ayam yang terinfeksi. Perbedaan intensitas
tempat tumbuh hospes perantara. Produk yang
infeksi cacing A.galli pada ayam di kecamatan
dihasilkan peternakan ayam petelur Desa
Muara Badak dan ayam di Bangladesh,
Tanjung Limau seperti pupuk kandang, daging
kamungkinan karena perbedaan letak
dan telur sudah didistribusikan dengan baik.
geografis, waktu pengambilan sampel, jenis
Kondisi dan lokasi ayam kampung di Desa
ayam serta dijadikan sampel penelitian.
Badak Baru Kecamatan Muara Badak belum
Intensitas terendah pada penelitian ini
sesuai dengan kriteria kandang dianjurkan. Hal
ditemukan pada A.sphenoides dan
ini didukung oleh Iskandar (2006) yang
R.echinobothrida terhadap ayam kampung 3
menyatakan bahwa produktivitas ayam lokal
butir/individu. Hal ini disebabkan sebagian
yang rendah disebabkan oleh sistem
sampel yang di ambil dipelihara dengan
pemeliharaan yang diterapkan peternak masih
pemberian pakan dan obat pada ayam. Menurut
bersifat tradisional. Desa Badak Baru masih
(Partsoedjono, 2001) pengendalian infeksi
menerapkan pemeliharaan secara tradisional
cacing parasit dengan menggunakan

Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID


6 Pravalensi dan Intensitas Telur Cacing… (Hariani & Simanjuntak)

sehingga kebutuhan pakan sangat tergantung Shotsak, AW. 1997. Parasitology meets
karena ayam harus berusaha mencari pakan Ecology on Its Own Terms: Margolis et al.
untuk memenuhi kebutuhan hariannya Revisited, Journal Parasitology, 83(4);
mempertahankan hidup dengan cara mencari di 575-583
tempat sampah atau berburu binatang kecil Fadilah, R. 2005. Kunci Sukses Beternak Ayam
seperti semut, cacing tanah dan binatang kecil Broiler di Daerah Tropis. Jakarta:
lainnya di pekarangan sekitar pedesaan. Agromedia Media Pustaka.
He S, V.E.H.S., Susilowati, Purwati E & Tiuria
KESIMPULAN
R.1990. An Estimate of Meat Production
Jenis telur cacing yang menginfeksi saluran Loss in Native Chickens in Bogor and its
pencernaan pada yang ditemukan pada ayam Surounding Districts due to Gastrointestinal
kampung dan ayam petelur terdiri atas Helminthiasis. Proceedings 5th National
Echinostoma revolutum, Raillietina Congress of Parasitology. Pandaan,
echinobothrida, Raillietina tetragona, Pasuruan. East Java. 1(57):23-25.
Davainea proglotina, Amoebotaenia Iskandar S. 2006. Strategi pengembangan ayam
sphenoides, Ascaridia galli, Capillaria lokal. Wartazoa.16(1):190-197.
annulata dan Trichostrongylus tenuis. Iskandar S, Sartika T, Hidayat C & Kadiran.
Prevalensi tertinggi pada ayam kampung 2010. Penentuan kebutuhan protein kasar
terhadap Ascaridia galli 53,33% dan ayam ransum ayam Kampung Unggul Balitnak
petelur terhadap Ascaridia galli 40 %. (KUB) masa pertumbuhan (0-22 minggu).
Sedangkan prevalensi terendah pada ayam Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak
kampung terhadap Raillietina echinobothrida Ciawi. Bogor.
dan Amoebotaenia sphenoides 3,33%. Pada Magwisha HB, Kassuku AA, Kyvsgaard NC &
ayam petelur terhadap Echinostoma revolutum, Permin A. 2002. A Comparison of The
Raillietina tetragona dan Trichostrongylus Prevalence and Burdens of Helminth
tenuis 6,67 %. Intesitas tertinggi pada ayam Infections in Growers and Adult Free-
kampung terhadap Ascaridia galli yaitu 141 Range Chickens. Journal animal. 34(3):
butir/individu dan ayam petelur 139 205-214.
butir/individu. intensitas terendah pada Partsoedjono 2001. Penyakit-penyakit Parasit
penelitian ini ditemukan pada ayam kampung Unggas di Indonesia.
terhadap Amoebotaenia sphenoides dan http://siauwlielie.tripod.com/art_001_02.ht
Raillietina echinobothrida 3 butir/individu dan m Diakses hari senin 20 mei 2019.
ayam petelur terhadap Echinostoma revolutum Permin. 2001. Genetic Resistance to Ascaridia
5 butir/individu di Kecamatan Muara Badak. galli Infections in Chickens. J Vet.
Parasitol. 102(2):101-111.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pradana DP & Haryono T. 2015. Identifikasi
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Cacing Endoparasit pada Feses Ayam
Kepala Laboratorium serta Laboran, Pedaging dan Ayam Petelur. Jurnal lantera
Laboratorium Anatomi dan Mikroteknik bio. 4(2):119-123.
Hewan, FMIPA Universitas Mulawarman yang Prastowo J & Ariyadi B. 2015. Pengaruh
memfasilitasi berlangsungnya penelitian ini. infeksi cacing Ascaridia galli terhadap
gambaran darah dan elektrolit ayam
DAFTAR PUSTAKA
kampung (Gallus domesticus). Jurnal
Abdelqader, A., Gauly., M., Wollny., dan Medika Veteriner.9(1):12-17.
Aboshehada, M.N. 2008. Prevalence and Roy JR. 2013. Study on Ascaridia galli
burden of gastrointestinal helminths among Infection in Indigenous Chickens in
local chickens, in northern Jordan. Bangladesh. Thesis. Mymensingh:
Preventive Veterinary Medicine. 851-2: 17- Bangladesh Agricultural University.
22. Samadi B. 2012. Buku Terlengkap Sukses
Berjaya, M. 2008. Masalah Ascariasis pada Beternak Ayam Ras Petelur dan Pedaging.
Ayam Lokakarya Nasional Inovasi Jakarta: Pustaka Mina.
Teknologi Dalam Mendukung Usaha Setiadi A, Sa’id G, Achjadi R & Purbowati E.
Ternak Unggas Berdayasaing. Balai Besar 2012. Sapi dari Hulu ke Hilir dan Info
Penelitian Veteriner. 1(2) :21-22. Mancanegara. Jakarta: Penebar Swadaya.
Bush, AO, Lafferty, KD, Lotz, JM, and Shahid SB, Wazib A & Shamsuzzaman SM.
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 : 1-8 7

