You are on page 1of 14

NURANI HUKUM : JURNAL ILMU HUKUM

Volume 3 Nomor 2, Desember 2020, hlm. (1-14)


Fakultas Hukum, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten, Indonesia
P-ISSN: 2655-7169 | e-ISSN: 2656-0801
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/nhk/index

Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor


46/PUU-XIV/2016 dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

Muhammad Fajar Hidayat


Fakultas Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji
Jalan Raya Dompak, Pulau Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau
E-mail: muhammad.fajar.hidayat@gmail.com

Ririen Ambarsari
Fakultas Hukum Universitas Kanjuruan Malang
Jalan S. Supriadi No. 48, Malang, Jawa Timur
E-mail: ririen_ambarsarie@unikama.ac.id

DOI: http://dx.doi.org/10.51825/nhk.v3i2.8573

Info Artikel
|Submitted: 16 Juli 2020 |Revised: 21 Oktober 2020 |Accepted: 21 Oktober 2020

How to cite: Muhammad Fajar Hidayat, Ririen Ambarsari, “Anotasi Putusan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016 dalam Perspektif Hermeneutika
Hukum”, Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2, (Desember, 2020)”, hlm. 1-14.

ABSTRACT
In its verdict read out on December 14, 2017 against case Number 46 / PUU-XIV / 2016, the
Constitutional Court ruled in rejecting the lawsuit for adultery and same-sex, or lesbian, gay, bisexual,
transgender (LGBT) matters that are regulated in the Criminal Code with the Petitioner namely Prof. Dr. Ir.
Euis Sunarti, M.S. and friends. In principle, the Petitioners request that the Constitutional Court omit a
number of verses, words and / or phrases in Article 284 paragraph (1), paragraph (2), paragraph (3),
paragraph (4), paragraph (5), Article 285 and Article 292 Criminal Code. Although there are dissenting
opinions from 4 (four) Constitutional Justices namely Arief Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams,
and Aswanto, still 5 (five) other Constitutional Justices namely Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna,
Suhartoyo, Manahan MP Sitompul, and Saldi Isra argued that the MK only had the authority as a negative
legislator. That is, the Constitutional Court can only cancel the Act and cannot take the authority of
Parliament in making laws or regulations as positive legislators. The purpose of this study is to find out and
analyze whether the Constitutional Court Decision reflects the sense of justice that lives in the community or
not when analyzed in the perspective of legal hermeneutics. The research method used is legal research. The
results showed that the Constitutional Court's Decision, did not reflect a sense of justice that lives in the
community when analyzed in the perspective of legal hermeneutics. The Constitutional Court's decision
emphasizes the aspect of legal certainty at the expense of justice and expediency. The needs of positive
legislators are not partial but comprehensive needs. Positive legislators see that judges must have an idea of
substantive justice that changes with the development of society, not merely procedural justice. Positive
legislators by expanding the scope of a criminal act (strafbaar feit) can be done, when the norms of the law
actually reduce and even conflict with religious values and the divine light which is basically 'given' for the
order and welfare of human life.

Keywords: Legal Certainty, Justice and Utilization.

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020, ISSN.2655-7169 | 1
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

ABSTRAK
Dalam putusannya yang dibacakan pada tanggal 14 Desember 2017 terhadap perkara
Nomor 46/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan uji materi
tentang zina dan hubungan sesama jenis atau Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) yang
diatur dalam KUHP dengan Pemohon yakni Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. dan kawan-kawan.
Pada prinsipnya, para Pemohon memohon agar MK menghilangkan sejumlah ayat, kata dan/atau
frasa dalam Pasal 284 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP.
Walaupun ada pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 4 (empat) orang Hakim Konstitusi yakni
Arief Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, dan Aswanto, tetap saja 5 (lima) orang Hakim
Konstitusi lainnya yakni Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan MP
Sitompul, dan Saldi Isra berpendapat bahwa MK hanya memiliki kewenangan sebagai negative
legislator. Artinya, MK hanya dapat membatalkan UU dan tidak dapat mengambil kewenangan
Parlemen dalam membuat UU atau peraturan sebagai positive legislator. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui dan menganalisis apakah Putusan MK tersebut sudah mencerminkan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat atau tidak apabila dianalisis dalam perspektif hermeneutika
hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Putusan MK tersebut, belum mencerminkan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat apabila dianalisis dalam perspektif hermeneutika hukum. Putusan MK tersebut lebih
mengedepankan aspek kepastian hukum semata dengan mengorbankan keadilan dan
kemanfaatan. Kebutuhan positive legislator bukan kebutuhan yang parsial tapi komprehensif.
Positive legislator lebih melihat bahwa hakim harus memiliki gagasan keadilan substantif yang
berubah mengikuti perkembangan masyarakat, tidak semata-mata keadilan prosedural. Positive
legislator dengan memperluas ruang lingkup suatu tindak pidana (strafbaar feit) dapat dilakukan,
manakala norma undang-undang secara nyata mereduksi dan bahkan bertentangan dengan nilai
agama dan sinar ketuhanan yang pada dasarnya bersifat 'terberi' (given) bagi ketertiban dan
kesejahteraan kehidupan manusia.

Kata Kunci: Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan.

