You are on page 1of 10

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No.

1 Mei 2015: 1-10______________________ISSN 2087-4871

KONDISI TERUMBU KARANG DAN ASOSIASINYA DENGAN BINTANG


LAUT (Linckia laevigata) DI PERAIRAN PULAU TUNDA, KABUPATEN SERAM,
PROVINSI BANTEN

CORAL CONDITIONS AND ITS ASSOCIATION WITH STARFISH (Linckia laevigata) IN


THE WATER TUNDA ISLAND, SERAM DISTRICT, BANTEN PROVINCE

Neviaty P. Zamani1
1
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakulltas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Korespondensi : np_zamani@yahoo.com

ABSTRACT

Coral reef constitute extremely uniquely ecosystem with various of life forms. A lot of sea star Linckia laevigata were
found to associate with coral reef in Tunda Island, Serang Regency, Banten. This research was conducted on January-
February 2014 that located in Tunda Island, Serang Regency, Banten. Determination of observatory station was using
time swimming (snorkeling) with observing the existence of coral reef and sea star that associated with coral reef.
Assessment of coral reef condition was determined by Line Intercept Transect method and abundance of sea star
determined by belt transect method. The parameter of water quality were found in entire sites of sampling were still
appropriated with coral reef life and sea star. The result showed that coral cover were between 54.95-73.00%. Life
form was dominated by massive and foliose coral. Abundance of Linckia laevigata that found in Tunda Island water was
8-45 ind/100 m2. This association occurred between coral reef and Linckia laevigata that constitute association of the
mutualistic symbiosis.

Keywords: association, coral reef, sea star, Tunda Island

ABSTRAK

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat unik dengan berbagai macam bentuk pertumbuhan. Banyak
bintang laut jenis Linckia laevigata ditemukan berasosiasi dengan terumbu karang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari-Februari tahun 2014 berlokasi di perairan Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Penilaian kondisi
terumbu karang dan bintang laut ditentukan dengan metode Line Intercept Transect dan kelimpahan bintang laut yang
diterumbu karang ditentukan dengan metode Belt Transect. Parameter kualitas perairan pada seluruh lokasi pengambilan
sampel masih sesuai dengan kehidupan terumbu karang dan bintang laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi
terumbu karang pada perairan Pulau Tunda tergolong kategori baik, dengan tutupan karang hidup antara 54.95-73.00%.
Bentuk pertumbuhan didominasi oleh kelompok coral massif dan coral foliose. Kelimpahan bintang laut biru jenis Linnckia
laevigata yang ditemukan di perairan Pulau Tunda adalah 8-45 ind/100 m2. Asosiasi ini terjadi antara terumbu karang
dan bintang laut jenis Linckia laevigata yang merupakan asosiasi saling menguntungkan (mutualisme).

