You are on page 1of 10

https://doi.org/10.22435/mgmi.v10i2.

599;Copyright © 2019 MGMI

DEFISIENSI BESI PADA WANITA USIA SUBUR PRANIKAH OBESITAS

Iron Deficiency in Preconception Women with Obesity



Fillah Fithra Dieny1*, Nurmasari Widyastuti1, Deny Yudi Fitranti1, Choirun Nissa1,
A.Fahmy Arif Tsani1, Firdananda Fikri Jauharany1
1
Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto SH, Tembalang, Semarang, Indonesia
*e-mail: fillahdieny@gmail.com

Submitted: October 15th, 2018, revised: January 07th, 2019, approved: June 22nd, 2019

ABSTRACT
Background. Women of reproductive age, especially in Indonesia, encounter a complex
double burden of malnutrition. One of the most common nutritional problems experienced by
preconception women is obesity. Anemia is another side of the double burden of malnutrition that
widely found in developing countries. Obesity known has a correlation with anemia in women
of reproductive age. Objective. This study aimed to analyze the iron status on obese and non-
obese preconception women. Method.This is an observational research with a cross-sectional
study conducted on the 50 students at Diponegoro University, Semarang. The subjects in this
study conducted by 25 obese and 25 non-obese preconception women aged 18-25 years old
selected by systematic random sampling. Serum iron, TSAT serum, and TIBC level were assessed
to determine the iron status of the subjects. Fat body percentage measured by Bioelectrical
Impedance Analysis (BIA) to determine the obesity status. Independent T-test was used to analyze
the differences in iron status in obese and non-obese preconception women. Results. There
were differences between obese and non-obese group in serum iron level (p=0.027), TIBC level
(p=0.034), and TSAT serum level (p=0.0004). The serum iron level in obese group was lower
than non-obese group. The mean values of serum iron in obese group were 83.99±20.66 μg/dl
and 99.2±26.03 μg/dl for non-obese group. TIBC levels in obese group were 420.98±47.22 μg/
dl, higher than non-obese group, 389.94±53.35 μg/dl. The mean values of TSAT serum in the
obese group were 20.13±5.27% while in non-obese group 25.99±7.92%. Conclusion. Compared
with the non-obese group, the obese preconception women’s group has lower average of serum
iron level and TSAT serum level, and also higher average of TIBC level.

Keywords: anemia, iron serum, iron status, obesity, preconception women

ABSTRAK
Latar Belakang. Wanita usia subur (WUS) terutama di Indonesia saat ini menghadapi masalah
gizi ganda yang kompleks. Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang paling banyak
dialami oleh WUS. Anemia merupakan satu sisi lain dari masalah gizi ganda yang banyak
dialami di negara berkembang. Obesitas diketahui memiliki hubungan dengan anemia pada
WUS. Tujuan. Menganalisis status besi pada WUS pranikah dengan status gizi obesitas dan
non obesitas. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross-
sectional yang dilakukan pada 50 mahasiswi Universitas Diponegoro, Semarang. Subjek berusia
18-25 tahun dan dipilih dengan metode systematic random sampling. Subjek terdiri dari 25
mahasiswi obesitas dan 25 mahasiswi non obesitas. Status besi diukur melalui serum besi, serum
Transferrin Saturation (TSAT), dan Total Iron Binding Capacity (TIBC). Status obesitas dilihat
melalui pengukuran antropometri persen lemak tubuh. Uji T tidak berpasangan digunakan untuk
mengetahui perbedaan status besi pada WUS pranikah obesitas dan non obesitas. Hasil. Ada
perbedaan kadar serum besi (p=0,027), TIBC (p=0,034), dan TSAT (p=0,004) antara kelompok
obesitas dan non obesitas. Kadar serum besi kelompok obesitas lebih rendah, ditunjukkan
dengan rerata sebesar 83,99±20,66 μg/dl pada kelompok obesitas, sedangkan kelompok non

101
MGMI Vol. 10, No. 2, Juni 2019: 101-110

obesitas sebesar 99,2±26,03 μg/dl. Kadar TIBC kelompok obesitas lebih tinggi dilihat dari
reratanya sebesar 420,98±47,22 μg/dl, sedangkan kelompok non obesitas 389,94±53,35 μg/dl.
Pengukuran TSAT menunjukkan kelompok obesitas memiliki kadar yang lebih rendah ditunjukkan
dengan reratanya 20,13±5,27%, sedangkan kelompok non obesitas memiliki rerata sebesar
25,99±7,92%. Kesimpulan. Kelompok obesitas memiliki rata-rata kadar serum besi dan TSAT
lebih rendah serta rata-rata kadar TIBC lebih tinggi.

