You are on page 1of 11

Jurnal Al – Qiyam

Vol. 1, No. 2, December 2020


E – ISSN : 2745-9977 P – ISSN : 2622-092X

Pengembangan Media Augmented Reality pada Benda-benda Kebudayaan dalam


Prosesi Ritual Pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari,
Kabupaten Bulukumba

1
Aser Parera*, 2Ery Iswary, 3Muhammad Hasyim
1,2,3
Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

Corresponding Author kasimbar09@gmail.com*


ABSTRACT
This research aims to determine the development of Augmented Reality media in the Pinisi
Boat Making Ceremony in Ara Village, Bulukumba Regency. The main problems raised in
this research are what are the cultural objects and meanings of these cultural objects in the
ritual procession of making Pinisi boats in Ara Village, Bontobahari District, Bulukumba
Regency, and how to apply Augmented Reality media as a medium for cultural development
based on cultural objects that have been analyzed. This research uses descriptive research
and development. This study uses a qualitative approach and RnD (Research &
Development). The instruments in this study use interview techniques, documentation and
voice recording. The data analysis technique used is descriptive qualitative data analysis
and development techniques. Pinisi is one of the cultural assets belonging to the Indonesian
nation that is unique, and in its manufacturing ritual there are several cultural objects that
have moral values and spiritual messages that must be preserved and preserved.
Augmented Reality media is an alternative to cultural development in the modern era.
Therefore, technology-based cultural development media is needed in an effort to preserve
culture from generation to generation.

Keywords: Augmented Reality, Pinisi Boat, Bulukumba, Building Ceremony.

Journal Homepage https://journal.stai-alfurqan.ac.id/alqiyam/index.php/alqiyam/


This is an open access article under the CC BY SA license
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/
Published by Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Furqan Makassar