Kata kunci: asosiasi, bintang laut, terumbu karang, Pulau Tunda

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


PENDAHULUAN laevigata pada kawasan terumbu karang
di perairan Pulau Tunda belum banyak
Terumbu karang adalah struktur diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk
bawah air yang tersusun dari endapan mendeskripsikan kondisi terumbu karang
kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan dan bentuk pertumbuhan yang ada di
oleh fauna karang yang pada umumnya Pulau Tunda, serta kelimpahan bintang
dijumpai di perairan tropis. Menurut Veron laut jenis Linckia laevigata dan asosiasinya
(1986), terumbu karang masuk dalam filum dengan terumbu karang di Pulau Tunda.
Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia Manfaat dari penelitian ini diharapkan
dan memiliki 15 famili. Adapula faktor-faktor dapat memberikan informasi dasar bagi
fisika dan ekologi yang menjadi pembatas pemerintah dan lembaga terkait pengelolaan
kehidupan terumbu karang yaitu suhu, ekosistem terumbu karang perairan Pulau
salinitas, cahaya, sedimentasi, gelombang Tunda.
dan kedalaman. Faktor ekologi yaitu persai
ngan, pemangsaan dan grazing (Nybakken METODE PENELITIAN
1992). Dalam ekosistem terumbu karang
hidup organisme yang berasosiasi yaitu Penelitian ini dilaksanakan pada
alga, krustasea, moluska, ekinodermata bulan Januari-Februari 2014 (dimulai
dan ikan (Nontji 2002). dari pengambilan data hingga pengolahan
Terumbu karang merupakan ekosistem data dan penyusunan laporan). Lokasi
yang subur dan kaya akan makanan. penelitian bertempat di perairan Pulau
Struktur fisiknya yang rumit, bercabang- Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
cabang, bergua-gua dan berlorong-lorong Penentuan titik-titik pengambilan sampel
membuat ekosistem ini habitatnya sangat menggunakan metode time swimming
menarik bagi banyak jenis biota laut baik (snorkeling) yaitu seorang peneliti melakukan
flora maupun fauna (Romimohtarto & penyelaman singkat di atas permukaan
Juwana 2007). Keberadaan bintang laut air sejajar garis pantai untuk melihat
pada suatu habitat perairan terumbu karang kondisi terumbu karang dan keberadaan
memiliki arti yang sangat penting karena bintang laut yang berasosiasi dengan
menimbulkan hubungan timbal balik yang terumbu karang sehingga dapat mewakili
memberi pengaruh pada lingkungannya. kondisi terumbu karang dan bintang laut
Secara tidak langsung, hubungan ini dapat yang berasosiasi dengan terumbu karang
mengindikasikan kondisi perairan yang secara keseluruhan di lokasi penelitian.
tengah terjadi, mengingat bahwa organisme Setelah titik lokasi penelitian/titik stasiun
dan habitat merupakan subjek pengalir telah ditentukan, kemudian dicatat posisi
materi dan energi. Organisme yang diketahui geografisnya menggunakan GPS (Global
menempati habitat yang spesifik akan Position System).
memudahkan dan mengefisienkan sumber Metode yang digunakan untuk
daya dalam menemukannya kelak. Di sisi melihat bentuk pertumbuhan karang yaitu
lain, karakter habitat menjadi salah satu metode Line Intercept Transect (LIT) atau
informasi bermanfaat dalam mengevaluasi metode transek garis, pemasangannya
bentuk dan fungsi tubuh suatu organisme secara horisontal atau sejajar garis
(Blake 1990). Dengan demikian, peran dan pantai. Pengamatan dilakukan dengan
manfaat suatu organisme pada habitatnya melihat bentuk pertumbuhan karang yang
dapat dimaksimalkan ketika beberapa aspek bersinggungan dan dilewati oleh garis
dasar dari preferensi habitat organisme, transek. Pengambilan data atau pengukuran
seperti karakteristik, pola sebaran, serta terumbu karang dilakukan menggunakan
densitas dari organisme dan habitatnya telah transek garis sepanjang 20 m. Pengukuran
diketahui. Linckia merupakan salah satu diawali dengan pemasangan transek garis
kelompok hewan dalam filum Echinodermata menggunakan meteran roll sepanjang 100
yang memiliki diversitas tertinggi dan dapat m, kemudian melakukan pengukuran
ditemukan pada berbagai mikrohabitat sepanjang 20 m dengan interval 10m.
perairan (Iken et al. 2010). Pengukuran pertama dilakukan pada jarak
Pulau Tunda merupakan salah satu 0-20 m, pengukuran kedua dilakukan
pulau yang berada di daerah utara pulau pada jarak 40-60 m, pengukuran ketiga
Jawa, Pulau ini memiliki kawasan terumbu dilakukan pada jarak 80-100 m (Gambar 2),
karang yang cukup luas, tetapi struktur sehingga pengukuran yang dilakukan pada
komunitas karang dan biota asosiasi setiap stasiun pengamatan sebanyak 3 kali
khususnya bintang laut jenis Linckia pengambilan sampel.

2 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 Mei 2015: 1-10
ISSN 2087-4871

Transek sabuk (belt transect) Keterangan:


digunakan untuk mengamati bintang
laut yang berasosiasi dengan terumbu Li = Panjang total terumbu karang
karang, dimana pemasangan dan cara Lt = Panjang total transek
pengukurannya mengikuti transek garis
(Gambar 2). Luasan transek yang digunakan Menurut Keputusan Menteri
yaitu 40 m2 dengan panjang 20 m dan Lingkungan Hidup No. 47 Tahun 2001,
lebar transek sepanjang 2 m, 1 m ke atas/ kondisi penilaian ekosistem terumbu
kanan dan 1 m ke bawah/kiri. Pengamatan karang berdasarkan persen tutupan karang
dilakukan dengan melihat dan menghitung hidupnya yaitu sebagai berikut:
bintang laut yang berada dalam transek 1. Karang rusak = 0-24.9%
sabuk, setelah itu dihitung kelimpahannya. 2. Karang sedang = 25-49.9%
Dalam rangka mempermudah pengambilan 3. Karang baik = 50-74.9%
data terumbu karang dan bintang laut 4. Karang sangat baik = 75-100%
yang berasosiasi dengan terumbu karang
digunakan kamera bawah air sebagai Kelimpahan bintang laut
alat bantu foto atau video bawah air.
Adapun pengukuran parameter lingkungan Kelimpahan bintang laut dihitung
dilakukan secara insitu pada setiap stasiun dengan persamaan :
pengamatan yang meliputi suhu, salinitas,
kecepatan arus, kecerahan, dan kedalaman. D=
Analisis data Dimana :
D = kelimpahan bintang laut (ind/m2)
Persentase tutupan karang n = jumlah individu bintang laut dit setiap
stasiun
Menurut English et al. (1994) vide A = luas daerah pengamatan
Setyobudiandi et al. (2009), persen tutupan
karang hidup dihitung dengan menggunakan
rumus persen tutupan (cover) sebagai
berikut:
% Cover = X100 %

