You are on page 1of 20

Accelerat ing t he world's research.

Analysis Of Cost Recovery In The


Same Employment Contract
Management Of Oil And Gas (A Case
Study Of PT. Pertami...
Mega Puspita AR

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Modul Dasar Pemeriksaan Pert ambangan Minyak dan Gas Bumi


Mulyono Joyo

MAKALAH HUKUM PERDAGANGAN INT ERNASIONAL


cindy leenardy

DIREKT ORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI DIRECT ORAT E GENERAL OF OIL AND GAS MINIST RY O…
ninakumalasary abdulgani
ANALISIS COST RECOVERY DALAM KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN
MINYAK DAN GAS BUMI (STUDI KASUS PT. PERTAMINA EP)

Analysis Of Cost Recovery In The Same Employment Contract Management Of Oil And Gas
(A Case Study Of PT. Pertamina EP)

Mega Puspita Aisyah Rahman


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mercu Buana Jakarta
meygaisyah@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to know the analysis of the system of cost recovery in the same
employment contract management of oil and gas. The object of this penelian is the cost of cost
recovery and analysis of the research unit is a State-owned enterprise PT Pertamina EP located
in Jakarta. The research was based on the existence of a phenomenon in the background on the
unit of analysis i.e. categorization costs on cost recovery. This research was conducted against a
single respondent, using a qualitative approach, and data analysis used are descriptive analysis.
The results of this study indicate that by doing the categorization costs cost recovery in
accordance with the appropriate regulations of the Government of the need for improvements and
better policies in order to facilitate the performance of the Government and the KKKS (Kontrak
Kerja Sama Kontraktor).
Keyword: System of Cost Recovery, Cost Recovery, Cost Classification Gross Candy Split,
no. 8 years 2017, Variansi.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis terhadap sistem cost recovery dalam
kontrak kerja sama pengelolaan minyak dan gas bumi. Objek penelian ini adalah biaya cost
recovery dan unit analisis penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Negara PT. Pertamina EP yang
berlokasi di Jakarta. Penelitian ini di latar belakangi adanya fenomena pada unit analisis yakni
penggolongan biaya pada cost recovery. Penelitian ini dilakukan terhadap responden tunggal,
menggunakan pendekatan kualitatif, dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan melakukan penggolongan biaya cost
recovery yang tepat sesuai dengan peraturan pemerintah perlu adanya pembenahan dan kebijakan
yang lebih baik agar mempermudah kinerja pemerintah dan KKKS (Kontrak Kerja Sama
Kontraktor).

