11. ANTIEPILEPS! DAN ANTIKONVy; g,
Hendra Utama dan Instiaty
4. Pendahuluan
Se ee
2.3. Golongan Oksazoldingion |
4.1. Epilepsi _
1.2 Mekanisme kerja antiepilepsi
4.3. Kadar antiepilepsi dalam plasma
2. Antiepitepsi ;
2.1. Golongan Hidantoin
2.2, Golongan Barbiturat
2.4. Golongan Suksinimig
2.8. Karbamazepin
2.8. Golongan Benzodiazepin
2.7. Asam Valproat
2.8. Antiepilepsi lain
3. Prinsip pemilihan obat pag terapi ep
MDs
1. PENDAHULUAN episode singkat (disebut b;
Antkonvulsi_(antikejang) digunakan untuk
menoegah dan mengobati_ bangkitan eplepsi
(epileptic seizure) dan bangkitan non-epilepsi
Antikonvulsi juga digunakan mengatasi kejang
buken epilepsi, Fenobarbital diketahui memilki efek
konvulsi spesif, yang berarti efek antikonvulsinya
tidak berkaitan langsung dengan efek sedatiinya
Di Indonesia fénobarbital temnyata masih digunakan,
walaupun i luar negeri obat ini mulai banyak
ditinggakan. Fenitoin dienihidantoin), sampai saat
ini masih tetap merupakan obat utama antieplepsi,
Khususnya untuk bangkitan parsial dan bangkitan
emu Tonicklonik. Di samping itu karba-mazepin
sevakin banyak digunakan, karena dibandingkan
engan fenitcin efek sampingnya lebih sedikt dan
yang relatif bary
‘umumnya efekt dan lebinsedikit eis sampingnya,
1.1. EPILEPS|
Epilepsialah suatu sindrom
angguan susunay
msatonatbuspotandanboumy ee
* Dalam Bab i, kan sebagai
eae iin dower ta an Tas
ietalkcan.Nisahya, *sPoktan ena absence sos
angkitan
bisa war el
Bangkitan inj ie %
hiperaktivitas oye?
Psikik dan seaiy ee
yang abnormal dan bse
epilepsi dapat dinamay,
bersifat paroksismal,
Psi merupakan fenomen,
fan dengan tetupan isr,
normal yang eksesit eg
di suatu fokus dalam otak yang menyebatkay
bangkitan paroksismal. Fokus ini disebur neuren
epileptik, dan merupakan neuron-neuron yang
Sensitit terhadap rangsang. Neuron iniah Yang
Menjadi sumber bangkitan epilepsi
Lelupan depolarisasi dapat terjadi gi daeeh
Ks. Penjalaran yang terbatas di daerah korels
menimbulkan bangkitan parsial misanya
epilepsi fokal Jackson; letupan depolarisasi
tersebut dapat menjalar ke area yang lebih lss
dan_menimbulkan konvulsi umum (pangkien
Umum: generalized seizure). Letupan depolarsasi
di luar korteks motorik antara lain di koreks
Sensorik, pusat subkoriikal, menimbulkan geiaé
ura prakonvulsiantarallain adanya penghiduanbau
Wangi-wangian, gangguan paroksismal ioe
kesadaran/kejiwaan; selanjutnya penjalaran i
daerah korteks motorik menyebabkan Lan
Berdasarkan tempat asal letupan depolrss,
Jenis bangkitan dan penjalaran depolarsasi
Sebut, dikenal berbagai jenis epilepsi.
recurrent seizure); kesadara
menurun sampai_hilang.
disertai kejang (konvulsi),
gangguan sensorik atau
gambaran letupan EEG
Gambaran EEG pada
disritmia serebral yang
Bangkitan epiley
Klinis_ yang berkait
atau depolarisasi aby
Korte}
akan
Dipindai dengan CamScanner
|dan Antonia!
sot
nas! BANGKITAN EPLEPS!
