Professional Documents
Culture Documents
The Influence of Hydrogen Peroxide Concentration To Methyl Ester Sulphonate Characteristics From Used Cooking Oil
The Influence of Hydrogen Peroxide Concentration To Methyl Ester Sulphonate Characteristics From Used Cooking Oil
By
TRIA ANDRIZA
process. The types of oil can be made for MES raw material is vegetable oil.
Used cooking oil is one of potential vegetable oils and is not yet used for MES
bleaching, and neutralization. The sulfonation product is dark color, and it needs
less odor. H2O2 bleaching becomes standard technique in reducing dark color of
good applications.
The objective of this research is to find out best H2O2 concentration to MES
characteristics from used cooking oil. Factors to investigate in this research are
H2O2 concentration (v/v) in 11% (K1), 13% (K2), 15% (K3), 17% (K4), and 19%
(K5). Treatments were ordered in non factorial and completely randomized group
design with three repetitions. Data homogenity was tested using Bartlett test and
Tria Andriza
data additivity was tested using Tuckey test. Analysis of variance to find out the
MES characteristics from used cooking oil. Data were furthered processed with
The result showed that the best H2O2 concentration to MES characteristics from
used cooking oil was 11% H2O2 (v/v). The best produced MES characteristics
indicated the average values of surface tension 34.57 dyne/cm, emulsion stability
56.37%, specific gravity 1.39 g/mL, and average values of color scoring test 4,22
Oleh
TRIA ANDRIZA
Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui
proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan MES adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak
sawit, minyak inti sawit, minyak kedelai, atau tallow. Minyak jelantah
merupakan salah satu minyak nabati yang potensial dan belum dimanfaatkan
Secara umum proses produksi MES terdiri dari tahap sulfonasi, pemucatan, dan
netralisasi. Produk hasil sulfonasi (MES) berwarna gelap, maka diperlukan proses
pemurnian dan pemucatan. MES harus memiliki sifat estetika yang baik untuk
menjadi surfaktan yang dapat bersaing. MES harus memiliki warna yang cerah
dan tingkat bau yang rendah. Pemucatan dengan menggunakan H2O2 menjadi
teknik standar untuk mengurangi warna gelap MES sehingga dapat diterima
karakteristik MES dari minyak jelantah. Faktor yang diteliti pada penelitian ini
adalah konsentrasi H2O2 (v/v) yaitu 11% (K1), 13% (K2), 15% (K3), 17% (K4)
dan 19% (K5). Perlakuan disusun secara non faktorial dalam Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Kesamaan ragam data
diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data
hasil pengamatan karakteristik MES dari minyak jelantah dilakukan sidik ragam
lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05.
karakteristik MES dari minyak jelantah adalah 11% H2O2 (v/v). Karakteristik
34,57 dyne/cm, stabilitas emulsi 56,37%, berat jenis 1,39 g/mL dan nilai rata-rata
Oleh
TRIA ANDRIZA
Skripsi
pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA
TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT
DARI MINYAK JELANTAH
(Skripsi)
Oleh
TRIA ANDRIZA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
8. Grafik pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap nilai berat jenis MES dari
minyak jelantah........................................................................................ 30
Halaman
DAFTAR TABEL . .......................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
4.3. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Berat Jenis pada Pembuatan Metil
Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Jelantah .......................................... 29
4.4. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Warna pada Pembuatan Metil Ester
Sulfonat (MES) dari Minyak Jelantah ................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdu, S. 2006. Kajian Proses Produksi Surfaktan Mes dari Minyak Sawit dengan
Menggunakan Reaktan H2SO4. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hlm.
ASTM. 2001. Annual Book of ASTM Standards: Soap and Other Detergents,
Polishes, Leather, Resilient Floor Covering. ASTM. Baltimore
Bernardini, E. 1983. Vegetable oils and fats processing. volume II. Rome:
Interstampa.
Darnoko, D. T., Herawan dan P. Guritno. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan
Prospek Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS. Vol. 9 (1) : 17 –
27.
Durrant, P. J. 1953. General and Inorganic Chemistry. London Longmans & Co.
Firdaus, I. 2003. Gliserolisis Minyak jelantah. Buletin PPKS. Vol.2 (3): 155-164.
Hidayati, S., Ilim, dan Pudji Permadi. 2008. Optimasi Proses Sulfonasi untuk
Memproduksi Metil Ester Sulfonat dari Minyak Sawit Kasar. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5 th Edition Vol 5.
John Willey & Sons, Inc, New York.7.
