You are on page 1of 17

JURNAL

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN RAWA


DESA SAWAH KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

OLEH :

MASDALIFA HARAHAP

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
Community structure of makrozoobenthos in swamp area of the Sawah Village,
Kampar Regency, Riau
By :
Masdalifa Harahap1), Nur El Fajri2), Adriman2)
masdaharahap23@gmail.com

ABSTRACT
In the swamp area of the Sawah village, there are settlements, agriculture and
farms that flew their liquid waste to the swamp and polluting that area. To understand
the water quality of the swamp based on macrozoobenthos community, a research
was conducted in March-April 2018. The method used is survey method. The
location of the sampling is determined using purposive sampling. Samples taken with
PVC pipe ( 7 cm diameter), then it was sieved and sorted by hand. Captured
macrozoobenthos was preserved with formalin 10%. Parameters measured were the
abundance, diversity index, dominance index, and uniformity index. Water quality
parameters measured were temperature, transparency, depth, pH, and dissolved
oxygen. There were 3 stations and in each station, there were 3 sampling points.
Macrozoobenthos and water were sampled 3 times, once/week. Result shown that
there were 4 types of macrozoobenthos present, namely Annelids (Hirudo sp.),
crustaceans (Macrobachium sp.), insects (Ablesmyia sp.) and oligochaete (Lumbricus
sp.). The abundance of macrozoobenthos ranged from 59 -113 organisms/m2,
diversity index was 0.930-1.740, dominance index was 0.651–0.3524, and uniformity
index was 0.588–0.870. The water quality parameters were as follow: temperature 29
– 30 0C, transparency 57- 62 cm, depth 1.22-0.97 m, pH 5 and dissolved oxygen 4.7-
4.5 mg/L. Data obtained indicate that the water of the Sawah Village is moderately
polluted.

Keywords : swamp organism, swamp pollution, diversity index, purposive sampling

1)
Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University
2)
Lecture of the Fisheries and Marine Science Faculty, RiauUniversity
1

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN RAWA


DESA SAWAH KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

Oleh :
Masdalifa Harahap1), Nur El Fajri2), Adriman2)
masdaharahap23@gmail.com

ABSTRAK

Struktur Komunitas makrozoobenthos dapat dijadikan sebagai indiktor


pencemaran ekositem akuatik secara umum. Tujuannya untuk mengetahui struktur
komunitas makrozoobenthos berdasarkan jenis, kelimpahan, nilai indeks
keanekaragaman (H’), indeks dominansi (C) dan indeks keseragaman jenis (E).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret sampai april 2018. Parameter yang
diukur adalah suhu, kecerahan, kedalaman, pH, oksigen terlarut. Dalam penelitian ini
ada tiga stasiun dengan tiga titik sampling disetiap stasiun. Sampel air dan
makrozoobenthos dilakukan 3 kali pengambilan sampel dengan interval waktu satu
minggu. Hasil penelitian ditemukan 4 jenis makrozoobenthos dari 4 kelas yaitu
annelida, crustacea, insecta, dan oligocaeta. Kelas annelida terdiri dari satu jenis yaitu
Hirudo sp, kelas crustacea yaitu Macrobachium sp, kelas insecta terdiri dari
Ablabesmyia sp dan kelas oligocaeta yaitu Lumbricus sp. Kelimpahan
makrozoobenthos berkisar antara 59 – 113 (ind/m2), nilai indeks keanekaragaman
(H’) berkisar antara 0,9304 - 1,7396, nilai indeks dominansi (C) berkisar antara
0,6505 – 0, 3524, nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0, 5870 – 0, 8698.
Parameter air adalah sebagai berikut suhu 29–30 0C, kecerahan 57-62 cm, kedalaman
1,22-0,97 m, pH 5, okaigen terlarut 4.7-4.5 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa
perairan rawa Desa Sawah tergolong kedalam perairan yang tercemar ringan

Kata Kunci: Tercemar ringan, persawahan, perkebunan, peternakan, indeks


keanekaragaman
1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
2) Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau

PENDAHULUAN
Makrozoobenthos adalah perairan. Makrozoobenthos berperan
organisme yang sebagian besar atau sebagai organisme kunci dalam
seluruh hidupnya berada di dasar jaringan makanan, serta sebagai
perairaan yang memiliki ukuran 3- indikator pencemaran. Dengan adanya
5mm, hidup secara sesil, merayap dan kelompok benthos yang hidup menetap
menggali lubang. Makrozoobenthos (sesil) dan memiliki daya adaptasi
merupakan salah satu kelompok yang bervariasi terhadap kondisi
terpenting dalam suatu ekosistem lingkungan, membuat hewan benthos
2