PENDAHULUAN
Indonesia dikenal memiliki kekayaan alam yang belimpah dari Sabang sampai Merauke.
Dan Indonesia juga dikenal memiliki aset kebudayaan yang dapat dilestarikan dan kembangkan. Tak
heran jika aset kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dapat dikenal sampai kepenjuru
dunia. Adapun salah-satu aset kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu Perahu-perahu
tradisional yang tersebar diseluruh Indonesia. Beberapa Suku memiliki keunikan mengenai pembuatan
Perahunya masing-masing, salah-satunya adalah masyarakat Bugis-Makassar.
Sebagai tempat yang memiliki lautan yang sangat luas, tak heran jika masyarakat Suku
Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan banyak menggantungkan hidupkan pada mata pencaharian yang
bersumber di Lautan. Salah-satu profesi masyarakat Bugis-Makassar yaitu dikenal dengan para
pekerja perahu (Panrita Lopi), terumata di bagian dataran timur Sulawesi Selatan yaitu masyarakat
Konjo Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba. Jenis Perahu yang diproduksi oleh
masyarakat Konjo Desa Ara yaitu Perahu Pinisi.
Konon dalam kisah lama yang masih dipercaya oleh masyarakat Sulawesi Selatan, kapal
Raja Saweri gading di landa badai sehingga kapal yang dinaikinya pecah berantakan, bagian kapal
63
yang berupa lunal terdapar di Desa Ara, sebagian lagi di Selayar, sedangkan talinya terdampar di Desa
Bira, dan serta lingginya terdampar di Desa Lemo-lemo. Konon karna kekeramatan Raja Saweri
Gading ini Pula maka penduduk di Desa Ara terampil dan ahli dalam teknologi pembuatan kapal.
Penduduk di Desa Lemo-lemo pandai dalam menghaluskan dan membuat Linggi, Sedangkan yang
ahli dalam melayarkannya adalah penduduk di Desa Bira. Pelaut-pelaut dari Desa Bira khususnya
terkenal akan keterampilannya dalam mengarungi samudera mereka adalah pelaut-pelaut yang
pantang menyerah dalam menantang keganasan ombak di Lautan.
Pinisi yang gambarkan dengan khasnya yang memiliki Dua Tiang Tujuh Layar telah dikenal
di seluruh Indonesia bahkan sampai kepenjuru dunia. Pinisi merupakan kebanggaan masyarakat Konjo
Desa Ara. Tak hanya dijadikan sebagai alat angkut barang, namun perahu Pinisi-pun kini sudah
banyak dijadikan sebagai salah satu Perahu pesiar yang mewah dan megah. Pinisi juga dikenal sebagai
identitas suatu suku, bangsa, dan bahasa. Oleh sebab itu dalam proses pembuatannya dilakukan
beberapa Ritual Upacara khusus sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta. Dalam beberapa
Upacara pembuatan Perahu Pinisi tersebut terdapat benda-benda Kebudayaan yang memiliki nilai
moral dan makna yang sangat sakral.
Dengan Perkembangan teknologi dan informasi, kini kita bisa mengakses semua informasi
secara instan hanya dengan satu kali klik, dengan kemudahan yang dapat dimanataakan melalui
jejaring media intenet (Khusna et al., 2019; Santoso et al., 2020). Dan perkembangan ini kian
mengikis proses konvensional dalam pengembangan budaya lokal yang ada di Indonesia, salah
satunya yaitu Budaya Pembuatan Perahu Pinisi. Namun, perkembangan zaman ini tidak bisa kita tolak
begitu saja, dan sebagai generasi penerus bangsa yang peduli akan perkembangan kebudayaan yang
ada di Indonesia, maka generasi muda diharapkan mampu memberikan inovasi baru dengan tetap
berpatokan pada nilai-nilai kebudayaan daerah dan juga melibatkan teknologi sebagai media
pengembangan yang bisa mendorong kebudayaan Indonesia agar tetap dikenal dan dilestarikan dari
generasi ke generasi (Usman et al., 2020). Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah alternatif yang bisa
dijadikan sebagai media pelestarian kebudayaan yang berbasis teknologi, salah satunya yaitu media
Augmented Reality.
Augmented Reality adalah sebuah aplikasi yang bertujuan untuk menggabungan dunia nyata
dengan dunia maya dalam bentuk tiga dimensi maupun dua dimensi kemudian diproyeksikan kedalam
dunia nyata dalam waktu yang bersamaan. Media Augmented Reality telah banyak digunakan dalam
beberapa bidang, antara lain: Hiburan, kedokteran, produk marketing,dan game.
Dengan media Augmented Reality dijadikan sebagai salah satu alternatif media
pengembangan kebudayaan, diharapkan bisa memberikan manfaat dan pengetahuan mengenai benda-
benda kebudayaan yang terdapat dalam prosesi pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara, Kecamatan
Bontobahari, Kabupaten Bulukumba dan juga melalui Augmented Reality diharapkan dapat menjadi
salah satu solusi untuk mengatasi masalah kebudayaan yang cukup monoton.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk memberikan representasi terhadap objek
yang diteliti (Maknun, 2019; Hasyim et al., 2020) dan pengembangan Research And Development
(R&D) yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan memvisualisakan fungsi serta makna benda-benda
kebudayaan dalam ritual Pembuatan Perahu Pinisi. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
peneliti dapat melihat objek penelitian untuk dapat mendeskripsikan data secara akurat dan sistematis
yang dihubungkan dengan fenomena-fenomena yang ada berdasarkan kondisi yang alamiah
berdasarkan situasi sosial (Wardaninggar et al., 2019).
Jenis penelitian yang dilakukan dalam Implementasi fitur Augmented Reality adalah jenis
penelitian dan pengembangan pada Research And Development (R&D). Produk yang dikembangkan
oleh peneliti adalah media pengembangan kebudayaan dengan menggunakan teknologi Augmented
Reality pada Platform Android. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model pengembangan perangkat lunak waterfall. Diagram Waterfall ditunjukan pada gambar 1.

