Professional Documents
Culture Documents
Daya Adaptasi Padi Pada Kondisi Rendaman Stagnan
Daya Adaptasi Padi Pada Kondisi Rendaman Stagnan
PenelitianPadi
Pertanian
pada Kondisi
TanamanRendaman
Pangan Stagnan .... (Sujinah et al.)
Vol. 4 No. 1 Mei 2020: 17-26 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v4n1.2020.p17-26
Naskah diterima 25 November 2019, direvisi 11 Mei 2020, disetujui diterbitkan 14 Mei 2020
17
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 4 No. 1 Mei 2020: 17-26
varietas toleran rendaman. Varietas FR13A yang berasal Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dari India mengandung gen Sub1 yang toleran rendaman kemampuan adaptasi padi pada kondisi rendaman
dan banyak digunakan sebagai donor gen dalam stagnan. Informasi karakter agronomi dan fisiologi yang
perakitan varietas toleran rendaman. Sampai saat ini mendukung kemampuan adaptasi padi pada kondisi
belum ada varietas yang toleran terhadap rendaman rendaman stagnan penting untuk menentukan genotipe
stagnan selama pertumbuhannya, namun mekanisme yang tepat dan dapat dikembangkan atau dijadikan
toleransinya sudah dipelajari, yaitu melalui pemanjangan sumber gen dalam perakitan varietas baru untuk
batang. Setter et al. (1997) menyatakan pemanjangan pengembangan padi di lahan rawa lebak dengan
batang memiliki pengaruh yang baik pada tanaman rendaman stagnan.
dalam kondisi rendaman stagnan, karena pemanjangan
batang mengakibatkan daun berada di permukaan air
sehingga dapat memperoleh sinar matahari, O 2, dan BAHAN DAN METODE
CO2. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP)
Selain pemanjangan batang, faktor lain yang penting Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB
dalam toleransi rendaman stagnan adalah kemampuan Padi) pada musim hujan (MH), sejak Desember 2017
tanaman memelihara cadangan karbohidrat selama sampai Maret 2018. Rancangan percobaan adalah acak
perendaman. Karbohidrat digunakan untuk kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas
pembelahan sel, pemanjangan batang, dan proses 10 genotipe padi (IR-14D157, IRRI-119, IRRI-154, IR-
metabolisme lainnya. Yang dan Zhang (2006) 14D121, Inpara-3, Inpara-4, Inpara-8, Inpari-30, Tapus,
menyatakan karbohidrat pada daun dan batang akan dan IR42). Percobaan terdiri atas dua kondisi lingkungan
ditranslokasikan dalam pembentukan malai dan yang berbeda. Lingkungan pertama adalah kondisi
berperan penting mengatasi kekurangan pasokan optimum lahan sawah irigasi dimana tinggi air sekitar 2-
fotosintat setelah berbunga. Selain itu, karbohidrat 3 cm dan disesuikan dengan fase pertumbuhan
sangat penting dalam pengisian gabah karena dalam tanaman. Lingkungan kedua adalah kondisi rendaman
proses ini membutuhkan karbohidrat dalam jumlah stagnan pada kolam rendaman. Pada kondisi rendaman
besar (Ishimaru et al. 2007). stagnan, tanaman mulai direndam 10 cm pada saat
Gen Sub1 yang telah ditemukan sebagai gen berumur 14 hari setelah tanam (HST), kemudian
pengendali sifat toleran terhadap rendaman ketinggian air ditambah menjadi 20 cm pada saat
memungkinkan perakitan varietas baru toleran tanaman berumur 21 HST. Penambahan tinggi
rendaman stagnan. Internatinal Rice Research Institute rendaman menjadi 35 cm pada saat tanaman berumur
(IRRI) berhasil mengembangkan galur-galur toleran 28 HST, dan ketinggian air ditambah menjadi 50 cm pada
rendaman dengan memanfaatkan gen Sub1 dari varietas saat tanaman berumur 35 HST yang dipertahankan
FR13A. Gen tersebut diintegrasikan ke dalam varietas sampai panen.