2 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

A. LATAR BELAKANG sebagaimana dimintakan oleh pemohon.


Beberapa waktu lalu menjadi LBH Masyarakat menambahkan bahwa
sorotan publik putusan Mahkamah MK telah menjaga hak atas privasi warga
Konstitusi yang menolak permohonan negaranya, tidak menambah over
judicial review terkait zina dan hubungan populasi penjara, mencegah terjadinya
sesama jenis atau Lesbian, Gay, Biseksual, persekusi terhadap kelompok minoritas
Transgender (LGBT) yang diatur dalam gender dan perempuan, menjauhkan
KUHP. Ada tiga pasal KUHP yang regulasi yang memungkinkan
dimohon oleh Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, mundurnya kesuksesan intervensi HIV,
M.S. dan kawan-kawan untuk diuji oleh serta menjaga keberadaan pasal yang
Mahkamah Konstitusi, yaitu : melindungi anak-anak dari hubungan
1. Pasal 284 ayat 1 sampai ayat 5 seksual yang terjadi karena relasi kuasa
KUHP tentang perzinahan, dimana dari orang yang lebih dewasa secara usia.
semula terbatas dalam kaitan Sesuai dengan isu hukum yang
pernikahan dimohonkan untuk telah ditetapkan dalam penelitian ini,
diperluas untuk konteks di luar maka jenis penelitian ini merupakan
pernikahan; penelitian hukum. Penelitian hukum
2. Pasal 285 KUHP tentang perkosaan, (legal research) adalah menemukan
dimana semula terbatas laki-laki kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan
terhadap perempuan, dimintakan hukum sesuai norma hukum dan adakah
untuk diperluas dari laki-laki ke norma yang berupa perintah atau
laki-laki ataupun perempuan ke larangan itu sesuai dengan prinsip
laki-laki; hukum, serta apakah tindakan (act)
3. Pasal 292 KUHP dimana Pemohon seseorang sesuai dengan norma hukum
meminta para pelaku seks (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau
menyimpang atau dalam hal ini prinsip hukum.1
LGBT, diminta jangan hanya Dalam penelitian hukum terdapat
dibatasi oleh orang dewasa. beberapa macam pendekatan. Dengan
Pada prinsipnya, pemohon ingin pendekatan tersebut, peneliti akan
memperluas arti tentang zina dan praktik mendapatkan informasi dari berbagai
zina di kalangan LGBT. Sementara hakim aspek mengenai isu yang sedang dicoba
MK, meski diwarnai perbedaan pendapat untuk dicari jawabnya. 2 Penulis
(dissenting opinion), menolak uji materi menggunakan pendekatan perundang-
pemohon. undangan (statute approach) dan
Putusan ini menghasilkan pro dan pendekatan kasus (case approach).
kontra pendapat dari berbagai pihak. Bahan hukum yang digunakan
Para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penelitian ini ada 2 yaitu bahan
memandang bahwa pengajuan uji hukum primer dan sekunder. Bahan
materiil ini sebagai upaya sekelompok hukum primer yang dimaksud yaitu
masyarakat yang akan membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik
kehidupan pribadi menjadi urusan Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-
politik. Sebaliknya, Lembaga Bantuan Undang Hukum Pidana (KUHP),
Hukum (LBH) Masyarakat menyatakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
bahwa melalui putusan tersebut, tentang Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi “menolak menjadi
lembaga yang dapat mengkriminalisasi
1 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
suatu perbuatan”, dan “menegaskan
Hukum (Edisi Revisi), Kencana, Jakarta, 2017, hlm.
kewenangannya sebagai negative legislator
47.
dan tidak bisa menjadi positive legislator 2 Ibid., hlm. 133.

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169 | 3
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

sebagaimana telah diubah dengan bahwa diperlukan penggunaan asas


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 prioritas dalam menentukan tujuan
tentang Perubahan Atas Undang-Undang hukum itu, dimana prioritas pertama
Nomor 24 Tahun 2003 tentang adalah keadilan, kedua adalah
Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang kemanfaatan, dan terakhir barulah
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kepastian hukum. 6 Ketika hakim
Kehakiman, dan Putusan MK RI No. dihadapkan dengan pilihan antara
46/PUU-XIV/2016. Bahan hukum keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
sekunder berupa buku-buku teks hukum. hukum, maka ia harus mengutamakan
Bahan non hukum berupa buku keadilan, barulah kemanfaatan dan yang
pegangan kesehatan publik dan akronim, terakhir kepastian hukum.7
kamus inisialisasi dan singkatan. Dalam satu kasus, tiga tujuan
Pengumpulan bahan hukum yang hukum di atas tidak mungkin bisa
bersifat normatif dilakukan dengan studi dicapai sekaligus. Barangkali hanya ada
literatur, dokumen-dokumen yang satu atau paling banyak dua tujuan yang
berhubungan dengan penelitian baik bisa tercapai karena sering sekali antara
secara konvensional maupun melalui satu tujuan hukum bertentangan atau
media elektronik. Bahan-bahan hukum berhadap-hadapan dengan tujuan hukum
yang diperoleh dalam penelitian ini akan yang lainnya. Perdebatan yang paling
dikumpulkan kemudian diklasifikasikan sering terjadi adalah antara tujuan hukum
menurut permasalahan yang akan yang mengedepankan kepastian hukum
dibahas. Bahan hukum yang kaitannya dan yang menginginkan keadilan.
dengan masalah yang akan diteliti Indonesia menggunakan sistem hukum
kemudian diinterpretasikan dengan eropa kontental (civil law) yang esensinya
hukum yang berlaku. adalah hukum dianggap ada apabila
Teknik analisis bahan hukum sudah dibuat secara tertulis dan tujuan
dilakukan dengan cara penafsiran. Dalam yang hendak dicapai yaitu kepastian
hal ini, penulis melakukan penafsiran hukum. Sedangkan pada sistem hukum
gramatikal dan penafsiran sistematik. 3 anglo saxon (common law), hukum itu
Penafsiran gramatikal dilakukan dengan bukan hanya yang dibuat secara tertulis
cara menafsirkan undang-undang tapi hakim juga bisa membuat hukum
menurut arti perkataan (istilah). melalui keputusannya (judge made law)
Penafsiran sistematik dilakukan dengan dan tujuan yang hendak dicapai yaitu
cara menafsirkan peraturan perundang- keadilan.
undangan dihubungkan dengan Putusan MK tersebut jika dibedah
peraturan perundangan lainnya.4 lebih mendalam dengan melihat
Menurut Gustav Radbruch, ada pendapat para hakim sehingga terjadinya
tiga ide dasar hukum (rechtsidee) yang dissenting opinion maka jelaslah bahwa
oleh sebagian besar pakar teori hukum perdebatan yang terjadi di sana adalah
dan filsafat hukum, juga diidentikkan antara 5 (lima) hakim yang
sebagai tiga tujuan hukum yaitu keadilan mengedepankan aspek kepastian hukum
(gerechtigkeit), kemanfaatan dan 4 (empat) hakim yang
(zweckmaeszigkeit) dan kepastian hukum mengedepankan aspek keadilan dan
(rechtssicherkeit). 5 Radbruch mengajarkan kemanfaatan. Bila merujuk pendapat dari
Radbruch di atas, seharusnya hakim itu
3 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran lebih mengedepankan keadilan daripada
dan Konstruksi Hukum, Alumni, Bandung, 2012, kepastian hukum semata. Untuk apa ada
hlm. 9-10.
4 Ibid.
5 Achmad Ali, Menyibak Tabir Hukum, 6 Ibid.
Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm. 3. 7 Ibid.

