Biology laboratory classes are designed to teach concepts and techniques through experiential

learning. Students who have never performed a technique must be guided through the process,
which is often difficult to standardize across multiple lab sections. Visual demonstration of
laboratory procedures is a key element in teaching pedagogy. The main goals of the study were to
create videos explaining and demonstrating a variety of lab techniques that would serve as teaching
tools for undergraduate and graduate lab courses and to assess the impact of these videos on
student learning. Demonstrations of individual laboratory procedures were videotaped and then
edited with iMovie. Narration for the videos was edited with Audacity. Undergraduate students
were surveyed anonymously prior to and following screening to assess the impact of the videos on
student lab performance by completion of two Participant Perception Indicator surveys. A total of
203 and 171 students completed the pre- and posttesting surveys, respectively. Statistical analyses
were performed to compare student perceptions of knowledge of, confidence in, and experience
with the lab techniques before and after viewing the videos. Eleven demonstrations were recorded.
Chi-square analysis revealed a significant increase in the number of students reporting increased
knowledge of, confidence in, and experience with the lab techniques after viewing the videos.
Incorporation of instructional videos as prelaboratory exercises has the potential to standardize
techniques and to promote successful experimental outcomes.

Kelas laboratorium biologi dirancang untuk mengajarkan konsep dan teknik melalui pembelajaran
berdasarkan pengalaman. Siswa yang belum pernah melakukan suatu teknik harus dipandu melalui
prosesnya, yang seringkali sulit untuk distandarisasi di beberapa bagian lab. Demonstrasi visual dari
prosedur laboratorium merupakan elemen kunci dalam pengajaran pedagogi. Tujuan utama dari
studi ini adalah untuk membuat video yang menjelaskan dan mendemonstrasikan berbagai teknik
lab yang akan berfungsi sebagai alat pengajaran untuk kursus laboratorium tingkat sarjana dan
pascasarjana dan untuk menilai dampak video ini pada pembelajaran siswa. Demonstrasi prosedur
laboratorium individu direkam dan kemudian diedit dengan iMovie. Narasi untuk video diedit
dengan Audacity. Mahasiswa sarjana disurvei secara anonim sebelum dan setelah pemutaran untuk
menilai dampak video pada kinerja lab siswa dengan menyelesaikan dua survei Indikator Persepsi
Peserta. Sebanyak 203 dan 171 siswa masing-masing menyelesaikan survei sebelum dan sesudah
tes. Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan persepsi siswa tentang pengetahuan,
kepercayaan diri, dan pengalaman dengan teknik lab sebelum dan setelah menonton video. Sebelas
demonstrasi direkam. Analisis chi-square menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah
siswa yang melaporkan peningkatan pengetahuan, kepercayaan diri, dan pengalaman dengan teknik
lab setelah melihat video. Penggabungan video instruksional sebagai latihan prelaboratory memiliki
potensi untuk membakukan teknik dan untuk mempromosikan hasil eksperimental yang sukses.

The laboratory provides one of the best opportunities for active learning as laboratory classes are
designed to teach concepts through experiential learning. Most laboratory sessions are taught
onsite; however, with advances in multimedia and online delivery, all or portions of lab sessions can
be taught virtually. Recent reports from the Boyer commission (2) and the National Academies of
Science BIO2010 commission (3) recommend the use of appropriate technology in instruction to
improve student understanding. One method of technology-assisted learning is the use of computer
simulations to instruct students in the use of lab equipment and procedures. For example, the
University of California at San Diego has developed a virtual interactive lab manual (7) for students
to experience laboratory exercises through computer simulation before performing them in the lab.
Another approach discussed here is the use of videos to enhance preparation for laboratory
sessions.

