You are on page 1of 14

JURNAL

ANALISIS HUBUNGAN KERAPATAN LAMUN DENGAN KELIMPAHAN


MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SELAT BINTAN DESA PENGUJAN
KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

OLEH

JUNAIDI
1204121437

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
ANALYSIS OF SEAGRASS DENSITY RELATION TO MACROZOOBENTHIC
ABUNDANCE IN WATERS OF BINTAN STRAIT PENGUJAN VILLAGE
BINTAN REGENCY OF RIAU PROVINCE

By

Junaidi (1), Zulkifli (2), Thamrin (3)

Major of Marine Sciences, Faculty of Fisheries and Marine,


University of Riau, Pekanbaru, Riau Province,
E-mail: junaidijun683@gmail.com

This research was conducted in October 2016 in the waters of Bintan Strait of
Desa Pengujan of Bintan Regency of Kepulauan Riau Province. The purpose of this
study was to determine the level of seagrass density, macrozoobenthic abundance and
seagrass density relation to macrozoobenthic abundance in waters of Bintan Strait of
Desa Pengujan. This research uses survey method and location of observation
determined by Purposive sampling.The location of the observation is divided into 3
stations, the first station is adjacent to the fish seed area, the second station is between
the fish seed and magrove area and the third station is adjacent to the magrove area.The
number of seagrasses found in 4 species are: Enhalus acoroides, Halopila minor,
Halodule uninervis, and Thalassia hemprichii, which have very high seagrass density,
and identified macrozoobenthos species are 3 classes: Gastropoda, Bivalva and
Asteroidea, consisting of 13 species at 3 observation stations, 7 species of gastopod
class, 5 species of bivalve class and 1 species of Asteroidea class, with abundant levels
of abundance. The density of seagrass to makrozoobentos abundance of 18%, while
82% influenced by other environmental factors such as physical parameters, chemistry
and organic matter content in the waters.

Keyword : Pengujan village, Seagrass, Macrozoobenthos.

1. Students Faculty of Fisheries and Marine University of Riau


2. Lecturers Faculty of Fisheries and Marine University of Riau
3. Lecturers Faculty of Fisheries and Marine University of Riau
ANALISIS HUBUNGAN KERAPATAN LAMUN TERHADAP KELIMPAHAN
MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SELAT BINTAN DESA PENGUJAN
KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Oleh

Junaidi (1) , Zulkifli (2) , Thamrin (3)

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,


Universitas Riau, Pekanbaru, Provinsi Riau
E- mail : junaidijun683@gmail.com

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 di perairan Selat Bintan
Desa Pengujan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui tingkat kerapatan lamun, kelimpahan makrozoobentos dan hubungan
kerapatan lamun terhadap kelimpahan makrozoobentos di perairan Selat Bintan Desa
Pengujan. Penelitian ini menggunakan metode survei dan lokasi pengamatan ditentukan
secara Purposive sampling. Lokasi pengamatan dibagi menjadi 3 Stasiun, stasiun I
berdekatan dengan kawasan balai benih ikan, stasiun II berada diantara kawasan balai
benih ikan dan kawasan magrove dan stasiun III berdekatan dengan kawasan magrove.
Jumlah lamun yang ditemukan sebanyak 4 jenis yaitu: Enhalus acoroides, Halopila
minor, Halodule uninervis, dan Thalassia hemprichii,yang memiliki tingkat kerapatan
lamun yang sangat tinggi, dan jenis makrozoobenthos yang teridentifikasi berjumlah 3
klas yaitu: Gastropoda, Bivalva dan Asteroidea, yang terdiri atas 13 jenis pada 3 stasiun
pengamatan, 7 jenis dari kelas gastopoda, 5 jenis dari kelas bivalva dan 1 jeni dari kelas
Asteroidea, dengan tingkat kelimpahan yang redah. Adapun hubungan kerapatan lamun
terhadap kelimpahan makrozoobentos sebesar 18% sedangkan 82% dipengaruhi oleh
faktor lingkungan lainnya seperti parameter fisika, kimia dan kandungan bahan organik
di perairan.

Kata Kunci : Pulau Pengujan, Lamun,Makrozoobentos.

1. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau


2. Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau
3. Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.
PENDAHULUAN kehidupan bagi makrozoobentos adalah
padang lamun. Lamun merupakan
Selat Bintan merupakan salah komunitas yang memberikan habitat
satu selat yang berada di kawasan bagi makrozoobentos. Padang lamun
Kabupaten Bintan. Beragam aktivitas sendiri merupakan ekosistem yang
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tinggi produktivitas organiknya.
seperti budidaya ikan, penangkapan Perairan Pulau Pengujan memiliki
ikan dan merupakan jalur transportasi. wilayah intertidal atau litoral yang
Selat Bintan diapit oleh dua buah pulau cukup luas. Perairan litoral adalah
yaitu Pulau Bintan dan Pulau Pengujan daerah yang berada diantara pasang
di mana pada kawasan tersebut terdapat tertinggi dan surut terendah. Daerah ini
hamparan lamun yang sangat luas, merupakan daerah yang langsung
Lamun didefinisikan sebagai satu- berbatasan dengan darat. yang
satunya tumbuhan berbunga mempunyai pengaruh yang lebih berarti
(Angiospermae) yang mampu untuk daerah ini dibandingkan dengan
beradaptasi secara penuh di perairan daerah laut lainnya. Daerah pantai ini
yang salinitasnya cukup tinggi atau merupakan daerah yang kaya akan jenis
hidup terbenam di dalam air dan organisme khususnya makrozoobentos.
memiliki rhizoma, daun, dan akar Ekosistem lamun di perairan
sejati. litoral Pulau Pengujan berperan penting
Lamun merupakan salah satu bagi biota yang berasosiasi di
ekosistem sumberdaya alam yang ada dalamnya terutama jenis
di perairan dangkal dan banyak makrozoobentos dan peranan penting
memiliki manfaat bagi lingkungan dan makrozoobentos dalam rantai makanan
biota yang berasosiasi di dalamnya. di perairan tersebut.
Lamun bisa dikatakan sebagai sumber Keberadaan ekosistem lamun dan
kehidupan bagi biota laut. Hal ini keanekaragaman makrozoobentos di
disebabkan lamun merupakan sumber Pulau Pengujan masih belum ada data
makanan, tempat tinggal sekaligus informasi maupun data penelitian
tempat berkembang biak bagi biota mengenai hal tersebut. Manfaat
yang hidup pada lamun tersebut. Salah keberadaannya telah banyak
satu kelompok biota laut yang sering memberikan keuntungan kepada
dijumpai pada kawasan padang lamun masyarakat sekitar perairan tersebut.
adalah jenis makrozoobentos. Berkaitan hal ini, diperlukan data yang
Makrozoobentos merupakan organisme dapat merujuk kepada pengelolaan
yang hidup di dasar perairan maupun di lamun serta keberadaan
dalam dasar perairan. makrozoobentos.
Keberadaan makrozoobentos Untuk itu peneliti berminat
yang mendiami daerah padang lamun melakukan kajian tentang hubungan
menunjukan bahwa adanya kehidupan kerapatan lamun terhadap kelimpahan
yang dinamik terjadi interaksi antar makrozoobentos di perairan Selat
lamun dan biota-biota laut, terutama Bintan Desa Pengujan. Guna
saling memanfaatkan dan saling menambah informasi mengenai
membutuhkan dalam proses pentingnya ekosistem lamun sebagai
pertumbuhan dan berkembang biak. rantai makanan bagi biota yang hidup
Menurut Dahuri (dalam Ruswahyuni, di ekosistem tersebut.
2008), salah satu lingkungan yang
mampu memberikan dukungan
METODE PENELITIAN dilanjutkan dengan identifikasi lamun
Waktu dan Tempat dan makrozoobentos di Laboratorium.

