You are on page 1of 22

 Open Access, April 2022 J.

Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68


p-ISSN : 2087-9423 https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
e-ISSN : 2620-309X DOI: https://doi.org/10.29244/jitkt.v14i1.36218

PENGUKURAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN SPASIAL ZOOPLANKTON


MENGGUNAKAN SCIENTIFIC ECHOSOUNDER DI SEMENANJUNG UTARA
PESISIR BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

MEASUREMENT ABUNDANCE AND SPATIAL DISTRIBUTION OF ZOOPLANKTON


USING SCIENTIFIC ECHOSOUNDER IN NORTH PENINSULA BANYUASIN
COASTAL, SOUTH SUMATERA

Amanda Astri Pratiwi Febrianti1, Henry Munandar Manik2*, & Wijopriono3


1
Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, IPB University, Bogor, 16680, Indonesia
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
IPB University, Bogor, 16680, Indonesia
3
Pusat Riset Perikanan, Jakarta Utara, 14430, Indonesia
*E-mail: henrymanik@apps.ipb.ac.id

ABSTRACT
The waters of the Banyuasin north Peninsula are areas that are directly adjacent the Bangka Strait and
Sembilang National Park and have several activities such as settlements, fisheries and ports that can affect
the growth and abundance of the zooplankton population. Zooplankton has an important role in waters, as
an indicator and a food web system that can affect other high trophic level organisms. This study aims to
determine the abundance and spatial distribution of zooplankton in the waters of the northern peninsula of
Banyuasin using the hydroacoustic method. The study was carried out in October 2020 using the SIMRAD
EK-15 single beam echosounder instrument in the waters of the northern peninsula of Banyuasin. The
abundance value of zooplankton was obtained from the recording of acoustic data in the form of Volume
Backscattering Strength (SV) and Target Strength (TS) values. The results showed differences in
abundance between the time of observation and the water depth strata. The amount of zooplankton
abundance during the day is dominant from 1000-1500 ind/m3 with a maximum value of 3595 ind/m3 and at
night 400-800 ind/m3 with the highest zooplankton abundance value is 2213 ind/m3. The spatial distribution
of zooplankton abundance tends to group according to the behavior of the zooplankton and the presence of
current factors that have the potential to determine the path of movement of zooplankton in the waters.

Keywords: hydroacoustics, Peninsula Coastal Banyuasin, spatial distribution, zooplankton abundance

ABSTRAK
Perairan Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Selat
Bangka dan Taman Nasional Sembilang serta memiliki beberapa aktivitas seperti pemukiman, perikanan
maupun pelabuhan dan adanya pengaruh perubahan terhadap pertumbuhan maupun kelimpahan dari
populasi zooplankton. Zooplankton memiliki peranan penting di perairan, sebagai indikator dan sistem
jaring makanan yang dapat berpengaruh bagi organisme tingkat trofik tinggi lainnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan sebaran spasial zooplankton di perairan Semenanjung Utara
Pesisir Banyuasin menggunakan metode hidroakustik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2020
menggunakan instrumen single beam echosounder SIMRAD EK-15 di perairan Semenanjung Utara Pesisir
Banyuasin. Nilai kelimpahan zooplankton didapatkan dari hasil perekaman data akustik berupa nilai
Volume Backscattering strength (SV) dan nilai Target Strength (TS). Hasil penelitian menunjukkan
perbedaan kelimpahan antara waktu pengamatan dan strata kedalaman perairan. Frekuensi kelimpahan
zooplankton pada siang hari dominan dari 1000-1500 ind/m3 dengan nilai maksimum yaitu 3595 ind/m3
dan pada malam hari 400-800 ind/m3 dengan nilai kelimpahan zooplankton tertinggi yaitu 2213 ind/m3.
Sebaran spasial kelimpahan zooplankton cenderung berkelompok sesuai dengan tingkah laku dari
zooplankton tersebut dan adanya faktor arus yang berpotensi menentukan jalur pergerakan dari
zooplankton di perairan.

Kata Kunci: hidroakustik, kelimpahan zooplankton, sebaran spasial, Semenanjung Pesisir Banyuasin

Department of Marine Science and Technology FPIK-IPB, ISOI, and HAPPI 47


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

I. PENDAHULUAN semua jenis ekosistem perairan untuk


mengetahui informasi kehidupan akuatik
Perairan Semenanjung Banyuasin seperti estimasi kelimpahan dan stok dari
memiliki daerah yang berbatasan langsung target seperti ikan dan plankton (MacLennan
dengan Selat Bangka dan Taman Nasional & Simmond, 2005). Penggunaan metode
Sembilang. Perairan ini juga dijadikan hidroakustik dapat membantu memberikan
sebagai daerah aktivitas masyarakat seperti informasi secara langsung dan lebih baik
pemukiman, perikanan maupun pelabuhan. pada lapisan perairan yang akan dianalisis
Beberapa aktivitas tersebut dapat memenga- dan efisiensi waktu yang lebih optimal.
ruhi kondisi perairan baik secara biotik Metode hidroakustik untuk zooplank-
maupun abiotik. Salah satu organisme yang ton secara in-situ telah banyak dilakukan
mengalami perubahan akibat adanya bebe- untuk mengetahui estimasi kelimpahan
rapa aktivitas tersebut yaitu zooplankton. Hal (Manik et al., 2018), perilaku, distribusi dan
ini akan memengaruhi pertumbuhan maupun lainnya dari target tertentu (Baik, 2013;
kelimpahan dari populasi zooplankton. Manik & Kormala, 2016). Penelitian
Zooplankton merupakan organisme zooplankton dengan metode akustik yaitu
yang memiliki peranan penting di perairan. menggunakan nilai hambur balik dari Volume
Populasi zooplankton dapat mengindikasikan Backscattering Strength (SV) untuk zoo-
tinggi rendahnya tingkat kesuburan perairan plankton. MacLennan & Simmonds (2005)
tersebut. Menurut Le Borgne et al. (2011), menyatakan SV berkorelasi baik dengan
zooplankton mempunyai peran kunci dalam biomassa zooplankton dengan metode
ekosistem pelagis di perairan sebagai pengambilan secara in-situ, dengan demikian
komponen penting dari jaring makanan yang echo-integrasi mengungkapkan distribusi
memfasilitasi transfer bahan organik yang spasial dari biomassa dan besar volume air
didapatkan dari tingkat primer ke tingkat dapat disurvei secara akustik jauh lebih cepat
yang lebih tinggi. Zooplankton juga dan baik daripada secara sampling meng-
dikatakan sebagai bioindikator perairan gunakan metode konvensional. Hal ini dapat
dikarenakan dapat menyebabkan perubahan membantu dalam mengetahui kelimpahan
kondisi lingkungan perairan (Goswami, dan sebaran zooplankton di perairan kajian.
2004). Mengetahui kelimpahan dan sebaran Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi
zooplankton di perairan sangat diperlukan sebaran kelimpahan dan distribusi spasial
untuk melihat tingkat kesuburan di perairan zooplankton dengan metode hidroakustik di
tersebut. Dinamika dan peran dari zoo- Perairan Semenanjung Utara Pesisir
plankton di perairan sangat bergantung pada Banyuasin dengan menguji dua metode dan
sebaran spasial temporal dan kelimpahan membandingkan hasil dari dua metode
serta parameter lingkungan yang bervariasi tersebut. Hipotesis penelitian ini yaitu kelim-
secara spasial dan temporal (Warren et al., pahan zooplankton dengan metode konven-
2016). Metode konvensional merupakan sional dan metode hidroakustik memiliki
salah satu metode yang dapat digunakan, hubungan yang erat sehingga kelimpahan
namun penggunaan metode konvensional zooplankton di perairan dapat juga diketahui
memiliki beberapa kelemahan sehingga salah menggunakan metode hidroakustik.
satu solusi mengetahui kelimpahan zoo-
plankton yaitu metode hidroakustik. II. METODE PENELITIAN
Metode hidroakustik memanfaatkan
gelombang suara yang merambat di perairan 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
untuk mendeteksi target yang berada di Penelitian ini dilakukan di perairan
kolom hingga dasar perairan. Metode ini Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin pada
semakin banyak digunakan untuk penelitian bulan Oktober 2020 selama satu hari pada