sering kali digunakan sebagai indikator penghujan dan sebagai cadangan air
penentu kualitas air. pada saat musim kemarau tiba. Selain
Kelimpahan dan keanekaragaman itu rawa juga dapat menampung air
makrozoobenthos dipengaruhi oleh banjir, menjadi sumber energi dan
perubahan kualitas air dan substrat sumber makanan. Perairan rawa Desa
tempat hidupnya, dan juga sangat Sawah merupakan jenis rawa
tergantung pada toleransi dan pedalaman, yang terletak jauh dari
sensitifnya terhadap perubahan pantai/ muara sungai dan tidak
lingkungan disekitarnya. Oleh karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
itu nilai toleransi dari makrozobenthos METODE PENELITIAN
terhadap lingkungan adalah berbeda-
beda (Marsaulina, 1994 dalam Sinaga, Metode yang digunakan dalam
2009). penelitian ini adalah metode purposive
Rawa Desa Sawah merupakan sampling yaitu dengan memperhatikan
salah satu perairan yang terdapat di aktivitas yang terdapat di lokasi
Kecamatan Kampar Utara Kabupaten penelitian, sehingga dapat mewakili
Kampar. Rawa Desa Sawah memiliki kondisi perairan secara keseluruhan.
potensi diantaranya untuk perikanan Lokasi pengukuran dan pengambilan
tangkap dan lahan sekitarnya sebagai sampel ditetapkan tiga stasiun, pada
pertanian, perkebunan, dan setiap stasiun ditentukan tiga titik
peternakan. Ditinjau dari aspek pengambilan sampel untuk dapat
ekologi, rawa Desa Sawah berperan mewakili kondisi perairan secara
sebagai sumber cadangan air, keseluruhan. Adapun karakteristik
menyimpan dan menyerap air dari masing-masing stasiun sebagai
daerah sekitarnya pada saat musim berikut:

Stasiun I : Berada di kawasan yangsekitarnya terdapat aktifitas


pertanian, persawahan dan pemukiman penduduk dan
kolam budidaya yang bertempat di dusun sawah.
Stasiun II : Berada di kawasan yang sekitarnya terdapat pemukiman
masyarakat, ada aktifitas penangkapan ikan dan
pengembalaan ternak (kerbau)dan bertempat di dusun
Sanggar puyuh .
Stasiun III : Berada di kawasan yang sekitarnya terdapat perkebunan
(sawit dan karet) adanya aktifitas penangkapan ikan dan
adanya anakan sungai kampar yang masuk ke perairan rawa
Desa Sawah dan bertempat dusun Sanggar puyuh.
Pengukuran dan pengambilan 09.00 sampai selesai. Pengukuran dan
sampel dilakukan empat kali pada pengambilan sampel air dilakukan
setiap stasiun dengan interval waktu untuk parameter fisika dan
satu minggu. Pengukuran dan kimia.Pengambilan dan analisis
pengambilan air dilakukan pada pukul sampel air untuk parameter suhu, pH,
3

oksigenterlarut dan kecerahan dan diameter pipa paralon adalah 6 cm


kedalaman dilakukan langsung di (maka jari-jari atau r adalah 3 cm) dan
lapangan. Sedangkan untuk parameter pengambilan benthos dilakukan 3 kali
TOM, fraksi sedimen, bahan organic padatitik sampling. Maka luas
dan makrozoobenthos analisisnya penampang 3,14 x 32 = 28,26 cm2,
dilakukan di laboratorium. sehingga didapatkan 3 x 28,26 =84,78
Perhitungan kelimpahan cm2. Jikadalam 1 m2 (10.000 cm2)
makrozoobenthos dilakukan didapatkan individu sebanyak b
berdasarkan jumlah individu persatuan individu, kelimpahan
2
luas (ind/cm ), pada penelitian ini pipa makrozoobenthos dihitung dengan
paralon yang digunakan memiliki luas rumus:
penampang dengan rumus: πr2,
K = P x 10.000 (cm)
Luas penampang paralon (cm2)
Dimana:
K = Kelimpahan benthos (ind/m2)
P = Individu yang ditemukan
10.000 = Merupakankalibrasidari 1 meter perkiraankawasanpengambilan
benthos menggunakan pipa paralon (1 meter x 1 meter atau 100 cm
x 100 cm)
Analisis Data

Data hasil pengukuran parameter kriteria kualitas air kelas 3 yaitu air
kualitas air (fisika, kimia dan biologi) yang peruntukannya dapat digunakan
baik di lapangan dan di laboratorium budidaya perikanan air tawar,
selama penelitian ditabulasikan dalam peternakan untuk mengairi pertanian
bentuk tabel dan ditampilkan dalam dan untuk peruntukan lainnya yang
bentuk grafik atau gambar, kemudian mempersyaratkan mutu air yang sama
dilakukan analisis secara deskriptif. dengan kegunaan tersebut. Selanjutnya
Data kualitas perairan yang telah dilakukan analisis deskriptif terhadap
didapatkan dibandingkan dengan PP nilai kualitas air, bahan organik dan
No 82 Tahun 2001 tentang kelimpahan makrozoobenthos di
pengelolaan kualitas air dan perairan rawa Desa Sawah
pengendalian pencemaran air dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil penelitian jenis Kelas annelida terdiri dari satu jenis
makrozoobenthos yang ditemukan di yaitu Hirudo sp, kelas crustacea yaitu
perairan rawa Desa Sawah terdapat 4 Macrobachium sp, kelas insecta terdiri
jenis dari 4 kelas yaitu annelida, dari Ablesmyia sp dan kelas oligocaeta
crustacea, insecta, dan oligocaeta. yaitu Lumbricus sp
4

