You are on page 1of 17

Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 155

OPTIMALISASI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN TERHADAP


SENGKETA PINJAMAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH BOGOR
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

OPTIMIZATION OF CONSUMER DISPUTE SETTLEMENT AGENCY


ON DISPOSAL OF MOTOR VEHICLE LOAN IN BOGOR AREA
BASED ON LAW CONSUMER PROTECTION

Edy Sanjaya Lase dan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Muhammad Taufiq Universitas Djuanda Bogor
Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35, Bogor 16720.
Korespondensi : Edy Sanjaya Lase, Telp. -
e-mail :

Jurnal Abstract : The purpose of this study are to find out and analyze the optimization of
Living Law, the Consumer Dispute Settlement Agency against disputes in motor vehicle credit
Vol. 10, No. loans in the Bogor region based on Law Number 8 of 1999 concerning Consumer
2,
Protection, and also the inhibiting factor in the optimization of BPSK against disputes
2018
hlm. 155- in motor vehicle loan loans. The research method used in this study is normative
171 juridical research that takes a qualitative approach. The results of this study are: the
role of BPSK on disputes over motor vehicle credit loans is not optimal, it is necessary
to optimize efforts for BPSK to become a fast, inexpensive and fair consumer-focused
settlement institution outside the court. The inhibiting factor is the optimization of
the Bogor City BPSK and Bogor Regency against disputes on motorized vehicle loans,
including legislation and resources. BPSK is shackled by very complex regulations in
the UUPK, even some UUPK articles actually contradict each other. Resource
constraints include human resources, infrastructure and budgeting.

Keywords : BPSK, Consumer Protection, loan.

Abstrak : Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis


optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terhadap sengketa
pinjaman kredit kendaraan bermotor di wilayah Bogor berdasarkan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta faktor
penghambat dalam optimalisasi BPSK terhadap sengketa pinjaman kredit
kendaraan bermotor. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian yuridis normatif yang melakukan pendekatan kualitatif. Hasil dari
penelitian ini yaitu: peran BPSK terhadap sengketa pinjaman kredit kendaraan
bermotor belum optimal, maka perlu upaya-upaya optimalisasi agar BPSK dapat
menjadi lembaga penyelesaian sengeta konsumen di luar pengadilan yang cepat,
murah, dan adil. Faktor penghambat optimalisasi BPSK Kota Bogor dan Kabupaten
Bogor terhadap sengketa pinjaman kredit kendaraan bermotor, meliputi peraturan
perundang-undangan dan sumber daya. BPSK terbelenggu dengan peraturan yang
sangat rumit dalam UUPK, bahkan beberapa pasal UUPK justru saling bertentangan.
Kendala sumber daya meliputi baik sumber daya manusia maupun infrastruktur
dan penganggaran.

Kata Kunci : BPSK, Perlindungan Konsumen, pinjaman.


156 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

PENDAHULUAN usaha) begitu pula larangan-larangannya


hingga mekanisme penyelesaian sengketa.
Berkembangnya perekonomian
Lahirnya Undang-Undang Nomor 8
nasional telah membawa perkembangan di
Tahun 1999 tentang Perlindungan
bidang perdagangan yang menghasilkan
Konsumen yang disahkan dan diundangkan
variasi produk barang dan/atau jasa yang
pada tanggal 20 April 1999, dan berlaku
dapat dikonsumsi. Perluasan ruang gerak
secara efektif tanggal 20 April 2000
transaksi barang dan/atau jasa semakin
mengatur antara lain keberadaan lembaga
didukung oleh kemajuan di bidang ilmu
penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengetahuan dan teknologi hingga
pengadilan yang disebut dengan Badan
melintasi batas-batas suatu negara. Kondisi
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
tersebut di satu sisi menguntungkan
Pembentukan BPSK ini dilatarbelakangi
konsumen karena kebutuhannya akan
adanya globalisasi dan perdagangan bebas,
barang dan/atau jasa yang diinginkan
yang didukung kemajuan teknologi dan
dapat terpenuhi serta bisa memberikan
informatika dan dapat memperluas ruang
kebebasan pada konsumen untuk memilih
gerak transportasi barang dan/atau jasa
kualitas barang dan/atau jasa sesuai
melintasi batas-batas wilyah suatu negara.
keinginan dan kemampuannya.
Untuk mengatur kelembagaan BPSK
Di sisi lain, fenomena tersebut
tersebut telah dikeluarkan sejumlah
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha
peraturan perundang-undangan sebagai
dan konsumen menjadi tidak seimbang.
berikut:1
Konsumen berada pada kedudukan yang
1. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun
lemah. Selain itu, konsumen juga dapat
2001 tentang Pembentukan Badan
menjadi objek aktivitas bisnis untuk
Penyelesaian Sengketa Konsumen
mendapatkan keuntungan yang besar oleh
(BPSK).
pelaku usaha melalui promosi, penjualan,
2. Keputusan Menteri Perindustrian dan
dan penerapan perjanjian standar yang
Perdagangan Nomor 301
merugikan konsumen. Hal ini disebabkan
MPP/Kep./10/2001 tanggal 24
oleh kurangnya pendidikan konsumen
Oktober 2001 tentang Pengangkatan
serta rendahnya kesadaran konsumen akan
dan Pemberhentian Anggota dan
hak-haknya.
Sekretariat BPSK.
Selain itu, dalam setiap aktivitas
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan
perdagangan pada umumnya pihak
Perdagangan Nomor 302
konsumen berada pada posisi tawar yang
MPP/Kep./10/2001 tanggal 24
lebih lemah dibandingkan pelaku usaha
Oktober 2001 tentang Pendaftaran
sehingga konsumen kadang-kadang tidak
Lembaga Perlindungan Konsumen
dapat berbuat banyak ketika kondisi
Swadaya Masyarakat (LPKSM).
barang yang mereka terima tidak sesuai
4. Keputusan Menteri Perindustrian dan
dengan yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
Perdagangan Nomor
Melihat kondisi tersebut maka harus ada
350/MPP/Kep./12/2001 tanggal 10
instrumen yang mampu melindungi
Desember 2001 tentang Tugas dan
kepentingan-kepentingan konsumen yang
Wewenang Badan Penyelesaian
selama ini terabaikan. Oleh karena itu,
Sengketa Konsumen.
untuk dapat menjamin suatu
5. Surat Keputusan Menteri Perindustrian
penyelenggaraan perlindungan konsumen,
dan Perdagangan Nomor
maka pemerintah menuangkan
605/MPP/Kep./8/2002 tanggal 29
perlindungan konsumen dalam Undang-
Agustus 2002 tentang Pengangkatan
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang mengatur
1 Suherdi Sukandi, Fungsi dan Peranan Dalam
tentang hak dan kewajiban masing-masing
Penyelesaian Sengketa Konsumen, Semiloka UUPK
pihak (dalam hal ini konsumen dan pelaku dan BPSK Kota Bandung, Bandung 29 Mei 2004.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 157

