You are on page 1of 7
11. ANTIEPILEPS! DAN ANTIKONVy; g, Hendra Utama dan Instiaty 4. Pendahuluan Se ee 2.3. Golongan Oksazoldingion | 4.1. Epilepsi _ 1.2 Mekanisme kerja antiepilepsi 4.3. Kadar antiepilepsi dalam plasma 2. Antiepitepsi ; 2.1. Golongan Hidantoin 2.2, Golongan Barbiturat 2.4. Golongan Suksinimig 2.8. Karbamazepin 2.8. Golongan Benzodiazepin 2.7. Asam Valproat 2.8. Antiepilepsi lain 3. Prinsip pemilihan obat pag terapi ep MDs 1. PENDAHULUAN episode singkat (disebut b; Antkonvulsi_(antikejang) digunakan untuk menoegah dan mengobati_ bangkitan eplepsi (epileptic seizure) dan bangkitan non-epilepsi Antikonvulsi juga digunakan mengatasi kejang buken epilepsi, Fenobarbital diketahui memilki efek konvulsi spesif, yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek sedatiinya Di Indonesia fénobarbital temnyata masih digunakan, walaupun i luar negeri obat ini mulai banyak ditinggakan. Fenitoin dienihidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama antieplepsi, Khususnya untuk bangkitan parsial dan bangkitan emu Tonicklonik. Di samping itu karba-mazepin sevakin banyak digunakan, karena dibandingkan engan fenitcin efek sampingnya lebih sedikt dan yang relatif bary ‘umumnya efekt dan lebinsedikit eis sampingnya, 1.1. EPILEPS| Epilepsialah suatu sindrom angguan susunay msatonatbuspotandanboumy ee * Dalam Bab i, kan sebagai eae iin dower ta an Tas ietalkcan.Nisahya, *sPoktan ena absence sos angkitan bisa war el Bangkitan inj ie % hiperaktivitas oye? Psikik dan seaiy ee yang abnormal dan bse epilepsi dapat dinamay, bersifat paroksismal, Psi merupakan fenomen, fan dengan tetupan isr, normal yang eksesit eg di suatu fokus dalam otak yang menyebatkay bangkitan paroksismal. Fokus ini disebur neuren epileptik, dan merupakan neuron-neuron yang Sensitit terhadap rangsang. Neuron iniah Yang Menjadi sumber bangkitan epilepsi Lelupan depolarisasi dapat terjadi gi daeeh Ks. Penjalaran yang terbatas di daerah korels menimbulkan bangkitan parsial misanya epilepsi fokal Jackson; letupan depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area yang lebih lss dan_menimbulkan konvulsi umum (pangkien Umum: generalized seizure). Letupan depolarsasi di luar korteks motorik antara lain di koreks Sensorik, pusat subkoriikal, menimbulkan geiaé ura prakonvulsiantarallain adanya penghiduanbau Wangi-wangian, gangguan paroksismal ioe kesadaran/kejiwaan; selanjutnya penjalaran i daerah korteks motorik menyebabkan Lan Berdasarkan tempat asal letupan depolrss, Jenis bangkitan dan penjalaran depolarsasi Sebut, dikenal berbagai jenis epilepsi. recurrent seizure); kesadara menurun sampai_hilang. disertai kejang (konvulsi), gangguan sensorik atau gambaran letupan EEG Gambaran EEG pada disritmia serebral yang Bangkitan epiley Klinis_ yang berkait atau depolarisasi aby Korte} akan Dipindai dengan CamScanner | dan Antonia! sot nas! BANGKITAN EPLEPS! sinan obet untuk terapi masing-masing ops tergantung dari Bentuk bangkitan pet oF nis dan Kelainan EEGnya, Tidak te pon Klasifkasi epitepsi yang dapat me- idan dierima oleh semua abli penyakit iasifkasi epilepsi secara internasional sa enyak membantu sebagai pedoman untuk viaasan obet antiepilepsi, Untuk maksud garequnakanrasifkasi yang lazim dipakai di x dan berkatan erat dengan efektivitas obat te Pada dasamnya, eptepsi dapat dibagi erie 3 golongan yet: |. Bangkitan umum (generelized) primer (epilepei uum)", terdiri dari: 4, Bengkitan tonik-klonkk (epilepsi grand mal) 2. Bangkitan lena (epitepsi petit mal atau absens) 3. Bangkiten lena yang tidak khas (atypical absences), bengkiten tonik, bangkitan Klonik, bangkitan atonik, bangkitan infantil (epeorne infer) Il Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi patsial atau fokal)* 1. Bangkitan parsial sederhana a. berasal dari lobus motor frontal: (tonik, klonik, tonik-klonik, Jaksonian) b. berasel deri somatosensoris (visual, auditorik, olfaktorius, gustatorius, _ Vertiginosa) ¢.” otonom| 4. psikis mumi Bangkitan parsial kompleks, misalnya epilepsi psikomotor (epilepsi lobus tempo- ree) Bangkitan parsiel yang berkembang men- jadi bangkitan umum.