Nuri Astrini, dkk. 2007. Sulfonation Process of palm Methyl Ester as Anionic
Surfactant. J. ICCS. Yogyakarta. Hlm 1-4.
Pore, J. 1993. Oil and Fat Manual. New York: Intercept Ltd. J. Surfactants and
Detergents. Vol. 9 : 161-167.
Rivai, M. 2004. Kajian Pengaruh Nisbah Reaktan H2SO4 dan Lama Reaksi
Sulfonasi terhadap Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) yang
Dihasilkan. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
37
Sadi, S. 1994. Gliserolisis Minyak Sawit dan Inti Sawit dengan Piridin. Buletin
PPKS. Vol. 2 (3) : 155 – 164.
Salager, J.L. 2002. Surfactants types and uses. Los Andes: Laboratory of
Formulation, Interfaces Rheology and Processes. J. Am Oil Chem Soc.
Vol. 65 (6) : 1000-1006.
Sutriah, dkk. 2006. Sintesis dan Pencirian Surfaktan Berbasis Minyak Sawit dan
Karbohidrat untuk Aditif Produk Pangan dan Detergen. Prosiding
Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Hlm 259-270.
SNI. 1999. Metil Ester. Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia.
06-6048-1999.
Williams, R.A. dan S.J.R. Simon. 1992. Handling Colloidal Material in Colloid
and Surface Enginering Application in Process Industries.
Oxford:Butterworth-Heinemann Ltd. J. Am Oil Chem Soc. Vol 72 (7) :
835-841.
I. PENDAHULUAN
Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat
melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti
minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai,
atau tallow (Watkins, 2001). Minyak jelantah merupakan salah satu minyak
nabati yang potensial dan belum dimanfaatkan untuk pembuatan bahan baku
MES. Minyak jelantah merupakan minyak limbah yang dapat berasal dari jenis-
jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, dan minyak
rusak meskipun minyak tersebut telah digunakan untuk menggoreng atau proses
pemanasan (Kahar, 2004). Adanya asam- asam lemak ini memungkinkan minyak
goreng untuk dikonversi menjadi metil ester (biodiesel), atau sebagai bahan baku
metil ester sulfonat (MES). Minyak jelantah bila digunakan sebagai bahan baku
MES memiliki keunggulan yaitu harga lebih murah dibandingkan dengan minyak
nabati seperti minyak inti sawit, kedelai dan minyak bunga matahari.
2003). Oleh karena itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku
2
biodiesel ataupun metil ester sulfonat dapat memberikan nilai tambah yang tinggi
Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi
toleransi yang baik terhadap kesadahan air, bersinergi baik dengan sabun (sebagai
zat aditif sabun), daya larut dalam air yang baik, lembut dan tidak iritasi pada
kulit, dan memiliki karakteristik biodegradasi yang baik (de Groot, 1991; Hui,
1996; Matheson, 1996). Secara umum proses produksi metil ester sulfonat terdiri
minyak, asam lemak ataupun ester asam lemak. Agen sulfonasi yang dapat
MES terbaik adalah rasio mol, suhu reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat
pH dan suhu netralisasi. Produk hasil sulfonasi (MES) berwarna gelap, maka
diperlukan proses pemurnian dan pemucatan. Menurut Sheats dan MacArtur (1998)
untuk menjadi surfaktan yang dapat bersaing, maka MES harus memiliki sifat
estetika yang baik. MES harus memiliki warna yang cerah dan tingkat bau yang
mengurangi warna gelap MES sehingga dapat diterima penggunaan MES sebagai
80%, lama reaksi 75 menit, dan suhu reaksi 50-55 oC dengan menggunakan metil
ester dari minyak jelantah masih menghasilkan metil ester sulfonat (MES) yang
pemucatan.
diantaranya terdiri dari oleat 32,192%, dan linoleat 5,022% (Sidjabat, 2004).
Kandungan asam lemak berikatan rangkap ini hampir mendekati kandungan asam
lemak berikatan rangkap pada CPO seperti oleat 39- 45 %, linoleat 7- 11%
akan memberikan hasil relatif sama dengan MES yang dihasilkan dari bahan baku
CPO.
Metil Ester Sulfonat (MES) dibuat melalui proses sulfonasi yang menggunakan
pereaksi kimia yang mengandung gugus sulfat atau sulfit (Bernardini, 1983;
Watkins 2001). Menurut Foster (1996), hal yang harus dipertimbangkan untuk
menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu reaksi, lama reaksi,
yang unggul dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang
harus dikendalikan.