Anggota Badan Penyelesaian Sengketa pelanggaran terhadap apa yang menjadi


Konsumen. hak konsumen (sebagai pengguna barang
Sesuai Pasal 45 ayat (1) Undang- dan/atau jasa) ataupun pelanggaran pelaku
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang usaha ketika menawarkan dan menjualkan
Perlindungan Konsumen, ditentukan produk kepada konsumen, sehingga
bahwa setiap konsumen yang dirugikan akhirnya konsumen berminat sampai pada
dapat menggugat pelaku usaha melalui akhirnya mengkonsumsi produk yang
lembaga yang bertugas menyelesaikan ditawarkan tersebut.
sengketa antara konsumen dan pelaku Ada beberapa contoh yang telah terjadi
usaha atau melalui peradilan yang berada pada tahun 2016, seperti terjadi kenaikan
di lingkungan peradilan umum. Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik dan
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Undang- telepon yang dipandang membebani
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang masyarakat. Kenaikan mengakibatkan
Perlindungan Konsumen, bahwa gejolak antara pemerintah dengan
penyelesaian sengketa konsumen dapat masyarakat sebagai konsumen BBM dan
ditempuh melalui pengadilan atau di luar pelanggan listrik serta telepon, diketahui
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela ternyata pemerintah pernah berjanji
para pihak yang bersengketa. kepada masyarakat tetapi jarang ditepati,
Dari ketentuan tersebut di atas dapat seperti tidak adanya jaminan jika aliran
diketahui bahwa para pihak yang listrik mati tidak mengenal waktu dan
bersengketa diberi hak untuk memilih kemudian petugas Perusahaan Listrik
lembaga atau badan mana yang akan Negara (PLN) akan cepat menghidupkan.
mereka pilih untuk menyelesaikan Belum lagi saling tuding tentang permainan
permasalahan yang mereka hadapi baik meteran yang sering merugikan
melalui jalur pengadilan maupun jalur luar konsumen. 2

pengadilan, untuk jalur pengadilan Selain itu, ada kegiatan perdagangan


pengertiannya adalah pengadilan umum, seperti promosi atau penawaran kepada
sedangkan sesuai Pasal 45 ayat (1) konsumen yang dilakukan oleh pelaku
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 usaha untuk menarik minat konsumen
tentang Perlindungan Konsumen, yang dengan memberikan berbagai hadiah
telah disebut terdahulu oleh peneliti. menarik, dan belakangan ini penawaran
Penyelesaian sengketa konsumen jalur luar dengan cara seperti itu oleh pelaku usaha
pengadilan dilaksanakan di dalam suatu dilakukan dengan memberikan hadiah
lembaga yang dibentuk berdasarkan Pasal terhadap penjualan produk khususnya
49 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 barang. Kemudian konsumen dinyatakan
Tahun 1999 tentang Perlindungan sebagai pemenang dan berhak
Konsumen, yaitu bahwa pemerintah mendapatkan hadiah serta harus diambil
membentuk badan penyelesaian sengketa langsung di tempat dan tidak boleh
konsumen di Daerah Tingkat II untuk diwakilkan. Masalah yang timbul di
menyelesaikan sengketa konsumen di luar kemudian hari ternyata konsumen ingin
pengadilan. Dengan demikian, Badan membatalkan kontrak jual-beli dengan
Penyelesaian Sengketa Konsumen-lah yang mengembalikan barang-barang tersebut,
ditunjuk pemerintah sebagai lembaga yang namun yang terjadi barang diterima pelaku
dapat menyelesaikan sengketa konsumen usaha tetapi uang yang sudah dibayar tidak
di luar pengadilan. dikembalikan.3
Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam
praktik-praktik perdagangan (baik ketika 2 Suara Merdeka, Menyoal Kepedulian Konsumen,
proses perdagangan maupun setelah 07/01/2016, & Jawa Pos, Janji Indah Itu Hanya
proses perdagangan terjadi) banyak Basa-basi, 16/01/2016.
ditemui akan adanya suatu pelanggaran- 3 Kompas, Kritis Menghadai Trik dagang,
04/03/2016.
158 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

Contoh kasus berkaitan dengan dalam melakukan usahanya untuk menarik


developer atau pengembang seperti di perhatian dari konsumen dengan
Semarang, Jawa Tengah beberapa waktu memberikan jaminan tertentu terhadap
yang lalu dimana pada waktu itu konsumen seperti halnya ketika ada
Perumahan Bukit Indah Regency Srondol seorang konsumen yang membeli secara
yang longsor tahun 2016, ternyata kredit/tidak tunai/angsuran membeli
merugikan konsumen. Kemudian kasus lain kendaraan kemudian pelaku usaha
serupa terjadi lagi tahun 2016 yang pada menyajikan dan menawarkan kepada
akhirnya 100 (seratus) penghuni konsumen adanya perjanjian yang dalam
Perumahan Taman Setia Budi (TBS), kontrak/perjanjian tersebut dicantumkan
Srondol Wetan Banyumanik Semarang untuk menjadi pilihan sehingga harus
memprotes PT. Karya Alvita Nawatama disepakati oleh kedua belah pihak yaitu
(KAN), pengembang perumahan itu. Dalam antara konsumen dengan pelaku usaha.5
hal ini yang diprotes oleh 100 (seratus) Kontrak/perjanjian tersebut salah
penghuni tersebut adalah setelah mereka satunya berisi tentang jaminan dari
yang menjadi penghuni/pemilik rumah konsumen kepada pelaku usaha berupa
kelas menengah dan atas selaku konsumen benda bergerak yaitu Buku Pemilikan
memprotes tentang Sertifikat Hak Milik Kendaraan Bermotor (BPKB). Atau bahkan
(SHM) atas rumah yang telah dibayar, ini jaminan berupa benda tidak bergerak. Hal
terjadi karena selama 4 (empat) tahun ini disebabkan karena dalam
konsumen diombang-ambingkan pihak perjanjian/kontrak terdapat klausula yang
pengembang dalam masalah sertifikat menyebutkan jaminan fidusia. Pelaku
rumah tersebut.4 Banyak lagi contoh- usaha menjanjikan penandatanganan
contoh kasus berkaitan dengan kontrak di hadapan notaris, tetapi setelah
pelanggaran terhadap hak-hak konsumen transaksi ternyata hal tersebut tidak
yang dilakukan oleh pelaku usaha. dilakukan. Dan ketika konsumen
Melalui kasus-kasus di atas dapat wanprestasi, belum ada titik terang
dipahami bahwa keberadaan Badan penyelesaian.
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai contoh kasus bahwa PT MITRA
sebagai badan yang dibentuk secara khusus PINASTHIKA MUSTIKA FINANCE,
oleh pemerintah dalam rangka membantu Tergugat/Pelaku Usaha melawan PETO
masyarakat untuk penyelesaian persoalan- SYAMSUL ALAM, Penggugat/Konsumen.
persoalan tentang sengketa konsumen Bahwa Tergugat/Pelaku Usaha telah
harus lebih diketahui oleh masyarakat mengajukan keberatan terhadap Putusan
secara luas, agar masyarakat memiliki Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa
gambaran bagaimana menyelesaikan Konsumen Kota Bogor Nomor
persoalan jika mereka selaku konsumen 20/Pts.BPSK/XII/2012 tanggal 14
menghadapi kekecewaan atau Desember 2012.
ketidakpuasan atau bahkan penipuan dari Bahwa, terhadap amar Putusan
pelaku usaha atas barang dan/atau jasa Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa
yang telah konsumen beli dengan Konsumen Kota Bogor tersebut,
membayarkan uang dalam jumlah tertentu Tergugat/Pelaku Usaha telah mengajukan
sehingga tidak mengalami banyak keberatan di depan persidangan
kerugian. Pengadilan Negeri Bogor yang pada
Berdasarkan hasil penelitian di Badan pokoknya sebagai berikut:
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota 1) Bahwa putusan Arbitrase BPSK Bogor
Bogor, diperoleh informasi bahwa saat ini tersebut telah diberitahukan oleh
tidak sedikit dari pihak pelaku usaha yang kepaniteraan BPSK Bogor pada tanggal