** 2. SS Dangkdan yang beraue! deri 2 hemiaterfbiatoral tanpe adanye tan foal Se pan tk yong abnormal pa daerah teens oa “atten math bak ise pre’ * Cron ape optoget echt 183 Il. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan | atau 1). Akan dibahas juga tentang kejang demiam dan status epilepticus, Bangkitan umum tonik-klonik (grand-mal) Merupakan jenis bangkitan yang paling dramatis, tetjadi pada 10% populasi epilepsi, terdiri atas 3 fase: fase tonik, fase kionik dan fase pascakejang. Bangkitan lena (petit-malj/absans Bangkitan lena terjadi secara mendadak dan juga hilang secara mendadak (10-45 detik). Manifestasi klinis berupa kesadaran menurun sementara namun kendali atas postur tubuh masih balk (pasien tidak jatuh), biasanya disertai atomatisme (gerakan- ‘gerakan berulang), mata berkedip, gerakan-gerakan ekstremitas berulang, gerakan mengunyah. Terjadi sejak masa kanak-kanak (4-8 tahun). Remisi spontan pada 60-70% pasien pada masa remaja. Seringkali disertai oleh bangkitan umum sekunder. Bangkitan lena atipikal Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural yang terjadi lebih tambat dan lebih lama, biasanya pada pasien retardasi mental. Jenis ini lebih refrakter terhadap terapi. Bangkitan mioklonik (bangkitan klonik) Berupa kontraksi otot sebagian/ seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan mendadak. Mioklonik dapat menyertai berbagai jenis bangkitan seperti bangkitan_ umum tonikcklonik, bangkitan parsial, bangkitan umum tipe absens, dan spasme infantil. Bangkitan atonik Penderita bangkitan atonik mengalami kehilangan tonus otot postural yang tibaciba sehingga seringkali mendadak jatuh. Sering terjadi pada anak-anak. Spasme infantil Terjadi pada usia 4-8 bulan. Manifestasi klinisnya berupa kontraksi leher, batang tubuh dan ekstremi- tas yang simetris bilateral; ada fragmentasi serangan kejangfterputus. Faktor pencetus di antaranya infeksi, kemikterus, tuberkulosis, hipergiikemi hipogiikemia, dan kelainan metabolisme. Sebagian besar tidak responsif terhadap terapi dan retardasi mental tidak dapat dicegah dengan terapi. ipindai dengan CamScanner 184 Bangkitan parsial sederhana a Dapat menyebabkan gejala-gejala mato, ae fk, otonom dan psikis tergantung koriet® HoT yang teratvasi, namun Kesadaran tak lea a Peenyebaran Ieupan Istik abnomal Um rminimal dan pasien tetap sadar Bangkitan parsial kompleks temporalis) Pada bangkitan parsial Kompleks penyebaren fetupan listrik yang abnormal lebih ee Biasanya terjadi dari lobus temporal karena lob a ini rentan terhadap hipoksia/infeksi. Secara Klinis ‘ada tanda peringatan (‘aura’) yang disertai oleh perubahan kesadaran, diikuti oleh otornatisme, yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti menjlat bibir, menelan, menggaruk, berjalan, yang biasanya berlangsung selama 30-120 detik. Biasanya pasien kembali normal dan merasa kelelahan selama beberapa jam. {epilepsi_ lobus Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum. Biasanya terjadi pada bangkitan parsial sederhana Status epileptikus Yaitu suatu bangkitan yang terjadi berulang-ulang. Pasien belum sadar setelah episode pertama, serangan berikutnya sudah dimulai. Keadaan ini ‘merupakan suatu kegawatdaruratan. Ada berbagai jenis status epileptikus, tapi yang paling sering adalah jenis status epilepticus