4 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

kepastian hukum tapi tidak bisa menurut penulis tidaklah tepat.


memberikan keadilan dan kemanfaatan Kebutuhan positive legislator bukan
bagi masyarakat. kebutuhan yang parsial tapi
Secara normatif telah jelas bahwa komprehensif. Positive legislator lebih
hanya ada 3 (tiga) jenis putusan MK melihat bahwa hakim harus memiliki
yakni permohonan tidak dapat diterima, gagasan keadilan substantif yang berubah
permohonan dikabulkan, dan mengikuti perkembangan masyarakat,
permohonan ditolak. Tapi, secara teoritis tidak semata-mata keadilan prosedural.
dan praktis pula terdapat jenis putusan Hal ini persis yang dinyatakan oleh 4
lainnya yakni membentuk norma. Jenis (empat) orang Hakim Konstitusi dalam
putusan ini telah lama tumbuh dan hidup dissenting opinion yakni "positive legislator
di MK, para hakim sebenarnya telah lama dengan memperluas ruang lingkup suatu
mengetahui keberadaan jenis putusan ini. tindak pidana (strafbaar feit) dapat
Tapi, kenapa dalam perkara ini MK dilakukan, manakala norma undang-
menyatakan secara tegas bahwa MK tidak undang secara nyata mereduksi dan
dapat membentuk norma. Apabila dilihat bahkan bertentangan dengan nilai agama
dari sejarahnya, pertentangan antara dan sinar ketuhanan yang pada dasarnya
negative legislator dengan positive legislator bersifat 'terberi' (given) bagi ketertiban
sudah terjadi sejak MK itu ada. Bahkan, dan kesejahteraan kehidupan manusia."10
perdebatan ini telah sampai di ruang Pancasila merupakan sumber
DPR, sebagian Anggota DPR menilai segala sumber hukum negara.
bahwa MK selama ini kebablasan, keluar Penempatan Pancasila sebagai sumber
dari khitah pembentukannya yakni dari segala sumber hukum negara sesuai
mengambil fungsi DPR sebagai dengan Pembukaan Undang-Undang
pembentuk Undang-Undang dan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
kenyataannya MK tetap pada 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan
keyakinannya, bahkan MK berdalil Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
bahwa adanya putusan yang bersifat dan beradab, Persatuan Indonesia,
positive legislator dalam rangka Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
mewujudkan keadilan substantif. 8 kebijaksanaan dalam
Terkait dengan Putusan MK di Permusyawaratan/Perwakilan, dan
atas, 5 (lima) orang Hakim Konstitusi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
berpendapat bahwa secara doktriner, Indonesia. Seseorang tidak boleh
pembentukan Mahkamah Konstitusi dibiarkan berbuat bebas semaunya atas
dimaksudkan untuk memiliki dasar Hak Asasi Manusia (HAM) apabila
kewenangan sebagai negative legislator. perbuatan tersebut bertentangan dengan
Artinya, Mahkamah Konstitusi hanya nilai agama. Oleh sebab itu, apabila UUD
dapat membatalkan Undang-Undang dan 1945 bertentangan/bersinggungan
tidak dapat mengambil kewenangan dengan nilai agama (religion) maka UUD
parlemen dalam membuat undang- 1945 sebagai konstitusi yang
undang atau peraturan. 9 Maka, berketuhanan (Godly Constitution) harus
argumentasi 5 (lima) orang Hakim menegaskan jati dirinya sebagai penjamin
Konstitusi yang membatasi bahwa positive freedom of religion dan bukan freedom from
legislator tidak dapat dilakukan ketika religion sehingga segala kepastian hukum
menyangkut norma hukum pidana dalam bentuk norma Undang-Undang
yang bertentangan dengan nilai agama
8 https://news.detik.com/kolom/d- haruslah dinyatakan bertentangan
3776123/ zina-lgbt-dan-putusan-mk, diakses tanggal
3 Januari 2019.
9 Lihat Putusan MK RI No. 46/PUU-

XIV/2016. 10 Ibid.