64
Gambar 1. Metode Waterfall

Diagram Waterfall menggambarkan proses pembuatan fitur Augmented Reality, yang dimulai
dengan analisis kebutuhan sebagai konsep dasar Augmented Reality. Pengumpulan data disususun
berdaasrkan analisis kebutuhan, kemudidian disusun perancangan aplikasi. Rancangan aplikasi yang
dianggap matang dilakukan pembuatan aplikasi. Untuk mengukur aplikasi yang telah dibuat,
dilakukan pengujian. Jika pengujian aplikasi berhasil, dilakukan implementasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Upacara Pembuatan Perahu Pinisi Tradisional
Upacara pembuatan perahu Pinisi merupakan suatu upacara yang sangat sakral mengandung
makna simbolis didalamnya, upacara tersebut dilakukan oleh pekerja perahu (Panrita Lopi), beberapa
upacara pembuatan Perahu Pinisi antara lain:
a) Memotong lunas (annakbang kalabiseang)
Annakbang kalabiseang atau memotong lunas perahu merupakan proses pemotongan
kayu yang konon dalam upacara pemotongan kayu lunas tersebut, sesuai dengan kepercayaan nenek
moyang terdahulu sampai saat ini dipercaya sebelum melakukan pemotongan kayu terlebih dahulu
dicarikan waktu yang baik atau hari yang baik. Pada umumnya, jenis kayu yang dipilih adalah kayu
Naknasa yang memiliki keistimewaan yaitu uratnya kedap air dan daya susutnya kecil.
Penebangan pertama dilakukan untuk bahan lunas atau dalam bahasa Konjo dinamakan
Kalabiseang yang terdiri dari tiga potong. Penebangan tersebut biasanya berlangsung sebelum tengah
hari. Dalam pelaksanaan pemotongan lunas ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Panrita Lopi
yaitu pertama-tama memeriksa dan memastikan terlebih dahulu apakah pohon tersebut memiliki
penghuni roh halus atau tidak, untuk itu sebelum pemotongan kayu, kapak yang digunakan dalam
pemotongan kayu disandarkan terlebih dahulu di pohon kayu tersebut, dan jika kapak itu jatuh tanpa
sebab, maka diyakini bahwa pohon tersebut masih memiliki roh halus, kemudian yang kedua jika
sebelum proses pemotongan tersebut dilakukan dan tiba-tiba Panrita Lopi didatangi beberapa
keraguan maka hal tersebut diperiksa secara batin, yaitu dengan menaikkan jari telunjuk dan
menghadapkan-nya pada pohon kayu yang ingin ditebang, dan jika besarnya batang pohon tersebut
bisa dikalahkan dengan besarnya jari telunjuk maka diyakini oleh para Panrita Lopi bahwa pohon
tersebut tidak berpenghuni. Proses pemotongan lunas ini diyakini bermakna “Permintaan Izin” kepada
Sang Pencipta.
Dalam pemotongan lunas kayu, para Panrita Lopi akan mengelilingi pohon kayu yang ingin
dtebang, kemudian mengambil kapak, dan menghadapkan posisi mereka ke arah Matahari, menarik
nafas panjang dan setelah itu memanjatkan do’a atau mantra:

65
Pattimbonnako buttayya
(Tanah yang menumbuhkanmu)

Katuhoannako bosiya
(Hujan yang memeliharamu)

Batelamunnako Lukmanulhakim
(Lukmanulhakim yang menanam-mu)

Allah taala anta’bangko


(Atas nama Allah maka engkau ditebang)

Setelah para Punggawa Kapal selesai membacakan Mantra, maka dilanjutkan dengan
pelafasan Basmalah (Bismillahirahmanirrahim), kemudian setelah itu, mengucapkan beberapa huruf
dari dalam hati a…i…u…sembari menahan nafas, dan setelah itu para Punggawa mulai menetakkan
kapak mereka. Kapak dihadapkan ke atas dengan makna agar sekiranya selalu memiliki nasib baik.
Kemudian para Punggawa akan menetakkan kapak mereka sebanyak tiga kali kemudian dilanjutkan
oleh satu atau dua orang sawi untuk meneruskan pemotongan sampai pohon kayu tersebut sampai
roboh. Dan setelah pohonnya sudah roboh, maka para punggawa akan mengukur batang pohon
kayu dengan menggunakan tapak kaki m e r e k a , selanjutnya akan dipotong dan dibuat sebagai
balok dan dibentuk sesuai dengan kegunaannya. Salah-satu informan menyatakan bahwa:

1. Pantangkan saat pemotongan pohon kayu dengan membelakangi arah Matahari dipercaya
bahwa bayangan akan jatuh di tempat pohon kayu yang dipotong. Pohon kayu pertama yang
telah dipotong dengan tanpa halangan menandakan bahwa kerja-kerja selanjutnya akan berjalan
lancer.
2. Adapun yang kedua yaitu Kanre sangka’ merupakan beras yang berwarna putih, kuning, atau
merah, bahkan hitam Sangka’ mengandung arti yaitu “Lengkap”.
3. Kepercayaan masyarakat setempat menyatakan bahwa sesajian serta anak ayam yang baru
menetas merupakan kesenangan makhluk-makhluk halus.
4. Dan yang terakhir, pada saat para Punggawa sedang berkonsentrasi dan melakukan komunikasi
dengan penghuni hutan secara Gaib, Para Punggawa akan menanyakan apakah pohon kayu
tersebut bersedia untuk dijadikan Kapal untuk Si “anu”, dan Setelah melakukan komunikasi
dan telah mendapatkan persetujuan maka dilaksanakan-lah pemotongan kayu.

b) upacara menyambung lunas (annattara’)