Kata kunci: anemia, serum besi, status besi, obesitas, wanita usia subur

PENDAHULUAN ketersediaan zat besi yang berperan dalam


Wanita usia subur (WUS) didefinisikan proses eritropoesis sehingga mengakibatkan
sebagai wanita yang berada dalam periode menurunnya sintesis hemoglobin.5 Data World
usia dewasa awal antara 15-49 tahun tanpa Health Organization (WHO) menunjukkan
memperhitungkan status perkawinannya. 1
prevalensi anemia defisiensi besi sekitar 35-75
Wanita usia subur pranikah (masa prakonsepsi) persen di negara berkembang, mayoritas pada
merupakan calon ibu atau kelompok rawan anak-anak dan WUS.6,7 Berdasarkan data Survei
yang membutuhkan perhatian khusus. Kualitas Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009,
generasi penerus akan ditentukan oleh kondisi prevalensi anemia pada WUS (19-45 tahun) yaitu
ibu sebelum hamil dan selama kehamilan. sebesar 36,5 persen dan meningkat menjadi
Status gizi dan kesehatan ibu pada masa 39,5 persen pada tahun 2013.5
prahamil, saat kehamilan, dan saat menyusui
Diagnosis status besi dalam tubuh
merupakan periode kritis bagi pertumbuhan
didasarkan pada pengukuran terhadap tiga
dan perkembangan anak. Masa 1000 hari
pool besi, yaitu pool metabolik, pool cadangan,
pertama kehidupan merupakan periode sensitif
dan pool transit. Pada pool metabolik yang
atau “window of opportunity”. Apabila pada
menjadi ukuran adalah konsentrasi hemoglobin.
masa ini mengalami masalah gizi, maka akan
Pool cadangan diukur dengan konsentrasi
berdampak pada periode selanjutnya. Kesehatan
feritin serum. Pool transit diukur melalui serum
prakonsepsi menjadi penting untuk diperhatikan
besi, Total Iron Binding Capacity (TIBC), dan
termasuk status gizinya, terutama dalam upaya
Transferrin Saturation (TSAT). Pada penelitian
mempersiapkan kehamilan, karena berkaitan
ini pengukuran status besi menggunakan serum
erat dengan outcome kehamilan.2
besi, TIBC, dan TSAT karena pengukuran
Wanita usia subur terutama di Indonesia
menggunakan indikator tersebut cukup adekuat
saat ini menghadapi masalah gizi ganda (Double
untuk menentukan status besi pada orang sehat.
Burden Malnutrition) yang kompleks. Obesitas
Sedangkan pengukuran kadar hemoglobin
merupakan salah satu masalah gizi yang paling
kurang peka terhadap tahap awal kekurangan
banyak dialami oleh WUS.2 Berdasarkan data
besi, tetapi berguna untuk mengetahui berat
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi obesitas pada WUS di Indonesia tidaknya anemia.8

sebesar 32,9 persen dan sebanyak 22,3 Beberapa penelitian terdahulu yang
persen WUS di Kota Semarang mengalami mengkaji tentang hubungan anemia defisiensi
obesitas.3,4 Anemia merupakan sisi lain dari besi dan status gizi mayoritas hanya berfokus
masalah gizi ganda yang banyak dialami di pada dampak Kekurangan Energi Kronis (KEK)
negara berkembang. Anemia defisiensi besi terhadap anemia pada WUS. Namun, sebagai
adalah anemia yang timbul akibat kurangnya salah satu bentuk permasalahan gizi ganda,

102
Defisiensi Besi pada Wanita... (Dieny FF, Widyastuti N, Fitranti DY, Nissa C, Tsani AFA, Jauharany FF)

obesitas juga diketahui memiliki hubungan mengalami defisiensi zat besi dan anemia
dengan anemia.9 daripada wanita dengan berat badan normal.17
Kejadian obesitas disertai anemia dikaitkan Hubungan antara obesitas dan risiko
oleh beberapa faktor, seperti adanya peningkatan anemia pada WUS diketahui memiliki dampak
volume plasma darah dan adipositas yang yang dapat memengaruhi kualitas kehidupan
memicu inflamasi. Beberapa eksperimen in vivo selanjutnya (intergeneration impact) seperti
menunjukkan bahwa mediator inflamasi seperti kehamilan risiko tinggi, kelahiran dengan Berat
Interleukin-6 akan menginduksi ekspresi acute Bayi Lahir Rendah (BBLR), dan peningkatan
phase reactan yakni hormon hepsidin secara angka kematian ibu akibat kehilangan darah
berlebihan.10 Hepsidin adalah peptida yang setelah melahirkan (postpartum). 18 Anemia
dihasilkan di hati untuk meregulasi zat besi dalam postpartum menjadi masalah penting yang
tubuh.11 Apabila berlebihan akan menyebabkan berkaitan dengan status gizi wanita sebelum

hipoferremia dan hiperferritinemia, dengan cara kehamilan. Dampak anemia postpartum seperti

