You are on page 1of 52

Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23 e-ISSN: 2580-1228

DOI: 10.24854/jpu02020-120 p-ISSN: 2088-4230

GAMBARAN PERILAKU YANG BERPERAN TERHADAP


KONDISI OBESITAS PADA PEREMPUAN DEWASA MUDA DI
JAKARTA
Teddy Kurniawan Kawi1, Margaretha Purwanti, & Wieka Dyah Partasari
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Jl. Jend. Sudirman nomor 51, 021-5727615

Korespondensi:
1
e-mail: kurniawankawi@gmail.com

Article history:
Abstract – This study seeks to understand the behavior that leads to obesity Received 29 November 2017
among young adult women in Jakarta, guided by Theory of Reasoned Action Received in revised form 29 January 2018
(Ajzen & Fishbein, 1975) and Self-Efficacy Theory (Bandura, 1986) as the Accepted 24 July 2019
framework. This study employed qualitative methodology, participated by Available online 27 February 2020
three female participants (27-31 years old) and resided in Jakarta area. The
results show that although participants were from various background; all of
them have similarities in many behavioral aspects that leads to them being Keywords:
obesed. In particular, participants developed an attitude that eating was their behavior;
coping mechanisms during stress. Related to the subjective norms aspect, obesity;
participants perceived support from their close relatives but was not self-efficacy;
demonstrated through the real action. Negative mood and the lack of Theory of Reasoned Action
knowledge about healthy behavior affected their self-efficacy. Biological and
environment factors play a pivotal role in shaping obesity. Practically termed,
this study outlined a need for tailoring an intervention program that focuses
on the attitude, subjective norm, and self-efficacy in reshaping behavior of
people, particularly women, with obesity.

Abstrak — Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku yang berperan terhadap obesitas
pada perempuan dewasa muda, menurut Theory of Reasoned Action (Ajzen & Fishbein, 1975) dan teori
Self-Efficacy (Bandura, 1986). Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif terhadap tiga perempuan
dewasa muda (27-31 tahun) yang berdomisili di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun
tiap partisipan memiliki latar belakang berbeda yang membentuk kondisi obesitas, terdapat kesamaan
dalam aspek-aspek yang mendasari perilaku. Pada aspek attitude, partisipan menganggap makan sebagai
cara menghadapi kondisi stres. Pada aspek subjective norms, partisipan merasakan dukungan dari orang
terdekat, namun tidak ditunjukkan melalui tindakan nyata. Faktor mood yang negatif dan pengetahuan
minimal akan perilaku sehat pada setiap partisipan juga memengaruhi keyakinan diri (self-efficacy)
dalam berperilaku. Faktor biologis dan lingkungan cukup berperan terhadap pembentukan kondisi
obesitas. Hasil studi ini merekomendasikan rancangan intervensi yang berfokus pada attitude, subjective
norms, dan self-efficacy dari perilaku yang berperan terhadap kondisi obesitas.
Kata Kunci: perilaku, obesitas, keyakinan diri, Theory of Reasoned Action

Handling Editor: Karel Karsten Himawan, Faculty of Psychology, Universitas Pelita Harapan, Indonesia
This open access article is licensed under Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use,
distribution, and reproduction, provided the original work is properly cited.

1
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

PENDAHULUAN

Selama beberapa dekade terakhir ini, jumlah penderita obesitas di negara-negara maju
ataupun berkembang semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian Insititute for Health Metrics
and Evaluation (dalam Marie, dkk, 2014), jumlah orang yang menderita obesitas meningkat menjadi
2.1 milliar tersebar di seluruh dunia. Penyebaran orang yang menderita obesitas tersebut
mayoritasnya ada pada negara-negara maju atau yang sedang berkembang (Marie, dkk, 2014).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menduduki peringkat ke-10 sebagai negara dengan
masyarakat pengidap obesitas terbanyak (“Tingkat obesitas Indonesia nomor 10 dunia”, 2014).
Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya obesitas, seperti: metabolisme
tubuh dalam memproses makanan, faktor genetik, faktor psikologis (food crave, rasa bosan, stres),
dan faktor lingkungan (akses yang mudah untuk mendapatkan makanan, perubahan gaya hidup
menjadi sedentary lifestyle) (Taylor, 2012; Carlson, 2002). Faktor-faktor tersebut dimanifestasikan
ke dalam perilaku makan berlebihan yang berdampak pada kalori yang masuk lebih besar. Aktivitas
fisik yang minimal membuat kalori yang keluar lebih sedikit, sehingga terjadi penumpukan lemak
dan menimbulkan obesitas.
Menurut Ogden (dalam Victoriana, 2012) penderita obesitas memiliki preokupasi terhadap
perilaku makan, sehingga menimbulkan perilaku makan yang berlebihan. Makan merupakan
kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup, namun aktivitas tersebut sering kali tidak hanya
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar itu. Jung (1978) menyatakan bahwa kebutuhan-
kebutuhan dasar biologis manusia, seperti makan, minum, seks, dan keamanan fisik, banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor non-biologis. Sebagai contoh, perilaku makan juga sering dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan sekunder, seperti: melampiaskan rasa marah, rasa sedih, dan perasaan
kecewa yang dialami (Taylor, 2012; Carlson, 2002). Makan juga digunakan untuk mengungkapkan
perasaan syukur dan bahagia yang dimiliki, seperti: merayakan pernikahan dengan pesta dan jamuan
makan (Victoriana, 2012).
Selain perilaku makan, aktivitas fisik juga menjadi fokus perhatian dalam membahas kondisi
obesitas. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak yang jarang
melakukan aktivitas fisik. Penduduk di Indonesia diketahui paling jarang berjalan kaki jika
dibandingkan dengan negara-negara lain (“Data ponsel dunia: Orang Indonesia paling malas
berjalan kaki”, 2017). Faktor infrastruktur dan kesenjangan sosial dianggap berkontribusi terhadap
minimalnya aktivitas fisik.

2
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Obesitas dapat menuntun kepada penyakit-penyakit kronis, seperti: hipertensi, penyakit-


penyakit kardiovaskular, dan diabetes melitus (Nussy, Ratag, & Mayulu, 2014; Kushner & Ryan,
2016). Obesitas tidak hanya menuntun kepada dampak negatif terhadap kesehatan fisik, namun juga
terhadap kesehatan psikologis, dalam hal ini adalah: stres, depresi, dan rasa rendah diri pada individu
dengan obesitas (Klaczynski, Goold, & Mudry, 2004; Loth, Wall, Larson, & Neumark-Sztainer,
2015). Selain itu, penderita obesitas juga kerap menerima stigma negatif dari masyarakat, di mana
mereka sering dinilai pemalas karena dianggap tidak dapat mengurus diri mereka sendiri (Taylor,
2012).
Berbagai dampak negatif yang dapat diperoleh karena obesitas menjadikan hal ini sebuah
perhatian khusus di beberapa negara yang memiliki peningkatan jumlah penderita obesitas.
Pemahaman terhadap penyebab utama terjadinya obesitas diperlukan untuk memperoleh penanganan
tepat. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk memahami perilaku yang mendasari terjadinya
obesitas, yakni perilaku makan dan perilaku aktivitas fisik.
Theory of Reasoned Action (TRA) memberikan perspektif yang dapat menjelaskan perilaku
manusia (Ajzen & Fishbein, 1975), termasuk yang berkaitan dengan obesitas. Menurut TRA, perilaku
(health behavior) individu merupakan hasil dari intensi atas perilaku (behavioral intention) tersebut.
Intensi didasari oleh dua hal, yakni sikap terhadap perilaku (attitudes toward behavior) dan persepsi
terhadap norma yang berlaku di sekitar individu (subjective norms toward behavior). Studi ini
menggunakan TRA untuk menjelaskan perilaku yang berdampak pada obesitas (retrospective study).
Sikap terhadap perilaku yang memengaruhi intensi didasari oleh kepercayaan (behavioral
belief) yang dimiliki individu terhadap hasil (positif maupun negatif) yang dapat diperoleh dari
perilaku tersebut. Semakin kuat kepercayaan tersebut, maka semakin besar pengaruhnya terhadap
intensi, yang pada akhirnya akan memengaruhi perilaku. Kepercayaan juga memengaruhi norma
sosial yang ada di sekitar individu. Dalam hal ini, kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan
individu mengenai pandangan orang lain (normative belief) terhadap perilaku tersebut. Kepercayaan
tersebut dapat memiliki pengaruh yang setara atau berbeda, bergantung pada kondisi-kondisi lainnya
yang dimiliki oleh individu (seperti pengalaman, interaksi sosial, media sosial) (Ajzen, Albarracin,
& Hornik, 2007).
Untuk lebih lanjut memahami perilaku, studi ini juga menggunakan konsep self-efficacy
(Bandura, 1986). Self efficacy (keyakinan diri) merupakan keyakinan individu mengenai
kemampuannya dalam mengatur dan berperilaku untuk melakukan tugas tertentu dan mengatasi
hambatan-hambatan yang muncul selama melakukan tugas tersebut untuk mendapatkan hasil yang

3
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

diinginkan. Keyakinan diri dianggap sebagai salah satu faktor keberhasilan dalam melakukan
perilaku sehat yang membuat individu mempertahankan perubahan perilaku positifnya. Dinamika
dan peranan dari kepercayaan (behavioral belief dan normative belief) serta keyakinan diri terhadap
perilaku makan dan aktivitas fisik pada individu yang memiliki obesitas ditelusuri dalam penelitian
ini.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: Bagaimana gambaran perilaku yang
berperan terhadap kondisi obesitas pada individu jika ditinjau melalui Theory of Reasoned Action
(TRA)?; Bagaimana gambaran self-efficacy yang dimiliki oleh individu terhadap perilaku yang
memengaruhi kondisi obesitas?

METODE

Partisipan
Penelitian dilakukan di Jakarta dengan melibatkan tiga orang partisipan. Pemilihan partisipan
menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria: 1) memiliki BMI di atas 30, 2) berdomisili
di Jakarta, 3) berusia antara 18-40 tahun, dan 4) pernah atau sedang mengikuti program penurunan
berat badan. Karakteristik partisipan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.
Karakteristik Partisipan
Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
Inisial D Y M
Usia 28 tahun 31 tahun 27 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan
Tinggi Badan 162 cm 156 cm 158 cm
Berat Badan 147 kg 85 kg 103 kg
BMI 56 34.9 41
Pekerjaan Mahasiswi Karyawan Swasta Freelancer
Status Belum Menikah Menikah Belum Menikah
Etnis Jawa Tionghoa Ambon

Desain
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data utama diperoleh melalui wawancara
mendalam terhadap partisipan. Selain itu, untuk kebutuhan triangulasi data, dilakukan juga pengisian
kuesioner dan catatan harian oleh partisipan.

4
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Prosedur
Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data disertai
dengan beberapa sumber data lainnya. Teknik wawancara yang digunakan merupakan semi-
structured interview, dengan beberapa pertanyaan panduan, lalu diperdalam (probing) guna
mendapat data yang menyeluruh (Berg, 2007). Panduan wawancara disusun berdasarkan Theory of
Reasoned Action (Ajzen & Fishbein, 1975), dan Self-Efficacy Theory (Bandura, 1986) guna menggali
peranan dari perilaku-perilaku yang dimiliki oleh partisipan terhadap kondisi obesitas yang dimiliki.
Selain wawancara, digunakan instrumen tambahan berupa kuesioner, yakni Food Craving
Questionnaire – Trait – reduced (FCQ-T-r) yang diterjemahkan dalam versi bahasa Indonesia. FCQ-
T dirancang oleh Cepeda-Benito, dan dikembangkan kembali dalam jumlah butir yang lebih sedikit
oleh Meule, Hermann, dan Kubler (2014). Terdapat total 15 butir dengan skala Likert untuk pilihan
jawaban dari skala 1–6. Contoh butir yang dimuat, seperti: “Saya merasa selalu memikiran makanan
di pikiran saya”, “Saya menginginkan makanan ketika saya merasa bosan, marah, atau sedih”. Skor
yang diperoleh diketahui memiliki hubungan yang positif dengan gangguan makan, BMI (body mass
index), dan kegagalan diet (Meule, Hermann, & Kubler, 2014).
Respons partisipan terhadap kuesioner tersebut memberikan gambaran mengenai perilaku
(trait) makan yang selama ini dimiliki dan menjadi salah satu data triangulasi. Triangulasi data
dilakukan untuk memvalidasi data wawancara yang sebelumnya diperoleh dari partisipan. Sebelum
menyebarkan kuesioner tersebut, peneliti melakukan uji reliabilitas yang dilakukan terhadap 109
partisipan (try out test) dengan hasil yang menunjukkan bahwa alat ukur FCQ-T-r memiliki tingkat
reliabilitas Cronbach’s Alpha sebesar .866. Selanjutnya, peneliti melakukan uji korelasi antara BMI
(Body Mass Index) dan total skor, dan mendapati bahwa terdapat hubungan yang positif antara skor
FCQ-T-r dengan BMI (r = .307; p = .001). Peneliti mengklasifikasikan total skor yang dimiliki
partisipan menjadi tiga kelompok, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Total skor di bawah 34 masuk
ke klasifikasi rendah; antara 35–57 masuk ke klasifikasi sedang; dan di atas 58 ke klasifikasi tinggi
(pengklasifikasian berdasar data try out yang dikumpulkan oleh peneliti).
Selain itu, peneliti juga meminta partisipan untuk mengisi catatan harian yang dibuat
berdasarkan kebutuhan penelitian ini. Catatan harian berisi data untuk mengetahui gaya hidup yang
melingkupi aktivitas fisik dan pola makan yang dimiliki oleh partisipan. Riwayat kehidupan terkait
program atau usaha penurunan berat badan juga dilihat dalam penelitian ini. Informasi tersebut
diperoleh dari data demografis yang diisi oleh tiap partisipan sebelum mengikuti wawancara.

5
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Komisi Etik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya telah melakukan pengkajian terhadap
proposal penelitian dan menyatakan bahwa penelitian ini memenuhi standar etika penelitian melalui
surat pernyataan dengan nomor 850/III/LPPM-PM.10.05/07/2017.

Teknik Analisis
Proses analisis data dilakukan dengan melakukan coding dan analisis tematik. Hasil kuesioner
FCQ-T-r dan catatan harian diinterpretasikan secara kualitatif guna mendapat gambaran yang lebih
menyeluruh terkait perilaku makan dan aktivitas fisik pada partisipan.

ANALISIS DAN HASIL

Latar Belakang Partisipan


Partisipan D
D merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia memiliki seorang kakak perempuan dan
seorang kakak laki-laki. Sejak kecil, D selalu berpindah-pindah tempat tinggal bersama ibu dan kakak
laki-lakinya karena tugas ayahnya sebagai polisi. Perpindahan akhirnya berhenti saat kakak laki-
lakinya mengungkapkan keinginannya untuk menetap dan tidak berpindah-pindah lagi. Pada
akhirnya, D dan kakak laki-lakinya menetap di Jakarta, bersama seorang pengasuh. Pada saat itu,
mereka diberikan uang saku dan memiliki kebebasan dalam melakukan apapun (selama tidak
melanggar peraturan ayahnya). Kebebasan itu merupakan salah satu faktor penyebab dirinya
mengalami obesitas. Kebebasan yang dimaksud adalah ia dapat memakan apapun tanpa adanya
kontrol dan pengawasan dari orang tuanya.
Kakak laki-lakinya juga mengalami obesitas sama seperti dirinya, namun hal itu tidak terjadi
terhadap kakak perempuan yang diasuh oleh neneknya. Nenek yang mengasuh kakak perempuannya
lebih ketat dalam memelihara pola makan dan memberikan uang saku. Hal lainnya yang membedakan
adalah kemudahan dalam hal transportasi yang dimiliki oleh D dan kakak laki-lakinya, namun tidak
dimiliki oleh kakak perempuannya, menjadikan kakak perempuannya sebagai sosok yang mandiri
sejak kecil.
Peranan lainnya dari orang tua adalah perhatian yang diberikan. Saat kecil, D sering menjadi
korban perundungan (bully) oleh teman-teman di sekolahnya. Hal tersebut disebabkan karena logat
bahasanya yang berbeda, selain itu, perundungan juga dialaminya karena pekerjaan ayahnya sebagai
polisi pada saat itu. Hal-hal tersebut membuat D merasa sedih dan tertekan. Perasaan tertekan cukup

6
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

sering dialami, membuatnya menangis hampir setiap malam. Makan merupakan bentuk pelampiasan
dan cara untuk mengatasi perasaan tersebut. Cara yang dilakukan D untuk mengatasi perasaan negatif
yang dihadapinya tersebut terus dilakukan dan menjadi pola dalam dirinya yang berdampak pada
peningkatan berat badannya.