sinan obet untuk terapi masing-masing
ops tergantung dari Bentuk bangkitan
pet oF nis dan Kelainan EEGnya, Tidak
te pon Klasifkasi epitepsi yang dapat me-
idan dierima oleh semua abli penyakit
iasifkasi epilepsi secara internasional
sa enyak membantu sebagai pedoman untuk
viaasan obet antiepilepsi, Untuk maksud
garequnakanrasifkasi yang lazim dipakai di
x dan berkatan erat dengan efektivitas obat
te Pada dasamnya, eptepsi dapat dibagi
erie 3 golongan yet:
|. Bangkitan umum (generelized) primer
(epilepei uum)", terdiri dari:
4, Bengkitan tonik-klonkk (epilepsi grand
mal)
2. Bangkitan lena (epitepsi petit mal atau
absens)
3. Bangkiten lena yang tidak khas (atypical
absences), bengkiten tonik, bangkitan
Klonik, bangkitan atonik, bangkitan infantil
(epeorne infer)
Il Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi
patsial atau fokal)*
1. Bangkitan parsial sederhana
a. berasal dari lobus motor frontal:
(tonik, klonik, tonik-klonik, Jaksonian)
b. berasel deri somatosensoris (visual,
auditorik, olfaktorius, gustatorius,
_ Vertiginosa)
¢.” otonom|
4. psikis mumi
Bangkitan parsial kompleks, misalnya
epilepsi psikomotor (epilepsi lobus tempo-
ree)
Bangkitan parsiel yang berkembang men-
jadi bangkitan umum.**
2.
SS
Dangkdan yang beraue! deri 2 hemiaterfbiatoral tanpe adanye
tan foal
Se pan tk yong abnormal pa daerah teens
oa
“atten math bak
ise pre’
* Cron ape optoget echt
183
Il. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan
| atau 1). Akan dibahas juga tentang kejang
demiam dan status epilepticus,
Bangkitan umum tonik-klonik (grand-mal)
Merupakan jenis bangkitan yang paling dramatis,
tetjadi pada 10% populasi epilepsi, terdiri atas 3
fase: fase tonik, fase kionik dan fase pascakejang.
Bangkitan lena (petit-malj/absans
Bangkitan lena terjadi secara mendadak dan juga
hilang secara mendadak (10-45 detik). Manifestasi
klinis berupa kesadaran menurun sementara namun
kendali atas postur tubuh masih balk (pasien tidak
jatuh), biasanya disertai atomatisme (gerakan-
‘gerakan berulang), mata berkedip, gerakan-gerakan
ekstremitas berulang, gerakan mengunyah.
Terjadi sejak masa kanak-kanak (4-8 tahun). Remisi
spontan pada 60-70% pasien pada masa remaja.
Seringkali disertai oleh bangkitan umum sekunder.
Bangkitan lena atipikal
Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural
yang terjadi lebih tambat dan lebih lama, biasanya
pada pasien retardasi mental. Jenis ini lebih
refrakter terhadap terapi.
Bangkitan mioklonik (bangkitan klonik)
Berupa kontraksi otot sebagian/ seluruh tubuh
yang terjadi secara cepat dan mendadak. Mioklonik
dapat menyertai berbagai jenis bangkitan seperti
bangkitan_ umum tonikcklonik, bangkitan parsial,
bangkitan umum tipe absens, dan spasme infantil.
Bangkitan atonik
Penderita bangkitan atonik mengalami kehilangan
tonus otot postural yang tibaciba sehingga
seringkali mendadak jatuh. Sering terjadi pada
anak-anak.