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169 | 5
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum pidana Indonesia sehingga jika
kekuatan hukum mengikat. norma hukum (legal substance) tersebut
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 diperbaiki maka diharapkan struktur
ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 hukum (legal structure) dan budaya
Tahun 2009 tentang Kekuasaan hukum (legal culture) masyarakat di
Kehakiman dapatlah diketahui bahwa Indonesia dalam menyikapi fenomena di
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib atas dapat berubah menjadi lebih baik
menggali, mengikuti, dan memahami lagi. Hal inilah yang mendorong para
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang pemohon untuk menguji beberapa pasal
hidup dalam masyarakat”. Ini artinya, terkait zina dan LGBT tersebut ke
Hakim Konstitusi wajib menggali, Mahkamah Konstitusi.
mengikuti, dan memahami nilai-nilai Berdasarkan latar belakang
hukum yang hidup di tengah-tengah masalah tersebut, yang menjadi rumusan
masyarakat (living law) seperti hukum masalah dalam penelitian ini yaitu
agama dan hukum adat serta rasa apakah Putusan MK RI No. 46/PUU-
keadilan yang diyakini oleh masyarakat. XIV/2016 sudah mencerminkan rasa
Dalam kasus tersebut, saya menilai MK keadilan yang hidup dalam masyarakat
belum maksimal dalam mengikuti apabila dianalisis dalam perspektif
ketentual Pasal tersebut. Hal ini dapat hermeneutika hukum ?
dilihat dari 5 (lima) orang Hakim Adapun unsur kebaruan (novelty)
Konstitusi mendasarkan pendapatnya dari artikel ini adalah penulis
dari perspektif yuridis semata dan dalam menggunakan perspektif hermeneutika
mengambil keputusan belum optimal hukum untuk menganalisis Putusan MK
untuk menggali, mengikuti, dan tersebut apakah sudah mencerminkan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa rasa keadilan yang hidup dalam
keadilan yang hidup dalam masyarakat. masyarakat atau tidak.
Dari segi sosiologis, jelaslah
bahwa mayoritas masyarakat Indonesia B. HASIL PENELITIAN DAN
menginginkan agar zina dan LGBT itu PEMBAHASAN
dilarang karena hal tersebut tidak sesuai LGBT adalah akronim dari
dengan hukum agama yang ada di “lesbian, gay, biseksual dan transgender”.
Indonesia. Sayangnya, hal tersebut belum Istilah ini digunakan semenjak tahun
bisa direalisasikan karena Kitab Undang- 1990-an dan menggantikan frasa
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang "komunitas gay"11 karena istilah ini lebih
dipakai masih mengacu pada ketentuan mewakili kelompok-kelompok yang telah
peninggalan Belanda itu atau yang lebih disebutkan.12 Akronim ini dibuat dengan
dikenal dengan Wetboek van Straftrecht tujuan untuk menekankan
(WvS). Memang, ada usaha untuk keanekaragaman "budaya yang
merevisi KUHP tersebut agar sesuai berdasarkan identitas seksualitas dan
dengan nilai-nilai yang berlaku di gender". Kadang-kadang istilah LGBT
masyarakat Indonesia. Namun, setelah digunakan untuk semua orang yang tidak
hampir 55 tahun belum juga terealisasi. heteroseksual, bukan hanya homoseksual,
Banyaknya perilaku main hakim
sendiri (eigenrichting) yang selama ini 11 Mike Gunderloy, “Acronyms,
dilakukan masyarakat terhadap pelaku initialisms & abbreviations dictionary”, Volume 1,
hubungan seksual terlarang (baik dalam Part 1 Gale Research Co., 1985, Factsheet five,
bentuk zina, perkosaan, maupun Issues 32-36, (1989).
12 Shankle, Michael D., The Handbook of
homoseksual) justru terjadi karena nilai
Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender Public Health:
agama dan living law masyarakat A Practitioner's Guide To Service, Haworth Press,
Indonesia tidak diakomodir dalam sistem 2006.

6 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

biseksual, atau transgender. Maka dari ijtihad para ahli hukum (doktrin). 16
itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar Metode dan teknik menafsirkannya
queer dan orang-orang yang masih dilakukan secara holistik dalam bingkai
mempertanyakan identitas seksual keterkaitan antara teks, konteks, dan
mereka juga terwakili, contohnya kontekstualisasi.17
"LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat Untuk menjawab apakah Putusan
semenjak tahun 1996. 13 Istilah LGBT MK RI No. 46/PUU-XIV/2016 yang
sangat banyak digunakan untuk menolak permohonan para Pemohon
penunjukkan diri. Istilah ini juga untuk seluruhnya sudah mencerminkan
diterapkan oleh mayoritas komunitas dan rasa keadilan yang hidup dalam
media yang berbasis identitas seksualitas masyarakat apabila dianalisis dengan
dan gender di Amerika Serikat dan pendekatan hermeneutika hukum maka
beberapa negara berbahasa Inggris penulis akan berangkat dari apa yang
lainnya. 14 Adanya kelompok Lesbian, menjadi substansi permohonan para
Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) Pemohon dan pendapat para hakim
di Indonesia merupakan salah satu dasar sampai terjadinya dissenting opinion. Para
pertimbangan permohonan yang Pemohon menganggap hak-hak
dimohon oleh Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, konstitusionalnya telah terlanggar atau
M.S. dan kawan-kawan untuk diuji oleh berpotensi untuk terlanggar yang
Mahkamah Konstitusi. disebabkan oleh berlakunya Pasal 284
Untuk membedah isu hukum di ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
atas, diperlukan teori yang tepat agar (5), Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP.
permasalahan tersebut bisa dikupas Adapun hak-hak konstitusional
secara lebih mendalam dan dimaksud, menurut para Pemohon,
komprehensif. Dalam penelitian ini, adalah18:
penulis menggunakan pisau analisis 1. hak untuk mendapatkan
hermeneutika hukum sebagai teori perlindungan negara dan hak untuk
penemuan hukum baru. Menurut Jazim menjadi masyarakat yang adil dan
Hamidi, hermeneutika hukum adalah beradab, sebagaimana dimaksud
ajaran filsafat mengenai hal dalam Pembukaan UUD 1945;
mengerti/memahami sesuatu, atau 2. hak untuk tinggal dalam negara
sebuah metode interpretasi (penafsiran) yang berdaulat, negara yang
terhadap teks.15 Kata “sesuatu/teks” yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
dimaksudkan di sini, bisa berupa: teks Esa serta kemanusiaan yang adil
hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dan beradab sesuai dengan sila
dokumen resmi negara, naskah-naskah pertama dan kedua Pancasila dan
kuno, ayat-ayat ahkam dalam kitab suci, sebagaimana juga diatur dalam
ataupun berupa pendapat dan hasil Pembukaan UUD 1945;
3. hak untuk memperjuangkan hak
13 The Santa Cruz County in-queery,
secara kolektif untuk kemajuan
“Santa Cruz Lesbian, Gay, Bisexual & bangsa dan negara, sebagaimana
Transgendered Community Center”, Volume 9, diatur dalam Pasal 28C ayat (2)
1996. UUD 1945;
14 The 2008 Community Center Survey
4. hak atas rasa aman untuk bebas
Report: Assessing the Capacity and Programs of
Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender dari rasa takut dan ancaman bagi
Community Centers 29 Agustus 2008, Terry Stone, diri, martabat, dan keluarga
CenterLink (formerly The National Association of
Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender
Community Centers). 16 Ibid.
15 Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, UB 17 Ibid.
Press, Malang, 2011, hlm. 94. 18 Putusan MK, Op.Cit., hlm. 423-424.

