Professional Documents
Culture Documents
Adoc - Pub - Evaluasi Curah Hujan Gsmap Dan TRMM Tmpa Dengan Cu
Adoc - Pub - Evaluasi Curah Hujan Gsmap Dan TRMM Tmpa Dengan Cu
ABSTRACT
YOHANES ARIYANTO WIBOWO. Evaluation of GSMaP and TRMM TMPA Rainfall with
Surface Rainfall on Jakarta – Bogor. Under direction of HIDAYAT PAWITAN and SRIDADI
BUDIHARDJO.
Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) and Tropical Rainfall Measuring Mission
Multi-Satellite Precipitation Analysis (TRMM TMPA) are global measured precipitation projects
using satellite combination (blended) technique of infrared sensor and microwave sensor. This
research having purpose to evaluate GSMaP and TRMM data with Surface rainfall data in various
topographies (beach, level-land, mountainous region, and The whole area) and temporal variation
(daily, 10days, and monthly) in Jakarta-Bogor area. The evaluation is done using visual and
statistical comparison method (correlation coefficient, MAE, RMSE, and Mann-Whitney Test).
The evaluation result of daily and 10days of GSMaP in all area studies showing a pattern didn’t
follow the Surface rainfall (r<0.20), while TRMM daily rainfall data in beach area and The whole
having r>0.60 and the Mann-Whitney test shows TRMM doesn’t have significant difference with
surface rainfall data. 10days TRMM rainfall in all region, except mountainous region, shows
TRMM rainfall can follow surface rainfall pattern (r>0.77). Monthly GSMaP data comparison to
surface rainfall showing correlation more than 0.60 on beach and land area can be applied, by
using correction equation, because GSMaP rainfall data always lower than surface data. The
monthly TRMM rainfall data can be applied in all studies area because the pattern is suitable to
surface rainfall data (maximum correlation is 0.98). Error identification shows that there is warm
rain and high variation on land surface emission especially in mountainous area causing either
GSMaP and TRMM cannot follow the surface rainfall data. GSMaP correction equation in beach
region, shows the parameter that affect error are surface temperature and specific humidity in
850mb, while at region II, III, and The Whole there is no local parameter which has influence.
TRMM correction equation in region III(mountainous area), shows local parameter which has an
influence to accurate of this TRMM is surface pressure, wind 850mb, interaction of meridional
wind and surface slope, air temperature 850mb, soil humidity in 10-200cm, and skin temperature.
RINGKASAN
YOHANES ARIYANTO WIBOWO. Evaluasi Curah Hujan GSMaP dan TRMM TMPA dengan
Curah Hujan Permukaan Wilayah Jakarta – Bogor. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN dan
SRIDADI BUDIHARDJO.
Curah hujan adalah unsur utama yang diukur dalam meteorologi karena curah hujan
berpengaruh pada berbagai sektor seperti pertanian, pariwisata dan kesehatan. Pengukuran curah
hujan pada tiap stasiun pengamatan menghasilkan data curah hujan titik, yang dianggap mewakili
curah hujan untuk radius tertentu. Besarnya radius ini bergantung dari topografi wilayah dan tipe
hujan pada wilayah tersebut, tetapi karena berbagai permasalahan seperti biaya pendirian dan
operasional stasiun cuaca, topografi/keadaan alam yang sulit, mengakibatkan adanya keterbatasan
jumlah stasiun pengamatan hujan. Beberapa dekade terakhir untuk mengatasi permasalahan
tersebut, dikembangkan pengukuran/pendugaan curah hujan mengunakan satelit luar angkasa.
Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) dan Tropical Rainfall Measuring Mission
Multi-Satellite Precipitation Analysis (TRMM TMPA) adalah proyek pendugaan curah hujan
secara global menggunakan satelit luar angkasa dengan memakai metode kombinasi (blended
method) sensor-sensor hujan jenis inframerah (IR) dan gelombang mikro (MWR). Penggunaan
data curah hujan GSMaP dan TRMM TMPA untuk wilayah Indonesia merupakan suatu hal yang
sangat menguntungkan, melihat wilayah Indonesia yang sangat luas dan bervariasinya pola curah
hujan di berbagai wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi curah
hujan GSMaP dan TRMM TMPA pada berbagai topografi (pantai, dataran, pegunungan dan
keseluruhan) dan variasi temporal (harian, 10harian, dan bulanan). Selain itu juga dilakukan
identifikasi-identifikasi faktor-faktor penyebab kesalahan (galat) antara curah hujan satelit dengan
curah hujan permukaan untuk mendapatkan persamaan koreksi.
Evaluasi curah hujan GSMaP dan TRMM TMPA dengan curah hujan permukaan pada daerah
Jakarta – Bogor dengan menggunakan metode perbandingan visual dan perbandingan statistika.
Perbandingan secara visual menggunakan grafik batang dan grafik scatter, sedangkan
perbandingan statistika menggunakan nilai korelasi untuk membandingkan sebaran data,
parameter Mean Absolute Error (MAE) dan Root Mean Square Error (RMSE), dan uji Mann-
Whitney untuk membandingkan rataan data. Terdapat 23 titik pengamatan hujan pada wilayah
Jakarta - Bogor, sebagian besar (50%) tersebar di wilayah III, sedangkan sisanya tersebar di
wilayah II sebesar 35% dan wilayah I sebesar 15%. Perubahan curah hujan titik menjadi curah
hujan wilayah menggunakan metode Poligon Thiessen, lalu nilai curah hujan wilayah ini
selanjutnya disebut dengan curah hujan permukaan. Data GSMaP yang digunakan adalah data
GSMaP_NRT Daily yang berisi data curah hujan harian yang kemudian disebut dengan data curah
hujan GSMaP. Data TRMM TMPA yang digunakan adalah 3B42RT untuk data harian dan
3B43.V6 untuk data bulanan, selanjutnya disebut data curah hujan TRMM.
Hasil evaluasi untuk curah hujan harian GSMaP pada semua wilayah kajian dengan curah
hujan permukaan menunjukkan pola tidak serupa, ditunjukkan dengan korelasi kurang dari 0.02,
dan diperkuat oleh uji Mann-Whitney yang menyatakan CH GSMaP harian berbeda nyata dengan
data curah hujan harian permukaan. Curah hujan TRMM harian untuk wilayah I dan keseluruhan
mempunyai korelasi lebih dari 0.60, dengan curah hujan permukaan sehingga data dapat
dipergunakan untuk wilayah ini, diperkuat dengan uji Mann Whitney yang menunjukkan data
tidak berbeda nyata.
Perbandingan data 10 harian, Uji Mann-Whitney antara curah GSMaP dengan curah hujan
permukaan pada wilayah pantai dan dataran tidak berbeda nyata tetapi pola sebaran data GSMaP
tidak sama dengan curah hujan permukaan ditunjukkan dengan korelasi kurang dari 0.02. Curah
hujan TRMM 10-harian kecuali pada wilayah pegunungan pola curah hujan sudah dapat mengikuti
pola curah hujan permukaan, dan uji Mann Whitney menunjukkan rataan TRMM 10 harian pada
keseluruhan wilayah kajian tidak berbeda nyata.
Perbandingan data bulanan GSMaP dengan curah hujan permukaan menunjukkan nilai korelasi
lebih dari 60% pada wilayah pantai dan dataran dan dapat diterapkan, dengan menggunakan
persamaan koreksi, karena besar curah hujan GSMaP selalu lebih rendah dari curah hujan
Permukaan. Data curah hujan TRMM bulanan dapat diterapkan pada semua wilayah kajian dengan
pola sebaran korelasi minimum sebesar 0.60 (pada wilayah pegunungan).
Hasil Identifikasi menunjukkan penyebab perbedaan selisih curah hujan Permukaan dengan
curah hujan satelit adalah variabilitas nilai emisi permukaan dan fenomena hujan hangat.
Parameter-parameter koreksi diambil dari data milik NOAA yaitu NOAA NCEP/NCAR
Reanalysis 1 Terdapat tiga persamaan koreksi yang terbentuk dibedakan berdasarkan perlakuan
pada parameter-parameter NOAA. Perbedaan perlakuan yang dilakukan yaitu 1) Tanpa perubahan
parameter, 2) modifikasi parameter berupa interaksi antara angin dan kemiringan lereng topografi
3) modifikasi pada parameter curah hujan satelit.
Identifikasi galat menunjukkan adanya fenomena hujan hangat dan variasi emisi permukaan
yang tinggi khususnya pada wilayah III yang menyebabkan pada wilayah ini besaran curah hujan
baik GSMaP maupun TRMM tidak mampu mengikuti curah hujan permukaan. Persamaan koreksi
pada GSMaP menunjukkan pada wilayah I parameter yang berpengaruh adalah suhu permukaan
dan kelembaban spesifik 850mb dengan nilai R2 persamaan koreksi yang sangat baik (99%),
sedangkan di wilayah II, III, dan keseluruhan tidak ada parameter lokal yang berpengaruh.