Gambar 1. Lokasi penelitian

Kondisi Terumbu Karang dan Asosiasinya........................................................................................................(ZAMANI) 3


Gambar 2. Sketsa Line Intercept Transect (transek garis) dan Belt Transect (transek)

HASIL DAN PEMBAHASAN berdasarkan hasil wawancara langsung


dengan beberapa masyarakat yang tinggal
Persen tutupan karang dan bentuk di pulau tersebut, umumnya mereka
pertumbuhan karang menangkap ikan dengan cara yang ramah
lingkungan yaitu menggunakan pancing.
Pengambilan data terumbu karang Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat
pada semua stasiun pengamatan dilakukan yang cukup tinggi untuk menjaga
di perairan Pulau Tunda pada daerah lingkungannya khususnya terumbu karang.
rataan terumbu pada kedalaman 5-10 m. Kondisi terumbu karang yang baik
Berdasarkan hasil pengamatan langsung ini berdampak baik bagi masyarakat dalam
di lokasi pengambilan sampel dapat hal menangkap ikan. Akibat banyaknya
digambarkan bahwa secara umum terumbu ikan-ikan karang di sekitar terumbu
karang pada perairan Pulau Tunda tumbuh karang, mereka tidak perlu melakukan
dari daerah rataan terumbu sampai ke penangkapan di daerah yang jauh dari
arah tubir dengan kedalaman sekitar 50 pulau tetapi cukup menggunakan pancing
m. Tipe terumbu karang pada perairan dan perahu kecil karena jarak antara pesisir
pulau ini merupakan tipe terumbu karang dan tubir tidak terlalu jauh yaitu sekitar
tepi, dengan kondisi topografi yang landai 40 m. Fachry dan Pertamasari (2011)
sampai dengan curam. Secara umum tipe menjelaskan, lima aktivitas utama manusia
substrat perairan Pulau Tunda berupa pasir yang mengancaman kelestarian terumbu
sehingga memungkinkan terumbu karang karang, yaitu penangkapan ikan dengan
untuk tumbuh dengan baik pada daerah ini. bahan beracun, penangkapan ikan dengan
Berdasarkan penelitian yang bahan peledak, pengambilan batu karang,
dilakukan, didapatkan persen tutupan sedimentasi, dan pencemaran laut. Perairan
karang hidup yang berbeda-beda pada setiap Pulau Tunda tergolong jernih dengan
stasiun pengamatan, ditemukan empat intensitas cahaya yang cukup tinggi. Air
bentuk pertumbuhan dari genus Acropora yang jernih sangat diperlukan terumbu
yaitu acropora branching, acropora digitate, karang untuk proses pertumbuhannya.
acropora submassive, dan acropora tabulate Terumbu karang tidak dapat hidup pada
serta enam bentuk pertumbuhan dari genus perairan yang keruh karena akan kesulitan
non-acropora yaitu coral branching, coral menyerap cahaya matahari khususnya
encrusting, coral foliose,coral massive, coral zooxanthellae yang merupakan simbion
submassive, dan coral mushroom. Persentase terumbu karang yang sangat tergantung
tutupan karang hidup yang ditemukan pada pada intensitas cahaya matahari yang
lokasi pengamatan berkisar antara 54.95- cukup untuk proses fotosintesis. Tidak
72.30% dengan kategori baik 67.21% (Tabel adanya sungai di daerah ini juga menjadi
2). Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa, faktor pendukung tumbuhnya terumbu
persen tutupan karang hidup tertinggi karang karena umumnya wilayah yang
berada pada Stasiun I yaitu 72.30% dan dekat dengan sungai memiliki konsentrasi
Stasiun III yaitu 73%, sedangkan pada salinitas yang rendah dan tingkat
Stasiun II tutupan karang hidupnya sebesar sedimentasi yang tinggi, dimana kondisi
68.58% dan Stasiun IV tutupan karang tersebut kurang sesuai untuk pertumbuhan
hidupnya sebesar 54.95%. Berdasarkan terumbu karang. Menurut Nybakken (1992)
tutupan karang hidupnya Stasiun I, II, III kisaran salinitas air laut adalah 30-35 ‰,
dan IV tergolong kategori baik. Salah satu estuari 5-35 ‰ dan air tawar 0.5-5 ‰.
alasan mengapa terumbu karang di Pulau Coral Watch (2011) menjelaskan,
Tunda masuk dalam kategori baik karena zooxanthellae dapat membantu karang