Upacara manyambung lunas atau dalam bahasa setempat dinamakan (Annattara) yang
mengandung arti memotong. Setelah kayu dipotong dan diukur, maka kayu akan dibawa ke-bantilang
yakni tempat perakitan Perahu, kegiatan yang dilakukan di Bantilang, yaitu menyambung lunas dan
kemudian yaitu sotting atau dalam bahasa setempat dinamakan “memulai”.
Upacara manyambung lunas atau dalam bahasa setempat dinamakan (Annattara) merupakan
upacara yang disimbolkan sebagai proses pertemuan ibarat manusia akan melakukan pertemuan Laki-
Laki dan Perempuan untuk mewujudkan seorang Bayi, karena anggapan dan kepercayaan nenek
moyang terdahulu sampai saat sekarang, didalam proses pembuatan perahu tidak ubahnya dengan
proses pembuatan seorang bayi, itulah sebabnya dalam proses pembuatan perahu membentuk kayu
yang mirip dengan tulang rusuk manusia dan urat-urat manusia disimbolkan dengan lempengan-
lempengan kayu itu sendiri.
Lunas (Kalabiseang) merupakan bagian pokok pada perahu, oleh sebab itu dalam menentukan
ukurannya dilakukan musyawarah antara Punggawa dan pemilik kapal. Hal tersebut dilakukan sebelum

66
pengelolahan bahan-bahan baku yang ada di hutan, dan sebelum upacara pemotongan dan
penyambungan lunas (Annatara’) dilakukan, ukuran yang telah disepakati akan dipertegas kembali.
Untuk menentukan ukuran dari panjangnya lunas (Kalabiseang), maka harus memperhitungkan
2 hal. Yang Pertama, yaitu Tonase, untuk Perahu yang memiliki ukuran 30-40 ton maka dibutuhkan
panjang Lunasnya yakni 11 telapak kaki, dan untuk perahu yang memiliki ukuran 100 ton maka
panjang lunas yang butuhkan yaitu 17 telapak kaki. Dan yang kedua, adapun untuk penambahan dan
pengurangan Lunas (Kalabiseang) dari ukuran diatas memiliki langkah-langkah tertentu.
Kegiatan penyambungan itu sendiri selalu dibarengi dengan Upacara Annatara’ yaitu
memotong lunas untuk disambung, upacara ini merupakan upacara yang sangat sakral sehingga untuk
melaksanakannya dipilih berdasarkan hari-hari yang baik menurut kepercayaan setempat. Saat yang
dianggap baik adalah sewaktu pasang naik yaitu antara pagi sampai dengan tengah hari, sebagai
lazimnya dipersiapkan pula beberapa kelengkapan dalam kegiatan upacara.Masih banyak yang
dilakukan setelah itu, misalnya pemasangan papan keras atau dalam bahasa Konjo setempat disebut
dengan Anjama papan terasa yaitu papan kulit pertama, yang dimulai dari papan kulit kelima, keempat,
ketiga, dan seterusnya sampai membentuk perahu seutuhnya.
Untuk penguat sambungan antara papan-papan tersebut digunakan Pasok Buku, yang umumnya
untuk sebuah perahu Pinisi dipergunakan lebih kurang 3000 batang. Bagian akhir dari rangkaian kerja
fisik pembuatan perahu adalah mengerjakan tiang agung atau dalam bahasa Konjo setempat disebut
Anjama Palajareng, dua tiang agung tersebut bertumpu pada Bangkeng Salara, dan tinggi dari tiang
agung tersebut harus seimbang dengan ukuran perahu, tiang utama depan mamakai penumbu dan lebih
panjang dari tiang yang dibelakang.
Sebelum upacara Annatara’ dimulai, Para Panrita berrsiap-siap dalam posisi jongkok di
b e r a d a t e p a t d i ujung kanan Lunas kalabiseang dengan posisi yang menghadap ke arah timur
dan berhadapan dengan pemilik perahu. Diikuti oleh para sawi tepat dibelakang Panrita, dan di
beberapa calon sawi dan nahkoda perahu berdiri tepat dibelakang pemilik Perahu. Segala kelengkapan
upacara ditaruh di ujung depan Lunas Kalabiseang. Dan saat dimulainya upacara, maka akan
dimulai dengan membakar kemenyan yang dilakukan oleh Para punggawa. Dan saat proses
pembakaran kemenyan maka pemilik Perahu memasangkan kain yang berwarna Putih kepada
Punggawa. Dan sesaat asap kemenyan menyebar, maka saat itu pula punggawa mengasapi
pahatnya dan kemudian kapak tersebut diletakkan berada tepat di garis lurus Lunas Kalabiseang
dan kemudian diberengi dengan pembacaan mantra, sebagai berikut:

Dalle mambua’ilau
(Di Timur Rezeki akan datang)

Sibuntulangko sicini’
(Engkau Bertemu dan berpatatapan)

Namarannu pa’mai’nu Mammakkang naha-nahannu


(Sesaat pikiranmu berhenti dank au merasa sangat Gembira)