Persamaan koreksi TRMM wilayah III didapat persamaan terbaik adalah persamaan ketiga yaitu
dengan perlakuan modifikasi pada parameter curah hujan TRMM dengan nilai R2 mencapai
49.8%, akan tetapi karena persamaan ini memakai asumsi, sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih jauh tentang kebenaran dari asumsi ini. Persamaan kedua yang menggunakan perkalian
vektor dalam menentukan interaksi antara angin dengan kemiringan lereng, merupakan persamaan
korelasi terbaik jika dilihat secara teoritis, akan tetapi persamaan koreksi ini mempunyai
kelemahan pada saat curah hujan tinggi tidak mampu memberikan hasil yang sesuai. Parameter-
parameter koreksi yang berpengaruh terhadap keakuratan TRMM ini adalah Tekanan Udara
Permukaan, Angin 850mb, Interaksi antara Angin permukaan dan Kemiringan lereng, Suhu udara
850mb, Kelembaban tanah kedalaman 10-200cm, dan suhu kulit permukaan (SKT)
Kata Kunci : Evaluasi, Curah Hujan, GSMaP, TRMM TMPA, Curah hujan Permukaan,
Jakarta-Bogor
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi Curah Hujan GSMaP
dan TRMM TMPA dengan Curah Hujan Permukaan Wilayah Jakarta – Bogor”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi mayor Meteorologi Terapan Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, MSc
dan Bapak Drs. Sridadi Budihardjo selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan
pengarahan kepada penulis sehingga selesainya tugas akhir ini. Penulis menyadari dalam
penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak, maka tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
1. Kedua orang tua yang tak pernah putus berdoa untukku, kakakku (Tommy) atas
dukungan, semangat dan doanya.
2. Bapak Sonny Setiawan atas bantuan rumusan dan solusi yang sangat membantu penulis,
Mereka yang diluar sana yang telah banyak membantu sehingga penulis mampu
memahami dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik (George Huffman, F Porcu, T
Kubota, Chuntao Liu, B.J. Sohn, dan Yoshiki Shiraishi)
3. Ibu Ria, Mba Lenny, Ibu Endang dan para Staf BMKG Darmaga atas bantuan kepada
penulis dalam data, Ka Mian yang telah membantu cara mengolah data.
4. Lisa Evana atas segala bantuan, dukungan, dan koreksi yang diberikan sangat membantu
penulis, Devita untuk buku statistiknya dan memberikan banyak masukan untuk Penulis.
5. Nizar, Dewi, Tanjung, Viktor, Tara, Indah dan Tigin atas bantuannya selama seminar
dan sidang
6. Gito, Budi, dan Nancy yang telah menjadi sahabat yang baik selama penulis di GFM.
7. Dori, Tumpal, dan Ka Mia teman seperjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
8. Teman-teman terbaik GFM 42 lainnya Indra, Galih, Anis, Mba Ium, Veza , Epi, Rifa,
Ivan, Wahyu, Irvan, Anton, Zahir, Aan, Singgih, Dani, Cici, Franz, Yudi, Hardie, Apit,
Bang Obet, Ghulam, Heri dan Wita atas 3 tahun yang sungguh sangat menyenangkan.
9. Kakak-kakak senior GFM (ka sisi, ka diva, ka mely) yang telah membantu penulis.
10. GFM 43(Yuli, Rika, Uti, Eno, Kristin, dll), dan Segenap Civitas GFM FMIPA Bu Indah,
Mas Azis, Pak Jun, Pak Pono, Mbak Wanti, Mbak Icha, Pak Badrudin, Pak Kaerun, Pak
Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini.
11. Teman-teman di KEMAKI dan Puri Riveria (Feri, Feriana, Icus, Dika, Nikson, Stef) atas
bantuannya selama ini.
Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama
pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, Penulis ucapkan terima kasih.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 1987, dari ayah FX. Budi Purnomo dan ibu
Yulia Sri Haryani. Penulis merupakan putra ke-2 dari dua bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Mater Dei dan pada tahun yang sama diterima masuk IPB
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Program Studi Meteorologi Terapan, dan Minor Sistem Informasi,
Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti
perkuliahan, Penulis aktif di organisasi Keluarga Mahasiswa Katolik Institut Pertanian Bogor
(KEMAKI) sebagai anggota Biro Buku Angkatan (2006-2007) dan aktif di Himpunan
Mahasiswaan Agrometeorologi (HIMAGRETO) sebagai anggota pada Departemen Keilmuan dan
Profesi (2006-2008). Penulis juga pernah melakukan magang di Badan Pengkajian Dan Penerapan
Teknologi (BPPT) bagian Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (TISDA) selama satu
bulan. Selain itu penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Hidrologi (2009/2010),
Model Simulasi Pertanian (2009/2010), dan Hidrometeorologi D3 IPB ( 2009/2010).
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 1
V. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 25
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 28
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
maka metode pendugaan curah hujan dengan GEO yang membawa sensor inframerah telah
satelit menjadi hal yang menarik untuk terus tersebar pada titik-titik di seluruh dunia
dikembangkan. (Gambar 2), sehingga citra inframerah secara
Perkembangan teknologi pendugaan curah global sudah dapat tersedia.
hujan dari luar angkasa saat ini secara umum
terbagi atas tiga metode (Gambar 1) 2.1.3 Pendugaan Curah Hujan
berdasarkan sensor yang digunakan yaitu Menggunakan Sensor Pasif
sensor Inframerah (IR)/Sinar tampak (VIS), Gelombang Mikro
sensor gelombang mikro pasif dan sensor Prinsip dasar dari penggunaan sensor pasif
radar satelit. gelombang adalah menangkap intensitas
radiasi gelombang mikro yang diemisikan
oleh permukaan bumi, awan dan butir hujan
(Hou et al. dalam Michaelides 2008). Sensor
sensor pasif gelombang ini akan mendapatkan
nilai berupa suhu kecerahan (brightness
temperature Tb) yang merupakan fungsi dari
intensitas radiasi gelombang elektromagnetik
I(z,θ,f), dimana f adalah frekuensi radiometer,
θ adalah sudut pengukuran, dan z adalah
tinggi pengukuran. Nilai I ini terukur emisi,
(Sumber : Ushio 2008) pantulan dan hamburan (scattering) yang
Gambar 1 Ilustrasi Sensor pada Satelit dikeluarkan oleh bumi, awan, gas-gas di
Pengukur Hujan atmosfer dan butiran hujan. Pendugaan
besarnya intensitas hujan yang terbentuk
2.1.2 Pendugaan Curah Hujan Sensor dibutuhkan beberapa kalkulasi yang
Menggunakan Inframerah(IR)/ berdasarkan pada prinsip hukum radiasi Plank
Visible (VIS) yang menjelaskan bahwa besarnya energi
Penggunaan sensor IR/VIS pada satelit radiasi yang dikeluarkan oleh suatu benda
akan mendapatkan data emisi dari puncak menggambarkan suhu benda tersebut.
awan atau didekat puncak awan (Rosenfeld et Penangkapan radiasi gelombang mikro
al. 2004 dalam Michaelides 2008). Satelit dapat dibedakan menjadi dua, berdasarkan
yang membawa sensor IR ini adalah satelit- daerah kajiannya yaitu
satelit yang mempunyai orbit Geostationary
Earth Orbit (GEO) yang letaknya jauh dari 1. Wilayah Lautan
permukaan bumi (35800 km), satelit GEO-IR Pada sensor gelombang mikro yang
ini antara lain MTSAT, METEOSAT, dan memakai kanal berfrekuensi rendah (<40
GOES. Orbit satelit tersebut bersifat stasioner GHz), butir hujan akan mengeluarkan emisi
yang berarti bahwa satelit ini bersifat tetap yang menyebabkan peningkatan nilai suhu
mengamati suatu lokasi, karena pergerakan kecerahan dari emisi permukaan, sehingga
dari satelit akan mengikuti rotasi bumi. Posisi nilai suhu kecerahan pada daerah yang
satelit yang jauh dari permukaan bumi ini diatasnya terdapat butir awan menjadi
mempunyai nilai positif yaitu dari segi daerah terlihat “hangat”, prinsip ini disebut dengan
jangkauan satelit yang sangat luas, sehingga emission-based (Spencer et al. 1988),
jika ditambah dengan sifatnya yang statis pada sedangkan pada wilayah lautan nilai
suatu lokasi tertentu maka dapat dilakukan intensitas radiasi yang dipancarkan oleh
pengamatan selama 24 jam. Satelit bersifat
permukaan lautan nilainnya kurang lebih sangat besar saja, sedangkan jika frekuensi
setengah dari suhu sebenarnya, hal ini lebih besar dari 220 GHz akan menangkap
menyebabkan daerah lautan terlihat “dingin” intensitas curah hujan dari hal-hal yang
pada sensor. Emisi “dingin” dari sekitar bukan hujan sekalipun seperti awan Cirrus
permukaan dibandingkan dengan emisi (Lensky dan Levizzani dalam Michaelides
“hangat” dari permukaan yang terdapat butir 2008).
hujan pada bagian atasnya, akan membuat
wilayah yang terdapat butir hujan terlihat
kontras pada sensor, sehingga observasi nilai
curah hujan pada wilayah lautan akan sangat
akurat.