populer di Asia Tenggara dengan metode silang balik Pengolahan tanah dilakukan dengan cara olah
agar memiliki sifat agronomi yang baik. Penggunaan tanah sempurna, yaitu dua kali bajak dan garu. Bibit
varietas populer tersebut bertujuan agar petani mudah ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm pada petak
menerima dan mengadopsi varietas toleran yang percobaan berukuran 3 m x 5 m. Bibit yang digunakan
dihasilkan. Hasil pengujian multilokasi galur-galur padi berumur 21 HSS (hari setelah semai), ditanam satu bibit
di Indonesia mendapatkan galur Swarna Sub1 dan IR64 per rumpun. Pemupukan dilakukan tiga kali, yaitu pada
Sub1 yang kemudian dilepas sebagai varietas Inpara-4 saat tanaman berumur 10 HST, 28 HST, dan 43 HST
dan Inpara-5 (Hairmansis et al. 2012). dengan dosis pupuk NPK 150 kg/ha, urea 200 kg/ha,
Meskipun galur/varietas yang telah dihasilkan dan KCl 10 kg/ha. Pengendalian hama penyakit dan
mengandung gen Sub1, toleransinya terhadap gulma disesuikan dengan kondisi di lapang dengan
rendaman masih bersifat sesaat (14 hari) selama fase mengacu pada pendekatan Pengendalian Hama
vegetatif. Penelitian Nugraha et al. (2012) terhadap Penyakit Terpadu (PHT).
beberapa genotipe padi yang mengandung gen Sub1 Variabel pengamatan berdasarkan Standard
pada beberapa tipe perendaman diperoleh informasi Evaluation System (SES) IRRI (2013) yang mencakup
bahwa rendaman mempengaruhi karakter agronomi, tinggi tanaman, jumlah anakan, kehijauan daun dengan
seperti tinggi tanaman, jumlah malai, jumlah gabah, dan SPAD meter Minolta 502, umur berbunga 50%, laju
hasil. Pada rendaman stagnan diperlukan genotipe yang pemanjangan batang, kandungan NSC (Non Structural
memiliki pemanjangan batang lebih cepat sehingga Carbohydrate) dengan metode anthrone, total klorofil
cepat mengalami kontak dengan udara. dengan spektrofotometri, aerenkim dengan mikroskop
perbesaran 40x, komponen hasil (jumlah malai per
18
Adaptasi Padi pada Kondisi Rendaman Stagnan .... (Sujinah et al.)
rumpun, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi, bobot dan Inpara-3. Namun, berdasarkan analisa gabungan,
1.000 butir), dan hasil gabah yang dikonversi ke t/ha). Inpara-8 memiliki postur yang sama dengan IRRI-154.
Data yang terkumpul dilakukan analisis ragam Tanaman genotipe IR-14D157 dan IRRI-119 terpendek
menggunakan STAR (Statistical Tool for Agricultural pada kondisi optimum. Pada kondisi rendaman stagnan,
Research) dari masing-masing kondisi lingkungan. postur genotipe IR-14D157 nyata lebih tinggi dari
Setelah itu, dilakukan analisis gabungan untuk genotipe IRRI-119.
mengetahui interaksi antara genotipe dan lingkungan. Tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi
Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan rendaman stagnan dengan peningkatan pertumbuhan
dengan DMRT 5%. rata-rata 4,8% dari kondisi optimum. Inpara-8
mengalami peningkatan tinggi tanaman terbesar,
mencapai 14%. Beberapa genotipe tidak mengalami
HASIL DAN PEMBAHASAN
peningkatan tinggi tanaman, antara lain IR-14D157,
Inpara-4, dan Inpari-30.