Penelitian ini telah Prosedur Penelitian


dilaksanakan pada bulan Oktober Penentuan Lokasi dan Titik
2016 bertempat di perairan Selat Pengamatan
Bintan Desa Pengujan Kabupaten
Adapun penentuan stasiun ini
Bintan Provinsi Kepulauan Riau.
berdasarkan purpossive sampling yaitu
Untuk analisis sampel dilakukan di
objek yang dipilih karena beberapa
Laboratorium Biologi Laut Jurusan
karakteristik. Pada Tabel 1 dipaparkan
Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan
karakteristik dari setiap stasiun
Kelautan Universitas Riau.
penelitian.
Tabel 1. Karakteristik Stasiun Penelitian.
Stasiun Keterangan
Merupakan daerah yang
berdekatan dengan kawasan BBI
I dengan jarak ± 50 m dari garis
pantai dengan substrat lumpur
berpasir.
Merupakan daerah yang berada
di antara kawasan BBI dan
II ekosistem magrove dengan jarak
Gambar 1. Peta Lokasi Magang ± 50 m dari kawasan garis pantai
dengan substrat berlumpur.
Alat Merupakan daerah yang dekat
dengan kawasan ekosistem
Adapun alat yang diguakan III magrove berjarak ± 40 m dari
dalam penelitian ini adalah sebagai garis pantai dengan substrat
berikut: buku identifikasi, petak berlumpur.
kuadran, tali rapia, meteran, skop Sumber:Data Primer, 2016
kecil, Hand counter, ember, kantong
plastk (1kg), kertas lebel, alat tulis,
kamera, Do meter, Hand Pengukuran Kerapatan Lamun dan
refractometer, Thermometer, pH meter Pengambilan Sampel Makrozoobentos
450, Secchi disc, Current meter.
Pengukuran kerapatan lamun
Bahan serta pengambilan sampel
makrozoobentos dilakukan pada saat
Dalam penelitian ini
menggunakan bahan kimia yaitu surut dengan metode transek garis.
alkohol 70% untuk mengawetkan Pada setiap stasiun, diletakkan 3 (tiga)
sampel agar terjaga kondisinya lintasan transek garis yang tegak lurus
sebelum sampai ke laboratorium. terhadap garis pantai sepanjang 100 m,
lalu ditempatkan petakan kuadran
Metode Penelitian dengan ukuran 1 x 1 m² , dan setiap
lintasan memiliki 3(tiga) plot, masing-
Metode yang digunakan pada masing lintasan berjarak 15m.
penelitian ini adalah metode survei. Pengukuran kerapatan lamun
Data diperoleh melalui penghitungan dilakukan pada setiap transek yang
kerapatan lamun, kelimpahan meliputi perhitungan jumlah individu
makrozoobentos serta pengukuran atau jumlah tegakan setiap jenis
kualitas perairan. Kemudian lamun, perhitungan lamun dilakukan
secara manual dengan bantuan alat
Handcounter, lalu selanjutnya Pengkuran Parameter Kualitas
identifikasi jenis lamun menurut Perairan
panduan (Azkab, 1999) yang
ditemukan dalam setiap transek pada Untuk mengetahui kondisi
lokasi penelitian. Setelah itu, perairan di padang lamun maka
pengampilan sampel makrozoobentos dilakukan pengukuran parameter
diambil menggunakan skop lalu kualitas perairan pada setiap stasiun.
ditumpahkan ke dalam ember yang Dalam penelitian akan diukur
berisikan air, dan disaring salinitas, suhu, kecerahan, kecepatan
menggunakan penyaring yang arus, oksigen terlarut dan pH air.
mempunyai mesh size 0,5 mm. Pengukuran dilakukan secara
Makrozoobentos yang ditemukan langsung di lapangan pada setiap
dimasukkan ke dalam kantong plastik, stasiun dengan ulangan masing-
kemudian diberi alkohol 70o/o dan masing sebanyak 3 kali.
diidentifikasi di laboratorium dengan
menggunakan buku identifikasi Hubungan Keapaan Lamun Terhadap
menurut Suwignyo et al ( 2005). Kelimpahan Makrozoos