4 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 Mei 2015: 1-10
ISSN 2087-4871

dalam pembentukan kerangka kapur. perairan tersebut cukup baik. Adanya karang
Melalui hasil fotosintesisnya, simbion karang mati pada Stasiun III dan IV diduga akibat
ini memungkinkan karang menggunakan aktivitas perkapalan seperti pembuangan
cahaya matahari untuk tumbuh dengan jangkar kapal dan aktivitas wisata berupa
baik seperti tumbuhan.Menurut Suharsono penginjakan karang oleh manusia. Karang
(2010) terumbu karang tumbuh oleh karena mati yang telah ditumbuhi alga diduga
faktor alam yang sangat mendukung seperti akibat tekanan dari aktivitas manusia dan
adanya pola arus, air yang jernih, dan faktor lingkungan yang sudah berlangsung
tidak banyak sungai besar. Pola arus yang lama. Bahartan et al. (2010) menjelaskan,
mengalir secara terus-menerus menjamin sejak masa lampau, penyebab utama
tersedianya makanan bagi karang, air yang kerusakan terumbu karang adalah akibat
jernih, substrat dasar keras dan lekuk- tekanan lingkungan dan antropogenik atau
lekuk pantai yang dalam serta sedikitnya tekanan manusia. Terumbu karang dunia
sedimentasi yang dibawa oleh sungai telah rusak akibat tekanan manusia sebesar
merupakan jaminan bagi pertumbuhan 20%. Menurut Smith et al. (2008) tekanan-
karang yang ideal.Secara keseluruhan, tekanan seperti tekanan lingkungan dan
lokasi pengamatan pada seluruh stasiun manusia dapat menyebabkan penurunan
memiliki arus yang cukup tinggi sehingga tutupan karang secara langsung melalui
bentuk pertumbuhan karang yang peningkatan angka kematian karang, atau
mendominasi pada perairan ini adalah coral secara tidak langsung melalui peningkatan
massive antara 14.77%-22.78% (Tabel 2) penyakit karang dan penurunan peremajaan
dan coral foliose antara 14.73%-20.17% karang untuk dapat pulih kembali dari
(Tabel 2). Hal ini disebabkan karena kedua tekanan tersebut.
bentuk pertumbuhan tersebut cukup Komponen biotik lain yang ditemukan
survive untuk mampu bertahan hidup pada pada stasiun pengambilan sampel terdiri
kondisi arus yang cukup tinggi. atas soft coral, sponge, dan other (bulu
Kondisi arus ini dapat memberikan babi, bintang laut, dan lili laut), sedangkan
suplai oksigen dan makanan seperti komponen abiotok yang ditemukan terdiri
plankton yang dibutuhkan terumbu karang, atas sand (pasir) dan rubble (patahan karang).
serta dapat membantu terumbu karang Rendahnya tutupan abiotik, khususnya
dalam membersihkan endapan-endapan sand pada seluruh lokasi pengamatan yaitu
yang dapat menganggu pertumbuhannya. 1.82-10.87% (Tabel 3) menunjukkan bahwa
Menurut Nybakken (1992) pada umumnya distribusi terumbu karang pada daerah ini
terumbu karang lebih berkembang pada cukup merata dan formasi penyebarannya
daerah-daerah yang mengalami gelombang cukup padat. Persen tutupan rubble
yang besar. Johan (2003) menjelaskan, tertinggi ditemukan pada Stasiun IV sebesar
karang masif lebih banyak tumbuh di 12.30% (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena
terumbu terluar dengan perairan berarus pada stasiun ini dekat dengan dermaga
sedangkan bentuk bercabang banyak dan rumah penginapan wisatawan yang
terdapat di sepanjang tepi terumbu dan berwisata di Pulau Tunda, sehingga dampak
bagian atas lereng, terutama yang terlindungi pembuangan jangkar kapal dan penginjakan
atau setengah terbuka. Suharsono (2010) karang merupakan kontribusi terbesar
juga menjelaskan coral foliose seperti jenis penyebab banyaknya patahan karang. Hasil
Montipora tuberculosa banyak tumbuh pada penelitian menunjukkan bahwa Pulau Tunda
perairan yang berarus. Berdasarkan Tabel sangat cocok untuk dijadikan wisata selam
3, komponen karang mati terdiri dari death karena keindahan dan keragaman terumbu
coral (karang mati) dan death coral with karangnya, namun tidak dianjurkan bagi
alga (karang mati yang telah ditumbuhi penyelam pemula karena perairan Pulau
alga). Pada Stasiun I dan II tidak ditemukan Tunda memiliki arus yang cukup keras.
karang mati. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi terumbu karang pada kedua wilayah

Kondisi Terumbu Karang dan Asosiasinya........................................................................................................(ZAMANI) 5