Pertumbuhan Tanaman
Jumlah anakan berbeda sangat nyata antargenotipe
Rendaman stagnan menyebabkan perubahan kondisi yang diuji baik pada kondisi optimum maupun
lingkungan dari aerob ke anaerob dan kondisi ini rendaman stagnan. Selain itu, interaksi antara genotipe
menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. dan lingkungan nyata untuk karakter jumlah anakan
Kekurangan oksigen berpengaruh terhadap serapan (Tabel 1). Pada kondisi optimum, jumlah anakan per
nutrisi dan air yang berakibat tidak berfungsinya proses rumpun lebih banyak dibanding pada kondisi rendaman
fisiologis (Insalud et al. 2006). stagnan. Jumlah anakan pada kondisi rendaman
Secara umum, tinggi tanaman pada kondisi stagnan tidak sebaik pada kondisi optimum. Hal ini
rendaman stagnan lebih tinggi dibanding kondisi menunjukkan kondisi rendaman stagnan menekan
optimum (Tabel 1), meskipun beberapa genotipe jumlah anakan. Jumlah anakan genotipe IR-14D157 dan
memperlihatkan sebaliknya. Pengaruh genotipe pada IRRI-154 lebih banyak dibanding genotipe lain pada
masing-masing kondisi lingkungan sangat nyata kondisi optimum. Namun pada kondisi rendaman
terhadap tinggi tanaman. Selain itu, keragaman interaksi stagnan, jumlah anakan IR-14D157 sama dengan IR-
antara genotipe dan lingkungan menunjukkan pengaruh 14D121.
nyata untuk karakter tinggi tanaman. Inpara-8 memiliki Pada percobaan ini, IR42 yang merupakan genotipe
postur tanaman yang lebih tinggi dibanding genotipe peka terhadap rendaman menghasilkan anakan 16 per
lain pada kondisi optimum, sedangkan pada kondisi rumpun pada kondisi optimum, namun menurun 30%
rendaman stagnan tidak berbeda nyata dengan IRRI 154 pada kondisi rendaman stagnan. Penurunan jumlah
Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun genotipe padi pada kondisi optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
Genotipe (G) ** ** ** ** ** **
Lingkungan (L) * **
GxL * *
CV (%) 3,36 5,05 4,22 8,29 10,70 14,22
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda berdasarkan uji 0,05 DMRT
O = optimum; SF = rendaman stagnan; * = nyata pada P<0,05; ** = sangat nyata pada P<0,0
19
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 4 No. 1 Mei 2020: 17-26
Tabel 2. Laju pemanjangan batang genotipe padi pada kondisi air optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
IR-14D157 0,09 a 0,19 ab 0,14 ab 0,85 a 0,97 ab 0,91 abc 0,95 e 1,00 0,97 e
IRRI-119 0,04 cd 0,17 bc 0,10 b 0,75 ab 0,79 bcd 0,77 bcd 1,00 de 1,03 1,02 de
IRRI-154 0,08 abc 0,20 ab 0,14 ab 0,71 ab 0,75 bcd 0,73 cd 1,15 bc 1,31 1,23 abc
IR-14D121 0,06 a-d 0,23 ab 0,14 ab 1,06 a 1,10 a 1,08 ab 1,07 b-e 1,60 1,33 ab
Inpara-3 0,08 ab 0,27 a 0,17 a 0,70 ab 0,89 abc 0,79 a-d 1,21 b 1,42 1,32 abc
Inpara-4 0,02 d 0,09 c 0,05 c 0,25 b 0,56 d 0,40 e 1,10 b-e 1,14 1,12 cde
Inpara-8 0,04 cd 0,19 ab 0,11 b 0,66 ab 0,74 bcd 0,70 cde 1,39 a 1,41 1,40 a
Inpari-30 0,05 a-d 0,15 bc 0,10 bc 0,61 ab 0,88 abc 0,74 cd 1,13 bcd 1,23 1,18 bcd
Tapus 0,06 abc 0,27 a 0,17 a 1,10 a 1,14 a 1,12 a 1,09 b-e 1,28 1,18 bcd
IR42 0,05 bcd 0,15 bc 0,10 bc 0,31 b 0,60 cd 0,45 de 1,06 cde 1,20 1,13 cde