Laboratorium memberikan salah satu peluang terbaik untuk pembelajaran aktif karena kelas
laboratorium dirancang untuk mengajarkan konsep melalui pembelajaran berdasarkan pengalaman.
Sebagian besar sesi laboratorium diajarkan di tempat; namun, dengan kemajuan multimedia dan
pengiriman online, semua atau sebagian sesi lab dapat diajarkan secara virtual. Laporan terbaru dari
komisi Boyer (2) dan komisi National Academies of Science BIO2010 (3) merekomendasikan
penggunaan teknologi tepat guna dalam instruksi untuk meningkatkan pemahaman siswa. Salah
satu metode pembelajaran berbantuan teknologi adalah penggunaan simulasi komputer untuk
menginstruksikan siswa dalam penggunaan peralatan dan prosedur praktikum. Misalnya, University
of California di San Diego telah mengembangkan manual lab interaktif virtual (7) bagi siswa untuk
mengalami latihan laboratorium melalui simulasi komputer sebelum melakukannya di lab.
Pendekatan lain yang dibahas di sini adalah penggunaan video untuk meningkatkan persiapan sesi
laboratorium

Virtual laboratories in science education: students’ motivation

and experiences in two tertiary biology courses
Nadia Rahbek Dyrberga, Alexander H. Treuschb and Claudia Wiegandb,1 2016
Potential benefits of simulations and virtual laboratory exercises in natural sciences have been both theorised and studied
recently. This study reports findings from a pilot study on student attitude, motivation and self-efficacy when using the
virtual laboratory programme Labster. The programme allows interactive learning about the workflows and procedures of
biological and biochemical experiments, the operation of relevant apparatuses, including the ability to adjust parameters, and
the production of results. The programme was used as supplement to mandatory laboratory exercises in two undergraduate
courses (i. microbiology and ii. Pharmaceutical toxicology) at the University of Southern Denmark. With a theoretical basis
in motivational theories, students’ (n = 73) motivation and attitude towards the virtual exercises were evaluated. After
completing virtual laboratory cases, the students felt significantly more confident and comfortable operating laboratory
equipment, but they did not feel more motivated to engage in virtual laboratories compared to real laboratories. Teachers
observed that students were able to participate in discussions at higher levels than in previous years where the programme
was not used. The study concludes that virtual laboratories have the potential to improve students’ pre-laboratory
preparation.

Manfaat potensial dari simulasi dan latihan laboratorium virtual dalam ilmu alam telah
diteorikan dan dipelajari baru-baru ini. Studi ini melaporkan temuan dari studi percontohan
tentang sikap, motivasi dan efikasi diri siswa saat menggunakan program laboratorium virtual
Labster. Program ini memungkinkan pembelajaran interaktif tentang alur kerja dan prosedur
eksperimen biologis dan biokimia, pengoperasian peralatan yang relevan, termasuk
kemampuan untuk menyesuaikan parameter, dan produksi hasil. Program ini digunakan
sebagai suplemen untuk latihan laboratorium wajib dalam dua program sarjana (i.
Mikrobiologi dan ii. Toksikologi farmasi) di University of Southern Denmark. Dengan dasar
teori dalam teori motivasi, motivasi dan sikap siswa (n = 73) terhadap latihan virtual
dievaluasi. Setelah menyelesaikan kasus laboratorium virtual, siswa merasa jauh lebih
percaya diri dan nyaman mengoperasikan peralatan laboratorium, tetapi mereka tidak merasa
lebih termotivasi untuk terlibat dalam laboratorium virtual dibandingkan dengan laboratorium
nyata. Guru mengamati bahwa siswa dapat berpartisipasi dalam diskusi di tingkat yang lebih
tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di mana program tidak digunakan. Studi
tersebut menyimpulkan bahwa laboratorium virtual memiliki potensi untuk meningkatkan
kesiapan pra-laboratorium siswa.
Several developments in science education aim to improve pupils' ability to 'think
scientifically'. This paper argues for the explicit teaching of the ideas that pupils need
to 'think about' to do this; ideas related to the design of investigations and the
collection, presentation, analysis, and evaluation of the resulting evidence —ideas
which are important both for pupils who continue to study or work with biology and
for all pupils to become biologically literate. This paper considers some of the
concepts of evidence which are particularly important to biology, and discusses how
and why the ideas could be taught.