Tabel 1. Parameter kualitas air pada tiap stasiun pengamatan
Kandungan nutrisi (%)
Stasiun Salinitas Kecerahan Kecepatan
Suhu (OC)
(ppt) (%) Arus (m/s)
I 26 30 100 0.06
II 28 31 100 0.19
III 28 31 100 0.12
IV 29 32 100 0.05

Tabel 2. Bentuk pertumbuhan dan persen tutupan karang hidup pada tiap stasiun pengamatan
Stasiun
Bentuk Pertumbuhan
I II III IV
Acropora
Acropora branching (ACB) 14.05 17.80 5.08 4.37
Acropora digitate (ACD) 0.00 1.87 5.42 1.78
Acropora submassive (ACS) 1.15 1.47 0.00 0.00
Acropora tabulate (ACT) 9.23 7.07 4.75 6.85
Sub Total 24.43 28.20 15.25 13.00
Non Acropora
Coral branching (CB) 2.83 1.82 2.50 3.17
Coral encrusting (CE) 7.17 4.17 2.33 2.33
Coral foliose (CF) 18.60 14.73 20.17 15.92
Coral massive (CM) 14.77 22.78 18.67 18.62
Coral submassive (CS) 4.60 2.17 9.42 1.50
Coral mushroom (CMR) 1.90 0.50 5.67 1.38
Sub Total 47,87 40,38 57,75 41.95
Total 72.30 68.58 73.00 54.95
Kriteria Tutupan Baik Baik Baik Baik

Tabel 3. Persen tutupan karang mati, biotik lain, dan abiotik pada tiap stasiun pengamatan
Stasiun
Persen Tutupan
I II III IV
Karang Mati
Death Coral (DC) 0 0 1.00 4.22
Death Coral with Alga (DCA) 0 0 0 2.12
BIOTIK LAIN
Soft Coral (SC) 3.05 11.20 7.42 6.78
Sponge (SP) 3.42 0 2.92 2.75
Others (OT) 15.35 14.10 5.75 6.02
ABIOTIK
Sand (SD) 2.87 1.82 3.17 10.87
Rubble (RB) 3.02 2.93 6.75 12.30

6 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 Mei 2015: 1-10
ISSN 2087-4871