Rata-rata 0,05 0,19 0,11 0,70 0,84 0,77 1,16 1,26 1,19
Genotipe * * ** * * * * ns **
Lingkungan ** ** **
GxL ns ns ns
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda berdasarkan uji 0,05 DMRT
O = optimum; SF = rendaman stagnan; ns = tidak nyata pada P<0,05; * = nyata pada P<0,05; ** = sangat nyata pada P<0,05
anakan terbesar pada genotipe Inpari-30 mencapai 48%, Nilai kehijauan daun antara kondisi optimum dan
sedangkan penurunan terkecil 18% terjadi pada rendaman stagnan relatif tidak berbeda. Hal ini
genotipe IR-14D157. disebabkan karena pada kondisi rendaman stagnan
Peningkatan tinggi tanaman berkaitan dengan laju tanaman bagian atas (daun) tidak terendam air
pemanjangan batang, yang berperan penting dalam seluruhnya sehingga tanaman masih dapat melakukan
toleransi tanaman terhadap kondisi rendaman stagnan. fotosintesis. Namun beberapa genotipe menunjukkan
Semua genotipe yang diuji pada kondisi rendaman nilai kehijauan daun yang lebih tinggi pada kondisi
stagnan mengalami pemanjangan batang lebih cepat rendaman stagnan. Pada umur 28 HST, nilai kehijauan
dibanding kondisi optimum (Tabel 2). Semakin daun pada kondisi rendaman stagnan lebih tinggi dari
bertambah umur tanaman semakin cepat laju kondisi optimum pada semua genotipe, sedangkan
pemanjangan batang, baik pada kondisi pengairan pada umur 42 HST, nilai kehijauan daun pada kondisi
optimum maupun pada kondisi rendaman stagnan. optimun dan rendaman stagnan hampir sama pada
Pada fase vegetatif, IR-14D157 mempunyai laju genotipe IRRI-154, Inpara-8, Inpari-30, Tapus, dan IR42.
pemanjangan batang yang relatif lebih cepat dibanding Gambar 2 memperlihatkan umur berbunga
genotipe lain pada kondisi optimum, tetapi tidak tanaman pada kondisi rendaman stagnan lebih dalam
demikian pada kondisi rendaman stagnan. Inpara-3 dan dibanding kondisi optimum. Rendaman stagnan
Tapus justru memiliki laju pemanjangan batang tercepat menyebabkan fase vegetatif berlangsung lebih lama.
pada kondisi rendaman stagnan. Pada fase primordia, Perbedaan umur berbunga tanaman pada kondisi
baik pada kondisi optimum maupun rendaman stagnan, optimum berkisar antara 2-16 hari lebih cepat dibanding
IR-14D121 dan Tapus memiliki laju pemanjangan batang kondisi rendaman stagnan. Tapus memiliki perbedaan
tertinggi. Pada fase pengisian gabah, laju pemanjangan 2 hari waktu berbunga, sedangkan perbedaan umur
batang tertinggi ditunjukkan oleh Inpara-8. berbunga Inpara-4 mencapai 16 hari.
Tingkat kehijauan daun berkaitan dengan proses
fotosintesis dan umumnya berkorelasi dengan jumlah Karbohidrat Nonstruktur (NSC) dan Klorofil
klorofil daun. Nilai kehijauan daun tanaman, baik pada
kondisi air optimum maupun rendaman stagnan, di atas Kandungan non-structure carbohydrate (NSC)
36 (Gambar 1). Hal ini berarti kebutuhan tanaman akan tanaman padi sebelum dan selama terendam sangat
unsur N telah tercukupi. penting karena berkaitan dengan toleransi tanaman. NSC
digunakan tanaman sebagai sumber energi selama
tanaman mengalami rendaman stagnan. Gambar 3
20
Adaptasi Padi pada Kondisi Rendaman Stagnan .... (Sujinah et al.)