Berbagai perkembangan dalam pendidikan sains bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir ilmiah siswa. Makalah ini mengusulkan pengajaran eksplisit
tentang ide-ide yang perlu 'dipikirkan' oleh siswa untuk melakukan ini; Ide-ide yang
berkaitan dengan desain investigasi dan pengumpulan, presentasi, analisis, dan
evaluasi bukti yang dihasilkan — ide-ide yang penting baik bagi siswa yang
melanjutkan atau bekerja dengan biologi dan untuk semua siswa agar menjadi
melek biologi. Makalah ini membahas beberapa konsep bukti yang sangat penting
bagi biologi, dan membahas bagaimana dan mengapa ide tersebut dapat diajarkan.

Procedural understanding in biology: the ‘thinking

behind the doing’
Ros Roberts a
a School of Education , University of Durham , UK
Published online: 13 Dec 2010.

Several reasons have been put forward as to why biology teaching should aim to develop pupils'
procedural understanding. The first is to do with the aims of biology education. As has been argued
in Roberts and Gott (1999), it is clearly important that biology education should prepare some pupils
for becoming working biologists, whether in a university or research centre or in an 'applied' field
such as medicine, a biology-based industry, or an environmental organisation. A procedural
understanding is necessary for this work (Roberts and Gott, 1999; Gott et al., 1999). Biology
education should have as one of its aims the development of biological literacy in all our pupils, so
that everyone can make decisions about biological issues. Ideas to do with evidence are central to this.
A biologically literate person should regard controversies in areas such as pollution, conservation, or
medicine as something which it is possible to understand sufficiently well to hold an informed
opinion; for instance, whether to vaccinate children, whether to undergo a medical treatment, whether
to live near a nuclear power station or whether to be concerned at the reported drop in fish stocks. It is
logical that a procedural understanding is necessary to meet these aims.
Reiss et al., (1999) contend that a curriculum to met these aims should be clearly differentiated into
elements that meet each aim. Both of these objectives can be met by teaching a curriculum which
reflects what professional biologists know and do (Roberts and Gott, 1999), since the concepts of
evidence are an important part of the 'thinking' of biologists. Both substantive and procedural ideas
are needed for further work in biology and for biological literacy.

Beberapa alasan telah dikemukakan mengapa pengajaran biologi harus bertujuan untuk
mengembangkan pemahaman prosedural siswa. Yang pertama berkaitan dengan tujuan pendidikan
biologi. Seperti yang telah dikemukakan dalam Roberts dan Gott (1999), jelas penting bahwa
pendidikan biologi harus mempersiapkan beberapa siswa untuk menjadi ahli biologi yang bekerja,
baik di universitas atau pusat penelitian atau di bidang 'terapan' seperti kedokteran, ilmu biologi
berbasis industri, atau organisasi lingkungan. Pemahaman prosedural diperlukan untuk pekerjaan ini
(Roberts dan Gott, 1999; Gott et al., 1999). Pendidikan biologi hendaknya memiliki salah satu tujuan
pengembangan literasi biologi pada semua siswa kita, sehingga setiap orang dapat mengambil
keputusan tentang masalah biologi. Ide-ide yang berkaitan dengan bukti adalah inti dari hal ini. Orang
yang melek biologis harus menganggap kontroversi di bidang-bidang seperti polusi, konservasi, atau
obat-obatan sebagai sesuatu yang dapat dipahami dengan cukup baik untuk memiliki opini yang
terinformasi; misalnya, apakah akan memvaksinasi anak-anak, apakah akan menjalani perawatan
medis, apakah akan tinggal di dekat pembangkit listrik tenaga nuklir atau apakah akan khawatir
dengan penurunan stok ikan yang dilaporkan. Adalah logis bahwa pemahaman prosedural diperlukan
untuk memenuhi tujuan ini.
Reiss et al., (1999) berpendapat bahwa kurikulum untuk memenuhi tujuan tersebut harus secara jelas
dibedakan menjadi elemen yang memenuhi tujuan masing-masing. Kedua tujuan ini dapat dipenuhi
dengan mengajarkan kurikulum yang mencerminkan apa yang diketahui dan dilakukan oleh ahli
biologi profesional (Roberts dan Gott, 1999), karena konsep bukti merupakan bagian penting dari
'pemikiran' ahli biologi. Baik gagasan substantif dan prosedural diperlukan untuk pekerjaan lebih
lanjut dalam biologi dan untuk literasi biologi.