Kata Kunci: Sistem Cost Recovery, Penggolongan Biaya Cost Recovery, Gross Split,
Permen No. 8 Tahun 2017, Variansi.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sektor pertambangan Minyak dan Gas Bumi merupakan salah satu andalan
Indonesia dalam membangun perekonomian Negara. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi
penerimaan Negara dari sektor Minyak dan Gas Bumi yang tertuang dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang merupakan penyumbang penerimaan
Negara kedua terbesar setelah pajak (sumber: www.kemenkeu.go.id/apbn2017).
Rapat Panja Defisit dan Pembiayaan Badan Anggaran (Banggar) Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah menyepakati penerimaan minyak dan
gas bumi (migas) sebesar Rp 110,47 triliun pada tahun 2016. Pimpinan Banggar DPR RI
Said Abdullah mengatakan, penerimaan migas sebesar Rp 110,47 triliun diperoleh dengan
asumsi harga minyak mentah atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 40 dollar AS per
barel, dan kurs 13.500 per dollar AS. Sedangkan, lifting minyak ditetapkan sebesar 820.000
barel per hari (bph), sementara lifting gas sebesar 1.150.000 setara minyak per hari
(bsmph). Adapun cost recovery ditetapkan sebesar 8 miliar dollar AS.
Pembagian presentase bagian minyak mentah antara Pemerintah dengan KKKS
(Kontrak Kerja Sama Kontraktor), berikut merupakan persentase bagi hasil yaitu:
a. Minyak Bumi: 85% untuk Pemerinrah dan 15% untuk KKKS (Kontrak Kerja Sama
Kontraktor).
b. Gas Bumi: 70% untuk Pemerintah dan 30% untuk KKKS (Kontrak Kerja Sama
Kontraktor). Sistem bagi hasil antara Pemerintah dengan KKKS terjadi setelah sebelumnya
dikurangi dengan Cost Recovery. Berlakunya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang
Badan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, menetapkan kewenangan
Pertamina tersebut telah dialihkan kepada BP MIGAS serta merubah kontraktor PSC
menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Reformasi ini merupakan usaha
pemerintah dalam mengefisiensikan penerimaan negara serta merangsang pertumbuhan
pada industri ini.
Salah satu kerumitan memakai cost recovery sendiri sebelumnya adalah proses
pengauditannya Instansi – instansi pemerintah yang melakukan audit atas cost recovery
memiliki pendapat berbeda – beda soal biaya mana yang boleh diklaim sebagai cost
recovery, dan yang tidak boleh diklaim sebagai cost recovery.
Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Cost Recovery beberapa Kontraktor Kontrak Kerja
Sama untuk tahun buku 2014 sampai dengan 2015 mencerminkan masih perlunya
peningkatan kontrol BP MIGAS dan Departemen ESDM pada implementasi cost recovery.
Nilai seluruh Temuan Pemeriksaan Audit BPK tersebut mencapai Rp. 4 Triliun, dimana
PT. Pertamina EP juga tercatat melakukan penyimpangan cost recovery senilai Rp. 365,62
Milliar atas beberapa biaya, seperti biaya pengeboran dan workover yang telah dibatalkan,
biaya toll fee, pembelian asset harta benda modal tanpa melalui kapitalisasi serta biaya
asuransi yang seharusnya ditanggung mitra kerja sama operasi (KSO).
Berbagai kasus mengenai Cost Recovery seperti hal nya;
1. Mengutip data resmi SKK Migas yang dirilis awal Januari 2016, rerata harga minyak
mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sepanjang 2015 tercatat berada di
angka US$51,21 per barel atau 85,4 persen dari asumsi APBNP yang dipatok di kisaran
US$60/barel. Sedangkan untuk harga gas, Amien bilang posisinya sedikit lebih baik
lantaran bertengger di angka US$7,24 per juta british thermal unit (MMBTU) atau 15,4
persen di atas target APBNP 2015 sebesar US$6,27 per MMBTU.
Dengan realisasi tersebut, penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) dari sektor
migas 2015 hanya menyentuh angka US$12,86 Milliar atau 85,8 persen dibandingkan
target PNBP migas tahun lalu yang ditargetkan mencapai US$14,99 Milliar. Sayangnya,
disaat penerimaan Negara dari migas anjlok, biaya yang harus diganti pemerintah unruk
eksplorasi dan produksi kontraktor kerjasama (KKKS) justru mencapai US$13,9 Milliar,
atau lebih besar US$1,04 Milliar dari PNBP migas di tahun yang sama.
2. Tagihan Cost Recovery di Semester I – 2017 Capai Rp. 64,7 T. Sampai 30 Juni
2017, cost recovery yang sudah dikeluarkan sebesar US$ 4,87 miliar alias Rp 64,77 triliun
(dengan asumsi kurs dolar Rp 13.300). Sedangkan pagu yang ditetapkan dalam APBN
2017 adalah US$ 10,58 miliar alias Rp 140,7 trilliun. Jadi cost recovery sampai tengah
tahun adalah 46% dari batas maksimum.
Selain itu, pengeluaran terbesar untuk cost recovery berasal dari biaya depresiasi
sebesar US$1,38 milliar atau 28% dari total cost recovery. "Peningkatan alokasi biaya
depresiasi ini karena banyaknya proyek yang onstream di tahun 2015-2016”, ujar Amien.
Selain itu dalam cost recovery ada juga pengeluaran untuk investment credit, unrecovered
cost, dan administrasi yang besarnya US$ 890 juta. Sementara cost recovery untuk
kegiatan eksplorasi alias pencarian cadangan minyak baru hingga pertengahan 2017 ini
cuma US$ 240 juta alias 5% dari jumlah cost recovery.
Meski baru 46% dari batas yang ditetapkan APBN 2017, cost recovery pada tahun
ini terancam bengkak, karena banyaknya cost recovery yang biasanya diklaim para
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada akhir tahun.
Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai “Analisis Sistem Cost Recovery Dalam Pengelolaan Minyak dan Gas
Bumi”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengelompokan Cost Recovery yang dilakukan oleh PT PERTAMINA
EP?
2. Bagaimanakah penerapan Gross Split (PERMEN ESDM Nomor 52 Tahun 2017) dapat
mempermudah kinerja KKKS dan menambah penerimaan Negara dalam pengelolaan
migas di Indonesia ?
3. Manakah yang lebih baik antara Cost Recovery dan Gross Split yang dapat membantu
meningkatkan Pendapatan Negara?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. KAJIAN PUSTAKA