Setelah para Punggawa Kapal selesai membacakan Mantra, maka dilanjutkan dengan
pelafasan Basmalah (Bismillahirahmanirrahim), kemudian setelah itu, mengucapkan beberapa huruf
dari dalam hati a…i…u…dan saat berada pada penyebutan huruf “u” ,maka beberapa kali Para
Punggawa memukul palunya. Serpihan-seppihan kayu dari hentakan pahat diambil oleh Para panrita
dan kemudian dibagi menjadi dua bagian, sebagian diberikan kepad sambalu, dan sebagiannya lagi
diambil oleh panrita,dan kemudian “didinginkan” didalam mulut. Dan serpihan kayu yang dimiliki
oleh Pemilik perahu disimpan dan setelah itu dimasukkan kedalam sebuah botol yang berisi minyak
kelapa yang dibuat sendiri oleh pemilik perahu. Buah kelapa gading tersebut diambil secara langsung
dari pohon yang terletak tepat dibagian diatas pelepah daun dan buah mengarah ketimur.

67
Setelah itu Para Punggawa menandai ujung lunas dengan pahat, dan selanjutnya ujung
tersebut dipotong dengan menggunakan gergaji sampai putus. Setelah itu, dibuatkan dua lubang pada
ujung lunas. Sedangkan balok penyambungnya dipahat menyerupai alat kelamin Pria yang besarnya
disesuaikan dengan ujung lunas yang telah dilubangi, dan ini merupakan simbol kemaluan laki-laki.
Dan didalam lubang lunas tersebut diisikan beberapa benda-benda kebudayaan antara lain: Beras,
Emas, Jarum/besi, dan dibungkus dengan Kapas Rurung-rurung. Dan Setelah lubang lunas tersebut
diisi dengan Benda-benda kebudayan, maka penyambung lunas yang telah dipahat menyerupai alat
kelamin laki-laki tadi disambungan dengan lubang lunas.
Setelah itu, Punggawa mengolesi lunas tersebut dengan Darah Ayam. Dan selesailah
rangkaian upacara Annatara’.
c). Upacara Appasili (Tolak Bala)
Pada malam harinya dilakukan Upacara menolak balak (Appasili) yaitu upacara yang
mendahului upacara ammossi’. Dalam upacara ini biasanya terpadat kegiatan Barazanji,
pembacaan Barazanji yang lakukan merupakan bukti bahwa terdapat ikatan antara kehidupan
Tradisional dengan agama yang peluk secara mayoritas oleh penduduk setempat.
d) Upacara pemberian pusar (Ammossi’)
Pada puncak upacara malam itu adalah Upacara pemberian pusar (Ammossi’), upacara ini
merpakan upacara yang tidak kalah sakralnya, karena pada upacara tersebut merupakan proses akhir
dari kelengkapan manusia sempurna dalam bentuk Perahu sebagai anak dan Panrita yang merupakan
ibu/bapaknya. Upacara Ammossi’ dilakukan pada saat air laut panjang sedang naik, dan pada upacara
ini, Panrita melubangi lunas dengan pahat dan membor-nya sampai tembus, setelah tembus, Panrita
membasuh muka dan berkumur yang kemudian airnya ditampung oleh pemilik Perahu serta disimpan
sebagai minyak kapal Lopi yang berguna pada saat pelayaran-nya nanti, terutama pada saat ditimpa
mahabaya atau dalam situasi genting dalam berlayar.
e). Upacara mendorong kapal (Annyorong Lopi)
Pada pagi harinya dilaksanakan Upacara mendorong kapal (Annyorong Lopi), yakni
meluncurkan perahu ke laut. Puluhan kayu bulat diletakkan dibawah lunas perahu, setelah banyak
orang yang berkumpul maka pekerjaan mendorong kapal-pun dimulai. Dalam Upacara ini, terdapat
aneka keragaman budaya yang dipertontonkan, salah satunya yaitu; Tari Tradisional Panrita Lopi
yang diperankan oleh pemuda-pemudi yang ada di Desa Ara.

Makna Benda-Benda Kebudayaan

1.)Benda-benda Kebudayaan dalam Upacara Menyambung Lunas (annattara)


a. Emas diniatkan sebagai ( Kemuliaan)
b. Besi diniatkan sebagai (Ketangkasan)
c Beras diniatkan sebagai (Simbol Persatuan)
d. Kapas rurung-rurung/kapas yang bertumpuk diniatkan sebagai (Rezeki yang
Berlimpah)

2) Benda-benda Kebudayaan dalam Upacara Tolak Bala (appasili)


a. Daun (sidinging), diniatkan dalam perjalanan Perahu semoga dalam kondisi tenang dilautan
b. Salah satu jenis tanaman yang merambat (Sinrolo) yang diniatkan agar kebertuntungan selalu
bersama Perahu
c. Taha tinapasa, diniatkan agar perahu terhindar dari pengaruh negative (Roh Jahat)
d. Daun Sirih Taha sirih diniatkan agar selalu menjaga rasa masa malu bila di berkahi keberhasilan.
e. Tebu Ta’bu, diniatkan agar kapal selalu mengapung di lautan dan selalu memiliki nasib yang baik.