Ketaren (2005), H2O2 merupakan oksidator kuat sehingga bisa digunakan pada
Proses sulfonasi menggunakan pereaksi H2SO4 80%, lama reaksi 75 menit dan
suhu reaksi 50-55 oC dengan menggunakan metil ester dari minyak jelantah dan
kondisi terbaik untuk menghasilkan MES dari minyak sawit adalah nisbah reaktan
1 : 1,4 dengan lama reaksi 30 menit dan menggunakan H2O2 1% (v/v) dalam
melaporkan bahwa kondisi terbaik untuk memproduksi MES berbahan baku metil
ester dari minyak sawit didapat pada produksi MES dengan penambahan H2SO4
80%, lama reaksi 90 menit dan suhu reaksi 55-60 oC serta proses pemucatan
menggunakan H2O2 10% (v/v) juga menghasilkan MES dengan warna coklat
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat konsentrasi H2O2
terbaik terhadap karakteristik produk MES yang dihasilkan dari minyak jelantah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.
Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam
trigliserida sama halnya dengan minyak goreng yang belum digunakan, tetapi
dengan teknik deep frying, yaitu merendam seluruh bahan pangan di dalam
minyak goreng. Sisa minyak goreng tersebut biasanya tidak langsung dibuang,
komposisi kimiawi dari minyak goreng. Perubahan ini dapat disebabkan proses
menjadi lebih gelap, sehingga semakin sering digunakan warna minyak semakin
gelap. Minyak goreng bekas memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi
7
akibat proses oksidasi dan hidrolisis komponen minyak goreng. Proses hidrolisis
minyak goreng terjadi bila sejumlah air terkandung di dalam bahan pangan.
Selain mengubah warna minyak menjadi lebih gelap, penggunaan minyak jelantah
serta peningkatan viskositas dan massa jenis minyak. Bau tengik dari minyak
jelantah disebabkan minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan pemanasan
Reaksi hidrolisis dari minyak goreng akan menghasilkan asam lemak bebas dan
gliserol. Tingginya asam lemak bebas tersebut akan meningkatkan bilangan asam
minyak goreng. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak dengan
adanya reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tak jenuh di dalam minyak
goreng. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang
mengendap pada dasar wadah (Ketaren, 2005). Pemanasan yang tinggi juga
mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Minyak yang
mengandung asam lemak tak jenuh lebih mudah diabsorpsi oleh usus
8
dibandingkan minyak yang mengandung asam lemak jenuh, sehingga penggunaan
radikal bebas yang bersifat karsinogenik di dalam minyak goreng bekas (Sidjabat,
2004).
2.2. Surfaktan
antarmuka (interfacial tension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat
luas dalam berbagai produk yang diaplikasikan pada berbagai industri dan rumah
antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah
jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama. Tegangan
permukaan dari suatu cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan
yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya
tarik menarik tersebut menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan
dari atas permukaan cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk
kemampuan dari molekul cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang
(Bergenstahl, 1997).
Molekul surfaktan dapat digambarkan seperti berudu yang terdiri dari bagian kepala
dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) yang merupakan bagian yang
sangat polar, dan bagian ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) bersifat non
polar. Kepala dapat berupa anion, kation dan non ion, sedangkan ekor dapat berupa
rantai linear atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala ekor ini membuat
surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997).
terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam, sulfat,
Jenis surfaktan dibagi menjadi empat berdasarkan muatan pada gugus polarnya
gugus sulfat atau sulfonat menyebabkan sifat hidrofilik. Surfaktan non ionik
adalah senyawa yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul pada
kelompok yakni ester asam lemak dari polihidrik alkohol dan turunan
positif dan negatif pada molekulnya. Muatannya tergantung pada nilai pH. Pada
kisaran nilai pH rendah, senyawa ini akan bermuatan negatif dan pada kisaran
surfaktan yang paling banyak digunakan (50 persen), kemudian disusul nonionik
(45 persen), kationik (4 persen), dan yang paling sedikit penggunaannya adalah
a b
baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang
Surfaktan pada umumnya dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa
antara metil ester dan fatty alkohol. Proses-proses yang dapat diterapkan untuk
Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat melalui
proses esterifikasi asam lemak dengan alkohol, berwujud cairan. Metil ester
merupakan produk antara yang dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan
yang berasal dari minyak dan lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol
lemak (fatty alcohol). Metil ester memiliki sifat tidak korosif (seperti halnya
asam lemak nabati), lebih tahan terhadap oksidasi dan tidak mudah berubah warna
(Darnoko dkk, 2001). Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu : (1)
esterifikasi asam lemak dan (2) transesterifikasi trigliserida. Menurut Hui (1996),
esterifikasi adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan bantuan
Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain
(Hambali dkk, 2006). Bahan baku yang mengandung kadar asam lemak bebas
lebih dari 2%, perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi
transesterifikasi adalah rasio molar antara trigilserida dan alkohol, jenis katalis
yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam
lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain yang
jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, dan jumlah katalis.