Tabel 2. Jenis Makrozoobenthos yang Ditemukan di perairan Rawa Desa Sawah


pada masing-masing stasiun penelitian
Stasiun Jlh %
No Kelas Famili Genus Spesies
1 2 3
1. Annelida Chironomidae Hirudo Hirudo sp. 15 14 9 38 17.27
5.45
2. Crustacea Palaemonidae Macrobachium . Macrobachium sp 12 12
10.10
3. Insecta Chironimidae Ablabesmyia Ablabesmyia sp 10 6 8 24
66.36
4. Oligochaeta Tubificidae Lumbricus Lumbricus sp 88 58 30 146
Total 113 78 59 220 100
Berdasarkan Tabel 3 individu pada Stasiun 3. Pada setiap
Lumbricus sp. merupakan jenis stasiun lumbricus sp adalah jenis yang
makrozoobentos yang paling banyak paling banyak ditemukan, hal ini
ditemukan pada setiap stasiun disebabkan karena perairan rawa Desa
penelitian dengan jumlah total Sawah banyak mengandung bahan
keseluruhan stasiun adalah 146 organik. Hal ini sesuai dengan substrat
individu, selanjutnya Hirudo sp dan perairan rawa Desa Sawah yaitu
Ablesmyia sp. adalah jenis yang lumpur berpasir yang merupakan
ditemukan pada setiap stasiun habitat paling disukai oleh organisme
penelitian dengan total keseluruhan 58 tersebut. Untuk lebih jelasnya
individu. Sedangkan jenis yang paling persentase jenis makrozoobentos yang
sedikit ditemukan selama penelitian ditemukan setiap stasiun penelitian di
adalah Macrobachium sp. yaitu 12 sajikan pada Gambar 1
.

15 14 14%11%
% 13 % 14 7%
72 72
% %
% %
68%

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Keterangan:

Lumbricus sp

Macrobachium sp

Ablabesmyia sp

Hirudo sp

Gambar 1. Persentase Jenis Makrozoobentos yang Ditemukan Setiap Stasiun


Penelitian di Perairan rawa Desa Sawah.
5

Berdasarkan Gambar 1, jenis bersifat predator atau memangsa


makrozoobentos pada Stasiun 1 avertebrata lain yang lebih kecil.
sampai stasiun 3 jenis yang paling Adapun klasifikasi
banyak ditemukan adalah jenis Ablabesmyia sp. menurut Epler
Lumbricus sp dengan rat-rata 71%, dan (2001) adalah sebagai berikut:
organisme makrozoobenthos yang Kingdom : Animalia
paling sedikit ditemukan adalah jenis Filum : Arthropoda
Macrobachium sp dengan nilai rata- Kelas : Insekta
rata 12%. Ordo : Diptera
Ablabesmyia sp Famili : Chironomidae
Genus : Ablesmyia
Ablabesmyia sp. Merupakan Spesies : Ablabesmyia sp.
famili dari Chironomidae yang dapat Lumbricus sp
ditemukan di dasar air yang
ditutupi oleh vegetasi. blesmyia sp Menurut Milligan (1997)
adalah serangga kecil yang mirip Lumbricussp.memiliki ciri-ciri antara
Capung, memiliki variasi panjang lain: tidak memiliki insang filamen,
mulai dari 2 hingga 18 milimeter pada dorsalnya terdapat setae yang
bergantung pada masing-masing bervariasi. Dinding tubuh tidak
spesies (Farhani, 2012). Selanjutnya memiliki papila, prostomium tidak
Chironomidae memiliki empat fase dapat digerakkan. Hair setae tidak
hidup yaitu, telur, larva, pupa dan ditemukan, semua setae berbentuk
dewasa. Siklus hidup dari telur hingga bifid atau simple point. Prostomial pit
desawa berkisar dalam rentang waktu tidak ditemukan. Panjang gigiatas pada
satu minggu hingga lebih dari satu semuasetae bervariasi, modifikasi
tahunbergantung pada spesiesnya genitalsetae tidak ada. Terdapat
(Bay dalam Farhani, 2012). Pada fase culticular penis sheaths. Biasanya
larva, Chironomidae ini memiliki tipe rasio panjangdan lebarpenis
dan cara makan yang bervariasi, ada sheathslebih besar yaitu10:1; jika
yang bersifat detritivor yakni kurang dari10:1, makagigiatas pada
memakan organisme yang sudah perut bagian anterior lebih
mati, grazer yaitu memakan algae dan panjangdantebal daripada gigi yang
fhitoplankton serta ada pula yang dibawahdanmembentuk sudut900 .
Klasifikasi banyak (johan dalam Setiawan et al.,
Kingdom : Animalia 2015). Selanjutnya tumpukan bahan
Filum : Annelida organik yang banyak dapat
Kelas : Clitellata menyebabkan beberapa jenis spesies
Sub kelas : Oligochaetan lain mati, namun Lumbricus sp.
Famili : Tubuficidae merupakan salah satu
Genus : Lumbricus makrozoobenthos dari kelas
Spesies : Lumbricus ssp. Oligocaeta yang mampu bertahan
Habitat yang paling disukai hidup bahkan berkembang baik di
Lumbricus sp. adalah endapan lumpur lingkungan yang kaya akan bahan
serta tumpukan bahan organik yang organik. Johan dalam Setiawan et al.,
6