1.1. Cost Recovery

Menurut Abdul Nasir, (Sejarah Sistem Fiskal Migas Indonesia, 2014,


Hlm 78) Cost Recovery adalah pengembalian biaya eksplorasi dan ekspoitasi
migas dari Pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Cost
recovery tersebut dibayarkan dalam bentuk produksi migas, yang dinilai dengan
Weighted Average Price (WAP), yaitu harga rata-rata tertimbang dihitung
berdasarkan nilai lifting selama satu tahun dibagi dengan jumlah satuan lifting
selama periode yang sama.

1.2. Biaya

Di dalam menjalankan suatu kegiatan terutama dalam hal menjalankan


sebuah usaha, pasti memerlukan dan mengeluarkan biaya untuk dapat
menjalankan sebuah kegiatan usaha tersebut. Amerika mengenal dua istilah yang
berhubungan biaya, yaitu cost dan expense.

1.3. Biaya Eksplorasi

Menurut RUU Migas Keahlian DPR RI Komisi 7 Tahun 2017, Biaya


Eksplorasi adalah segala bentuk upaya atau kegiatan yang bertujuan memperoleh
infomasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh
perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan.

1.4. Biaya Eksploitasi

Menurut RUU Migas Keahlian DPR RI Komisi 7 Tahun 2017, Biaya


Eksploitasi adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan atau
memproduksi Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan permurnian
Minyak dan Gas Bumi dilapangan produksi serta kegiatan lain yang
mendukungnya.

1.5. Biaya Operasi

Biaya operasi atau biaya operasional secara harafiah terdiri dari 2 kata
yaitu “Biaya” dan “operasional” menurut kamus besar bahasa Indonesia, biaya
berarti uang yang dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dan
sebagainya) sesuatu; ongkos; belanja; pengeluaran.

1.6. Biaya Kapital

Biaya Kapital (cost of capital) menurut Martono dan Agus Harjito, “Biaya
riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang
berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk
mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan” (2003: 201).

1.7. Biaya Non Kapital

Biaya non kapital adalah biaya-biaya operasi yang terjadi sehubungan


dengan operasi tahun berjalan. Sifat biaya non kapital tidak terbatas sepanjang
diperlukan untuk aktivitas operasi produksi migas (Sutadi Pudjo Utomo,
Op.Cit).

1.8. Depresiasi/Penyusutan

Definisi Penyusutan menurut PSAK No. 17 adalah alokasi jumlah suatu


aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi.
Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara
langsung maupun tidak langsung.

1.9. Biaya Reklamasi

Biaya Reklamasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang


bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu akibat
kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna
sesuai dengan peruntukannya.
1.10. Biaya Titik Penyerahan

Biaya titik penyerahan merupakan biaya yang dikeluarkan pada titik


(lokasi) dimana Kontraktor wajib meyerahkan bagian Negara kepada Pemerintah,
dan berhak untuk mendapatkan bagiannya atas hasil produksi.
1.11. Kontrak Kerja Sama

Kontrak Kerja Sama (KKS) yaitu kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak
kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih
menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.

1.12. Skema Gross Split

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerapkan bagi hasil


kontrak pengelolaan wilayah kerja Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Indonesia.
Skema Gross Split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan
wilayah kerja Minyak dan Gas Bumi antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di
perhitungkan dimuka.

B. Rerangka Pemikiran

Cost Recovery yang merupakan biaya operasi yang dimintakan penggantiannya


yang terdiri atas biaya eksplorasi, biaya produksi (termasuk penyusutan), dan biaya
administrasi (termasuk interest recovery) (Muhammad Kurniadi, 2011).

Biaya Eksplorasi

Biaya Eksploitasi

Biaya Titik Penyerahan

COST RECOVERY
Biaya Reklamasi

Biaya Kapital

Biaya Non Kapital

Depresiasi
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini tentang Analisis Sistem Cost Recovery


Kontrak Kerja Sama Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi. Penelitian ini berfokus pada
Sistem Cost Recovery, Skema Gross Split, serta PT. PERTAMINA EP
2. Desain Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan
deskriptif kualitatif. Peneliti berpendapat bahwa metode ini merupakan metode yang
paling tepat, karena objek penelitian (PP No. 79 Tahun 2010 dan PERMEN ESDM
No. 08 Tahun 2017) merupakan objek ilmiah dimana penelitian yang akan dilakukan
tidak akan berpengrauh terhadap kondisi objek penelitian.