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169 | 7
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

sebagaimana dijamin dalam Pasal sebagai institusi konstitusional yang


28G ayat (1) UUD 1945; diakui negara karena ketahanan keluarga
5. hak untuk dihormati hak asasi berpengaruh langsung terhadap
manusia sebagai sesama warga ketahanan nasional. Sementara itu, nilai-
negara Indonesia, sebagaimana nilai agama juga tegas diakui dalam Pasal
diatur dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 29 ayat (1) UUD 1945 dan sila pertama
1945; Pancasila yang tercantum dalam
6. hak untuk mendapatkan kepastian Pembukaan UUD 1945 sehingga harus
hukum dan perlindungan sebagai dimaknai bahwa negara didasarkan pada
pribadi, keluarga, dan masyarakat. nilai-nilai agama sebagai salah satu
landasan konstitusional.
Selain itu, para Pemohon menilai Para Pemohon berpendapat
bahwa Pasal-Pasal KUHP yang bahwa ketiga pasal dalam KUHP tersebut
dimohonkan pengujian tersebut tidak yaitu Pasal 284 (perzinahan), Pasal 285
mampu menjangkau hal-hal yang oleh (perkosaan) dan Pasal 292 (perbuatan
para Pemohon dianggap sebagai cabul) sangat mengancam ketahanan
kejahatan yang terjadi pada saat ini, keluarga yang pada akhirnya mengancam
seperti seks bebas di luar nikah, kumpul ketahanan nasional. Pasal 284 KUHP
kebo, prostitusi, perkosaan dan cabul (perzinahan) yang hanya berlaku jika
sesama jenis baik yang dilakukan oleh salah satu pelakunya terikat dalam
orang dewasa maupun anak-anak. 19 Hal perkawinan pada dasarnya sangat
itu, menurut para Pemohon, telah berbahaya bagi kultur keluarga di
menimbulkan kerusakan moral yang Indonesia dan merusak tatanan
berdampak pada lingkungan sosial para masyarakat. Adapun Pasal 285 KUHP
Pemohon, di mana hal itu dapat terjadi (perkosaan) yang membatasi korban
pada diri para Pemohon atau hanya kepada wanita tidak sesuai lagi
keluarganya.20 dengan perkembangan zaman. Perkosaan
Menurut para Pemohon, ada dua juga dapat terjadi terhadap laki-laki, baik
alasan mendasar yang dijadikan alasan yang dilakukan oleh wanita maupun laki-
pengujian konstitusionalitas norma UU, laki dan juga dilakukan oleh orang
yaitu ketahanan keluarga dan dewasa terhadap anak-anak maupun
perlindungan terhadap nilai-nilai agama. sesama anak-anak. Sementara itu, Pasal
Dalam masyarakat yang menurut para 292 KUHP, menurut para Pemohon,
Pemohon makin liberal, kedua hal selama ini justru tidak melindungi
tersebut sering dianggap sebagai isu kelompok korban orang dewasa dan
domestik yang tidak dapat dijadikan tidak memberi rasa keadilan serta
dasar membatasi perilaku masyarakat. kepastian hukum dalam hal pelakunya
Padahal, peran keluarga dan agama bukan orang dewasa.
sangat penting dalam membangun Menurut para Pemohon,
bangsa dan negara. Kata “keluarga” yang Indonesia bukanlah negara yang
dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) dan didirikan oleh para pendiri bangsa ini
Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 tidak dapat sebagai negara yang “netral agama” atau
semata-mata dimaknai sebagai bentuk “negara sekuler”. Pancasila dan
hubungan lahiriah/biologis antara ibu- Pembukaan UUD 1945 sarat dengan
bapak dan anak-anak melainkan muatan nilai-nilai keagamaan sebagai
terkandung pula unsur-unsur psikologis, dasar berdirinya Negara Indonesia.
keagamaan, keamanan dan pendidikan Dengan dasar filosofi demikian,
kebutuhan untuk mendasarkan seluruh
19 Ibid., hlm. 424.
perundang-undangan dalam konsep
20 Ibid. dasar moral yang berdasarkan nilai-nilai

8 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan perbuatan yang dapat dipidana menjadi
keniscayaan yang tidak dapat ditawar- perbuatan pidana (delict), yaitu :
tawar. Agama-agama di Indonesia pada 1. Zina, sebagaimana diatur dalam
dasarnya juga melarang perzinahan di Pasal 284 KUHP, akan menjadi
luar perkawinan, melarang pemerkosaan mencakup seluruh perbuatan
kepada siapa saja, dan melarang persetubuhan antara laki-laki dan
hubungan sesama jenis. perempuan yang tidak terikat
Para Pemohon berpendapat dalam suatu ikatan perkawinan
bahwa KUHP yang merupakan produk yang sah;
Pemerintah Kolonial Belanda dan 2. Pemerkosaan, sebagaimana diatur
diberlakukan sejak 1886 sudah tidak dalam Pasal 285 KUHP, akan
sesuai lagi dengan perkembangan sosial menjadi mencakup semua
budaya di Indonesia. Oleh karena itu, kekerasan atau ancaman kekerasan
keinginan untuk memperbarui KUHP untuk bersetubuh, baik yang
telah lahir sejak 1963 namun hingga saat dilakukan oleh laki-laki terhadap
ini tidak ada tanda-tanda untuk segera perempuan maupun yang
disahkannya revisi terhadap KUHP dilakukan oleh perempuan
tersebut sementara gejolak sosial di terhadap laki-laki;
masyarakat, menurut para Pemohon, 3. Perbuatan cabul, sebagaimana
sudah demikian parah dan memerlukan diatur dalam Pasal 292 KUHP, akan
tindakan serius pembuat kebijakan. menjadi mencakup setiap
Dalam penilaian para Pemohon, saat ini perbuatan cabul oleh setiap orang
telah terjadi pergeseran nilai-nilai dengan orang dari jenis kelamin
dikarenakan ketidakjelasan hukum yang sama, bukan hanya terhadap
perihal kesusilaan, terutama dalam hal anak di bawah umur.
perzinahan, pemerkosaan, dan cabul Dengan demikian, apabila
sesama jenis. Meskipun telah ada ditelaah lebih jauh berarti para Pemohon
program legislasi nasional yang akan memohon agar Mahkamah bukan lagi
merevisi KUHP yang telah berlangsung sekadar memperluas ruang lingkup
sejak lama, belum tampak ada tanda- perbuatan atau tindakan yang
tanda bahwa revisi tersebut akan segera sebelumnya bukan merupakan perbuatan
disahkan sementara gejolak sosial pidana atau tindak pidana tetapi juga
memerlukan tindakan dan aksi serius mengubah sejumlah hal pokok atau
dari pembuat kebijakan. prinsip dalam hukum pidana, bahkan
Menurut MK, maksud merumuskan tindak pidana baru. Sebab,
permohonan para pemohon pada intinya dengan permohonan demikian secara
adalah meminta Mahkamah untuk implisit Pemohon memohon agar
memperluas cakupan atau ruang lingkup, Mahkamah mengubah rumusan delik
bahkan mengubah, jenis-jenis perbuatan yang terdapat dalam pasal-pasal KUHP
yang dapat dipidana dalam pasal-pasal yang dimohonkan pengujian sehingga
KUHP yang dimohonkan pengujian dengan sendirinya bukan hanya akan
karena menurut para Pemohon sudah mengubah kualifikasi perbuatan yang
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dapat dipidana tetapi juga kualifikasi
masyarakat, sementara jika menunggu subjek atau orang yang dapat diancam
proses legislasi yang sedang berlangsung pidana karena melakukan perbuatan
saat ini tidak dapat dipastikan kapan tersebut. Putusan MK memiliki
akan berakhir. Dengan kata lain, para kedudukan setara dengan UU sehingga
Pemohon meminta Mahkamah untuk daya ikatnya pun setara dengan UU.
melakukan kebijakan pidana (criminal Namun kesetaraan itu adalah dalam
policy) dalam pengertian merumuskan konteks pemahaman akan kedudukan