48 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

waktu siang dan malam di seluruh jalur stasiun yang diteliti. Pengambilan sampel
lintasan dengan 6 titik stasiun (Tabel 1) dan dilakukan dengan beberapa metode untuk
pola lintasan (cruise track) zig-zag untuk beberapa bagian sampel yaitu sampel
jalur perekaman data akustik (Gambar 1), zooplankton, sampel oseanografi atau
penggunaan pola zig-zag pada penelitian ini parameter lingkungan dan sampel perekaman
diharapkan dapat memberikan informasi data akustik.
kelimpahan dan sebaran zooplankton di
perairan dengan pembagian daerah bagian 2.2. Akuisisi Perekaman Data Akustik
dekat dengan daratan dan bagian di perairan Penelitian ini menggunakan
yang lebih luas. Jalur lintasan penelitian instrumen SIMRAD EK-15 single beam
dibagi menjadi 5 jalur untuk membagi setiap echosounder dengan frekuensi operasional

Tabel 1. Titik koordinat pengambilan sampel zooplankton dan oseanografi.

Koordinat
Stasiun
Bujur Lintang
1 104,8337 -1,87425
2 104,7288 -1,93365
3 104,7475 -1,84048
4 104,6612 -1,88008
5 104,6566 -1,77877
6 104,547 -1,80903

Gambar 1. Desain survei, titik sampling zooplankton dan oseanografi penelitian di Perairan
Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin Sumatera Selatan.

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 49


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

dari instrumen tersebut yaitu 200 kHz waktu yaitu siang dan malam dengan jalur
(Simrad, 2014). Instrumen ini dirancang lintasan penelitian yang sama berdasarkan
untuk berbagai aplikasi seperti penilaian stok representasi wilayah yang dikaji dapat dibagi
ikan, studi perilaku ikan, plankton dan menjadi dua wilayah, yaitu dekat dengan
lainnya (Simrad, 2014). Instrumen ini di- daratan dan wilayah yang mengarah ke
operasikan sepanjang jalur lintasan penelitian perairan luas atau laut. Total panjang jalur
dengan kecepatan kapal 4-5 knot untuk lintasan yaitu 68,4 nmi atau 126,68 km.
perekaman data hidroakustik, kecepatan
kapal pada perekaman data hidroakustik 2.2.1. Kalibrasi Sphere Ball
dilakukan pengamatan berdasarkan rekaman Kalibrasi dilakukan sebelum tracking
nilai echo integration (Purwandana et al., dengan menggunakan bola sphere dan dalam
2013), Target Strength (Brown & Rengi, kondisi perairan yang tenang, pergerakan
2014) dan tingkat akurasi perekaman data arus yang kecil dan terkontrol. Johannesson
yang semakin tinggi dengan kecepatan kapal & Mitson (1983) mengatakan bahwa peng-
yang cenderung lambat dan konstan. aturan target (bola sphere) dikontrol dengan
Kecepatan kapal 1-3 knot untuk perekaman hati-hati agar sinyal gelombang maksimum
data sampling zooplankton menggunakan yang diperoleh membutuhkan tiga titik
instrumen bongonet. Koreksi yang dilakukan penyangga untuk mencegah target bergerak
dalam penelitian ini yaitu koreksi kecepatan berlebihan dan akan menyebabkan adanya
suara dan koreksi near field serta sinyal gema yang berfluktuasi. Penelitian ini
dilakukannya kalibrasi instrumen. Data dilakukan kalibrasi di perairan yang tenang
akustik direkam dengan perangkat lunak dan menggunakan tali penyangga yang
akustik dan luaran berupa data dengan format dililitkan pada lambung kapal dengan
*.raw. Titik stasiun dilakukan sampling kedalaman yang telah diukur. Peletakan
zooplankton dan perekaman data akustik. transducer dan alat lainnya digunakan untuk
Panjang jalur lintasan yaitu 34,2 nmi atau kalibrasi dan akuisisi perekaman data akustik
63,34 km dalam satu kali jalur lintasan. (Gambar 2). Transducer diletakkan pada
Tracking dilakukan dalam dua keadaan bagian sisi kiri lambung kapal dengan asumsi

Gambar 2. Pengaturan kalibrasi bola sphere dan akuisisi perekaman data akustik.

50 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

menghindari noise yang berlebih dari mesin zooplankton dengan buku acuan identifikasi
kapal karena mesin kapal berada di bagian Davis (1955); Wickstead (1965); Yamaji
buritan kanan kapal. Bola sphere berada pada (1966); Newell & Newell (1977). Parameter
kedalaman 1 m di bawah transducer untuk oseanografi (suhu, salinitas, pH, DO, arah
menghindari near field alat yaitu 65 cm. dan kecepatan arus) di perairan Semenanjung
Perekaman data kalibrasi dilakukan selama 5 Utara Pesisir Banyuasin didapatkan dari hasil
menit dengan pengaturan alat SIMRAD EK- pemodelan data citra satelit yang diperoleh
15 sesuai dengan kebutuhan penelitian (Tabel dari https://marine.copernicus.eu/ di perairan
2). Koreksi kecepatan suara juga dilakukan Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin yang
dalam penelitian ini dengan menggunakan diakses pada bulan Februari 2021 (Gambar 3
rumus dari Mackenzie (1981). dan 4).