Kelimpahan bintang laut autotomy terhadap predator. Meskipun


belum didokumentasikan, Linckia laevigata
Echinodermata berasal dari bahasa mungkin dapat bereproduksi secara
Yunani Echinus berarti landak dan derma aseksual, seperti halnya spesies terkait
berarti kulit. Semua jenis Echinodermata Linckia multifora (penghuni lain dari laut
hidup di laut, mulai dari daerah litoral tropis, tetapi berbeda warna, yaitu merah
sampai kedalaman 6 m. Termasuk dalam muda atau kemerahan berbintik-bintik
filum Echinodermata antara lain bintang dengan warna putih dan kuning, yang telah
laut, bulu babi, teripang dan lain-lain. diamati mereproduksi secara aseksual
Umumnya berukuran besar dan yang terkecil dalam penangkaran) Linckia multifora
berdiameter 1 cm (Brotowidjoyo 1994). Pada menghasilkan ‘komet’, atau lengan terpisah,
perairan Indonesia dan sekitarnya (kawasan dari individu induknya.
India Pasifik Barat) terdapat teripang kurang Berdasarkan pengamatan yang
lebih 141 jenis, bintang laut 87 jenis, bintag dilakukan, bintang laut jenis Linckia
ular 142 jenis, bulu babi 84 jenis dan lili laevigata yang ditemukan berkisar antara
laut 91 jenis (Nontji 1993). 3-18 individu dengan kelimpahan 8-45
Bintang laut sebenarnya adalah ind/100 m2 (Tabel 4). Dari keempat stasiun
makhluk hidup yang bebas, namun yang diamati, individu Linckia laevigata
dikarenakan ketiadaan organ gerak yang yang paling banyak ditemukan yaitu pada
memadai, bintang laut hanya bergerak Stasiun II dengan kelimpahan sebesar
mengikuti arus air laut hewan ini banyak 45 ind/100 m2 (Tabel 4). Jika dilihat dari
dijumpai di pantai. Bintang laut memiliki tutupan karang hidupnya, Stasiun II
kekuatan regenerasi yang mengagumkan. memiliki tutupan karang hidup yang lebih
Apabila satu lengan putus, lengan baru kecil dibanding yang lain yaitu sebesar
akan tumbuh kembali. Bila cakram tengah (68.58%) (Tabel 2), namun kondisi ini masih
ditempelkan ke tangan yang terpotong, dalam kategori baik dan tidak berbeda jauh
individu baru dapat tumbuh dari bagian dengan Stasiun I dan III yang memiliki
yang terpotong tersebut (Niel et al. 2003). tutupan karang hidup tertinggi yaitu 72.30%
Sistem reproduksi pada bintang laut, yaitu dan 73% (Tabel 2).
dengan sistem fertilisasi yang terjadi di luar Jika dilihat dari kecepatan arusnya,
eksternal, yaitu di dalam air laut atau di Stasiun II memiliki kecepatan arus yang
luar tubuhnya. Telur yang telah dibuahi lebih tinggi yaitu 0.19 m/s dibandingkan
akan membelah secara cepat menghasilkan stasiun lain. Hal inilah kemungkinan yang
blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi alasan individu Linckia laevigata
menjadi gastrula. Gastrula ini berkembang cukup melimpah di wilayah ini akibat
menjadi larva. Larva atau disebut juga ketersediaan makanan yang cukup yaitu
bipinnaria berbentuk bilateral simetri. berupa alga karena Linckia laevigata juga
Larva ini berenang bebas di dalam air dikenal sebagai pemakan alga. Alga yang
mencari tempat yang cocok hingga menjadi hidup di daerah ini merupakan alga yang
branchidaria, lalu mengalami metamorfosis dapat bertahan pada kondisi arus yang
dan akhirnya menjadi dewasa, setelah tinggi yaitu tumbuh dengan daun yang
dewasa bentuk tubuhnya berubah menjadi sempit dan pipih untuk menyesuaikan
radial simetri. diri pada keadaan tersebut. Gerakan air
Dari hasil pengamatan yang diperlukan untuk mempercepat difusi gas
dilakukan di Pulau tunda, bintang laut dan ion-ion dalam air. Dengan lancarnya
yang ditemukan yaitu dari jenis Linckia difusi gas dan ion-ion yang diperlukan oleh
laevigata (Gambar 3). Linckia laevigata alga, maka pertumbuhan alga akan menjadi
(atau sering disebut “Linckia biru” atau lebih cepat. Gerakan air juga membantu
bintang laut biru) adalah spesies bintang menyuplai zat hara dan membersihkan
laut di perairan dangkal tropis Indo-Pasifik, kotoran yang menempel pada alga.
bintang laut ini dapat tumbuh hingga 30 Alasan lain adalah seperti halnya
cm, dengan bulatan pada setiap lengan, stasiun lain, pada Stasiun II memiliki
pada beberapa individu terdapat bintik- substrat berupa pasir, batuan karang
bintik terang atau lebih gelap di sepanjang dan benda-benda padat yang kebetulan
masing-masing lengan mereka. Genus tenggelam di laut yang menjadi tempat
Linckia, seperti halnya spesies lain dari laut, penempelan alga. Selain itu, wilayah ini
diakui oleh para ilmuwan sebagai makhluk juga ketika surut masih tergenang air
yang memiliki kemampuan regeneratif yang sehingga memungkinkan Linckia laevigata
luar biasa, dan diberikan kekuatan defensif untuk tetap tumbuh karena habitat hewan

Kondisi Terumbu Karang dan Asosiasinya........................................................................................................(ZAMANI) 7


ini yaitu pada wilayah yang tergenang dan laut di suatu lokasi terumbu karang, tidak
substrat berpasir walaupun sebagian ada dapat dijadikan suatu patokan ukuran
juga yang membenamkan diri dalam lumpur. untuk menggambarkan pola zonasi fauna
Sebagaimana fauna echinodermata lainnya, echinodermata di tempat lain (Hammond
bintang laut juga dikenal sebagai penghuni et al. 1985). Menurut Namboodiri &
laut sejati, dengan batasan toleransi Sivadas (1979) zonasi bisa dikaitkan
salinitas antara 30 ‰ sampai dengan 34 ‰. dengan pendekatan bentuk dan macam
Jenis bintang laut tertentu ada yang dapat substrat. Sloan (1980) juga menjelaskan
bertahan hidup pada salinitas sekitar 15 ‰ bahwa sebagian besar bintang laut hidup
(di laut baltik). Jenis-jenis bintang laut ini di ekosistem terumbu karang, bintang laut
telah mengalami adaptasi melalui periode Linckia Laevigata merupakan pemakan
waktu yang lama (Feder 1966). Pola zonasi detritus dan lapisan busukan dari biota
fauna echinodermata khususnya bintang sessil bentos (Sloan 1980).