umum, tonik-klonik (grand-mal), Penyebabnya bisakarena penghentian terapi yang mendadak, terapi yang tidak memadai, enyakitpenyakit dalam otak (ensefalitis, tumor dalam otak, kelainan serebrovaskular), keracunan alkohol, atau kehamilan Kejang demam Kejang demam adalah kejang pada anak usia 6 bulan ‘sampai 5 tahun tanpa disertai kelainan neurologis, bersifat umum, singkat (< 15 menit), dan terjadi pada keadaan demam. Anak-anak dengan infeksi ‘susunan saraf pusat atau kejang tanpa demam sebelumnya tid Sebelumnya tidak dapat cisebut menderta kejang Farmakologi dan y MEKANISME TERJADINYA BANGKITAN Epi ¢ Konsep eee octal telah ukakan satu abad yang lalu oleh John Hy, ‘Jackson, Bapak Epilepsi Modern Pada a apilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang, secara tibaciba, bee lebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitay umum bila neuron normal di sekitamya terkeng pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil, Adanya jetupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah Karena adanya letupan lst di fokal korteks. Bangkitan yang dimulai di salah ‘satu korteks serebri disebut fokal atau parsial ‘Sedangkan bangkitan umum mulai dengan cepat menjalar secara bilateral. Gejala Kiinis tergantung agian otak yang tereksitasi, misalnya salvasi midriasis, dan takikardi, bila mengenai pusat saraf ‘otonom. Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke fokus korteks asalnya sehingga akan meningkat- kan penyebaran letupan listrik ke neuron-neuron spinal metalui jalur kortikospinal dan retikulospinal dan menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Secara kins terjadi fase tonik-klonik berulang kali dan akhimya timbul "kelelahan” neuron pada fokus epilepsi dan me- nimbulkan paralisis dan kelelahan pascaepilepsi Mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial melipui dua fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi. 1. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca” dan Na’ serta hiper-polarisasi/ hipersinkronisasi yang dimediasi_ oleh reseptor GABA atau kanal ion K* 2. Fase propagasi, Dalam keadaan normal, penye~ baran depolarisasi akan dihambat oleh neuron- Neuron inhibisi di sekitarnya yang mengadakan hiperpolarisasi. Namun pada fase propagasi terjadi peningkatan K* intrasel (yang mende- polarisasi neuron di sekitarnya), akumulasi Ca” pada ujung saraf prasinaps (meningkat- kan penglepasan neurotransmiter), sert@ Menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan Meningkatkan ion Ca‘ sehingga tidak terjad! inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarny2 Kemudian akan dilanjutkan dengan penye- Dipindai dengan CamScanner eo dan aot ol dati korteks hingga spinal yang dapat bat pabkanepilepsi Umum sekunder men) 4.2. MEKANISME KERJA “" ANTIEPILEPS! pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja ‘menghambat proses inisiasidan penyebaran untuk famun umurmnya, obat antieplepsi lebih vei membatasi proses penyebaran kejang bemvada_mencegah proses inisiasi. Dengan datften, secara umum ada dua mekanisme - antiepilepsi, yakni: (1) peningkatan inhibisi (aBh-eraik) dan (2) penurunan eksitasi; yang emucian memodifikasi Konduksi ion Na’, Cae, K*, dant atau aktivitas neuroransmitor, meliputi: 4, Inhibisi kanal Na* pada membran sel akson. Contoh: fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terap), fenobarbital dan asam valproat (dosis tinggi), lamotrigin, topiramat, zonisamid, 2. Inhbisi kanal Ca tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pacemaker untuk mem- bangkitkan letupan listik umum di korteks), Contoh: etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam, 3. Peningkatan inhibisi GABA a.langsung pada kompleks GABA dan kom- pleks Cr. Contoh: benzodiazepin, barbiturat. . menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake dan metabolisme GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, valproat, gabapentin. asam Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui . blok reseptor NMDA, misalnya lamotrigin b.blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital, topiramat. 