Tabel 2. Parameter pengaturan SIMRAD 2.4. Pengolahan Data Akustik


EK-15. Data hasil perekaman akustik dalam
bentuk file *.raw, diolah menggunakan
Pengaturan alat SIMRAD EK-15 rentang threshold -70 sampai -100 dB
Suhu 29 oC (Manik, 2015). Rentang threshold digunakan
Kecepatan Suara 1549 m/s berdasarkan penelitian Dennerline et al.
Frekuensi 200 kHz (2012) yaitu threshold diatur dengan nilai -60
Durasi Pulsa 0,320 ms dB untuk target ikan. Rodríguez-Sánchez et
Power 46,08 W al. (2015) juga menyatakan TS threshold
Minor-axis Beam Width 28,00o ikan diatur dengan nilai -70 dB. Zooplankton
Major-axis Beam Width 28,00o memiliki ukuran lebih kecil dari ikan, maka
Two-way Beam Angle -8,70 rentang threshold yang digunakan dalam
Transducer Gain 13,30 dB penelitian ini lebih kecil dari -70 dB.
Target Strength (TS) hasil Menurut Manik & Kormala (2016) threshold
kalibrasi -41,53 dB plankton berada dikisaran -80 dB sampai -
100 dB. Pengolahan data akustik dilakukan
2.3. Pengambilan Sampel Zooplankton pada 1 m di bawah transducer untuk
Pengambilan sampel zooplankton di menghindari near field dari alat dan 1 m dari
perairan Semenanjung Banyuasin meng- atas dasar perairan dengan mengurangi noise
gunakan bongonet dengan mesh size 250 µm. dari nilai total suspended solid (TSS) yang
Bongonet diberikan beban agar kedalaman berada di dekat dasar perairan.
yang dianalisis sesuai dengan data Data yang sudah diekstrak kemudian
perekaman akustik dan bongonet ditarik dipisah berdasarkan spasial, temporal (siang
secara horizontal selama 5 menit dengan dan malam), kedalaman, jalur lintasan dan
kecepatan kapal 1-3 knot. Sampel yang data perekaman pada saat bongonet diope-
tertampung pada botol penampung bongonet rasikan untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
dimasukkan ke dalam botol polyethylene 250 Kedalaman dipisah menjadi per 1 m, hal ini
ml dan diawetkan menggunakan lugol. dikarenakan menyesuaikan mulut bukaan
Sampel yang telah diawetkan diberi label dan bongonet dan pergerakan dinamis bongonet
disimpan dalam cool box. pada saat sampling serta untuk mendapatkan
Sampel diidentifikasi menggunakan nilai yang lebih rinci. Data sampling
mikroskop dengan perbesaran 40 x dan zooplankton diekstrak untuk mendapatkan
Sedgwick Rafter counting Cell (SRCC) nilai kelimpahan per genus yang teridentifi-
secara sub sampel sensus 20 ml sampel air kasi (Tabel 3). Data tersebut dibutuhkan
yang dianalisis. Zooplankton yang untuk membantu dalam analisis kelimpahan
teridentifikasi dilihat dari struktur morfologi zooplankton dengan metode hidroakustik.

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 51


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

Pendeteksian nilai Target Strength signifikan pada setiap parameter. Penurunan


(TS) rata-rata pada zooplankton dapat nilai suhu dari 30,8 oC sampai 30,4 oC,
digunakan persamaan dari La et al. (2015) salinitas meningkat dari 31,5 ppt ke 32,4 ppt,
dengan mengetahui ukuran panjang peningkatan pH dari 8,011 sampai 8,016, dan
zooplankton yang mendominasi (L), berikut: nilai Dissolve Oxygen (DO) yang menunjuk-
kan penurunan dari 203 mmol/m3 ke 202
.............. (1) mmol/m3 pada kedalaman 0-10 m (Gambar
3). Salinitas tidak terlalu signifikan
Nilai TS rata-rata yang didapatkan dikarenakan perairan yang dangkal, hal ini
kemudian dilakukan pengolahan nilai sesuai dengan hasil penelitian Ismail &
kelimpahan dengan menggunakan nilai Taofiqurohman (2012) bahwa perairan yang
sigma bs (σbs), sigma bs merupakan kekuatan lebih dangkal air tawar dapat menyebar
hambur balik dari plankton (zooplankton) hingga ke dasar perairan sehingga salinitas
dengan menggunakan nilai TS rata-rata yang menjadi rendah. Oksigen terlarut mengalami
telah didapatkan dari pengukuran panjang perubahan nilai yang diduga disebabkan
plankton dengan menggunakan formula dari berbagai faktor seperti suhu dan salinitas. Hal
MacLennan & Simmonds (2005): tersebut juga sesuai dengan pernyataan
Effendi (2003) bahwa semakin tinggi suhu,
salinitas, dan tekanan parsial gas yang
(2) terlarut dalam air maka oksigen yang terlarut
dalam air berkurang. Pergerakan air akan
Pengolahan data akustik mengguna- membawa substrat dasar perairan sehingga
kan perangkat lunak echoview 5 dan dongle, perairan menjadi keruh (Sidabutar et al.,
keluaran nilai yang diperoleh yaitu nilai 2019) dan kekeruhan merupakan faktor yang
Volume Backscattering strength (SV) dalam dapat memengaruhi sebaran oksigen terlarut
satuan decibel (dB). Nilai kelimpahan di perairan (Patty, 2013).
zooplankton dalam satuan Ind/m3, dapat Sebaran arah dan kecepatan arus pada
dilakukan dengan nilai SV yang dilinierisasi setiap kedalaman menunjukkan arah arus
dan dimasukkan ke dalam formula dari cenderung ke timur dengan kecepatan relatif
MacLennan & Simmonds (2005): rendah yaitu 0,059 m/s sampai 0,132 m/s
(Gambar 4). Arus yang rendah atau lambat
(3) memiliki efektivitas yang baik untuk per-
tumbuhan zooplankton. Menurut Yusuf et al.
Persamaan ini menghasilkan nilai (2012), kecepatan arus di bawah kisaran 0,5
kelimpahan zooplankton dalam satuan m/s tergolong arus rendah hingga sedang dan
individu/m3. Selanjutnya dianalisis lebih kecepatan arus lebih dari 0,5 m/s tergolong
lanjut dengan melihat distribusi spasial, dalam arus kuat. Suhu di perairan
spasial per kedalaman maupun kedalaman Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin masih
per track dari data tersebut. termasuk ke dalam kondisi yang baik untuk
pertumbuhan zooplankton. Selain itu juga,
III. HASIL DAN PEMBAHASAN suhu sebagai pengatur utama di lingkungan
perairan akan memengaruhi aktivitas
3.1. Parameter Oseanografi mikroorganisme dan pertumbuhan organisme
Data oseanografi menunjukkan (Handaiyani et al., 2015).
adanya perubahan nilai yang tidak terlalu

52 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

Gambar 3. Rata-rata seluruh sebaran kedalaman parameter oseanografi salinitas, suhu, pH,
DO di perairan Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin.