memblokir kerja eksporter zat besi (ferroportin), gangguan kapasitas aerobik dan ketahanan
tubuh sehingga dapat menurunkan produktivitas
menyebabkan internalisasi dan degradasi
kerja dan daya ekonomi, menekan sistem imun,
lisosomal, sehingga mengurangi jumlah zat besi
meningkatkan risiko morbiditas akibat infeksi,
yang masuk ke dalam plasma darah. Apabila
peningkatan gejala depresi postpartum, dan
terjadi secara kronis maka akan mengarah pada
gangguan kognitif. Maka dari itu, WUS pranikah
anemia akibat inflamasi (Anemia of Chronic
membutuhkan status gizi dan status besi optimal
Disease).12
sebagai salah satu pencegahan dari beberapa
Penelitian di Australia menunjukkan
dampak kehamilan dan setelah melahirkan.19
prevalensi anemia dan defisiensi besi pada
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
wanita obesitas masing-masing 10 persen dan
akan menganalisis perbedaan status besi antara
17 persen, di mana semakin tinggi indeks massa WUS pranikah yang memiliki status gizi obesitas
tubuh menunjukkan kadar serum besi, TIBC, dan non obesitas pada mahasiswi usia 18-25
dan C-Reactive Protein (CRP) yang semakin tahun, karena pada usia tersebut subjek telah
rendah dikarenakan subjek obesitas mengalami masuk masa prakonsepsi dan rawan mengalami
peningkatan adipositas dan peradangan yang masalah gizi terkait anemia yang dapat
signifikan. Penelitian yang dilakukan di Afrika
13
mempengaruhi fase kehidupan selanjutnya.
Selatan dan Pakistan menunjukkan hasil yang
sama yaitu adanya hubungan negatif antara METODE
IMT dan besi serum, TIBC, transferin, dan Penelitian ini merupakan penelitian
hemoglobin.14,15 Penelitian di Indonesia yang observasional dengan desain cross-sectional
dilakukan oleh Supriyono pada tahun 2010 yang dilakukan pada bulan Januari-Mei
menunjukkan bahwa 32,7 persen WUS yang 2018. Populasi target pada penelitian ini
mengalami anemia gizi besi juga mengalami adalah mahasiswi berusia 18-25 tahun di
obesitas. 16
Namun beberapa penelitian lain Kota Semarang. Populasi terjangkau adalah
menunjukkan hasil yang kontras. Penelitian dari mahasiswi berusia 18-25 tahun di Universitas
Kordas pada tahun 2013 menunjukkan wanita Diponegoro, Kota Semarang. Pengukuran
obesitas memiliki kemungkinan lebih rendah Persentase Lemak Tubuh (PLT) digunakan

103
MGMI Vol. 10, No. 2, Juni 2019: 101-110

untuk menentukan status obesitas pada subjek. Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu
Subjek dikategorikan kurus apabila memiliki PLT subjek mengalami penyakit infeksi. Berdasarkan
<13 persen; optimal jika PLT 13-23,9 persen; kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan jumlah
agak gemuk jika PLT 24-27,9 persen; gemuk sampel sebanyak 50 subjek, yang terdiri dari
jika PLT 28-32 persen; dan obesitas jika memiliki 25 subjek kelompok obesitas dan 25 subjek
PLT >32 persen. 20 kelompok non obesitas.
Besar sampel untuk penelitian ini ditentukan Variabel bebas pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan rumus besar sampel status obesitas WUS pranikah. Data status
penelitian analitis kategorik-numerik tidak obesitas didapat setelah mengukur status gizi
berpasangan dan diperoleh hasil sebanyak 25 melalui pengukuran PLT. Sebelum mengukur
subjek pada masing-masing kelompok sehingga PLT, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan
total subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 data usia, jenis kelamin, berat badan, dan
subjek. Cara pemilihan sampel atau metode tinggi badan subjek. Penimbangan berat
sampling dilakukan dengan cara systematic badan menggunakan timbangan digital dengan
random sampling. Skrining berdasarkan PLT ketelitian 0,01 kg dan pengukuran tinggi badan
dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dilakukan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1
pada 570 mahasiswi Universitas Diponegoro cm. Data yang telah terkumpul selanjutnya di
dari berbagai fakultas. Dari hasil skrining input ke dalam alat pengukur persentase lemak
ditemukan sebanyak 445 sampel tergolong tubuh yaitu Bioelectrical Impedance Analysis
PLT tidak obesitas dan sebanyak 125 sampel (BIA) untuk kemudian dianalisis menggunakan
tergolong obesitas. Selanjutnya dipilih kembali nilai standar penentuan status obesitas yang
berdasarkan kriteria inklusi yaitu IMT ≥25 kg/ berlaku di Indonesia.
m2, persentase lemak tubuh >32,0 persen untuk Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kelompok dengan status gizi obesitas; IMT 18- kadar besi dalam serum, serum TSAT, dan
24,9 kg/m persentase lemak tubuh 13,0-32,0
2
TIBC. Kadar normal serum besi adalah 50–120
persen untuk kelompok dengan status gizi non μg/dl.21 Kadar serum besi >115 μg/dl tergolong
obesitas20; belum menikah dan belum pernah normal; 60-115 μg/dl tergolong deplesi besi
hamil; tidak sedang mengalami menstruasi (tahap 1); <60 μg/dl tergolong defisiensi besi
selama pengambilan sampel darah; tidak sedang dalam eritropoiesis (tahap 2); dan <40μg/dl
mengonsumsi suplemen khusus terutama tablet tergolong defisiensi besi (tahap 3).22 Serum
tambah darah (tablet Fe); tidak sedang mengalami TSAT termasuk normal pada rentang 20-45
infeksi, penyakit kronis atau dalam perawatan persen.21 Serum TSAT 15-20 persen masuk
dokter; tidak merokok dan tidak mengonsumsi dalam kategori deplesi besi (tahap 1); <15
alkohol; bersedia mengisi formulir informasi persen masuk dalam kategori defisiensi besi
dan pernyataan kesediaan sebagai subjek dalam eritropoiesis (tahap 2); dan <10 persen
penelitian. Berdasarkan kriteria inklusi diperoleh masuk dalam kategori defisiensi besi (tahap 3).
205 subjek tergolong kelompok non obesitas Sedangkan kadar serum TIBC tergolong normal
dan 80 subjek tergolong kelompok obesitas. jika berada pada rentang 330-360 μg/dl.21 Kadar
Sampel yang masuk kriteria inklusi selanjutnya serum TIBC 360-389 μg/dl masuk kategori
dipilih menggunakan metode systematic deplesi besi (tahap 1); kadar serum TIBC 390-
random sampling berdasarkan jumlah subjek 409 μg/dl masuk kategori defisiensi besi dalam
yang sesuai kriteria inklusi pada tiap fakultas. eritropoiesis (tahap 2); dan kadar TIBC ≥410 μg/