Partisipan Y
Y merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pengalaman masa kecil Y yang
berhubungan dengan peningkatan berat badannya adalah kebiasaan orang zaman dulu yang senang
jika anak-anak makan banyak. Y menambahkan bahwa dirinya juga tidak suka melihat makanan yang
tersisa, sehingga ia memiliki kebiasaan untuk menghabiskan makanan, termasuk makanan yang pada
saat itu tidak dihabiskan oleh adik-adiknya.
Y adalah orang yang tergolong stress eater karena ia akan makan saat ia merasa stres. Stres
yang dialami juga membuatnya malas untuk beraktivitas. Pola ini telah terjadi sejak ia berkuliah
karena saat ia harus mengerjakan tugas hingga pagi, ia akan memilih makanan untuk menemaninya
bekerja. Setelah ia lulus kuliah dan mulai bekerja, Y mengatakan bahwa pekerjaannya juga
membuatnya stres, dan kembali memilih makan sebagai cara mengatasi stres tersebut.
Setelah bekerja, Y memiliki kebebasan yang sebelumnya tidak ia miliki saat berkuliah.
Sebagai contoh, dalam segi finansial, ia dapat membeli apapun yang ia inginkan, tanpa harus merasa
sungkan kepada orang tuanya. Kebebasan ini juga berdampak terhadap kenaikan berat badannya.
Setelah menikah, Y kembali mengalami kenaikan berat badan. Hal ini disebabkan karena ia dan
suaminya sama-sama senang makan. Suami Y yang juga berpostur besar memiliki kebiasaan untuk
makan berkali-kali, dan hal tersebut turut dilakukan oleh Y. Y menambahkan bahwa ia hanya akan
menolak untuk makan apabila ia merasa sangat kenyang.

Partisipan M

M merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yang semuanya merupakan anak perempuan.
Ayahnya berasal dari Ambon dan ibunya berasal dari Solo. Sejak kecil dirinya tinggal bersama kakek
dan nenek dari pihak ibu. M mengatakan hal tersebut terjadi karena ayah dan ibunya sibuk bekerja,
sehingga waktu yang ada untuk merawat anak-anak sangat terbatas.
Selama tinggal bersama kakek dan neneknya, M mengatakan bahwa orang tuanya jarang
mengunjungi, ayahnya akan mendatangi dan menjemputnya sekali dalam setahun. Hal ini menjadikan

7
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

M memiliki hubungan yang kurang dekat dengan orang tuanya. Di sisi lain, hal tersebut juga
menjadikannya sebagai individu yang mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain karena ia
dididik untuk selalu mandiri dan bekerja sebelum mendapatkan hasil atau sesuatu yang diinginkan.
Kakek dan neneknya merupakan sosok yang tegas dalam mendidik mereka, dan ketegasan tersebut
berlaku dalam segala hal. Berbeda dengan orang tuanya, yang menurut M sangat permissive dan
memperbolehkan ia dan saudara-saudaranya untuk melakukan apa saja. Sejak kecil, M juga tergolong
sebagai anak yang aktif. Saat bersekolah, ia harus bersepeda untuk mencapai sekolahnya yang ada di
kota. M mengaku bahwa ia senang bersepeda pada saat ia berada di Solo karena udaranya yang bersih
dan minim polusi. Sejak berpindah ke Jakarta, ia mengaku tidak pernah bersepeda. Menurutnya,
polusi dan kondisi jalanan yang ada di Jakarta tidak memungkinkan baginya untuk bersepeda. Hal
tersebut menurutnya merupakan awal mula kenaikan berat badannya.
Selain itu, kebebasan yang diterimanya dari orang tua, dalam hal mengonsumsi makanan juga
menjadi faktor lain yang turut berpengaruh dalam kenaikan berat badannya. Ayah dan ibunya tidak
pernah mempermasalahkan makanan apapun yang ia inginkan dan untuk mendapatkannya, M hanya
perlu meminta. Hal tersebut berbeda dari keterbatasan yang diterimanya saat ia tinggal bersama kakek
dan neneknya.
Faktor genetik turut berperan dalam kenaikan berat badannya. M mengatakan bahwa keluarga
dari pihak ayahnya memiliki postur fisik yang besar. Hal tersebut menurun kepadanya serta saudara-
saudaranya yang lain. Hal tersebut semakin terlihat semenjak ia pindah ke Jakarta.

Sikap yang Menentukan Perilaku (Attitude towards Behavior)

Partisipan D
D menceritakan bahwa kemauan orang tuanya lebih banyak berperan dalam keikutsertaannya
pada berbagai program penurunan berat badan. Kemauan tersebut dituruti oleh D karena ia
menganggap bahwa patuh terhadap orang tua merupakan hal yang wajib dilakukan. Salah satunya
adalah dengan mengikuti program diet golongan darah. D mengatakan bahwa sebelum mengikuti
program diet ini, ia dan orang tuanya pergi ke Singapura untuk mengikuti beberapa tes dan memeriksa
kesehatannya secara umum. Selama mengikuti dan menjalankan program ini, D mengaku bahwa ia
tidak memiliki ekspektasi apapun, D mengatakan bahwa ia hanya mengikuti kemauan orang tuanya
yang juga turut serta dalam menjalankan program diet tersebut.

8
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

“..sekarang gw ngerasa goal-nya itu adalah memuaskan keinginan nyokap, even kadang harus
mengorbankan keinginan gw sendiri..,kayak gitu tuh.. kalo di agama gw, kalo mau jadi anak yang
mulia di mata Tuhan, harus nurut sama orang tua..”

Keinginan yang berasal dari luar diri tersebut menurut D memengaruhi kegagalannya dalam
melakukan diet. D menambahkan, keinginan berkaitan dengan komitmen yang dimiliki oleh individu
dalam melakukan sesuatu dan apabila keinginan tersebut bukan berasal dari dalam diri, maka
komitmen untuk mempertahankan perilaku akan menjadi lebih sulit.
Metode lain yang pernah dilakukan oleh D adalah operasi. D menceritakan, pada awalnya,
orang tuanya mengetahui bahwa di luar negeri terdapat metode sedot lemak yang mampu mengurangi
berat badan secara signifikan. Berdasarkan kabar tersebut, orang tua D meminta D untuk
mencobanya. D mengaku bahwa ia tidak memiliki keinginan untuk melakukannya, namun ia tetap
menuruti keinginan orang tuanya untuk berangkat dan mencobanya. Setelah tiba dan berkonsultasi
dengan dokter yang ada di sana, D diberitahu bahwa ia tidak dapat mengikuti prosedur sedot lemak
tersebut karena berat badannya yang melebihi batas maksimal, namun D diberikan alternatif lain,
yakni operasi, tepatnya bypass lambung. Operasi tersebut dilakukan dengan memasangkan alat
khusus kepada lambung, guna membatasi jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh, menjadikan
orang terkait memiliki perasaan kenyang lebih cepat.
D mengatakan bahwa sebelum melakukan operasi tersebut, dokter sempat menyarankan untuk
menetap di sana selama setahun dan mendapat penanganan lanjutan, agar operasi yang dilakukan
dapat memberikan hasil yang optimal. Penanganan lanjutan yang dimaksudkan dokter berupa
program diet dan aktivitas fisik. Dokter juga menanyakan keseriusan D dalam mengikuti prosedur
lain yang dilakukannya setelah operasi dan pada saat itu, D menyanggupinya karena ia merasa tidak
mungkin untuk menolak atau mengatakan tidak.
Setelah operasi dilakukan, D menetap selama tiga bulan, sebelum kembali ke Indonesia.
Setelah kembali, D menceritakan bahwa ia telah mengidamkan makanan Indonesia, dan
melampiaskan perasaannya tersebut dengan memakan apapun yang ia inginkan. Namun, D
menambahkan, keinginan tersebut terganggu dengan adanya alat yang dipasang dalam tubuhnya
tersebut. Alat tersebut membuat dirinya tidak dapat makan dalam jumlah yang banyak, bahkan
perasaan mual sering muncul setiap kali ia memakan sesuatu, yang menyebabkannya mengeluarkan
makanan tersebut. D mengaku merasa frustrasi dan marah akan kondisinya saat itu.

9
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

“...jadi ya udah, berangkatlah kita kesana.. even gw kayak berat hati, apa sih ini, kok gw kayak
kelinci percobaan banget.. adalah rasa marah sebenernya..”
“..trs pas gw pulang indo, waktu balik indo, lu kangen apa, makan donk.. trs akhirnya makan,
tapi ini (alat) mengganggu gw, gw marah sebenarnya, karna gabisa makan cepet, makan cepet
gw muntah, makan ga alus gw muntah, saking marahnya, gw makan aja, gw telen aja, karna pada
akhirnya gw tau akan muntah..”

D menceritakan bahwa ia juga mencoba olahraga. D sempat mengikuti beberapa tempat


pelatihan, namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkannya keluar dari tempat tersebut.
Menurut D, pada saat itu, ia dan teman-temannya yang mendaftarkan diri ke tempat pelatihan tersebut
hanya ingin mengikuti tren yang sedang berlangsung dan hal itu menurutnya menyebabkan dirinya
tidak rutin menjalankan aktivitas tersebut.

“..orang banyak ga percaya, gw orangnya senang berkeringat.. Cuma kadang ngelakuin itu kan
emang males ya..”
“..temen2 gw di s1, bukan support yg gimana2.. nge-gym bareng, cuma buat ikut2an aja,,bukan
typical nge-gym yg serius..”

Berdasarkan pernyataan tersebut, terlihat bahwa D cenderung dipengaruhi oleh faktor


eksternal, baik itu yang berasal dari keluarga, maupun teman-temannya. Ketika D merasa bahwa
lingkungannya tersebut tidak lagi memberikan dukungan (dalam bentuk tindakan nyata), maka hal
tersebut akan memengaruhi perilaku D.

Partisipan Y
Y mengaku bahwa ia memiliki postur tubuh yang besar sejak masa sekolah dulu. Y
menambahkan bahwa ia tergolong ‘besar’ dibanding teman-teman perempuannya. Oleh karena itu,
ia telah mencoba diet sejak dulu, namun hal tersebut tidak berhasil dilakukannya. Y menambahkan
bahwa diet yang dilakukan memengaruhi mood yang dirasakannya. Y mengaku menjadi lebih mudah
marah, ataupun curiga.
Y menceritakan pengalamannya berhasil menurunkan berat badan dengan melakukan diet
garam. Ia melakukan diet tersebut saat akan melangsungkan pernikahan. Y berhasil menurunkan
berat badannya dari 75 kilogram menjadi 70 kilogram. Namun, keberhasilan tersebut tidak
berlangsung lama karena Y mengaku menjadi lebih moody dan mudah lelah, sehingga ia dan
suaminya memutuskan untuk menghentikannya.
Selain melakukan diet, Y juga mencoba olahraga dalam menurunkan berat badannya. Y
sempat memilih untuk melakukan olahraga di gym, namun ia tidak dapat mempertahankan gaya hidup

10
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

tersebut untuk waktu lama. Y mengatakan bahwa ia sering merasa lelah setelah bekerja dan tidak
dapat melanjutkan untuk berolahraga. Oleh karenanya, Y merasa mengeluarkan biaya yang sia-sia
untuk pusat kebugaran tersebut, sehingga ia memutuskan untuk berhenti.

“Semenjak udah kerja, itu udah gak bisa olahraga lagi, karena abis pulang kerja itu stres, capek,
jadi udah gak bisa lagi..”
“Udah pulang kerja, capek, kupikir yaudah, ngapain olahraga, yaudah, tidur..”

Setelah berhenti dari gym, Y mencoba berjalan ringan di pagi hari selama kurang lebih 1 jam
sebagai cara untuk menurunkan berat badan. Cara tersebut dilakukan karena ia juga telah mendapat
saran dari dokter bahwa berat badannya tidak mendukung untuk lari atau olahraga berat lainnya.
Aktivitas berjalan ringan tersebut juga tidak bertahan lama karena Y mengaku sering terlambat untuk
bangun ataupun merasa malas untuk melakukannya.

Partisipan M
M mengatakan bahwa ia tergolong stress eater yang berarti bahwa ia memakan sesuatu
sebagai coping terhadap stres yang dihadapi. Cara ini mulai dilakukannya sejak ia pindah ke Jakarta.
Sebelumnya, M mengaku cara yang dipakai untuk mengatasi stresnya adalah dengan bersepeda dan
membersihkan rumah. Semenjak pindah, M tidak lagi bersepeda. M menambahkan bahwa hal itu
tidak dapat dilakukannya karena kondisi lingkungan yang menurutnya tidak memungkinkan untuk
itu. Selain itu, mood yang dirasakan saat berada di Jakarta turut memengaruhi keinginannya untuk
melakukan aktivitas bersepeda. Menurut M, kondisi cuaca yang lebih panas dibanding di Solo
membuatnya mudah untuk terpancing amarah, hingga ia memilih untuk tidak beraktivitas.

“..aku lebih ke stress eating, misal aku abis ketemu kak Teddy aku sebel, ya aku beli makan, terus
pas sampe rumah laper lagi, aku bisa makan lagi..”
“..itu dari pindah ke Jakarta.. sebelumnya kalo stress, aku bersih-bersih, trus capek, trus tidur..”

M memiliki pandangan bahwa makan merupakan cara yang tergolong nyaman dalam
mengatasi stres. M menambahkan, setelah makan, hal yang selanjutnya ia lakukan adalah tidur, lalu
ia akan lupa akan perasaan stres yang sebelumnya dirasakan. M menceritakan bahwa selama tinggal
bersama kakek dan neneknya, ia merasakan kehidupan yang sulit karena jumlah dan variasi makanan
yang terbatas. Selain itu, jika ia ingin ‘jajan’, maka ia harus bekerja (membersihkan rumah) terlebih
dahulu untuk mendapatkan uang saku. Setelah kepindahannya ke Jakarta, M menceritakan bahwa ia

11
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

mendapatkan kebebasan dari kedua orang tuanya, yang berarti bahwa ia bebas memakan apapun yang
diinginkan. Selain itu, M juga menemukan cara mengatasi stres yang sebelumnya tidak ia sadari,
yakni dengan makan. M mengaku, semenjak di Jakarta, setiap kali ia merasakan stres, ia akan mencari
makanan. Pola tersebut akhirnya membentuk pandangannya terkait perilaku makan, sehingga saat
ini, M mengaku sulit untuk melakukan diet. Pengalamannya terkait diet menimbulkan efek yang
menurutnya efek ‘withdrawal’ karena ia akan merasakan craving akan makanan tertentu dan
keinginan tersebut sulit untuk diatasi.

Norma Subjektif Tentang Perilaku (Subjective Norms Regarding Behavior)


Partisipan D
Menurut partisipan D, orang-orang di sekitarnya memiliki keinginan yang kuat agar ia
menurunkan berat badannya dan hal tersebut mengganggu dirinya, terlebih saat keinginan tersebut
dipaksakan kepadanya. Pengalaman yang D miliki sebelumnya membuat ia kini merasa tidak nyaman
terhadap orang-orang yang memintanya untuk menurunkan berat badannya.

“..semakin gw di push, semakin gw naik, dan itu selalu,, itu gw perhatiin.. gatau kenapa.. kayak
ada gini loh, semakin lu menekan gw, semakin ga akan gw penuhin keinginan lu..”

D mengatakan bahwa tidak semua orang yang ia kenal dan memiliki hubungan dekat
dengannya menginginkan agar ia menurunkan berat badannya. D menambahkan bahwa yang mereka
maksud adalah bahwa mereka dapat menerima D sebagai D apa adanya, tanpa harus mengubah
apapun. Menurut D, hal ini membuatnya merasa nyaman berada di sekitar orang-orang tersebut
karena ia tidak merasakan tekanan apapun.

“Kalo sekarang, temen2 selalu ingetin, Cuma ga pernah maksa.. itu yang buat gw nyaman sama
mereka.”

D menceritakan bahwa selama ini usaha-usaha yang dilakukannya untuk menurunkan berat
badan tidak didasari oleh keinginannya sendiri, melainkan keinginan yang berasal dari luar diri,
seperti pada saat ia mengikuti diet golongan darah, operasi, dan olahraga.

12
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Partisipan Y

Partisipan Y memiliki pandangan bahwa keluarganya, terutama ayah dan ibunya, sangat
mendukungnya untuk menurunkan berat badan. Dukungan tersebut ditunjukkan dengan ajakan untuk
melakukan olahraga bersama. Y menceritakan bahwa ayah dan ibunya sering mengajak dirinya untuk
jalan pagi atau berlari ringan bersama. Meskipun demikian, tidak jarang juga orang tua Y selalu
menganjurkan dirinya untuk tidak berusaha terlalu keras dalam diet makan yang ia lakukan.

“..namanya orang tua ya.. kalo uda nongol, meskipun lagi diet juga ga mungkin kamu ga makan
kan.. ya gitu..”

Y mengatakan bahwa suaminya juga mendukungnya untuk menurunkan berat badan. Suami
Y juga memiliki postur tubuh yang besar, maka setiap kali Y ingin berusaha menurunkan berat badan,
Y akan mengajak suaminya. Meskipun suaminya memberikan dukungan, namun Y mengatakan
bahwa suaminya mudah terpancing ke dalam godaan. Godaan yang Y maksud adalah saat mereka
mengunjungi sebuah mall yang berisi makanan-makanan yang mereka suka. Meskipun Y mengaku
dapat menahan diri untuk tidak ikut tergoda, namun tidak jarang juga ia mengikuti kehendak
suaminya dan ikut makan bersama.