(a) (b)

(c) (d)

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 53


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

(e) (f)

(g) (h)

Gambar 4. Peta menunjukkan sebaran arah dan kecepatan arus per kedalaman: (a) 0,5 m; (b)
1,5 m; (c) 2,6 m; (d) 3,8 m; (e) 5,1 m; (f) 6,4 m; (g) 7,9 m; (h) 9,5 m di Perairan
Semenanjung Banyuasin.
.
3.2. Kelimpahan Zooplankton Metode (Eloire et al., 2010). Kelimpahan
Konvensional zooplankton secara konvensional dijadikan
Jenis zooplankton yang berhasil bahan validasi kelimpahan zooplankton
teridentifikasi dengan metode konvensional secara hidroakustik dengan melihat hasil
diantaranya adalah Copepoda, Acartia, zooplankton yang teridentifikasi, ukuran
Calanus, Paracalanus, Oithona, Oncaea tubuh dan jenis dari zooplankton. Latumeten
(Tabel 3). Adapun jenis yang paling banyak & Pello (2019) juga menyatakan
teridentifikasi yaitu Copepoda dengan pengambilan contoh zooplankton digunakan
tingkat keberadaannya hampir berada di untuk keperluan validasi jenis-jenis zoo-
seluruh stasiun penelitian. Copepoda dapat plankton yang terdeteksi dengan perangkat
ditemukan pada sepanjang musim dengan hidroakustik selama berlangsungnya
kelimpahan dan biomassa yang tinggi di pengambilan data akustik di perairan.
perairan (Üstün et al., 2018). Tingginya nilai
kelimpahan dari jenis Copepoda terkait 3.3. Kelimpahan Zooplankton
dengan jenis Copepoda yang bersifat berdasarkan Metode Hidroakustik
eurihalin yaitu mempunyai rentang kisaran Kelimpahan zooplankton berdasarkan
toleransi yang luas terhadap salinitas strata kedalaman dan waktu pengamatan
(Mulyadi, 2004; Mulyadi & Lekalette, 2020), menunjukkan adanya perubahan nilai
dan jenis dari Acartia (Copepoda) melimpah kelimpahan zooplankton pada siang dan
di perairan pesisir dengan nilai lebih dari malam hari. Kelimpahan zooplankton pada
50% dari total zooplankton di perairan siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan

54 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

Tabel 3. Total kelimpahan zooplankton per genus menggunakan metode konvensional.

Taksa Total (ind/m3) Taksa Total (ind/m3)


Arthropoda (Filum) Neomysis 134
Acartia 1106 Daphnia 10
Acartia (Nauplius) 85 Moina 6
Calanus 564 Penilia 2
Candacia 227 Evadne 4
Eucalanus 190 Chordata
Eurytemora (Nauplius) 104 Oikopleura 21
Haloptilus 273 Cnidaria
Labidocera 11 Aglaura 9
Paracalanus 520 Lensia 7
Oithona 679 Ctenophora
Oncaea 292 Pleurobrachia 106
Sapphirina 74 Echinodermata
Macrosetella 76 Ophiopluteus 32
Balanus 17 Echinopluteus 11
Balanus (Nauplius) 15 Pelagothuria 17
Inachus (zoea) 162 Mollusca
Lucifer 139 Limacina 42
Panulirus (megalopa) 5 Janthina 6
Pagurus (mysis) 5 Tonna 27
Penaeus (zoea) 569 Mytilus 40
Porcellana (zoea) 126 Phoronida
Phoronis
Portunus (zoea) 112 (young larvae) 3
Portunus (megalopa) 23 Rotifera
Post larva Shrimp 13 Keratella 44
Euphausia 96 Branchionus 18

malam hari pada setiap kedalaman (Gambar diindikasikan bahwa pola kelimpahan
5). Perbedaan kelimpahan zooplankton zooplankton pada siang dan malam hari
terhadap kedalaman antara siang dan malam memiliki pola yang sama.
dikarenakan adanya perubahan pasang surut Sebaran rata-rata nilai kelimpahan
(Triana & Wiharyanto, 2016). Namun zooplankton yang dibagi menjadi 5 jalur
pergerakan kelimpahan zooplankton menun- (track) lintasan menunjukkan adanya
jukkan adanya persamaan pola pergerakan perbedaan nilai rata-rata kelimpahan
pada waktu siang dan malam hari pada setiap zooplankton pada waktu siang dan malam
kedalamannya. Persamaan pola pergerakan hari (Gambar 6). Kedalaman 1 m merupakan
kelimpahan rata-rata zooplankton terjadi nilai kelimpahan rata-rata terendah pada
pada rentang kedalaman 2 dan 3 m kemudian siang dan malam hari, siang hari diketahui
mengalami penurunan di kedalaman 4 dan 5 sebanyak 149 ind/m3 pada track 5 dan malam
kemudian kembali terjadi peningkatan hari sebanyak 143 ind/m3 pada track 3.
kelimpahan pada kedalaman 6, 7 dan 8 m Kedalaman 3-4 m, terutama pada track 4
pada siang hari dan sampai rentang merupakan kelimpahan rata-rata tertinggi
kedalaman 7 untuk malam hari. Hal ini dengan jumlah sebesar 1056 ind/m3.
dikarenakan pada saat malam hari terjadi Kelimpahan tertinggi pada malam hari lebih
kondisi surut di daerah penelitian. Pola kecil dibandingkan nilai kelimpahan tertinggi
pergerakan naik turunnya nilai kelimpahan pada siang hari yaitu pada track 2 sebesar
zooplankton ditunjukkan dengan pergerakan 586 ind/m3.
kelimpahan pola yang mirip sehingga dapat

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 55


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

Gambar 5. Sebaran nilai rata-rata kelimpahan zooplankton berdasarkan strata kedalaman dan
waktu pengamatan di perairan Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin.

(a) (b)

Gambar 6. Sebaran kedalaman kelimpahan zooplankton per track dan berdasarkan (a) siang;
(b) malam hari.