2. Wilayah Daratan
Emisivitas daratan sangat berbeda
dengan emisivitas wilayah lautan, wilayah
daratan memancarkan emisivitas hampir
90% dari kondisi suhu aslinya. Penggunaan
metode emission-based menyebabkan
adanya kemiripan antara nilai emisi
gelombang mikro dari butiran hujan dengan
emisi gelombang mikro daratan pada saat
diterima oleh sensor (Gambar 4).
Permasalahan ini mendasari penggunaan (Sumber : COMET 2006)
kanal dari sensor gelombang mikro dengan Gambar 5 Metode pengukuran gelombang
frekuensi lebih tinggi. Gelombang mikro mikro scattering based pada kanal
berfrekuensi tinggi yang dikeluarkan oleh 85Ghz
butir hujan dan permukaan akan mengalami
hamburan oleh partikel es yang biasanya Berkurangnya nilai emisi pada
terdapat pada awan hujan. Proses ini penggunaan metode scattering-based ini juga
menyebabkan nilai intensitas yang diterima berpengaruh pada nilai konversi dari nilai
sensor gelombang mikro akan semakin suhu kecerahan menjadi nilai intensitas hujan,
berkurang (lebih kecil = lebih “dingin”) karena itu dibuat model awan yang diberi
sehingga akan terlihat kontras dengan nama Precipitation physical model untuk
intensitas yang dikeluarkan oleh daratan menduga jumlah gelombang yang mengalami
(Gambar 5), metode ini dinamakan hamburan oleh es. Keakuratan penggunaan
scattering- based (Spencer et al. 1988). sensor gelombang mikro ini bergantung dari
Semakin tinggi frekuensi sensor maka Precipitation physical model, karena jumlah
sensor akan makin sensitif. Frekuensi hamburan dan intensitas hujan yang terjadi
dibawah 20GHz akan menangkap hanya dihitung berdasarkan model ini.
emisi pada intensitas curah hujan yang
Daily terdapat pada resolusi data, resolusi 2.4 Aplikasi Curah Hujan GSMaP dan
data GSMaP_NRT Daily 0.25ox0.25o, TRMM
penggunaan data dengan resolusi ini bertujuan Penelitian menggunakan data GSMaP
untuk menyamakan resolusi data dengan data dilakukan oleh Iwasaki yang menggunakan
dari satelit pengamatan hujan lainnya, data curah hujan GSMaP untuk menduga nilai
sehingga mudah untuk diperbandingkan dan NDVI di kawasan Mongolia (Iwasaki 2009).
divalidasi. Validasi nilai curah hujan GSMaP dengan
curah hujan permukaan dilakukan dengan
Tabel 2. Karakteristik GSMaP_NRT Daily menggunakan 97 stasiun meteorologi yang
Satuan mm tersebar di wilayah Mongolia dengan resolusi
Resolusi Waktu harian data curah hujan bulanan. Hasil perbandingan
menunjukkan korelasi 0.61, dan disebutkan
Resolusi Spasial 0.25o x 0.25o bahwa akurasi GSMaP untuk wilayah Arid
23 Juli 2008 - tidak akurat (Iwasaki 2009). Validasi GSMaP
Periode data
sekarang yang lainnya dilakukan pada dokumen awal
GSMaP dengan judul penelitian Global
2.3 Tropical Rainfall Measuring Mission Precipitation Map Using Satellite-Borne
Multi-Satellite Precipitation Analysis Microwave Radiometers by the GSMaP
(TRMM TMPA) Project: Production and Validation (Kubota
TRMM TMPA merupakan gabungan data et al. 2007). Validasi pada dokumen ini
satelit TRMM dengan satelit-satelit yang dilakukan pada wilayah 15o LS – 15oLU
membawa gelombang mikro (DMSP dengan dengan memakai data curah hujan bulanan
sensor SSM/I, Aqua dengan sensor AMSR-E permukaan milik GPCC. Hasil dari
dan AMSU-B) dan GEO IR data yang telah perbandingan menunjukkan korelasi yang
dikalibrasi (intercalibrated) dengan data curah cukup baik yaitu 0.82 dengan persamaan linier
hujan satelit TRMM (Huffman et al. 2008). yang terbentuk y = 1.08 x+ 21.9. Persamaan
Data TRMM dapat diakses melalui situs linier dengan slope positif ini menunjukkan
NASA (http://disc2.nascom.nasa.gov/Giov GSMaP berada di bawah curah hujan GPCC
anni/tovas/) (Kubota et al. 2007).
Validasi curah hujan permukaan dengan
Dataset TRMM TMPA dibagi menjadi 2 yaitu curah hujan dari TRMM TMPA telah
1. TRMM TMPA near Real-Time (RT) dilakukan antara lain di wilayah Oruro,
merupakan Kombinasi antara Sensor Bolivia yang merupakan bagian dari wilayah
inframerah dan gelombang mikro yang pegunungan Altipano (Sandoval 2007). Data
diolah menggunakan Algoritma dari curah hujan yang digunakan 3B42V6 dan
Goddard Profiling Algorithm (GPROF- 3B43V6 diperbandingkan dengan data curah
NASA) (Huffman dan Bolvin 2008) hujan permukaan di wilayah tersebut. Pada
2. TRMM TMPA Version 6 (V6) merupakan wilayah Indonesia sendiri perbandingan data
turunan produk RT yang kemudian TRMM TMPA dilakukan pada kota
dikoreksi dengan data curah hujan Padang-Sumatera Barat, Pontianak-
permukaan secara global milik Global Kalimantan Barat karena dianggap mewakili
Precipitation Climatology Center (GPCC)
daerah di Benua Maritim Indonesia (BMI) Alat yang digunakan adalah seperangkat
yang memiliki tipe curah hujan dominan komputer dengan perangkat lunak
adalah ekuatorial, dan wilayah Manado-
Sulawesi Utara, Bengkulu, Jakarta 1. ArcGIS 9.3
(Kemayoran), dan Semarang-Jawa Tengah 2. Global Mapper 10
untuk mewakili daerah di Benua Maritim 3. GRaDS GUI
Indonesia (BMI) yang memiliki tipe/pola 4. Panoply NASA GISS
curah hujan dominan adalah monsunal 5. Microsoft Office 2007
(Suryantoro et al. 2008). Perbandingan 6. Minitab 15
menggunakan curah hujan bulanan dengan
hasil perbandingan berkorelasi sebesar 0.8 3.2 Wilayah Kajian
pada keseluruhan wilayah. Perbandingan antara TRMM, GSMaP dan
data curah hujan permukaan dilakukan pada
Jakarta-Bogor yang secara geografis terletak
III. METODOLOGI PENELITIAN pada koordinat 106.75 o - 107 o BT dan 6o -
6.75 o LS (Gambar 8). Wilayah Jakarta -
3.1 Bahan dan Alat Bogor ini lalu dibagi lagi dalam tiga wilayah
Data yang digunakan untuk penelitian ini kajian (Tabel 4), dan satu wilayah keseluruhan
1. Data Curah hujan dari 23 stasiun hujan (wilayah gabungan I, II, dan III), pembagian
pada wilayah Jakarta-Bogor Periode wilayah ini didasarkan atas pertimbangan
Oktober 2008 – Februari 2009 antara lain :
(Lihat Lampiran 1)
2. Data Curah hujan GSMaP harian 1. Pembagian luas wilayah seluas 0.25o
wilayah Jakarta-Bogor Periode x0.25o dipilih untuk penyesuaian
Oktober 2008 – Februari 2009 dengan grid milik data satelit TRMM
(http://sharaku.eorc. jaxa.jp/GSMaP/) dan GSMaP
3. Data Curah hujan TRMM (3B42RT, 2. Pemilihan kawasan didasarkan atas
3B43V6) wilayah Jakarta-Bogor perbedaan jenis topografi kawasan,
Periode Oktober 2008 – Februari 2009 yaitu dataran-lautan, daratan, dan
(ftp://disc2.nascom.nasa.gov/data/ pegunungan (Gambar 9) , untuk
TRMM/ Gridded/DerivedProducts/) menguji kepekaan satelit terhadap
4. Data parameter-parameter Meteorologi berbagai topografi tersebut
NOAA NCEP/NCAR Reanalysis 1 3. Wilayah keseluruhan bertujuan untuk
(http://www.cdc.noaa.gov/data/gridded melihat bagaimana hasil evaluasi jika
/data.ncep.reanalysis.html) luasan semakin diperluas dan bentuk
5. Peta Ketinggian ASTER GDEM 30x30 topografi permukaan heterogen
wilayah Jakarta-Bogor
(http://www. gdem.aster.ersdac.or.jp)
permukaan. Hal ini didasarkan periode ini Data curah hujan dapat dilihat pada Lampiran
merupakan periode musim munson barat, 12, Gambar 11 menunjukkan plot data curah
yaitu periode angin bertiup dari belahan bumi hujan permukaan pada wilayah keseluruhan.