3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dengan cara observasi terhadap langsung dan penulis
melakukan pengumpulan data dengan metode sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) yaitu teknik
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung (observasi) dan data
dikumpulkan melalui wawancara yang ditujukan kepada pihak PT Pertamina EP untuk
memperoleh fakta dan keterangan faktual dari responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research)
yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan informasi yang dikumpulkan dari
sumber-sumber yang tersedia seperti buku teks, jurnal, yang berhubungan dengan
penelitian, dan laporan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pembahasan.
4. Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Menurut Sugiyono (2009:244) analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan
memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi
lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan sekedar angka – angka. Langkah –
langkahnya adalah reduksi data, penyajian data dengan bagan dan teks, kemudian
penarikan kesimpulan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan dan Objek Penelitian


4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Badan Usaha Milik Negara PT.
Pertamina EP, yang berlokasi di Jakarta. Waktu penelitian ini berjalan selama
kurang lebih 3 (tiga) bulan, mulai bulan September 2017 sampai dengan bulan
November 2017.

4.2. Gambaran Umum Perusahaan


a. Sejarah Perusahaan PT. Pertamina EP
Penelitian ini dilakukan pada PT. Pertamina EP. Pada era 1800, di
Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan oleh Belanda
pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur pertama adalah
sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada tahun 1883 yang
disusul dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada
tahun 1885. Sejak era itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai.

4.3. Objek Penelitian

Judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Sistem Cost Recovery Dalam
Kontrak Kerja Sama Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi”, dimana peneliti
ingin mengetahui komponen apa saja yang dapat dimasukkan kedalam Biaya
Cost Recovery, dan bagaimana penerapan Gross Split yang dipercaya dapat
membantu meningkatkan Penerimaan Negara, serta kebijakan manakah yang
lebih baik antara Cost Recovery dan Gross Split.

B. Analisis Data

4.4. Penggolongan Biaya Sistem Cost Recovery

Pada PT Pertamina EP, penggolongan biaya sudah sesuai berdasarkan PP


No. 79 Tahun 2010 yang telah disepakati bersama antara pihak Pemerintah dan
KKKS (Pertamina). Dimana penggolongan biaya cost recovery menjadi 7 bagian
yakni, biaya kapital, non kapital, depresiasi, reklamasi, eksplorasi, ekploitasi,
serta biaya titik penyerahan produksi.
Penggolongan biaya dan pengklasifikasian biaya yang ada pada PT
Pertamina EP dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
5. Sistem Cost Recovery adalah pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi
Migas dari Pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Sistem Cost Recovery telah diatur dalam PP No. 9 Tahun 2010. Kegiatan
Eksploitasi dan Eksplorasi Migas dan Sistem Cost Recovery di Indonesia
diawasi dan dibawahi oleh SKK Migas.
Berikut Capaian Kinerja Hulu Migas Per Tahun 2017 pada Cost Recovery:
a. Ringkasan Capaian Hulu Migas – 2017 (Realisasi Operasional status per 31
Des 2017)
1. Capaian Peningkatan Cadangan Migas Mencapai 55,33% atau 92,2% dari
Target 60% (RRR)
2. Capaian Lifting Migas sebesar 1,944 ribu BOEPD, atau 98,9% dari Target
APBN-P 2017 sebesar 1,965 ribu BOEPD
(a). Realisasi lifting Minyak Bumi sebesar 803,8 ribu BOPD, atau 98,6%
dari Target APBN-P 2017 sebesar 815 ribu BOPD.
(b) Realisasi lifting Gas Bumi sebesar 1,140 ribu BOEPD, atau 99,2%
dari Target APBN-P 2017 sebesar 1,150 ribu BOEPD.
3. Capaian Pengembalian Biaya Operasi (Cost Recovery) sebesar US$11,3
milliar, atau 106% dari Target APBN-P 2017 sebesar US$ 10,7 milliar
(Unaudited).
4. Capaian Penerimaan Negara dari Hulu Migas sebesar US$13,1 milliar,
atau 108% dari Target APBN-P 2017 sebesar US$12,2 milliar.
Produksi
Tabel 4.1