1.3. KADAR ANTIEPILEPSI DALAM PLASMA Penetapan kadar antiepilepsi yang merupakan Kegiatan Therapeutic Drug Monitoring berperanan 185 Penting dalam individualisasi dosis.antiepilepsi karena berbagai faktor dapat menyebabkan obat yang diminum menghasilkan kadar yang berbeda antar individu. Perbedaan faktor genet dan fisiologis ‘akan mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotrans- formasi, maupun ekskresi obat. Pengukuran kadar bat akan membantu dokter untuk mengetahuil mendeteksi: (1) kepatuhan pasien; (2) apakah kadar terapi sudah dicapai dengan dosis yang di- berikan; (3) apakah peningkatan dosis masih dapat dilakukan pada bangkitan yang belum terkendali tanpa menimbutkan efek toksik; (4) besarnya dosis untuk penyesuaian bila terjadi interaksi obat, serta Perubahan keadaan fisiologis maupun penyakit. Manfaat penetapan kadar antiepilepsi dalam darah pasien sudah jelas, yaitu 80% pasien dapat dikendalikan kejangnya dengan antiepilepsi yang tersedia saat ini, bila obat yang diberikan mem- berikan kadar terapi optimal. Dengan memantau kadar antiepilepsi, maka dosis dapat diberikan secara individual agar efek toksik dan kegagalan terapi dapat dinindarkan. Fenitoin merupakan salah satu antiepilepsi yang kadamya dalam darah sangat Perlu dipantau. Pada dosis terapi, biotransformasi fenitoin mungkin sudah mengalami kejenuhan se- hingga dengan perubahan dosis yang kecil dapat ‘menimbulkan perubahan kadar yang drastis. Meskipun demikian, kadar terapi tidak boleh menjadi acuan terapi. Monitoring kadar obat dapat ™memberi panduan penyesuaian dosis tetapi kepu- tusan akhir tetap berdasarkan observasi Klinisnya, Jai, tidak perlu meningkatkan dosis yang ternyata di bawah dosis terapi bila tidak ada serangan. 2. ANTIEPILEPS! Hingga kini, ada 16 obat antiepilepsi dan obat-obat tersebut digolongkan dalam 5 golongan kimiawi, yakni hidantoin, barbiturat, oksazolidin- dion, suksinimid, dan asetil urea Karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi; karba- ‘mazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik-klonik. ipindai dengan CamScanner 186 Obat: antiepilepsi dan indikasinya dapat dilihat pada Tabel 11-1. INETI 1. Seba- IK OBAT ANTIEPILEPSI. ARM ba anjieplepsi dimetabotsme igabatti papentin kecuali vigabatrin dan gat Oe nasl ‘oleh ekskresi ginjal. Fenitoin aon ‘alami metabolisme hati yang tersaturasi. Banyal ‘obat antiepilepsi bekerja dengan lebih dari satu mekanisme. 2.1. GOLONGAN HIDANTOIN Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antixonvulsi: fenitoin (difenithidantoin), mefenitoin, dan etotoin; dengan fenitoin sebagai prototipe. Kini juga telah tersedia fostenitoin, yakni pentuk fenitoin yang lebih mudah larut dan dipakai ‘untuk penggunaan parenteral, Fenitoin yang semula merupakan obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi kecuali bangkitan lena, sekarang telah tergeser oleh obat yang profil keamanannya lebih baik karbamazepin, valproat dan lamotrigin. Adanya gugus fenil atau ‘aromatik lainnya pada atom C, penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan ‘gugus aki berkatan dengan efek sedasi sifat yang {erdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada atom N, akan mengubah spektrum aktivitas misal~ nya mefenitoin, dan hasil N-demetilasi oleh enzim ‘mikrosom hati menghasikkan metabolit tidak aktf. FARMAKODINAMIK. Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal me- nimbuikan rigitas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan perjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabiisasi membran sel oleh fenitoin juga terihat pada saraftepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem fisiologis, khususnya: konduktansi Na’, K*, dan C2 pada neuron; potensial membrane: dan ‘neu. rts norpinaeiot, eta GABA a p Konduktans Na* juga tr dengan karbamazepi,lamotigin dan Valet. teri Farmakologi dan Te "ep, FARMAKOKINETIK. AbsOmpS feitoin yang dig, an secara oral berlangsung lambat, sesekak ty tengkap. 10% dari dosis oral diekskresi bersama ye dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plag Gicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muat ose) perlu diberikan. 600-800 mg. dalam dos, terbagi antara 6-12 jam, Kadar efektif plasma akan tereapai dalam waktu 24 jam, Pemberian fenton gecara IM, menyebabkan feriloin meng-endap qj tempat suntkan sehingga absorpsi eratk. Setetgh ssuntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak, ofat skelet dan jaringan lemak lebih rendah daripada kadar di dalam hati, ginjal dan kelenjar fur. Pengikatan fenitoin oleh albumin plasma kira- Kira 90%. Pada keadaan hipoalbuminemia/uremia ‘adi penurunan protein plasma, sehingga kadar plasma feritoin total menurun. Walau demikan, fenitoin bebas tidak jelas menurun, sehingga bila pada keadaan ini dosis fertoin dtambah maka toksisitas dapat terjadi. Pada orang sehat, termasuk wwanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%, sedangkan pada neonates maupun pasion dengan penyakit ginal penyakit hati, fraksi bebas rata-rata di atas 15% Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar antara 58%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat daripada fenobatbita Biotransformasi terutama berlangsung melalui proses hidroksilasi oleh enzim mikrosom hati Metabolt utamanya ialah derivat parahidroksifent Biotransformasi oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga peninggian dosis akan meningkatkan kadar fen foin dalam serum secara tidak proporsional dan menyebabkan intoksikasi Oksidasi pada satu gugus fenil_sudah_menghilangkan efek antikonvulsinya Sebagian besar metabolit fenitoin diekresi bersama empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan biotransformasifanjutan dan diekskresi melalui ginal Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekres! oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsompsi. INTERAKSI OBAT. Kadar fenitoin dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama klo- ramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol dan beberapa sulfonamid tertentu, karena obat obat tersebut menghambat biotransformasi fenitein. Sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat da Dipindai dengan CamScanner 7 188 Bila timbul gejala nepatotsitet vets b is, anemia meds ions abt eat atau Feanan dara eis thin abet desis! flat) atau A batan peru dihent . Iain, maka Penge at teratogenik. Kemungkinat enitoin bersifal k mestian ayi dengan cacat Kongenita meringat 7 ral pa, bia bunya rmendepalk2n teap enn ‘pieeter pertama kehamian. CaPc! ital yang menonjol ialah sindrome fetal- fidontoin, yakni sumbing Bibi, SUMDING pala. penyakitjantung Kongenita pertumbutan lambat, Gan defisiensi mental. Pada xenamian Janjut fenitoin menyebabkan ‘abnormalitas tulang pat x neonatus. Penggunaan fenitoin pada wanita ham tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendir dapat menyebabkan cacat pada anak, sedangkan sebagian otal ibu yang nengkonsumsiferitoin melahirkan bay! normal. diindikasikan terutama untuk i dan bangkitan parsial atau yakit saraf di Indonesia inaan fenobarbital