2010. Identification of Hookworm species Fakultas Kedokteran Hewan.


in stool by Harada Mori Culture. Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan
Bangladesh. Journal Medica Microbiology. Penanggulangannya. Yogyakarta.:
4(2):3-4. Kanisius.
Silaban R, Febriansyah R & Pulungan S. 2016. Thienphont RF & Vanparijs OFJ. 1995.
Identifikasi Endoparasit Nematoda pada Diagnosting helminthes trought
Feses Ayam Broiler di peternakan Submitra coprological examination. Belgium.
Indojaya Jurnal Agrinusa Desa Pudun Jae. Janssen Pharmaceutical.
[Working Paper]. Diambil dari Waghmare S, Sherkhane AS, Chavan R &
https://www.researchgate.net/publication/3 Gomase V. 2014. Redescription on
18493982 Raillietina echinobothrida (Pasquale, 1890)
Sudarmono AS. 2003. Pedoman Pemeliharaan (Cestoda: Davaineidae) and Study of
Ayam Ras Petelur. Jakarta: Penerbit Conserved Domain across Divergent
Kanisius. Phylogenetic Lineages of Class Cestoda.
Sudrajat, 2001. Prevalensi Kecacingan Ayam Journal Veterinar Science Technology.
Buras di Wilayah Kecamatan Cisaat, 5:187.
Kabupaten Suka Bumi. Skripsi. Bogor:

Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID


8 Pravalensi dan Intensitas Telur Cacing… (Hariani & Simanjuntak)

You might also like