104
Defisiensi Besi pada Wanita... (Dieny FF, Widyastuti N, Fitranti DY, Nissa C, Tsani AFA, Jauharany FF)

dl masuk kategori defisiensi zat besi (tahap 3). T tidak berpasangan karena data berdistribusi
Data status besi yaitu besi dalam serum, serum normal.
TSAT, dan TIBC didapatkan dari pengambilan
HASIL
sampel darah vena.
Total subjek dalam penelitian ini adalah
Hasil penelitian disajikan dalam tabel
50 orang mahasiswi Universitas Diponegoro
distribusi frekuensi. Data numerik disajikan dengan rentang usia 18-22 tahun. Subjek
dalam bentuk rerata, standar deviasi, nilai dikelompokkan menjadi kelompok obesitas (25
maksimum, dan nilai minimum, sedangkan data orang) dan kelompok non obesitas (25 orang).
kategorik disajikan dalam bentuk persentase. Rerata indeks massa tubuh dan persen lemak
Perbedaan status besi antara kelompok obesitas tubuh pada kelompok obesitas lebih besar
dan non obesitas dianalisis menggunakan uji dibandingkan kelompok non obesitas.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Obesitas (n=25) Non Obesitas (n=25)


Karakteristik Subjek
Minimal Maksimal Rerata±SD Minimal Maksimal Rerata±SD
Usia (tahun) 18 22 20,22±1,21 18 22 19,96±1,31
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 24,1 43,8 30,02±4,69 18,6 21,6 19,75±0,76
Persen Lemak Tubuh (%) 35,2 45 39,04±2,94 18,1 24,8 23,38±1,61

Status besi dalam darah pada penelitian defisiensi besi dibandingkan dengan subjek
ini dilihat dari tiga indikator pemeriksaan pada kelompok non obesitas, yaitu sebanyak
meliputi serum besi, TIBC dan TSAT serum. 13 subjek (26%). Hasil pemeriksaan status besi
Hasil pemeriksaan serum besi, TIBC dan TSAT subjek berdasarkan pemeriksaan ketiga indikator
serum tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil status besi dalam darah yaitu serum besi, TIBC
pemeriksaan serum besi, TIBC dan TSAT serum dan TSAT serum menunjukkan sebanyak 12
dalam penelitian ini terbagi menjadi 4 kategori subjek pada kelompok obesitas telah mengalami
yaitu normal, deplesi besi, defisiensi besi dalam deplesi besi, sedangkan pada kelompok non
eritropoiesis, dan defisiensi zat besi. Berdasarkan obesitas terdapat 5 subjek yang mengalami
hasil pengukuran serum besi terdapat 3 subjek deplesi besi. Berdasarkan hasil pengukuran
pada kelompok obesitas yang tergolong terhadap ketiga indikator pemeriksaan status
kategori defisiensi besi dalam eritropoiesis besi dalam darah, maka dapat diketahui bahwa
dan 19 subjek pada kelompok obesitas yang pada kelompok obesitas lebih banyak ditemukan
tergolong mengalami deplesi besi. Berdasarkan subjek yang mengalami defisiensi besi dalam
hasil pengukuran TSAT Serum, terdapat 5 eritropoiesis dan atau deplesi besi dibandingkan
subjek pada kelompok obesitas yang tergolong pada kelompok non obesitas. Selain itu, pada
mengalami defisiensi besi dalam eritropoiesis hasil pemeriksaan serum besi dan TSAT
dan sebanyak 8 subjek pada kelompok obesitas serum tidak ditemukan subjek yang mengalami
yang mengalami deplesi besi. Berdasarkan defisiensi zat besi baik pada kelompok obesitas
hasil pengukuran TIBC, diketahui lebih banyak maupun non obesitas.
subjek pada kelompok obesitas yang mengalami