Target Realisasi % YTD % YTD


% YTD
Terhadap Terhadap
Produksi APBN- WP&B WP&B Terhadap
YTD WP&B WP&B
2017 P Ori Rev APBN-P
Ori Rev
MINYAK,
MBOPD - 808.4 803.9 801.4 - 99.1 99.7
GAS,
MMSCFD - 7,859 7,444 7,621 - 97.0 102.4
MIGAS,
MBOEPD - 2,212 2,133 2,162 - 97.8 101.4
2. Lifting

Tabel 4.2
Target Realisasi % YTD % YTD
% YTD
Lifting Terhadap Terhadap
APBN- WP&B WP&B Terhadap
2017 YTD WP&B WP&B
P Ori Rev** APBN-P
Ori Rev
MINYAK,
MBOPD 815.0 808.4 803.9 803.8 98.6% 99.4% 99.9%
GAS,
MMSCFD 6,440 6,356 6,117 6,386 99.2% 100.5% 104.4%
MIGAS,
MBOEPD 1,965 1,943 1,896 1,944 98.9% 100.1% 102.5%

(Catatan: Opening stock 2017 sebesar 8,56 juta Bbls, produksi 801,4 Mbopd dan Lifting 803,8 Mbopd,
maka perhitungan ending stock 2017 sebesar 7,65 juta Bbls. Stock minyak berdasarkan pengukuran tanggal
31 Des 2017 jam 24.00 sebesar: 6,99 juta Bbls.)

c. Capaian Investasi & Penerimaan Negara


1. Investasi Hulu Migas (Perkiraan Realisasi status per 31 Des 2017)

Tabel 4.3

INVESTASI HULU MIGAS


Blok Eksploitasi Blok Eksplorasi

0,87
US$ MILYAR

0,18

11,42
9,15

WP&B REALISASI
2. Distribusi Pendapatan (Perkiraan Realisasi status per 31 Des 2017)

Tabel 4.4

DISTRIBUSI REVENUE
Contractor Share Indonesia Share Cost Recovery

4,73

10,71
US$ MILYAR

106%
11,32

4,38

108%
12,2 13,14

APBN - P REALISASI

3. Penerimaan Hulu Migas (Perkiraan Realisasi status 31 Des 2017)


Tabel 4.5
4. Profil Lifting Minyak Bumi
Tabel 4.6
% Thd
APBN - OUTLOOK % Thd
No Nama KKKS Wilayah Kerja Total
P 2017 2017 Target
Lifting
1 CHEVRON PACIFIC INDONESIA ROKAN 229.1 224.3 28% 97.9%
2 MOBIL CEPU LTD CEPU 201.5 204.2 25% 101.4%
3 PT PERTAMINA EP INDONESIA 81.6 77.5 10% 94.9%
4 TOTAL E&P INDONESIE MAHAKAM 54.0 52.0 6% 96.3%
5 PHE ONWJ OFF. NORTH WEST JAVA 33.9 32.2 4% 94.9%
6 CNDDC SES SE. SUMATRA 31.2 31.5 4% 101.2%
7 MEDCO NATUNA SOUTH NATUNA SEA "8" 18.6 17.9 2% 96.5%
8 CHEVRON INDONESIA COMPANY EAST KALIMANTAN 17.5 17.8 2% 101.8%
9 PETRONAS CARI GALI KETAPANG KETAPANG 17.0 16.8 2% 98.7%
10 VICO SANGA – SANGA 13.4 14.0 2% 104.8%
63 KKKS 117.2 115.5 14% 98.5%
Total 815.0 803.8 98.6%