Kerapatan Lamun Untuk mengetahui apakah ada


tidaknya hubungan antara kerapatan
Kerapatan lamun dinyatakan lamun terhadap kelimpahan
sebagai jumlah individu per satuan makrozoobentos digunakan analisis
luas yang dinyatakan dalam satuan regresi linier sederhana yang
meter persegi dengan perhitungan digunakan untuk memprediksi
Snedecor dan Cochran (dalam pengarauh variabel bebas terhadap
Agustina, 2016): variabel terikat, degan menggunakan
³p• bantuan Software Statistical For
wL Social Science (SPSS) versi 16.0.
³”•žm
Analisis regresi juga dapat dilakukan
Dimana : untuk mengetahui linearitas variabel
K : Kerapatan individu terikat dengan variabel bebasnya.
(tegakan/m²) (Hartono, 2014).
ÑDi : Jumlah tegakan setiap jenis
Ñni : Jumlah kuadran Y= a + bX
A : Luas kuadran (m²)
Kelimpahan Makrozoobentos Dimana:
Y : Variabel dependen (Variabel Terikat)
Sampel makrozoobentos yang X : Variabel independen (Variabel Bebas)
telah diidentifikasi kemudian dihitung a : Konstanta regresi
kepadatannya dengan menggunakan b : Kemiringan garis regresi
rumus (Fitriana, 2005):
Adapun untuk mengetahui
z• hubungan antara kerapatan lamun
p• L terhadap kelimpahan makrozoobentos
ï
digunakan koefisien korelasi ( r )
Dimana : dimana nilai r berbeda antara 0-1.
D i : Kepadatan makrozoobentos Menurut Razak (1991), keeratan
(individu/m2) nilainya adalah:
Ni : Jumlah makrozoobentos yang
ditemukan (individu)
A : Luas kuadran(m²)
0,0±0,20 = Hubungan sangat lemah Teluk Bintan, Seri Kuala Lobam,
0,21±0,40 = Hubungan lemah Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan
0,40±0,79 = Hubungan sedang Timur, Bintan Pesisir, Mantang,
0,70 ±0,90= Hubungan kuat Gunung Kijang, Toapaya, dan
0,90±1,00 = Hubungan sangat kuat Tambelan.
Pulau Bintan termasuk pulau
Analisis Data yang mempunyai keanekaragaman
jenis lamun yang tinggi. Perairan
Data yang diperoleh akan
Bintan bagian timur terutama
dibahas dengan merujuk pada literatur
sepanjang pantai Kawal, Teluk Bakau,
serta akan ditabulasikan dalam bentuk
Malang Rapat, Trikora, dan Berakit
tabel, grafik dan dianalisis secara
telah ditemukan 10 dari 13 jenis lamun
deskriptif. Untuk mengetahui
yang terdapat di Indonesia yang telah
hubungan kerapatan lamun terhadap
dijadikan Kawasan Konservasi Laut
kelimpahan makrozoobentos di
Daerah (KKLD). Kawasan Konservasi
perairan Selat Bintan Desa Pengujan
Laut Daerah (KKLD) Kabupaten
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Bintan secara keseluruhan mempunyai
Riau.
luas 472.905 hektar, yang terdiri dari
Asumsi Kawasan Pesisir Timur Kecamatan
Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan
Asumsi yang digunakan dalam Timur seluas 116.000 hektar. Selain
penelitian ini adalah: desa Malang Rapat, desa Teluk Bakau
1. Penempatan stasiun dan titik dan Berakit juga merupakan daerah
pengamatan dianggap mewakili KKLD pulau Bintan.
lokasi pengambilan sampel di
daerah penelitian. Parameter Kualitas Perairan
2. Parameter lingkungan dan faktor
Adapun rata-rata hasil
lainnya yang tidak diukur
pengukuran parameter kualitas air baik
dianggap memberikan pengaruh
parameter fisika maupun kimia ( pH,
yang sama terhadap hasil
oksigen terlarut, salinitas, suhu,
penelitian.
kecepatan arus, dan kecerahan) di
HASIL DAN PEMBAHASAN perairan Selat Bintan Desa Pengujan
Keadaan Umum Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Secara keseluruhan luas wilayah Tabel 5. Parameter Kualitas Perairan
Kabupaten Bintan mencapai 88.038,54 Sumber: Data Primer, 2016
km2 terdiri atas wilayah daratan seluas Statsiun
1.946,13 km2 (2,2%) dan wilayah laut Analisis
I II III
seluas 86.092,41 km2 (97,8%). pH (unit) 7,66 7,66 7,70
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor DO (mg/l) 7,28 7,67 7,68
12 Tahun 2007 Kabupaten Bintan Salinitas (o/oo ) 30,67 29 30
Suhu ( oC) 29,33 30 29,33
telah memekarkan beberapa
Kecerahan (m) 1,24 1,18 1,22
kecamatan, yakni Kecamatan Toapaya, K. arus (m/S) 0,17 0,13 0,16
Mantang, Bintan Pesisir dan Seri Pada Tabel 5 dapat dilihat
Kuala Lobam. Dengan terjadinya bahwa parameter fisika dan kimia
pemekaran wilayah maka jumlah perairan pada lokasi penelitian
kecamatan yang terdapat di wilayah memiliki kualitas perairan yang cukup
Kabupaten Bintan bertambah dari 6 baik pada setiap titik pengamatan. Hal
(enam) kecamatan menjadi 10 ini menandakan bahwa pada kawasan
(sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan
perairan Selat Bintan kualitas air tidak Kerapatan Lamun
memberi pengaruh buruk terhadap
hubungan kerapatan lamun terhadap Adapun hasil pengamatan yang
kelimpahan makrozoobentos. telah dilakukan di kawasan Selat
Bintan Desa Pengujan bisa dilihat
Struktur Vegetasi Lamun pada Tabel 7.
Jenis-Jenis Lamun
Tabel 7. Kerapatan Rata-rata Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan, Stasiun Transek Kerapatan
diketahui jenis lamun yang ditemukan 1 228,67
di perairan Selat Bintan Desa I 2 189,33
Pengujan yang terdiri atas 4 jenis 3 197,67
Rata-rata 205,22
lamun, yaitu Enhalus acoroides,
1 203,67
Halopila minor, Halodule uninervis, II 2 204,67
dan Thalassia hemprichii. Adapun 3 209,33
jenis dan kerapatan dari jenis tersebut Rata-rata 205,89
yang ditemukan pada setiap stasiun 1 265
dapat dilihat pada Tabel 6. III 2 273,33
3 277,33
Tabel 6. Kerapatan Lamun Perjenis Rata-rata 271,89
Stasiun Sumber:Data Primer, 2016
Spesies KR
I II III
E.a 84,67 118,4 160,1 121 Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa
H. m 11,33 0 0 3,78 kerapatan rata-rata pada setiap stasiun
H.u 58,11 17,11 39 38,07 yaitu pada stasiun I berkisar 205,22
T.h 55,22 70,11 78,89 68,07 tegakan/m2, pada stasiun II sebesar
Sumber:Data Primer, 2016
205,89 tegakan/m2, sedangkan pada
Dari hasil penelitian yang telah stasiun III sebesar 271,89 tegakan/m2.
dilakukan, diduga bahwa jumlah Dapat dilihat bahwa kerapatan paling
tegakan lamun yang berbeda-beda tertinggi terdapat pada stasiun III,
pada jenis lamun dipengaruhi oleh sedangkan Kerapatan terendah
beberapa faktor, seperti parameter terdapat pada stasiun I, untuk lebih
perairan, aktivitas manusia serta jelas bisa dilihat pada Gambar 2.
biota-biota yang berasosiasi di
dalamnya. Jika dilihat dari Tabel 6,
diketahui bahwa jenis lamun yang
paling banyak ditemukan di Selat
Bintan Desa Pengujan adalah jenis E.
acoroides dengan kerapatan rata-rata
121,07 tegakan/m2. Sementara jenis
lamun yang kerapatannya paling
sedikit ditemukan pada jenis H. minor
dengan jumlah kerapatan 3,78
tegakan/m2. Adapun jenis lamun yang
mendominasi di perairan tersebut
adalah jenis E. acoroides sedangkan
jenis yang paling sedikit ditemukan
adalah jenis H. minor.
Struktur Komunitas Makrozobentos stasiun penelitian bisa dilihat pada
Jenis-Jenis Makrozoobentos Tabel 9.