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169 | 9
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

Mahkamah sebagai negative legislator, pokok permohonan tidak beralasan


bukan dalam pemahaman sebagai menurut hukum sehingga dalam amar
pembentuk UU (positive legislator). putusan MK menolak permohonan para
Mahkamah melalui putusannya Pemohon untuk seluruhnya.
telah berkali-kali menyatakan suatu Terhadap Putusan MK tersebut,
norma UU konstitusional bersyarat ada pendapat berbeda (dissenting opinion)
(conditionally constitutional) ataupun dari 4 (empat) orang Hakim Konstitusi
inkonstitutional bersyarat (conditionally yakni Hakim Konstitusi Arief Hidayat,
unconstitutional) yang mempersyaratkan Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim
pemaknaan tertentu terhadap suatu Konstitusi Wahiduddin Adams, dan
norma UU untuk dapat dikatakan Hakim Konstitusi Aswanto. Pancasila
konstitusional, yang artinya jika merupakan sumber segala sumber
persyaratan itu tidak terpenuhi maka hukum negara. Penempatan Pancasila
norma UU dimaksud adalah sebagai sumber dari segala sumber
inkonstitusional. Namun, ketika hukum negara sesuai dengan Pembukaan
menyangkut norma hukum pidana, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Mahkamah dituntut untuk tidak boleh Indonesia Tahun 1945 alinea keempat
memasuki wilayah kebijakan pidana atau yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
politik hukum pidana (criminal policy). Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Pengujian UU yang pada pokoknya Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
berisikan permohonan kriminalisasi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
maupun dekriminalisasi terhadap dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
perbuatan tertentu tidak dapat dilakukan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
oleh Mahkamah karena hal itu Indonesia. Menempatkan Pancasila
merupakan salah satu bentuk sebagai dasar dan ideologi negara serta
pembatasan hak dan kebebasan sekaligus dasar filosofis negara sehingga
seseorang di mana pembatasan demikian, setiap materi muatan Peraturan
sesuai dengan Pasal 28J ayat (20 UUD Perundang-undangan tidak boleh
1945, adalah kewenangan eksklusif bertentangan dengan nilai-nilai yang
pembentuk UU (dalam hal ini DPR terkandung dalam Pancasila.
bersama Presiden). Dalam Pancasila, nilai ketuhanan
Berdasarkan seluruh dibaca dan dimaknai secara hierarkis.
pertimbangan tersebut, bukanlah berarti Nilai Ketuhanan merupakan nilai
Mahkamah menolak gagasan tertinggi karena menyangkut nilai yang
“pembaruan” para Pemohon. Bukan pula bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan
berarti bahwa Mahkamah berpendapat diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan
bahwa norma hukum pidana yang ada dikatakan baik apabila tidak
dalam KUHP, khususnya yang bertentangan dengan nilai, kaidah, dan
dimohonkan pengujian dalam hukum Tuhan. Berdasarkan Pasal 1 ayat
Permohonan sudah lengkap. Mahkamah (3), Pasal 18B ayat (2), Pasal 29 UUD 1945
hanya menyatakan bahwa norma pasal- dapat dipahami bahwa Negara Indonesia
pasal dalam KUHP yang dimohonkan merupakan “negara hukum yang
pengujian dalam permohonan tidak berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
bertentangan dengan UUD 1945. Perihal yang senantiasa menjamin kemerdekaan
perlu atau tidaknya dilengkapi, hal itu tiap-tiap penduduk untuk memeluk
sepenuhnya merupakan kewenangan agamanya masing-masing dan untuk
pembentuk UU melalui kebijakan pidana beribadat menurut agamanya, serta
(criminal policy) yang merupakan bagian mengakui dan menghormati kesatuan-
dari politik hukum pidana. Dalam salah kesatuan masyarakat hukum adat beserta
satu konklusi, Mahkamah berpendapat hak-hak tradisionalnya sepanjang masih