Parra et al. (2019) menyebutkan kelimpahan zooplankton pada siang hari


bahwa hamburan balik menunjukkan pola relatif lebih tinggi daripada malam hari.
yang jelas dari nilai siang hari yang lebih Penyebab dari anomali ini diduga dengan
rendah di seluruh kolom air relatif terhadap adanya predator atau pemangsa zooplankton
malam hari. Hal ini berbanding terbalik atau ikan planktivora. Berdasarkan penelitian
dengan penelitian ini, nilai hambur balik Fauziyah et al. (2019) menemukan spesies

56 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

ikan salah satunya Clupeidae di perairan lebih rendah dibandingkan dengan siang hari
Estuari Sungsang, Sumatera selatan. Perairan dengan nilai kelimpahan maksimum yaitu
ini secara tidak langsung berhubungan 1181 ind/m3 pada kedalaman 2–3 m. Malam
dengan perairan penelitian yaitu spesies ikan hari kelimpahan zooplankton memi-liki
Clupeidae merupakan ikan planktivora perubahan nilai pada setiap kedalaman-nya
dengan makanan utamanya zooplankton dengan rata-rata dominan nilai berada di
filum Arthopoda. Bukit et al. (2017) rentang 0–400 ind/m3, frekuensi tertinggi
menyatakan jenis makanan yang dikonsumsi terdapat pada kedalaman 4–5 m. Namun pada
oleh spesies ikan Clupeidae memiliki tingkat malam hari memiliki persamaan dengan
kesamaan yang tinggi yaitu ikan planktivora siang hari yaitu nilai terendah dari kelim-
yang relatif memanfaatkan sumber daya pahan zooplankton berada di kedalaman 1-2
makanan yang lebih beragam dari jenis ikan m dengan rentang nilai 100–200 ind/m3. Hal
yang lainnya. Namun selain predator, tingkah ini menunjukkan adanya pola yang sama
laku dari zooplankton juga menjadi faktor antara waktu siang dan malam hari.
penentu. Kelimpahan dari suatu jenis Perairan Semenanjung Utara Pesisir
zooplankton tidak hanya dipengaruhi oleh Banyuasin memiliki daerah mangrove yaitu
predator secara langsung, namun juga pola daerah Taman Nasional Sembilang yang
distribusi interaksi perilaku dari jenis biasanya daerah tersebut dapat dijadikan
zooplankton tersebut (Romare et al., 2003). daerah pertumbuhan organisme (Nursery
Pola perilaku zooplankton terjadi adanya ground), sehingga kelimpahan zooplankton
proses migrasi vertikal zooplankton. Menurut dan distribusi sebaran kelimpahan
Pratama et al. (2012) pola perilaku zooplankton cukup tinggi. Nursery ground
zooplankton memiliki fenomena migrasi terdapat di daerah mangrove, muara sungai,
vertikal diurnal. Migrasi vertikal zooplankton karang dan lamun dengan beberapa
bergantung pada respons dan adaptasi organisme yang dalam fase juvenil dengan
organisme terhadap perubahan lingkungan jumlah banyak (Suryanti et al., 2017).
misalnya suhu, salinitas, makanan, oksigen Fauziyah et al. (2012) menyatakan bahwa
dan predator (Moniharapon et al., 2014). perairan mangrove merupakan tempat
Distribusi kelimpahan zooplankton mencari makan pada waktu terjadi pasang
menggunakan metode hidroakustik ditandai tinggi bagi ikan-ikan ekonomis maupun non-
dengan adanya perubahan pada setiap strata ekonomis. Hal ini sejalan dengan pertum-
kedalamannya, hal ini membuktikan adanya buhan jaring makanan yaitu zooplankton
pergerakan dari zooplankton tersebut di sebagai produsen pertama untuk konsumsi
perairan. Pada siang hari nilai kelimpahan organisme dengan tingkat trofik yang lebih
zooplankton yang dominan berada di 500 – tinggi. Perairan yang menjadi pertemuan
1000 ind/m3 dengan kedalaman 2–3, 3–4, 4– massa air yang diakibatkan oleh arus
5, 6–7, 7–8 dan 8–9 m, sedangkan nilai merupakan perairan yang terindikasi subur
kelimpahan terendah berada pada kedalaman oleh kelimpahan nutrien dan ikan-ikan yang
1–2 m dengan rentang nilai 100–200 ind/m3. datang (Chandran et al., 2009).
Nilai kelimpahan zooplankton mengalami Korelasi bivariat pada variabel
pergerakan naik dan turun pada setiap ke- kecepatan arus, berbanding terbalik terhadap
dalaman dan nilai maksimum di kedalaman variabel kelimpahan zooplankton yaitu -
4–5 m dengan nilai kelimpahan 1919 ind/m3 0,089 dan -0,109. Kelimpahan zooplankton
(Gambar 7). dengan metode akustik terhadap parameter
Perbedaan terjadi pada kelimpahan oseanografi lainnya (suhu) memiliki korelasi
zooplankton pada malam hari (Gambar 8), positif yang lemah, sedangkan untuk
kelimpahan zooplankton menggunakan parameter salinitas pH dan DO memiliki nilai
metode akustik pada malam hari cenderung korelasi negatif yang lemah.

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 57


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

Gambar 7. Distribusi kelimpahan zooplankton metode hidroakustik berdasarkan kedalaman


yang terdeteksi selama penelitian pada siang hari.

58 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g)

Gambar 8. Distribusi kelimpahan zooplankton metode hidroakustik berdasarkan kedalaman


yang terdeteksi selama penelitian pada malam hari.

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 59


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

Tabel 4. Hasil uji korelasi bivariat kelimpahan zooplankton metode akustik terhadap
zooplankton metode konvensional dan parameter oseanografi.

Zooplankton
Kecepatan
Parameter Oseanografi Metode Suhu Salinitas pH DO
Arus
Konvensional
Zooplankton Metode
-0,603* 0,017 -0,082 -0,175 -0,162 -0,089
Akustik
*. Korelasi bernilai signifikan pada level 0,05 (2-tailed).