“..iya, jadi tiap kali ke mall tuh pasti beli makan.. sekarang lebih agak terkontrol ya, tapi kalo
dulu tuh liat apa yang menarik pasti beli makan..”
“..kalo ke bioskop nonton, pasti selalu beli popcorn, meskipun udah kenyang, tetep musti ada
popcorn..”

Partisipan M
M mengatakan bahwa ibunya sangat mendukungnya selama ini dalam melakukan usaha diet.
M menceritakan bahwa setiap kali ia ingin menurunkan berat badan, ia mengatakan keinginannya
tersebut ke ibunya dan respons yang diberikan ibunya adalah membelikan bahan makanan yang dapat
membantu proses diet, serta memonitor perkembangan diet yang dijalani.
Lain halnya dengan anggota keluarga yang lain, M mengaku tidak terlalu dekat dengan
anggota keluarganya yang lain. Ayahnya telah almarhum, sedangkan kakak dan adiknya memang
tidak terlalu memiliki hubungan yang dekat dengannya. M juga mengatakan bahwa ia merupakan
tipikal orang yang cenderung melakukan hal berlawanan dari yang dianjurkan oleh orang lain dan hal
ini sering dilakukannya saat kakak perempuannya berusaha memberitahukan sesuatu mengenai
dietnya.
13
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

“aku typical yang kalo orang bilang A, aku ke B.. kalo orang bilang B, aku ke C..”

Keyakinan Diri (Self Efficacy)


Partisipan D
Pada saat mengikuti diet golongan darah, D melihat bahwa program tersebut tidak
berlangsung lama dalam keluarganya. Hal tersebut disebabkan karena faktor eksternal seperti
pekerjaan ayahnya dan faktor biaya yang dikeluarkan selama menjalankan program tersebut.
Kegagalan yang dialami oleh keluarganya tersebut (vicarious experience) membuat D juga pada
akhirnya meyakini bahwa ia tidak dapat lagi meneruskan program tersebut seorang diri.

“Itu kayak gabisa dijalani dengan strict juga, jadi kayak menurut gw ya lu nya juga gabisa,
kenapa gw harus ngikutin.. jadi menurut gw sangat ga efektif, karena juga lama2... yang paling
lama ngikutin itu gw, mereka uda engga.”

Usaha selanjutnya yang dilakukan oleh D, yang juga mengalami kegagalan adalah operasi
bypass. Hasil yang positif sempat diperoleh oleh D pada awal ia menjalankan operasi ini, namun
physical and emotional state yang dirasakannya pada saat itu cukup memengaruhi keyakinan yang
dimilikinya sehingga ia tidak dapat mempertahankan pola hidup yang dianjurkan oleh dokter yang
menanganinya. D merasakan mual setiap kali makan dan ia harus makan secara perlahan. Hal itu
membuatnya menderita dan merasa frustrasi karenanya.

“..trs pas gw pulang Indo, waktu balik Indo, lu kangen apa, makan donk.. terus akhirnya makan,
tapi ini (alat) mengganggu gw, gw marah sebenarnya, karena gabisa makan cepet, makan cepet
gw muntah, makan ga alus gw muntah, saking marahnya, gw makan aja, gw telen aja, karna pada
akhirnya gw tau akan muntah..”

D juga sempat melakukan konsultasi dengan dokter nutrisi yang direkomendasikan oleh
temannya. Selama menjalankan diet yang dianjurkan oleh dokter tersebut (social persuasion), D
mengakui bahwa berat badannya berhasil berkurang. Namun, D memutuskan untuk tidak
melanjutkannya karena ia merasa tidak diapresiasi oleh dokter yang menanganinya. Selain itu, D
merasa pada saat itu kondisinya tidak memungkinkan untuk mengikuti program diet secara tertib. D
menceritakan bahwa pada saat itu ia memiliki jam makan yang tidak menentu karena kesibukannya
sebagai mahasiswi baru, sedangkan dokter tersebut menegaskan bahwa programnya harus dilakukan
secara tepat waktu.

14
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Usaha olahraga yang dilakukan sebelumnya juga tidak menunjukkan hasil yang efektif.D
menjelaskan bahwa saat itu keinginannya untuk berolahraga cukup banyak dipengaruhi oleh teman-
temannya yang juga mengikuti kegiatan olahraga tersebut (vicarious experience). Ketika teman-
temannya tidak lagi menjalani aktivitas olahraga tersebut, D juga berhenti melakukannya.

Partisipan Y
Keyakinan yang dimiliki oleh partisipan Y dalam usaha menurunkan berat badan dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Pada awalnya, Y mencoba melakukan diet, namun usaha tersebut dipengaruhi
oleh kondisi mood atau emosi yang ia miliki, sehingga ia tidak dapat mempertahankannya. Kegagalan
dalam melakukan diet tersebut telah berkali-kali ia alami dan hal tersebut membentuk mastery
experience yang juga memengaruhi setiap usaha diet yang ia lakukan setelahnya.
Metode lain yang Y lakukan adalah olahraga. Ia sempat memilih gym sebagai sarana untuk
melakukan olahraga tersebut, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena kondisi fisik (lelah
sehabis kerja) yang ia rasakan setiap kali akan melakukan olahraga. Alternatif lain yang dilakukan Y
adalah berjalan ringan, yang juga merupakan saran dari dokter yang ia kunjungi (social persuasion).
Saran tersebut ia lakukan dan orang tuanya turut mendukung dan melakukan usaha tersebut
bersamanya. Namun, Y merasa orang tuanya memiliki fisik yang lebih kuat dibanding dirinya,
sehingga menyebabkannya tidak lagi memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan aktivitas jalan
ringan bersama orang tuanya (vicarious experience).

Partisipan M
M mulai mengalami kenaikan berat badan secara signifikan saat semester akhir kelas 3 SMK
karena saat itu tugas-tugas yang ia kerjakan cukup memberikan tekanan kepadanya, sehingga ia
melakukan coping dengan cara makan. Kondisi tersebut menjadikan keberhasilan M dalam
mengurangi berat badan tidak berlangsung lama.

“..kurang sih kurang..Cuma waktu akhir kelas tiga, kan banyak paper, udah gitu masuk kuliah
juga kan banyak tugas.. udah de, jadi berantakan lagi..”

Setelah ia lulus SMK, ia berkuliah, dan mulai tinggal sendiri di sebuah kos. M mengaku tidak
dapat mengatur pola makan dan pola tidur yang dimilikinya dengan baik sejak di kos. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor kesibukan dirinya sebagai mahasiswi di jurusan sastra, sebab tugas yang ia

15
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

kerjakan saat itu sangat banyak dan dengan kondisi tersebut, ia terpaksa harus begadang. Kondisi
tersebut turut memengaruhi jam makannya yang menjadi tidak teratur.
M mengatakan bahwa meskipun ia baru tidur di pagi hari (jam 5–6) karena tugas yang ia
kerjakan, ia juga memiliki kebiasaan untuk bangun sekitar jam 7 pagi. M mengaku tidak dapat
melanjutkan tidur dan biasanya hal tersebut memengaruhi kondisi emosi yang dimilikinya seharian.
M mengaku menjadi lebih mudah untuk marah.

“..aku udah terbiasa tidur itu cuma 1 jam 2 jam..dari kuliah dulu gitu, karna tugas, dulu banyak
banget...”
“..ngga sih,, paling efeknya cuma ke temperamen ya..”

Physical and emotional state yang dimiliki oleh M berperan besar terhadap keyakinan yang
dimiliki M dalam melakukan usaha dietnya. Hal ini juga ditambah dengan faktor mastery experience,
yakni kegagalan dalam mempertahankan hasil diet yang pernah diperoleh. M juga menceritakan
pengalamannya ketika ia kembali ke Solo selama setahun. Selama di Solo, ia mengaku berhasil
menurunkan berat badannya karena kebiasaannya untuk bersepeda saat bepergian. Keberhasilan
tersebut juga dapat dipengaruhi oleh kondisi physical and emotional state yang dimiliki oleh M
selama berada di Solo, di mana ia merasakan kondisi physical and emotional yang lebih baik jika
dibandingkan dengan selama berada di Jakarta.

Triangulasi Data
Berdasarkan hasil tes FCQ-T-r, ketiga partisipan memiliki skor yang termasuk dalam
klasifikasi tinggi (di atas 58 dari maksimum skor 90). Masing-masing memiliki skor sebagai berikut:
partisipan pertama 67; partisipan kedua 64; dan partisipan ketiga 64. Hasil tersebut menunjukkan trait
yang dimiliki oleh tiap partisipan dalam aspek food craving. Hal ini juga dapat menunjukkan usaha
yang dilakukan dalam menurunkan berat badan cenderung mengalami kesulitan, baik yang dilakukan
sebelumnya, maupun yang akan datang. Hasil tersebut mendukung analisis berdasarkan hasil
wawancara yang sebelumnya telah dilakukan.
Triangulasi data juga dilakukan dengan melihat catatan harian yang berisi aktivitas, asupan
kalori, serta perasaan terkait yang diisi oleh masing-masing partisipan dalam rentang waktu 1 minggu.
Partisipan 1, D, memiliki pola makan yang terbagi hingga lima kali dalam sehari, hal itu termasuk
makanan ringan, serta minuman yang mengandung kalori. Aktivitas yang dilakukan oleh partisipan
D menunjukkan minimnya gerak yang dilakukan, mayoritas dipenuhi oleh kegiatan duduk
(mengerjakan tugas, berbicara dengan orang lain, makan, berkendara). Selain itu, D juga menuliskan
16
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

perasaan yang ia rasakan. Diketahui bahwa perasaan cemas dan sedih lebih sering dirasakan oleh
partisipan D dalam kurun waktu tersebut. Perasaan-perasaan negatif tersebut dapat disebabkan oleh
event yang dialami oleh D.
Pola makan partisipan Y terbagi menjadi dua hingga tiga kali dalam sehari, namun dalam
sekali makan, Y dapat makan dalam jumlah banyak atau memakan berbagai jenis makanan atau
minuman yang mengandung kalori cukup besar. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh Y banyak
dihabiskan dengan kegiatan duduk (bekerja, berkendara). Selain itu, perasaan yang biasanya
dirasakan oleh partisipan Y adalah stres. Y mengatakan bahwa stres tersebut lebih banyak
ditimbulkan oleh pekerjaan yang dimilikinya.
Partisipan M memiliki pola makan yang terbagi menjadi 4–5 kali dalam sehari. Pola makan
tersebut banyak diisi dengan makanan yang mengandung karbohidrat dan gula, seperti nasi, kentang,
roti, serta berbagai jenis minuman manis. Selain itu, kegiatan yang dilakukan M selama seminggu
penuh diisi dengan aktivitas seperti bermain game, tidur, dan menonton televisi. M tidak banyak
menuliskan mengenai perasaan yang dirasakannya. M lebih menjelaskan perasaan yang dialaminya
sebagai ‘bad mood’ dan ‘hyper’. Hal tersebut mungkin berkaitan dengan suatu kejadian yang dialami
oleh M selama jangka waktu 1 minggu tersebut.

DISKUSI

Ketiga partisipan dalam penelitian ini memiliki sikap yang sama terhadap perilaku makan.
Masing-masing partisipan berpandangan bahwa makan merupakan cara yang dilakukan untuk
mengatasi stres atau emosi negatif yang dimiliki. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku makan
telah menjadi strategi menghadapi masalah yang dimiliki. Perilaku tersebut dipilih dan dipertahankan
oleh masing-masing partisipan guna mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dan mereka akan
merasa lebih baik setelahnya. Jika melihat pada prinsip functionalism yang digagaskan dalam teori
evolusi Darwin dan diadaptasikan kepada pendekatan perilaku, maka dapat dikatakan bahwa perilaku
dimunculkan setelah melalui proses eliminasi. Perilaku yang dianggap dapat beradaptasi terhadap
kondisi lingkungan yang ada akan dipertahankan (Farmer & Chapman, 2008).
Perilaku tersebut semakin dipertegas dengan adanya penguatan (reinforcement) yang
merupakan konsekuensi yang ditimbulkan dari perilaku tersebut (Skinner, dalam Farmer & Chapman,
2008). Dalam hal ini, perilaku makan yang digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah
dianggap sebagai cara yang paling adaptif karena memunculkan efek yang menenangkan dalam

17
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

waktu yang singkat. Meski terlihat berhasil, namun tidak jarang cara yang digunakan tersebut
memiliki efek jangka panjang yang negatif terhadap individu (Farmer & Chapman, 2008).
Partisipan juga memiliki kepercayaan bahwa orang terdekat mendukung mereka untuk
menjalani usaha menurunkan berat (subjective norms regarding behavior), namun dukungan tersebut
tidak ditunjukkan dalam bentuk perilaku nyata, sehingga hal tersebut memengaruhi intensi mereka
untuk terus menjalani perilaku. Hal tersebut dapat terkait dengan locus of control yang dimiliki oleh
tiap partisipan. Locus of control merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh individu atas sebuah
kejadian atau hasil yang terjadi dalam kehidupan mereka. Kepercayaan tersebut dapat terbagi menjadi
dua, yakni internal dan eksternal. Neymotin dan Nemzer (2014) mengungkapkan bahwa obesitas dan
locus of control memiliki hubungan dan diketahui juga bahwa individu yang memiliki locus of control
eksternal memiliki tingkat kortisol yang lebih tinggi dibanding individu dengan locus of control
internal. Kortisol merupakan hormon yang memiliki kaitan dengan stres, dan stres cenderung menjadi
stimulus untuk perilaku makan berlebihan. Selain itu, Neymotin dan Nemzer (2014) juga menemukan
bahwa individu dengan locus of control internal memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk berhasil
dalam menjalankan usaha menurunkan berat badan. Meskipun terlihat negatif, namun individu
dengan locus of control eksternal memiliki benefit tersendiri, yakni peranan orang lain dapat menjadi
signifikan dalam intervensi yang diberikan. Peran serta dukungan dari orang lain memiliki makna
yang lebih besar terhadap individu dengan locus of control eksternal.
Keyakinan diri partisipan untuk berperilaku juga merupakan aspek yang memengaruhi
pengalaman tiap partisipan terkait usaha menurunkan berat badan. Glasofer, dkk (2013) menemukan
bahwa remaja perempuan yang memiliki tingkat keyakinan diri yang rendah cenderung lebih rentan
untuk mengalami kehilangan kontrol dalam perilaku makan, sehingga dapat menimbulkan obesitas
dalam jangka panjang. Selain itu, kesediaan makanan dan kemudahan untuk mendapatkannya
menjadikan makan sebagai sesuatu yang sulit dikontrol apabila individu tidak memiliki regulasi diri
yang baik. Regulasi diri diketahui memiliki hubungan positif dengan keyakinan diri individu tersebut.
Peningkatan dalam regulasi diri juga dipercaya dapat meningkatkan keyakinan diri seseorang.
Annesi dan Gorjala (2010) mendapati bahwa peningkatan pada regulasi diri dapat meningkatkan
keyakinan diri, baik terhadap perilaku makan, maupun aktivitas fisik. Hal lain yang didapati adalah
mood dapat menjadi perantara dalam hubungan antara regulasi diri dan keyakinan diri atas perilaku
makan. Suasana hati yang negatif akan memengaruhi regulasi diri serta keyakinan diri yang dimiliki
oleh individu terhadap perilaku yang dijalankan. Hal tersebut tercermin dalam penelitian ini karena
tiap partisipan menggunakan makan sebagai cara untuk mengatasi suasana hati negatif yang dimiliki.