10 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

hidup dan sesuai dengan perkembangan Konstitusi yang mendasarkan


masyarakat dan prinsip NKRI yang pendapatnya dari perspektif yuridis
diatur dalam undang-undang”. Konsepsi semata dan dalam mengambil keputusan
ini menegaskan bahwa peraturan belum menggali, mengikuti, dan
perundang-undangan di Indonesia harus memahami nilai-nilai hukum dan rasa
senantiasa sejalan dan sama sekali tidak keadilan yang hidup dalam masyarakat
boleh bertentangan dengan dasar (living law). Sehingga banyak yang
Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai berpandangan bahwa MK saat ini tidak
agama serta living law yang sesuai dengan lebih daripada sekedar sebagai
perkembangan masyarakat dan prinsip mahkamah kalkulator dibandingkan
NKRI. sebagai penjaga konstitusi (the guardian of
Kebutuhan positive legislator bukan the constitution).22
kebutuhan yang parsial tapi Menurut hemat penulis, 4 (empat)
komprehensif. Positive legislator lebih orang Hakim Konstitusi yang dissenting
melihat bahwa hakim harus memiliki opinion telah menggunakan metode
gagasan keadilan substantif yang berubah pendekatan hermeneutika hukum sebagai
mengikuti perkembangan masyarakat, metode penemuan hukum dengan
tidak semata-mata keadilan prosedural. interpretasi teks, konteks, dan
Hal ini persis yang dinyatakan oleh 4 kontekstualisasinya, baik itu yang berupa
(empat) orang Hakim Konstitusi dalam peraturan perundang-undangan maupun
dissenting opinion yakni "positive legislator living law seperti hukum agama dan
dengan memperluas ruang lingkup suatu hukum adat yang hidup dan berkembang
tindak pidana (strafbaar feit) dapat dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dilakukan, manakala norma undang- sejalan dengan pendapat Jazim Hamidi
undang secara nyata mereduksi dan yang menyatakan bahwa “esensi dari
bahkan bertentangan dengan nilai agama hermeneutika hukum itu terletak pada
dan sinar ketuhanan yang pada dasarnya pertimbangan “trianggel hukum”-nya,
bersifat 'terberi' (given) bagi ketertiban yaitu suatu metode menginterpretasi teks
dan kesejahteraan kehidupan manusia."21 hukum yang tidak semata-mata melihat
Selain itu, apabila merujuk pada teksnya semata, tapi juga konteks hukum
ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang- itu dilahirkan, serta bagaimana
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kontekstualisasi atau penerapan
Kekuasaan Kehakiman jelas dikatakan hukumnya di masa kini dan
bahwa “Hakim dan Hakim Konstitusi mendatang”.23
wajib menggali, mengikuti, dan Jazim Hamidi berpendapat, akan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa menjadi lebih lengkap pertimbangan
keadilan yang hidup dalam masyarakat”. hukum para hakim kalau menggunakan
Ini artinya, Hakim Konstitusi wajib metode hermeneutika hukum dalam
menggali, mengikuti, dan memahami upaya menemukan hukum, menerapkan
nilai-nilai hukum yang hidup dan hukum, menciptakan hukum, dan dalam
berkembang di tengah masyarakat (living pembentukan hukumnya. 24 Sebab, salah
law) seperti hukum agama dan hukum satu kelebihan dari metode hermeneutika
adat serta mempertimbangkan rasa hukum ialah terletak pada cara dan
keadilan yang hidup dalam masyarakat. lingkup interpretasinya yang tajam,
Dalam kasus tersebut, saya menilai MK mendalam, dan holistik dalam bingkai
belum optimal mengikuti ketentuan
tersebut. Hal ini dapat dinilai dari 22 https://news.detik.com/kolom/d-343
pendapat 5 (lima) orang Hakim 7491/bukan-mahkamah-kalkulator, diakses
tanggal 10 Januari 2019.
23 Jazim Hamidi, Op.Cit., hlm. 117.
21 Ibid. 24 Ibid., hlm. 119.

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169 | 11
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

satu kesatuan antara teks, konteks, dan main hakim sendiri (eigenrichting) dalam
kontekstualisasinya. 25 Dalam hal ini, menyikapi perbuatan zina, pemerkosaan
peristiwa hukum maupun peraturan dan perbuatan cabul atau yang lagi
perundang-undangan tidak semata-mata fenomenal saat ini adalah zina dan LGBT.
dilihat atau ditafsirkan dari aspek Terkait dengan pertimbangan
legalitas formal berdasar bunyi teks-nya Hakim Konstitusi yang menyatakan
semata, tetapi juga harus dilihat dari bahwa Mahkamah sebagai negative
faktor-faktor yang melatarbelakangi legislator, bukan dalam pemahaman
peristiwa atau sengketa itu muncul, apa sebagai pembentuk UU (positive legislator)
akar masalahnya, adakah intervensi dan ketika menyangkut norma hukum
politik yang membidani dikeluarkannya pidana, Mahkamah dituntut untuk tidak
putusan itu, serta sudahkah dampak dari boleh memasuki wilayah kebijakan
putusan itu dipikirkan bagi proses pidana atau politik hukum pidana
penegakan hukum dan keadilan (aspek (criminal policy). Apabila dicermati
sosio-politik-kulturalnya) di kemudian dengan seksama, sepertinya
hari. 26 Sepertinya hal ini belum terlihat pertimbangan MK di atas bertolak
dari 5 (lima) orang Hakim Konstitusi belakang bahkan berbanding terbalik
yang menolak permohonan para dengan apa yang menjadi Putusan MK
Pemohon untuk seluruhnya. No. 21/PUU-XII/2014. Dalam Putusan
Terhadap putusan tersebut, MK tersebut, diputuskan bahwa
penulis menilai akan ada benturan atau ketentuan Pasal 77 huruf A KUHAP tidak
gesekan antara nilai-nilai hukum dan rasa memiliki kekuatan hukum mengikat
keadilan yang hidup dalam masyarakat sepanjang tidak dimaknai termasuk
(living law) seperti hukum agama dan penetapan tersangka, penggeledahan dan
hukum adat dengan hukum nasional penyitaan. Adapun salah satu
sebagaimana diatur dalam KUHP terkait pertimbangan hukumnya, penetapan
zina, pemerkosaan dan perbuatan cabul tersangka adalah bagian dari proses
sebagai produk hukum yang tidak sesuai penyidikan yang merupakan perampasan
dengan nilai-nilai dan jati diri bangsa. terhadap hak asasi manusia maka
Dalam agama Islam, zina adalah seharusnya penetapan tersangka oleh
perbuatan bersenggama antara laki-laki penyidik merupakan objek yang dapat
dan perempuan yang tidak terikat oleh dimintakan perlindungan melalui ikhtiar
hubungan pernikahan (perkawinan). hukum pranata praperadilan. Hal
Dalam Islam, ulama fikih sepakat bahwa tersebut semata-mata untuk melindungi
perzinahan diharamkan sebagaimana seseorang dari tindakan sewenang-
disebutkan dalam Q.S. Al-Israa’: 32 yang wenang penyidik yang kemungkinan
artinya “Dan janganlah kalian mendekati besar dapat terjadi ketika seseorang
zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu ditetapkan sebagai tersangka, padahal
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan
buruk”. Sejalan dengan ini, agama Kristen maka tidak ada pranata lain selain
dalam Injil Matius 5: 27 yang bersabda pranata praperadilan yang dapat
“Kamu telah mendengar firman, Jangan memeriksa dan memutusnya. MK
berzina”. Ini artinya, pada prinsipnya putuskan penetapan tersangka masuk
semua agama di Indonesia melarang objek praperadilan, bukankah itu
perbuatan tersebut. Apabila ini terus termasuk penambahan norma baru
dibiarkan tidak tertutup kemungkinan (positive legislator) dan Mahkamah sudah
masyarakat akan melakukan tindakan masuk wilayah kebijakan pidana atau
politik hukum pidana (criminal policy).
25 Ibid.
Oleh karena itu, penulis tidak
26 Ibid. sependapat dengan Putusan MK yang