adalah gliserol. Penetapan standar metil ester antara satu negara dengan negara
lainnya berbeda-beda. Standar ini disesuaikan dengan iklim dan kondisi masing-
13
masing negara (Hambali dkk, 2006). Standar mutu metil ester Indonesia dapat
Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian aktif
dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang
Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester
sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak
sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow (Watkins,
2001). Menurut Matheson (1996), MES berbahan minyak nabati memiliki kinerja
yang sangat menarik, diantaranya adalah karakteristik dispersi dan sifat detergensi
yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water),
tidak mengandung ion fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan
Pada umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa
antara metil ester asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol).
Salah satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk
dengan minyak, asam lemak, ester, dan alkohol lemak. Diistilahkan sebagai
sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfat pada senyawa
baku minyak yang digunakan industri adalah minyak berwujud cair yang kaya
NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins
2001). Pereaksi kimia yang banyak digunakan adalah gas SO3 yang sangat reaktif
dan bereaksi cepat dengan beberapa komponen organik. Proses sulfonasi dengan
gas SO3 menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi, tetapi kelemahannya
yaitu proses ini bersifat kontinyu dan paling sesuai untuk volume produksi yang
besar, membutuhkan peralatan yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi,
(highly trained), selain itu memiliki sifat yang sangat reaktif sehingga diperlukan
kontrol yang sangat ketat agar tidak terbentuk produk intermediat dan warna
mereaksikan metil ester dan gas SO3 dalam failing film reactor pada suhu 80-
90oC. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga
H2O2 atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan
netralisasi, produk yang berbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang
kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup
netralisasi, pH dan suhu netralisasi. Untuk mendapatkan produk yang unggul dari
reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus
kualitas produk, namun pengaruhnya tidak sebesar pengaruh akibat rasio mol.
H2SO4.
O O
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai
Februari 2012.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jelantah yang berasal
dari sisa menggoreng somai dengan tiga kali penggorengan, metanol teknis, H2O2
50%, NaOH, aquades dan bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan
dalam penelitian yaitu peralatan untuk membuat MES dan peralatan untuk analisis
sampel. Peralatan untuk membuat MES terdiri dari rangkaian alat sulfonasi atau
sulfonation apparatus (terdiri dari labu tiga leher 500 ml, termometer, hot plate
analitik, gelas arloji, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, labu Erlenmeyer,
Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah konsentrasi H2O2 (v/v) yaitu 11 %
non faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga
kali ulangan. Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan
data diuji dengan Uji Tukey. Data hasil pengamatan karakteristik MES dari
minyak jelantah dilakukan sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
antarperlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Metil ester dari bahan dasar minyak jelantah dibuat melalui proses
konsentrasi sebesar 0,35% dari berat minyak, dan metanol adalah 25% dari berat
minyak. Setelah itu dilakukan pemisahan metil ester dan gliserol (Gambar 11,
Lampiran). Diagram alir proses pembuatan metil ester dari minyak jelantah dapat
Minyak Jelantah
Metil Ester
Proses pembuatan MES melalui beberapa tahap yaitu sulfonasi, pemurnian, dan
penetralan. Reaksi sulfonasi antara metil ester dengan reaktan H2SO4 dilakukan
berdasarkan hasil penelitian Luciana (2011) (Gambar 12, Lampiran). Metil ester
dari minyak jelantah dipanaskan pada suhu 50- 55oC ditambahkan dengani H2SO4
80% dengan nisbah 1:1,4 direaksikan pada labu leher tiga berkondensor dengan
lama reaksi 75 menit. Setelah itu dilakukan proses pemurnian dan pemucatan
(v/v) dengan menggunakan suhu 55oC selama 0,5 jam (Gambar 13, Lampiran).
MES hasil proses pemucatan selanjutnya dipisahkan dari produk sampingnya dengan
dibiarkan dalam labu pemisah selama 2 jam. Produk samping MES dapat berupa air,
metanol, asam peroksida dan asam sulfat yang tidak bereaksi. Selama pemisahan
akan terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah. Lapisan cairan yang berada di
20
bawah yang diambil dan selanjutnya dilakukan proses akhir yaitu proses netralisasi
dengan NaOH 20% pada suhu 50oC selama 0,5 jam (Gambar 14, Lampiran).