(2015) menyatakan bahwa Lumbricus karapas (carapace). Tonjolan seperti


sp merupakan organisme dasar yang pedang pada carapace disebut rostrum
suka membenamkan diri dalam dengan gigi atas berjumlah 11-15 buah
lumpur. Hal ini sesuai dengan jenis dan gigi bawah
fraksi sedimen yang ada diperairan 8-14 buah. Kaki jalan ke dua pada
rawa Desa Sawah yaitu lumbur udang dewasa tumbuh sangat panjang
berpasir. dan besar,panjangnya bisa mencapai
1,5 kali panjang badan, sedangkan
Hirudo sp pada udang
betina pertumbuhan tidak begitu
Menurut Odum (1993) dalam
mencolok. Menurut (Murtidjo 2008),
Andriana (2008), Salah satu spesies
Macrobrachium sp dapat
dari Annelida yaitu Hirudo
diklasifikasikan sebagai berikut:
merupakan organisme yang masih
Kingdom : Animalia
dapat ditemukan pada lingkungan
Filum : Decapoda
yang tercemar, sehingga termasuk ke
Kelas : Crustacea
dalam organisme toleran. Umumnya
Ordo : Hirudinida
spesies lintah dapat ditemukan pada
Famili : Palaemonidae
habitat eutrofik, poly-saprobic, dan
Genus : Macrobrachium
lingkungan yang mengalami tekanan
Spesies : Macrobrachium sp
menengah maupun tekanan yang
Macrobrachium sp ditemukan
tinggi (Juliantara, 2011). Adapun
pada perairan yang dangkal, arus
klasifikasi Hirudo sp adalah sebagai
cepat dengan substrat berpasir dan
berikut:
badan sungai ditutupi oleh vegetasi,
Kingdom : Animalia
jenis ini biasa ditemukan pada sungai
Filum : Annelida
dengan aliran air yang cepat dan
Kelas : Clitellata
kumpulan bebatuan kecil(Yeo et al.,
Ordo : Hirudinida
1999; Wowor and Choy,
Famili : Hirudinidae
2001).Menurut Simeon et al. (2014),
Genus : Hirudo
Macrobrachium spditemukan pada
Spesies : Hirudo sp.
wilayah sungai dengan tutupan
vegetasi yang tinggi.
Macrobachium sp
Macrobrachium SP mencari
Macrobrachium mempunyai
makanan pada malam hari,sedangkan
karakteristik morfologi tubuh beruas-
pada siang hari berbenam diri dalam
ruas yang masing-masing dilengkapi
lumpur dan di balik batu karena udang
sepasang kaki renang, kulit keras
galah kurang menyukai sinar matahari
darichitin, dan pleura kedua menutupi
(Murtidjo2008). Namun apabila siang
pleura pertama dan ketiga. Badan
hari tidakterlalu terik, udang galah
terdiri atas 3bagian, yaitu bagian
akan aktif mencari makan (Hadie dan
kepala dan dada yang bersatu
Supriatna 1985).
membentuk kepala dada
Kelimpahanmakrozoobentos di
(cephalothorax), bagian badan
perairan perairan rawa Desa Sawah
(abdomen), dan bagian ekor
berkisar antara 59 – 113 (ind/m2).
(uropoda). Cephalothorax dibungkus
Kelimpahan makrozoobentos tertinggi
7

terdapat pada Stasiun 1 dan terendah kandungan bahan organik. Stasiun


pada Stasiun 3(Tabel 3).Hal ini karena 1memiliki kandungan bahan organik
di sekitar Stasiun 1 terdapat berbagai yang lebih tinggi (32.22%) dari pada
aktivitas yang dapat meningkatkan Stasiun 1 dan 2 serta tipe substrat yang
bahan organik seperti pemukiman mendukung untuk kehidupan
penduduk, aktivitas pertania, makrozoobentos yaitu substrat
perkebunan karet dan kolam budidaya berlumpur.
ikan. Bila dilihat dari persentase
Tabel 3. Kelimpahan Jenis Makrozoobentos PadaMasing-masing Stasiun
Stasiun Jlh
No Kelas Famili Genus Spesies
1 2 3
1. Annelida Chironomidae Hirudo Hirudo sp. 15 14 9 38
2. Crustacea Palaemonidae Macrobachium Macrobachium sp 12
12
3. Insecta Chironimidae Ablabesmyia Ablesmyia sp 10 6 8 24
4. Oligochaeta Tubificidae Lumbricus Lumbricus sp 88 58 30 146
Total 113 78 59 220

Berdasarkan tabel 4 Jenis organisme, dimana terdapat


organisme makrozoobentos yang organisme–organisme tertentu yang
ditemukan perairan rawa Desa Sawah tahan terhadap tingginya kandungan
adalah organisme yang tahan terhadap bahan organik tersebut.
pencemaran bahan organik tinggi. Hal Indeks Keanekaragaman (H’),
ini dikarenakan daerah perairan rawa Indeks Dominansi (C) dan Indeks
Desa Sawah merupakan penerimaan Keseragaman (E) Makrozoobenthos.
sisa aktivitas daripemukiman Perairan rawa Desa Sawah
penduduk, persawahan, perkebunan memiliki bahan organik yang tinggi
karet dan sawit. Adanya perbedaan sehingga mempengaruhi sumber
nilai kelimpahan makrozoobentos makanan dan struktur komunitasnya.
setiap stasiun penelitian juga berkaitan Berdasarkan hasil perhitungan nilai
erat dengan aktifitas antropogenik kelimpahan makrozoobentos pada
pada masing–masing kawasan perairan setiap stasiun, maka didapatkan nilai
yang merupakan sumber ketersediaan rata–rata indeks keanekaragaman,
bahan organik kedalam perairan. indeks dominansi, dan indeks
Zulkifli et al., (2009) menambahkan keseragaman makrozoobentos (Tabel
kandungan bahan organik yang tinggi 5).
akan mempengaruhi kelimpahan
8