Adapun jenis makrozoobentos


yang teridentifikasi di perairan Selat
Bintan Desa Pengujan terdapat tiga
kelas yang ditemukan yaitu
Gastropoda, Bivalva dan Asteroidea
yang mendiami perairan Selat Bintan,
dan jenis makrozoobentos yang paling
banyak ditemukan pada setiap stasiun
terdapat pada klas Gastropoda, untuk
lebih jelasnya biasa dilihat pada Tabel
8.

Dari Tabel 9 dapat dilihat


bahwa jenis makrozoobentos yang
paling banyak ditemukan terdapat
pada jenis Strombus epidromis dengan
tingkat rata-rata kelimpahan sebesar
5,2 ind/m2 sedangkan kelimpahan
terendah terdapat pada jenis Cantharus
rubiginosis dengan kelimpahan rata-
rata 0,2 ind/m2.
Kelimpahan Makrozoobentos

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa Adapun dari hasil pengamatan


jenis makrozoobentos yang ditemukan kelimpahan makrozoobentos yang
sebanyak 13 jenis dari tiga klas yang telah dilakukan di kawasan Selat
tersebar di 3 stasiun pengamatan, yang Bintan Desa Pengujan bisa dilihat
terdiri atas 7 jenis dari kelas pada Tabel 10.
gastopoda, 4 jenis dari kelas bivalva
dan 1 jenis dari kelas Asteroidea.
Kelimpahan Makrozoobentos perjenis

Kelimpahan makrozoobentos
setiap jenis pada stasiun berbeda-beda,
diduga disebabkan oleh beberapa
faktor, baik dari lingkungan maupun
dari luar lingkungan. Untuk
mengetahui kelimpahan
makrozoobentos setiap jenis
diperlukan pengamatan pada perairan
tersebut. Adapun kisaran nilai
kelimpahan makrozoobentos setiap
jenis yang tertangkap pada setiap
Berdasarkan hasil pengamatan
pada ketiga stasiun dapat dilihat
bahwa kelimpahan makrozoobentos Dari hasil analisis regresi
yang paling tertinggi yaitu pada tersebut, diperoleh nilai uji statistik
stasiun I dengan jumlah kelimpahan dari hubungan kerpatan lamun
11 ind/m2 dan stasiun II dengan terhadap kelimpahan makrozoobentos
jumlah kelimpahan 9,89 ind/m2, di kawasan Selat Bintan dapat dilihat
sedangkan untuk kelimpahan terendah dari persamaan matematisnya Y=
terdapat pada stasiun 3 dengan jumlah 14,20 -0,018X dengan nilai
kelimpahan 9 ind/m2, untuk lebih determinasi atau R2= 0,187 dan
jelasnya disajikan pada Gambar 3. koefisien korelasi r= 0,433.
Berdasarkan hasil uji regresi linaer
yang menghasilkan persamaan,
diketahui pengaruh kerapatan lamun
terhadap kelimpahan
makroozoobentos sebesar 43o/o
sedangkan 57o/o dipengaruhi oleh
faktor lingkungan lainnya.