utara (BBU) yang bersifat lembab, panas dan
tidak stabil. Periode munson barat ini untuk Tabel 8 Statistik CH permukaan harian
daerah Pulau Jawa praktis bersamaan dengan periode 1 Desember 2008 – 28
musim hujan (Prawirowardoyo 1996) Februari 2009
StDe Mi H
Sum Max
4.1.1 Data Curah Hujan Stasiun v n H
Wil 1020.2 100.5
Tabel 8, menunjukkan deskripsi curah I
11.34 17.55
7
0
0
72
hujan permukaan harian secara statistik pada Wil 1054.7 105.9
11.72 17.69 0 78
periode DJF. Rata-rata curah hujan tertinggi II 1 4
berada pada wilayah III, hal ini karena Wil 1190.4
13.23 10.97 0 61.46 88
III 3
wilayah III merupakan wilayah pegunungan
dan merupakan wilayah depan angin. Angin
Tabel 9 Perbandingan rata-rata dan simpangan
yang bertiup dari arah laut jawa, akan
baku CH harian, 10-harian , dan
membawa uap air yang cukup besar, sehingga
bulanan pada keseluruhan wilayah
pada wilayah pegunungan angin akan
periode 1 Desember 2008 – 28
mengalami kondensasi secara paksa akibat
Februari 2009
paksaan naik udara karena topografi
Keseluruhan
pegunungan. Peristiwa ini mengakibatkan Wilayah
Harian 10-Harian Bulanan
lebih seringnya kejadian hujan pada wilayah x 11.701 117.306 351.022
III dibanding dengan wilayah lainnya. CH Perm
Tabel 9 dapat menggambarkan sebaran StDev 13.349 93.352 142.189
data curah hujan, ditunjukkan dengan CH x 8.281 88.581 218.574
perbandingan antara rata-rata curah hujan GSMaP StDev 12.001 87.579 138.594
dengan nilai simpangan baku data tersebut,
x
pada curah hujan permukaan terlihat sebaran CH 10.444 107.124 309.053
skala harian sangat bervariasi, tetapi semakin TRMM StDev 13.854 67.013 115.187
diakumulasikan menjadi 10 harian dan
bulanan variasi data akan semakin berkurang.
4.1.2.2 Data Curah Hujan TRMM TMPA digunakan istilah overestimate jika besaran
hujan keluaran dari satelit melebihi besar
Tabel 11 Statistik curah hujan TRMM harian hujan permukaan, dan underestimate jika
periode 1 Desember 2008 – 28 Februari 2009 besar hujan satelit kurang dari besar curah
CH StDe
M
H hujan permukaan.
Sum I Max
TRMM v H
n
19.2 113.2 4.2.1Perbandingan Menurut Variasi
Wil.I 10.43 938.91 0 56 Temporal Curah Hujan Pada Setiap
7 8
Wil.II 9.38 14.8 844.47 0 88.02 64 Wilayah Kajian
Wil.II 15.8 1036.5 4.2.1.1 Wilayah I – Wilayah Pantai
11.52 0 66.03 69 Pada Gambar 14(1) grafik curah hujan harian
I 8 9
GSMaP terlihat sebaran titik sangat menyebar
Tabel 9 menunjukkan akumulasi curah baik diatas maupun dibawah garis tengah,
hujan dan rataan curah hujan TRMM terbesar sebaran grafik yang menyebar ini
terdapat pada wilayah III, hal ini sama dengan menunjukkan pola hubungan kedua data yang
karakteristik curah hujan permukaan. tidak mirip, secara statistika untuk melihat
Karakterisitik sebaran data CH TRMM pola hubungan ini dapat menggunakan
terlihat pada Tabel 11, curah hujan harian korelasi yang terlihat pada Tabel 12, korelasi
TRMM memiliki variasi data yang besar, yang terbentuk hanya 0.16, yang
semakin diakumulasi menjadi 10-harian dan menunjukkan hanya 16% dari pola curah
bulanan variasi datanya semakin kecil. Plot hujan permukaan yang mampu diikuti oleh
curah hujan dapat terlihat pada Gambar 13 GSMaP. Perbandingan curah hujan harian
akan terlihat jelas pada Gambar 15(1), terlihat
4.2 Perbandingan Data Hujan Satelit fluktuasi curah hujan GSMaP tidak dapat
dengan Data Hujan Permukaan mengikuti curah hujan permukaan, bahkan
pada periode curah hujan ekstrim 12 dan 13
Perbandingan dibagi dalam tiga variasi Januari 2009 curah hujan yang dicatat oleh
temporal dan empat wilayah kajian yaitu GSMaP sangat dibawah curah hujan
harian, 10-harian, dan bulanan pada wilayah permukaan. Pada Gambar 14(1) grafik curah
pantai, daratan, pegunungan dan keseluruhan. hujan harian GSMaP terlihat sebaran titik
Periode harian dan 10-harian digunakan data sangat menyebar baik diatas maupun dibawah
dari 1 Desember 2008 – 28 Februari 2009, garis tengah, sebaran grafik yang menyebar
sedangkan untuk bulanan digunakan data dari ini menunjukkan pola hubungan kedua data
Oktober 2008 – Februari 2009. yang tidak mirip, secara statistika untuk
Besar curah hujan yang dikeluarkan oleh melihat pola hubungan ini dapat
satelit merupakan pendugaan curah hujan menggunakan korelasi yang terlihat pada
secara tidak langsung dengan sensor, maka Tabel 12, korelasi yang terbentuk hanya 0.16,
Gambar 14 Perbandingan antara curah hujan Permukaan dengan curah hujan GSMaP (1) dan
TRMM 3B42RT (2) secara harian (A), 10harian (B), dan Bulanan (C) pada wilayah I
yang menunjukkan hanya 16% dari pola curah negatif (-0.03), yang menunjukkan bahwa
hujan permukaan yang mampu diikuti oleh pola curah hujan GSMaP 10-harian
GSMaP. Perbandingan curah hujan harian berkebalikan dengan pola curah hujan
akan terlihat jelas pada Gambar 15(1), terlihat permukaan Akan tetapi jika curah hujan
fluktuasi curah hujan GSMaP tidak dapat tersebut kembali diakumulasikan menjadi
mengikuti curah hujan permukaan, bahkan curah hujan bulanan, keseluruhan sebaran titik
pada periode curah hujan ekstrim 12 dan 13 ada pada bagian atas garis dengan korelasi
Januari 2009 curah hujan yang dicatat oleh mencapai 0.86, hal ini menunjukkan curah
GSMaP sangat dibawah curah hujan hujan GSMaP bulanan pada wilauah I dapat
permukaan. Fakta ini diperkuat oleh uji Mann mengikuti pola curah hujan permukaan, tetapi
Whitney (Tabel 13) yang menunjukkan secara besarnya selalu lebih kecil dari pada curah
rata-rata curah hujan GSMaP harian berbeda hujan permukaan yang terukur.
nyata dengan curah hujan permukaan. Hal Curah hujan TRMM jika diakumulasikan
yang sama juga terjadi pada curah hujan menjadi 10 harian mempunyai korelasi yang
harian TRMM, dengan melihat Gambar 14(2), sangat baik dengan curah hujan permukaan,
pola sebaran grafik menyebar dan korelasi mencapai 0.85, dan jika diakumulasikan
hanya 0.55, didukung oleh uji Mann Whitney kembali (menggunakan data TRMM 3B43
yang menyebutkan bahwa secara rataan nilai V6) juga mempunya korelasi 0.81. Nilai
rataan TRMM harian wilayah I berbeda nyata korelasi dengan curah hujan permukaan yang
dengan rataan curah hujan permukaan. mencapai lebih dari 0.8 ini juga didukung
TRMM mampu menduga dengan baik dengan sebaran grafik yang cenderung
kejadian hujan ekstrim tanggal 13 Januari mendekati garis tengah, sehingga
2009, akan tetapi pada tanggal 12 Januari menunjukkan nilainnya akurat. Keakuratan ini
2009 TRMM besarnya berada jauh dibawah didukung oleh uji Mann Whitney yang
besar curah hujan permukaan. menyebutkan bahwa antara curah hujan
Curah hujan harian GSMaP TRMM 10 harian dan curah hujan TRMM
diakumulasikan menjadi 10-harian plot bulanan dengan curah hujan permukaan tidak
grafiknya pada Gambar 14(B.1) juga masih berbeda nyata secara rataan.