Tabel 4. Nilai Indeks Makrozoobentos pada Setiap Stasiun

Stasiun Keanekaragaman (H') Dominansi (C) Keseragaman (E)

1 0,9304 0,6505 0,5870

2 1,0433 0,5929 0,6582

3 1,7396 0,3524 0,8698

Nilai indeks keanekaragaman Indeks dominansi (C)


(H’) makrozoobentos di perairan rawa makrozoobentos tidak ada yang
Desa Sawah berkisar antara Stasiun 1 mendekati nol artinya makrozoobentos
berjumlah 0,9304 Stasiun 2 berjumlah yang terdapat di perairan rawa Desa
1,0433 dan Stasiun 3 berjumlah 1,7396 Sawah tidak ada yang mendominansi
(Tabel 5). Menurut Shannon – dan diikuti dengan indeks
Wienner dalam Odum(1993) keseragaman yang tinggi (0,5929-
menyatakan bahwa nilai 1< H’ ≤ 3 0,6505) atau mendekati 1. Menurut
berarti struktur komunitas organisme Odum, (1971) nilai indeks dominansi
tersebut baik. Sedangkan nilai H’ < 1 berkisar antara 0-1, apabila indeks
berarti struktur komunitas tersebut dominansi mendekati 0 berarti hampir
tidak baik.Hal ini disebabkan karena tidak ada individu yang mendominansi
kondisi perairan disepanjang Stasiun 1 dan biasanya diikuti dengan nilai
masih tergolong alami yang indeks keseragaman yang besar. Jika
didominasi oleh hutan. Menurut indeks dominansi mendekati 1, berarti
Sastrawijaya (dalam Tarigan, 2009) ada salah satu spesies yang
klasifikasi derajat pencemaran air mendominansi dan diikuti oleh nilai
berdasarkan indeks diversitas dapat keseragaman yang semakin kecil.
digolongkan sebagai berikut: H’ < 1,0:
tercemar berat, H’ = 1,0–1,60: Nilai indeks keseragaman (E)
tercemar sedang, H’ = 1,6–2,0 pada setiap stasiun mendekati 1, nilai
:tercemar ringan dan H’> 2,0: tidak indeks keseragaman yang terendah
tercemar. Berdasarkan pada Stasiun 1 dan yang tertinggi pada
pengelompokkan tersebut, maka Stasiun 3(Tabel 5). Menurut Odum,
diperoleh Stasiun 1, 2 dan 3 termasuk (1993) apabila nilai E mendekati 1
kedalam kelompok perairan tercemar berarti jumlah individu tiap genus
ringan hingga tercemar sedang. dapat dikatakan sama atau tidak jauh
Berdasarkan pengelompokan tersebut, berbeda. Sedangkan apabila nilai E
maka diketahui perairan rawa Desa mendekati 0 berarti menunjukan
Sawah tergolong kedalam perairan bahwa penyebaran jumlah individu
yang tercemar ringan sampai sedang tiap jenis tidak sama dengan. Krebs
yaitu 0,9304-1,7396. dalam Tarigan, (2009) menambahkan
nilai indeks keseragaman (E) berkisar
9

antara 0-1. Jika nilai indeks bahan organik yang terbawa oleh
keseragaman mendekati 0 berarti aliran air,dimana tekstur dan ukuran
keseragamannya rendah karena ada partikel yang halus memudahkan
jenis yang mendominansi. Bila nilai terserapnya bahan
mendekati 1, maka keseragaman tinggi organik.Pernyataaninisesuaidenganjum
dan menggambarkan tidak ada jenis lahperhitungankelimpahanindividumak
yang mendominansi sehingga rozoobentos (Tabel 4) yang mana pada
pembagian jumlah individu pada Stasiun 1 memiliki kelimpahan
masing-masing jenis sangat seragam tertinggi serta adanya jenis yang
atau merata. mendomansi yaitu Lumbricus sp.
Bahan Organik Menurut Fajri dan Kasry (2013),
Hasil pengukuran rata–rata banyaknya bahan organik di perairan
kandungan bahan organik selama juga memberikan pengaruh terhadap
penelitian berkisar 35,22% - 17,04%. keberadaan makrozoobentos, semakin
Kandungan bahan organik tertinggi tinggi kandungan bahan organik di
ditemukan pada Stasiun 1 yaitu perairan, maka kelimpahan
35,22%. Sedangkan yang terendah makrozoobentos akan semakin tinggi.
ditemukan pada Stasiun 3 yaitu Budijono dan Fajri (2002)
17,04%. menambahkan tingginya kandungan
40 bahan organik pada substrat perairan
35 akan menyebabkan perubahan
komunitas organisme hewan bentos
Bahan Organik