68
Pembuatan Aplikasi
Augmented Reality
Penelitian ini menggunakan Media Augmented Reality merupakan sebuah aplikasi yang
bertujuan untuk menggabungan dunia nyata dengan dunia maya dalam bentuk tiga dimensi maupun
dua dimensi kemudian diproyeksikan kedalam dunia nyata dalam waktu yang bersamaan. Media
Augmented Reality telah banyak digunakan dalam beberapa bidang, antara lain: Hiburan, kedokteran,
produk marketing,dan game.
Dengan Perkembangan teknologi dan informasi, kini kita bisa mengakses semua informasi
secara instan hanya dengan satu kali klik, dan perkembangan ini kian mengikis proses konvensional
dalam pengembangan budaya lokal yang ada di Indonesia, salah satunya yaitu Budaya Pembuatan
Perahu Pinisi. Namun, perkembangan zaman ini tidak bisa kita tolak begitu saja, dan sebagai generasi
penerus bangsa yang peduli akan perkembangan kebudayaan yang ada di Indonesia, maka generasi
muda diharapkan mampu memberikan inovasi baru dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai
kebudayaan daerah dan juga melibatkan teknologi sebagai media pengembangan yang bisa
mendorong kebudayaan Indonesia agar tetap dikenal dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Oleh
sebab itu, dibutuhkan ssebuah alternatif yang bisa dijadikan sebagai media pelestarian kebudayaan
yang berbasis teknologi, salah satunya yaitu media Augmented Reality.
Dengan media Augmented Reality dijadikan sebagai salah satu alternatif media pengembangan
kebudayaan, diharapkan bisa memberikan manfaat dan pengetahuan mengenai benda-benda
kebudayaan yang terdapat dalam prosesi pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara, Kecamatan
Bontobahari, Kabupaten Bulukumba dan juga melalui Augmented Reality diharapkan dapat menjadi
salah satu solusi untuk mengatasi masalah kebudayaan yang cukup monoton.

Pemanfaatan Augmented Reality


Perkembangan Augmented Reality tidak perlu diragukan lagi, tebukti dengan banyaknya
media-media dalam berbagai bidang mampu menjadikan Augmented Reality salah satu solusi guna
untuk mengembangkan banyak hal dengan fitur yang dimilikinya. Bidang-bidang yang telah
mengapdopsi media ini antara lain;
a). Hiburan
Dunia hiburan merupakan suatu aser dan potensi yang besar bagi perkembangan teknologi,
begitu pula Augmented Reality, salah satu fitur Augmented Reality yang telah digunakan dalam dunia
hiburan yaitu Game. Sejalan dengan perkembangan teknologi, Game dengan konsep Virtual menjadi
daya tarik yang sangat tinggi bagi Milenial jaman sekarang. Dan Game yang bisa kita dapati dengan
media Augmented Reality yaitu (Pokemoon Go).
b). Pemasaran
Dalam dunia pemasaran, kita selalu menjumpai produk dengan penjualan yang konvesional,
namun beberapa perusahaan telah merapkan media Augmented Reality sebagai alternative baru dalam
menunjang omset pemasaran. Salah satu perusahaan yang menggunakan media Augmented Reality
sebagai alternative pemasaran, antara lain; Coca Cola, Pepsi, Ikea,dan masih banyak lagi.
c). Kedokteran
Dalam dunia Kedokteran juga tidak kalah canggihnya, beberapa rumah sakit di Amerika
Serikat salah satunya, telah menggunakan fitur media Augmented Reality sebagai solusi dalam
melakukan Pembedahan, pendeteksian peenyakit, dan lain sebagainya.
d). Pendidikan
Dengan keterbatasan waktu dan akses belajar yang dimiliki anak-anak dimasa sekarang, maka
media Augmented Reality dapat menjadi alternatif tambahan dalam menunjung kualitas pendidikan
anak, agar mereka tetap bisa belajar kapan saja dan dimana saja hanya dengan menggunakan
Smartphone mereka. Sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai media pembelajaran anak