karena keamanan yang sempit Eek samping dan efek toksiknya sekalipun ringan, cukup menggangu terutama pada anak. Fenitoin juga bermanfaat pada bangkitan parsial Kompleks. indikasi lain fenitoin ialah neuralgia trigeminal dan aritmia jantung. INDIKASI. Fenitoin bangkitan tonik-kloni fokal. Banyak ahli pen) masih menyukai penggut feritoin memiliki batas SEDIAAN DAN POSOLOGL Feritoin (dfeni- Iridantoin) tersedia sebagai garam Na dalam pentuk kapsul 100 mg dan tablet Kunyah 50 mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 4100 mg/ 2 mL. Di samping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125 mg/5 ml dan sirup untuk anak 30 mg! mL. Kini juga tersedia feritoin lepas lambat dalam bentuk Kapsul 200 mg dan 300 mg dan suntikan fosfenitoin 75 mg/mL. yang dapat diberkan secaraintramuskular ataupun intravena Harus diperhatikan agar kadar dalam plasma optimal, yaitu berkisarantara 10-20 uglmL. Kadar di bawahnya kurang efektf untuk pengendalian konvusi, sedangkan kadar eb tinggi hampir seal diserta gejalatoksik. Pada kadar datas 20 ygimL. dapat timbulristagmus; kadar di atas 30 pg/mL. menyebabkan ataksia; dan kadar di atas 40 g/mL disertai letargi. Dosis feito harus selalu disesuat kan untuk masing-masing individu; patokan kadar terapiantara 10-20 iglmL bukan_merupakan __ angka mutlak Karena beberapa pasien menun- ide | jukkan efektivitas fenitoin 7 8 ygimL, sedangkan pada pasa Pada tag, | sudah terjadi pada kadar 15 aa Mista d so Pemberian oral, dose “ fewasa 300 ma, dilanjutkan J antara 300-400 mg, makin not at ‘Anak di atas 6 tahun, dosis awal sama qer_S¢har dewasa, sedangkan untuk anak di bayer 8 dosis awal 1/3 dosis dewasa; dosis ruc ye 2 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum, 300 a" ialay, awal dibagi dalam 2-3 kali pemberiat” Dosis rumatan dapat diberikan sebagai dosic harian tanpa_mengurangi efektvitasnya masa paruh fenitoin cukup panjang, teta arena berian dalam dosis terbagi akan Thongha Pem. fluktuasi kadar fenitoin darah yang minimal A Pasien yang baru pertama kali menda fenitoin tidak segera memperoleh efek, kare adanya tenggang waktu (time fag). Oleh arena itu, terapi secara periodik umpamanya pads bangkitan yang berkaitan dengan haid, seydgya. nya tidak menunggu sampai datangnya ay Untuk mengganti terapi epilepsi dari fenobartia menjadi fenitoin, penghentian fenobarbital juga harus bertahap, sebab penghentian secaratiba tiba dapat menyebabkan bangkitan berupa status epileptikus yang berbahaya. is tunggat 2.2. GOLONGAN BARBITURAT Di samping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai obat _antikonvus. Biasanya yang digunakan adalah barbiturat kerja panjang (long acting barbiturates). Di sini d- bicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturat yaitu fenobarbital dan primidon yang struktur ki-mianya mirip dengan barbiturat. Sebagai antiepilepsi fenobarbital_ meneken letupan di fokus epilepsi. Barbiturat menghambal tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengu- rangi pembentukan fosfat berenergi tinggi. Seryawa fosfat ini diperlukan untuk untuk sintesis new: transmiter misalnya ACh dan untuk repolansas membran sel neuron FENOBARBITAL. Fenobarbital (asam 5,5-fenik etil barbiturat) merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antkonvuls Kerianya membatasi penjalaran aktivitas maupy" bangkitan dan menaikkan ambang rangs@ng Dipindai dengan CamScanner dan Antikonvulsi itl masih merupakan obat antikonvulsi rena cukup efektif dan murah. Dosis piihan relat rendah. Efek sedatif, dalam hal iy ap sebagai efek samping, dapat diatasi pemberian stimulan sentral tanpa me- dengan j etek antikovulsinya, 1g72n9 ebarbtal merupakan obat pithan utama rk terapi Kejang dan kejang