4 Kompas, Developer Jangan Bohongi Konsumen,

17/02/2016. 5 Ibid.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 159

24 Desember 2012 di kantor cabang bersifat permohonan penyelesaian


Pemohon keberatan di Bandung dan sengketa melalui BPSK. 6

ditindaklanjuti dengan penyampaian Dari sengketa yang ada ketika para


keberatan ini pada tanggal 3 Januari pihak yang bersengketa memilih
2013 dimana masih dalam batas penyelesaian sengketa di luar peradilan
tenggang waktu 14 hari kerja yang yaitu BPSK, maka pihak yang bersengketa
dipersyaratkan dalam Pasal 56 ayat (2) secara otomatis memilih penyelesaian
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 sengketa melalui BPSK, dengan demikian
tentang Perlindungan Konsumen. pihak yang bersengketa berkewajiban
2) Bahwa Pemohon sangat keberatan untuk memilih cara penyelesaian yang ada
dengan pertimbangan hukum maupun dan/atau yang tersedia/ditentukan di
putusan Majelis BPSK Kota Bogor BPSK, yaitu metode mediasi atau konsiliasi
dalam perkara a quo karena Majelis atau arbitarase yang merupakan metode
BPSK Bogor telah menyimpangi acara penyelesaian sengketa konsumen sesuai
yang berlaku di hadapan Majelis dengan peraturan perundang-undangan
Arbitrase, menyimpangi tugas dan terutama Undang-undang Perlindungan
wewenang BPSK sendiri dan telah Konsumen serta harus berdasarkan dari
menerapkan hukum tidak sebagaimana kesepakatan para pihak yang bersengketa
mestinya. tersebut.
Keberadaan Badan Penyelesaian Menurut Undang-undang Nomor 8
Sengketa Konsumen (BPSK) saat ini sudah Tahun 1999 tentang Perlindungan
mengalami perkembangan karena sudah Konsumen Pasal 52 huruf a, BPSK selaku
semakin banyaknya masyarakat yang mulai badan atau lembaga saat ini bertugas dan
mengenal BPSK walaupun masih berwenang dalam menyelesaikan sengketa
diperlukan publikasi lagi. Berkembangnya konsumen yang terjadi mempunyai
BPSK terbukti dari semakin bertambahnya beberapa cara penyelesaian atau sering
BPSK di beberapa kabupaten atau kota di disebut dengan metode penyelesaian
Indonesia, saat BPSK kali pertama dibentuk sengketa yang antara lain adalah mediasi
oleh pemerintah tahun 2001-an ada 10 atau arbitrase atau konsiliasi.
(sepuluh) Kota/Kabupaten yang memiliki Secara singkat/garis besarnya sebagai
BPSK sedangkan sekarang ternyata sudah berikut:
ada lebih kurang 25-an (dua puluh limaan) 1. Melalui metode mediasi yaitu dalam
BPSK di Kota/Kabupaten di Indonesia. penyelesaian sengketa konsumen di
Sedangkan secara yuridis aturan-aturan luar pengadilan melalui cara ini pada
yang mengatur tentang BPSK sendiri ada dasarnya sama dengan cara konsiliasi,
yang masih dirasakan BPSK kurang hanya yang membedakan dari kedua
efisien/efektif bahkan tidak menutup cara dimaksud bahwa majelis aktif
kemungkinan juga pernah mengalami dengan memberikan nasehat, petunjuk,
permasalahan atau kendala yang secara saran dan upaya lain dalam
tidak langsung dapat menjadi bagian yang penyelesaian sengketa, namun
harus diperhatikan oleh pihak BPSK Kota demikian hasil keputusan seluruhnya
Bogor dalam proses penyelesaian diserahkan kepada para pihak.
sengketanya. 2. Melalui metode arbitrase yaitu dalam
Berdasarkan penelitian, diperoleh penyelesaian sengketa konsumen di
jumlah pengaduan sengketa konsumen luar pengadilan melalui cara ini,
yang telah masuk di BPSK Kota Bogor pelaksanaannya berbeda dengan cara
cukup banyak dan dengan berbagai macam mediasi dan konsiliasi. Majelis
pengaduan yang ada antara lain: ada yang bertindak aktif untuk mendamaikan
bersifat konsultasi, tetapi ada juga yang
pengaduannya tersebut selanjutnya
6 Ibid.
160 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

para pihak yang bersengketa. Bilamana Nomor 8 Tahun 1999 tentang


tidak tercapai kesepakatan, cara Perlindungan Konsumen?
persuasif tetap dilakukan dengan
memberi penjelasan kepada para pihak METODE PENELITIAN
yang bersengketa perihal peraturan Metode penelitian yang digunakan
perundang-undangan di bidang dalam penelitian ini adalah pendekatan
perlindungan konsumen. Keputusan yuridis normatif, yaitu hukum
atau kesepakatan dalam penyelesaian dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas
sengketa sepenuhnya menjadi atau dogma-dogma/yurisprudensi.
wewenang majelis.
3. Melalui metode konsiliasi yaitu dalam PEMBAHASAN
penyelesaian sengketa konsumen di
A. OPTIMALISASI BADAN
luar pengadilan melalui cara ini, bahwa
PENYELESAIAN SENGKETA
majelis berupaya untuk mendamaikan
KONSUMEN (BPSK) TERHADAP
para pihak yang bersengketa, jika
SENGKETA PINJAMAN KREDIT
melalui cara ini majelis hanya
KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA
bertindak sebagai konsiliator (pasif).
BOGOR DAN KABUPATEN BOGOR
Hasil penyelesaian sengketa konsumen
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
tetap berada di tangan para pihak.
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
Pemilihan metode penyelesaian
PERLINDUNGAN KONSUMEN
sengketa dengan cara mediasi atau
konsiliasi atau arbitrase sepenuhnya Dalam era globalisasi, dunia seakan
diserahkan kepada para pihak yang menuju pada satu sistem yakni sistem
bersengketa untuk memperoleh keputusan suatu negara yang dominan. Dinamika
atau kesepakatan untuk menentukan baik kebijakan perekonomin negara-negara di
bentuk maupun jumlah ganti rugi yang dunia tidak dapat dilepaskan pada pusaran
harus diterima oleh konsumen, dengan arah tersebut. Negara-negara yang dulunya
kesepakatan yang akan dituangkan dalam memiliki sistem perekonomian sosialis saat
perjanjian tertulis dan ditandatangani oleh ini mengarah pada liberalis-kapitalis.
kedua belah pihak yang bersengketa, Dalam pergolakan dinamika seperti ini,
sebagai bukti untuk pembuatan berita setiap negara harus mampu mengambil
acara oleh panitera Badan Penyelesaian sikap kalau tidak ingin terbawa dan
Sengketa Konsumen. terseret arus globalisasi. Namun menarik
Berdasarkan latar belakang masalah di apa yang dikemukakan oleh George Soros,
atas, maka penulis dapat mengidentifikasi bahwa sistem kapitalisme global yang
masalah sebagai berikut: berlaku sekarang adalah bentuk
1. Bagaimana optimalisasi Badan menyimpang (distorsi) dari masyarakat
Penyelesaian Sengketa Konsumen terbuka. Sistem kapitalis tersebut terlalu
(BPSK) terhadap sengketa pinjaman banyak memberi bobot pada motif profit
kredit kendaraan bermotor di Kota dan persaingan tapi gagal melindungi
Bogor dan Kabupaten Bogor kepentingan umum melalui pembuatan
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 keputusan kooperatif.7
Tahun 1999 tentang Perlindungan Dalam konteks pembangunan hukum
Konsumen? ekonomi, termasuk hukum perlindungan
2. Bagaimana faktor penghambat dalam konsumen sebagai salah satu bagiannya,
optimalisasi Badan Penyelesaian yang mendasarkan pada aturan dasar
Sengketa Konsumen (BPSK) terhadap
sengketa pinjaman kredit kendaraan
bermotor di Kota Bogor dan Kabupaten 7 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah

Bogor berdasarkan Undang-undang Sosiologis, Semarang: Badan Penerbit UNDIP,


2011, Hlm. 15.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 161

(politik hukum dasar) UUD 1945, yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD
perundang-undangan yang sudah, sedang 1945.
dan akan disusun harus berlandaskan pada Hasil evaluasi Badan Perlindungan
nilai-nilai Pancasila. Sehingga harus Konsumen Nasional (BPKN) tahun 2017
terdapat koherensi, konsistensi, dan menyebutkan adanya kekurangan yang
korespondensi antara perundang- terkandung di dalam UUPK sehingga
undangan yang akan disusun, dengan nilai- menjadi hambatan dalam penerapan dan
nilai yang terkandung dalam Pancasila. penegakan UUPK. Hambatan yang
Koherensi diartikan kepaduan makna. dimaksud antara lain:8
Konsistensi dapat diartikan tidak a. Pengertian konsumen akhir yang tidak
mengandung kontradiksi. Norma yang jelas, sehingga menimbulkan beragam
dibuat dalam perundang-undangan tidak penafsiran dalam penerapan dan
mengandung kontradiksi dengan nilai-nilai penegakan UUPK;
Pancasila. Sedangkan korespondensi yaitu b. Penyamaan pengertian kata
adanya hubungan antara peraturan yang ‘memproduksi’ dan
satu dengan yang lain, termasuk peraturan ‘memperdagangkan’ yang memiliki
yang lebih tinggi tingkatnya. Koherensi dan pengertian dan jenis tanggung jawab
korespondensi terhadap produk undang- hukum yang berbeda, sehingga terjadi
undang merupakan sarana bagi kekisruhan dalam penerapan dan
terwujudnya kesesuaian produk tersebut penegakan UUPK;
dengan dasar/falsafah negara Pancasila c. Pengertian klausula baku yang tidak
dan fakta empiris masyarakat Indonesia. jelas dan pengaturan akibat hukum
Hukum perlindungan konsumen penggunaan klausula baku yang keliru,
sebagai bagian dari hukum ekonomi, perlu sehingga menimbulkan beragam
mendapatkan perhatian serius dari negara penafsiran dalam penerapan dan
mengingat tantangan di era global yang penegakan UUPK;
semakin kuat. Globalisasi menjadikan d. Ketidakjelasan pengaturan koordinasi
kegiatan-kegiatan ekonomi semakin antar berbagai instansi penegak hukum
beragam dan melewati batas-batas yang terlibat dalam penegakan UUPK,
teritorial negara. Kegiatan investasi, yaitu antar Departemen terkait, Badan
industri dan perdagangan dengan mudah Penyelesaian Sengketa Konsumen
masuk ke suatu negara, tidak terkecuali (BPSK), Kepolisian, Kejaksaan, dan
Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang Pengadilan;
sangat besar, Indonesia dipandang sebagai e. BPSK tidak diberi wewenang untuk
pasar yang sangat potensial untuk mengeksekusi putusannya, melainkan
memasarkan produk barang atau jasa. harus dimintakan fiat eksekusi pada
Di sisi lain, kondisi masyarakat pengadilan negeri;
(konsumen) Indonesia sangat heterogen f. Walaupun putusan BPSK bersifat final
baik dari segi pendidikan, kemampuan dan mengikat (final and binding),
ekonomi, maupun tingkat kesadaran ternyata UUPK memberi peluang
hukumnya. Tugas utama pengemban kepada para pihak yang tidak
hukum, baik dalam aras legislasi, yudikasi menerima putusan BPSK untuk
maupun eksekusi, adalah mengidentifikasi mengajukan keberatan atas putusan
dan mewujudkan suatu bonum commune. tersebut ke pengadilan negeri;
Tujuan dan kebaikan bersama seluruh g. Badan Perlindungan Konsumen
rakyat Indonesia telah dirumuskan dalam Nasional (BPKN) hanya berfungsi
Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya sebagai badan penasehat (advisory
diperlukan pembangunan sistem hukum body), sehingga tidak memiliki fungsi
perlindungan konsumen yang kuat dengan
didukung dengan politik hukum ekonomi
8 Ibid.
162 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

koordinatif dalam penerapan dan yaitu berkenaan dengan efektivitas


penegakan UUPK. (wirksampkeit) dari kaidah hukum.
Tantangan lain yang perlu mendapat Sedangkan Bruggink menyebutnya sebagai
perhatian adalah kemampuan UUPK dalam ‘keberlakukan empiris atau faktual’ yaitu
menghadapi arus globalisasi dan/atau jika para warga masyarakat untuk siapa
regionalisasi yang semakin sukar dihindari. kaidah hukum itu berlaku, mematuhi
Bagaimana ke depan UUPK akan mengatur kaidah hukum itu.
tentang keberlakuan UUPK di dalam Dalam konteks efektivitas hukum,
wilayah Hukum Negara RI dan di luar menarik untuk diperhatikan pendapat dari
wilayah Hukum Negara RI bagi konsumen Paul dan Dias sebagaimana dikutip oleh
dan pelaku usaha warga negara Indonesia. Esmi Warassih yang mengajukan 5 syarat
Keberlakuan UUPK di dalam wilayah sebagai berikut:9
Hukum Negara RI didasarkan pada asas 1. Mudah tidaknya makna aturan-aturan
non diskriminasi atau asas persamaan, hukum itu untuk ditangkap dan
sehingga tidak terdapat perbedaan dipahami;
keberlakuan UUPK bagi konsumen 2. Luas tidaknya kalangan di dalam
dan pelaku usaha asing yang berada di masyarakat yang mengetahui isi
Indonesia, maupun konsumen dan pelaku aturan-aturan hukum yang
usaha warga negara Indonesia yang berada bersangkutan;
di Indonesia. Keberlakuan UUPK bagi 3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi
konsumen dan pelaku usaha Indonesia aturan-aturan hukum;
yang berada di luar wilayah Hukum Negara 4. Adanya mekanisme penyelesaian
RI, harus mengantisipasi terwujudnya sengketa yang tidak hanya mudah
ASEAN Communities. Antisipasi tersebut dijangkau dan dimasuki oleh setiap
dapat dilakukan dengan mencantumkan warga masyarakat, melainkan juga
suatu kaidah penunjuk, manakala ASEAN harus cukup efektif dalam
Communities kelak mengatur penyelesaian menyelesaikan sengketa-sengketa;
perselisihan hukum (conflict of laws) 5. Adanya anggapan dan pengakuan yang
melalui salah satu cara, yaitu melalui merata di kalangan warga masyarakat
pilihan hukum atau harmonisasi. bahwa aturan-aturan dan pranata-
Berkenaan dengan penyelesaian pranata hukum itu memang
sengketa konsumen yang dilakukan melalui sesungguhnya berdaya kemampuan
BPSK sebagaimana telah diuraikan dalam yang efektif.
pembahasan sebelumnya, dapat Secara substansial, persyaratan yang
dikemukakan adanya berbagai kekurangan diajukan oleh Paul dan Dias tersebut sesuai
atau kelemahan. Dalam konteks sengketa untuk diterapkan dalam upaya optimalisasi
konsumen yang tidak jarang nilai secara BPSK, dalam kerangka pembangunan
finansial kecil, proses penyelesaian yang sistem hukum perlindungan konsumen.
lama, birokratis dan tidak murah tentu jauh Pertama, dari aspek substansi aturan,
dari nilai keadilan dan kemanfaatan UUPK beserta seluruh aturan
terutama bagi konsumen. Oleh karenanya pelaksanaannya perlu ditinjau ulang
diperlukan optimalisasi melalui upaya terutama pengaturan tentang mekanisme
perubahan terhadap konsep, sistem hukum penyelesaian sengketa konsumen agar
dan implementasi peran BPSK sebagai tidak bersifat kaku, sempit dan inkonsisten
lembaga alternatif penyelesaian sengeta tanpa memperhatikan hukum yang hidup
konsumen di luar pengadilan. Sistem dalam masyarakat. Apabila diletakkan
hukum yang tidak efektif tentu berakibat dalam konteks sistem hukum Friedman,
pada terhambatnya tujuan hukum yang materi UUPK ini adalah subsistem
akan dicapai. Meuwissen menyebutnya
sebagai ‘keberlakuan sosial atau faktual’
9 Ibid, Hlm. 19.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 163