tersebar, dengan korelasi justru bernilai
T
Tabel 13 Uji Mann
M Whitneyy antara data cuurah hujan GSM
MaP dan TRM
MM dengan data curah
hujaan permukaan wilayah
w I
Uji Mann
n Whitney
Data Wilayaah I
P-Val Deskipsi
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0271 **
Harian CH TRMM v CH Permukaaan 0.0355 **
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.5365 *
10-harian CH TRMM v CH Permukaaan 0.5365 *
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.4034 *
Bulanan CH TRMM v CH Permukaaan 0.8345 *
Keet : * Tidak berrbeda nyata, *** Berbeda Nyaata, *** Sangatt berbeda Nyataa
Gambar 15 Pllot perbandingaan antara curahh hujan harian Permukaan deengan curah hu
ujan GSMaP
dan TRRMM pada wilaayah I
T
Tabel 14 Perbbandingan CH GSMaP dan T
TRMM dengan CH permukaaan wilayah II
Harian 100-harian Bulanan n
WILL II
GSMaP
P TRMM
M GSMaP TRMM GSMaP TR
RMM
Koreelasi 0.16 0.61 0.20
0 0.77 0.59 0..98
MAAE 11.71 9.06 88.883 50.96 165.80 52
2.04
RMSE 20.51 14.722 123.6
61 64.04 195.77 62
2.64
T
Tabel 15 Uji Mann
M Whitneyy CH GSMaP dan
d TRMM deengan CH perm
mukaan wilayahhII
Uji Mann
n Whitney
Data Wilayah
h II
P-Val Deskipsi
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0002 ***
Harian
CH TRMM v CH Permukaaan 0.0660 *
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.1577 *
10-harian
CH TRMM v CH Permukaaan 0.6588 *
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0601 *
Bulanan
CH TRMM v CH Permukaaan 0.4034 *
Keet : * Tidak berrbeda nyata, *** Berbeda Nyaata, *** Sangatt berbeda Nyataa
G
Gambar 17 Plot perbandingaan antara curahh hujan harian Permukaan
P deengan curah hu
ujan GSMaP
daan TRMM padaa wilayah II
4.2.1.3 Wilayah III – Wilayah Pegunungan curah hujan permukaan untuk wilayah
Pada wilayah III ini terlihat dari Gambar pegunungan dengan korelasi dengan curah
18, baik GSMaP maupun TRMM dalam skala hujan permukaan sebesar 0.60. Uji Mann
harian dan 10 harian sebaran titiknya Whitney (Tabel 17) juga menunjukkan bahwa
menyebar, yang menunjukkan bahwa banyak curah hujan bulanan TRMM pada wilayah III
terdapat overestimate dan underestimate curah tidak berbeda nyata rataannya dengan curah
hujan GSMaP dan TRMM terhadap pada hujan permukaan
wilayah ini. Sebaran grafik yang menyebar ini Gambar 19 menunjukkan plot
juga terlihat dari korelasi antara curah hujan perbandingan antara GSMaP dan TRMM
GSMaP dan TRMM dengan curah hujan dengan curah hujan permukaan, jika melihat
permukaan (Tabel 16) yang bernilai kecil nilai ekstrim curah hujan permukaan, GSMaP
(<0.3). Pada periode curah hujan bulanan tidak dapat menduga nilai ekstrim tersebut,
untuk GSMaP pada Gambar 18 telihat jelas TRMM mampu menduga nilai ekstrim
sebarannya keseluruhan nilainnya berada tersebut dengan baik. Akan tetapi ada banyak
dibawah curah hujan permukaan bulanan, kejadian overestimate pada TRMM, sehingga
sedangkan pada TRMM yang menggunakan membuat pada wilayah III ini baik GSMaP
dataset 3B43.V6 sebagian besar titik-titik mauputn TRMM polanya secara harian tidak
berada dekat dengan garis tengah sehingga ada yang mampu mengikuti pola sebaran
dalam skala bulanan TRMM mampu menduga curah hujan permukaan.
Gambar 18 Perbandingan antara curah hujan permukaan dengan curah hujan GSMaP (1) dan
TRMM (2) secara harian (A), 10harian (B), dan Bulanan (C) pada wilayah III.
Tabel 16 Perbandingan data curah hujan GSMaP dan TRMM dengan data curah hujan
permukaan secara statistik pada wilayah III
Harian 10-harian Bulanan
WIL III
GSMaP TRMM GSMaP TRMM GSMaP TRMM
Korelasi 0.13 0.32 0.11 0.20 0.37 0.60
MAE 12.28 11.21 97.77 81.03 207.46 97.31
RMSE 16.82 16.20 123.97 91.51 235.93 101.30
T
Tabel 17 Uji Mann
M Whitneyy antara CH GS
SMaP dan TRM
MM dengan C permukaan wiilayah III
Uji Mannn Whitney
Data Wilayahh III
P-Val Deskipsi
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0000 ***
Harian
CH TRMM v CH Permukaaan 0.0014 ***
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0273 ***
10-harian
CH TRMM v CH Permukaaan 1.0000 *
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0367 ***
Bulanan
CH TRMM v CH Permukaaan 0.4034 *
Keet : * Tidak berrbeda nyata, *** Berbeda Nyaata, *** Sangatt berbeda Nyataa
G
Gambar 19 Plot perbandingaan antara curahh hujan harian Permukaan
P deengan curah huujan GSMaP
daan TRMM padaa wilayah III
T
Tabel 18 Perrbandingan CHH GSMaP dan TRMM
T dengann CH permukaaan secara statisstik pada
wilaayah Keseluruh
han
Harian 10-harian Buulanan
KESELURU UHAN
GSMMaP TRRMM G
GSMaP TRM MM GSMaP P TRMM
Korelassi 0.21 0.63 0.15 0.777 0.40 0.96
MAE 10.49 7.92 77.05 42.74 149.70 42.82
RMSEE 16.24 111.72 1
115.19 57.27 187.19 49.63
T
Tabel 19 Uji Mann
M Whitneyy antara CH GS
SMaP dan TRM
MM dengan CH
H permukaan wilayah
w
Keseluruhan
Data Wilayaah Uji Mannn Whitney
Keseluruhaan P-Val Deskipsi
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0002 ***
Harian
CH TRMM v CH Permukaaan 0.0772 *
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.0934 *
10-harian
CH TRMM v CH Permukaaan 1.0000 *
CH GSMaP v CH Permukaaan 0.1437 *
Bulanan
CH TRMM v CH Permukaaan 0.8345 *
Keet : * Tidak berrbeda nyata, *** Berbeda Nyaata, *** Sangatt berbeda Nyataa
Gambar 21 P
Plot perbandinggan antara CH harian Permukkaan dengan C
CH GSMaP dan TRMM
p
pada wilayah Keseluruhan
K
4
4.2.2 Perband
dingan menuru
ut variasi wilaayah kajian paada setiap varriasi waktu
G
Gambar 22 Peerbandingan sttatistik korelasii (1) dan param
meter galatnya (2) antara GSMMaP dan
TR
RMM dengan curah
c hujan peermukaan secarra harian (A), 10harian
1 (B), Bulanan
B (C)
dan 0.96). TRMM dalam skala bulanan sudah pendugaan oleh sensor gelombang mikro
dapat diterapkan pada semua wilayah. dengan curah hujan permukaan. Beberapa
faktor yang menjadi penyebab hal ini antara
4.3 Identifikasi Faktor Penyebab Galat lain Variabilitas dari emisi permukaan yang
Hasil perbandingan menunjukkan adanya tinggi pada wilayah pegunungan (Porcu et al.
galat yang bervariasi baik overestimate 2003) dan pengaruh proses hujan orografik.
maupun underestimate, untuk itu perlu Emisi permukaan daratan yang diterima
dilakukan indentifikasi penyebab galat ini. oleh sensor gelombang mikro pada satelit
GSMaP dan TRMM TMPA adalah pendugaan adalah hasil interaksi yang kompleks antara
curah hujan dengan menggunakan metode parameter-parameter permukaan sehingga
kombinasi, metode kombinasi ini merupakan nilainnya akan sangat bervariasi dan sangat
gabungan antara data dari sensor gelombang sulit diprediksi. Emisi gelombang mikro pada
mikro sebagai data utama dan sebagai data wilayah daratan dikeluarkan oleh parameter-
tambahan digunakan sensor inframerah, parameter seperti tutupan lahan, kelembaban
karena itulah identifikasi lebih diprioritaskan tanah dan kekasaran permukaan (Prigent et al.
pada cara kerja sensor gelombang mikro 2006). Tutupan lahan dan dan kekasaran
dalam menduga curah hujan. permukaan yang sangat bervariasi pada
Pengukuran curah hujan secara tidak wilayah III dibandingkan dengan wilayah I
langsung yang dilakukan dengan sensor dan II membuat variabilitas permukaan pada
gelombang mikro ini sangat bergantung pada wilayah ini sangat beragam, variabilitas emisi
variabilitas emisi permukaan, penelitian permukaan yang tinggi membuat sensor
dengan menggunakan sensor SSM/I gelombang mikro bias dalam membedakan
menyebutkan bahwa pengukuran suhu kecerahan butir hujan dengan suhu
menggunakan gelombang mikro akurasinya kecerahan permukaan.
setingkat dengan akurasi radar untuk wilayah Wilayah III dari peta ketinggian ASTER
lautan, akan tetapi akurasi berkurang untuk G-DEM yang mempunyai resolusi 30m
wilayah daratan karena adanya variasi diperoleh informasi nilai ketinggian
emisivitas dari daratan (Spencer et al. 1989). maksimum 2091 m dan minimum sebesar 91
Variabilitas emisi permukaan yang tinggi m, dari peta terebut juga dilakukan
membuat sensor gelombang mikro kesulitan pengolahan dengan menggunakan software
membedakan suhu kecerahan butir hujan ArcGIS untuk membuat peta kemiringan
dengan suhu kecerahan permukaan. lereng. Peta kemiringan lereng yang terbentuk
Wilayah I, kesalahan pendugaan ini (Gambar 23) memberikan informasi
dimungkinkan jika melihat cara kerja sensor kemiringan lereng maksimum 61 derajat
gelombang mikro yang berbeda pada kondisi dengan rata-rata kemiringan lereng sebesar
lautan dan daratan. Pada wilayah lautan 8.96 Kemiringan lereng ini mengakibatkan
penggunaan gelombang mikro akan hujan orografik akan berpengaruh besar
didapatkan jumlah curah hujan yang akurat terhadap kejadian hujan di wilayah ini.