demam pada anak, pais dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali or 250 mg schar Dosis anak ialah 30-100 mg That. Uatuk Kejang demam yang berulang pada Srak dapat diberikan dosis muat (oading dose) 3: ma/kgBB dan ditambah dengan dosis rumatan 34 mgkgBB. Untuk mengendalikan epilepsi Gsarankan Kadar plasma optimal berkisar antara 40-40 ugimL. Kadar plasma di atas 40 ugimL sering gisertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guia mencegah Kemungkinan meningkatnya fre- uensi bangkitan Kembali, atau sebaliknya bang- Kian status epilepticus. Penggunaan fenobarbital menyebabkan ber bagai efek samping seperti sedasi, psikosis akut, agtasi, dan hiperaktivitas pada anak. Turunan fenobarbital seperti metabarbital atau mefobarbital dianggap lebih aman tetapi tidak tersedia di Indonesia. Interaksi fenobarbital dengan obat lain umum- nya terjadi karena fenobarbital meningkatkan akti- vitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%, PRIMIDON. Primidon, 2-deoksifenobarbital ber- sifat antikonvulsi mirip fenobarbital. Primidon lebih cfektf daripada fenobarbital, terutama untuk terapi kejang parsial dan kejang umum tonik klonik. Dulu primidon adalah obat pilihan utara untuk kejang Parsial kompleks, tetapi karbamazepin dan fenitoin ter lebih baik daripada primidon. Potensi anti- konvulsinya lebih lemah sebab ‘oksigen-karbonil bagian urea diganti dengan hidrogen, Primidon ‘alam tubuh sebagian mengalami oksidasi menjadi ‘enobarbital, sebagian mengalami_ dekarboksilasi °ksidatif pada atom C, menjadi feniletil malonamid (FEMA) yang tetap akiif. Efek samping pada SSP berupa rasa kanluk, ataksia, pusing, sakit kepala, dan mual Etek samping ini biasanya tidak berbahaya dan Menghilang dengan sendirinya walaupun pe- "gobatan diteruskan. Kelainan kulit yang lebih Jarang tefadi berupa ram motbilfomn, dan edema pitting. Selain tu dapat teradi anoveksia impotensi, dan aktvasi psikotk, terutama pada Basien epilepsi psikomotor. Tidak dlaporkan tao hati dan ginjal oleh primidon. (qukapenia dan anemia megalblastk pea Hiperaktivitas dapat terjadi dan dapat di- kurangi dengan dosis awal rendah. Dosis dewasa dimulai dengan 3 kali 50 mg sehari; kemudian di- naikkan sampai 0,75-1,5 gram sehari, untuk 3 kali pemberian. Primidon efektif untuk semua bentuk bangkit- an atau epilepsi, Kecuali bangktan lena, Efeknya baik untuk bangkitan tonik-klonik yang telah refrak- ter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam kombinasi dengan fenitoin, Untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan akinetik minor (suatu varian bangkitan lena), prmidon merupakan bat terpilih; sedangkan terhadap bangkitan lena sendin efeknya tidak memuaskan Fenitoin dilaporkan meningkatkan konversi primidon menjadi fenobarbital, ‘sebaliknya INH ‘menghambat konversi primidon menjadi fenobar- bital dan FEMA, 2.3. GOLONGAN OKSAZOLIDINDION TRIMETADION. Trimetadion —_(3,5,5crimetilok- sazolidin-24-dion), merupakan obat antiepilepsi tipe absans, namun setelah etosuksimid dipakal secara luas pada tahun 1960, trimetadion tidak tersedia di Indonesia ae 2.4. GOLONGAN SUKSINIMID Antiepilepsi golongan suksinimid yang diguna- kan di Klinik adalah etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Metsuksimid bersifat lebih toksik. Etosuksimid paling efektif bila dibandingkan dengan metsuksimid atau fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan, spektrum antikonvulsi ‘etosuksimid sama dengan timetadion. Eto-suksimid, dengan sifat antipetlentrazol terkuat, merupakan ‘obal yang paling selektfterhadap bangkitan lena, ETOSUKSIMID. Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cera. Setelah dosis tunggal oral, Dipindai dengan CamScanner

You might also like