105
MGMI Vol. 10, No. 2, Juni 2019: 101-110

Tabel 2. Status Besi Subjek berdasarkan Serum Besi, TIBC, dan TSAT

Obesitas Non Obesitas Total


Kategori
n (%) n (%) n (%)
Serum Besi
Normal 3 (6) 7 (14) 10 (20)
Deplesi Besi 19 (38) 16 (32) 35 (70)
Defisiensi Besi
3 (6) 2 (4) 5 (10)
dalam Eritropoiesis
Defisiensi Zat Besi 0 (0) 0 (0) 0 (0)
TIBC
Normal 2 (4) 8 (16) 10 (20)
Deplesi Besi 5 (10) 6 (12) 11 (22)
Defisiensi Besi
5 (10) 2 (4) 7 (14)
dalam Eritropoiesis
Defisiensi Zat Besi 13 (26) 9 (18) 22 (44)
TSAT
Normal 12 (24) 19 (38) 31 (62)
Deplesi Besi 8 (16) 3 (6) 11 (22)
Defisiensi Besi
5 (10) 2 (4) 7 (14)
dalam Eritropoiesis
Defisiensi Zat Besi 0 (0) 0 (0) 0 (0)

Kelompok obesitas dan non obesitas memiliki dalam darah antara kelompok obesitas dan non
rerata yang menunjukkan kadar serum besi obesitas (p=0,027). Serum besi dalam darah yang
dalam darah tergolong normal, namun secara tergolong rendah menunjukkan bahwa subjek
statistik terdapat perbedaan kadar serum besi telah mengalami defisiensi besi tahap pertama.

Tabel 3. Anemia Defisiensi Besi pada Kelompok Obesitas dan Non Obesitas

Indikator Anemia Rerata±SD


p*
Defisiensi Besi Obesitas Non Obesitas
Serum besi (μg/dl) 83,99±20,66 99,2±26,03 0,027
TIBC (μg/dl) 420,98±47,22 389,94±53,35 0,034
TSAT (%) 20,13±5,27 25,99±7,92 0,004
*Uji T tidak berpasangan

Pada kelompok obesitas, rerata kadar TIBC non obesitas tergolong defisiensi besi pada
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non eritropoiesis. Uji statistik menunjukkan ada
obesitas. Rerata kadar TIBC pada kelompok perbedaan kadar TIBC pada kelompok obesitas
obesitas menunjukkan defisiensi besi tahap 3, dan non obesitas (p=0,034). Berdasarkan uji
sedangkan rerata kadar TIBC pada kelompok statistik diketahui terdapat perbedaan kadar