Gambar 1. Nilai kehijauan daun genotipe padi pada kondisi pengairan optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
21
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 4 No. 1 Mei 2020: 17-26
Gambar 2. Umur berbunga genotipe padi pada kondisi optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
Gambar 3. Karbohidrat nonstruktur (NSC) genotipe padi pada kondisi optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
menunjukkan nilai NSC pada kondisi pengairan yang biasa digunakan petani pada lahan rawa.
optimum lebih tinggi dibanding dengan kondisi Penurunan kandungan NSC terkecil 9% terjadi pada
rendaman pada semua genotipe, kecuali Inpari-30. Inpara-8.
Inpari-30 justru memiliki nilai NSC lebih tinggi pada Klorofil merupakan pigmen utama dalam kloroplas
kondisi rendaman stagnan. Kandungan NSC IR-14D121 yang mempengaruhi fotosintesis. Salah satu respon
berbeda antara kondisi pengairan optimum dan kondisi tanaman yang mengalami cekaman rendaman adalah
rendaman stagnan. Kandungan NSC IR-14D121 pada pengurangan laju fotosintesis dan penurunan
kondisi rendaman stagnan menurun 70% dibanding kandungan klorofil. Pada fase vegetatif, total klorofil
NSC pada kondisi air optimum. Penurunan terbesar kurang mencerminkan karakter toleransi karena tidak
kedua sebesar 54% terjadi pada Inpara-3, diikuti oleh adanya pengaruh nyata antargenotipe dan interaksi
IR42 sebesar 42%. IR42 pada kondisi optimum dan antara genotipe dan lingkungan. Pengaruh lingkungan
rendaman stagnan memiliki nilai NSC lebih tinggi terhadap total klorofil terlihat pada fase primordia
dibanding Inpara-3 dan Tapus yang merupakan varietas (Tabel 3).
22
Adaptasi Padi pada Kondisi Rendaman Stagnan .... (Sujinah et al.)
Tabel 3. Total klorofil genotipe padi pada kondisi pengairan optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
IR-14D157 28,5 26,4 27,5 29,3 22,3 25,8 17,2 25,1 a 21,1 ab
IRRI-119 32,2 26,9 29,5 28,5 23,3 25,9 20,2 24,6 a 22,4 a
IRRI-154 24,4 24,3 24,4 29,4 20,0 24,6 20,7 21,4 ab 21.1 ab
IR-14D121 25,7 24,1 24,9 26,8 22,9 24,9 15,8 14,7 b 15,3 b
Inpara-3 21,4 26,9 24,1 24,5 23,0 23,7 21,2 23,1 ab 22,1 a
Inpara-4 31,0 29,0 30,0 26,5 20,8 23,6 20,5 18,1 ab 19,3 ab
Inpara-8 25,9 29,6 27,7 24,4 14,7 19,6 20,4 21,0 ab 20,7 ab
Inpari-30 25,1 22,2 23,7 28,2 22,5 25,4 16,8 22,3 ab 19,5 ab
Tapus 31,8 20,5 26,2 31,3 17,5 24,4 19,7 17,3 ab 18,5 ab
IR42 29,9 24,1 27,0 28,6 19,5 24,0 21,8 23,3 ab 22,5 a
Rata-rata 27,6 25,4 26,5 27,7 20,6 24,2 19,4 21,1 20,2
Genotipe ns ns ns ns ns ns ns * *
Lingkungan ns ** ns
GxL ns ns ns
CV (%) 6,08 6,74 6,38 5,54 7,81 6,52 6,37 5,90 6,06
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda berdasarkan uji 0,05 DMRT
O = optimum; SF = rendaman stagnan; ns = tidak nyata pada P<0,05; * = nyata pada P<0,05
Pada kondisi rendaman stagnan, total klorofil Komponen Hasil dan Hasil Gabah
menurun pada semua genotipe yang diuji. Penurunan