30
Fraksi Sedimen
25
Hasil analisis fraksi sedimen dari
20 masing–masing stasiun didapatkan tipe
15 substrat dasar perairan rawa Desa
10 Sawah adalah lumpur berpasir hingga
5 kerikil berpasir (Tabel 6). PadaStasiun
0 1 jumlah persentase krikil 0,00 %,
st 1 st2 st3 pasir 39,61 %, dan lumpur 60,61%
dengan jenis sedimen lumpur berpasir.
Gambar 6. Kisaran Persentase Pada stasiun 2 jumlah persentasi fraksi
Bahan Organik pada setiap Stasiun sedimen kerikil 0,00 %, pasir 48.82 %,
Kandungan bahan organik lumpur 51,04 % dengan jenis sedimen
tertinggi pada Stasiun 1 diduga karena lumpur berpasir dan pada Stasiun 3
mendominansinya substrat lumpur jumlah persentase fraksi sedimen
pada stasiun ini, serta banyaknya kerikil 35,96%, pasir 35,59 %, lumpur
sumbangan bahan organik dari 31.41 % dengan jenis sedimen lumpur.
aktivitas yang ada di sekitar stasiun. Hal ini juga memungkinkan jenis
Keadaan ini sesuai menurut Ardi makrozoobentos yang mendominansi
(2002), bahwa sedimen berpasir di perairan perairan rawa Desa Sawah
memiliki kandungan bahan organik bersifat infauna. Menurut Hutabarat
lebih sedikit dibandingkan sedimen dan Evans (1985), sedimen dasar
lumpur, karena dasar perairan terdiri dari bahan organik dan
berlumpur cenderung mengakumulasi anorganik, bahan organik berasal dari
10

hewan atau tumbuhan yang membusuk fraksi sedimen memberikan pengaruh


lalu tenggelam ke dasar sungai dan terhadap kelimpahan makrozoobentos
bercampur dengan sedimen dasar. di perairan rawa Desa Sawah.
Sedangkan bahan anorganik berasal Nybakken (1992) menyatakan bahwa
dari hasil pelapukan batuan. umumnya makrozoobentos dapat
Pennak (1978) menyatakan dijumpai dalam jumlah yang banyak
bahwa kondisi substrat merupakan pada substrat lumpur berpasir hingga
faktor penentu untuk kehidupan lumpur dibandingkan pada substrat
benthos di perairan. Dengan demikian pasir.

Tabel 5. Persentase Fraksi Sedimen pada Masing-masing Stasiun Penelitian

Fraksi Sedimen (%)


Stasiun Jenis Sedimen (Segitiga Sheppard)
Kerikil Pasir Lumpur

1 0,00 39,61 60,61 Lumpur berpasir

2 0,00 48,82 51,04 Lumpur berpasir

3 35,96 35,59 31,41 Kerikil berpasir

Suhu

Hasil pengukuran suhu pada masing- 30.5


masing stasiun berkisar antara29–
30
300C. Suhu pada masing-masing
stasiun sama, hal ini dikarenakan 29.5
keadaan cuaca pada saat pengukuran 29
SUHU (oC)

suhu sama, sehingga suhu tidak


mengalami perubahan. Suhu pada 28.5
masing-masing stasiun pengamatan 28
perairan rawa Desa Sawah dapat 27.5
disajikan pada Gambar 2.
27
st 1 st 2 st3

Gambar 7. SRerata Suhu (0C) pada


Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan Gambar 10 kisaran
suhu terendah terdapat pada stasiun 3
yaitu 28oC, sedangkan suhu tertinggi
pada stasiun I sampai II yaitu 30oC.
11

Adanya peningkatan suhu di perairan ST1 ST2 ST3


rawa Desa Sawah saat ini dikarenakan 0.52
terjadinya pendangkalan akibat

Kedalaman (M)
0.54
sedimentasi dan lain sebagainya. 0.56
Menurut Nybakken (1992), semakin 0.58
dangkal suatu perairan maka cahaya 0.6
yang masuk akan sampai ke dasar 0.62
menyebabkan semakin tinggi tingkat 0.64
suhunya. Berdasarkan suhu yang 0.66
didapatkan pada setiap stasiun selama 0.68
penelitian masih tergolong normal dan
masih mendukung kehidupan Gambar 7.Kisaran Kedalaman (m)
organisme makrozoobenthos. Menurut pada Setiap Stasiun Penelitian
Sukarno dalam Wijayanti (2007) Berdasarkan Gambar 3 kisaran
bahwa suhu dapat membatasi sebaran kedalaman tertinggi terdapat pada
hewan makrozoobenthos secara stasiun 1 dan 2 yaitu berkisar 0,68 m,
geografik dan suhu yang baik untuk sedangkan terendah terdapat pada
pertumbuhan hewan benthos berkisar stasiun 3 berkisar 0,57 m. Perairan
antara 25–31 oC. rawa Desa Sawah tergolong dangkal
Kedalaman dari stasiun I hingga 3, hal ini
Kedalaman sangat berpengaruh dikarenakan beralihnya fungsi lahan
terhadap keberlangsungan hewan menjadi pertanian, perkebunan atau
bentos. Kedalaman suatu perairan akan aktivitas lain sehingga meningkatkan
mempengaruhi penetrasi cahaya yang erosi dan sedimentasi di sepanjang
masuk sampai ke dasar perairan, jika perairan rawa Desa Sawah. Menurut
kedalaman perairan tersebut dangkal Sukimin (2007), meningkatnya erosi
maka cahaya akan masuk sampai dan sedimentasi dapat terjadi akibat
skedasar perairan (Asrianiet al., 2013). penggundulan hutan serta gangguan
Berdasarkan pengukuran kedalaman lain pada lahan dan tanah seperti
selama penelitian kisaran kedalaman penebangan dan konversi lahan ke
rawa pada setiap stasiun penelitian pertanian dan pemukiman. Hal ini
yaitu berkisar antara 0,56–0,68 akan mendorong terbentuknya
m.Kisaran kedalaman rawa Desa sedimen dalam jumlah besar yang
Sawah pada setiap stasiun akhirnya masuk ke perairan,
pengamatan disajikan pada Gambar 3. menurunkan kualitas air dan merusak
habitat/ekosistem perairan.
Sedimentasi akan mempercepat
pendangkalan perairan dan secara
mencolok menurunkan kapasitas
cadangan air dan potensinya sebagai
tempat rekreasi, mengganggu
mekanisme pengaturan aliran dan
menurunkan kemampuannya sebagai
pengendali banjir.
12