karena perbedaan suhu kecerahan antara butir Fenomena ini hujan orografik ini ditandai
hujan (hydrometeor) dengan permukaan dengan kejadiaan hujan yang terjadi pada sore
(lautan) telihat sangat berbeda pada sensor, hari, hasil penelitian menunjukkan wilayah
sedangkan pada wilayah daratan, karena Kota Bogor yang berada di kaki Gunung
antara butir hujan daratan terlihat sama, maka Salak 75% hujan nya terjadi antara pukul
diperlukan suatu model awan untuk 12.00 dan 20.00, sedangkan kurang dari 10%
memodelkan jumlah scatering yang terjadi. nya terjadi antara pukul 04.00 dan 12.00
Wilayah pantai memakai algoritma tersendiri (Oldeman dan Suardi 1976).
karena dengan komposisi lautan dan daratan Pada wilayah pegunungan, udara yang
yang berimbang membuat nilai estimasi oleh dipaksa naik melewati wilayah pegunungan
satelit menjadi lebih buruk dari pada wilayah akan mengakibatkan peningkatan jumlah
lautan saja atau daratan saja, karena curah hujan dan peningkatan waktu lama
kemampuan akurasi tinggi pada wilayah hujan pada wilayah tersebut. Tipe hujan
lautan akan langung tidak akurat pada wilayah seperti ini akan mengakat/memompa udara
daratan jika memakai metode pengukuran yang hampir jenuh kedalam lapisan jenuh,
yang sama. sehingga dapat menyebabkan pembentukan
Wilayah III adalah wilayah pegunungan “warm rain” pada ketinggian yang relatif
terlihat nilai korelasi yang sangat kecil rendah (Maddox et al.1978; Caracena et
dibanding wilayah kajian lainnya, hal ini al.1979; Reinking and Boatman 1986; J. A.
menunjukkan hubungan yang buruk antara Smith et al.1996; Petersen et al. 1999; J. A.
Smith et al. 2000; Kelsch 2001 dalam dikarenakan metode pengukuran curah hujan
Committee to Assess NEXRAD Flash Flood dengan gelombang mikro pada wilayah
2005). “Warm rain” atau disebut dengan daratan memakai metode scattering based,
hujan hangat adalah hujan tanpa menimbulkan dimana dibuat model asumsi curah hujan
es-es pada bagian puncaknya . dengan bagian atas terdiri dari lapisan- lapisan
es.
Lapisan es ini akan melakukan hamburan
terhadap emisi butir hujan, sehingga nilai suhu
kecerahan akan terlihat lebih rendah pada
sensor dan mampu dibedakan dengan suhu
kecerahan daratan. Pembentukan awan hujan
tanpa disertai partikel es diatasnya membuat
underestimate jumlah hujan pada wilayah
kejadian (Kummerow et al. 2001 dalam Liu
dan E Zipser 2008).
Data bulanan
D n GSMaP mempunyai
m nnilai curahh hujan GSM MaP bulanan wilayah
w I ini
k
korelasi baik dengan
d curah hujan permukkaan adalaah Suhu perm mukaan dan Kelembaban
t
tetapi karena sebagian besaar datanya sellalu Spesiifik pada kettinggian 850m mb. Nilai R2
l
lebih rendah daripada nilai curah huujan yang didapat 99% (Tabel 20), menunjukkan
m
p
permukaan, m
maka data bu
ulanan ini peerlu persaamaan ini mampu
m mengkkoreksi nilai
d
dikoreksi. curahh hujan GSMaaP bulanan deengan sangat
baik. Plot grafik ((Gambar 25) terlihat
t jelas,
44.4.1.1 Wilayaah I titik-ttitik menyebarr tepat pada garis
g tengah,
Koreksi dilakukan
d denggan memberikan yang menunjukkan data koreksi sesuai
s dengan
t
tiga perlakuann pada parameeter NOAA yyang data curah
c hujan peermukaan.
d
dipergunakan, hasil regresi stepwise ternyyata
m
memberikan p
persamaan keluuaran yang saama Tabel 20 Perbandiingan CH Permukaan
p
pada ketiga perrlakuan. dengan ddata GSMaP daan persamaan
koreksi wilayah
w I
CHGSMaP*= 5413 + 0.7644*CHGSMaP – Persamaan
P
241*TT(permukaan) + 899.3*qs(850) bandingan
Perb Awal
Koreksi
R2 - 99%
K : CHGSMaP** : CH GSMaP
Ket P Bulanan Koreeksi
MAEE 1132.973 1.045
T(permukaann) : Suhu Udaraa Permukaan
qs(850)) : Kelembabann Spesifik 850m
mb RMS
SE 1148.746 1.366
Gambarr 25 Scatterplott antara curah hhujan permukaaan dengan currah hujan sateliit sebelum
koreksi (kiri) dan dengan peersamaan korekksi (kanan) padda wilayah I
K : CHGSMaP** : CH GSMaP
Ket P Bulanan Koreeksi Tabel 21 Perbandiingan data CH
H Permukaan
dengan GSMaP dann persamaan
Hasil kelluaran regressi stepwise ini koreksi wilayah
w II
menunjukan bahwa tidak ada parameeter
m P
Persamaan
bandingan
Perb Awal
k
koreksi dari NOAA
N yang mampu menjjadi Koreksi
p
parameter koreeksi pada wilaayah II, sehinngga R2 - 34.90%
y
yang didapat hanya
h persamaan koreksi reggresi MAE E 1165.796 90.515
d
dengan curah hujan GSMaP P saja. Persammaan RMS SE 1195.766 97.322
i mampu meengkoreksi nilaai galat (MAE dan
ini
R
RMSE) curah hujan GSMaP P awal, meskippun
Gambarr 26 Scatterplott antara curah hhujan permukaaan dengan currah hujan sateliit sebelum
koreksi (kiri) dan dengan peersamaan korekksi (kanan) padda wilayah II
Gambarr 27 Scatterplott antara curah hhujan permukaaan dengan currah hujan sateliit sebelum
koreksi (kiri) dan
d dengan perrsamaan korek ksi (kanan) padda wilayah III
K : CHGSMaP** : CH GSMaP
Ket P Bulanan Koreeksi Tabel 23 Perbandiingan data CH H Permukaan
dengan GSMaP dann persamaan
Pada wilayyah keseluruhann ini, seperti juga koreksi wilayah
w keseluuruhan
ppada wilayah II dan III, regresi stepw wise Perb
bandingan Awal
Peersamaan
k
kembali tidaak mengeluaarkan parameeter Koreksi
N
NOAA sebaggai hasil kelluarannya. Hasil
H R2 - 15.90%
p
persamaan kooreksi yang berupa
b persammaan
r
regresi positiff, menunjukkaan bahwa cuurah MA
AE 149.705 95.829
h
hujan GSMaP awal besaran nnya lebih renndah RM
MSE 187.192 105.060
Gambarr 28 Scatterplott antara curah hhujan permukaaan dengan currah hujan sateliit sebelum
korek
ksi (kiri) dan dengan
d persamaaan koreksi (kaanan) pada willayah keseluruhhan
44.4.2 Persama aan Koreksi TRMMT Wilayyah TRMMM pada willayah pergunuungan. Nilai
I
III perbaandingan antarra nilai curah hujan
h TRMM
Hasil iden ntifikasi menuunjukkan bahhwa awal dengan 3 perssamaan korekssi, ditunjukan
c
curah hujan harian TRM MM wilayah III oleh Tabel 25, kketiga persam maan koreksi
m
mempunyai niilai korelasi jauh lebih renndah sudah h mampu mem mberikan nilai koreksi
k hujan
d
dibandingkan pada wilayah h I dan II yyang yang jauh mendekaati nilai curah hujan
h stasiun
s
sudah dapat mencapai >550%, sehinngga jauh lebih baik darii TRMM.
p
persamaan korreksi ini lebihh difokuskan ppada Hasil
H Persamaaan Koreksi teerbaik adalah
n
nilai curah hujan
h TRMM M pada wilaayah persaamaan korekssi nomor tiiga, dengan
p
pegunungan. Hasil
H regresi stepwise denngan korellasi mencapai 0.7 (naik lebih dari 2 kali
t
tiga perlakuaann memberikann keluaran berrupa lipat korelasi aw wal), akan teetapi karena
t
tiga persamaaan (Tabel 24). Hasil ini persaamaan koreksii nomor tiga ini memakai
m
menunjukkan bahwa p
parameter yyang asummsi, sehingga pperlu dilakukaan penelitian
b
berpengaruh untuk
u koreksi curah
c hujan sattelit lebihh jauh tentang kebenaran darri asumsi ini.