106
Defisiensi Besi pada Wanita... (Dieny FF, Widyastuti N, Fitranti DY, Nissa C, Tsani AFA, Jauharany FF)

serum TSAT antara kelompok obesitas dan non lemak memengaruhi status besi pada orang
obesitas (p=0,004). dewasa dengan obesitas, dilihat dari hasil
pengukuran serum besi yang rendah pada
PEMBAHASAN subjek obesitas dibandingkan dengan subjek
Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang berat badannya normal (p=0,002).23
energi yang menyebabkan berlebihnya simpanan Indikator status besi lainnya adalah TIBC
lemak. Prevalensi obesitas WUS di Indonesia dalam serum. Kadar TIBC ini meningkat pada
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. penderita anemia. Dalam penelitian ini kadar
Berdasarkan data Riskesdas, pada tahun 2010 TIBC kelompok obesitas (420,98±47,22 μg/
prevalensi obesitas WUS sebesar 17,5 persen dl) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan non obesitas (389,94±53,35 μg/dl) dan memiliki
sebesar 32,9 persen, dan sebanyak 22,3 persen perbedaan yang cukup signifikan dengan nilai
WUS di Kota Semarang mengalami obesitas.3,4
p=0,034. Hasil penelitian ini sesuai dengan
Terdapat tiga tahapan defisiensi besi yang penelitian yang dilakukan oleh Ertan Sal et
digunakan untuk menetapkan status besi dalam al. pada anak-anak usia 5-18 tahun, yang
tubuh seseorang dan menunjukkan tingkatan melaporkan bahwa terdapat perbedaan kadar
defisiensi besi yang terjadi. Tiga tahapan TIBC pada kelompok obesitas dan kelompok
tersebut adalah perubahan simpanan besi, non obesitas dengan signifikansi p=<0,001.24
defisiensi besi tanpa anemia, dan defisiensi
Dalam penelitian tersebut diketahui kelompok
besi dengan anemia. Pengukuran serum
obesitas (375,8±54,2 μg/dl) memiliki kadar TIBC
feritin dapat digunakan untuk mengindikasikan
yang lebih tinggi dibandingkan kelompok dengan
adanya defisiensi besi tahap pertama. Namun
status gizi normal (288,3±59,8 μg/dl).
pengukuran ini tidak dianjurkan pada populasi
Selain itu, serum TSAT juga dapat digunakan
dengan kemungkinan infeksi tinggi karena
keadaan infeksi memengaruhi kadar serum sebagai indikator pengukuran status besi.
feritin. TSAT adalah indikator yang menggambarkan
jumlah transferin sebagai protein globular yang
Defisiensi tahap kedua ditunjukkan
terikat pada besi. Hasil pengukuran serum
dengan habisnya cadangan besi dan adanya
TSAT menunjukkan adanya perbedaan kadar
penurunan suplai besi ke dalam sumsum
serum TSAT antara kelompok obesitas dan
tulang sehingga produksi sel darah merah
non obesitas (p=0,004). Kelompok obesitas
terganggu. Pada tahap ini terjadi penurunan
serum besi. Pengukuran serum besi dapat (20,13±5,27%) memiliki kadar yang lebih
digunakan untuk mengindikasikan adanya rendah dibandingkan kelompok non obesitas
defisiensi besi tahap kedua. Hasil penelitian (25,99±7,92%). Penelitian serupa juga pernah
kami menunjukkan adanya perbedaan kadar dilaksanakan di Mesir pada tahun 2017 yang
serum besi WUS kelompok obesitas dengan menunjukkan perempuan obesitas memiliki
kelompok non obesitas (p=0,027). Kelompok kadar serum besi dan TSAT yang lebih rendah
obesitas memiliki kadar serum besi yang lebih dibandingkan pada kelompok non obesitas.25
rendah (83,99±20,66) dibandingkan kelompok Di sisi lain, serum ferritin, TIBC, dan CRP lebih
non obesitas (99,2±26,03). Penelitian ini sesuai tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan kelompok non obesitas. Penelitian ini sejalan
oleh Yanoff et al. pada tahun 2007 di Amerika dengan hasil penelitian yang dilakukan Yanoff et
Serikat, bahwa peningkatan IMT dan massa al. pada tahun 2007 di Amerika Serikat.23

107
MGMI Vol. 10, No. 2, Juni 2019: 101-110

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan menyebabkan peningkatan produksi hepsidin
penelitian yang dilakukan di Iran oleh Shams S dan menyebabkan penurunan absorbsi besi di
et al. pada perempuan usia 18-25 tahun, bahwa duodenum dan gangguan daur ulang zat besi
terdapat perbedaan serum besi, TIBC, dan TSAT dari sel makrofag karena hepsidin menghambat
yang signifikan (p=<0,005) pada kelompok ekspresi protein ferroportin. Hal ini menunjukkan
status gizi obesitas dan non obesitas.26 Hal bahwa meningkatnya kadar leptin pada subjek
ini menunjukkan bahwa perempuan dengan obesitas dapat menjadi kontributor terhadap
status gizi obesitas memiliki risiko lebih besar kejadian defisiensi besi pada subjek obesitas.28
mengalami anemia defisiensi besi. Hepsidin memiliki mekanisme kerja
Dampak anemia pada WUS akan berlawanan dengan ferroportin yang bertugas
terbawa hingga dia menjadi ibu hamil yang sebagai eksportir besi di membran sel
dapat mengakibatkan meningkatnya risiko makrofag, hepatosit, dan enterosit. Hepsidin
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), prematur, dapat merangsang internalisasi dan degradasi
BBLR, dan gangguan tumbuh kembang anak ferroportin, yang menyebabkan peningkatan
diantaranya stunting dan gangguan neurokognitif; penyimpanan besi intraseluler, penurunan
pendarahan sebelum dan saat melahirkan yang absorbsi besi, dan penurunan kadar besi di
dapat mengancam keselamatan ibu dan bayinya; sirkulasi.29 Hepsidin juga dapat menyebabkan
bayi lahir dengan cadangan zat besi (Fe) yang hipoferremia (konsentrasi besi dalam plasma
rendah akan berlanjut menderita anemia pada rendah) dan hiperferritinemia, dengan cara
bayi dan usia dini; meningkatnya risiko kesakitan memblokir ferroportin, menyebabkan internalisasi
dan kematian neonatal dan bayi.5 dan degradasi lisosomal, sehingga mengurangi
Richardson melakukan penelitian prospektif jumlah zat besi yang masuk ke dalam plasma
untuk menjawab pertanyaan mengenai darah. Pada kondisi inflamasi, ekspresi hepsidin
hubungan status besi yang rendah pada subjek cenderung meningkat. Beberapa eksperimen in
obesitas dengan proses inflamasi.27 Kesimpulan vivo menunjukkan mediator inflamasi seperti IL-6,
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa akan menginduksi ekspresi hepcidin berlebihan
inflamasi kronis akibat obesitas menyebabkan dan akan menyebabkan hipoferremia serum,
status besi yang rendah. Keadaan obesitas baik pada tikus maupun pada manusia.10,12
yang terjadi dalam waktu yang lama akan Selain itu, inflamasi menekan kerja eritropoiesis
meningkatkan kejadian inflamasi atau infeksi sehingga menyebabkan penurunan jumlah
di dalam tubuh. Adipositas yang terjadi terus kebutuhan zat besi yang akan digunakan untuk
menerus dan semakin meningkat akan sintesis sel darah merah. Apabila terjadi secara
memicu produksi efek metabolik protein seperti kronis mengarah pada anemia inflamasi (Anemia
interleukin (IL) 1, IL 6, TNF α, adiponektin, of Chronic Disease).12
dan masih banyak protein lainnya di jaringan Penyebab anemia pada wanita obesitas
endotel pembuluh darah, dan berdampak lainnya yaitu peningkatan volume darah pada
pada gangguan fungsi organ lainnya. Mediator individu obesitas yang dapat memengaruhi
inflamasi seperti Interleukin-6 akan menginduksi pemenuhan kebutuhan zat gizi terutama zat besi
ekspresi acute phase reactan yakni hormon sebagai sumber produksi hemoglobin dalam sel
hepsidin secara berlebihan.10 Hepsidin adalah darah merah.30 Selain itu, kejadian menstruasi
peptida yang dihasilkan di hati untuk meregulasi pada WUS juga menandakan adanya kehilangan
zat besi dalam tubuh.11 Keadaan obesitas akan zat besi yang berlebihan setiap bulannya. Apabila
meningkatkan kadar leptin. Peningkatan leptin tidak diimbangi kualitas diet yang baik, seperti