The second is to do with the pupils' perceptions of biology in the curriculum. Biology is a diverse
active science. However, the diverse nature of biology as a discipline means that a range of
approaches are used to gather evidence: tightly controlled, labbased physiology investigations; plant
growth experiments; and ecological surveys, to suggest just a few. Biology education should reflect
this range. Many real biology-based topics of interest to pupils involve understanding concepts of
evidence such as the size and representativeness of the sample, the concept of control, and the idea
that correlations do not imply causality, in addition to the ideas of importance in any other
investigation. Pupils need to be taught the ideas of importance to a wide range of biology
investigations, not just lab-based manipulations. Many teachers and authors have noted their concern
that a restricted repertoire of lab-based manipulative investigations have come to dominate current
teaching (Watson et al., 1999) and this may skew pupils' perceptions of biology. Recent comments
from A-level students doing fieldwork suggested that they found the investigations interesting and
motivating. Comments such as 'It's interesting because the results aren't fixed,' and 'You can see how
science answers questions in the real world,' are indicative of their attitude.

Yang kedua berkaitan dengan persepsi siswa tentang biologi dalam kurikulum. Biologi
adalah ilmu aktif yang beragam. Namun, sifat biologi yang beragam sebagai suatu disiplin
ilmu berarti bahwa berbagai pendekatan digunakan untuk mengumpulkan bukti: penyelidikan
fisiologi berbasis laboratorium yang dikontrol dengan ketat; percobaan pertumbuhan
tanaman; dan survei ekologi, untuk menyarankan beberapa saja. Pendidikan biologi harus
mencerminkan kisaran ini. Banyak topik nyata berbasis biologi yang menarik bagi siswa
melibatkan pemahaman konsep bukti seperti ukuran dan keterwakilan sampel, konsep
kontrol, dan gagasan bahwa korelasi tidak menyiratkan kausalitas, selain gagasan pentingnya
dalam hal lain. penyelidikan. Murid perlu diajari ide-ide penting untuk berbagai penyelidikan
biologi, bukan hanya manipulasi berbasis laboratorium. Banyak guru dan penulis telah
mencatat keprihatinan mereka bahwa repertoar terbatas dari investigasi manipulatif berbasis
laboratorium telah mendominasi pengajaran saat ini (Watson et al., 1999) dan ini dapat
mengganggu persepsi siswa tentang biologi. Komentar terbaru dari siswa A-level yang
melakukan kerja lapangan menyarankan bahwa mereka menemukan penyelidikan menarik
dan memotivasi. Komentar seperti 'Menarik karena hasilnya tidak tetap,' dan 'Anda bisa
melihat bagaimana sains menjawab pertanyaan di dunia nyata,' menunjukkan sikap mereka.

