Professional Documents
Culture Documents
Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Penyakit Jantung Hipertensi
Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Penyakit Jantung Hipertensi
2021;9(1):96-103
Terakreditasi Nasional: SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.9.1.2021.31962
KemenRistekdikti RI No. 28/E/KPT/2019 Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic
1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado,
Sulawesi Utara, Indonesia
2
Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
Email: brigitamoningkaa@gmail.com
Abstrak: Penyakit jantung hipertensi merupakan respon terhadap peningkatan tekanan darah
berkepanjangan yang menyebabkan berbagai perubahan pada struktur miokard. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan diagnosis dan tatalaksana terkini mengenai penyakit jantung
hipertensi. Jenis penelitian ialah literature review menggunakan 4 database, yaitu Pubmed,
Clinical Key, Science Direct, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan ialah
Hypertensive Heart Disease diagnosis of Hypertensive heart disease OR Screening of
hypertensive heart disease OR imaging of hypertensive heart disease AND therapy OR
treatment OR management of hypertensive heart disease. Hasil penelitian mendapatkan 10
literatur yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 6 randomized controlled trial dan 4
review article. Pada penyakit jantung hipertensi kelainan struktural yang sering ditemukan ialah
hipertrofi ventrikel kiri (konsentrik maupun eksentrik), dilatasi ventrikel kiri, disfungsi diastolik
dan sistolik, yang dapat dideteksi lewat pemeriksaan EKG, ekokardiografi, rontgen toraks, dan
CMR. Terapi penyakit jantung hipertensi menurut pedoman ACC/AHA yakni nonfarmakologi
seperti pola diet DASH dan terapi farmakologi pilihan yaitu ACE-I atau ARB. Simpulan
penelitian ini ialah pada penyakit jantung hipertensi terdapat hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi
ventirkel kiri, disfungsi diastolik maupun sistolik, dideteksi menggunakan EKG,
ekokardiografi, rontgen toraks dan CMR. Terapi penyakit jantung hipertensi sesuai dengan
pedoman penatalaksanaan ACC/AHA.
Kata kunci: penyakit jantung hipertensi
96
Moningka, Rampengan, Jim: Diagnosis dan tatalaksana terkini … 97
Pada penelitian Moreno et al14 eko- LVH (p<0.01), demikian pula dengan peng-
kardiografi memiliki sensitivitas lebih tinggi ukuran Native T1 yang didapatkan lebih
dibanding EKG (88% vs 50%) namun lebih memanjang (p=0,007) pada subjek hiper-
spesifik daripada ekokardiografi (95% vs tensi dengan LVH.6 Hasil penelitian tersebut
84%). Dalam studi perbandingan dengan sejalan juga dengan yang dilaporkan oleh
CMR, sensitivitas EKG hanya 25% diban- Schumann et al.9
ding CMR. Berdasarkan karakteristik sensi- Selain deteksi fibrosis miokard dengan
tivitas dan spesifisitas tersebut, EKG tidak T1 mapping dalam artikel review oleh
bisa disebut sebagai tes definitif untuk Schumann et al9 juga terdapat kemajuan
diagnosis LVH, sehingga diperlukan pen- terbaru dalam diagnosis penyakit jantung
citraan lebih lanjut.4 hipertensi yakni pada perkembangan eko-
Sampai saat ini CMR masih dianggap kardiografi speckle tracking echocardio-
sebagai baku emas dalam evaluasi volume graphy (STE) yang digunakan untuk meng-
dan massa ventrikel kiri serta efektif ukur global dan regional strain, yang
digunakan untuk deteksi fibrosis miokard didefinisikan sebagai derajat perpindahan
difus. Seperti pada penelitian Kuruvilla et al6 selama siklus jantung, melalui penanda
yang menunjukkan bahwa hipertensi dengan akustik yang dihasilkan oleh efek USG pada
LVH memiliki fibrosis difus yang lebih besar miokardium. Dalam artikel review tersebut
melalui deteksi CMR dengan pengukuran terdapat beberapa penelitian yang menyata-
extracellular volume (ECV) dibandingkan kan bahwa STE dapat digunakan untuk
dengan yang hipertensi non-LVH. mendeteksi disfungsi sistolik subklinis pada
Extracellular volume secara bermakna pasien hipertensi dengan fraksi ejeksi
meningkat pada subjek hipertensi dengan normal.