kandungan total klorofil pada kondisi rendaman stagnan Semua variabel komponen hasil pada kondisi optimum
berkisar antara 6-44% dari kondisi pengairan optimum lebih baik dibanding kondisi rendaman stagnan (Tabel
dengan rata-rata 26%. Penurunan klorofil terendah 4). Berdasarkan analisis statistik terdapat perbedaan
terdapat pada Inpara-3, sedangkan penurunan tertinggi yang sangat nyata antargenotipe, baik pada kondisi
terdapat pada Tapus. Hal menarik pada penelitian ini optimum maupun kondisi rendaman stagnan, kecuali
adalah respon genotipe yang menunjukkan perbedaan jumlah malai per rumpun pada kondisi rendaman
nyata pada fase pengisian. Beberapa genotipe memiliki stagnan. Selain itu, perbedaan kondisi lingkungan sangat
total klorofil lebih tinggi pada kondisi rendaman stagnan, nyata mempengaruhi jumlah malai per rumpun, jumlah
diantaranya IR-14D157, IRRI-119, IRRI-154, Inpara-3, gabah per malai, dan persentase gabah isi, sedangkan
Inpara-8, Inpari-30, dan IR42. Hal ini berarti genotipe bobot 1.000 butir nyata dipengaruhi oleh kondisi
tersebut memiliki kemampuan untuk menghasilkan lingkungan. Interaksi antara genotipe dan lingkungan
lebih banyak energi selama dalam kondisi terendam dan sangat nyata mempengaruhi karakter jumlah malai per
energi tersebut dimanfaatkan untuk proses rumpun dan bobot 1.000 butir. Karakter jumlah gabah
metabolisme selama pertumbuhannya. isi nyata dipengaruhi oleh interaksi genotipe dan
lingkungan, sedangkan karakter jumlah gabah per malai
tidak dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dan
Jaringan Aerenkim
lingkungan.
Semua genotipe yang diamati terdapat perubahan Jumlah malai per rumpun Inpara-4 nyata lebih
morfologi aerenkim (rongga udara). Aerenkim pada banyak dibanding genotipe lain pada kondisi optimum,
kondisi rendaman stagnan terlihat lebih besar dibanding tetapi pada kondisi rendaman stagnan hanya berbeda
kondisi optimum (Gambar 4). nyata daripada Inpara-8. Genotipe IRRI-154, IR-14D121,
Aerenkim terjadi sebagai bentuk adaptasi tanaman dan Inpara-8 memiliki jumlah gabah per malai yang stabil
terhadap rendaman yang berfungsi sebagai pertukaran di dua kondisi lingkungan yang berbeda. Persentase
gas. Pada kondisi cekaman rendaman stagnan, akar gabah isi tidak berbeda nyata hampir pada semua
memperoleh oksigen dari hasil fotosintesis oleh daun genotipe yang diuji, kecuali IRRI-154 dan Inpara-3 pada
dan akan dialirkan oleh aerenkim melalui proses difusi kondisi optimum. Persentase gabah isi Inpara-8
sehingga akar tetap dapat melakukan proses respirasi. menurun 11,52% pada kondisi rendaman stagnan dan
23
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 4 No. 1 Mei 2020: 17-26
Gambar 4. Aerenkim batang genotipe padi pada kondisi optimum dan rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018.
Tabel 5. Komponen hasil genotipe padi pada kondisi lingkungan optimum dan rendaman stagnan, Sukamandi 2018.