Spasme infantil
Terjadi pada usia 4-8 bulan. Manifestasi klinisnya
berupa kontraksi leher, batang tubuh dan ekstremi-
tas yang simetris bilateral; ada fragmentasi serangan
kejangfterputus. Faktor pencetus di antaranya
infeksi, kemikterus, tuberkulosis, hipergiikemi
hipogiikemia, dan kelainan metabolisme. Sebagian
besar tidak responsif terhadap terapi dan retardasi
mental tidak dapat dicegah dengan terapi.
ipindai dengan CamScanner184
Bangkitan parsial sederhana a
Dapat menyebabkan gejala-gejala mato, ae
fk, otonom dan psikis tergantung koriet® HoT
yang teratvasi, namun Kesadaran tak lea a
Peenyebaran Ieupan Istik abnomal Um
rminimal dan pasien tetap sadar
Bangkitan parsial kompleks
temporalis)
Pada bangkitan parsial Kompleks penyebaren
fetupan listrik yang abnormal lebih ee
Biasanya terjadi dari lobus temporal karena lob a
ini rentan terhadap hipoksia/infeksi. Secara Klinis
‘ada tanda peringatan (‘aura’) yang disertai oleh
perubahan kesadaran, diikuti oleh otornatisme,
yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti
menjlat bibir, menelan, menggaruk, berjalan,
yang biasanya berlangsung selama 30-120 detik.
Biasanya pasien kembali normal dan merasa
kelelahan selama beberapa jam.
{epilepsi_ lobus
Bangkitan parsial yang berkembang menjadi
bangkitan umum.
Biasanya terjadi pada bangkitan parsial sederhana
Status epileptikus
Yaitu suatu bangkitan yang terjadi berulang-ulang.
Pasien belum sadar setelah episode pertama,
serangan berikutnya sudah dimulai. Keadaan ini
‘merupakan suatu kegawatdaruratan. Ada berbagai
jenis status epileptikus, tapi yang paling sering
adalah jenis status epilepticus umum, tonik-klonik
(grand-mal), Penyebabnya bisakarena penghentian
terapi yang mendadak, terapi yang tidak memadai,
enyakitpenyakit dalam otak (ensefalitis, tumor
dalam otak, kelainan serebrovaskular), keracunan
alkohol, atau kehamilan
Kejang demam
Kejang demam adalah kejang pada anak usia 6 bulan
‘sampai 5 tahun tanpa disertai kelainan neurologis,
bersifat umum, singkat (< 15 menit), dan terjadi
pada keadaan demam. Anak-anak dengan infeksi
‘susunan saraf pusat atau kejang tanpa demam
sebelumnya tid
Sebelumnya tidak dapat cisebut menderta kejang
Farmakologi dan y
MEKANISME TERJADINYA BANGKITAN Epi ¢
Konsep eee octal telah
ukakan satu abad yang lalu oleh John Hy,
‘Jackson, Bapak Epilepsi Modern Pada a
apilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang
timbul kadang-kadang, secara tibaciba, bee
lebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitay
umum bila neuron normal di sekitamya terkeng
pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap
dianut dengan beberapa perubahan kecil, Adanya
jetupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar
diagnosis diferensial epilepsi memang dapat
dibuktikan.
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan
umum primer adalah Karena adanya letupan lst
di fokal korteks. Bangkitan yang dimulai di salah
‘satu korteks serebri disebut fokal atau parsial
‘Sedangkan bangkitan umum mulai dengan cepat
menjalar secara bilateral. Gejala Kiinis tergantung
agian otak yang tereksitasi, misalnya salvasi
midriasis, dan takikardi, bila mengenai pusat saraf
‘otonom. Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali
ke fokus korteks asalnya sehingga akan meningkat-
kan penyebaran letupan listrik ke neuron-neuron
spinal metalui jalur kortikospinal dan retikulospinal dan
menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Secara kins
terjadi fase tonik-klonik berulang kali dan akhimya
timbul "kelelahan” neuron pada fokus epilepsi dan me-
nimbulkan paralisis dan kelelahan pascaepilepsi
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial melipui
dua fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi.
1. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial
aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan
kanal ion Ca” dan Na’ serta hiper-polarisasi/
hipersinkronisasi yang dimediasi_ oleh
reseptor GABA atau kanal ion K*
2. Fase propagasi, Dalam keadaan normal, penye~
baran depolarisasi akan dihambat oleh neuron-
Neuron inhibisi di sekitarnya yang mengadakan
hiperpolarisasi. Namun pada fase propagasi
terjadi peningkatan K* intrasel (yang mende-
polarisasi neuron di sekitarnya), akumulasi
Ca” pada ujung saraf prasinaps (meningkat-
kan penglepasan neurotransmiter), sert@
Menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan
Meningkatkan ion Ca‘ sehingga tidak terjad!
inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarny2
Kemudian akan dilanjutkan dengan penye-
Dipindai dengan CamScannereo dan aot
ol
dati korteks hingga spinal yang dapat
bat pabkanepilepsi Umum sekunder
men)
4.2. MEKANISME KERJA
“" ANTIEPILEPS!
pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja
‘menghambat proses inisiasidan penyebaran
untuk famun umurmnya, obat antieplepsi lebih
vei membatasi proses penyebaran kejang
bemvada_mencegah proses inisiasi. Dengan
datften, secara umum ada dua mekanisme
- antiepilepsi, yakni: (1) peningkatan inhibisi
(aBh-eraik) dan (2) penurunan eksitasi; yang
emucian memodifikasi Konduksi ion Na’, Cae, K*,
dant atau aktivitas neuroransmitor, meliputi:
4, Inhibisi kanal Na* pada membran sel akson.
Contoh: fenitoin dan karbamazepin (pada
dosis
terap), fenobarbital dan asam valproat (dosis
tinggi), lamotrigin, topiramat, zonisamid,
2. Inhbisi kanal Ca tipe T pada neuron talamus
(yang berperan sebagai pacemaker untuk mem-
bangkitkan letupan listik umum di korteks),
Contoh: etosuksimid, asam valproat, dan
clonazepam,
3. Peningkatan inhibisi GABA
a.langsung pada kompleks GABA dan kom-
pleks Cr.
Contoh: benzodiazepin, barbiturat.
. menghambat degradasi GABA, yaitu dengan
mempengaruhi re-uptake dan metabolisme
GABA.
Contoh: tiagabin,
vigabatrin,
valproat, gabapentin.
asam
Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui
. blok reseptor NMDA, misalnya lamotrigin
b.blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital,
topiramat.
1.3. KADAR ANTIEPILEPSI
DALAM PLASMA
Penetapan kadar antiepilepsi yang merupakan
Kegiatan Therapeutic Drug Monitoring berperanan
185
Penting dalam individualisasi dosis.antiepilepsi
karena berbagai faktor dapat menyebabkan obat
yang diminum menghasilkan kadar yang berbeda
antar individu. Perbedaan faktor genet dan fisiologis
‘akan mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotrans-
formasi, maupun ekskresi obat. Pengukuran kadar
bat akan membantu dokter untuk mengetahuil
mendeteksi: (1) kepatuhan pasien; (2) apakah
kadar terapi sudah dicapai dengan dosis yang di-
berikan; (3) apakah peningkatan dosis masih dapat
dilakukan pada bangkitan yang belum terkendali
tanpa menimbutkan efek toksik; (4) besarnya dosis
untuk penyesuaian bila terjadi interaksi obat, serta
Perubahan keadaan fisiologis maupun penyakit.
Manfaat penetapan kadar antiepilepsi dalam
darah pasien sudah jelas, yaitu 80% pasien dapat
dikendalikan kejangnya dengan antiepilepsi yang
tersedia saat ini, bila obat yang diberikan mem-
berikan kadar terapi optimal. Dengan memantau
kadar antiepilepsi, maka dosis dapat diberikan
secara individual agar efek toksik dan kegagalan
terapi dapat dinindarkan. Fenitoin merupakan salah
satu antiepilepsi yang kadamya dalam darah sangat
Perlu dipantau. Pada dosis terapi, biotransformasi
fenitoin mungkin sudah mengalami kejenuhan se-
hingga dengan perubahan dosis yang kecil dapat
‘menimbulkan perubahan kadar yang drastis.