18
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Kondisi emosi negatif yang dialami oleh tiap partisipan yang kemudian diatasi dengan cara
makan membentuk asosiasi dalam diri partisipan. Hal tersebut menjadikan partisipan merasa apabila
mereka tidak melakukan perilaku makan tersebut, maka emosi negatif yang dialami tidak akan
teratasi. Kondisi ini memengaruhi keyakinan diri yang dimiliki untuk mengubah perilaku makan
menjadi pola perilaku yang lebih sehat (Annesi & Gorjala, 2010). Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh
faktor pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan
terkait pola hidup yang lebih sehat, baik dalam perilaku makan, maupun aktivitas fisik.
Faghri dan Buden (2015) menemukan adanya hubungan antara pengetahuan dan keyakinan
diri terhadap perilaku serta nilai prediksi terhadap BMI yang dimiliki oleh individu. Semakin rendah
pengetahuan dan keyakinan diri, maka semakin tinggi BMI yang dimiliki oleh individu. Hasil
penelitian tersebut dapat menjelaskan kondisi yang dialami oleh partisipan dalam penelitian ini, yakni
tiap partisipan cenderung memiliki pengetahuan yang minimal terkait lingkungan serta pola perilaku
sehat.
Ketiga partisipan berjenis kelamin perempuan. Faktor gender memiliki pengaruh terhadap
usaha menurunkan berat badan, terutama perilaku yang dilakukan oleh partisipan. Hallam, Boswell,
DeVito, dan Kober (2016) menunjukkan bahwa gender memiliki pengaruh terhadap perbedaan dalam
food craving yang dimiliki. Perbedaan tersebut dapat berupa jenis makanan yang diidamkan,
frekuensi, intensitas, serta regulasi diri pada saat mengalami ngidam (mengidamkan makanan).
Mengidam merupakan sebuah keinginan yang kuat untuk memakan sesuatu. Hal ini telah menjadi
salah satu prediktor yang kuat terhadap kenaikan berat badan atau kegagalan dan keberhasilan
seseorang dalam menurunkan berat badan (Boswell & Kober, dalam Hallam, Boswell, DeVito, &
Kober, 2016).
Setiap partisipan dalam penelitian ini memiliki skor yang tergolong tinggi pada skala food
craving trait. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tiap partisipan cenderung mengalami ngidam
dengan ada atau tidak adanya stimulus makanan di sekitarnya. Adanya trait tersebut dapat disebabkan
oleh kemudahan untuk mendapatkan makanan yang dimiliki tiap partisipan (Hallam, Boswell,
DeVito, & Kober, 2016). Kemudahan tersebut dapat berupa lingkungan yang banyak menyediakan
berbagai jenis makanan ataupun kemudahan untuk mendapat makanan dengan cara memesan melalui
teknologi yang ada saat ini.
Trait food craving yang dimiliki oleh tiap partisipan dalam penelitian ini juga mendukung
hasil penelitian sebelumnya, yang mendapati bahwa perempuan memiliki kecenderungan untuk
memiliki skor food craving yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Frekuensi serta intensitas dari

19
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

ngidam yang dialami perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Jenis makanan yang diidamkan oleh
perempuan lebih mengarah kepada makanan atau minuman yang manis, sedangkan laki-laki lebih
mengarah kepada makanan yang gurih, seperti daging, ikan, dan telur. Perempuan juga diketahui
lebih sulit dalam mengontrol keinginan makan ketika keinginan tersebut muncul, baik yang
disebabkan karena adanya stimulus makanan, maupun tidak. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
perubahan hormonal. Perempuan yang mengalami menstruasi setiap bulannya akan mengalami
perubahan hormon yang dapat menimbulkan peningkatan dalam perilaku makan (Hallam, Boswell,
DeVito, & Kober, 2016).
Selain perilaku makan, aktivitas fisik juga merupakan perilaku yang dilihat dalam penelitian
ini. Ketiga partisipan dalam penelitian ini menunjukkan minimnya aktivitas fisik dalam
kesehariannya. Aktivitas fisik yang minimal yang terjadi pada perempuan dapat disebabkan karena
adanya perbedaan peran gender. Penelitian yang dilakukan sebelumnya mendapati perbedaan dalam
frekuensi dan intensitas aktivitas fisik pada anak perempuan dan anak laki-laki. Hasil yang sama juga
ditemukan pada laki-laki dan perempuan dewasa yang telah berumur lebih dari 70 tahun. Meskipun
aktivitas fisik pada umumnya akan berkurang seiring bertambahnya usia, namun pada perempuan,
pengurangan tersebut menjadi lebih bermakna (negatif) jika dibanding dengan laki-laki (University
of Exeter, 2009). Adapun faktor kesehatan menjadi alasan yang paling banyak digunakan oleh
perempuan saat ingin melakukan olahraga ataupun aktivitas fisik lainnya (Azevedo, dkk, 2007). Hal
tersebut juga tercermin dalam penelitian ini, di mana ketiga partisipan memiliki keinginan untuk
menjalankan olahraga ringan karena faktor kesehatan yang mulai memengaruhi kualitas hidup
mereka masing-masing.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Obesitas merupakan sebuah kondisi yang terbentuk melalui sebuah proses yang termanifestasi
melalui perilaku. Hasil dalam penelitian ini mendapati bahwa perilaku yang berperan terhadap
kondisi obesitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, kepercayaan terhadap perilaku,
kepercayaan terhadap keinginan orang lain mengenai perilaku, dan keyakinan diri dalam menjalankan
perilaku. Selain itu, faktor biologis dan juga faktor lingkungan (peran gender dan budaya) turut
berperan dalam pembentukan obesitas.

20
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Saran Teoretis
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam variasi partisipan, di mana ketiga partisipan dalam
penelitian ini adalah wanita. Berdasarkan diskusi penelitian yang telah dibahas sebelumnya, diketahui
bahwa gender memiliki peranan tersendiri terhadap kondisi obesitas. Oleh karena itu, penelitian
selanjutnya dapat mengambil partisipan dengan karakter (gender, usia) yang lebih bervariasi, guna
mendapat gambaran yang lebih luas terkait kondisi obesitas.
Penelitian selanjutnya juga dapat mempertimbangkan untuk mengkaji lebih dalam aspek
biologis (genetik, metabolisme) dan aspek sosial (peran gender, budaya) pada individu yang
mengalami obesitas, guna mendapat hasil yang lebih optimal terkait pemahaman kondisi obesitas,
yang pada akhirnya dapat membantu dalam merancang sebuah penanganan yang lebih efektif
terhadap kondisi obesitas.

Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirancang sebuah program intervensi yang bertujuan
untuk mengubah gaya hidup yang dimiliki oleh individu yang mengalami obesitas dengan berfokus
pada strategi untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan perubahan kebiasaan (perilaku).

REFERENSI

Ajzen, I., Albarracin, D., & Hornik, R. (2007). Prediction and change of health behavior: applying
the reasoned action approach. Mahwah, NJ: LEA.
Ajzen, I., & Fishbein, M. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior: An introduction to theory
and research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Annesi, J. J., & Gorjala, S. (2010). Relations of self regulation and self-efficacy for exercise and
eating and BMI change: A field investigation. BioPsychoSocial Medicine, 4(10), 1-6. doi:
10.1186/1751-0759-4-10
Azevedo, M. R., Araújo, C. L. P., Reichert, F. F., Siqueira, F. V., da Silva, M. C., & Hallal, P.
C. (2007). Gender differences in leisure-time physical activity. International Journal of
Public Health, 52(1), 8–15. doi: 10.1007/s00038-006-5062-1
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Berg, B. L. (2007). Qualitative Research for Social Sciences (6th ed.). Boston, MA: Pearson.

21
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Carlson, N. R. (2002). Foundations of Physiological Psychology (5th ed.). Boston, MA: Allyn and
Bacon.
Data ponsel dunia: Orang Indonesia paling malas berjalan kaki. (2017). BBC Indonesia. Ditemu
kembali dari http://www.bbc.com/indonesia/majalah-40577906
Faghri, P., & Buden, J. (2015). Health behavior knowledge and self-efficacy as predictors of body
weight. Journal of Nutritional Disorders & Therapy, 5(3). doi: 10.4172/2161-0509.1000169
Farmer, R. F., & Chapman, A. L. (2008). Behavioral interventions in cognitive behavior therapy:
Practical guidance for putting theory into action. Washington, DC: American Psychological
Association.
Glasofer, D., Haaga, D. & Hannallah, L., Field, S. E., Kozlosky, M., Reynolds, J. C., Yanovski, J.
A., & Tanofsky-Kraff, M. (2013). Self-efficacy beliefs and eating behavior in adolescent girls
at-risk for excess weight gain and binge eating disorder. The International Journal of Eating
Disorders. 46(7). doi: 10.1002/eat.22160
Hallam, J., Boswell, R. G., DeVito, E. E., & Kober, H. (2016). Gender-Related Differences in Food
Craving and Obesity. The Yale Journal of Biology and Medicine, 89(2), 161-173.
Jung, J. (1978). Understanding human motivation: A cognitive approach. New York, NY: Macmillan.
Klaczynski, P. A., Goold, K. W., & Mudry, J. J. (2004). Culture, obesity stereotypes, self-esteem,
and the “thin ideal”: A social identity perspective. Journal Of Youth And Adolescence, 33(4),
307-317. doi: 10.1023/B:JOYO.0000032639.71472.19
Kushner, R. F., & Ryan, D. (2016). Screening and Diagnosis. Journal Of Family Practice, 65(7). S2-
S4.
Loth, K., Wall, M., Larson, N., & Neumark-Sztainer, D. (2015). Disordered eating and psychological
well-being in overweight and nonoverweight adolescents: Secular trends from 1999 to
2010. International Journal Of Eating Disorders, 48(3), 323-327.
Marie, NG., dkk. (2014). Global, regional, and national prevalence of overweight and obesity in
children and adults during 1980-2013: A systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2013. The Lancet, 384 (9945), 766-781. doi:10.1016/S0140-6736(14)60460-8
Meule, A., Hermann, T., & Kübler, A. (2014). A short version of the Food Cravings Questionnaire—
Trait: The FCQ-T-reduced. Frontiers in Psychology, 5(190), 1-10. doi:
10.3389/fpsyg.2014.00190
Neymotin, F., & Nemzer, L. R. (2014). Locus of Control and Obesity. Frontiers in Endocrinology, 5.
159. doi: 10.3389/fendo.2014.00159

22
Kawi, T. K., Purwanti, M., & Partasari, W. D./ Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(1), 1-23

Nussy, C. Y., Ratag, G. A. E., & Mayulu, N. (2014). Analisis upaya-upaya penurunan berat badan
pada mahasiswi angkatan 2010 fakultas kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, 2(2).
Taylor, S. E. (2012). Health psychology (8th ed.). New York, NY: McGrawHill.
Tingkat obesitas Indonesia nomor 10 dunia. (2014). BBC Indonesia. Ditemu kembali dari
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2014/05/140529_iptek_indonesia_obesitas.shtml
University of Exeter. (2009, January 8). Lifelong Gender Difference In Physical Activity
Revealed. ScienceDaily. Diunduh dari www.sciencedaily.com/releases/2009/
01/090105190740.htm
Victoriana, E. (2012). Rancangan program pengontrolan berat badan bagi individu yang mengalami
obesitas. (Makalah tidak dipublikasikan). Universitas Kristen Maranatha, Indonesia.

23
Midwifery Journal | Kebidanan
ISSN 2503-4340 | FIK UM Mataram
Vol. 5 No. 1 Januari 2020, Hal. 5-8

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KEJADIAN OBESITAS PADA


WANITA USIA SUBUR (WUS) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LEPO – LEPO
*Apriyanti1, Tasnim1, Kartini2
1STIKES Mandala Waluya Kendari, 2Poltekkes Depkes RI, *aisyahapril280@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Abstrak: Obesitas merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak dijumpai pada
Riwayat Artikel: golongan masyarakat dengan sosial ekonomi menengah keatas. Makhluk hidup akan
Diterima: 09-06-2019 mencapai keseimbangan jika energi yang masuk sama dengan energi yang dikeluarkan.
Disetujui: 20-01-2020 Menurut WHO (2000), seseorang dikatakan obesitas jika nilai Indeks Massa Tubuh (IMT)
diatas 30,0 kg/m2.Sedangkan IMT antara 25 – 29,9 kg/m2 disebut pre obesitas.Untuk orang
Asia, IMT diatas 25 kg/m2 termasuk obesitas. Fenomena ini juga terjadi di Kota Kendari
tercatat, pada tahun 2015 jumlah penderita obesitas yang ditemukan sebesar 698 orang
Kata Kunci: dengan penderita terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas Lepo – Lepo. Tahun 2016
Obesitas jumlah penderita yang ditemukan meningkat menjadi 1344 orang dengan penderita
Wanita Usia Subur terbanyak yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Mandonga dan Lepo- Lepo. Penelitian
Kontrasepsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas
Pola Makan pada wanita usia subur (WUS) di wilayah kerja Puskesmas Lepo Lepo Kota Kendari. Jenis
Indeks massa tubuh Penelitian Yang di gunakan adalah kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional study.
Gizi Populasi dalam penelitian adalah wanita usia subur (WUS) yang menggunakan alat
kontrasepsi berjumlah 2591 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 69
responden Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan kejaidian obesitas dengan koefien Phi 0,477 (kategori sefang).
Terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan kejadian obesitas dengan
nilai koefisien phi 0,42 (sedang), terdapat hubungan antara pola makan dengan obesitas
koefisien phi 0,62 (kuat).
Abstract: Obesity is one of the nutritional problems that are often found in groups of
people with middle and upper socioeconomic groups. Living things will reach a balance if
the incoming energy is the same as the energy expended. According to WHO (2000), a
person is said to be obese if the value of the Body Mass Index (BMI) is above 30.0 kg/m2.
While the BMI is between 25 - 29.9 kg/m2 is called pre obesity. For Asians, BMI above 25
kg/m2 including obesity. This phenomenon also occurred in the city of Kendari, recorded in
2015 the number of obese people found was 698 people with the most patients in the
working area of the Lepo - Lepo Health Center. In 2016 the number of patients found
increased to 1344 with the most patients found in the working area of the Mandonga and
Lepo-Lepo Puskesmas. This study aims to analyze the factors associated with the incidence
of obesity in women of childbearing age (WUS) in the work area of the Lepo Lepo Health
Center in Kendari City. The type of research used is quantitative, with a cross sectional study
approach. The population in the study were women of childbearing age (WUS) who used
contraception totaling 2591 people. The sample in this study were 69 respondents. The
results showed there was a significant relationship between the use of hormonal
contraception and obesity status with the coefficient Phi 0.477 (sefang category). There is a
relationship between the length of use of contraception with the incidence of obesity with a
coefficient value of phi 0.42 (moderate), there is a relationship between diet and obesity a
phi coefficient of 0.62 (strong).

—————————— ◆ ——————————

Menurut WHO (2000), seseorang dikatakan obesitas jika


A. LATAR BELAKANG
nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 30,0
Obesitas merupakan salah satu permasalahan gizi kg/m2.Sedangkan IMT antara 25 – 29,9 kg/m2 disebut
yang banyak dijumpai pada golongan masyarakat dengan pre obesitas.Untuk orang Asia, IMT diatas 25 kg/m2
sosial ekonomi menengah keatas. Makhluk hidup akan termasuk obesitas. Obesitas saat ini menjadi
mencapai keseimbangan jika energi yang masuk sama permasalahan dunia bahkan Organisasi Kesehatan Dunia
dengan energi yang dikeluarkan (Waspadji, 2010). (WHO) mendeklarasikan sebagai Penyakit global
5
6 Midwifery Journal | Vol. 5, No. 1, Januari 2020, hal 5-8

(Swandari et al., 2017). Menurut Organisasi Kesehatan Mandonga dan Lepo- Lepo. Pada tahun 2017 meningkat
Dunia atau World Health Organization (WHO) pada lagi menjadi sebesar 2.919 orang dengan jumlah
tahun 2016, 18% anak – anak dan remaja usia 5-19 tahun penderita terbanyak yang ditemukan diwilayah kerja
mengalami berat badan lebih atau obese. Dari data Puskesmas Lepo-Lepo (Dinas Kesehatan Kota Kendari,
tersebut juga diketahui bahwa 39% wanita dan 39% pria 2018).
usia 18 tahun ke atas mengalami berat badan lebih
(WHO, 2017). B. METODE PENELITIAN
Berdasarkan data WHO dapat diketahui bahwa Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif,
obesitas merupakan masalah Penyakit global yang dengan pendekatan cross sectional study, yang
menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dunia, sebesar 2,8 juta orang meninggal karena penyakit bebas (jenis kontrasepsi, lama penggunaan kontrasepsi,
seperti diabetes dan penyakit jantung sebagai akibat dari pola makan,aktivitas fisik,riwayat keluarga) dengan
obesitas (WHO, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian variabel terikat (obesitas), Artinya antara variabel bebas
yang dilakukan dengan melakukan pemantauan berkala dengan variabel terikat diobservasi sekaligus pada saat
perubahan prevalensi kelebihan berat badan dan yang sama (Notoatmodjo S, 2014). Populasi dalam
obesitas pada semua populasi di dunia dari tahun 1980 penelitian adalah wanita usia subur (WUS) yang
hingga 2013 menunjukkan penderita obesitas di Eropa menggunakan alat kontrasepsi berjumlah 2591 orang.
Barat sebanyak 13,9%. Prevalensi obesitas tertinggi yaitu Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
di Uruguay (18,1%), Costa Rica (12,4%), Chili (11,9%) dan menggunakan simple random sampling atau teknik
Meksiko (10,5%) (Pratiwi et al., 2018). Di Indonesia pengambilan sampel secara acak sederhana dimana
sendiri, sebanyak 40 juta orang dewasa mengalami setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
kegemukan, dan Indonesia masuk ke peringkat 10 daftar kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.
negara-negara seperti yaitu Jepang berkisar 23,2 %, Pengambilan sampel secara acak sederhana ini dilakukan
Amerika Serikat berkisar 66,3 %, arab Saudi berkisar dengan mengundi anggota populasi (lottery technique)
35,6 %,Cina berkisar 3,7%, Korea Selatan berkisar 2,4 %, atau teknik undian. Jumlah sampel sebanyak 69
Eropa berkisar 20,7 %, Australia berkisar 25,1%, kanada responden.
berkisar 24,3%, Bahrain 32,6%, dan Brazil 19,5 %.dengan
tingkat obesitas terbanyak di dunia. Orang yang C. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengalami obesitas berada pada risiko yang lebih tinggi 1. Hubungan antara jenis kontrasepsi dengan
untuk penyakit yang serius seperti tekanan darah tinggi, kejadian obesitas.
serangan jantung, stroke, diabetes, penyakit kandung TABEL 1.
empedu, dan kanker.Risiko pada orang yang mengalami Hubungan antara jenis kontrasepsi dengan
obesitas beberapa kali lebih tinggi dari orang-orang yang kejadian obesitas
memiliki berat badan yang sehat dan normal (KemenKes
RI, 2018). Kejadian Obesitas
Lama Jumlah phi
Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada Tidak
Penggunaan Obesitas
tahun 2007, 2013 dan 2018, menunjukkan terjadinya Obesitas
Kontrasepsi
peningkatan proporsi berat badan lebih dan obese pada n % n % n %
usia >18 tahun dari waktu ke waktu. Proporsi berat
badan lebih (over weight) pada riskesdas tahun 2007 Berisiko 32 70 14 30 46 100%
0,412
sebesar 8,6%, tahun 2013 meningkat menjadi 11,5% dan Tidak
Berisiko 6 26 17 74 23 100%
tahun 2018 meningkat menjadi 13,8%.Untuk proporsi
obese pada saat Riskesdas 2007 sebesar 10,5%, tahun Jumlah 38 55 31 45 69 100%
2013 mengalami peningkatan sebesar 14,8% dan tahun
2018 mengalami peningkatan menjadi sebesar 21,8%. Hasil uji keeratan hubungan menunjukkan
Sedangkan pada kategori obesitas sentral pada usia ≥ 15 koefisienPhi(Φ) sebesar 0,477, hal ini menunjukkan
tahun juga menunjukkan peningkatan dari waktu ke kekuatan hubungan antara antara jenis kontrasepsi
waktu, tercatat tahun 2013 proporsi obesitas sentral dengan kejadian obesitas di Puskesmas Lepo-Lepo
sebesar 18,8%, tahun 2013 sebesar 26,6% dan tahun kategori hubungan sedang.
2018 sebesar 31% (Riskesdas, 2018). Seperti diketahui bahwa Gonadal steroid
Fenomena ini juga terjadi di Kota Kendari tercatat, hormone (GSH), dalam hal ini androgen, estrogen
pada tahun 2015 jumlah penderita obesitas yang dan progestin meru - pakan molekul yang
ditemukan sebesar 698 orang dengan penderita pluripoten signaling dengan aktivitas biologi yang
terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas Lepo – bervariasi yang kebanyakan daripadanya tidak jelas
Lepo. Tahun 2016 jumlah penderita yang ditemukan hubungan antara fungsi primer reproduksi dengan
meningkat menjadi 1344 orang dengan penderita hipothalamo - pituitary gonadal axis (HPG -axis).
terbanyak yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas GSH berpengaruh secara independen terhadap
Apriyanti, Faktor-Faktor yang Berhubungan... 7