p
pada kondisi topografi peg gunungan adaalah Persaamaan keduua yang menggunakan m
T
Tekanan Udarra Permukaan n, Angin 850m mb, perkaalian vektor daalam menentuk kan interaksi
P
Parameter C (Angin permu ukaan komponen antarra angin denngan kemirinngan lereng,
V
V(-) dan Kem miringan leren ng), Suhu uddara meru upakan faktor kkorelasi terbaikk jika dilihat
8
850mb, Kelemmbaban tanahh kedalaman 10- secarra teoritis, akaan tetapi fakto
or koreksi ini
2
200cm, dan suhu kulit permukaan
p (SSkin memmpunyai kelemaahan pada saatt curah hujan
t
temperature), sehingga daapat disimpullkan tingggi (hari ke 45), tidak memb berikan hasil
b
bahwa parameeter inilah yanng mempengarruhi yang sesuai (Gambaar 28).
k
kesalahan peendugaan nilaai curah huujan
T
Tabel 24 Persaamaan Koreksi data TRMM Wilayah
W III
PERSA AMAAN KOR REKSI CH TR RMM WILAY YAH III
CH
C TRMM* = 8833 + 0.233*CHTTRMM+ 2.10*P(ppermukaan) + 0.7227*V(850) - 4.900*T(850) –
I
325*θ(10-200cm) - 4.74*Ts (permukaan)
CHTRMM* = 701+ 0.229* CHTRMM + 0.00111*P(Permukaaan) + 0.0776*V V(850) –
II
5.69*Ts (permukaan)+ 0.3228*RH850 – 311*θ(10-200cm)- 3..82* R⋅S (permukkaan)
III CHTRMM* = 2132 - 0.0296* R⋅S (permukaan)*C CHTRMM - 6.766 T(850)- 396 *θ(10-200cm)
K : CHGSMaaP* : CH GSM
Ket MaP Bulanan K Koreksi V(8550) : Keccepatan Angin 850mb
P(permukaaan) : Tekanan n Udara Permuukaan T(8550) : Suhhu udara 850mmb,
θ(10-200cm
m) : Kelembaaban tanah 10--200cm Ts (permukaan)
( : Suhhu kulit permukkaan
R⋅S(permmukaan) : Interaksi antara Angin
n permukaan daan Kemiringan lereng
T
Tabel 25 Perbbandingan dataa CH Permukaaan dengan TRM
MM dan persam
maan koreksi wilayah
w III
Persamaan n Persam
maan Koreksii Persamaa an Koreksi
Perbandingan
n Awal
Koreksi I II III
I
R2 - 41.80% 43.9% 49.80%
MAE 11.21 5.70 5.87 5.66
RMSE 16.20 2.39 2.42 2.38
G
Gambar 29 Sccatterplot antarra curah hujan ppermukaan den
ngan curah hujan TRMM TM
MPA sebelum
ko
oreksi (atas) daan 3 persamaann koreksi (bawaah).
A
B
C
D
G
Gambar 29 Plot antara nilai curah hujan TR
RMM (A) dan tiga Persamaaan Koreksi (B,C
C,D)
terrhadap waktu pada
p wilayah III
Temperature Data. J Arid Enviro 73: 557– Michaelides S. 2008. Precipitation: Advances
562 in Measurement, Estimation and
Prediction. Springer: Berlin.
[JAXA] Japan Aerospace and Exploration
Agency. 2006. TRMM Data Users [NASA] National Aeronautic and Space
Handbook. Japan: Earth Observation Administration. NASA Facts: TRMM
Center. Instruments TRMM Microwave Imager.
http://trmm.gsfc.nasa.gov/index.html.
[JAXA] Japan Aerospace and Exploration [Mei 2009]
Agency. 2008. Global Rainfall Map in
Near Real Time Data Format Description. Okamoto K, S. Shige, N. Takahashi, K.
Japan: Earth Observation Center. Iwanami, dan T. Kubota. 2007. High
Precision And High Resolution Global
[JAXA] Japan Aerospace and Exploration Precipitation Map From Satellite Data.
Agency. 2008. User’s Guide For Global International Symposium on Antennas and
Rainfall Map By JAXA/EORC GSMaP Propagation; Japan, 22 Ags 2007.
Near Realtime System (GSMaP_NRT)
Oldeman L.R dan D. Suardi. 1977. Climatic
Kachi M, T. Kubota, K. Aonashi, T. Ushio Determinants In Relation To Cropping
dan S. Sige. 2009. GSMaP (Global Patterns . Proceedings, Symposium on
Satellite Mapping for Precipitation). Cropping Systems Research and
IGWCO; Kyoto, Japan Development for the Asian Rice Farmer,
21-24 September 1976, Los Banos,
Kalnay E, M. Kanamitsu, R. Kistler, W. Filipina. Philipine : The International Rice
Collins, D. Deaven, L. Gandin, M. Iredell, Research Institute
S. Saha, G. White, J. Woollen, Y. Zhu, A.
Leetmaa, dan R. Reynolds. 1996. The Porcu F, F. Prodi, S. Pinori, S. Dietrich, G.
NCEP/NCAR 40-Year Reanalysis Project. Panegrossi, dan G. Tripoli. 2003. On The
Bull. Amer. Meteor 77:437-470 Capabilities of VIS/IR Satellite Data to
Resolve Orographic Precipitation.
Kidder S.Q. 1981. The Measurement of Proceedings of the 5th EGS Plinius
Precipitation Frequencies by Passive Conference; Ajaccio, Corsica, France, Okt
Microwave Radiometry. In : Precipitation 2003. France: Editrice.
measurements from Space,Workshop
Report. October 1981. NASA Goddard Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi.
Space Flight Center: Greenbelt Bandung: ITB.
Liu C dan E.J. Zipser. 2009. “Warm Rain” in Spencer R.W, H.G. Michael, dan E.H. Tobbie.
the tropics: seasonal and regional 1989. Precipitation Retrieval over Land
distributions based on 9 yr of TRMM data. and Ocean with the SSM/I: Identification
Journal of Climate 22:767-779. and Characteristics of the Scattering
LAMPIRAN
42
Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) adalah suatu proyek milik pemerintah
Jepang untuk melakukan pengukuran curah hujan dengan menggunakan media satelit luar
angkasa. GSMaP ini awalnya didirikan oleh Japan Science and Technology Agency, bekerjasama
dengan Core Research for Evolutional Science and Technology (JST/CREST) pada bulan
November 2002. Sekarang dikelola dibawah lembaga antariksa Jepang yaitu JAXA’s Precipitation
Measurement Missions dan GCOM-W1/AMSR2.
Tujuan dari project ini adalah memproduksi data curah hujan secara global dengan resolusi
dan keakuratan yang tinggi menggunakan satelit dengan sensor radiometer gelombang mikro
(microwave radiometers MWR) (K. Okamoto 2007). Dua langkah yang digunakan dalam proses
pengolahan data pada GSMaP yaitu
1. Mengembangkan algoritma MWR yang konsisten dengan sensor Precipitation Radar
(PR) yang ada pada satelit TRMM dan Precipitation physical model yang dikembangkan
dari PR (Aonashi et al., 2009 dalam M Kachi et al. 2009)
2. Mengkombinasikan penggunaan MWR dangan IR dengan menggunakan Cloud moving
Vector dan Kalman Filter (Ushio et al., 2009 dalam M Kachi et al. 2009).
GSMaP ini melibatkan 3 satelit pengukur curah hujan dengan menggunakan sensor MWR yaitu
Selain penggunaan 3 satelit MWR ini, GSMaP juga menggunakan data satelit yang memakai
sensor IR. Data satelit IR yang digunakan adalah
1. MTSAT
2. METSOSAT-7/-8
3. GOES-11/-12
Ketiga data satelit ini disediakan oleh JWA (Japan Weather Association) dengan wilayah
jangkauan data secara global yaitu 60N – 60S, data tersedia setiap satu jam (JAXA 2008). Tujuan
dari penggunaan data IR ini adalah untuk mendapatkan vektor pergerakan awan (Cloud Motion
Vector), yang akan digunakan dalam algoritma GSMaP, karena itulah pengamatan hujan yang
dilakukan oleh GSMaP ini adalah gabungan sensor gelombang mikro dan inframerah
Tahap tahap pengambilan data Curah hujan GSMaP adalah sebagai berikut
1. Pengumpulan data dari satelit-satelit GEO IR yang dilakukan oleh JWA. Data GEO IR ini
digunakan untuk mendapatkan data pergerakan Awan (meridional dan zonal) secara
global (Cloud Motion Vector CMV).