108
Defisiensi Besi pada Wanita... (Dieny FF, Widyastuti N, Fitranti DY, Nissa C, Tsani AFA, Jauharany FF)

asupan zat besi dan enhancer penyerapannya, (Riskesdas) Provinsi Jawa Tengah
maka dapat mendukung terjadinya anemia.31 Tahun 2007. Jakarta: Kementerian
Keterbatasan dalam penelitian ini tidak Kesehatan;2009.
mengendalikan variabel profil asupan zat gizi 5. Kementerian Kesehatan. Pedoman
yang kemungkinan memengaruhi kadar besi Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
pada kedua kelompok. pada Remaja Putri dan WUS. Jakarta:
Kementerian Kesehatan;2016.
KESIMPULAN 6. McLean E, Cogswell M, Egli I, Wojdyla
Kelompok obesitas memiliki rata-rata kadar D, de Benoist, B. Worldwide Prevalence
serum besi dan TSAT lebih rendah serta rata- of Anaemia, 1993-2005 WHO Global
rata kadar TIBC lebih tinggi. Database on Anaemia. Public Heal
Nutr. 2009;12(4):444-54. doi:10.1017/
SARAN S1368980008002401

Perlu dilakukan pemantauan status gizi dan 7. Milman N. Anemia - Still a Major Health
status besi pada WUS pranikah, sebagai upaya Problem in Many Parts of the World! Ann
preventif mencegah terjadinya anemia defisiensi Hematol. 2011;90(4):369–77.
besi. 8. Muhammad A, Sianipar O. Penentuan
Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis
UCAPAN TERIMA KASIH Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indones
J Clin Pathol Med Lab. 2015;12(1):9-15.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
subjek penelitian, Universitas Diponegoro dan 9. Bagni UV, Luiz RR, Da Veiga GV. Overweight
Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran is Associated with Low Hemoglobin Levels
Universitas Diponegoro. Penelitian ini didanai in Adolescent Girls. Obes Res Clin Pract.
oleh Program Hibah Riset, Penelitian, dan 2013;7:e218–e229.
Pengembangan (RPP) Universitas Diponegoro. 10. Nemeth E, Rivera S, Gabayan V, Keller C,
Taudorf S, Pedersen BK, et al. IL-6 Mediates
DAFTAR PUSTAKA Hypoferremia of Inflammation by Inducing the
1. Kementerian Kesehatan. Keputusan Synthesis of the Iron Regulatory Hormone
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Hepcidin. J Clin Invest. 2004;113(9):1271–6.
Nomor HK.03.01/VI/432/2010 tentang Data 11. Cepeda-Lopez AC, Osendarp SJM, Melse-
Sasaran Program Kementerian Kesehatan. Boonstra A, Aeberli I, Gonzalez-Salazar
Jakarta: Kementerian Kesehatan;2010. F, Feskens E, et al. Sharply Higher Rates
2. Supariasa IDN. Penilaian Status Gizi. of Iron Deficiency in Obese Mexican
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Women and Children are Predicted by
EGC;2002. Obesity-related Inflammation rather than
3. Badan Penelitian dan Pengembangan by Differences in Dietary Iron Intake. Am J
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Clin Nutr. 2011;93:975–83.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. 12. Ganz T, Nemeth E. Hepacidin and Iron
Laporan Nasional. Jakarta: Kementerian Homeostasis. Biochim Biophys Acta.
Kesehatan;2013. 2012;1823(9): 1434–43.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan 13. Cheng HL, Bryant CE, Rooney KB, Steinbeck
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. KS, Griffin HJ, Petocz P, et al. Iron, Hepcidin
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar and Inflammatory Status of Young Healthy