Thirdly, the National Curriculum in England and Wales has included both substantive and
procedural ideas since its inception. Scl assessments can only be enhanced by pupils understanding
the concepts of evidence. Some pupils recently described their current practice for investigations as
'carrying out the ritual, because we always do it this way'. They were unable to describe why they
were doing what they did; there appeared to be no 'thinking behind the doing'. Reiss et al. (1999)
point in the National Curriculum to the 'over-emphasis on content which is often taught in isolation
from the kind of contexts which could provide relevance and meaning'. By teaching ideas important to
a range of biological investigations, greater 'relevance and meaning' might be provided for the rest of
the curriculum.

Ketiga, Kurikulum Nasional di Inggris dan Wales telah memasukkan ide-ide

substantif dan prosedural sejak awal. Penilaian SCL hanya dapat ditingkatkan
dengan pemahaman siswa tentang konsep bukti. Beberapa murid baru-baru ini
menggambarkan praktik investigasi mereka saat ini sebagai 'melaksanakan
ritual, karena kami selalu melakukannya dengan cara ini'. Mereka tidak dapat
menjelaskan mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan; tampaknya
tidak ada 'pemikiran di balik perbuatan'. Reiss dkk. (1999) dalam Kurikulum
Nasional menunjuk pada 'penekanan berlebihan pada konten yang sering
diajarkan dalam isolasi dari jenis konteks yang dapat memberikan relevansi dan
makna'. Dengan mengajarkan ide-ide yang penting untuk berbagai penyelidikan
biologis, 'relevansi dan makna' yang lebih besar dapat diberikan untuk seluruh
kurikulum.
How
The concepts of evidence are a satisfactory, if not necessarily complete, description of what
needs to be understood to develop procedural understanding. At secondary school and BA Ed
(primary) level in Durham (Gott and Johnson, 1999), we have found that the concepts of
evidence are ideas that can be taught, just as the substantive ideas of genetics, classification,
and physiology can be taught. The National Curriculum places procedural ideas firmly in the
context of practical work. Nott and Wellington (1999) note that the majority of investigations
take place in the context of assessing rather than teaching Scl. The ideas that are emphasised,
unsurprisingly, are those of investigation design and looking for patterns and relationships.
Time and resources often limit the scope of school investigations. Therefore, many of the
concepts of evidence, particularly those important to the range of biological contexts, are
rarely addressed in the majority of school practicals, but they are, nevertheless, important for
pupils to understand if the aims we identified are to be met.

Konsep bukti adalah deskripsi yang memuaskan, jika belum tentu lengkap, tentang apa yang
perlu dipahami untuk mengembangkan pemahaman prosedural. Di sekolah menengah dan
tingkat BA Ed (dasar) di Durham (Gott dan Johnson, 1999), kami telah menemukan bahwa
konsep bukti adalah gagasan yang dapat diajarkan, seperti halnya gagasan substantif tentang
genetika, klasifikasi, dan fisiologi dapat diajarkan. . Kurikulum Nasional menempatkan
gagasan prosedural secara tegas dalam konteks kerja praktek. Nott dan Wellington (1999)
mencatat bahwa sebagian besar investigasi terjadi dalam konteks menilai daripada mengajar
Scl. Ide-ide yang ditekankan, tidak mengherankan, adalah ide-ide desain investigasi dan
mencari pola dan hubungan. Waktu dan sumber daya sering kali membatasi ruang lingkup
penyelidikan sekolah. Oleh karena itu, banyak konsep bukti, terutama yang penting untuk
cakupan konteks biologis, jarang dibahas dalam sebagian besar praktik sekolah, tetapi,
bagaimanapun, penting bagi siswa untuk memahami jika tujuan yang kami identifikasi ingin
dipenuhi.

How, then, could they be taught? Roberts and Gott (2000) argue that procedural ideas can
and should be taught just as the more traditional substantive ideas are taught. For example,
pupils are not expected to understand the importance of the circulatory system or the role of
natural selection in evolution without explicit teaching; we argue that the concepts of
evidence also need explicit teaching if pupils are to develop a procedural understanding.
Similarly, just as both practical and non-practical activities can be used to teach the
substantive ideas, both approaches can be used for procedural ideas. The choice of activity
can be varied according to the idea being taught, the class, and the pragmatics of time-tabling
and resourcing. (By comparison, CASE teaching methods are tightly specified and may not
suit all pupils (Jones and Gott, 1998).