5. Profil Lifting Gas Bumi


Tabel 4.7
% Thd
OUTLOOK
NO Wilayah Kerja APBN - P Total % Thd
2017
Nama KKKS Lifting Target
1 TOTAL E&P MAHAKAM 1.298 1.255 20% 96.7%
2 BP TANGGUH BERAU, WIRIAGAR 986 908 14% 92.1%
3 PT PERTAMINA EP INDONESIA 832 810 13% 97.4%
4 CONOCO PHILLIPS (GRESIK) GRESIK 810 814 13% 100.5%
5 JOBP - MEDCO TOMORI SONOTI TOILI 266 304 5% 114.1%
6 KANGEN ENERGY INDONESIA KANGEAN 210 197 3% 93.6%
7 PREMIER OIL NATUNA SEA BLOK A 208 224 4% 107.9%
8 ENI MUARA BAKAU MUARA BAKAU 192 219 3% 114.2%
9 MEDCO NATUNA SOUTH NATUNA SEA B 166 198 3% 119.7%
10 PETROCHINA JABUNG JABUNG 146 201 3% 137.3%
63 KKKS lainnya 1.326 1.265 20% 94.7%
Total 6.440 6.386 99.2%
6. Profil Komponen Utama Cost Recovery (Perkiraan Realisasi status 31 Des
2017)
Tabel 4.8
7. Program Kerja 2018 Wilayah Kerja Eksploitasi
Tabel 4.9
8. Estimasi Distribusi Revenue 2017 – 2019
Tabel 4.10
2108 2019
Outlook Batas Batas
2017 APBN WP&B Bawah Titik
Atas
Oil/ Condensate 15.02 14.02 12.96 11.87 13.23 15.51
LPG/LNG/Natural
Gross Revenue
Gas 14.17 12.19 12.82 12.92 13.90 14.70
Total 29.19 26.20 25.77 25.77 27.13 30.21

Oil/ Condensate 5.94 4.92 6.33 5.32 5.44 6.98


LPG/LNG/Natural
Cost Recovery
Gas 5.38 5.17 6.20 6.79 7.10 7.59
Total 11.32 10.09 12.54 12.12 12.54 14.57

Oil/ Condensate 1.57 1.66 1.22 1.87 2.12 2.37


Net Contractor LPG/LNG/Natural
Share Gas 3.16 2.56 2.56 2.55 2.78 2.94
Total 4.73 4.22 3.83 4.42 4.90 5.30

Oil/ Condensate 7.51 7.44 5.40 4.68 5.68 6.17


LPG/LNG/Natural
Indonesia Income
Gas 5.63 4.45 4.00 3.58 3.58 4.18
Total 13.14 11.90 9.40 8.26 8.26 10.35
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
5.1. Penggolongan Biaya Sistem Cost Recovery

Menjawab rumusan masalah yang pertama, berdasarkan hasil kuesioner secara


keseluruhan penggolongan biaya Sistem Cost Recovery pada PT Pertamina EP
telah sesuai dengan PP No. 79 Tahun 2010. Selain hasil kuesioner, pengolongan
biaya Sistem Cost Recovery dapat dilihat pula dari adanya CALK (Catatan Atas
Laporan Keuangan) PT. Pertamina EP yang menjelaskan secara rinci akun – akun
yang terkait dengan komponen cost recovery itu sendiri.
5.2. Skema Gross Split

Menjawab rumusan masalah yang kedua, berdasarkan hasil kuesioner pada PT.
Pertamina EP, mengenai kinerja KKKS dengan menggunakan Skema Gross Split
adalah Netral. Namun KKKS/ PT Pertamina EP, setuju dengan perihal Peningkatan
Pendapatan Negara dengan menggunakan Kontrak Kerja Sama Skema Gross Split.
Disamping itu, Pemerintah memang bertujuan membuat skema gross split untuk
mempermudah kinerja dan membuat KKKS lebih Efektif dan Efisien dalam
melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas.
5.3. Cost Recovery dan Gross Split

Menjawab rumusan masalah yang ketiga, berdasarkan hasil kuesioner dengan


PT Pertamina EP untuk perihal mana yang lebih baik antara cost recovery dengan
gross split, jika dilihat dari sisi Pemerintah pasti akan lebih baik jika menggunakan
Skema Gross Split, selain kebijakan yang dinilai lebih efisien dan adil, dapat
menambah pula Pemasukan Negara pada sektor PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak) yakni Migas. Lalu, jika dilihat dari sisi KKKS/ PT Pertamina EP, Skema
Gross Split adalah keputusan yang sangat berat karena seluruh cost akan ditanggung
sendiri oleh KKKS/ PT Pertamina EP, yang dimana hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi KKKS untuk bekerja lebih Efisien dan Efektif.
B. Saran
1. Dalam penggolongan biaya cost recovery, sebaiknya diperjelas agar tidak ada
lagi kesalahpahaman mengenai biaya mana saja yang dapat dijadikan
penggantian biaya atau cost recovery, dan mana yang tidak.
2. Skema Gross Split adalah kebijakan yang tepat menurut saya, karena dengan
kebijakan ini akan lebih efisien dan efektif. Selain akan menambah Pendapatan
Negara, Gross Split akan membuat Kinerja KKKS/ PT Pertamina EP menjadi
lebih baik.
3. Kebijakan yang lebih baik antara Gross Split dan Cost Recovery menurut saya
adalah Gross Split. Karena kebijakan Gross Split akan membantu Negara dalam
meningkatkan Pendapatan nya. Selain itu, Gross Split membuat Kinerja dari
KKKS lebih baik dari sebelumnya karena kebijakan Gross Split akan membantu
mereka untuk lebih Efisien dan Efektif dalam melakukan kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Migas.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah Kusumadara, 2013 “Kontrak Bisnis Internasional” Hlm 20 Sinar Grafika: Jakarta