100 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 96-103
Dalam artikel review oleh Schumann et gai kompensasi terhadap disfungsi diastolik
9
al pada pemeriksaan terhadap longitu- yang terganggu.8
dinal, circumferential dan radial strain Selain pemeriksaan ekokardiografi 2D,
berdasarkan geometri ventrikel kiri pasien ada pula real time 3D echocardiography
hipertensi, didapatkan bahwa longitudinal (RT3DE). Namun saat ini penggunaannya
strain secara bermakna menurun pada masih terbatas terutama karena tingginya
pasien dengan hipertrofi dibanding subjek biaya transduser 3D dan perangkat lunak
kontrol (konsentrik –15,1±4,0%, eksentrik – khusus yang diperlukan. Selain itu nilai titik
15,9±4,4% vs kontrol –18,9±3,3%; p<0,05).9 potong spesifik massa ventrikel kiri dengan
Dengan menggunakan teknik STE tersebut menggunakan teknologi ini masih harus
kerusakan awal global longitudinal strain ditetapkan.10
(GLS) dapat diamati pada stadium pra- Penelitian terbaru juga dilakukan
hipertensi dan pada hipertensi yang baru Chuah et al7 yang melaporkan bahwa untuk
pertama kali didiagnosis ketika fraksi ejeksi membedakan etiologi LVH bisa mengguna-
masih normal.10 kan CMR multiparametrik dengan cara
Dalam menegakkan diagnosis penyakit membandingkan perbedaan fenotipikal dari
jantung hipertensi sering kali sulit membe- penyakit jantung hipertensi dengan HCM.
dakannya dengan hipertrofi cardiomiopati Mereka menggunakan teknik 3D+time
(HCM), karena keduanya mengalami hiper- personalized LV models yang memberikan
trofi ventrikel kiri serta disfungsi diastolik informasi lokalis dan segmental mengenai
meskipun fungsi sistolik normal. Hal ini pola geometri dan dinamika jantung juga
sesuai dengan penelitian Saito et al8 dan karakteristik penyakit jantung hipertensi dan
Galderisi10 yang membedakan torsi ventri- hipertrofi kardiomiopati.
kel kiri antara pasien penyakit jantung hiper- Dalam membedakan fenotip tersebut,
tensi dengan HCM menggunakan kemajuan sebanyak 5 dari 15 variabel merupakan yang
terbaru dari ekokardiografi yakni STE. paling bermakna dalam membedakan etio-
Dalam penelitiannya, Galderisi10 mela- logi LVH tersebut, diantaranya end diastolic
porkan bahwa STE 2 dimensi sudah wall thikness (EDWT) max, longitudinal
memungkinkan untuk penilaian non-invasif strain (LS), massa/volume (M/V), dan
torsi ventrikel kiri dengan resolusi waktu massa dimana EDWT max memiliki skor
yang tinggi memungkinkan pengukuran tertinggi yakni 5/5. Pasien dengan penyakit
peak torsion serta waktu rotasi. Pada jantung hipertensi sebagian besar memiliki
parameter rotasi ventrikel kiri dalam segmen EDWT max kategori 9mm<max
sistolik, peak torsion pada penyakit jantung EDWT<15mm menunjukan hipertrofi yang
hipertensi dan HCM meningkat secara terlihat pada segmen inferior basal, tengah
signifikan (HCM: 16,1±7,40; HHD: 16,7± dan apikal, sementara segmen sisanya
6.20; kontrol: 11,5±4,50) sedangkan pada (terutama segmen apikal) memiliki EDWT
parameter rotasi ventrikel kiri dalam dias- max kategori normal yakni <9mm.7
tolik, peak untwisting velocity lebih mening-
kat dibanding HCM (HCM: 98±480/s HHD: Tatalaksana terkini penyakit jantung
124±460/s; kontrol: 86±210/s). Mereka hipertensi
mengoreksi peak untwisting velocity dengan Berdasarkan ulasan dari literatur dida-
peak torsion karena torsi ventrikel kiri patkan bahwa agen penghambat renin-
merupakan penentu utama rekoil elastisitas angiotensin yakni ACE-I atau ARB masih
dan ini berpengaruh besar terhadap peak menjadi pendekatan yang paling efektif
untwisting velocity. Dengan kata lain peak untuk mengurangi regresi LVH pada pasien
untwisting velocity relatif tinggi pada penyakit jantung hipertensi. Menurut pedo-
penyakit jantung hipertensi meskipun peak man American heart association (AHA)/
torsion lebih besar pada HCM. Peak torsion American college of cardiology (ACC) terapi
yang meningkat pada pasien penyakit nonfarmakologi yakni dengan menerapkan