Lalu, bagaimana mereka bisa diajar? Roberts dan Gott (2000) berpendapat bahwa ide-ide
prosedural dapat dan harus diajarkan seperti halnya ide-ide substantif yang lebih tradisional
diajarkan. Misalnya, siswa tidak diharapkan untuk memahami pentingnya sistem peredaran
darah atau peran seleksi alam dalam evolusi tanpa pengajaran eksplisit; kami berpendapat
bahwa konsep bukti juga membutuhkan pengajaran eksplisit jika siswa ingin
mengembangkan pemahaman prosedural. Demikian pula, sama seperti kegiatan praktis dan
non-praktis dapat digunakan untuk mengajarkan gagasan substantif, kedua pendekatan dapat
digunakan untuk gagasan prosedural. Pilihan aktivitas dapat bervariasi sesuai dengan ide
yang diajarkan, kelas, dan pragmatik pengaturan waktu dan sumber daya. (Sebagai
perbandingan, metode pengajaran CASE ditentukan secara ketat dan mungkin tidak cocok
untuk semua siswa (Jones dan Gott, 1998)

Table 2 (from Roberts and Gott, 2000) outlines the activities that could be used. In a recent
survey, secondary school science texts were analysed to determine how the concepts of
evidence were presented (Roberts and Gott, 2000). Implicit references to such procedural
ideas were the norm and occurred almost exclusively in the context of practical work.
Explicit mention was very rarely made to the procedural ideas. Tamir et al. (1998) have
shown that explicitly teaching procedural ideas to pupils helps their understanding. If
procedural ideas are so rarely explicitly mentioned in texts, what support is there for teachers
and pupilas?

Tabel 2 (dari Roberts dan Gott, 2000) menguraikan kegiatan yang dapat digunakan. Dalam
survei terbaru, teks sains sekolah menengah dianalisis untuk menentukan bagaimana konsep
bukti disajikan (Roberts dan Gott, 2000). Referensi implisit untuk ide prosedural semacam itu
adalah norma dan terjadi hampir secara eksklusif dalam konteks kerja praktek. Ide-ide
prosedural sangat jarang disebutkan secara eksplisit. Tamir dkk. (1998) telah menunjukkan
bahwa secara eksplisit mengajarkan ide prosedural kepada siswa membantu pemahaman
mereka. Jika gagasan prosedural jarang disebutkan secara eksplisit dalam teks, dukungan apa
yang ada untuk guru dan murid?

Recent publications have addressed teaching Scl. Significant amongst these are:

 The AKSIS resources (Golds worthy et ai, 1999, 2000) which have been produced
specifically to help teachers develop strategies to teach science investigations. The writing
team claim to be teaching 'thinking strategies' (Goldsworthy et al., 2000), but many of
their actvities. 'Learning Objectives' refer to the specific ideas that need to be taught.
 Science Investigation packs (Gott et al, 1997, 1998, 1999b) have been developed at
Durham as photocopiable resources for explicitly teaching and assessing procedural ideas
using both practical and non-practical approaches. These specifically emphasise how these
ideas can be used in a range of biological contexts and which are often not made explicit
in the teaching of Scl.
 Science Investigation packs (Gott et al, 1997, 1998, 1999b) have been developed at
Durham as photocopiable resources for explicitly teaching and assessing procedural ideas
 using both practical and non-practical approaches. These specifically emphasise how these
ideas can be used in a range of biological contexts and which are often not made explicit
in the teaching of Scl.