Pembahasan
Struktur Vergetasi Lamun
Jenis-Jenis Lamun

Pengamatan lamun di setiap


Hubungan Kerapatan Lamun dan stasiun penelitian dilakukan dengan
Kelimpahan Makrozoobentos mengidentifikasi jenis lamun serta
menghitung kerapatan setiap stasiun,
Untuk mengetahui hubungan adapun jenis yang ditemukan pada
kerapatan lamun terhadap kelimpahan penelitian ini yaitu E. acoroides, H.
makrozoobentos di Selat Bintan minor, H. uninervis, dan T. hemprichii.
diperlukan analisis regresi linear, Berdasarkan hasil pengamatan
analisis tersebut bertujuan untuk dilapangan pada setiap stasiun jenis
memberi gambaran mengenai ada atau yang paling banyak ditemukan adalah
tidaknya hubungan antara dua variabel jenis E. acoroides sedangkan jenis
atau lebih dari yang telah diamati pada yang paling sedikit ditemukan yaitu
penelitian tersebut. Adapaun hasil jenis H. minor yang hanya terdapat di
analisis regresi dari hubungan stasiun I pada transek satu dan tiga.
kerapatan lamun terhadap kelimpahan Secara keseluruhan jenis lamun
makrozoobentos di perairan Selat yang hidup di perairan Selat Bintan
Bintan Desa Pengujan yang telah merupakan jenis lamun yang biasa
diteliti dapat dilihat pada Gambar 4. hidup di perairan dangkal dan selalu
terbuka pada saat air surut, dan
beberapa jenis lamun yang ditemukan
dapat hidup di perairan dalam.
Distribusi lamun dari arah pantai
hingga ke arah tubir di perairan Selat
Bintan tergolong vegetasi campuran
karena lamun yang dijumpai lebih dari
satu jenis. Lamun yang mendominasi
di perairan Selat Bintan terdiri atas menyebabkan tingkat kerapatan lamun
jenis E. acoroides dan T. Hemprichii. semakin tinggi.
Lamun E. acoroides memiliki
bentuk dan struktur akar yang lebih Struktur Komunitas Makrozoobentos
besar dibandingkan dengan jenis yang
lain, sehingga mampu hidup di Berdasarkan hasil penelitian
perairan berlumpur karena struktur yang telah dilakukan pada kawasan
akarnya yang lebih kuat dan dapat perairan Selat Bintan Desa Pengujan
pertahan pada perairan berlumpur dan ditemunan 13 jenis makrozoobentos
jenis E. acoroides memiliki yang terdiri atas 3 kelas yaitu
kemampuan bertahan pada perairan gastropoda, bivalvia dan asteroidea,
yang keruh sehingga mampu hal ini menunjukkan bahwa jenis
medominasi pada perairan Selat phylum moluska lebih mendominasi
Bintan Desa Pengujan, sedangkan pada perairan tersebut. Menurut
jenis H.minor memiliki struktur daun (Canpenberg et al, 2006) moluska
dan akar yang lebih kecil yang khususnya dari kelas gastropoda dan
menyebabkan jenis ini susah untuk bivalvia, merupakan kelompok yang
bertahan pada perairan berlumpur. paling berhasil menempati berbagai
macam habitat dan ekosistem, seperti
Kerapatan Lamun lamun, karang, mangrove dan substrat
pasir/lumpur yang bersifat terbuka
Hasil penelitian diperoleh rata- moluska memiliki kemampuan
rata kerapatan lamun yang paling beradaptasi yang cukup tinggi pada
tinggi terdapat pada stasiun III yaitu berbagai habitat, dapat mengakumulasi
sebesar 271,89 tegakan/m2, kemudian logam berat tanpa mengalami
diikuti stasiun II dengan jumlah rata- kematian dan berperan sebagai
rata I kerapatan berkisar 205,89 indikator lingkungan. Bentos pada
tegakan/m2 lalu yang terendah pada phylum moluska lebih mendominasi
stasiun yaitu sebesar 205,22 dibandingkan dengan phylum
2
tegakan/m . Dari data tersebut dapat echinodermata.
disimpulkan bahwa lamun yang berada
di kawasan penelitian tersebut terdapat Kelimpahan rata-rata
pada skala 5 yang berarti keadaan makrozoobentos pada perairan Selat
lamun di kawasan Selat Bintan sangat Bintan Desa Pengujan memiliki nilai
rapat karena rata-rata kerapatan di kelimpahan yang berbeda-beda pada
setiap stasiun mencapai >175 masing-masing stasiun. Pada stasiun I
tegakan/m2. kelimpahan makrozoobentos lebih
Berdasarkan pernyataan tersebut tinggi yaitu 11 ind/m2 dibandingkan
dapat dilihat bahwa kerapatan lamun dengan kelimpahan makrozoobentos
pada setiap stasiun berbeda-beda, pada stasiun II yaitu 9,89 ind/m2 dan
karena beberapa faktor seperti kelimpahan makrozoobentos pada
perbedaan substrat dan letak stasiun III yaitu 9 ind/m2. Dari hasil
pertumbuhan. Menurut Tomascik et al. pengamatan yang telah dilakukan