Diagram alir proses produksi MES dari metil ester minyak jelantah dapat dilihat
pada Gambar 5.
Metil Ester
Proses Sulfonasi
H2SO4 Nisbah reaktan: 1:1,4
80% Suhu reaksi : 50- 55oC
Lama reaksi : 75 menit
MES Kasar
Metanol 40 %
H2O2 11%, Proses Pemurnian dan Pemucatan
13%, 15%,17% Suhu: 50- 55oC dan Waktu: 30 menit
dan 19% (v/v)
MES
Proses Netralisasi
NaOH 20% T: 55- 60oC dan Waktu: 30 menit
MES Murni
Gambar 5. Diagram alir proses tahapan penelitian pembuatan MES dari minyak
jelantah dengan menggunakan H2SO4
digunakan adalah akuades dan larutan surfaktan sebanyak 10%. Peralatan dan
wadah yang digunakan harus dalam keadaan bersih. Posisi alat diatur supaya
horizontal dengan waterpass dan diletakkan pada tempat yang aman. Larutan
contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan pada dudukan (platform) pada
tensiometer. Suhu cairan pada sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin
dibawah permukaan cairan). Skala vernier tensiometer diset pada posisi nol dan
jarum petunjuk harus berada pada garis berimpit dengan garis pada kaca.
Selanjutnya platform diturunkan secara perlahan, dan pada saat yang bersamaan
skup kanan diputar sampai film cairan tepat putus. Pada saat ini dilakukan
surfaktan.
Kestabilan emulsi diukur antara air dengan toluen. Toluen dengan air dicampur
dengan emulsi yang terbentuk setelah 24 jam (Modifikasi ASTM D 1436, 2001).
dengan aquades, lalu di masukkan ke dalam oven yang bersuhu 105oC selama 2
jam. Pengukuran di lakukan pada suhu ruangan 20oC. Piknometer ditimbang, lalu
bahan dimasukkan ke dalam piknometer sampai penuh, lalu ditutup, dan sisa
bahan yang keluar dilap dengan tisu. Setelah itu piknometer yang berisi bahan
ditimbang. Setelah itu dihitung nilai berat jenis bahan dengan menggunakan
rumus :
3.5.4. Warna
hitam, nilai 2 menyatakan warna coklat, nilai 3 menyatakan warna kuning, nilai 4
menyatakan warna agak putih, dan warna 5 menyatakan warna putih. Contoh
kuesioner uji warna Metil Ester Sulfonat (MES) dari minyak jelantah
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing,
Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P.
NIP 19710930 199512 2 001 NIP 19680210 199303 1 003
1. Tim Penguji
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Murhadi, M.Si. ....................
S.Pd.
Penumangan Baru, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat
pada tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Penumangan Baru, Kec. Tulang
Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 2001, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 2 Panaragan Jaya, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab.
Tulang Bawang Barat pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, Penulis
Penalaran. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Rancangan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini
1. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
skripsi ini.
2. Bapak Ir. A. Sapta Zuidar, M.P. selaku dosen pembimbing kedua atas
skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Murhadi, M.Si. selaku dosen pembahas atas saran dan
4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknologi
6. Uci Eka, Bung Meni, Tuan Saiful, Anggun Tuan, Elsa, Yanti, naken Fakhri
dan Zacky tercinta, serta Bung Arjoni yang telah memberikan motivasi dan
do’a untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
senang maupun susah saat melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini.
lupakan. Maaf untuk kekurangan dan keterbatasan penulis serta semua sikap
8. Teman-teman tercinta THP angkatan 2007 (Santi, Eponk, Dwi, Dessy, Putri,
Inuy, Rini, Tiara, Erli, Ima, Tika, Pena, Shela, Dewi, Rizkita, Nita, Vivi,
Nastri, Ai’, Adven, Artha, Ahmad, Ardy, Iqbal, Andri, Diaz, Adit, Suhenk,
iyo’, dan Setiawan) serta kakak-kakak angkatan 2006 dan adik-adik angkatan
2008, 2009 dan 2010 atas semangat dan dukungan selama penulisan skripsi
ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya dan semoga
Tria Andriza
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Hasil pembuatan MES berbahan baku metil ester dari minyak jelantah
stabilitas emulsi 56,37 %, berat jenis 1,39 g/mL dan nilai rata-rata uji skoring
5.2. Saran
Perlu dilakukan kajian pengaruh lama pemurnian dan pemucatan serta konsentrasi