Jumlah malai/rumpun Jumlah gabah/malai % gabah isi Bobot 1000 butir (g)
Genotipe
O SF Gabungan O SF Gabungan O SF Gabungan O SF Gabungan
Rata-rata 12,8 10,0 11,4 129,4 110,7 120,0 68,7 61,0 64,9 26,8 26,3 26,5
G ** * ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
L ** ** ** *
GxL ** ns * **
CV (%) 17,52 10,95 9,30 4,50
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda berdasarkan uji 0,05 DMRT
O = optimum; SF = rendaman stagnan; G = genotipe; L = lingkungan
* = nyata pada P<0,05; ** = sangat nyata pada P<0,01
tidak berbeda nyata dengan IRRI-154, Inpara-3, Inpara- Genotipe berpengaruh nyata terhadap hasil gabah
4, dan Inpari-30. IR42 memiliki bobot 1.000 butir yang pada kondisi optimum dan sangat nyata pada kondisi
terendah dan tidak berbeda nyata dengan IR-14D157 rendaman stagnan. Berdasarkan analisis gabungan,
dan Inpara-4 pada kondisi optimum. Pada kondisi tidak terdapat perbedaan nyata yang disebabkan oleh
rendaman stagnan, IR-14D157 dan Inpara-4 memiliki genotipe. Perbedaan hasil sangat dipengaruhi oleh
bobot 1.000 butir yang sama dan nyata berbeda dengan kondisi air dan interaksi antara genotipe dan kondisi air.
genotipe uji lainnya. Semua genotipe yang diuji mengalami penurunan hasil
24
Adaptasi Padi pada Kondisi Rendaman Stagnan .... (Sujinah et al.)
pada kondisi rendaman stagnan, rata-rata 43%. daun yang terendam mengalami degradasi yang lebih
Penurunan hasil terkecil 6% terjadi pada Tapus, cepat. Degradasi klorofil pada kondisi rendaman
sedangkan penurunan terbesar terjadi pada Inpara-4 stagnan disebabkan oleh etilen, yang memicu aktivitas
yang mencapai 71%. Penurunan hasil pada kondisi enzim klorofilase dalam pemecahan klorofil (Singh et
rendaman stagnan berkaitan dengan tingkat stres al. 2014). Kemampuan tanaman untuk dapat
masing-masing genotipe, bergantung pada tingkat mempertahankan kehijauan daun sangat penting untuk
toleransi tanaman. Pada kondisi air optimum, Inpara-4 proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dan IR42 mampu menghasilkan gabah lebih dari 7 t/ha karena daun hijau sebagai organ utama untuk
sedangkan pada kondisi rendaman stagnan hanya produktivitas, pertukaran gas, dan evapotranspirasi
mampu menghasilkan kurang dari 2,5 t/ha. Penurunan (Yuan et al. 2016).
hasil disebabkan oleh ketidakmampuan genotipe untuk Selama tanaman mengalami perendaman, NSC
beradaptasi pada kondisi tercekam rendaman stagnan. digunakan untuk memasok energi agar tanaman dapat
Dalam penelitian ini hasil gabah sangat dipengaruhi bertahan hidup (Nagai et al. 2010; Panda and Sarkar
oleh kondisi lingkungan dimana tanaman yang tidak 2014). Penurunan bobot kering tanaman akibat tanaman
dapat beradaptasi pada kondisi rendaman stagnan akan mati atau pembusukan jaringan akan mengurangi
menyebabkan laju fotosintesis berkurang dan pasokan karbohidrat hasil fotosintesis (Nugraha et al.