Gambar 3. Bintang laut biru jenis Linckia laevigata yang ditemukan pada lokasi
pengamatan

Tabel 4. Kelimpahan bintang laut pada tiap stasiun pengamatan


Stasiun Jumlah Luas Transek Kelimpahan (ind/100 Kelimpahan
Pengamatan Individu (m²) m²) (ind/100 m²)
I 12 40 0.30 30
II 18 40 0.45 45
III 9 40 0.23 23
IV 3 40 0.08 8

Asosiasi antara terumbu karang dan yang saling berasosiasi atau berinteraksi.
bintang laut Penyebab utama adanya interaksi
diantaranya adalah ketersediaan makanan.
Suatu organisme melakukan Terumbu karang merupakan ekosistem
asosiasi kemungkinan karena ingin yang subur dan kaya akan makanan,
mendapatkan keuntungan dari asosiasi sehingga berbagai jenis biota laut tertarik
yang dilakukannya. Ada yang sifatnya untuk hidup pada ekosistem tersebut. Salah
saling menguntungkan (mutualisme), saling satu biota laut yang hidup dan berasosiasi
merugikan (parasitisme), dan yang satu dengan terumbu karang adalah dari filum
diuntungkan sedangkan yang lain tidak echinodermata. Hampir sebagian besar
mendapatkan keuntungan (komensalisme) hewan anggota filum echinodermata hidup di
dari asosiasinya terhadap simbionnya. perairan laut, sebagian kecil lainnya hidup
Sebagian besar wilayah perairan di perairan payau tetapi tidak ada yang
terdapat banyak sekali jenis makhluk hidup hidup di perairan tawar. Penyebaran hewan

8 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 Mei 2015: 1-10
ISSN 2087-4871

echinodermata cukup luas dimana tidak materi organik. Dari sifat makan ini, Linckia
hanya ditemukan pada ekosistem terumbu Laevigata berperan dalam menjernihkan laut
karang, tetapi juga dapat ditemukan pada sehingga dapat memberikan keuntungan
ekosistem mangrove dan lamun, namun dari bagi terumbu karang karena salah satu
segi keanekaragaman, keanekaragaman faktor pembatas kehidupan terumbu
echinodermata lebih tinggi di ekosistem karang adalah kecerahan atau kekeruhan.
terumbu karang. Makin jernih suatu perairan maka semakin
Lima kelompok besar hewan baik pertumbuhan terumbu karang,
echinodermata yang biasa ditemui di begitupun sebaliknya makin keruh suatu
terumbu karang adalah bintang laut, perairan, maka pertumbuhan terumbu
bintang ular, bulu babi, teripang, dan lili karang akan terganggu atau terhambat,
laut. Di antara kelima organisme tersebut, dan jika kekeruhan tersebut berlangsung
Linckia laevigata merupakan yang paling dalam waktu yang lama dan melebihi batas
umum ditemui pada ekosistem terumbu toleransi terumbu karang untuk bertahan
karang karena warnanya yang cukup terang hidup, maka dapat meyebabkan kematian
dan mencolok. Selain itu, dari segi ukuran terhadap terumbu karang. Makanan
bintang ular dan lili laut, lebih kecil dari lain Linckia laevigata adalah alga. Selain
Linckia Laevigata, adapun dari segi habitat, zoohanthella, juga terdapat jenis alga lain
bintang ular dan lili laut biasa hidup dan yang hidup di sekitar terumbu karang dan
bersembunyi di antara celah-celah terumbu bersifat parasit bagi terumbu karang. Alga
karang bercabang, sedangkan Linckia yang terlihat pada lokasi pengamatan adalah
laevigata biasanya hidup di atas terumbu alga hijau (chlorophyta). Hal ini karena
karang. alga jenis ini biasnya hidup pada perairan
Bintang laut biru jenis Linckia dekat permukaan dengan intensitas cahaya
laevigata merupakan jenis bintang laut matahari yang tinggi, sedangkan alga jenis
yang asosiasinya tidak berbahaya bagi lain yaitu alga cokelat dan merah biasanya
terumbu karang. Berbeda dengan bintang hidup pada daerah perairan yang lebih
laut mahkota duri (Acanthaster planci) yang dalam dengan intensitas cahaya matahari
asosiasinya dengan terumbu karang dapat yang cukup rendah.
merugikan terumbu karang karena hewan Alga merupakan salah satu pesaing
ini merupakan predator utama terumbu terumbu karang dalam mendapatkan
karang karena makanan utamanya ruang untuk bertahan hidup. Pertumbuhan
adalah polip karang. Linckia laevigata terumbu karang akan terganggu dengan
memanfaatkan terumbu karang sebagai banyaknya alga dalam suatu perairan.
area untuk mendapatkan makanan yang Semakin banyak alga, maka dominasi
cukup dari organisme lain yang hidup di terumbu karang semakin berkurang.
sekitar terumbu karang, sehingga tidak Sebelum mengalami kematian, terlebih
jarang dalam ekosistem terumbu karang dahulu terumbu karang akan terkena
sering kita jumpai bintang laut khusunya penyakit baik yang berasal dari dari faktor
bintang laut biru jenis Linckia laevigata. alam maupun lingkungan. Terumbu karang
Menurut Aziz (1996) berdasarkan jenis dapat memulihkan diri ketika terserang
makanannya, biota ini termasuk pemakan penyakit, tapi membutuhkan waktu yang
sisa-sisa organisme lain (scavenger), lama. Ketika terumbu karang sakit, maka
kemungkinan juga pemakan jamur alga akan tumbuh di atas terumbu karang.
(saprofit), bahkan juga bisa disebut sebagai Ketika alga tersebut teluh mendominasi
pemakan mikroalga (grazer). Bintang laut individu terumbu karang, maka terumbu
tergolong hewan omnivor. Interaksi yang karang akan sulit untuk memulihkan
terjadi antara terumbu karang dan bintang diri dari penyakit. Dengan adanya Linckia
laut adalah interaksi (asosiasi) mutualisme. laevigata sebagai pemakan alga, dapat
Linckia Laevigata mendapatkan makanan mengendalikan populasi alga dalam suatu
dari hewan-hewan yang hidup di sekitar perairan sehingga terumbu karang dapat
terumbu karang seperti alga, sepon, keong, tumbuh dan berkembang dengan baik.
kerang, bulu babi dan endapan bahan
organik yang terperangkap di terumbu KESIMPULAN
karang, sedangkan terumbu karang juga
mendapatkan keuntungan dari sifat makan Kesimpulan dari penelitian ini adalah
Linckia laevigata. Makanan Linckia laevigata kondisi terumbu karang pada perairan
adalah kotoran dan bangkai laut atau Pulau Tunda tergolong kategori baik, dengan
disebut juga sebagai detrivor yaitu pemakan tutupan karang hidup antara 54.95-73.00%,