jantung hipertensi mungkin sebagian seba- pola dietary approaches to stop hypertension
Moningka, Rampengan, Jim: Diagnosis dan tatalaksana terkini … 101
(DASH), penurunan berat badan, mengu- ARB dan CCB lebih efektif dibandingkan
rangi asupan garam berlebih, olahraga teratur dengan β-blocker, sementara diuretik lebih
dan mengurangi konsumsi alkohol.15 efektif dari β-blocker namun tidak lebih
Sementara pada terapi farmakologi, manjur dari ACE-I. Pada pasien penyakit
ACE-I bekerja dengan menghambat meka- jantung hipertensi, ACE-I selain mengu-
nisme angiotensin I ke angiotensin II yang rangi massa ventrikel kiri juga mengurangi
merupakan vasokonstriktor yang dapat me- fibrosis miokard, meningkatkan fungsi dias-
ningkatkan retensi garam dan air. Agen tolik ventrikel kiri,14 serta telah terbukti me-
penghambat ACE ini pada akhirnya akan nurunkan morbiditas dan mortalitas pada
menyebabkan vasodilatasi dan mencegah pasien gagal jantung akibat disfungsi
terbentuknya cairan yang menghasilkan sistolik.4
pelepasan aldosteron.16 Selain itu ACE-I ARB umumnya digunakan sebagai
juga berperan dalam menghambat meta- alternatif bila terdapat intoleransi ACE-I
bolisme bradikinin, yang merupakan vaso- salah satu yang dilaporkan adalah losartan
dilator berasal dari kininogen yang diubah lebih efektif dibandingkan amlodipin dalam
oleh kalkrein menjadi bradikinin. Bradi- mengurangi apoptosis kardiomiosit dan
kinin yang menumpuk akibat dihambat oleh fibrosis miokard pada pasien penyakit
ACE-I menyebabkan vasodilatasi sehingga jantung hipertensi. Namun penggunaan
bradikinin akan berikatan dengan reseptor ARB pada pasien HFrEF dengan riwayat
BK2 di pembuluh darah dan mengaktifkan hipertensi masih kontroversial.14
produksi prostaglandin yang juga nantinya Peneltian Sakata et al11 menunjukan
menyebabkan vasodilatasi. Peningkatan bahwa penggunaan aditif olmesartan tidak
bradikinin tersebut dapat berikatan dengan meningkatkan hasil klinis tapi malah
reseptor batuk di bronkus sehingga memperburuk fungsi ginjal pada pasien
menyebabkan batuk sebagai efek samping hipertensi dengan gagal jantung kronik.
dari ACE-I.16,17 Kejadian primary endpoint tidak menurun
Kaptopril berperan dalam menghambat pada kelompok olmesartan yakni 33.2%
enzim pengubah yaitu peptidil dipeptidase dibandingkan kelompok kontrol 29,2%
yang menghidrolisis angiotensin I menjadi [hazard ratio (HR) 1,18; Convidence
angiotensin II dan menginaktifkan bradi- Interval 95% (CI) 0,96-1,46; P=0,112],
kinin. Tidak seperti vasodilator langsung, sementara disfungsi ginjal juga berkembang
obat ini tidak mengaktivasi refleks simpatis lebih sering pada kelompok olmesartan
dan aman digunakan pada orang dengan 16.8% vs kelompok kontrol 10,7% [HR
iskemik.17 1,64; CI 1,19-2,26; P=0,03].11
Berbeda halnya dengan ARB yang Kejadian primary endpoint tersebut
bekerja dengan mengikat reseptor angio- berkaitan juga dengan kombinasi 3 obat
tensin II dan menghambat angiotensin II yakni olmesartan, ACE-I dan β-blocker,
juga mendorong produksi aldosteron yang sedangkan pada kombinasi 2 obat yakni
meningkatkan natrium dan air. ARB tidak olmesartan dengan ACE-I berkaitan dengan
menghalangi kerusakan bradikinin yang penurunan onset baru fibrilasi atrium
menyebabkan batuk sehingga dikatakan sementara olmesartan dan β-blocker dikait-
lebih selektif dibandingkan dengan ACE-I. kan dengan penurunan mortalitas tanpa
Losartan dan valsartan merupakan yang perkembangan disfungsi ginjal.11 Oleh kare-
pertama kali di pasarkan.16,17 na itu kombinasi 2 obat terutama olmesartan
ACE yang mampu menghasilkan angio- dengan β-blocker lebih baik sementara dua
tensin II, oleh karena itu berpotensi meng- blokade terhadap RAAS gagal menurunkan
hambat total efek angiotensin dibanding mortalitas melainkan malah menimbulkan
ACE-I.16,17 efek samping yang berlebihan.12
Georgiopoulou et al4 melaporkan bah- Mengenai pasien hipertensi yang diser-
wa semua golongan antihipertensi mengu- tai dengan penyakit arteri koroner pada