kenaikan berat badan dan makan makanan lemak, Angka obesitas yang semakin meningkat
termasuk juga terhadap energy expenditor dan berkaitan dengan peningkatan berat badan yang
fungsi saluran cerna, metabolisme , pertumbuhan semakin besar seiring lamanya penggunaan DMPA.
dan komposisi tubuh.HPG axis mempunyai efek Laporan WHO seperti yang dikutip oleh
secara hirarki yaitu: (i) hypothalamic releasing Cunningham mengemukakan, terjadi peningkatan
hormone GnRH (atau LHRH), yang mensintesis berat badan rata-rata sebesar 2,7 kg pada tahun
sel- sel neuron al bodies yang terletak pada nucleus pertama pemakaian DMPA, 4 kg setelah 2 tahun,
arkuata area preoptik, (ii) hormon pituitary dan 7 kg setelah 3 tahun pemakaian. Terjadi
anterior, FSH dan LH, (iii) gonadal hormon, peningkatan berat badan sebesar 0,5 kg pada 3
testosteron, estrogen dan progesteron yang bekerja bulan pertama pemakaian DMPA, 1 kg setelah 6
pada sejum - lah jaringan target. Masing - masing bulan pemakaian, dan 1,7 kg setelah 12 bulan
bertin - dak sebagai control feedback terhadap pemakaian. (15) Sementara penelitian yang
fungsi HPG melalui reseptor hipthalamus dan dilakukan oleh Purnamasari melaporkan, sebanyak
pituitary. 10% akseptor dengan lama pemakaian kontrasepsi
Pada penelitian yang dilakukan oleh T.Lee, et DMPA 1-3 tahun mengalami kenaikan berat badan,
al (2014) memperlihatkan kenaikan berat badan akseptor yang lama pemakaian kontrasepsi DMPA
secara signifikan dengan penggunaan kontrasepsi 3-4 tahun sebanyak 16,66% mengalami kenaikan
depot medroxy progesterone asetat (DMPA). berat badan, sedangkan akseptor yang lama
Kenaikan berat bedan terjadi berkisar 3,0 kg pemakaian kontrasepsi DMPA >4 tahun sebanyak
selama 12 bulan hingga 9,4 kg selama 18 bulan. 46,67% mengalami kenaikan berat badan. Hal ini
Penelitian tersebut hanya berfokus pada kenaikan menunjukkan terdapat hubungan antara lama
berat badan. Seperti diketahui bahwa Gonadal penggunaan kontrasepsi DMPA dengan
steroid hormone (GSH), dalam hal ini androgen, peningkatan berat badan, dimana keadaan ini
estrogen dan progestin merupakan molekul yang menyebabkan risiko obesitas pada penggunaan
pluripoten signaling dengan aktivitas biologi yang kontrasepsi DMPA semakin meningkat seiring
bervariasi yang kebanyakan daripadanya tidak jelas lamanya penggunaan.
hubungan antara fungsi p rimer reproduksi dengan 3. Hubungan antara pola makan dengan
hipothalamo -pituitary gonadal axis (HPG- kejadian obesitas
axis).Namun pada penelitian ini tidak diperinci jenis TABEL 3.
kontrasepsi hormonal yang digunakan dengan Hubungan antara pola makan dengan kejadian
sampel 77 orang serta pola kenaikan berat badan. obesitas
2. Hubungan antara lama penggunaan Kejadian Obesitas
Lama Jumlah phi
kontrasepsi dengan kejadian obesitas Tidak
Penggunaan Obesitas
Obesitas
TABEL 2. Kontrasepsi
Hubungan antara Lama Penggunaan n % n % n %
kontrasepsi dengan kejadian obesitas Berisiko 32 70 14 30 46 100%
Tidak 0,412
Kejadian Obesitas Berisiko 6 26 17 74 23 100%
Pola Tidak Jumlah phi
Makan Obesitas Obesitas Jumlah 38 55 31 45 69 100%

n % n % n %
Hasil uji keeratan hubungan menunjukkan
Kurang 34 79 9 21 43 100% koefisienPhi(Φ) sebesar 0,620, hal ini menunjukkan
0,620
Baik 4 15 22 85 26 100% kekuatan hubungan antara antara pola makan dengan
Jumlah 38 55 31 45 69 100% kejadian obesitas di Puskesmas Lepo-Lepo kategori
hubungan kuat. Pola makan adalah berbagai informasi
Hasil uji keeratan hubungan menunjukkan yang memberikan gambaran mengenai macam dan
koefisienPhi(Φ) sebesar 0,412, hal ini menunjukkan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh
kekuatan hubungan antara antara lama penggunaan satu orang dan merupakan cirri khas untuk suatu
dengan kejadian obesitas di Puskesmas Lepo-Lepo kelompok masyarakat tertentu Keterangan ini dapat
kategori hubungan sedang. diperoleh melalui suatu pendataan yang dikenal sebagai
Obesitas banyak dialami oleh akseptor DMPA survey diet, yang umumya merupakan sebagian dari
yang telah menggunakan DMPA selama 18 bulan, suatu kegiatan pengumpulan data yang lebih
dibandingkan pemakaian selama 6 bulan dan 12 komprehensip, yaitu survey gizi masyarakat.
bulan. Pada pemakaian DMPA selama 18 bulan, 19%
akseptor mengalami obesitas. Sedangkan
pemakaian selama 12 bulan sebanyak 9,7% akseptor
mengalami obesitas, dan pemakaian selama 6 bulan
hanya 4,6% akseptor yang mengalami obesitas.
8 Midwifery Journal | Vol. 5, No. 1, Januari 2020, hal 5-8

D. SIMPULAN DAN SARAN PROFIL PENULIS UTAMA


1. Simpulan Apriyanti
a. Terdapat hubungan Sedang antara jenis S1 Keperawatan STIKES Mandala
Waluya Kendari
kontrasepsi dengan kejadian obesitas Pada
Profesi Ners STIKES Mandala Waluya
Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Kendari
Puskesmas Lepo-Lepo
b. Terdapat hubungan Sedang antara lama
penggunaan dengan kejadian obesitas Pada
Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Lepo-Lepo
c. Terdapat hubungan Kuat antara pola makan
dengan kejadian obesitas Pada Pasangan Usia
Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo.

2. Saran
Tenaga medis hendaknya memberikan
pelayanan dan edukasi yang baik kepada calon
akseptor kontrasepsi DMPA tentang efek samping
penggunaan DMPA dalam jangka waktu yang lama.
Akseptor kontrasepsi DMPA hendaknya dapat
melakukan skrining terhadap penyakit yang dapat
timbul akibat peningkatan berat badan seperti
penyakit kardiovaskular maupun dibetes mellitus.
Selain itu setiap akseptor kontrasepsi DMPA
hendaknya berolahraga secara rutin serta menjaga
pola makan untuk menjaga berat badan.

DAFTAR RUJUKAN
[1] DINAS KESEHATAN KOTA KENDARI 2018. Profil
Kesehatan Kota Kendari 2017. Kendari: Dinkes.
[2] DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2018. Profil Kesehatan Selawesi Tenggara Tahun 2017.
Sulawesi Tenggara: Dinkes Sultra.
[3] KEMENKES RI 2018. Profil kesehatan Indonesia tahun
2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
[4] NOTOATMODJO S 2014. Metode Penelitian Kesehatan.
Jakarta. Rineka Cipta.
[5] PUSKESMAS LEPO-LEPO 2018. Profil Puskesmas Lepo-
Lepo. Kendari:Puskesmas Lepo-Lepo.
[6] RAHMATULLAH, P. & LOLO, J. 2010. Faal Paru pada
Obesitas. MajalahKedokteranIndonesia.
[7] RISKESDAS 2018. Laporan hasil riset Nasional.
RISKESDAS.
[8] SYARIF, D. R. Childhood obesity: Evaluation and
management. Surabaya: Naskah Lengkap National
Obesity Symposium II, 2003. 155-170.
[9] WASPADJI, S. 2010. Daftar Bahan Makanan Penukar
Edisi 3. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
[10] WHO 2017. Obesity. World Health Organization.
[11] T. Lee, H. Lee, H. M. Ahn, Y. Jang, H. Shin, and M. S. Kim,
“Perceptions about family planning and contraceptive
practice in a marital dyad,” J Clin Nurs, vol. 23, no. 7–8,
pp. 1086–1094, Apr. 2014.
119 Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

OBESITAS DAN TINGKAT STRES BERHUBUNGAN DENGAN


HIPERTENSI PADA ORANG DEWASA
DI KELURAHAN KLAMPIS NGASEM, SURABAYA
Obesity and Stress Level are Associated with Hypertension among Adulthood
in Klampis Ngasem, Surabaya

Shirley Priscilla Gunawan1*, Merryana Adriani1


1Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
*E-mail: shirleypriscilla32@yahoo.com

ABSTRAK
Era globalisasi menyebabkan tuntutan hidup semakin tinggi sehingga mengakibatkan bertambahnya tingkat stress dan
peningkatan prevalensi obesitas dan hipertensi. Obesitas dan stres telah menjadi faktor risiko penyakit degeneratif,
termasuk hipertensi dan penyakit jantung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara obesitas dan
tingkat stres dengan kejadian hipertensi pada komunitas jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Manyar, Surabaya.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain studi cross-sectional. Responden diambil
secara acak dengan metode simple random sampling. Pengumpulan data meliputi wawancara, perhitungan Indeks
Massa Tubuh (IMT) berdasarkan pengukuran tinggi badan dan berat badan responden, pengukuran tekanan darah, dan
pengisian kuesioner DASS-42. Seluruh data dianalisis menggunakan SPSS v25.0 dengan uji korelasi Spearman’s Rho.
76 orang responden berusia 18-45 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan 21,1%
responden mengalami overweight dan 42,1% mengalami obesitas. 65,8% responden mengalami stres ditandai dengan
perolehan skor DASS di atas 14. Dua puluh tujuh responden mengalami prehipertensi dan 12 responden mengalami
hipertensi tingkat 1. Analisis statistik menunjukkan adanya hubungan positif antara obesitas (r=0,577; p<0,001)
dan tingkat stres (r=0,370; p=0,001) dengan kejadian hipertensi. Kegiatan promosi kesehatan harus diadakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan bahaya obesitas dan stres terhadap hipertensi. Hal ini bertujuan agar
orang-orang lebih berupaya untuk menjaga berat badan ideal, belajar mengelola stres dengan baik, dan mengontrol
tekanan darah secara berkala.

Kata kunci: dewasa, hipertensi, obesitas, tingkat stres

ABSTRACT
Globalization era has led to higher demands and expectancy for life, causing higher stress level followed by higher
prevalence of obesity and hypertension. Obesity and stress has became risk factors of hypertension and heart disease.
This study purposed for analyzing the correlation between obesity and stress level with hypertension among church
community in Indonesian Christian Church (GKI) Manyar Surabaya. This study was an analytic observational study
with a cross-sectional design. Subject of this study were chosen using simple random sampling method. Data were
collected by interviewing subjects, calculating subjects’ Body Mass Index (BMI) based on their height and body weight
measurement, measuring blood pressure and filling DASS-42 questionnaire. All data were analyzed with Spearman
test using SPSS v25.0. 76 subjects aged 18-45 year were participated in this study. This study showed 21.1% subjects
were overweight and 42.1% were obese. 65.8% subjects experienced stress with a DASS score above 14. Twenty seven
subjects experienced prehypertension and 12 others experienced hypertension stage 1. Based on statistical calculation,
obesity (r=0.577; p<0.001) and stress level (r=0.370; p=0.001) are positively correlated to hypertension. Health
promotion should be held to increase knowledge and awareness about the danger of obesity and stress to hypertension.
Therefore, people can put more efforts to maintain ideal body weight, learn to manage stress well and control blood
pressure regularly.

Keywords: adult, hypertension, obesity, stress level

©2020. The formal legal provisions for access to digital articles of this electronic journal are subject to the terms of the Creative Commons-
Attribution-NonCommercial-ShareAlike license (CC BY-NC-SA 4.0). Received 01-07-2019, Accepted 12-08-2019, Published online 06-05-2020
Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126 120
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