12 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

menolak permohonan para Pemohon C. KESIMPULAN


untuk seluruhnya karena tidak Putusan MK RI No. 46/PUU-
mencerminkan rasa keadilan yang hidup XIV/2016 belum mencerminkan rasa
dalam masyarakat Indonesia. Andai saja keadilan yang hidup dalam masyarakat
MK mengabulkan permohonan tersebut, apabila dianalisis dalam perspektif
maka penulis yakin putusan MK akan hermeneutika hukum. Putusan MK
menjadi suatu putusan yang landmark tersebut lebih mengedepankan aspek
decision (putusan yang bersejarah) bagi kepastian hukum semata dengan
perjalanan bangsa ini dan merupakan mengorbankan keadilan dan
sebuah momentum untuk melakukan kemanfaatan. Kebutuhan positive legislator
perubahan beberapa norma yang ada di bukan kebutuhan yang parsial tapi
KUHP. Penulis juga tidak sependapat komprehensif. Positive legislator lebih
dengan cara berpikir 5 (lima) orang melihat bahwa hakim harus memiliki
Hakim Konstitusi tersebut karena hanya gagasan keadilan substantif yang berubah
mengedepankan aspek kepastian hukum mengikuti perkembangan masyarakat,
semata dengan mengorbankan keadilan tidak semata-mata keadilan prosedural.
dan kemanfaatan. Pada prinsipnya, Hal ini persis yang dinyatakan oleh 4
penulis sependapat dengan dissenting (empat) orang Hakim Konstitusi dalam
opinion dari 4 (empat) orang Hakim dissenting opinion yakni "positive legislator
Konstitusi di atas yang mencoba dengan memperluas ruang lingkup suatu
melakukan ijtihad menghadapi tindak pidana (strafbaar feit) dapat
fenomena-fenomena yang bertentangan dilakukan, manakala norma undang-
dengan Pancasila agar mencerminkan undang secara nyata mereduksi dan
rasa keadilan yang hidup dalam bahkan bertentangan dengan nilai agama
masyarakat. dan sinar ketuhanan yang pada dasarnya
bersifat 'terberi' (given) bagi ketertiban
dan kesejahteraan kehidupan manusia.

10th Edition. West Group, 2014.


Gunderloy, Mike. “Acronyms, Initialisms
DAFTAR PUSTAKA & Abbreviations Dictionary.”
Ali, Achmad. Menyibak Tabir Hukum. Fastsheet Five 1, no. 1 (1989): 32–36.
Jakarta: Gunung Agung, 2002. Hamidi, Jazim. Hermeneutika Hukum.
Ardhiwisastra, Yudha Bhakti. Penafsiran Malang: UB Press, 2011.
Dan Konstruksi Hukum. Bandung: “Https://News.Detik.Com/Kolom/d-
Alumni Bandung, 2012. 343 7491/Bukan-Mahkamah-
Atmawati, Dwi. “Gender Bias in Javanese Kalkulator,” n.d.
Society: A Study in Language In-queery, The Santa Cruz County. “Santa
Forms Choice to Men and Cruz Lesbian, Gay, Bisexual &
Women.” Humaniora, 2018. Transgendered Community
https://doi.org/10.21512/humani Center.” The Santa Cruz County In-
ora.v9i3.4937. Queery 9 (1996).
Collins, Charles B, and Michael D Januarsyah, Mas Putra Zenno.
Shankle. “The Handbook of “Penerapan Prinsip Ultimum
Lesbian, Gay, Bisexual, and Remedium Dalam Tindak Pidana
Transgender Public Health.” Korupsi.” Jurnal Yudisial, 2017.
Handbook of Lesbian, Gay, Bisexual, Mahkamah Konstitusi. “Putusan MK RI
& Transgender Public Health: A No. 46/PUU-XIV/2016.,” n.d.
Practitioner’s Guide to Service, 2006. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian
Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary Hukum (Edisi Revisi). Jakarta:

Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169 | 13
Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/Puu-Xiv/2016
Dalam Perspektif Hermeneutika Hukum

Kencana, 2017. Rosen, Maggie. “A Feminist Perspective


news.detik.com. “Zina LGBT Dan on the History of Women as
Putusan MK.” news.detik.com, Witches.” Dissenting Voices, 2017.
n.d.
https://news.detik.com/kolom/d
-3776123/ zina-lgbt-dan-putusan-
mk.

14 | Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2 Desember 2020. ISSN. 2655-7169

You might also like