rangi regresi LVH, namun golongan ACE-I, penelitian Yamaguchi et al12 dikatakan
102 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 96-103
bahwa kombinasi amlodipin dengan kande- penelitian. Namun hal tersebut tidak secara
sartan dapat mengurangi kejadian kardio- bermakna terkait dengan mortalitas
vaskular dibanding kombinasi amlodipin kardiovaskular atau semua penyebab kema-
dengan non-ARB.12 Tekanan darah sistolik tian setelah disesuaikan dengan faktor risiko
dan diastolik rerata untuk 2 kelompok ialah dan skor kecenderungan penggunaan digok-
135,2/75,1 pada kelompok amlodipin dan sin yang menunjukan bahwa peningkatan
kandesartan sementara amlodipin dengan risiko univariat mungkin mencerminkan
kelompok non-ARB rata-rata 135,1/74,8. kecenderungan yang lebih besar pada
sedangkan untuk kejadian primary endpoint penggunaan digoksin pasien risiko tinggi
pada kelompok amlodipin dengan kande- fibrilasi atrium dibandingkan peningkatan
sartan 21,8% sementara amlodipin dan non- risiko kematian yang sebenarnya dari
ARB 32,1% [HR: 0,61; 95% CI: 0,41- digoksin.13
0,91].12
Hasil studi tersebut menunjukkan ba- SIMPULAN
hwa amlodipin dan kandesartan mengurangi Pada penyakit jantung hipertensi
kejadian kardiovaskular dibandingkan peng- kelainan struktural yang sering ditemukan
obatan amlodipin dengan non-ARB, meski- ialah hipertrofi ventrikel kiri (konsentrik
pun tidak terdapat perbedaan bermakna maupun eksentrik), dilatasi ventrikel kiri,
antara tekanan darah sistolik dan diastolik disfungsi diastolik dan sistolik, yang dapat
kedua kelompok. Diketahui bahwa pada dideteksi lewat pemeriksaan EKG, eko-
pasien CAD dengan hipertensi, sensitivitas kardiografi, rontgen toraks, dan CMR.
tinggi kandesartan terhadap protein C- Terapi penyakit jantung hipertensi
reaktif, IL-6 dan aktivitas platelet memiliki menurut pedoman ACC/AHA yakni non-
efek penghambatan yang lebih jelas farmakologik seperti pola diet DASH dan
daripada ACE-1 ataupun ARB lain.12 terapi farmakologik pilihan yaitu ACE-I
Penelitian mengenai fibrilasi atrium atau ARB.
juga sangat erat kaitannya dengan hiper- Diharapkan penelusuran penelitian ter-
tensi. Berdasarkan beberapa pedoman, kom- kini terus dilakukan setiap tahun mengenai
binasi 2 agen antihipertensi seperti ACE- diagnosis penyakit jantung hipertensi agar
I/ARB dengan β-blocker/CCB non-DHP diperoleh metode-metode diagnostik terbaru
merupakan lini pertama tatalaksana hiper- yang lebih akurat dan efektif. Perlu adanya
tensi dengan fibrilasi atrium. edukasi lebih lanjut dari tenaga kesehatan
Menurut Okin et al13 penggunaan kepada masyarakat mengenai pentingnya
digoksin untuk mengontrol laju pada pasien pengendalian terhadap tekanan darah lewat
fibrilasi atrium dengan hipertensi dikatakan terapi non farmakologik maupun farmako-
aman tanpa bahaya mortalitas yang nyata logik. Bagi tenaga medis diharapkan lebih
serta tidak ada peningkatan risiko kematian mempertimbangkan penggunaan obat-obat
mendadak. Dalam studi tersebut antara yang diberikan beserta efek sampingnya.
pengukuran awal dan akhir selama pene-
litian, pasien yang menggunakan digoksin Konflik Kepentingan
mengalami penurunan denyut jantung yang Penulis menyatakan tidak terdapat
lebih besar secara bermakna, peningkatan konflik kepentingan dalam studi ini.
durasi QRS, serta penurunan regresi LVH.
Hubungan penggunaan digoksin de- DAFTAR PUSTAKA
ngan angka kematian dalam penelitian 1. Yogiantoro M. Pendekatan klinis hipertensi. In:
tersebut dilaporkan bahwa pasien yang Setiati S, Alwi I, Sudoyono A, Sima-
diobati dengan digoksin memiliki beban dibrata M, editors. Ilmu Penyakit Dalam
faktor risiko kardiovaskular yang lebih Papdi (6th ed). Jakarta: Interna
tinggi serta semua penyebab kematian Publishing, 2014; p. 2259–83.
2. Kemenkes RI. Situasi kesehatan jantung. Pus
dibandingkan dengan pasien yang tidak data dan Inf Kementeri Kesehat RI
pernah menggunakan digoksin selama
Moningka, Rampengan, Jim: Diagnosis dan tatalaksana terkini … 103