109
MGMI Vol. 10, No. 2, Juni 2019: 101-110

Overweight and Obese Women in Australia. al. Inflammation and Iron Deficiency in
PLoS One. 2013;8:1–6. the Hypoferremia of Obesity. Int J Obes.
14. Choma SSR, Alberts M, Modjadji SE. 2007;31(9): 1412–9.
Conflicting Effects of BMI and Waist 24. Sal E, Yenicesu I, Celik N, Pasaoglu H,
Circumference on Iron Status. J Trace Elem Celik B, Kaya Z, et al. Relationship Between
Med Biol. 2015;32:73–78. Obesity and Iron Deficiency Anemia: Is
15. Khan A, Khan WM, Ayub M, Humayun There a Role of Hepcidin? Hematology.
M, Haroon M. Ferritin is a Marker of 2018;23(8):542-8. doi:10.1080/10245332.
Inflammation rather than Iron Deficiency 2018.1423671.
in Overweight and Obese People. J Obes. 25. El-kerdany TA, Fahmy WA, Eissa DG,
2016;2016:1–7. Hassan M. Relationship between Obesity
16. Supriyono. Faktor-faktor yang Mempengaruhi and Iron Deficiency. Egypt J Hosp Med.
Anemia Gizi Besi pada Tenaga Kerja Wanita 2017;69(4): 2204–8.
di PT HM Sampoerna. 2005;1–12.Diunduh
26. Shams S, Asheri H, Kianmehr A, Ziaee V,
dari:http://gizi.depkes.go.id/wp-content/
Koochakzadeh, L, Monajemzadeh M, et al.
uploads/2012/08; tanggal 27 September
The Prevalence of Iron Deficiency Anemia
2018.
in Female Medical Students in Tehran.
17. Kordas K, Centeno ZYF, Pachón H, Soto A Singapore Medical Journal. 2010;51(2):116-
ZJ. Being Overweight or Obese is Associated
9.
with Lower Prevalence of Anemia among
27. Richardson MW, Ang L, Visintainer PF,
Colombian Women of Reproductive Age. J
Wittcopp CA. The Abnormal Measures
Nutr. 2013;143(2):175–181.
of Iron Homeostasis in Pediatric Obesity
18. Departemen Gizi dan Masyarakat. Gizi dan
are Associated with the Inflammation of
Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Raja
Obesity. Int J Pediatr Endocrinol. 2009;1-5.
Grafindo Persada;2011.
doi:10.1155/2009/713269.
19. Bodnar LM, Siega-Riz AM, Cogswell ME.
28. Zafon C, Lecube A, Simó R. Iron in obesity.
High Prepregnancy BMI Increases the
An ancient micronutrient for a Modern
Risk of Postpartum Anemia. Obes Res.
Disease. Obes Rev. 2010;11(4):322–8.
2004;12(6):941-8.
20. Gibson RS. Nutritional Assessment : 29. Ramey G, Deschemin JC, Durel B, Canonne
A Laboratory Manual. Oxford: Oxford Hergaux F, Nicolas G, Vaulont S. Hepcidin
University Press; 1993. Targets Ferroportin for Degradation
in Hepatocytes. Haematologica.
21. World Health Organization (WHO).
2010;95(3):501–504.
Assessing the Iron Status of Populations:
Second Edition Including Literature Reviews. 30. Altunoğlu E, Muderrisoglu C, Erdenen F,
Geneva: WHO;2007. Ülgen E, Ar MC. The Impact of Obesity
22. Koss W. Anemias of Abnormal Iron and Insulin Resistance on Iron and Red
Metabolism and Hemochromatosis. In: Blood Cell Parameters: A Single Center,
Koepke JA, Martin EA, Steininger CA. Cross-Sectional Study. Turk J Haematol.
Clinical Haematology, Principles Procedures 2014;31(1):61-67.
and Correlation 9thedition. Philadephia: 31. Rachel MB, Juan SL, Parminder SS.
Lippincot Philadelphia;1988. p. 979. Identification, Prevention and Treatment of
23. Yanoff LB, CM Menzie, Denkinger B, Iron Deficiency During the First 1000 Days.
Sebring NG, McHugh T, Remaley AT, et Nutrients. 2014;6(10):4093-14.

110

You might also like