PENDAHULUAN sebesar 13,9%. Prevalensi obesitas pada perempuan


Penyakit degeneratif, termasuk dewasa juga mengalami peningkatan dari tahun
penyakit kardiovaskular yang telah menjadi 2007 hingga 2013 yaitu dari 13,9% menjadi 32,9%
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. (Departemen Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan
Penyakit-penyakit tersebut antara lain seperti Riskesdas 2013, prevalensi keseluruhan penduduk
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dewasa obesitas adalah 15,4% sedangkan menurut
koroner, asam urat, kanker, osteoporosis, artritis Sirkesnas 2016, prevalensi penduduk dewasa
reumatoid dan stroke (Dhani & Yamasari, 2014). obesitas mencapai 20,7%. Kasus obesitas di Kota
Penyakit degeneratif muncul karena berbagai Surabaya sendiri menempati urutan kedua tertinggi
faktor risiko, antara lain dislipidemia, obesitas, di Provinsi Jawa Timur yakni sebanyak 98.344
usia lanjut, kebiasaan merokok dan riwayat kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
keluarga (Aprilia, 2007). Penyakit degeneratif, 2018).
salah satunya hipertensi, menjadi faktor utama Perubahan tatanan kehidupan akibat
penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular globalisasi juga menyebabkan meningkatnya
(Departemen Kesehatan RI, 2009). masalah hubungan sosial dan tuntutan lingkungan.
Di Indonesia prevalensi hipertensi terus Individu yang merasa gagal memenuhi tuntutan
meningkat dari tahun 2013 sampai 2016. Pada tersebut dapat mengalami stres. World Health
tahun 2013, prevalensi hipertensi pada usia Organization mengungkapkan bahwa stres akan
di atas 18 tahun di Indonesia sebanyak 25,8% menjadi ancaman utama bagi kesehatan manusia
(Departemen Kesehatan RI, 2013). Menurut pada tahun 2020. Stres memberikan kontribusi
Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) sebanyak 50-70% terhadap munculnya penyakit
tahun 2016 prevalensi hipertensi mencapai 32,4%. metabolik dan hormonal, hipertensi, kanker,
Kota Surabaya memiliki jumlah kasus hipertensi infeksi, penyakit kardiovaskular, penyakit kulit,
terbanyak ketiga di wilayah Provinsi Jawa Timur, dan lain sebagainya (Musradinur, 2016).
dengan jumlah kasus hipertensi sebanyak 102.599 Semakin tinggi kepadatan dan kesesakan
kasus (45,32%) pada tahun 2017 (Dinas Kesehatan penduduk maka semakin tinggi beban hidup
Provinsi Jawa Timur, 2018). Salah satu wilayah dan tingkat stres (Erlinda, 2016). Kota Surabaya
yang memiliki persentase kejadian hipertensi menempati urutan kedua kota terbesar setelah
cukup tinggi adalah Kelurahan Klampis Ngasem Jakarta dengan kepadatan penduduk 8.811 jiwa per
yaitu sebesar 31,58% (Dinas Kesehatan Kota km2 pada tahun 2017 (Badan Pusat Statistik Kota
Surabaya, 2018). Surabaya, 2018). Angka ini menunjukkan bahwa
Obesitas dan stres termasuk faktor risiko Surabaya masuk dalam kota dengan kepadatan
hipertensi (Kementerian Kesehatan RI, 2017). penduduk yang sangat tinggi sehingga penduduk
Sejak tahun 1975, angka prevalensi obesitas Kota Surabaya semakin berisiko mengalami stres.
di dunia terus bertumbuh hingga tiga kali lipat Individu usia 18 tahun yang tidak dapat
(World Health Organization, 2018; World Health mengelola stres dengan baik dan memiliki angka
Organization, 2017). Hasil penelitian di Provinsi IMT yang tinggi diketahui memiliki risiko tiga
Jilin, Tiongkok dengan responden usia 18-79 tahun kali lipat mengalami hipertensi di kemudian hari
menunjukkan keseluruhan prevalensi overweight (British Medical Journal, 2016). Penelitian Saleh
dan obesitas adalah 32,3% dan 14,6% (Wang et et al. (2014) pada pasien hipertensi di wilayah
al., 2016). Penelitian di Malaysia dengan populasi Puskesmas Andalas menunjukkan hubungan
dewasa usia 18 tahun ke atas juga menunjukkan signifikan antara tingkat stres dengan derajat
prevalensi overweight dan obesitas sebesar 33,6% hipertensi dengan nilai p<0,001. Penelitian Rizky
dan 19,5% (Mohamud et al., 2011). et al. (2017) pada dewasa awal di Dusun Bendo,
Prevalensi obesitas pada dewasa di Indonesia Kota Yogyakarta juga menunjukkan hubungan
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. antara stres dengan kejadian hipertensi yang
Prevalensi obesitas pada penduduk laki-laki signifikan (nilai p<0,001).
dewasa di tahun 2013 adalah 19,7% dimana jumlah Kota Surabaya yang merupakan kota dengan
ini lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2007 yaitu kepadatan penduduk sangat tinggi menempati
121 Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

posisi lima besar kasus hipertensi dan obesitas Penelitian ini telah mendapatkan ethical
tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran
perlu dilakukan analisis hubungan antara obesitas Gigi Universitas Airlangga dengan nomor
dan tingkat stres dengan hipertensi pada usia sertifikat: 120/HRECC.FODM/IV/2019.
dewasa muda sebagai upaya deteksi awal untuk
usaha preventif hipertensi sebelum memasuki usia HASIL PENELITIAN
lanjut.
Penelitian ini melibatkan 76 orang subyek
laki-laki dan perempuan. Usia responden memiliki
METODE
nilai median 25 tahun dan berada pada rentang 18
Penelitian ini merupakan studi observasional hingga 45 tahun. Sebagian besar subyek (64,4%)
analitik dengan desain studi cross-sectional. merupakan lulusan perguruan tinggi. Sebagian
Sampel merupakan populasi usia 18-45 tahun
dengan kriteria inklusi: terdaftar sebagai anggota
jemaat GKI Manyar, tidak dalam keadaan hamil Tabel 1. Karakteristik Responden
dan sakit, serta bersedia menjadi responden Variabel n (%)
penelitian. Pengambilan sampel dilakukan melalui Pendidikan Terakhir
simple random sampling method dengan besar SMP 4 5,3
jumlah responden 76 orang. Data karakteristik SMA 23 30,3
responden diambil melalui wawancara, Perguruan Tinggi 49 64,4
perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) melalui Pekerjaan
pengukuran tinggi badan menggunakan stature Tidak Bekerja 24 31,6
meter (Microtoise SH-2A GEA) dan berat badan Wiraswasta 24 31,6
menggunakan timbangan digital (OMRON® Petani/Nelayan/Buruh 6 7,9
Karada Scale HBF-212), pengukuran tekanan darah Lain-lain (guru, trader saham,
dengan sphygmomanometer digital (OMRON® agen broker asuransi, dan 22 28,9
Automatic Blood Pressure HEM-8712), serta agen broker rumah)
tingkat stres melalui pengisian kuesioner DASS-42
versi Bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh Tabel 2. Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT), Tingkat
Damanik (Psychology Foundation of Australia, Stres dan Tekanan Darah pada Responden
2014).
Variabel n (%)
Berdasarkan Joint National Committee VII,
Indeks Massa Tubuh (IMT)*)
tekanan darah dibagi menjadi beberapa klasifikasi;
Normal 28 36,8
normal (<120/80 mmHg), prehipertensi (120–
Overweight 16 21,1
139/80–89 mmHg), hipertensi tingkat I (140–
Obesitas I 22 28,9
159/90–99 mmHg), dan hipertensi tingkat II
Obesitas II 10 13,2
(≥160/100 mmHg) (Chobanian et al., 2003). Tingkat Stres**)
Berdasarkan kategori menurut WHO Asia-Pasifik, Normal 26 34,2
Indeks Massa Tubuh dibagi menjadi; underweight Stres ringan 12 15,8
(<18,5 kg/m 2 ), normal (18,5–22,9 kg/m 2 ), Stres sedang 26 34,2
Overweight (23,0–24,9 kg/m2), Obese I (25,0– Stres berat 11 14,5
29,9 kg/m2), dan Obese II (≥30 kg/m2) (World Stres sangat berat 1 1,3
Health Organization, 2000). Kategori tingkat stres Tekanan Darah***)
berdasarkan hasil skor kuesioner DASS-42 dibagi Normal 37 48,7
menjadi; normal (0–14), stres ringan (15–18), Prehipertensi 27 35,5
stres sedang (19–25), stres berat (26–33), dan stres Hipertensi I 12 15,8
sangat berat (≥34) (Lovibond & Lovibond, 1995). Keterangan:
Seluruh data dianalisis secara statistik dengan uji *)kategori IMT menurut WHO Asia-Pasifik
Spearman’s Rho menggunakan software SPSS® **)kategori tingkat stres menurut DASS-42
v25.0. ***)kategori tekanan darah menurut JNC VII
Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126 122
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

Tabel 3. Hubungan Obesitas dan Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi


Tekanan Darah
Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi I p-value*)
n (%) n (%) n (%)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Normal 23 82,1 5 17,9 0 0,0
Overweight 7 43,8 8 50,0 1 6,3
<0,001*)
Obesitas I 5 22,7 11 50,0 6 27,3
Obesitas II 2 20,0 3 30,0 5 50,0
Tingkat Stres
Normal 19 73,1 3 11,5 4 15,4
Stres ringan 7 58,3 5 41,7 0 0,0
Stres sedang 8 30,8 14 53,8 4 15,4 0,001*)
Stres berat 3 27,3 5 45,4 3 27,3
Stres sangat berat 0 0,0 0 0,0 1 100
Keterangan:
* signifikansi nilai p<0,05; menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho
**kategori tingkat stres menurut DASS-42

besar subyek tidak bekerja atau berprofesi sebagai Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar
wiraswasta dengan persentase masing-masing responden yang tidak mengalami kelebihan
31,6%. berat badan maupun stres memiliki tekanan
Saat ini obesitas sudah menjadi permasalahan darah yang normal. Uji korelasi Spearman’s Rho
global yang banyak dialami oleh penduduk dewasa menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
di dunia. Pada tabel 2, diketahui jumlah responden antara obesitas dan tingkat stres dengan hipertensi
yang mengalami kelebihan berat badan dan stres dengan masing-masing nilai p<0,001 dan p=0,001.
lebih banyak dibandingkan yang tidak kelebihan Semakin tinggi kategori IMT dan tingkat stres
berat badan dan stres. IMT merupakan salah satu yang dimiliki, maka semakin tinggi proporsi
prediktor obesitas pada individu normal. Proporsi hipertensi.
obesitas pada penelitian ini adalah 42,1% dan
overweight sebesar 21,1%. HASIL DAN PEMBAHASAN
Stres merupakan respons dari otak dan
tubuh terhadap berbagai macam stressor, seperti Obesitas merupakan faktor risiko berbagai
kejadian traumatik, adanya perubahan hidup, penyakit, terutama penyakit degeneratif dan
sekolah, aktivitas fisik, dan sebagainya (National berkaitan erat dengan peningkatan jaringan adiposa
Institute of Mental Health, 2017). Pada penelitian dalam tubuh (Moulia et al., 2017). Obesitas
ini responden yang mengalami stres secara disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
keseluruhan mencapai 65,8%, sedangkan yang genetik, urbanisasi, peningkatan sedentary lifestyle,
tidak mengalami stres hanya 34,2%. perubahan pola konsumsi, dan sebagainya. Saat ini
Proporsi hipertensi pada dewasa muda masyarakat lebih banyak mengonsumsi produk
dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan kategori pangan olahan yang padat energi sehingga terjadi
hipertensi oleh Joint National Committee VII, surplus energi yang menyebabkan kenaikan berat
proporsi hipertensi mencapai 15,8%. Prehipertensi badan (Hall, 2018).
sendiri merupakan pertanda yang cukup penting Perubahan obesogenic telah terjadi di
sebagai deteksi dini hipertensi. Pada penelitian ini, negara berpendapatan tinggi sejak awal abad
proporsi prehipertensi sangat tinggi yaitu mencapai ke-20 dan saat ini berkembang dengan pesat
35,5%. di negara berpendapatan rendah dan menegah
123 Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

(Hruby & Hu, 2015). Penelitian di Tiongkok Stres timbul karena adanya kesenjangan
menunjukkan prevalensi obesitas lebih tinggi di antara harapan dan kenyataan yang menyebabkan
kota besar daripada di kabupaten dan desa. Selain konflik di dalam diri (Sukadiyanto, 2010). Stres
itu diketahui obesitas berkorelasi positif dengan cenderung dialami oleh masyarakat yang tinggal
asupan tinggi lemak, gula dan garam (Zou et al., di perkotaan. Individu yang tinggal di kota sejak
2015). masa kecil cenderung memiliki respons tubuh
Fenomena serupa juga terjadi pada penelitian terhadap stres yang berlebihan (Abbott, 2012).
yang dilakukan di Indonesia. Menurut studi Menurut Kundaragi & Kadokol (2015) stres
literatur yang dilakukan oleh Rachmi et al. (2017) disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
prevalensi overweight dan obesitas lebih tinggi di faktor lembaga atau organisasi (tekanan waktu,
daerah perkotaan dan pada populasi dengan tingkat jam kerja yang panjang, ketidakstabilan pekerjaan,
pendapatan dan pendidikan yang tinggi. kelebihan beban kerja dan kondisi kerja fisik
Hasil penelitian menunjukkan obesitas yang buruk), faktor kepribadian (usia, seks, sakit
berhubungan positif dengan hipertensi dengan kepala, fisik, tuntutan pekerjaan, dan depresi), serta
nilai p<0,001. Hal ini menunjukkan semakin faktor interaksi keluarga dan pekerjaan (tuntutan
tinggi kategori IMT, prevalensi hipertensi juga keluarga, fleksibilitas kerja, tekanan di tempat
semakin meningkat. Hasil penelitian ini sejalan kerja, dukungan di tempat kerja, dan kehidupan
dengan penelitian Bello et al. (2016) serta kerja dan keluarga).
Peltzer & Pengpid (2018) yang menyatakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
obesitas berhubungan positif dengan kenaikan stres berhubungan dengan hipertensi (p=0,001).
tekanan darah. Penelitian Siervo et al. (2013) juga Semakin rendah tingkat stres responden maka
menyatakan bahwa overweight menjadi prediktor semakin rendah pula prevalensi prehipertensi dan
yang signifikan terhadap hipertensi. hipertensi. Pada responden dengan tingkat stres
Obesitas berhubungan dengan hipertensi normal, hanya 26,9% yang termasuk kategori
karena dengan meningkatnya nilai IMT maka lipid prehipertensi dan hipertensi. Prevalensi responden
dalam tubuh ikut meningkat (Humaera et. al., yang masuk kategori prehipertensi dan hipertensi
2017). Salah satu hormon yang diproduksi oleh meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat
sel lipid pada jaringan adiposa adalah hormon stres (stres ringan 0,0%, stres sedang 15,4%, stres
leptin. Hormon ini berfungsi menghambat asupan berat 27,3%, dan stres sangat berat 100%).
makan dan menurunkan berat badan dengan cara Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
meningkatkan thermogenesis melalui aktivasi Hu et al. (2015) dan Agustina & Raharjo (2015)
sistem saraf simpatis yang dapat memicu hipertensi dimana stres berhubungan signifikan dengan
(Re, 2009). hipertensi. Penelitian Liu et al. (2017) juga
Peningkatan lemak dalam tubuh berkaitan menyatakan bahwa stres psikososial berhubungan
dengan kolesterol dalam tubuh, salah satunya dengan meningkatnya risiko hipertensi
LDL (Isdadiyanto, 2015). Peningkatan LDL dalam (OR=2,40).
darah berhubungan dengan timbulnya plak yang Saat terjadi stres, tubuh akan melakukan
menyumbat dan mempersempit pembuluh darah. allostatic untuk menjaga homeostasis di dalam
Penyumbatan ini dikenal sebagai aterosklerosis dan tubuh. Mekanisme utama yang umum terjadi
hal inilah yang kemudian meningkatkan tekanan adalah aktivasi sistem saraf simpatis dan aksis
darah (Sastroamidjojo, 2000). Hipotalamus-Pituitary-Adrenocortical (HPA-axis)
Meningkatnya lemak menginisiasi tubuh yang melepaskan CRH, ACTH serta glukokortikoid
untuk melepaskan sitokin yang meningkatkan (Seki et al., 2018). Glukokortikoid merupakan
produksi reactive oxidative species (ROS) dan salah satu agen yang menginduksi produksi sitokin
menurunkan nitric oxide (NO). Peningkatan pro-inflamasi dalam tubuh. Pelepasan sitokin dan
sitokin dan ROS yang disertai penurunan kadar ROS menurunkan produksi NO sehingga fungsi
NO menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan endotel terganggu dan menyebabkan peningkatan
resistensi pembuluh darah yang berujung pada vasokonstriksi yang berujung dengan terjadinya
terjadinya hipertensi (Poirier et al., 2006). hipertensi (Togliatto et al., 2017).
Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126 124
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

Pada saat stres, sekresi katekolamin Skripsi. Universitas Airlangga.


akan meningkat sehingga angiotensin, renin Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. (2018).
dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin Statistik daerah Kota Surabaya 2018. Surabaya:
meningkat (Klabunde, 2013). Aktivasi sistem saraf Badan Pusat Statistik Kota Surabaya.
simpatis juga menyebabkan pelepasan norepinefrin Bello, B. T., Amira, C. O., Braimoh, R. W., &
dari saraf simpatis di jantung dan pembuluh Nwizu, C. C. (2016). Obesity among adult
nigerians: relationship with blood pressure,
darah. Hal ini menyebabkan peningkatan curah
blood sugar, and proteinuria. Saudi Journal
jantung dan total peripheral resistance (TPR).
of Obesity, 4(2), 68-74. Retrieved from http://
Peningkatan aktivitas saraf simpatis secara www.saudijobesity.com
berkepanjangan dapat menyebabkan hipertrofi British Medical Journal. (2016). Tendency to Stress
jantung dan pembuluh arah yang berkontribusi Easily in Early Adulthood Linked to High Blood
dalam meningkatkan tekanan darah (Klabunde, Pressure in Later Life. Retrieved from https://
2013). medicalxpress.com/news/2016-02-tendency-
stress-easily-early-adulthood.html
Cahyaning, D. (2017). Hubungan antara status
KESIMPULAN DAN SARAN
gizi dengan kejadian hipertensi pada dewasa
Obesitas dan tingkat stres berhubungan awal di dusun bendo wilayah kerja Puskesmas
dengan hipertensi. Semakin tinggi nilai IMT Srandakan Bantul Yogyakarta. Skripsi.
dan tingkatan stres maka semakin tinggi tekanan Universitas Alma Ata Yogyakarta.
darah. Oleh karena itu perlu adanya usaha Chobanian, A., Bakris, G. L., Black, H. R.,
promotif dari lembaga maupun tenaga kesehatan Cushman, W. C., Green, L. A., Izzo, J. L.Jr.,
… Roccella E.J. (2003). The seventh report
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
of the joint national committee on prevention,
masyarakat tentang bahaya obesitas dan stress
detection, evaluation, and treatment of high
terhadap tekanan darah. Hal ini bertujuan agar blood pressure: the jnc 7 report. JAMA, 289(19),
masyarakat dapat memiliki target untuk menjaga 2560-72. doi:10.1001/jama.289.19.2560
berat badan ideal dan belajar mengelola stres Departemen Kesehatan RI. (2009). Hipertensi
dengan baik untuk mencegah hipertensi. Perlu juga faktor risiko utama penyakit kardiovaskular.
melakukan kontrol tekanan darah secara berkala. Retrieved from http://www.depkes.go.id
Departemen Kesehatan RI. (2013). Riset kesehatan
dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan
PERSANTUNAN
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Peneliti mengucapkan terima kasih pada GKI Kementrian Kesehatan RI.
Manyar Surabaya yang telah mengizinkan peneliti Dhani, S. R. & Yamasari, Y. (2014). Rancang
melakukan penelitian di institusi tersebut. bangun sistem pakar untuk mendiagnosa
penyakit degeneratif. Jurnal Manajemen
Informatika, 3(2), 17-25. Retrieved from https://
DAFTAR PUSTAKA jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/
Abbott, A. (2012). Urban decay scientists are Dinas Kesehatan Kota Surabaya. (2018). Profil
testing the idea that the stress of modern city kesehatan tahun 2017. Surabaya: Dinas
life is a breeding ground for psychosis. Nature, Kesehatan Kota Surabaya.
490(7419), 162-164. Retrieved fom from https:// Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2018).
go.gale.com/ps Profil kesehatan provinsi jawa timur tahun
Agustina, R., & Raharjo, B. B. (2015). Faktor risiko 2017. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi
yang berhubungan dengan kejadian hipertensi Jawa Timur.
usia produktif (25-52 tahun). Unnes Journal of Erlinda, A. (2016). Hubungan kesesakan dengan
Public Health, 4(4), 146-158. doi: 10.15294/ tingkat stres pada penghuni rumah susun
ujph.v4i4.9690 pekunden semaran. Skripsi. Universitas Negeri
Aprilia, B. (2007). Hubungan antara status gizi, Semarang.
konsumsi garam serta keteraturan minum obat Hall, K. D. (2018). Did the food environment cause
dengan tekanan darah penderita hipertensi. the obesity epidemic?. Obesity (Silver Spring),
125 Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