Kecerahan 14 (alkaslis) dan 0< pH <7 (asam).


Kecerahan perairan rawa Desa Kisaran nilai rata-rata pH setiap statiun
Sawah pada masing-masing stasiun penelitian yaitu 5 dengan kategori
selama penelitian berkisar antara 56 – asam, disajikan pada Gambar 16.
62 cmKecerahan di setiap stasiun 6
penelitian bervariasi, hal ini
5
diakibatkan karena perbedaan
aktivitas/kegiatan dan kedalaman yang 4

pH
terdapat pada masing-masing stasiun 3
penelitian. Variasi kecerahan di 2
perairan wa Desa Sawah selama
1
penelitian disajikan pada Gambar 4.
0
64
ST1 ST2 ST3
Kecerahan…

62
Gambar 8. Rerata pH pada Setiap
60 Stasiun Penelitian
58 Berdasarkan Gambar 5 pH
perairan rawa Desa Sawah adalah 5,
56
dan berada dibawah baku mutu kelas
54 air kelas III. Rendahnya pH di perairan
52 rawa Desa Sawah karena dipengaruhi
ST1 ST2 ST3 oleh tekstur tanah gambut yang
Gambar 9.Rerata Kecerahan (cm) terdapat di daerah tersebut. Menurut
pada Setiap Stasiun Penelitian Effendi (2003) menyatakan bahwa
Gambar 4 dapat dijelaskan batas toleransi organisme terhadap pH
bahwa kecerahan tertinggi terdapat bervariasi tergantung pada suhu,
pada stasiun 3 yaitu 62 cm, walaupun oksigen terlarut, dan kandungan
pada stasiun ini termasuk dangkal akan garam-garam ionik di dalam perairan.
tetapi kecerahannya tinggi. Hal ini Kebanyakan perairan alami
dikarenakan pinggiran rawa pada mempunyai snilai pH berkisar antara
stasiun ini terdapat turap/dinding rawa 6-9 dan sebagian besar biota perairan
sehingga tidak terjadi erosi. Sedangkan sensitif terhadap perubahan pH dan
kecerahan perairan terendah terdapat menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 dan
pada stasiun 2 yaitu 56 cm. Rendahnya ada juga biota yang bisa bertahan
kecerahan pada stasiun 2 dikarenakan hidup pada pH lebih atau kurang dari
terjadinya erosi pinggiran rawa yang itu. Setiap spesies memiliki kisaran
masuk keperairan sehingga konsentrasi yang berbeda terhadap pH.
meningkatkan sedimentasi perairan. Dimana kenaikan pH diatas netral
akan meningkatkan konsentrasi
Derajat Keasaman (pH) amoniak yang juga bersifat sangat
toksik bagi organisme (Barus, 2004).
Derajat keasaman (pH) suatu
Oksigen Terlarut
perairan dapat berupa asam atau basa.
Pengukuran oksigen terlarut
Menurut Effendi (2003) klasifikasi
selama penelitian berkisar 4,5-5,1
nilai pH adalah pH 7 (netral), 7< pH
13

mg/L. Nilai oksigen terlarut yang terdapat pada stasiun III, hal tersebut
terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu dikarenakan kawasan tersebut ditutupi
4,5 mg/L, sedangkan tertinggi vegeatsi tumbuhan yang padat.
terdapat pada stasiun 1 yaitu 5,1 mg/L Menurut Sinambela dalam Sinaga
(Gambar 6). (2009) menyatakan bahwa kehidupan
5.2 makroozoobenthos di air dapat
bertahan jika ada oksigen terlarut
5 minimum sebanyak 2 mg/L.
DO (mg/L)