substance, yaitu peraturan dan ketentuan pandangan Satjipto Rahardjo, untuk


mengenai bagaimana institusi-institusi mewujudkan tujuan hukum diperlukan
harus berperilaku. Dimungkinkannya organisasi yang memiliki otonomi agar
pelaku usaha mengajukan keberatan atas dapat menjalankan fungsinya. Otonomi
putusan BPSK ke Pengadilan Negeri serta tersebut diperlukan agar dapat mengelola
perlunya penetapan eksekusi dari sumber-sumber daya yang terdiri dari (a)
Pengadilan Negeri, selain tidak konsisten sumber daya manusia, (b) sumber daya
dengan sifat putusan BPSK yang final dan fisik, (c) sumber daya keuangan, (d)
mengikat, sejatinya juga tidak sejalan sumber daya lainnya.10 Dalam konteks
dengan tujuan pembentukan BPSK yakni sistem hukum Friedman, kelembagaan
menyelesaikan sengketa secara BPSK ini adalah subsistem structure yang
musyawarah untuk mencapai mufakat. disebut sebagai kerangka badan (skeleton),
Kultur hukum masyarakat Indonesia pada tubuh institusional dari sistem tersebut
dasarnya didominasi oleh kultur (the institutional body of the system),
penyelesaian sengketa dengan cara tulang-tulang keras (rigid bones) yang
mengelola sendiri sengketa tersebut, yaitu menjaga agar proses mengalir dalam batas-
secara musyawarah untuk mencapai batasnya (keep the process flowing withing
mufakat. Penyelesaian sengketa dengan bounds). Oleh karena itu BPSK harus
cara musyawarah untuk mencapai mufakat didorong menjadi lembaga penyelesaian
dapat dilakukan apabila para pihak berada sengketa konsumen di luar pengadilan
dalam kesetaraan, sehingga tidak yang kuat dan dapat dipercaya.
diperlukan campur tangan pihak ketiga. Ketiga, menyangkut cara penerapan
Cara penyelesaian sengketa secara hukum anggota BPSK perlu terus didorong
musyawarah untuk mencapai mufakat agar tidak terjebak pada cara-cara
dapat mengurangi rasa permusuhan di berhukum yang sangat legal-positivistik.
antara para pihak yang bersengketa. Kultur Anggota BPSK perlu memiliki pandangan
dan cara penyelesaian sengketa yang ‘skeptisisme peraturan’ seperti
demikian sesuai dengan nilai-nilai luhur dikemukakan oleh Hart. Hal ini disebabkan
yang terkandung dalam Pancasila, antara karakteristik sengketa konsumen
lain nilai kekeluargaan dan musyawarah. seringkali bersifat khas dan kompleks
Berdasarkan pandangan-pandangan sehingga memerlukan cara penyelesaian
tersebut, pengaturan tentang penyelesaian yang tidak kaku dan terbelenggu bunyi
sengketa konsumen melalui BPSK harus undang-undang, apalagi dengan substansi
diarahkan pada penyelesaian secara UUPK yang terbatas dan beberapa di
musyawarah sebagai kultur dasar antaranya bermasalah. Dalam hal ini
masyarakat Indonesia. Putusan BPSK yang menarik untuk diperhatikan pandangan
didasarkan pada hasil musyawarah harus Satjipto Rahardjo tentang Hukum Progresif.
ditegaskan bersifat final dan mengikat Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa
serta dapat langsung dieksekusi. Hukum Progresif mengangkat faktor
Kedua, dari aspek kelembagaan. manusia penegak hukum sebagai penentu
Konsep BPSK sebagai small claim penting dalam jalannya hukum. Hukum
tribunal/small claim court yang harus Progresif tidak melihat cara berhukum
dibentuk di seluruh kota/kabupaten harus sebagai sesuatu yang ‘datar’, melainkan
dikembalikan pada roh utama lembaga mengandung muatan modalitas yang kuat.
tersebut. BPSK merupakan perpaduan Modalitas tersebut adalah compassion,
antara lembaga ADR (alternative dispute emphaty, sincerety, dan dare. Sebagai
resolution)/Alternatif Penyelesaian konsekuensi dari pardigma ‘hukum untuk
Sengketa (APS) yang simpel dan fleksibel,
dan lembaga Pengadilan yang memiliki 10 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu

otoritas dalam membuat putusan. Dalam Tinjauan Yuridis, Yogyakarta: Genta Publishing,
2009, Hlm. 23.
164 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

manusia’, maka penegakan hukum tidak PENYELESAIAN SENGKETA


boleh bersifat datar-datar saja, melainkan KONSUMEN (BPSK) TERHADAP
penuh dengan keterlibatan nurani untuk SENGKETA PINJAMAN KREDIT
melindungi dan melayani manusia. Oleh KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA
karenanya penulis mengusulkan agar BOGOR DAN KABUPATEN BOGOR
akademisi hukum menjadi salah satu unsur BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
dalam keanggotaan BPSK, agar dapat NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
memberikan perspektif yang lebih luas PERLINDUNGAN KONSUMEN
dalam memandang hukum bukan hanya
yang tertulis dalam undang-undang saja Hak dan kewajiban konsumen dan
(law as what in the books), melainkan juga pelaku usaha telah diatur dalam UUPK.
hukum sebagai realitas yang hidup dalam Pada praktek transaksional antara
masyarakat (law in action).11 konsumen dengan pelaku usaha masih
Keempat, menyangkut budaya sering ditemukan terjadi pelanggaran
hukum/kultur hukum. Friedman dalam terhadap hak-hak konsumen. Beberapa
buku On Legal Development sebagaimana contoh kasus sebagaimana telah diuraikan
dikutip oleh Satjipto Rahardjo menjelaskan pada latar belakang masih terus terjadi
bahwa kultur hukum dirumuskan sebagai sampai saat ini. Apabila demikian
sikap-sikap dan nilai-nilai yang kondisinya, potensi sengketa antara
berhubungan dengan hukum bersama- konsumen dengan pelaku usaha akan
sama dengan sikap-sikap dan nilai-nilai terbuka lebar. Meskipun telah diterbitkan
yang berkait dengan tingkah laku yang UUPK, hal ini bukan berarti masalah
berhubungan dengan hukum dan lembaga- perlindungan terhadap konsumen sudah
lembaganya, baik secara positip maupun selesai, khususnya dalam penyelesaian
negatip. Sementara dalam buku The Legal sengketa antara konsumen dengan pelaku
System, Friedman menyebut legal culture usaha. Dalam hal ini hukum harus dilihat
sebagai kekuatan-kekuatan sosial yang sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga
menggerakkan hukum (social forces are komponen sebagaimana dikemukakan oleh
constantly at work on the law), dan Lawrence M. Friedman, yakni legal
merupakan elemen sikap dan nilai sosial substance (aturan-aturan dan norma-
(the element of social attitude and value). norma), legal structure (institusi atau
Dalam hubungan dengan pranata yang penegak hukum), dan legal culture (budaya
akan dipakai oleh suatu masyarakat dalam hukum meliputi ide, sikap, kepercayaan,
menyelesaikan sengketa, Chambliss harapan dan pandangan). Ketiga komponen
mengemukakan bahwa apabila tujuannya dalam sistem hukum tersebut saling terkait
adalah hendak merukunkan para pihak dan sangat mempengaruhi bekerjanya
yang bersengketa, maka lebih ditekankan hukum.13
pada cara-cara mediasi dan kompromi. Menurut Az. Nasution, sengketa
Dengan demikian, baik konsumen maupun konsumen merupakan sengketa antara
pelaku usaha harus terus didorong dan konsumen dengan pelaku usaha (publik
diyakinkan bahwa BPSK merupakan atau privat) tentang produk konsumen,
alternatif penyelesaian sengketa yang adil, barang dan/atau jasa konsumen tertentu.
efektif dan efisien.12 Sedangkan Shidarta mengemukakan bahwa
sengketa konsumen pada dasarnya
B. FAKTOR PENGHAMBAT DALAM merupakan sengketa berkenaan dengan
OPTIMALISASI BADAN pelanggaran hak-hak konsumen, yang

11 Satjipto Rahardjo, Menggagas Hukum Progresif

Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, Hlm. 13 Lawrence M. Friedman, The Legal System. A