Hasil penelitian menyebutkan bahwa (Widyarini et al., 2017), kelimpahan


kelimpahan zooplankton dengan metode zooplankton dipengaruhi oleh kualitas
akustik dan metode konvensional tidak perairan terutama parameter fosfat dan nitrit
berhubungan. Hal tersebut diperkuat dengan (Faiqoh et al., 2015), pH dan salinitas
hasil korelasi bivariat antara kelimpahan (Widyarini et al., 2017) menggunakan
zooplankton dengan metode konvensional analisis komponen utama.
dan metode akustik yang menunjukkan nilai Penelitian zooplankton dengan metode
korelasi negatif sebesar -0,603 dengan nilai hidroakustik secara in-situ memiliki
signifikan 0,038 (<0,05) pada selang keper- kekurangan yaitu tidak dapat menganalisis
cayaan 95% (Tabel 4). Terdapat beberapa nilai TS secara tunggal karena ukuran
faktor yang dapat memengaruhi dua variabel zooplankton yang kecil dan keberadaannya
tersebut seperti metode yang berbeda, faktor dalam suatu volume air lebih dari 1, maka
ukuran instrumen dan lebar beam yang digunakan nilai TS rata-rata. Nilai TS rata-
dipancarkan, faktor integrasi data yang rata didapatkan dengan mengetahui nilai
digunakan dan lainnya. Faktor-faktor ini panjang zooplankton (L) yang mendominasi
memberikan dampak besar terhadap korelasi atau rata-rata dari seluruh ukuran
dua metode, lapisan integrasi data pada dua zooplankton yang teridentifikasi di perairan
metode terdapat perbedaan karena pergera- Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin.
kan bongonet yang dinamis sehingga lapisan
yang dihasilkan kurang akurat. Ukuran 3.4. Distribusi Sebaran Spasial
instrumen yaitu bongonet yang berbeda juga Zooplankton Berdasarkan Waktu
berpengaruh karena lebar beam yang di- Pengamatan dan Strata Kedalaman
hasilkan dari pancaran gelombang suara yang Sebaran kelimpahan zooplankton di
merambat di perairan pada lapisan integrasi perairan Semenanjung Utara Pesisir
yang dianalisis lebih kecil dibandingkan Banyuasin tergantung pada strata kedalaman
lebar mulut bongonet. Adanya kesalahan perairan (Gambar 9). Perbedaan kelimpahan
perbandingan metode konvensional dan zooplankton pada siang hari dan malam hari
metode hidroakustik dalam pengambilan terlihat pada kedalaman perairan
sampel juga memungkinkan kesalahan dari Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin.
human error dalam proses perhitungan Kedalaman tertinggi di arah menuju ke laut
kelimpahan zooplankton di bawah mikroskop. pada siang hari (8-9 m), sedangkan pada
Penelitian sebelumnya oleh Junaidi et al. malam hari kedalaman tertinggi terdapat di
(2018) di Lombok Utara meyebutkan bahwa dekat daratan (7-8 m). Lokasi persebaran
tidak ada korelasi pada kelimpahan kelimpahan zooplankton pada siang hari
zooplankton terhadap parameter pH, salinitas, lebih dominan di daerah 104o38’30” BT –
oksigen terlarut, suhu, nitrat dan fosfat. 104o44’0” BT 1o45’75” LS – 1o57’30” LS
Berbeda dengan hasil penelitian di dan 104o47’30” BT – 104o52’0” BT 1o51’0”
Kepulauan Seribu oleh Faiqoh et al. (2015) LS – 1o55’30” LS dan di lokasi lainnya nilai
dan Muara Sungai Majakerta Indramayu kelimpahan zooplankton kurang.

60 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

Gambar 9. Sebaran spasial kelimpahan zooplankton per kedalaman: (a) 1-2 m; (b) 2-3 m; (c)
3-4 m; (d) 4-5 m; (e) 5-6 m; (f) 6-7 m; (g) 7-8 m; (h) 8-9 m pada siang hari.

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 61


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g)

Gambar 10. Sebaran spasial kelimpahan zooplankton per kedalaman: (a) 1-2 m; (b) 2-3 m;
(c) 3-4 m; (d) 4-5 m; (e) 5-6 m; (f) 6-7 m; (g) 7-8 m pada malam hari.

62 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

Alheit et al. (2010) mengemukakan zooplankton. Kelas dari fluide like


pada umumnya kondisi arus berpotensi untuk merupakan jenis dari karakteristik morfologi
menentukan jalur transportasi larva dan yang lunak dan dari jenis udang-udangan.
menyediakan area produktivitas untuk Filum Arthropoda merupakan kelas yang
mencari makanan bagi ikan. Simard et al. mirip atau sama dengan kelas fluide like
(1993) menjelaskan bahwa distribusi hewan sehingga kelas ini memberikan kontribusi
di suatu perairan tidak bersifat acak, namun tertinggi dalam kekuatan nilai hambur balik
terorganisir dengan baik oleh faktor-faktor zooplankton. Warren et al. (2002)
fisika, kimia dan biologis yang menyatakan zooplankton yang komposisi
mengendalikan aktivitas mereka. Aktivitas tubuhnya seperti cairan berada di seluruh
itu mencakup: pencarian makanan, perairan. Jenis umum hewan seperti cairan
penghindaran predator, migrasi, reproduksi termasuk krill, amphipods, dan udang
dan seleksi habitat. Saito et al. (2009) juga dekapoda.
menjelaskan keterkaitan zooplankton dapat Kelimpahan zooplankton di perairan
dilihat dari proses pemangsa (grazing) Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin pada
terhadap fitoplankton yang selanjutnya penelitian ini memiliki kondisi perairan yang
zooplankton juga berfungsi sebagai kurang baik. Pada kelimpahan
penghubung dengan biota pada tingkat tropik zooplanktonnya menunjukkan tingkat
di atasnya seperti larva dan juvenil ikan. kelimpahan yang kurang dari 1000 ind/m3,
Perbedaan keberadaan kelimpahan namun parameter lingkungan di perairan
zooplankton pada siang hari dan malam hari tersebut masih diambang batas perairan yang
terdapat pada kedalaman perairan subur kecuali parameter fosfat yang sudah
Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin yaitu melebihi ambang batas baku mutu perairan
siang hari kedalaman tertinggi terdapat di sehingga kelimpahan zooplankton di perairan
arah menuju ke laut sedangkan pada malam yang kurang dari nilai kondisi zooplankton
hari dapat dilihat pada Gambar 10 kedalaman kategori baik tersebut diindikasikan karena
tertinggi terdapat di dekat dengan daratan faktor lainnya.
walaupun kedalaman tertinggi tetap terdapat
pada siang hari yaitu 8-9 m sedangkan pada IV. KESIMPULAN
malam hari hanya 7-8 m. Persebaran
kelimpahan zooplankton pada malam hari Kelimpahan zooplankton di perairan
juga berbeda dengan siang hari, pada malam Semenanjung Utara Pesisir Banyuasin
hari sebaran kelimpahan zooplankton lebih terdapat perubahan nilai yang dipengaruhi
merata dibandingkan siang hari yang berada oleh beberapa faktor seperti parameter
pada satu titik yaitu pada daerah tengah lingkungan, ketersediaan makanan di
penelitian. perairan dan predator atau pemangsa.
Nilai hambur balik dari zooplankton Kelimpahan zooplankton dengan metode
menentukan seberapa besar kelimpahan hidroakustik lebih tinggi terjadi pada siang
zooplankton di perairan. MacLennan & hari dengan sebaran distribusi spasial
Simmonds (2005) menyatakan ada tiga kelas kelimpahan zooplankton mengarah ke
karakteristik zooplankton secara hidroakustik perairan luas (laut). Perbandingan
yaitu Fluide Like, Elastic Shell dan Gas kelimpahan zooplankton metode
Bearing. Hasil dari identifikasi zooplankton konvensional dan hidroakustik dilakukan
didapatkan seluruh kelas teridentifikasi, dengan menggunakan uji korelasi bivariat
namun kelas yang mendominasi yaitu dari pearson dengan hasil menunjukkan nilai yang
kelas fluide like. Hal ini memberikan berkorelasi negatif sebesar -0,603 dengan
kontribusi yang berbeda dalam kekuatan nilai signifikansi 0,038. Hubungan dua
yang berbeda pada kekuatan hambur balik metode tidak valid atau tidak dapat