4.8 Oksigen terlarut tertinggi


terdapat pada stasiun I yaitu 5,1 mg/L,
4.6 hal tersebut dikarenakan pada daerah
4.4 ini perairan dangkal dan merupakan
daerah terbuka sehingga
4.2 memungkinkan terjadinya difusi
st1 st2 st3 oksigen dari udara masuk ke dalam
Gambar 10. Rerata OksigenTerlarut perairan. Menurut Effendi (2003)
(mg/L) padaSetiapStasiunPenelitian transfer oksigen dari udara ke perairan
Oksigen terlarut sangat penting terjadi melalui proses difusi dan
bagi pernapasan hewan benthos dan penghilangan oksigen dari perairan ke
organisme-organisme akuatik lainnya udara akan terjadi jika kondisi jenuh
(Odum dalam Ayu, 2009). Pada lokasi belum tercapai.
penelitian oksigen terlarut terendah
DAFTAR PUSTAKA Febriani, I. 2017. Analisis Isi
Buchanan, J. B. 1984. Sediment Lambung Kepiting
Analysis. In M. N. A. Holome (Parathelphusa Pardus) di
and A. D. Mc. Intyre (eds). Rawa Desa Sawah Kabupaten
Method for Study Marine Kampar Provinsi Riau.
Benthos. Blackwell.Sci. Publ, Skripsi Fakultas Perikanan
Oxford. P. 41-65. dan Kelautan Universitas
Riau. (Tidak Diterbitkan).
Djajasasmita, M. 1999. Keong dan
Kerang Sawah. Puslitbang Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air
Biologi-LIPI. Bogor . 60 Bagi Pengelolaan Sumberdaya
halm. dan Lingkungan Perairan. PT.
Kanisius. 257 hal.
Fajri, dan A., Kasry. 2013. Kualitas
Perairan Sungai Siak Ditinjau Izzah, A. N. 2016. Keanekaragaman
dari Sifat Fisika-Kimia dan Makrozoobentos Di Pesisir
Makrozoobenthos. Pantai DesaPanggung
Universitas Riau. Pekanbaru Kecamatan Kedung
Jurnal Berkala Perikanan Kabupaten Jepara [Skripsi].
Terubuk 41 (1): 37-52. Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan,
14

UniversitasMuhammadiyah Lingkunagan Hidup. Jakarta.


Surakarta. (Tidak 28 hal.
Diterbitkan).
Peraturan Pemerintah Republik, 2013.
Kawuri, L. R. M. N. Suparjo dan Tentang Rawa. Seketaris
Suryanti. 2012. Kondisi Negara Republik Indonesia
Perairan Berdasarkan No. 73. Jakarta.
Bioindikator
makrozoobenthos di Sungai Permadi, F.L.T. 2014. Penentuan
Tembalasng kota Semarang. Kualitas Perairan sungai Air
Jurnal Manajemen Hitam Kota Pekanbaru
Akuakultur. 1 (1): 1-7. Berdasarkan Indeks Biotik
Makrozoobenthos. Skripisi
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Fakultas Perikanan dan
Suatu Pendekatan Ekologis. Kelautan Universitas Riau,
Diterjemahkan oleh M. 86 hal. ( tidak diterbitkan).
Eidman, Koesoebiono, D. G.
Bengen, M. Hutomo dan S. Simamora, D. R. 2009.. Studi
Soekarjo. Gramedia. Jakarta. Keanekaragaman
459 hal. Makrozoobenthos Di Aliran
SungaiPadang Kota Tebing
Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Tinggi [Skripsi].Fakultas
Ekologi. Diterjemahkan oleh Matematika Dan Ilmu
T. Samingan. Gajah Mada Pengetahuan Alam.
University Press. Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara.
(Tidak Diterbitkan)
Pennak, R.W. 1978. Freshwater
Invertebrates of United States. Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman
2nd. Ed. A. Willey Interscience Makrozoobenthos Sebagai
Pbl. John Willey and Sons. Indikator Kualitas Perairan
New york. Danau Toba Balige
Kabupaten Toba Samosir.
, R.W. 1953. Fresh-Water Tesis. Sekolah Pasca sarjana
Invertebrates Of The United Universitas Sumatra utara.
States. New York : The Ronald Hal. 27-30.
Press Company.
Setiawan D. 2008. Struktur Komunitas
Peraturan Pemerintah Republik
Makrozoobentos Sebagai
Indonesia No. 82 Tahun 2001.
Bioindikator Kualitas
Tentang Pengelolaan Kualitas
Lingkungan Perairan Hilir
Air dan Pengendalian
Sungai Musi. Sekolah
Pencemaran Air. Sekretariat
Pascasarjana Institut
Menteri Negara
Pertanian Bogor, 2008. 129
kependudukan dan
hal.
15

Standar Nasional Indonesia. 1991.


Metode Pengambilan Contoh
Uji Kualitas Air. Badan
Pengendalian Dampak
Lingkungan. Jakarta. 28 hal.

Sukimin, S. 2007. Penggunaan Index


Of Biotic Integrity (IBI)
untuk Menilai Kualitas
Lingkungan Perairan. Jurnal
Teknik Lingkungan.
ISSN:1441-318. Vol 8 (1):84-
90

Taqwa, A. 2010. Analisis


Produktivitas Primer
Fitoplankton dan Struktur
Komunitas Fauna
Makrobenthos Berdasarkan
Kerapatan Mangrove di
Kawasan Konservasi
Mangrove dan Bekantan Kota
Tarakan, Kalimantan Timur.
Tesis Program Pascasarjana.
Universitas Diponegoro
Semarang. (tidak diterbitkan).

You might also like