69
dengan menggunakan Augmented Reality.Dan hal tersebut terbukti dapat membantu anak dalam
memahami pelajaran dengan konsep Real-Experience.
Tahap Pengumpulan Spesifikasi Kebutuhan Pengguna

a. Analisis Kebutuhan
Pada analisis kebutuhan ini, diperlukan perancangan dalam pembuatan media pengembangan
budaya.Maka dari itu, Peneliti perlu melakukan observasi terhadap benda-benda apa sajakah yang ada
dalam ritual pembuatan perahu Pinisi.
b. Analisis Perangkat Keras
Pada analisis Perangkat Keras, dilakukan secara spesifik, untuk memastikan dan
mengobservasi secara umum mengenai Perangkat apa sajakah yang gunakan oleh mayoritas penduduk
Kabupaten Bulukumba, khususnya masyarakat Desa Ara.
c. Analisis Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang digunakan dalam pembuatan media ini, antara lain: Unity 3D, Vuforia
SDK, Photoshop Cs5, dan Blender 3D Animation.

Tahap perencanaan arsitektur sistem


Pada tahap ini, dilakukan perancangan arsitektur sistem yang akan dibangun. Rancangan
sistem digambarkan dalam use case diagram, activity diagram, dan sequence diagram.

Tahap Perancangan Komponen


Sistem Komponen dalam aplikasi media pengembangan budaya dirancang dalam tahap ini.
Perancangan mengacu pada analisis kebutuhan, analisis perangkat lunak, analisis perangkat keras, dan
perencanaan arsitektur sistem. Rancangan aplikasi dibuat dalam sebuah storyboard. Storyboard
merupakan gambaran secara visual tampilan media pembelajaran dalam bentuk sketsa.

Tahap Pembuatan Disain Antar Muka


Antar muka dibuat berdasarkan perancangan disain antar muka. Antar muka dibangun
berdasarkan storyboard yang telah dibuat pada tahan perancangan disain antar muka. Pada tahap ini,
peneliti memilih tema perahu Pinisi sebagai Highlight utama dengan menambahkan sedikit fitu di
tampilan antar muka seperti pemilihan Video, Font, Button, dan Logo.

Tampilan Halaman Utama


Halaman utama adalah halaman pertama yang muncul saat pertama membuka aplikasi, di
halaman ini terdapat 3 menu utama yaitu AR Camera, Informasi dan exit. Tampilan untuk halaman
utama ini ditunjukan oleh gambar 1.

Gambar 1. Tampilan Menu Utama

Tampilan Halaman Home

Pada halaman Home adalah halaman yang menampilkan beberapa menu pada bagian upacara
Pembuatan Perahu Pinisi, diantaranya dalam halaman Pinisi, Anattara dan Appasili. Tampilan untuk
Halaman Home ini di tunjukkan pada Gambar 2.
70
Gambar 2. Tampilan Halaman Home

Tampilan Halaman Annatara dan Appasili

Pada Halaman Anattara dan Appasili di sajikan penjelasan mengenai Upcara Anntara dan
Appasili, serta benda-benda kebudayaan apa saja yang harus ada di dalamnya. Tampilan Halaman
Annatara ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Halaman Annattara

Tampilan Objek 3D

Di beberapa halaman menu antara lain, Pinisi, Annatara, dan Appasili tersedia tampilan objek
3D dari benda-benda Kebudayaan ditambah dengan fitur penjelasan benda tersebut secara denotasi
dan konotasi. Tampilan Objek 3D tersebut di tunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Tampilan Objek 3D

Tampilan Halaman Makna Denotasi dan Konotasi

Pada bagian penjelasan Makna Denotasi dan Konotasi, Peneliti menambahakan fitur Scroll
yang berada pada bagian samping kiri layar kamera. Tampilan Scroll-nya ditunjukkan pada Gambar
5.

Gambar 5. Tampilan Makna

71
Tampilan Halaman Informasi
Pada halaman informasi terdapat keterangan mengenai tujuan dan manfaat pembuatan Aplikasi serta
Background Peneliti dan Pembimbing. Tampilan Halaman Informasi ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Halaman Informasi