57. Social Science Perspective, New York: Russell Sage


12 Ibid., Hlm. 58. Foundation, 1975, P. 19.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 165

lingkupnya mencakup segi hukum Penyelesaian sengketa melalui instansi


keperdataan, pidana maupun tata negara.14 yang berwenang dapat dilakukan dengan:16
UUPK sendiri tidak memberikan a. Mengadukan atau melaporkan perihal
batasan secara eksplisit tentang pengertian ganggunan atas kepentingan
sengketa konsumen, namun istilah konsumen melalui instansi pemerintah
‘sengketa konsumen’ dapat ditemukan terkait, yang berdasarkan hukum
pada beberapa bagian dari UUPK, yaitu: publik mempunyai kewenangan
1. Penyebutan sengketa konsumen administratif terhadap perusahaan-
sebagai bagian dari sebutan institusi perusahaan dalam lingkup
administrasi negara yang mempunyai wewenangnya.
kewengan menyelesaikan sengketa b. Memasukkan gugatan perdata ganti
antara pelaku usaha dengan konsumen, rugi karena ingkar janji atau perbuatan
dalam hal ini Badan Penyelesaian melawan hukum, tergantung dari
Sengketa Konsumen (BPSK), yang hubungan konsumen dengan pelaku
terdapat dalam Pasal 1 angka 11 jo. perbuatan yang merugikannya, kepada
Bab XI UUPK; pengadilan yang berwenang.
2. Penyebutan sengketa konsumen Ketika terjadi sengketa konsumen,
menyangkut tata cara atau prosedur salah satu elemen dalam perlindungan
penyelesaian sengketa terdapat pada konsumen adalah penyelesaian sengketa
Bab X tentang Penyelesaian Sengketa. konsumen yang adil. Pasal 4 UUPK
Pada bab ini digunakan penyebutan menyatakan bahwa konsumen berhak
sengketa konsumen secara konsisten mendapatkan advokasi, perlindungan dan
yaitu Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 upaya penyelesaian sengketa secara patut.
UUPK. Pasal 23 UUPK secara tegas mengatur
Bernadette M. Waluyo menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen
bahwa pengertian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui jalur litigasi
memang tidak secara tegas terdapat dalam (pengadilan) maupun non litigasi (di luar
UUPK namun dapat disimpulkan dari pengadilan). Setiap konsumen yang
ketentuan Pasal 23 UUPK.15 Sengketa dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
konsumen terjadi apabila pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas
menolak dan/atau tidak memberi menyelesaikan sengketa antara konsumen
tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti dan pelaku usaha, atau melalui peradilan
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana yang berada di lingkungan peradilan
diatur dalam Pasal 19 UUPK. Dengan umum. Penyelesaian sengketa konsumen
demikian pengertian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
adalah sengketa antara konsumen dengan luar pengadilan berdasarkan pilihan
pelaku usaha karena pelaku usaha sukarela para pihak yang bersengketa.
menolak, dan/atau tidak memberikan Apabila telah dipilih upaya
tanggapan, dan/atau tidak memenuhi ganti penyelesaian sengketa konsumen di luar
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana pengadilan, gugatan melalui pengadilan
diatur dalam Pasal 19 UUPK. hanya dapat ditempuh apabila upaya
Menurut Az. Nasution, penyelesaian tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
sengketa konsumen dapat dilakukan salah satu pihak atau oleh para pihak yang
melalui cara-cara perdamaian atau bersengketa (Pasal 45 ayat (4)). Ketentuan
musyawarah (mediasi) maupun melalui pasal ini memungkinkan mengajukan
lembaga (instansi) yang berwenang. gugatan melalui pengadilan ketika
penyelesaian melalui BPSK dianggap tidak
berhasil. Persoalannya justru pada frasa
14Az. Nasution, Op.Cit., Hlm. 55.
15Bernadette M. Waluyo, Hukum Perlindungan
Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, 1997, Hlm. 11. 16 Az. Nasution, Op.Cit., Hlm. 56.
166 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

‘tidak berhasil’, karena bisa disalahgunakan (eigenrichting) yang justru menimbulkan


oleh pihak yang merasa dirugikan dengan sengketa baru.
putusan BPSK lalu secara sepihak Namun demikian, Pasal 10 ayat (2) UU
menyatakan penyelesaian melalui BPSK Kekuasaan Kehakiman menentukan,
‘tidak berhasil’. “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian
dapat dilakukan oleh: (a) seorang perkara perdata secara perdamaian”.
konsumen yang dirugikan atau ahli waris Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2)
yang bersangkutan; (b) sekelompok ini, pihak-pihak yang bersengketa
konsumen yang mempunyai kepentingan dibenarkan menurut hukum untuk
yang sama; (c) lembaga perlindungan menyelesaikan sengketanya tanpa harus
konsumen swadaya masyarakat yang melalui badan peradilan negara sepanjang
memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan menggunakan pranata/lembaga
hukum atau yayasan, yang dalam anggaran perdamaian. Penyelesaian sengketa secara
dasarnya menyebutkan dengan tegas perdamaian dapat dilakukan langsung oleh
bahwa tujuan didirikannya organisasi pihak-pihak yang sengketa maupun dengan
tersebut adalah untuk kepentingan perantaraan pihak ketiga yang netral
perlindungan konsumen dan telah (mediator).
melaksanakan kegiatan sesuai dengan Penyelesaian sengketa konsumen yang
anggaran dasarnya; (d) pemerintah dilakukan di luar pengadilan,
dan/atau instansi terkait apabila barang diselenggarakan untuk mencapai
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau kesepakatan mengenai bentuk dan
dimanfaatkan mengakibatkan kerugian besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
materi yang besar dan/atau jumlah korban tindakan tertentu untuk menjamin tidak
yang tidak sedikit. Gugatan yang diajukan akan terjadi kembali atau tidak akan
oleh sekelompok konsumen, lembaga terulang kembali kerugian yang diderita
perlindungan konsumen swadaya konsumen (Pasal 47). Ketentuan ini
masyarakat atau pemerintah diajukan mengarah pada penyelesaian dengan
kepada peradilan umum (Pasal 46 ayat mekanisme konsiliasi dan mediasi karena
(2)). Ini artinya gugatan tersebut tidak bertujuan untuk mencapai kesepakatan.
dapat diajukan melalui BPSK, atau juga Hal ini rancu apabila dikaitkan dengan
dapat dikatakan bahwa BPSK hanya penyelesaian sengketa konsumen melalui
menerima gugatan dari seorang konsumen BPSK, karena di dalam BPSK selain
atau ahli warisnya. Jadi gugatan yang konsiliasi dan mediasi juga dimungkinkan
diajukan oleh seorang konsumen atau ahli mekanisme arbitrase.
warisnya dapat diajukan baik melalui Badan Penyelesaian Sengketa
peradilan umum maupun BPSK. Konsumen membentuk majelis dalam
Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun jumlah ganjil dan sedikit-dikitnya 3 orang,
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta dibantu oleh seorang panitera (Pasal
menentukan: “Pengadilan dilarang 54 ayat (1) dan (2)) untuk menangani dan
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan sengketa konsumen. BPSK
memutus suatu perkara yang diajukan wajib mengeluarkan putusan paling lambat
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau dalam waktu 21 hari kerja setelah gugatan
kurang jelas, melainkan wajib untuk diterima (Pasal 55), dan putusan tersebut
memeriksa dan mengadilinya”. Ketentuan bersifat final dan mengikat (Pasal 54 ayat
ini mengandung asas bahwa penyelesaian (3)). Dalam Penjelasan Pasal 54 ayat (3)
sengketa harus dilakukan badan peradilan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
negara. Hal ini dimaksudkan untuk putusan majelis bersifat final adalah bahwa
menghindari penyelesaian sengketa dalam BPSK tidak ada upaya banding dan
dengan cara main hakim sendiri kasasi.
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 167