26(1), 11-13. doi: 10.1002/oby.22073. publication no. om 16-4310), Bethesda, MD:


Hruby, A. & Hu, F.B. (2015). The epidemiology U.S. Government Printing Office. Retrieved
of obesity: a big picture. Pharmaco Economis, from https://www.nimh.nih.gov
33(7), 673-689. doi: 10.1007/s40273-014- Peltzer, K., & Pengpid, S. (2018). The prevalence
0243-x and social determinants of hypertension
Hu, B., Liu, X., Yin, S., Fan, H., Feng, F., & Yuan, among adults in Indonesia: a cross-sectional
J. (2015). Effects of psychological stress on population-based national survey. International
hypertension in middle-aged chinese: a cross- Journal of Hypertension, Volume 2018, 1-9. doi:
sectional study. PLOS ONE, 10(6), 1-13. doi: 10.1155/2018/5610725
10.1371/journal.pone.0129163 Poirier, P., Giles, T. D., Bray, G. A., Hong, Y.,
Humaera, Z., Sukandar, H. & Rachmayati, S. (2017). Stern J. S., Pi-Sunyer, X. & Eckel, R. H.
Korelasi indeks massa tubuh dengan profil lipid (2006). Obesity and cardiovascular disease:
pada masyarakat di jatinangor tahun 2014. JSK, pathophysiology, evaluation, and effect of
12-17. doi:10.24198/jsk.v3i1.13956 weight loss. Circulation, 113(6), 898-918. doi:
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Sebagian 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.171016
besar penderita hipertensi tidak menyadarinya. Psychology Foundation of Australia. (2014).
Retrieved from: http://www.depkes.go.id Depression anxiety stress scales. Retrieved
Klabunde, R.E. (2013). Cardiovascular physiology from: http://www2.psy.unsw.edu.au
concepts. Retrieved from https://www. Rachmi, C. N., Li, M. & Baur, L. A. (2017).
cvphysiology.com Overweight and obesity in Indonesia prevalence
Kundaragi, P. B. & Kadokol, A. M. (2015). and risk factors - a literature review. Public
Work stress of employee: A literature review. Health, 147(4), 20-29. doi: 10.1016/j.
International Journal of Advance Research puhe.2017.02.002
& Innovative Ideas in Education, I(3), 18-23. Re, R. N. (2009). Obesity-Related Hypertension.
Retrieved from http://ijariie.com/ The Ochsner Journal, 9(3), 133-136. Retrieved
Liu, M. Y., Li, N. L., William. A., & Khan, H. from http://www.ochsnerjournal.org
(2017). Association between psychosocial stress Rizky, E. (2017). Hubungan antara stres dengan
and hypertension: a systematic review and meta- kejadian hipertensi pada dewasa awal di
analysis. Neurological Research, 39(6), 573- Dusun Bendo Desa Trimurti Srandakan Bantul
580. doi: 10.1080/01616412.2017.1317904 Yogyakarta. Skripsi. Universitas Alma Ata
Lovibond, P.F. & Lovibond, S.H. (1995). Manual Yogyakarta.
for the Depression Anxiety & Stress Scales. 2nd Saleh, M., Basmanelly, & Huriani, E. (2014).
ed. Sydney: Psychology Foundation. Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat
Mohamud, W. N. W., Musa, K. I., Khir, A. S. Hipertensi pada Pasien Hipertensi di Wilayah
M., Ismail, A. S., Ismail, I. S., Kadir, K. A., Kerja Puskesmas Andalas Padang Tahun 2014.
… Bebakar, W. M. W. (2011). Prevalence Ners Jurnal Keperawatan, 10(1), pp. 166-175.
of overweight and obesity among Adult doi: 10.25077/njk.10.2.166-175.2014
Malaysians: an update. Asia Pacific Journal of Sastroamidjojo. (2000). Pegangan Penatalaksanaan
Clinical Nutrition, 20(1), 35-41. Retrieved from Nutrisi Pasien. Jakarta: PDGMI.
http://apjcn.nhri.org.tw Seki, K., Yoshida, S., & Jaiswal, M. (2018).
Moulia, M., Sulchan, M. & Choirun, N. (2017). Molecular Mechanism of Noradrenaline during
Kadar pro-inflamator high sensitive c-reactive Depressive Disorder. Neural Regeneration
protein (hsCRP) pada remaja stunted obese Research, 13(7), 1159-1169. doi: 10.4103/1673-
di SMA Kota Semarang. Journal of Nutrition 5374.235019
College, 6(2), 119-127. doi: 10.14710/jnc. Siervo, M., Montagnese, C., Mathers, J.C., Soroka,
v6i2.16901 K. R., Stephan, B. C. M., & Wells, J. C. K. (2013).
Musradinur. (2016). Stres dan Cara Mengatasinya Sugar consumption and global prevalence
Dalam Perspektif Psikologi. Jurnal Edukasi, of obesity and hypertension: an ecological
2(2), 183-200. Retrieved from https://jurnal. analysis. Public Health Nutrition, 17(3), 587-
ar-raniry.ac.id 596. doi: 10.1017/S1368980013000141
National Institue of Mental Health. (2017). 5 Sukadiyanto. (2010). Stress dan Cara Menguranginya.
things you should know about stress (nih Cakrawala Pendidikan, 55-66.
Gunawan dan Adriani. Media Gizi Indonesia. 2020.15(2): 119–126 126
https://doi.org/10.204736/mgi.v15i2.119–126

Wang, R. Zhang, P., Gao, C., Li, Z., Lv, X., Song, https://www.who.int
Y., Yu. Y., & Li, B. (2016). Prevalence of World Health Organization. (2018). Obesity and
overweight and obesity and some associated overweight. Retrieved from: https://www.who.
factors among adult residents of northeast china: int
a cross-sectional study. BMJ Open, 6(7), 1-8. Zou, Y. Zhang R., Zhou, B., Huang, L., Chen, J., Gu,
doi: 10.1136/bmjopen-2015-010828 F., Zhang, H., Fang, Y., & Ding, G . (2015). A
World Health Organization. (2000). The asia- Comparison study on the prevalence of obesity
pacific perspective: redefining obesity and its and its associated factors among city, townshp
treatment. Melbourne: Health Communications and rural area adults in china. BMJ Open, 5(7),
Australia. 1-7. doi: 10.1136/bmjopen-2015-008417
World Health Organization. (2017). Global health
observatory (GHO) Data. Retrieved from
E-ISSN - 2477-6521
Vol 5(1) Februari 2020 (58-63)

Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan


Avalilable Online http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance

Hubungan Perilaku Pola Makan dengan Kejadian Anak Obesitas


Ifni Wilda*, Desmariyenti1
Akademi Kebidanan Sempena Negeri Pekanbaru
email: Ifniwilda1@gmail.com

Submitted :14-08-2019, Reviewed:23-08-2019, Accepted:10-09-2019


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v5i1.4361

ABSTRACT
There are 42 million children who are obese and 35 million of them are from developing countries. In
Indonesia, People affected by excess weight (overweight) reached 21.7% and continued to rise each
year. Obesity one of the diseases of false nutrition style as a result of consuming the foods which exceed
body’s need and high fat and low fiber. This research aims to know the dietary relationship with
incidence of children obesity in Elementary school number 42 Pekanbaru. Type of this research is
quantitative analysis using correlation. The design of this study used ross sectional. This research was
conducted in Elementary School Number 42 Pekanbaru frome september 2018 to March 2019.
population of this research are students with the total number of 826 students. The sample are 269
students. Techniques of sampling was consecutive sampling method. Analysis was conducted trough
univariate and bivariat analysis (chi square). The research results obtained the value of p = 0.000 α <
0.05. It can be concluded that there is a relationship dietary with childhood obesity in Elementary
school number 42 Pekanbaru. It is recomended to the elementary school 42 Pekanbaru to limit the
traders in the school to provide food that is not good for children to consume.

Keywords: Diet, Obesity

ABSTRAK
Ada 42 juta anak mengalami obesitas dan 35 juta diantaranya berasal dari Negara-negara
berkembang. Di Indonesia orang yang mengalami kelebihan berat badan (overweight) mencapai
21,7% dan terus meningkat setiap tahunnya. Obesitas dari segi kesehatan merupakan salah satu
penyakit salah gizi, sebagai akibat mengkonsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhan tubuh yang
tinggi lemak dan rendah serat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan
dengan kejadian anak obesitas di SD Negeri 42 Pekanbaru. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
menggunakan analisis kolerasi. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional. Penelitian ini
dilakukan di SD Negeri 42 pekanbaru pada bulan September-Maret Tahun 2019. Populasi dalam
penelitian ini seluruh siswa berjumlah 826 orang, sampel berjumlah 269 orang. Dengan teknik
pengambilan sampel consecutive sampling, analisis penelitian yaitu analisa univariat dan analisa
bivariatdengan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian diperoleh nilai p=0,000 < α=0,05. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola makan dengan kejadian anak obesitas di SD Negeri 42
Pekanbaru. Bagi tempat peneliti disarankan agar membatasi penjual kaki lima yang ada disekolah
yang menyediakan makanan yang tidak baik dikonsumsi anak.

Kata Kunci: Pola Makan, Obesitas

LLDIKTI Wilayah X 58
Ifni Wilda dan Desmariyenti| Hubungan Perilaku Pola Makan dengan Kejadian Anak Obesitas

(58-63)
PENDAHULUAN makan dengan kejadian anak obesitas di
Obesitas didefinisikan sebagai suatu SDN 42 Pekanbaru. Instrumen dalam
kelainan atau penyakit yang ditandai penelitian ini adalah menggunakan pita
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh meter dan timbangan untuk variabel
secara berlebihan (Hartini, 2014). Di dependen dan kuisioner untuk variabel
Indonesia prevalensi obesitas pada anak independen. Populasi dari penelitian ini
semakin meningkat dari tahun 2007-2010 adalah seluruh siswa berjumlah 826 yang
dari 8.05% meningkat menjadi 9.2% berada di SD Negeri 42 Pekanbaru Tahun
(Ogden, 2007). 2019. Sedangkan menjadi sampel dalam
Penyebab terjadinya obesitas penelitian ini adalah 269 dengan teknik
diantaranya adalah faktor genetik, faktor pengambilan sampel menggunakan
kesehatan, faktor psikologis, faktor kurang consecutive sampling.
gerak/olahraga, faktor lingkungan dan juga
pola makan. Pola makan yang merupakan HASIL DAN PEMBAHASAN
pencetus terjadinya kegemukan dan A. Hasil
obesitas adalah mengkonsumsi makan porsi Tabel 1
besar (melebihi dari kebutuhan), makanan Distribusi Frekuensi Pola Makan
tinggi energi, tinggi lemak, tinggi Pada AnakObesitas Di
karbohidrat sederhana dan rendah serat. SDN 42 Pekanbaru
Sedangkan perilaku makan yang salah
adalah tindakan memilih makanan dalam Pola Frekuensi Persentase
kemasan dan minuman ringan (soft drink) Makan
(Diana, 2013). Pemahaman masyarakat Baik 113 42%
tentang dampak obesitas pada anak belum Tidak 156 58%
sepenuhnya diketahui, menurut mereka Baik
anak yang gemuk selalu dianggap sebagai Total 269 100%
anak yang sehat dan konsep semakin
gemuk semakin sehat (Soetjiningsih, 2012). Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan
Pola makan yang merupakan pencetus bahwa Distribusi Frekuensi perilaku pola
kegemukan dan obesitas adalah makan pada anak obesitas mayoritas pola
mengkonsumsi makanan porsi besar makan tidak baik yaitu sebanyak 156 anak
(melebihi dari kebutuhan), makan tinggi (58%) dan minoritas pola makan yang baik
energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat yaitu sebanyak 113 anak (42%) di SD
sederhana dan rendah serat. Perilaku makan Negeri 42 Pekanbaru Tahun 2019.
yang salah diantaranya adalah memiliki Tabel 2
makanan berupa junk food, makanan dalam Distribusi Frekuensi Kejadian
kemasan dan minuman ringan (softdrink). Anak Obesitasdi SD Negeri
Kekurangannya aktivitas merupakan faktor 42 Pekanbaru
penyabab kegemukan dan obesitas pada Anak Frekuensi Persentase
anak sekolah. Kemajuan teknologi berupa Obesitas
alat elektronik seperti video games, Kurus 100 37,2%
playstation, televise, computer, laptop, Normal 120 44,6%
tablet PC, handphone menyebabkan anak Obesitas 49 18,2%
malas melakukan aktivitas fisik
Total 269 100%
(Kemenkes, 2012).
Dari tabel .2 dapat dilihat bahwa anak
dengan berat badan normal yaitu sebanyak
METODE PENELITIAN
120 (44,6%) anak, yang kurus sebanyak
Jenis penelitian ini adalah 100 (37,2%) anak, dan dengan obesitas
kuantitatif menggunakan analisis korelasi yaitu sebanyak 49 (18,2%).
untuk mengetahui hubungan perilaku pola

LLDIKTI Wilayah X 59
Ifni Wilda dan Desmariyenti| Hubungan Perilaku Pola Makan dengan Kejadian Anak Obesitas