Meskipun demikian, kadar terapi tidak boleh
menjadi acuan terapi. Monitoring kadar obat dapat
™memberi panduan penyesuaian dosis tetapi kepu-
tusan akhir tetap berdasarkan observasi Klinisnya,
Jai, tidak perlu meningkatkan dosis yang ternyata
di bawah dosis terapi bila tidak ada serangan.
2. ANTIEPILEPS!
Hingga kini, ada 16 obat antiepilepsi dan
obat-obat tersebut digolongkan dalam 5 golongan
kimiawi, yakni hidantoin, barbiturat, oksazolidin-
dion, suksinimid, dan asetil urea
Karbamazepin dan asam valproat memegang
peran penting dalam pengobatan epilepsi; karba-
‘mazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun
kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk
bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena
dengan bangkitan tonik-klonik.
ipindai dengan CamScanner186
Obat: antiepilepsi dan indikasinya dapat dilihat
pada Tabel 11-1.
INETI 1. Seba-
IK OBAT ANTIEPILEPSI.
ARM ba anjieplepsi dimetabotsme
igabatti papentin
kecuali vigabatrin dan gat
Oe nasl ‘oleh ekskresi ginjal. Fenitoin aon
‘alami metabolisme hati yang tersaturasi. Banyal
‘obat antiepilepsi bekerja dengan lebih dari satu
mekanisme.
2.1. GOLONGAN HIDANTOIN
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga
senyawa antixonvulsi: fenitoin (difenithidantoin),
mefenitoin, dan etotoin; dengan fenitoin sebagai
prototipe.
Kini juga telah tersedia fostenitoin, yakni
pentuk fenitoin yang lebih mudah larut dan dipakai
‘untuk penggunaan parenteral, Fenitoin yang
semula merupakan obat utama untuk hampir
semua jenis epilepsi kecuali bangkitan lena,
sekarang telah tergeser oleh obat yang profil
keamanannya lebih baik karbamazepin,
valproat dan lamotrigin. Adanya gugus fenil atau
‘aromatik lainnya pada atom C, penting untuk efek
pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan
‘gugus aki berkatan dengan efek sedasi sifat yang
{erdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi
tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada
atom N, akan mengubah spektrum aktivitas misal~
nya mefenitoin, dan hasil N-demetilasi oleh enzim
‘mikrosom hati menghasikkan metabolit tidak aktf.
FARMAKODINAMIK. Fenitoin berefek antikonvulsi
tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis
toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal me-
nimbuikan rigitas deserebrasi. Sifat antikonvulsi
fenitoin didasarkan pada penghambatan perjalaran
rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek
stabiisasi membran sel oleh fenitoin juga terihat
pada saraftepi dan membran sel lainnya yang juga
mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di
jantung. Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem
fisiologis, khususnya: konduktansi Na’, K*, dan
C2 pada neuron; potensial membrane: dan ‘neu.
rts norpinaeiot, eta GABA
a p Konduktans Na* juga tr
dengan karbamazepi,lamotigin dan Valet.
teri
Farmakologi dan
Te
"ep,
FARMAKOKINETIK. AbsOmpS feitoin yang dig,
an secara oral berlangsung lambat, sesekak ty
tengkap. 10% dari dosis oral diekskresi bersama ye
dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plag
Gicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muat
ose) perlu diberikan. 600-800 mg. dalam dos,
terbagi antara 6-12 jam, Kadar efektif plasma akan
tereapai dalam waktu 24 jam, Pemberian fenton
gecara IM, menyebabkan feriloin meng-endap qj
tempat suntkan sehingga absorpsi eratk. Setetgh
ssuntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak, ofat
skelet dan jaringan lemak lebih rendah daripada
kadar di dalam hati, ginjal dan kelenjar fur.