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 63


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

dihubungkan. Beberapa faktor memengaruhi Bukit, S.T.A.K., R. Affandi, C.P.H.


tidak berhubungannya dua metode seperti Simanjuntak, M.F. Rahardjo, A,
faktor ukuran instrumen dan lebar beam yang Zahid, A. Asriansyah, & R.M.
dipancarkan, faktor integrasi data, metode Aditriawan. 2017. Makanan ikan
yang berbeda dan human error. famili Clupeidae di Teluk Pabean,
Indramayu. Prosiding Simposium
UCAPAN TERIMA KASIH Nasional Ikan dan Perikanan.
Masyarakat Iktiologi Indonesia,
Penelitian ini didanai dari Hibah Bogor. 295-307 pp.
Kompetitif SP DIPA-023.17.2.677515/2020 Chandran, R.V., A. Jayaraman, V. Jayaraman,
Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan. S. Manoj, K. Rajitha. & C.K.
Penulis juga mengucapkan terima kasih Mukherjee. 2009. Prioritization of
kepada Bapak Freddy Supriyadi, Peneliti satelite derived poten-tial fishery
Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan grounds: an analytical hierarchical
Penyuluhan Perikanan, KKP Palembang atas approach-based model using spatial
bantuan dalam pengolahan data akustik. and non-spatial data. International
Dalam tulisan ini Amanda Astri Pratiwi Journal of Remote Sensing, 30(17):
Febrianti sebagai kontributor utama. 4479-4491.
https://doi.org/10.1080/01431160802
DAFTAR PUSTAKA 577980
Davis, C.C. 1955. The marine and fresh
Alheit, J., D. Beare, B. Miguel, M. Casini, M. water plankton. Michigan: Michigan
Clarke, U. Cotano, M.D. Collas, L. State University Press. 561 p.
Dransfeld, C. Harma, M. Heino, J. Dennerline, D.E., C.A. Jennings, & D.J.
Masse, C. Mollmann, E. Nogueira, P. Degan. 2012. Relationships between
Petitgas, D. Reid, A. Silva, G. Skaret, hydroacoustic derived density and gill
A. Slotte, Y. Stratoudos, A. Uriarte, net catch: implications for fish
& R. Voss. 2010. Life-cycle spatial assessments. Fisheries Research,
pat-terns of small pelagic fish in The 123-124: 78-89.
Northeast Atlantic. Copenha-gen https://doi.org/10.1016/j.fishres.2011.
(DK): International Council for the 11.012
Exploration of the Sea. 93 pp. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air: bagi
http://www.ices.dk/pubs/crr/crr306/C pengelolaan sumberdaya dan
RR%20306-Web.pdf lingkungan perairan. Yogyakarta,
Baik, K. 2013. Comment on ‘Resonant Indonesia: Penerbit Karsinus. 258 p.
Acoustic Scattering from a Eloire, D., P.J. Somerfield, D.V.P. Conway,
Swimbladder Bearing Fish’. The C. Halsband-Lenk, R. Harris. & D.
Journal of Acoustical Society of Bonnet. 2010. Temporal variability
America, 133: 5–8. and community composition of
https://doi.org/10.1121/1.4770261 zooplankton at station L4 in the
Brown, A. & P. Rengi. 2014. Pelagic fish Western Channel: 20 years of
stock estimation by using the sampling. J. of Plankton Research,
hydroacoustic method in Bengkalis 32(5): 657-679.
Regency waters. Berkala Perikanan https://doi.org/10.1093/plankt/fbq009
Terubuk. 42(1): 21-34. Faiqoh, E., I.P Ayu, B. Subhan, Y.F.
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JT Syamsuni, A.W. Anggoro. & A.
/article/view/2146/2112 Sembiring. 2015. Variasi Geografik
Kelimpahan Zooplankton di Perairan

64 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

Terganggu, Kepulauan Seribu, Agriculture Organization of The


Indonesia. J. of Marine and Aquatic United Nations. 249 p.
Sciences, 1(1): 19-22. Junaidi. M., Nurliah. & F. Azhar. 2018.
https://doi.org/10.24843/jmas.2015.v1 Struktur komunitas zooplankton di
.i01.19-22 Perairan Kabupaten Lombok Utara,
Fauziyah., Nurhayati, S.M. Bernas, A. Putera, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Y. Suteja, & F. Agustiani. 2019. Bologi Tropis, 18(2): 159-169.
Biodiversity of fish resources in https://doi.org/10.29303/jbt.v18i2.800
Sungsang Estuaries of South La, H.S., H. Lee., D. Kang., S.H. Lee. & H.C.
Sumatera. IOP Conf. Series: Earth Shin. 2015. Ex situ echo sounder
and Environmental Science, 278(1): target strengths of ice krill Euphausia
1-11. crystallorophias*. Chinese Journal of
https://doi.org/10.1088/1755- Oceanology and Limnology, 33: 802–
1315/278/1/012025 808.
Fauziyah., T.Z. Ulqodry, F. Agustriani, & S. https://doi.org/10.1007/s00343-015-
Simamora. 2012. Biodiversitas 4064-3
sumberdaya ikan ekonomis untuk Latumeten, J. & F.S. Pello. 2019. Komposisi,
mendukung pengelolaan kawasan kepadatan. dan distribusi spasial
mangrove Taman Nasional zooplankton pada musim barat
Sembilang (TNS) Kabupaten (Desember-Februari) di Perairan
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Teluk Ambon Dalam. Prosiding
J. Penelitian Sains, 15(4): 164-169. Seminar Nasional Kelautan dan
http://repository.unsri.ac.id/id/eprint/2 Perikanan 2019 Fakultas Perikanan
2573 dan Ilmu Kelautan Unpatti. Ambon.
Goswami, S.C. 2004. Zooplankton 72-82 pp.
methodology, collection & https://doi.org/10.30598/semnaskp-08
identification – A field manual. Dona Le Borgne, R., V. Allain, R.J. Matear, S.P.
Paula, Goa: National Institute of Griffiths, A.D. McKinnon, A.J.
Oceanography. 16pp. Richardson, & J.W. Young.
Handaiyani, H., M.R. Ridho, & S.M. Bernas. 2011. Vulnerability of open ocean
2015. Keanekaragaman plankton dan food webs in the tropical Pacific to
hubungannya dengan kualitas climate change, in Vulnerability of
perairan terusan dalam Taman Fisheries and Aquaculture in the
Nasional Sembilang Banyuasin Tropical Pacific to Climate Change,
Sumatera Selatan. J. Penelitian Sains, edited by J. Bell, J. E. Johnson, and A.
17: 137-142. J. Hobday, Secr. of the Pac.
https://doi.org/10.26554/jps.v17i3.61 Community, Noumea. 189-250.
Ismail, M.F.A. & A. Taofiqurohman. 2012. Mackenzie, K.V. 1981. Nine‐term equation
Sebaran horizontal suhu, salinitas dan for sound speed in the oceans. J.
kekeruhan di Pantai Dumoga, Acoust. Soc. Am, 70(3): 807–812.
Sulawesi Utara. J. Harpodon Borneo, https://doi.org/10.1121/1.386920
5(1): 51-56. MacLennan, D. & J. Simmonds. 2005.
https://doi.org/10.35334/harpodon.v5i Fisheries acoustics: theory and
1.81 practice, second edition. Oxford,
Johannesson, K.A. & R.B. Mitson. 1983. United Kingdom: Blackwell Science.
Fisheries acoustics - a practical 437 p.
manual for aquatic biomass Manik, H.M. 2015. Acoustic observation of
estimation. Rome: Food and zooplankton using high frequency