KESIMPULAN
Kepercayaan panrita lopi, perahu adalah sebuah wujud yang memiliki eksitensi layaknya
manusia. Perahu adalah sosok kehidupan yang menjadi simbol terkecil dari alam semesta serta,
menjadi bagian dalam bagian kebudayaan yang perlu dilestarikan sepanjang masa.Makna Benda-
benda Kebudayaan dalam ritual pembuatan Perahu Pinisi merupakan wujud dari cara masyarakat
setempat menghargai setiap pemberian ciptaan yang Maha Kuasa dan juga dijadikan sebagai
ungkapan do’a dan rasa syukur atas apa yang ada di alam semesta.
Media pengembangan budaya menjadi hal yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan
berbangsa bersuku, dan bertanah air. Hal ini dikarenakan terciptanya karakter bangsa menjadi alasan
mengapa budaya harus tetap dilestarikan. Di era yang modern ini, media pengembangan budaya yang
terlalu monoton menjadi alasan generasi penerus bangsa memilih hal yang lain dibandingkan
mempelajari kebudayaan. Media harus dapat menjangkau seluruh aspek masyarakat dan menjadi
solusi alternative atas kurangnya media pengembangan budaya berbasis teknologi. Melaui Augmented
Reality, media pembelajaran udaya bisa lebih menyenangkan, interaktif, dan mudah digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
A.M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Aisyah, N., & Amalia, D. R. (2020). Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Perspektif
HAM & Pendidikan Islam di MINU Purwosari Metro Utara. Attractive: Innovative Education
Journal, 2(1), 164-176.Ahmadi Abu, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Armiko,
1986.
Datuk, A. (2020). Sistem Zonasi Sebagai Solusi Bagi Orang Tua untuk Mendapatkan Pendidikan
Anak Yang Bermutu Di Kota Kupang. Attractive: Innovative Education Journal, 2(2), 20-33.
Fadhli, M. (2019). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Komitmen Guru Terhadap
Efektifitas Madrasah di Lhokseumawe. Jurnal Iqra': Kajian Ilmu Pendidikan, 4(1), 56-70.
Hasyim, M, Kuswarini, P and Masdiana. (2020). The Brand Personality of Toraja Coffee as A
Tourism Destination. Palarch’s Journal Of Archaeology Of Egypt/Egyptology. Volume 17,
Issue 4, p. 178-191
Kristiawan, M., & Rahmat, N. (2018). Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Inovasi
Pembelajaran. Jurnal Iqra': Kajian Ilmu Pendidikan, 3(2), 373-390.
Kristiawan, M., Ahmad, S., Tobari, T., & Suhono, S. (2017). Desain Pembelajaran SMA Plus Negeri
2 Banyuasin III Berbasis Karakter Di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jurnal Iqra': Kajian
Ilmu Pendidikan, 2(2), 403-432.
Khusna, A. A., Sari, Y. A., & Tohir, M. (2019). Developing E–Learning Worksheet Based
Information Technology For English Learning. Attractive: Innovative Education Journal,
1(1), 14-39.
Iqbal, M. (2019). Penerapan Kompetensi Pedogogik Dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Guru
Pendidikan Islam. Attractive: Innovative Education Journal, 1(1), 111-143.

72
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. X; Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. X; Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Ponidi, P., Waziana, W., Kristina, M., & Gumanti, M. (2020). Model of Utilizing Discovery Learning
to Improve Mathematical Learning Achievements. Attractive: Innovative Education
Journal, 2(1), 41-48.
Santoso, B., Nurhayati, N., & Djafar, H. (2020). Penerapan E-learning Berbasis Google classroom
Sebagai Media Pembelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Tengah Pandemi. Jurnal
Al Qiyam, 1(1), 100-108.
Samsilayurni, S. (2019). Pengaruh Pemberdayaan Guru oleh Kepala Sekolah Terhadap Kinerja
Guru. Attractive: Innovative Education Journal, 1(1), 1-13.
Septiawati, L., & Eftanastarini, I. (2020). Analisis Ketercapaian Standar Kompetensi Lulusan di MTS
As Salam. Attractive: Innovative Education Journal, 2(1), 81-89.
Surakhmad Winarno, Dasar dan Tekhnik Research, Pengantar Metodologi Ilmiah, Ed, VI; Bandung :
Tarsito, 1987.
Suhono, S & Sari, D. (2020). Developing Students’ Worksheet Based Educational Comic for Eleventh
Grade of Vocational High School Agriculture. Anglophile Journal, 1(1), 29-40. Retrieved
from http://www.attractivejournal.com/index.php/anglophile/article/view/78
Suhono, S., & Utama, F. (2017). Keteladanan Orang Tua dan Guru dalam Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Usia Dini. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 3(2), 107-119.
Tampubolon, J. (2020). Supervisi Korektif untuk Menemukan Kekurangan–Kekurangan Guru Kelas
dalam Malaksanakan Pembelajaran di SD Negeri 173105 Tarutung. Attractive: Innovative
Education Journal, 2(2), 133-140.
Usman, U., Wicaksono, H., & Zainab, K. S. (2020). Pendidikan Islam dalam Menyongsong Era
Revolusi Industri 4.0 (Quick Respon dan Adaptif Terhadap Perubahan). Jurnal Al Qiyam,
1(1), 84-99.
Yamin Martinis, Sertfikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta: Gaung Persada Press, 2006

73

You might also like