Pengikatan fenitoin oleh albumin plasma kira-
Kira 90%. Pada keadaan hipoalbuminemia/uremia
‘adi penurunan protein plasma, sehingga kadar
plasma feritoin total menurun. Walau demikan,
fenitoin bebas tidak jelas menurun, sehingga bila
pada keadaan ini dosis fertoin dtambah maka
toksisitas dapat terjadi. Pada orang sehat, termasuk
wwanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi
oral, fraksi bebas kira-kira 10%, sedangkan pada
neonates maupun pasion dengan penyakit ginal
penyakit hati, fraksi bebas rata-rata di atas 15%
Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar antara
58%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan
saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi
mula kerja lebih lambat daripada fenobatbita
Biotransformasi terutama berlangsung melalui
proses hidroksilasi oleh enzim mikrosom hati
Metabolt utamanya ialah derivat parahidroksifent
Biotransformasi oleh enzim mikrosom hati sudah
mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga
peninggian dosis akan meningkatkan kadar fen
foin dalam serum secara tidak proporsional dan
menyebabkan intoksikasi Oksidasi pada satu gugus
fenil_sudah_menghilangkan efek antikonvulsinya
Sebagian besar metabolit fenitoin diekresi bersama
empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan
biotransformasifanjutan dan diekskresi melalui ginal
Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekres!
oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami
reabsompsi.
INTERAKSI OBAT. Kadar fenitoin dalam plasma
akan meninggi bila diberikan bersama klo-
ramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol
dan beberapa sulfonamid tertentu, karena obat
obat tersebut menghambat biotransformasi fenitein.
Sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat da
Dipindai dengan CamScanner7 188
Bila timbul gejala nepatotsitet vets
b is, anemia meds
ions abt eat atau Feanan dara eis
thin abet desis! flat) atau A
batan peru dihent .
Iain, maka Penge at teratogenik. Kemungkinat
enitoin bersifal k
mestian ayi dengan cacat Kongenita meringat
7 ral pa, bia bunya rmendepalk2n teap enn
‘pieeter pertama kehamian. CaPc!
ital yang menonjol ialah sindrome fetal-
fidontoin, yakni sumbing Bibi, SUMDING pala.
penyakitjantung Kongenita pertumbutan lambat,
Gan defisiensi mental. Pada xenamian Janjut
fenitoin menyebabkan ‘abnormalitas tulang pat x
neonatus. Penggunaan fenitoin pada wanita ham
tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa
bangkitan epilepsi sendir dapat menyebabkan cacat
pada anak, sedangkan sebagian otal ibu yang
nengkonsumsiferitoin melahirkan bay! normal.
diindikasikan terutama untuk
i dan bangkitan parsial atau
yakit saraf di Indonesia
inaan fenobarbital karena
keamanan yang sempit
Eek samping dan efek toksiknya sekalipun ringan,
cukup menggangu terutama pada anak. Fenitoin
juga bermanfaat pada bangkitan parsial Kompleks.
indikasi lain fenitoin ialah neuralgia trigeminal
dan aritmia jantung.
INDIKASI. Fenitoin
bangkitan tonik-kloni
fokal. Banyak ahli pen)
masih menyukai penggut
feritoin memiliki batas
SEDIAAN DAN POSOLOGL Feritoin (dfeni-
Iridantoin) tersedia sebagai garam Na dalam
pentuk kapsul 100 mg dan tablet Kunyah 50 mg
untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik
4100 mg/ 2 mL. Di samping itu juga tersedia bentuk
sirup dengan takaran 125 mg/5 ml dan sirup
untuk anak 30 mg! mL. Kini juga tersedia feritoin
lepas lambat dalam bentuk Kapsul 200 mg dan 300
mg dan suntikan fosfenitoin 75 mg/mL. yang dapat
diberkan secaraintramuskular ataupun intravena
Harus diperhatikan agar kadar dalam plasma
optimal, yaitu berkisarantara 10-20 uglmL. Kadar
di bawahnya kurang efektf untuk pengendalian
konvusi, sedangkan kadar eb tinggi hampir seal
diserta gejalatoksik. Pada kadar datas 20 ygimL.
dapat timbulristagmus; kadar di atas 30 pg/mL.