pemulihan akan lebih lambat. Pada kondisi tersebut, 2012). Penurunan hasil fotosintesis pada kondisi
asimilasi karbon untuk pengisian gabah, jumlah gabah rendaman stagnan menyebabkan berkurangnya jumlah
isi, jumlah malai, berat malai, dan indeks panen yang anakan. Hasil penelitian Vergara et al. (2014)
dihasilkan lebih rendah (Gusmiatun et al. 2015; Voesenek menunjukkan IR42 hanya mampu menghasilkan
and Bailey-Serres 2015). anakan 7-8 per rumpun pada kondisi rendaman
Tanaman yang mengalami perendaman akan stagnan, sedangkan pada kondisi optimum mampu
mengalami peningkatan respirasi anaerob. Hal ini akan menghasilkan 25-38 anakan per rumpun. Selain itu,
meningkatkan konsumsi karbohidrat sehingga rendaman stagnan menyebabkan umur berbunga lebih
menurunkan tingkat fotosintesis (Das et al. 2005). lama daripada kondisi optimum, dimana Ciherang Sub-
Rendahnya tingkat fotosintesis disebabkan oleh 1 berbunga lima hari lebih lambat dari kondisi optimum
perubahan warna daun menguning pada saat (Singh et al. 2017) dan IR42 berbunga lebih lama 10 hari
perendaman selama 7 hari pada fase vegetatif (Ikhwani dibanding kondisi optimum (Yullianida et al. 2015).
et al. 2010). Kato et al. (2014) menemukan bagian bawah Salah satu adaptasi tanaman yang tercekam
rendaman stagnan adalah melakukan pemanjangan
Tabel 5. Hasil genotipe padi pada kondisi lingkungan optimum dan batang untuk terhindar dari kondisi anaerob (Yullianida
rendaman stagnan. KP Sukamandi, 2018. et al. 2015; Kuanar et al. 2017). Mekanisme ini disebut
escape strategy (Voesenek and Bailey-Serres 2013).
Hasil GKG (t/ha)
Respon pemanjangan batang bergantung pada tipe
Genotipe
O SF Gabungan SF/O (%) rendaman dan waktu atau fase tercekam rendaman
(Kato et al. 2014). Singh et al. (2011) menyatakan
IR-14D157 5,71 ab 3,94 abc 4,82 69 cekaman rendaman stagnan dengan ketinggian air 50
IRRI-119 6,35 ab 2,41 d 4,37 38
cm dapat menyebabkan pertambahan tinggi tanaman
IRRI-154 5,72 ab 4,41 ab 5,06 77
IR-14D121 5,97 ab 4,91 a 5,43 82 17%. Selain pemanjangan batang, tanaman juga
Inpara-3 4,62 b 3,39 bcd 4,00 73 membentuk aerenkim pada kondisi rendaman stagnan.
Inpara-4 7,71 a 2,25 d 4,97 29
Inpara-8 6,97 a 3,75 a-d 5,36 54
Menurut Steffens et al. (2011), aerenkim pada
Inpari-30 5,86 ab 2,76 cd 4,30 47 tanaman padi terbentuk di antara ikatan pembuluh yang
Tapus 4,71 b 4,45 ab 4,58 94 terletak pada cincin luar di bawah epidermis, dan hal ini
IR42 7,26 a 2,29 d 4,77 32 berkaitan dengan etilen yang merupakan sinyal
Rata-rata 6,09 3,45 4,77 59,5
hormonal yang memediasi pembentukan aerenkim.
Tanaman padi yang mengalami perendaman tiga hari
Genotipe * ** ns akan meningkatkan pembentukan aerenkim pada
Lingkungan ** seluruh ruas dan semakin dalam genangan semakin
GxL **
CV (%) 21,54 26,81 23,79
tebal jaringan korteks dan semakin besar ukuran
aerenkim (Rachmawati et al. 2019). Hasil penelitian
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda tersebut sesuai dengan pertumbuhan yang dialami oleh
berdasarkan uji 0,05 DMRT tanaman padi pada kondisi rendaman stagnan pada
O = optimum; SF = rendaman stagnan
* = nyata pada P<0,05; ** = sangat nyata pada P<0,01
penelitian ini.
25
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 4 No. 1 Mei 2020: 17-26
26