Berdasarkan Pasal 40 Keputusan setelah batas waktu mengajukan keberatan


Menteri Perindustrian dan Perdagangan dilampaui. Namun apabila pelaku usaha
No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang tetap tidak menjalankan kewajibannya
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan tersebut, maka BPSK menyerahkan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, putusan putusan tersebut kepada penyidik untuk
BPSK dapat berupa: (a) perdamaian; (b) melakukan penyidikan sesuai dengan
gugatan ditolak; atau (c) gugatan ketentuan perundang-undangan yang
dikabulkan. Dalam hal gugatan dikabulkan, berlaku.
amar dalam amar putusan ditetapkan Pasal 54 dan 57 UUPK serta Pasal 42
kewajiban yang harus dilakukan oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan
pelaku usaha yakni berupa : Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001
a. Pemenuhan ganti rugi yang dapat tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
berupa (a) pengembalian uang; (b) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
pengantian barang dan/atau jasa yang menyatakan bahwa putusan BPSK
sejenis atau setara nilainya; atau (c) merupakan putusan yang bersifat final dan
perawatan kesehatan dan/atau telah mempunyai kekuatan hukum yang
pemberian santunan; dan/atau tetap, dan terhadap putusan tersebut
b. Sanksi administratif berupa penetapan dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK
ganti rugi paling banyak Rp kepada Pengadilan Negeri di tempat
200.000.000 (dua ratus juta rupiah). konsumen dirugikan. Ketentuan tentang
Setelah persidangan selesai dan majelis permintaan penetapan eksekusi ini,
telah mengeluarkan putusan, Ketua BPSK menurut R. Subekti, sebagai konsekuensi
memberitahukan putusan majelis secara arbitrase sebagai peradilan swasta. Namun
tertulis kepada alamat konsumen dan permohonan penetapan eksekusi ini hanya
pelaku usaha yang bersengketa selambat- terhadap putusan arbitrase yang tidak
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak dilaksanakan secara sukarela oleh salah
putusan dibacakan. Dalam waktu 14 satu pihak.17
(empat belas) hari kerja terhitung sejak Pelaku usaha wajib melaksanakan
putusan BPSK diberitahukan, konsumen putusan BPSK paling lambat 7 hari kerja
dan pelaku usaha yang bersengketa wajib sejak menerima putusan tersebut (Pasal 56
menyatakan menerima atau menolak ayat (1)). Tetapi, para pihak dapat
putusan BPSK. Pelaku usaha atau mengajukan keberatan kepada Pengadilan
konsumen yang menolak putusan BPSK Negeri paling lambat 14 hari kerja setelah
dapat mengajukan keberatan kepada menerima pemberitahuan putusan
Pengadilan Negeri selambat-lambatnya tersebut. Apabila ada pihak yang
dalam waktu 14 (empat belas) hari mengajukan keberatan, maka Pengadilan
terhitung sejak putusan BPSK Negeri wajib mengeluarkan putusannya
diberitahukan. Apabila pelaku usaha dalam waktu paling lambat 21 hari sejak
menyatakan menerima putusan BPSK, menerima keberatan. Terhadap putusan
maka pelaku usaha wajib melaksanakan pengadilan tingkat pertama tersebut, para
putusan tersebut selambat-lambatnya pihak masih dapat mengajukan upaya
dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak hukum kasasi ke Mahkamah Agung dalam
menyatakan menerima putusan BPSK. waktu 14 hari, dan Mahkamah Agung wajib
Sedangkan apabila pelaku usaha mengeluarkan putusan paling lambat 30
menolak putusan BPSK tetapi tidak hari sejak menerima permohonan kasasi.
mengajukan keberatan sampai batas waktu Dimungkinkannya upaya hukum
pengajuan keberatan terlampaui, maka banding dan kasasi dalam proses
pelaku usaha dianggap menerima putusan penyelesaian sengketa konsumen melalui
dan wajib melaksanakan putusan tersebut
selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja
17 R. Subekti, Op.Cit., Hlm. 17.
168 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

BPSK menunjukkan adanya inkonsistensi, Pembentukan BPSK menurut UUPK


yakni ketidakkonsistenan antara menjadi tanggung jawab pemerintah.
Penjelasan Pasal 54 ayat (3) dengan Menurut pandangan William B. Chambliss
rumusan Pasal 58 UUPK. Penjelasan Pasal dan Robert B. Seidman, tindakan apapun
54 ayat (3) menyatakan bahwa yang yang akan diambil baik oleh pembuat
dimaksud dengan putusan majelis (BPSK) undang-undang, pemegang peran serta
bersifat final adalah bahwa dalam BPSK lembaga-lembaga penegak hukum selalu
tidak ada upaya banding atau kasasi. Akan berada dalam kompleksitas kekuatan-
tetapi, Pasal 58 UUPK menyatakan bahwa kekuatan sosial, ekonomi, politik, budaya
terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dan sebagainya. Pengaruh-pengaruh
memeriksa keberatan dari pihak yang tersebut telah dimulai sejak pembentukan
mengajukan keberatan, dapat diajukan undang-undang sampai pada penegakan
kasasi ke Mahkamah Agung. dan penerapan sanksi. Dengan kata lain
Dalam konteks penerapan hukum, sifat ketergantungan terhadap pemerintah
pengaruh kekuatan-kekuatan sosial tidak dalam hal pembentukan BPSK sangat
dapat dihindari. Gustav Radbruch tinggi. Berbagai pengaruh ekonomi, sosial,
mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) politik dan budaya memiliki andil dalam
nilai dasar hukum, yaitu keadilan, pengambilan keputusan pemerintah.
kegunaan (kemanfaatan) dan kepastian BPSK merupakan salah satu
hukum. Hubungan ketiga nilai tersebut institusi/lembaga penting yang bertugas
merupakan suatu ketegangan satu untuk menyelesaikan sengketa konsumen
terhadap yang lain (spannungsverhaltnis). di luar Pengadilan. Apabila hukum
Ketentuan UUPK tentang sifat putusan dipandang sebagai institusi, Paul Bohanan
BPSK yang inkonsisten tentu menimbulkan sebagaimana dikutip oleh Lawrence F.
ketidakpastian hukum. Ketidakpastian Friedman menyatakan bahwa “...that legal
hukum ini berimbas pada nilai keadilan institution are the essence of law. An
dan kemanfaatan, terutama bagi istitution is legal if people in a society use it
konsumen. Nilai kemanfaatan akan to settle dispute...” Pendapat ini ingin
mengarahkan hukum pada pertimbangan menegaskan bahwa institusi-
kebutuhan masyarakat pada suatu hal institusi/lembaga-lembaga hukum
tertentu, sehingga hukum benar-benar merupakan pilar penting dari hukum itu
mempunyai peranan yang nyata bagi sendiri, apalagi lembaga-lembaga hukum
masyarakat. yang mempunyai wewenang untuk
Salah satu fungsi sistem hukum yang menyelesaikan sengketa dalam
dikemukakan oleh Friedman adalah masyarakat. Apabila justru pemerintah
sebagai “the settlement of dispute”, sendiri yang ‘membangkang’ dari perintah
menyelesaikan sengketa yang timbul dalam undang-undang tentu tidak bisa dipahami
masyarakat. Mendasarkan pada pendapat secara akal sehat. Undang-Undang
ini, maka interaksi antara UUPK, Perlindungan Konsumen jelas bertujuan
pemerintah dan BPSK serta kesempatan untuk memberikan perlindungan kepada
bagi konsumen utuk menyelesaikan konsumen, tetapi pemerintah yang
sengketanya melalui BPSK menjadi sebuah bertanggungjawab terhadap hal tersebut
sistem dalam ‘melaksanakan’ hukum. justru abai.
Ketidaksempurnaan atau ketiadaan salah Situasi yang melingkupi saat
satu sub sistem, dalam hal ini BPSK, tentu penyusunan UUPK dapat dijelaskan dengan
akan mengganggu berjalannya sistem menggunakan hubungan sibernetik yang
tersebut secara keseluruhan. Akibatnya dikembangkan dari peta Talcott Parsons.
tujuan hukum yang diharapkan tidak akan Hubungan sibernetik menjelaskan bahwa
tercapai. sub sistem ekonomi memiliki tingkat
energi tinggi yang akan mempengaruhi
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 169