menyebabkan ataksia; dan kadar di atas 40 g/mL
disertai letargi. Dosis feito harus selalu disesuat
kan untuk masing-masing individu; patokan kadar
terapiantara 10-20 iglmL bukan_merupakan
__ angka mutlak Karena beberapa pasien menun-
ide
|
jukkan efektivitas fenitoin 7
8 ygimL, sedangkan pada pasa Pada tag, |
sudah terjadi pada kadar 15 aa Mista
d so Pemberian oral, dose “
fewasa 300 ma, dilanjutkan J
antara 300-400 mg, makin not at
‘Anak di atas 6 tahun, dosis awal sama qer_S¢har
dewasa, sedangkan untuk anak di bayer 8
dosis awal 1/3 dosis dewasa; dosis ruc ye 2
4-8 mg/kgBB sehari, maksimum, 300 a" ialay,
awal dibagi dalam 2-3 kali pemberiat” Dosis
rumatan dapat diberikan sebagai dosic
harian tanpa_mengurangi efektvitasnya
masa paruh fenitoin cukup panjang, teta arena
berian dalam dosis terbagi akan Thongha Pem.
fluktuasi kadar fenitoin darah yang minimal A
Pasien yang baru pertama kali menda
fenitoin tidak segera memperoleh efek, kare
adanya tenggang waktu (time fag). Oleh arena
itu, terapi secara periodik umpamanya pads
bangkitan yang berkaitan dengan haid, seydgya.
nya tidak menunggu sampai datangnya ay
Untuk mengganti terapi epilepsi dari fenobartia
menjadi fenitoin, penghentian fenobarbital juga
harus bertahap, sebab penghentian secaratiba
tiba dapat menyebabkan bangkitan berupa status
epileptikus yang berbahaya.
is
tunggat
2.2. GOLONGAN BARBITURAT
Di samping sebagai hipnotik-sedatif, golongan
barbiturat efektif sebagai obat _antikonvus.
Biasanya yang digunakan adalah barbiturat kerja
panjang (long acting barbiturates). Di sini d-
bicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturat yaitu
fenobarbital dan primidon yang struktur ki-mianya
mirip dengan barbiturat.
Sebagai antiepilepsi fenobarbital_ meneken
letupan di fokus epilepsi. Barbiturat menghambal
tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengu-
rangi pembentukan fosfat berenergi tinggi. Seryawa
fosfat ini diperlukan untuk untuk sintesis new:
transmiter misalnya ACh dan untuk repolansas
membran sel neuron
FENOBARBITAL. Fenobarbital (asam 5,5-fenik
etil barbiturat) merupakan senyawa organik pertama
yang digunakan dalam pengobatan antkonvuls
Kerianya membatasi penjalaran aktivitas maupy"
bangkitan dan menaikkan ambang rangs@ng
Dipindai dengan CamScannerdan Antikonvulsi
itl masih merupakan obat antikonvulsi
rena cukup efektif dan murah. Dosis
piihan relat rendah. Efek sedatif, dalam hal
iy ap sebagai efek samping, dapat diatasi
pemberian stimulan sentral tanpa me-
dengan j etek antikovulsinya,
1g72n9 ebarbtal merupakan obat pithan utama
rk terapi Kejang dan kejang demam pada anak,
pais dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali
or 250 mg schar Dosis anak ialah 30-100 mg
That. Uatuk Kejang demam yang berulang pada
Srak dapat diberikan dosis muat (oading dose)
3: ma/kgBB dan ditambah dengan dosis rumatan
34 mgkgBB. Untuk mengendalikan epilepsi
Gsarankan Kadar plasma optimal berkisar antara
40-40 ugimL. Kadar plasma di atas 40 ugimL sering
gisertai gejala toksik yang nyata. Penghentian
pemberian fenobarbital harus secara bertahap
guia mencegah Kemungkinan meningkatnya fre-
uensi bangkitan Kembali, atau sebaliknya bang-
Kian status epilepticus.