(dalam Hasanuddin, 2013 ), pada menunjukkan bahwa kelimpahan
sedimen yang halus persentase bahan makrozoobentos di perairan tersebut
organik lebih tinggi dari pada sedimen. sangat rendah, hal ini disebabkan oleh
Tingginya kandungan bahan organik faktor-faktor tertentu seperti parameter
dalam substrat sangat menunjang lingkungan dan akibat dari aktivitas
proses pertumbuhan dari lamun, yang masyarakat setempat yang mengambil
atau menangkap siput untuk
dikonsumsi. Selain itu, juga Menurut Hemminga dan Duarte
disebabkan oleh tingginya kerapatan (2000), keberadaan suatu jenis
lamun yang menyebabkan ruang makrozoobentos di daerah lamun tidak
lingkup aktivitas makrozoobentos bergantung sepenuhnya pada
berkurang, karena ditutupi oleh akar keberadaan vegetasi lamun. Faktor
lamun yang padat terutama pada jenis lingkungan seperti, karakteristik
E.acoroides yang memiliki akar besar substrat, kedalaman dan salinitas
sehingga menutupi dasar perairan. seringkali lebih memiliki pengaruh
terhadap keberadaan suatu jenis
Kehidupan organisme bentik makrozoobentos di daerah lamun.
dipengaruhi oleh kondisi Nybakken (1992) yang menyatakan
lingkungannya baik fisik, kimia bahwa substrat dasar merupakan salah
maupun biologi (suhu, salinitas, pH, satu faktor ekologis utama yang
tekstur sedimen dan kandungan bahan mempengaruhi struktur komunitas
organik pada sedimen). Penyebaran hewan makrozoobentos, selain itu
makrozoobentos erat sekali parameter perairan seperti salinitas
hubungannya dengan kondisi perairan mempengaruhi penyebaran hewan
dimana organisme ini ditemukan. makrozoobentos karena setiap
Sumber bahan organik pada sedimen organisme laut dapat bertoleransi
adalah lamun dan tinja biota bentik. terhadap perubahan salinitas yang
Gangguan lingkungan di daerah pesisir relatif kecil dan perlahan.
akan mempengaruhi secara langsung
organisme yang menjadi sumber bahan Berdasarkan hasil regresi linear
organik dalam sedimen tersebut yang diperoleh, maka hipotesis yang
(Knox, dalam Ruswahyuni, 2008). telah diajukan dalam penelitian ini
ditolak, dilihat dari perasamaannya
Hubungan Kerapatan Lamun dan bahwa hubungan kerapatan lamun
Kelimpahan Makrozoobentos dengan kelimpahan makrozoobentos
memiliki hubungan yang negatif, hal
Berdasarkan hasil penelitian ini menggambarkan bahwa semakin
yang telah dilakukan dari hubungan tinggi kerapatan lamun maka
kerapatan lamun terhadap kelimpahan kelimpahan makrozoobentos semakin
makrozoobentos di kawasan Selat sedikit. Menurut Syari (2005),
Bintan dapat dilihat dari persamaan kerapatan lamun yang terlalu tinggi
Y= 14,20-0,018X. Dengan nilai R2= akan menghambat aktivitas dari
0,187 dan r = 0,432. Berdasarkan organisme dasar yaitu makrozoobentos
pernyataan Razak (1991) maka terutama pada phylum molluska
hubungan kerapatan lamun terhadap karena sistem perakaran yang rapat,
kelimpahan makrozoobentos di sehingga tidak ada ruang yang ideal
perairan Selat Bintan Desa Pengujan untuk pergerakan bagi molluska.
terdapat pada skala 3 yaitu
hubungannya tergolong sedang. Menurut Tomascik et al. (dalam
Berdasarkan persamaan tersebut dapat Hasanuddin, 2013 ), pada sedimen
diketahui juga pengaruh kerapatan yang halus persentase bahan organik
lamun dengan kelimpahan lebih tinggi daripada sedimen kasar.
makrozoobentos sebesar 43o/o, Tingginya kandungan bahan organik
o dalam substrat sangat menunjang
sedangkan 57 /o lainnya dipengaruhi
faktor lingkungan. proses pertumbuhan dari lamun, yang
menyebabkan tingkat kerapatan lamun
semakin tinggi.
Menurut Odum ( dalam Fikri, mempengaruhi rendahnya kelimpahan
2014), jenis substrat sangat penting makrozoobentos, yaitu aktivitas
dalam perkembangan komunitas manusia yang mengambil siput untuk
hewan bentos, jenis substrat pasir dikonsumsi, sehingga menyebabkan
cenderung mudah bagi bentos untuk terganggunya habitat dari bentos
bergerak dari tempat satu ke tempat tersebut.
yang lain, sedangkan substrat
berlumpur biasanya cenderung KESIMPULAN DAN SARAN
mengandung oksigen yang sedikit,
Kesimpulan
oleh sebab itu, organisme yang hidup
didalamnya harus dapat beradaptasi Dari hasil penelitian yang telah