(58-63)
B. PEMBAHASAN makan manusia dipengaruhi oleh
1. Pola makan usia,selera pribadi, kebiasaan, budaya dan
Distribusi frekuensi pola makan sosial ekonomi (Almatsier, 2002).
didapatkan bahwa mayoritas adalah tidak Menurut penelitian Lestari (2017)
baik dengan jumlah 156 anak (58,0), Pada penelitian ini diketahui pola makan
sedangkan minoritas baik dengan jumlah didominasi oleh kelompok pola makan
113 anak (42,0). beresiko sebanyak 72 anak (58,1%) dan
Menurut (Batissini, 2005) pola makan kelompok pola makan tidak beresiko
adalah segala sesuatu mengenai frekuensi sebanyak 52 anak (41,9%). Pola makan
konsumsi makanan, sehari-hari. Anak usia yang beresiko diantaranya tidak sarapan
sekolah mempunyai karakteristik banyak pagi sehingga pada saat makan siang anak
melakukan aktivitas jasmani. Oleh karena cenderung makan dengan dengan porsi
itu, anak harus memiliki pola makan yang lebih banyak, kebiasaan makan fast food,
sehat untuk menunjang aktivitasnya. Pola kebiasaan makan snack/cemilan,
makan yang sehat berpengaruh positif dari kurangnya konsumsi buah dan sayur,
diri anak seperti menjaga kesehatan, serta kebiasaan minum softdrink.
mencegah atau membantu menyembuhkan Menurut asumsi peneliti mayoritas
penyakit. Pedoman pola makan sehat untuk pola makan tidak baik disebabkan karena
masyarakat secara umum yang paling baru anak sering mengkonsumsi makanan siap
diperkenalkan adalah “Gizi Seimbang saji yang ada di jual disekolah nya dan
Bangsa Sehat Berprestasi”. Slogan tersebut pola makan tidak teratur.
memiliki arti gizi seimbang menjadi syarat 2. Obesitas
mutlak atau hal penting untuk mewujudkan Distribusi frekuensi obesitas
generasi atau bangsa yang sehat, cerdas, didapatkan bahwa anak dengan berat
berprestasi, unggul bersaing sehingga badan kurus 100 anak (37,2%) yang
menjadi perhatian dan disegani bangsa- normal ada 120 anak (44,6%) sedangkan
bangsa lain dalam persahabatan global yang obesitas ada 49 anak (18,2%).
(Kemenkes, 2014). Obesitas adalah kondisi perbandingan
Pola makan yang salah akan berat badan dan tinggi badan melebihi
menimbulkan dampak buruk meskipun standar yang ditentukan. Obesitas adalah
makanan itu merupakan makanan sehat. keadaan peningkatan lemak tubuh baik
Tubuh minimal membutuhkan zat gizi yang diseluruh tubuh maupun dibagian tertentu
terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, (Egger dan Swinburn, 1997). Obesitas
vitamin, dan mineral. Setiap makanan merupakan total peningkatan total lemak
mengandung zat gizi tertentu yang berbeda tubuh, yaitu apabila ditemukan total lemak
kadarnya dengan maknan lain. Sedangkan tubuh >25% pada pria dan 33% pada
tubuh membutuhkan serangkaian zat gizi wanita. Obesitas merupakan suatu
dalam kadar tertentu. Kadar gizi pada kelainan kompleks pengeturan nafsu
makanan harus seimbang atau sesuai makan dan dan metabolism energi
dengan gizi yang dibutuhkan tubuh. Gizi dikendalikan oleh beberapa faktor biologic
yang masuk dalam tubuh tidak boleh spesifik (Suganda 2006).
kurang atau lebih. Menurut penelitian Lestari (2017) di
Pola makan dapat diartikan suatu ketahui jumlah anak di TK dan SD Kelas
kebiasaan menetap dalam hubungan III Budi Mulia dua Yogyakarta didominasi
dengan konsumsi makan yaitu berdasarkan kelompok berat badan overweight
jenis bahan makanan :makanan pokok, sebanyak 78 anak (62,9%), kelompok
sumber protein, sayur, buah, dan berat badan normal sebanyak 28 (22,6%)
berdasarkan frekuensi:harian, mingguan, anak dan kelompok berat badan obesitas
pernah, dan tidak pernah sama sekali. sebanyak 18 anak (14,5%). Obesitas dapat
Dalam halpemilihan makanan dan waktu diartikan kelebihan lemak yang tidak

LLDIKTI Wilayah X 60
Ifni Wilda dan Desmariyenti| Hubungan Perilaku Pola Makan dengan Kejadian Anak Obesitas

(58-63)
normal dapat menimbulkan dampak Menurut (Kemenkes RI (2012), 2014)
negative tarhadap kesehatan. pola konsumsi makan adalah susunan
Berdasarkan asumsi peneliti, makanan yang bisa dimakan mencakup
tingginya angka anak obesitas dikarenakan jenis dan jumlah bahan maknan yang
pola makan yang berlebihan dikonsumsi seseorang atau kelompok
4.2.2 Hasil Bivariat orang/penduduk dalam frekuensi dan
Dari hasil uji statistikdistribusi jangka waktu tertentu. Pola makan adalah
frekuensi hubungan perilaku pola makan karakteristik kegiatan yang berulang kali
dengan kejadian anak obesitas di SD dalam memenuhi kebutuhan akan makan
Negeri 42 Pekanbaru Tahun 2019, termasuk macam dan jumlah bahan
didapatkan hasil uji chi square dengan makanan yang dimakan setiap hari serta
nilaip value 0,000 < α (0,05), maka dapat cara memilih makanan (H. Sulistyoningsih,
disimpulkan bahwa terdapat hubungan 2011).
pola makan dengan kejadian anak Obesitas adalah kondisi perbandingan
obesitas. berat badan dan tinggi badan melebihi
Pola makan adalah cara yang standar yang ditentukan. Obesitas adalah
ditempuh seseorang atau sekelompok keadaan peningkatan lemak tubuh baik
untuk memilih makanan dan diseluruh tubuh maupun dibagian tertentu
mengkonsumsi setiap hari yang diperoleh (Egger dan Swinburn, 1997). Obesitas
melalui suatu pendapatan setiap hari yang merupakan total peningkatan total lemak
disebut serve diet (Santoso & Ranti, 2004). tubuh, yaitu apabila ditemukan total lemak
Pola makan adalah berbagai informasi tubuh >25% pada pria dan 33% pada
yang memberikan gambaran mengenai wanita. Obesitas merupakan suatu kelainan
jumlah dan jenis. Bahan makanan yang kompleks pengeturan nafsu makan dan dan
dimakan setiap hari oleh seseorang dan metabolism energi dikendalikan oleh
merupakan ciri khas untuk suatu beberapa faktor biologic spesifik (Suganda
masyarakat tertentu. Menu seimbang 2006).
merupakan menu yang terdiri dari Menurut Mayer di dalam (Utomo,
beraneka ragam makanan dalam jumlah 2012) obesitas merupakan keadaan
dan porsi yang sesuai, sehingga memenuhi patologis karena penimbunan lemak
kebutuhan gizi seseorang guna berlebihan dari pada yang diperlukan untuk
memelihara dan memperbaiki sel-sel fungsi tubuh . Penderita obesitas adalah
tubuh dan proses kehipan serta seorang yang timbunan lemak bawah
pertumbuhan dan perkembangan kulitnya terlalu banyak. Obesitas dari segi
(Almatsier, 2006). kesehatan merupakan salah satu penyakit
Pola makan berdasarkan jumlah, salag gizi, sebagai akibat konsumsi
menggunakan acuan Angka Kecukupan makanan yang jauh melebihi
Gizi (AKG) tahun 2012 tentang jumlah kebutuhannya. Perbandingan normal antara
makanan yang harus dikonsumsi oleh lemak tubuh dengan berat badan adalah
kelompok masyarakat. Pola makan bersifat sekitar 12-35% pada wanita dan 18-23%
formal berlaku secara umum dan sebagai pada pria. Obesitas merupakan salah satu
pedoman. Berbeda dengan pola makan, faktor resiko penyebab terjadinya penyakit
kebiasaan makan berupa makanan pokok degenerative seperti diabetes militus,
dalam bentuk nasi, jagung ubi, ataupun penyakit jantung coroner, dan hipertensi
buah-buahan namun dalam bentuk jagung. menurut laurentika (Nuri Rahmawati,
Sedangkan kebiasaan makan lebih personal 2009).
dan terbentuk berdasarkan selera dan Hasil penelitian Lestari (2017)
ketersediaan makanan di tingkat rumah menunjukan bahwa ada hubungan antara
tangga (Irianto, 2014). pola makan dengan kejadian obesitas di
TK dan SD Budi Mulia Dua Seturan

LLDIKTI Wilayah X 61
Ifni Wilda dan Desmariyenti| Hubungan Perilaku Pola Makan dengan Kejadian Anak Obesitas

(58-63)
Yogyakarta dengan nilai p value < 0,05 Distribusi frekuensi Pola Makan Dengan
(0,002 < 0,05). Kejadian Anak Obesitas Di SD Negeri 42
Hasil penelitian dari Bidjuni (2014) Pekanbaru Tahun 2019, anak dengan berat
setelah dilakukan tabulasi silang dan uji badan normal yaitu sebanyak 120 (44,6%)
statistik chi-square (X²) antara pola makan anak, yang kurus yaitu sebanyak 100
dengan kejadian obesitas menunjukkan (37,2%) anak, dan dengan obesitas yaitu
nilai p (0,049) < 0,05 dengan odds ratio sebanyak 49 (18,2%). Berdasarkan uji chi
1,762, artinya terdapat hubungan square diperoleh p 0,000 artinya p value ≤
signifikan antara variabel pola makan 0,05 sehingga Ha diterima , kesimpulannya
dengan kejadian obesitas. ada hubungan antara pola makan dengan
Sejalan dengan hasil penelitian ini, kejadian anak obesitas di SD Negeri 42
didukung pula oleh beberapa hasil Pekanbaru.
penelitian diantaranya penelitian yamin,
(2013) di Kota Manado Dengan Judul
Hubungan Asupan Energy Dengan UCAPAN TERIMAKASIH
Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Penulis menyampaikan ucapan
Dasar Dikota Manado, dengan nilai terimakasih sebesar-besarnya kepada
p=0,002. Diperoleh nilai OR sebesar 4,058 rekan-rekan penulis dan Staf guru Di SD
(95% CI= 1,320-2,417). (yamin, 2013). Negeri 42 Pekanbaru yang telah banyak
Hasil penelitian (Damopolii W,2013) memberikan bantuan dan iukut berperan
Dikota Manado dengan judul Fast Food dalam memperlancar penelitian ini.
Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak SD Sujud dan terimakasih yang sangat
Dikota Manado dengan nilai p=0,024. dalam penulis persembahkan kepada
Prevalensi anak obesitas di Kota Manado ibunda dan ayahanda tercinta, atas
tahun 2013 adalah laki-laki 44 orang dorongan yang kuat, kebijaksanaan dan
(32,4) dan perempuan 24 orang (17,6%) do’a. Tidak lupa ucapan terimakasih
(Damopolii, 2013). kepada sahabat seperjuangan yang selalu
Menurut asumsi dari hasil peneliti ada mensupport dan membantu dalam
anak yang pola makan baik tetapi berat melakukan penelitian ini.
badan kurus kemungkinan disebabkan dari
jenis makanan yang dimakan dan ada juga DAFTAR PUSTAKA
responden yang pola makannya tidak baik
tetapi berat badan normal kemungkinan Allender, J.A & sparadley, B. W. (2005).
disebabkan oleh proses metabolisme tubuh community health nursing.
anak yang bagus. Almatsier, dkk. (2011). gizi seimbang
dalam daur kesehatan. jakarta:
gramedia pustaka.
SIMPULAN Alwi I, Simadibra K M,setiati S, setiyohadi
B, S. A. W. (2010). buku ajar ilmu
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyakit dalam. jakarta: interna
“Hubungan Perilaku Pola Makan Dengan
publishing.
Kejadian Anak Obesitas Di SD Negeri 42 Batissini. (2005). pola makan anak dan
Pekanbaru Tahun 2019” yang dilakukan remaja. jakarta: PT Gramedia Pustaka.
melalui penyebaran kuesioner dan Damopolii, W. (2013). Hubungan
pemeriksaan. Pada penelitian yang Konsumsi Fast Food Dengan
dilakukan diperoleh kesimpulan, yaitu : Kejadian Anak Obesitas Pada SD Di
Distribusi Frekuensi Perilaku Pola Makan Kota Manado. Skripsi Universitas
Pada Anak Di SD Negeri 42 Pekanbaru Sam Ratulangi Manado Fakultas
2019 Mayoritas pola makan tidak baik 156 Kedokteran Ilmu Keperawatan
anak (58,0%), sedangkan Minoritas pola Diana. (2013). makanan anak usia
makan baik adalah 113 anak (42,0%).

LLDIKTI Wilayah X 62
Ifni Wilda dan Desmariyenti| Hubungan Perilaku Pola Makan dengan Kejadian Anak Obesitas

(58-63)
sekolah. jakarta: mitra wacan media. Kesehatan Masyarakat Program
Galih Tri Utomo. (2012). pengaruh latihan Kesehatan Masyarakat Depok.
senam aerobik terhadap penurunan Santoso,S dan Ranti L.A, 2004. Kesehatan
berat badan, persen lemak tubuh dan Dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta
kadar kolestrol pada remaja putri Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak
penderita Obesitas di sanggar senam dan Permasalahannya dalam Buku
studio 88 salatiga. Ajar I Ilmu Perkembangan Anak Dan
Guyton A.C. and J.E. Hall. (2007). buku Remaja. Jakarta :Sagungseto
ajar fisiologi kedokteran. jakarta: Suganda, dkk. 2006. Hubungan jumlah dan
EGC. jenis konsumsi gorengan dengan
hartoyo E. (2007). gemuk belum tentu sebagai kudapan pagi terhadap indeks
sehat. masa tubuh pada anggota TNI AD
Hartini, Kadek, dkk. 2014. Korelasi Derajat Yonzipur Dayeuhkolot Bandung.
Obesitas dengan Prestasi Belajar Prociding Pendidikan Dokter.
Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Sari Fakultas Kedokteran. Universitas
Pediatri Volume 16 No 1 Juni 2014 Islam Bandung. ISSN 2460-657x
Hendro Bidjuni. (2017). hubungan pola Sulistyoningsih, H, 2011. Gizi Untuk
makan dengan kejadian obesitas pada Kesehatan Ibu Dan Anak. Graha Ilmu.
anak usia 10 tahun di SD katolik03 Yogyakarta
frater don bosco manado. Yamin, Bahrudin, ddk. 2013. Hubungan
Hidayah, Ainun,. 2011. Kesalahan- Asupan Energi Dengan Kejadian
kesalahan pola makan pemicu seabrek Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Di
penyakit mematikan. Jogjakarta : Kota Manado. ejournal keperawatan
penerbit buku biru. (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus
Irianto, K. (2014). gizi seimbang dalam 2013
kesehatan reproduksi. Bandung:
Alfabeta.
Kharisma pratama. (2016). hubungan
pengetahuan tentang pola makan
dengan kejadian berat badan berlebih
pada usia remaja.
Kemenkes. (2014). pedoman gizi
seimbang. jakarta: Kemenkes RI.
Lestari, Saraswati. (2017). Hubungan Pola
Makan Dengan Kejadian Obesitas
Pada Anak Usia 3-8 Tahun Di Tk Dan
Sd Budi Mulia Dua Seturan
Yogyakarta. Skripsi Program Studi
Bidan Pendidik Jenjang Diploma Iv
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta
Ogden, Jane. 2007. Health Psychology (4th
Ed). Newyork. Open University Press
Rahmawati, Nuri. 2009. Aktifitas Fisik,
Konsumsi Makanan Cepat Saji
(Fastfood) dan Keterpaparan Media
serta Faktor Lain yang Berhubugnan
dengan Kejadian Obesitas pada Siswa
SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan
Tahun 2009. Skripsi Fakultas

LLDIKTI Wilayah X 63
ABSTRACT

Indonesia has an increasing number of obese people every year. Risk factors and complications caused by
obesity can increase morbidity and mortality in the community. One of factors causing the increasing number of
obese people is caused by the decreasing level of physical activities done by Indonesian people. This study aims to
determine the effect of physical activity levels on the risk of obesity. The study used an observational analytic case
control design. Subjects were chosen through a purposive sampling method. The population was young adults in
Surabaya. The sample of the study included 97 obese adults and 97 non-obese adults. The study was conducted in
March - July 2018 in South Surabaya through distributing questionnaires to two groups. The questionnaire given
used the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). The results showed that physical activity performed by
adult age group of obesity was mostly classified as low activity (59,8%), while non-obese adult age group was
mostly included in medium activity (56,6%). This shows a significant difference in physical activity between obese
and non-obese groups (p=0,047). It can be concluded that decreased levels of physical activity may increase the
risk of obesity in adult.

Keywords: adult, ,obesity, physical activity

case control.
purposive sampling.

Global Physical
Activity Questionnaire
Rivan Virlando S. dan Devitya Angielevi S., Pengaruh Aktivitas…

Disability Adjusted
Life Year

et al.

et
al
et al

et al.,

et al.,

et al
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 14 No. 1, Juli 2019: 104-114

et al

the Third National Health and Nutritional


Examination Survey

et al.,

et
et al al.,

et al.
et al.,

et al.,

Basal Metabolism
Rate et al.,
Rivan Virlando S. dan Devitya Angielevi S., Pengaruh Aktivitas…

et al

Moderate
Vigorous
Vigorous

Moderate

Moderate
Metabolic Equivalent Tasks
Vigorous
Metabolic Equivalent Tasks

Moderate igorous
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 14 No. 1, Juli 2019: 104-114

et al.,

case
control

moderate
vigorous
Rivan Virlando S. dan Devitya Angielevi S., Pengaruh Aktivitas…

n = Z2-(1- ) p.q/d2

Global Physical
Activity Questionnaire

Mild Physical Activity, Moderate Physical


Activity Vigorous Physical Activity

Vigorous Physical Activity

Moderate Physical Activity

Mild Physical p
Activity q

p q
d

Global Physical
Activity Questionnaire
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 14 No. 1, Juli 2019: 104-114

Chi-square
Rivan Virlando S. dan Devitya Angielevi S., Pengaruh Aktivitas…

Value

Chi
square

chi square

p p

sedentary
life
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 14 No. 1, Juli 2019: 104-114

Amerta
Nutrition

et al.

New England
Journal of Medicine

International
Journal of Endocrinology

Journal of Epidemiology Jurnal of Nutrition and


and Global Health Metabolism

Journal of Nutrition and


Metabolism
Rivan Virlando S. dan Devitya Angielevi S., Pengaruh Aktivitas…

Malondialdehyde
Superoxide
Dismutase

Pu bl ic Heal th

Jurnal Farmasi Klinik


Indonesia

Journal of family medicine


and Primary care.

International Journal of
Qualitative Studies on Health and Well-
being.
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 14 No. 1, Juli 2019: 104-114

You might also like