Penggunaan fenobarbital menyebabkan ber
bagai efek samping seperti sedasi, psikosis akut,
agtasi, dan hiperaktivitas pada anak. Turunan
fenobarbital seperti metabarbital atau mefobarbital
dianggap lebih aman tetapi tidak tersedia di
Indonesia.
Interaksi fenobarbital dengan obat lain umum-
nya terjadi karena fenobarbital meningkatkan akti-
vitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam
valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital
meningkat 40%,
PRIMIDON. Primidon, 2-deoksifenobarbital ber-
sifat antikonvulsi mirip fenobarbital. Primidon lebih
cfektf daripada fenobarbital, terutama untuk terapi
kejang parsial dan kejang umum tonik klonik. Dulu
primidon adalah obat pilihan utara untuk kejang
Parsial kompleks, tetapi karbamazepin dan fenitoin
ter lebih baik daripada primidon. Potensi anti-
konvulsinya lebih lemah sebab ‘oksigen-karbonil
bagian urea diganti dengan hidrogen, Primidon
‘alam tubuh sebagian mengalami oksidasi menjadi
‘enobarbital, sebagian mengalami_ dekarboksilasi
°ksidatif pada atom C, menjadi feniletil malonamid
(FEMA) yang tetap akiif.
Efek samping pada SSP berupa rasa
kanluk, ataksia, pusing, sakit kepala, dan mual
Etek samping ini biasanya tidak berbahaya dan
Menghilang dengan sendirinya walaupun pe-
"gobatan diteruskan. Kelainan kulit yang lebih
Jarang tefadi berupa ram motbilfomn, dan
edema pitting. Selain tu dapat teradi anoveksia
impotensi, dan aktvasi psikotk, terutama pada
Basien epilepsi psikomotor. Tidak dlaporkan
tao hati dan ginjal oleh primidon.
(qukapenia dan anemia megalblastk pea
Hiperaktivitas dapat terjadi dan dapat di-
kurangi dengan dosis awal rendah. Dosis dewasa
dimulai dengan 3 kali 50 mg sehari; kemudian di-
naikkan sampai 0,75-1,5 gram sehari, untuk 3 kali
pemberian.
Primidon efektif untuk semua bentuk bangkit-
an atau epilepsi, Kecuali bangktan lena, Efeknya
baik untuk bangkitan tonik-klonik yang telah refrak-
ter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi
dalam kombinasi dengan fenitoin, Untuk bangkitan
parsial kompleks dan bangkitan akinetik minor
(suatu varian bangkitan lena), prmidon merupakan
bat terpilih; sedangkan terhadap bangkitan lena
sendin efeknya tidak memuaskan
Fenitoin dilaporkan meningkatkan konversi
primidon menjadi fenobarbital, ‘sebaliknya INH
‘menghambat konversi primidon menjadi fenobar-
bital dan FEMA,
2.3. GOLONGAN
OKSAZOLIDINDION
TRIMETADION. Trimetadion —_(3,5,5crimetilok-
sazolidin-24-dion), merupakan obat antiepilepsi
tipe absans, namun setelah etosuksimid dipakal
secara luas pada tahun 1960, trimetadion tidak
tersedia di Indonesia ae
2.4. GOLONGAN SUKSINIMID
Antiepilepsi golongan suksinimid yang diguna-
kan di Klinik adalah etosuksimid, metsuksimid,
dan fensuksimid. Metsuksimid bersifat lebih
toksik. Etosuksimid paling efektif bila dibandingkan
dengan metsuksimid atau fensuksimid. Berdasarkan
penelitian pada hewan, spektrum antikonvulsi
‘etosuksimid sama dengan timetadion. Eto-suksimid,
dengan sifat antipetlentrazol terkuat, merupakan
‘obal yang paling selektfterhadap bangkitan lena,
ETOSUKSIMID. Etosuksimid diabsorpsi lengkap
melalui saluran cera. Setelah dosis tunggal oral,
Dipindai dengan CamScanner