2. Data MWR yang dikumpulkan dari empat satelit setiap tiga jam (citra hujan tiga jam
sebelumnya), lalu diinterpolasikan dengan citra CMV untuk mendapatkan pergerakan
hujan. Tetapi hasil interpolasi ini hanya pergerakan hujan saja, tidak terdapat proses
pertumbuhan atau penghilangan hujan. Atas dasar itu sehingga diperlukan suatu
persamaan untuk membuat proses tersebut dengan memakai Kalman filter. Kalman filter
adalah suatu hubungan antar nilai suhu kecerahan yang didapatkan dari sensor IR dengan
nilai intensitas hujan (Ushio 2008). Didapatlah citra hujan satu jam-an secara global
(empat jam sebelumya) lalu ditambah dengan nilai dari sensor MWR pada jam itu, hanya
pada lokasi tertentu yang sedang dilintasi oleh orbit satelit. Dilakukan koreksi tambahan
pada data hasil keluaran GSMaP_NRT tersebut
Gambar 2. Timeline algoritma hujan satu jam-an GSMaP_NRT (Kachi et al. 2009)
S
Satelit TRMM M
Tropicaal Rainfall Meaasuring Missioon merupakan satelit meteoroologi pengukurr curah hujan
h
hasil kerjasamma antara Natioonal Aeronautiics and Space Administrationn (NASA), Naational Space
D
Development A
Agency of Japan (NASDA) ssekarang bernaama JAXA (Jaapan Aerospacee Exploration
A
Agency), dan Communicatio
C on Research Laaboratory (CRL L) Jepang. Kerjasama yang baru
b pertama
k dilakukann oleh dua lem
kali mbaga antarikssa ini dalam bentuk
b pembaggian pembuataan instrument
s
sampai tempatt pusat pengaamatan satelit. Jepang menyyumbangkan instrument terppenting pada
s
satelit ini yaituu radar Hujan (Precipitationn Radar) dan pihak
p NASA m menyediakan empat
e sensor
l
lainnya besertaa pusat pengopperasian satelit. (JAXA 2006))
Satelit TRMM
T dilunccurkan pada 200 November 19997 di Tanegasshima Space Center
C Jepang
d
dengan mengggunakan H-II Vehicle
V dan dileetakan pada keetinggian 350 KKm dengan orbbit 35 derajat.
S
Satelit ini dideesain untuk maasa pengamatann tiga tahun duua bulan, tetapii karena keberhhasilan satelit
i umur sateliit diperpanjangg dengan mennaikan ketinggiian orbit menjadi 400 km (JJAXA 2006),
ini
s
selain juga unttuk menghematt bahan bakar kenaikan
k orbit ini juga bertujuan untuk men
ngurangi efek
g
gangguan dari pergerakan atm mosfer.
Karaakteristik Utam
ma Satelit TRM
MM (JAXA 20006)
Waktu peeluncuran 20-Novembber-1997
Ketinggiaan orbit 350 km (dinnaikan jadi 402
2.5km)
Sudut kem
miringan orbit 35 derajat
Orbit Non Synchrronous
Design liffe 3 tahun 2 buulan
1. Precippitation Radar (PR)
(
2. TRMM
M Microwave Imager
I (TMI)
Instrumen
nt sensor 3. Visible Infrared Scanner (VIRS)
4. Lightinng Imaging Seensor (LIS)
5. Clouds and the Earth
h's Radiant Eneergy System (C
CERES)
Satelit TRMM
T ini berrfungsi untuk melakukan penngukuran hujaan dengan wilaayah cakupan
ssecara global yaitu
y global, dari
d 50° LU-500°LS dan 180°B BT-180°BB, ddan data terseddia dari bulan
J
Januari 1998 sampai
s sekaranng (JAXA 20006). Orbit darii TRMM didessain non synchhronous orbit
d
dengan sudut putaran 35o daan kecepatan tterbang 7.3m/ddt, yang berart
rti dapat mengelilingi bumi
d
dalam waktu 90
9 menit dan 166 orbit dalam ssatu hari.
G
Gambar Orbit TRMM
Dataset TRMM
Data untuk user yang dikeluarkan oleh TRMM dibagi dalam ke dalam empat level
pengolahan data, yang merupakan tingkatan pengolahan data dari data mentah hasil penerimaan
sensor menjadi data yang sudah siap untuk digunakan oleh user dalam bentuk grid. Data level 0
tidak disediakan secara langsung kepada user, tetapi untuk level dua sampai tiga user dapat
diunduh langsung di ftp://disc2.nascom.nasa.gov/data/TRMM/ dengan dua tipe file keluaran yaitu
.HDF dan .BIN, berikut beberapa keluaran dari sensor pada tiap level yang berbeda
(Meteosat) Eropa. Nilai IR yang diperoleh dari masing-masing satelit ini lalu dikombinasikan pada
Geostationary Satellite Precipitation Data Centre (GSPDC).
Kombinasi antara HQ dan VAR ini akan mengahasilkan data curah hujan dengan prioritas
kombinasi mengutamakan data HQ dan jika terjadi kekosongan data maka baru akan ditutup
dengan penggunakan data presipitasi dari VAR (Funk et al. 2009). Data 3B43V6 merupakan data
curah hujan bulanan, yang dikalibrasi dengan data pengukuran hujan pada permukaan (ground
observation) milik GPCC (Global Precipitiation Climatology Centre). Prioritas penggabungan
data ini adalah
Lampiran 9 Keluaran regresi stepwise persamaan koreksi 1 Curah hujan harian TRMM
SKT -4.7
T-Value -1.77
P-Value 0.081
Source DF SS MS F P
Regression 6 4477.68 746.28 9.95 0.000
Residual Error 83 6227.83 75.03
Total 89 10705.52
Lampiran 10 Keluaran regresi stepwise persamaan koreksi 2 Curah hujan harian TRMM
Stepwise Regression: Pengamatan Permu versus 3B42_RT, AirTemp850, ...
Alpha-to-Enter: 0.15 Alpha-to-Remove: 0.15
Response is Pengamatan Permukaan BMKG on 27 predictors, Stepwith N = 90 7 8
Step 1 2 3 4 Constant 5 6 700.9 802.1
Constant -2250.12 -2048.41 -2063.86 -192.92 -159.48 -61.52
Pressure_1 0.00111 0.00120
Pressure 0.00228 0.00208 T-Value 0.00142
0.00209 0.00175 0.00155 2.20 2.40
T-Value 4.58 4.26 4.49 3.56 P-Value
3.11 2.86 0.031 0.019
P-Value 0.000 0.000 0.000 0.001 0.003 0.005
3B42_RT 0.229 0.221
3B42_RT 0.175 0.228 0.254 T-Value
0.259 0.254 3.65 3.54
T-Value 2.71 3.56 3.94 P-Value
4.06 4.03 0.000 0.001
P-Value 0.008 0.001 0.000 0.000 0.000
Wind850_1 0.078 0.085
Wind850 0.078 0.063 T-Value
0.052 0.067 2.87 3.21
T-Value 3.09 2.44 P-Value
1.97 2.47 0.005 0.002
P-Value 0.003 0.017 0.052 0.016
SKT -5.7 -6.3
SKT -5.2 T-Value
-4.6 -4.6 -2.16 -2.40
T-Value -1.91 P-Value
-1.71 -1.72 0.034 0.018
P-Value 0.060 0.091 0.090
Parameter C -3.8
Parameter C T-Value
-4.9 -5.9 -1.29
T-Value P-Value
-1.71 -2.06 0.200
P-Value 0.091 0.043
Rhum850 0.33 0.33
Rhum850 T-Value 0.19 2.81 2.80
T-Value P-Value 1.88 0.006 0.006
P-Value 0.064
SoillMST10-200cm -311 -366
SoillMST10-200cm T-Value -2.27 -2.81
T-Value P-Value 0.026 0.006
P-Value
S 8.56 8.59
S 9.91 9.57 9.14 9.00 R-Sq
8.90 8.77 43.92 42.79
R-Sq 19.23 25.51 32.94 35.70 R-Sq(adj)
37.86 40.39 39.14 38.65
R-Sq(adj) 18.31 23.79 30.61 32.67 34.16 36.08
Lampiran 11 Keluaran regresi stepwise persamaan koreksi 3 Curah hujan harian TRMM
Step 1 2 3
Constant 93.88 7918.63 5413.23
Q850 89.3
T-Value 15.90
P-Value 0.040
Step 1
Constant 220.7
GSMaP.II 0.66
T-Value 1.27
P-Value 0.294
S 126
R-Sq 34.93
R-Sq(adj) 13.24
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 25424 25424 1.61 0.294
Residual Error 3 47357 15786
Total 4 72782
Step 1
Constant 320.9
GSMaP.III 0.40
T-Value 0.69
P-Value 0.538
S 125
R-Sq 13.84
R-Sq(adj) 0.00
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 7490 7490 0.48 0.538
Residual Error 3 46637 15546
Total 4 54128
Step 1
Constant 240.4
gsmap.kesel 0.44
T-Value 0.75
P-Value 0.505
S 136
R-Sq 15.95
R-Sq(adj) 0.00
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 10469 10469 0.57 0.505
Residual Error 3 55188 18396
Total 4 65657
Lampiran 16 Data Curah hujan Permukaan, Curah hujan GSMaP, dan Curah hujan TRMM pada
wilayah I, II, dan III
101.42
20 10.725 12.810 36.010 26.479 23.160 13.739 12.910 14.970
7