AM Putut Prabantoro, 2014 “Migas The Untold Story” Hlm 79 PT Gramedia: Jakarta

Abdul Nasir, 2014 “Sejarah Sistem Fiskal Migas Indonesia” Hlm 78

Bustami Bastian & Nurlela, 2010 “Akuntansi Biaya” Yogyakarta: Graha Ilmu

Brealey, Myers & Marcus, 2012 “Dasar – Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan” Jilid I,
Penerbit Erlangga: Jakarta

Draft, Richard L, 2000 “Manajemen” Hlm 9, Penerbit Erlangga: Jakarta

E. Kieso, Jerry J, Weygandt & Terry D, Warfield, 2006. “Accounting Principles” Edisi 12 by:
Salemba Empat

Firdaus Ahmad Dunia & Wasilah Abdullah, 2012 “Akuntansi Biaya”

George DR Hormat, 2014 “Petaka Negeri Minyak” Hlm 45

Hansen & Mowen, 2000 Hlm 36 “Manajemen Biaya” Edisi Bahasa Indonesia, Buku II, Edisi I,
Jakarta: Salemba Empat

Konrath, Larry F, 2002, “Auditing: A Risk Analysis Approach”, Fifth Edition, South Western

Mulyadi, 2015. “Sistem Akuntansi” Edisi ke-3, Cetakan ke-5. Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Mulyadi, 2009 “Akuntansi Biaya” Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

M. Nafarin, 2000.”Penganggaran Perusahaan”, Penerbit: Salemba Empat, Jakarta

Martono dan D. Agus Harjito, 2003, “Manajemen Keuangan” Penerbit Ekonisia: Yogyakarta

Nordin Satrio, 2012 “Sekilas Tentang Cost Recovery Dalam Industri Migas” Hlm 30

Prihadi, Toto, 2012 “Analisis Laporan Keuangan Lanjutan Proyeksi dan Valuasi” Jakarta: PPM
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1968

PP No. 29 Tahun 1969 Pasal 1 dan 2 Tentang penyediaan wilayah kuasa pertambangan kepada
pertamina

PP No. 42 Tahun 2002 Tentang Badan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
PP No. 79 Tahun 2010 Tentang Production Sharing Contract

PERMEN ESDM No. 52 Tahun 2017 Pasal 4 Beleid dan Pasal 25 Beleid Tentang Kontrak Bagi
Hasil Gross Split

PERMEN ESDM No. 8 Tahun 2017 Pasal 1 Tentang Kontrak Kerja Sama

RUU Migas Keahlian DPR RI Komisi 7 Tahun 2017 Bab IV Pasal 17


PSAK No. 17

RA Supriyono, 2004 “Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian Biaya, Serta Pembuatan
Keputusan” Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Suharto, Edi, 2004, “Analisis Kebijakan Publik”, Alfabeta Bandung

Smart, S.B, & Megginson, Gitman, 2004 “Coorporate Finance” , Ohio: South Westren, Thomson
Learning: Mason

Siregar, Baldric, 2014 “Akuntansi Manajemen” Hlm 23, Jakarta: Salemba Empat

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas UU No.
10 Tahun 2010 Tentang APBN

Undang – Undang No. 44 Prp. 1960 Pasal 3 Ayat (2) Tentang Minyak dan Gas Bumi

Undang – Undang No. 8 tahun 1971 Pasal 12 Ayat (1)

Undang – Undang 1945 Pasal 33 Ayat (3)

Undang – Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Undang – Undang No. 8 tahun 1971

Widjajono Partowidagdo, Op. Cit., Hlm 168

You might also like