pada keadaan tersebut. dilakukan dapat dilihat bahwa
Kondisi diatas diduga Kerapatan lamun di perairan Selat
disebabkan oleh tingginya kerapatan Bintan Desa Pengujan memiliki
lamun yang menyebabkan bahan kerapatan yang sanggat tinggi, dimana
organik yang dihasilkan semakin kerapatan lamun tersebut tergolong
tinggi dan bakteri aerob membutuhkan dalam vegetasi campuran, yaitu
oksigen yang banyak untuk melakukan komunitas lamun yang memiliki lebih
proses perombakan bahan organik dari satu jenis. Dan kelimpahan
menjadi anorganik, dan menyebabkan makrozoobentos di perairan tersebut
kadar oksigen pada sedimen berkurang tergolong sangat rendah.
sehingga makrozoobentos susah untuk Berdasarkan analisis regresi
beradaptasi dengan kadar oksigen linear diketahui hubungan kerapatan
yang sedikit pada sedimen dan sedikit lamun dengan kelimpahan
yang bisa beradaptasi di perairan makrozoobentos di Perairan Selat
tersebut. Bintan Desa Pengujan Tergolong
Adapun faktor lain yang Lemah dan mempunyai nilai yang
mempengaruhi kerapatan lamun dan negatif yang menggambarkan bahwa
kelimpahan makrozoobentos yaitu semakin tinggi kerapatan lamun maka
fisika perairan (suhu, kecerahan, dan kelimpahan makrozoobentos akan
arus), kimia (pH, oksigen terlarut dan semakin berkurang, dengan nilai
salinitas ), serta kandungan nutrien deretminasi R2= 0,187 dan koefisien
pada perairan tersebut. Bengen (dalam korelasi r=0,433.
Ristianti et al, 2014 ) menyatakan
bahwa ekosistem lamun mempunyai 5.1 Saran
fungsi penting bagi wilayah pesisir Saran untuk peneliti
dan laut diantaranya adalah sebagai selanjutnya agar dapat menambah data
produsen detritus dan zat hara, tentang fraksi sedimen di perairan
sedimen yang menstabilkan substrat Selat Bintan agar memperoleh data
yang lunak dengan mengikat sistem yang lebih akurat dan diharapkan
perakaran yang kuat (padat dan saling untuk peneliti selanjutnya lebih
menyilang) sebagai tempat berlindung, memperhatikan lagi waktu pasang
mencari makan, tumbuh besar, dan surut di perairan agar tidak terjadi
memijah bagi beberapa jenis biota kendala pada saat melaksanakan
laut. Selain itu, lamun juga sebagai penelitian.
pelindung yang melindungi penghuni
padang lamun dari sengatan matahari.
Adapan faktor luar yang
DAFTAR PUSTAKA Approach. PT. Jakarta:
Gramedia.
Agustina, A. 2016. Kerapatan Dan
Biomassa Lamun Thalassia Razak, A. 1991. Statistika Bidang
Hemprichii Di Pantai Hemmiga, M.A, C.M.,
Nirwana Kota Padang Duarte. 2000. Seagrass
Provinsi Sumatera Barat. Ecology. London-United
[Skripsi]. Universitas Riau. Kingdom (UK): Cambridge
Univesity Press.
Azkab, M . H . 1999. Pedoman
Inventarisasi Lamun. Oseana, Pendidikan. Fakultas Keguruan dan
24(1): 1-16. Ilmu Pendidikan Universitas
Riau. Pekanbaru.
Cappenberg, H.W.A. A.Aziz dan I.
Aswandy. 2006. Komunitas Ristianti, N. Ruswahyuni dan
moluska di Perairan Teluk Suryanti. 2014. Hubungan
Gilamanuk, Bali Barat. Kelimpahan Epifauna pada
Oceanologi dan Limnology di Kerapatan Lamun yang
Indonesia 40:53-64. Berbeda di Pantai Pancuran
Belakang Pulau
Fikri, R. 2014. Keanekaragaman dan Karimunjawa, Jepara. Journal
Kelimpahan Makrozoobentos Of Maquares, 3(4): 34-40.
di pantai Kartika Jaya
Kecamatan Patebon Ruswahyuni. 2008. Struktur
Kabupaten Kendal. [Skipsi]. Komunitas Makrozoobentos
Universitas Muhamadiah yang Berasosiasi dengan
Surakarta. Lamun Pada Pantai Berpasir
di Jepara. Jurnal Saintek
Fitriana, Y.R. 2005. Keanekaragaman Perikanan, 3(2 ): 33-36.
dan Kelimpahan
Makrozoobentos di Hutan Suwignyo, S. B. Widigdo, Y.
Mangrove Hasil Rehabilitasi Wardiatno dan M. Krisanti.
2005. Avertebrata Air jilid 1.
Taman Hutan Raya Ngurah
Penebar Swadaya.
Rai Bali. Biodiversitas, 7(1):
67-72. Syari, I.A.2005. Asosiasi Gastropoda
Di Ekosistem Padang Lamun
Hartono. 2014. SPSS 16.0 Analisis Perairan Pulau Lepar Provinsi
Data Statistik dan Penelitian. Kepulauan Bangka Belitung.
Yogyakarta: Zanava. [Skripsi], Institut Pertanian
Bogor.
Hasanuddin, R. 2013. Hubungan
Antara Kerapatan Dan
Morfometrik Lamun Enhalus
Acoroides Dengan Substrat
dan Nutrien di Pulau Sarappo
Lompo Kab. Pangkep.
[Skripsi]. Universitas
Hasanudin.
Nybakken, J.W. 1992. Marine
Biology: An Ecological

You might also like