Kondisi Terumbu Karang dan Asosiasinya........................................................................................................(ZAMANI) 9


bentuk pertumbuhan yang mendominasi Trott T. 2010. Large-scale spatial
adalah dari kelompok coral massif dan distribution patterns of echinoderms
coral foliose, kelimpahan bintang laut biru in nearshore rocky habitats. PLoS
jenis Linckia laevigata yang ditemukan di ONE. 5(11):e13845.
perairan Pulau Tunda adalah 8-45 ind/100 Johan O. 2003. Metode Survey Terumbu
m2, asosiasi yang terjadi antara terumbu Karang Indonesia. Jakarta: Yayasan
karang dengan bintang laut jenis Linckia Terangi.
laevigata merupakan asosiasi yang bersifat Namboodiri. PN, Sivadas P. 1979. Zonation
saling menguntungkan (mutualisme). of molluscan assemblage at Karavatti
Atoll (laccadive). Mahasagar Bull. 12
DAFTAR PUSTAKA (3):239-246.
Niel AC, Jane BR, Lawrence GM. 2003.
Bahartan K, Zibdah M, Ahmed Y, Israel Biologi. 5th edition. Jakarta: Penerbit
A, Brickner I, Abelson A. 2010. Erlangga.
Macroalgae in the coral reefs of eilat Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta:
(gulf of aqaba, red sea) as a possible Djambatan.
indicator of reef degradation. Marine Nybakken JW. 1992. Biologi Laut, Suatu
Pollution Bulletin. 60(5) :759-764. Pendekatan Ekologis. Jakarta:
Blake DB. 1990. Adaptive zones of the class Penerbit PT. Gramedia.
asteroidea (echinodermata). Bulletin of Romimohtarto K, Juwana S. 2007. Biologi
Marine Science. 46(3):701-718. Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Coral Watch. 2011. Terumbu karang dan Laut. Jakarta: Penerbit Djambatan
perubahan iklim, panduan pendidikan Smith TB, Nemeth RS, Blondeau J, Calnan
dan pembangunan kesadartahuan. JM, Kadison E, Herzlieb S. 2008.
Australia : The University of Assessing coral reef health across
Queensland. onshore to offshore stress gradients
Fachry ME, Pertamasari A. 2009. Analisis in the US Virgin Islands. Center for
efektifitas metode penyuluhan pada Marine and Environmental Studies.
masyarakat pesisir di Kabupaten University of the Virgin Islands. 56(12)
Pangkep Sulawesi Selatan. Jurnal :83-91.
Agribisnis. 10(3) :69-80. Suharsono. 2010. Jenis-Jenis Karang di
Hammond LS, Britles RA, Reichelt RE. Indonesia. Jakarta: Lipi Coremap
1985. Holothuroid assemblages on Program.
coral reefs across central section of the Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem
great barrier reef. Proc. 5th Internat. Terumbu Karang. Jakarta: Djambatan.
Coral Reef Cngr. Tahiti. Sloan NA. 1980. Aspects of feeding biology of
Iken K, Konar B, Benedetti-Cecchi L, asteroidea. Oceanogr. Mar. Biol. Ann.
Cruz-Motta JJ, Knowlton A, Pohle Rev.18 :57-124.
G, Mead A, Miloslavich P, Wong M,

10 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 Mei 2015: 1-10

You might also like