(mengkondisikan) sub sistem politik, sosial pasal UUPK justru saling bertentangan,
dan budaya. Ketika hukum merupakan misalnya ketentuan Pasal 54 ayat (3) yang
bagian dari sub sistem soaial maka hukum menyatakan bahwa putusan BPSK bersifat
akan sangat dipengaruhi oleh sub sistem final dan mengikat tetapi dalam Pasal 58
ekonomi dan politik. Hubungan sibernetik memberikan ruang bagi pihak yang tidak
antara sub-sub sistem dalam masyarakat puas terhadap putusan BPSK dapat
berlangsung melalui proses arus informasi mengajukan keberatan ke Pengadilan
dari sub sistem dengan tingkat informasi Negeri dan bahkan bisa mengajukan kasasi
tinggi kepada yang rendah. Sebaliknya, sub ke Mahkamah Agung.
sistem dengan tingkat informasi yang lebih Kendala sumber daya meliputi baik
tinggi justru dikondisikan oleh sub sistem sumber daya manusia maupun
yang lebih rendah kemampuannya untuk infrastruktur dan anggaran. Sebagian besar
memberikan informasi. Budaya merupakan anggota BPSK masih berpegang pada cara
sub sistem dengan tingkat informasi tinggi berhukum yang legal-positivistik, sangat
yang berfungsi mengontrol sub sistem di kaku dan normatif-sempit dalam membaca
bawahnya, yaitu sub sistem sosial, politik teks undang-undang. Hart menggunakan
dan ekonomi. Sebaliknya ekonomi istilah ‘skeptisisme-peraturan’ untuk
merupakan sub sistem yang memiliki menjelaskan bahwa peraturan yang
tingkat energi tinggi yang mempengaruhi berlaku masih harus diragukan. Oleh
kondisi sub sistem di atasnya yaitu sub karenanya, dalam setiap sistem hukum
sistem politik, sosial dan budaya. terbuka ruang yang luas untuk melakukan
Peta Parsons tersebut dikembangkan diskresi bagi para petugas hukum agar
lebih lanjut oleh Harry C. Bredemeier yang standar-standar yang awalnya kabur
menjelaskan bahwa sistem hukum menjadi pasti dalam menyelesaikan
(pengadilan) memiliki fungsi adaptif dan ketidakpastian undang-undang, atau dalam
proses pengintegrasian berbagai menjabarkan dan memerinci peraturan-
kepentingan. Benturan kepentingan di peraturan yang isinya hanya secara garis
berbagai bidang memberikan isyarat besar. Dalam penyelesaian sengketa
kepada sub sistem sosial (diwakili oleh konsumen, dimana posisi konsumen
hukum/pengadilan) agar sengketa yang biasanya sangat lemah dan berhadapan
terjadi diselesaikan. Luaran dari dengan pelaku usaha yang kuat, aspek-
penyelesaian ini berupa penertiban aspek nonyuridis seperti aspek ekonomi,
terhadap hubungan kepentingan yang tidak aspek psikologi dan aspek budaya sangat
serasi, sehingga kepentingan yang penting untuk diperhatikan.
berbenturan bisa diorganisasi kembali Berkenaan dengan aspek infrastruktur
menjadi tertib. Pengorganisasian ini bisa dan anggaran, dalam praktek hal ini sangat
berupa penegasan mengenai hak-hak, tergantung pada pemerintah daerah
kewajiban-kewajiban, pertanggunjawaban, (kota/kabupaten) masing-masing karena
penggantian kerugian dan sebagainya.18 penganggaran BPSK dimasukkan dalam
Selain mengenai keberadaan BPSK, APBD. Umumnya masalah penyelesaian
beberapa kendala yang melingkupi BPSK sengketa konsumen tidak menjadi prioritas
antara lain mengenai peraturan dalam APBD sehingga anggarannya relatif
perundang-undangan dan sumber daya. kecil. Pemerintah sebagai institusi
Sebagai sebuah lembaga yang mirip dengan pembentuk BPSK rasanya kurang serius
Small Claim Tribunal/Small Claim Court di dalam pengembangan BPSK sehingga
negara-negara common law, BPSK justru benar-benar bisa berjalan optimal. Kesan
terbelenggu dengan pengaturan yang umum yang nampak baik pemerintah pusat
sangat rigid dalam UUPK. Bahkan beberapa maupun daerah lebih sibuk mengejar dan
melayani investor dari pada memikirkan
18 Ibid.
170 Edy Sanjaya Lase, et. al Optimalisasi Badan Penyelesaian Sengketa..

kepentingan publik termasuk hak-hak melalui perubahan terhadap: Substansi


konsumen. peraturan, kelembagaan BPSK, cara
Menurut ketentuan UUPK keanggotan penerapan hukum serta menyangkut
BPSK terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu unsur budaya hukum.
pemerintah, pelaku usaha (organisasi 2. Faktor penghambat optimalisasi BPSK
pelaku usaha) dan konsumen (organisasi Kota Bogor dan Kabupaten Bogor
konsumen). Bahwa sebagian besar anggota terhadap sengketa pinjaman kredit
BPSK masih berpandangan legal- kendaraan bermotor, meliputi
positivistik ketika menyelesaikan sengketa peraturan perundang-undangan dan
konsumen. Artinya para anggota BPSK sumber daya. BPSK terbelenggu
memiliki persepsi dogmatis-normatif dengan peraturan yang sangat rumit
dalam melihat UUPK. Oleh karenanya, dalam UUPK, bahkan beberapa pasal
dalam melaksanakan tugas dan UUPK justru saling bertentangan.
kewenangannya, anggota BPSK perlu mulai Kendala sumber daya meliputi baik
mengarahkan pandangan pada apa yang sumber daya manusia maupun
dikemukakan oleh Philipe Nonet dan Philip infrastruktur dan anggaran.
Selznick sebagai hukum responsif, yakni
hukum sebagai fasilitator dari respons SARAN
terhadap kebutuhan sosial dan aspirasi
sosial. Apa yang menjadi tujuan hukum dan 1. Perlu adanya perubahan-perubahan
apa yang harus dilayani oleh aturan hukum terhadap kaedah-kaedah yang
tidak selalu tampak, mungkin tersembunyi mengatur Badan Penyelesaian
dan implisit. Pokok yang penting adalah Sengketa Konsumen (BPSK), sehingga
bahwa dalam menentukan arti dari aturan- BPSK dapat berperan lebih optimal.
aturan, pertanyaan yang harus diajukan 2. Agar segera dilakukan revisi UUPK
adalah: maksud-maksud apa yang dilayani, mengenai kompleksnya tugas BPSK
nilai-nilai apa dan kepentingan apa yang sebagai lembaga penyelesaian
harus dipertaruhkan. sengketa, dalam hal pendanaan peneliti
menyarankan adanya aturan yang
KESIMPULAN secara tegas dan rinci mengatur
Berdasarkan hasil penelitian dan mengenai alokasi secara rasional yang
analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan seharusnya dialokasikan untuk Badan
sebagai berikut: Penyelesaian Sengketa Konsumen,
1. BPSK Kota Bogor dan Kabupaten Bogor mengenai Sumber Daya Manusia (SDM)
terhadap sengketa pinjaman kredit Pemerintah hendaknya memperkuat
kendaraan bermotor belum optimal, Sumber Daya Manusia (SDM) dengan
maka diperlukan upaya-upaya memberikan pendidikan yang lebih
optimalisasi agar BPSK dapat menjadi intensif (mahir) kepada para anggota
lembaga penyelesaian sengeta BPSK, serta adanya keseriusan untuk
konsumen di luar pengadilan yang menumbuhkan kesadaran bagi semua
cepat, murah dan adil. Upaya pihak terkait perlindungan konsumen.
optimalisasi BPSK dapat dilakukan

UCAPAN TERIMA KASIH

-----
Jurnal Living Law ISSN 2087-4936 Volume 10 Nomor 2, Oktober 2018 171

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Jakarta:
Diadit Media, 2002.

Bernadette M. Waluyo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, 1997.

Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Badan Penerbit
UNDIP, 2011.

Lawrence M. Friedman, The Legal System. A Social Science Perspective, New York: Russell
Sage Foundation, 1975.

Satjipto Rahardjo, Menggagas Hukum Progresif Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2006.

----------, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009.

Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XXI, Jakarta: PT. Intermasa, 2005.

Suherdi Sukandi, Fungsi dan Peranan Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen, Semiloka
UUPK dan BPSK Kota Bandung, Bandung 29 Mei 2004.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang


Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Putusan Kasasi MA Nomor 378 K/Pdt.Sus-BPSK/2012.

C. Koran

Kompas, Developer Jangan Bohongi Konsumen, 17/02/2016.

----------, Kritis Menghadai Trik dagang, 04/03/2016.

Suara Merdeka, Menyoal Kepedulian Konsumen, 07/01/2016, & Jawa Pos, Janji Indah Itu
Hanya Basa-basi, 16/01/2016.

You might also like