• Sumber daya AKSIS (Golds worth et ai, 1999, 2000) yang telah diproduksi secara khusus
untuk membantu guru mengembangkan strategi untuk mengajarkan investigasi sains. Tim
penulis mengklaim mengajar 'strategi berpikir' (Goldsworthy et al., 2000), tetapi banyak dari
aktivitas mereka. 'Tujuan Pembelajaran' mengacu pada ide-ide spesifik yang perlu diajarkan.
• Paket Investigasi Sains (Gott et al, 1997, 1998, 1999b) telah dikembangkan di Durham
sebagai sumber yang dapat difotokopi untuk secara eksplisit mengajar dan menilai ide-ide
prosedural menggunakan pendekatan praktis dan non-praktis. Ini secara khusus menekankan
bagaimana ide-ide ini dapat digunakan dalam berbagai konteks biologis dan yang sering tidak
dibuat eksplisit dalam pengajaran Scl.
• Paket Investigasi Sains (Gott et al, 1997, 1998, 1999b) telah dikembangkan di Durham
sebagai sumber yang dapat difotokopi untuk secara eksplisit mengajar dan menilai ide-ide
prosedural menggunakan pendekatan praktis dan non-praktis. Ini secara khusus menekankan
bagaimana ide-ide ini dapat digunakan dalam berbagai konteks biologis dan yang sering tidak
dibuat eksplisit dalam pengajaran Scl.

Procedural ideas:
• whole and parts of investigations in both field and lab
• illustrative practicals in both field and lab
• basic skills practicals
Ide prosedural:
• Seluruh dan sebagian dari investigasi baik di lapangan maupun di lab
• praktik ilustratif di lapangan dan lab
• Keterampilan dasar praktis

Substantive ideas
• observations of objects or events and their classification
• illustrative practicals in both field and lab
• 'discovery' learning and enquiry practicals

Ide yang substansial

• pengamatan objek atau peristiwa dan klasifikasinya
• praktik ilustratif di lapangan dan lab
• Pembelajaran 'penemuan' dan praktik inkuiri
Virtual laboratories have been developed in this study as an alternative to the limited equipment of physics
experiments. This study aims to examine the effectiveness of virtual lab models to improve creativity and
problem-solving skills for prospective physics teachers. The research and development have been divided into 3
phases namely, preliminary study, design development, and model testing. Model testing was performed on two
groups of thermodynamic courses using a pre-test post-test control group design. The instruments that have been
used are creativity tests and problem-solving tests in the form of essays. Instruments of creativity include verbal
and figural aspects. Each data was analyzed using t-test and normalized gain score. The results showed that
there was an increase in creativity and problemsolving skills in both groups. The creativity of students of the
experimental group was higher than the control group. Student problem-solving skills in the two groups differed
significantly. The experimental group has a higher problem-solving ability than the control group. This
suggested that the developed virtual lab model proved to improve the creativity and problemsolving skills
ability of prospective physics teachers.

Laboratorium virtual telah dikembangkan dalam penelitian ini sebagai alternatif dari
peralatan eksperimen fisika yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
keefektifan model lab virtual untuk meningkatkan kreativitas dan keterampilan pemecahan
masalah bagi calon guru fisika. Penelitian dan pengembangan ini dibagi menjadi 3 tahap
yaitu studi pendahuluan, pengembangan desain, dan pengujian model. Pengujian model
dilakukan pada dua kelompok mata kuliah termodinamika menggunakan pre-test post-test
control group design. Instrumen yang digunakan adalah tes kreativitas dan tes pemecahan
masalah berupa essay. Instrumen kreativitas meliputi aspek verbal dan figural. Setiap data
dianalisis menggunakan uji-t dan skor gain ternormalisasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan kreativitas dan keterampilan pemecahan masalah pada kedua
kelompok. Kreativitas siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Keterampilan pemecahan masalah siswa pada kedua kelompok berbeda secara signifikan.
Kelompok eksperimen memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa model lab virtual yang dikembangkan
terbukti dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah calon guru
fisika.