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 65


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

sonar (observasi akustik zooplankton Mulyadi, H.A. & J. Lekalette. 2020.


menggunakan sonar frekuensi tinggi). Biodiversitas zooplankton di Perairan
ILMU KELAUTAN, 20(2): 61-72. Pesisir Pulau Keffing pada musim
https://doi.org/10.14710/ik.ijms.20.2. peralihan II, Kabupaten Seram
61-72 Bagian Timur. J. Kelautan Tropis,
Manik, H.M. & I. Kormala. 2016. Target 23(1): 15-28.
strength dan stok ikan di perairan https://doi.org/10.14710/jkt.v23i1.495
Pulau Pari menggunakan metode 6
single echo detector. Marine Newell, G.E. & R.C. Newell. 1977. Marine
Fisheries, 7(1): 69-81. plankton: a practical guide. London
https://doi.org/10.29244/jmf.7.1.69- Hutchison. 206 p.
81 Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut: suatu
Manik, H.M., T.N. Sujatmiko., A. Ma’mun. pendekatan ekologis. Jakarta: PT
& A. Priatna. 2018. Penerapan Gramedia. 459 p.
teknologi hidroakustik untuk Parra, S.M., A.T. Greer, J.W. Book, A.L.
pengukuran sebaran spasial dan Deary, I.M. Soto, C. Culpepper, F.J.
temporal ikan pelagis kecil di Laut Hernandez, & T.N. Miles. 2019.
Banda. Marine Fisheries, 9(1): 39-51. Acoustic detection of zooplankton
https://doi.org/10.29244/jmf.9.1.39- diel vertical migration behaviors on
52 the northern Gulf of Mexico shelf.
Matatula, J., E. Poedjirahajoe, S. Limnol. Oceanogr, 64(5): 2092–2113.
Pudyatmoko. & R. Sadono. 2019. https://doi.org/10.1002/lno.11171
Keragaman Kondisi Salinitas Pada Patty, S.I. 2013. Distribusi suhu, salinitas dan
Lingkungan Tempat Tumbuh oksigen terlarut di Perairan Kema,
Mangrove di Teluk Kupang, NTT. J. Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax,
Ilmu Lingkungan, 17(3): 425-434. 1(3): 148-157.
https://doi.org/10.14710/jil.17.3.425- https://doi.org/10.35800/jip.1.3.2013.
434 2580
Moniharapon, D., I. Jaya, H. Manik, S. Pepin, P., E.B. Colbourne, & G. Maillet.
Pujiyati, T. Hestirianoto. & A. 2011. Seasonal patterns in
Syahailatua. 2014. Migrasi vertikal zooplankton community structure on
zooplankton di Laut Banda. Jurnal the Newfoundland and Labrador
Kelautan Nasional, 9(3): 143-151. Shelf. Fisheries and Oceans Canada.
https://doi.org/10.15578/jkn.v9i3.621 Progress in Oceanography, 91(3):
1 273-285.
Mulyadi, 2004. Calanoid copepods in https://doi.org/10.1016/j.pocean.2011.
Indonesian waters. Nagano Natural 01.003
Environmental Foundation. Published Pratama, B.B., Z. Hasan, & H. Hamdani.
by Research Centre for Biology, 2012. Pola Migrasi Vertikal Diurnal
Indonesian Institute of Sciences, Plankton di Pantai Santolo Kabupaten
Bogor, Indonesia. 195 pp. Garut. Jurnal Perikanan dan Ilmu
Mulyadi, H.A. & A.W. Radjab. 2015. Kelautan, 3(1): 81-89.
Dinamika spasial kelimpahan http://jurnal.unpad.ac.id/jpk/article/vi
zooplankton pada musim timur di ew/3534
Perairan Pesisir Morella Maluku Purwandana, A., F. Purwangka, & Fahmi.
Tengah. J. Ilmu dan Teknologi 2013. Pemetaan distribusi dan
Kelautan Tropis, 7(1): 109-122. kelimpahan ikan di perairan
https://doi.org/10.29244/jitkt.v7i1 Kalimantan Selatan menggunakan

66 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Febrianti et al. (2022)

teknologi akustik. Buletin PSP, 21(2): Simrad. 2014. Simrad EK 15 multi purpose
229-236. scientific echo sounder. Kongsberg
https://journal.ipb.ac.id/index.php/bul Maritime AS. 312 p.
psp/article/view/25294 Suryanti, A., Sulistiono, I. Muchsin, & E.S.
Rodríguez-Sánchez, V., L. Encina-Encina, A. Kartamiharja. 2017. Habitat
Rodríguez-Ruiz, & R. Sánchez- pemijahan dan asuhan ikan bilih
Carmona. 2015. Horizontal target Mystacoleucus padangensis (Bleeker,
strength of Luciobarbus sp. in ex situ 1852) di Sungai Naborsahan, Danau
experiments: testing differences by Toba, Sumatera Utara. BAWAL, 9(1):
aspect angle, pulse length and beam 33-42.
position. Fisheries Research. 164: https://doi.org/10.15578/bawal.9.1.20
214-222. 17.33-42
https://doi.org/10.1016/j.fishres.2014. Triana. S. & D. Wiharyanto. 2016. Studi
11.020 kelimpahan meroplankton kepiting
Romare, P., S. Berg, T. Lauridsen, & E. Scylla sp. pada kondisi lingkungan
Jeppesen. 2003. Spatial and temporal perairan yang berbeda di wilayah
distribution of fish and zooplankton Barat Pesisir Kota Tarakan. J.
in a shallow lake. Freshwater Biology, Harpodon Borneo, 9(2): 158-170.
48(8): 1353–1362. https://doi.org/10.35334/harpodon.v9i
https://doi.org/10.1046/j.1365- 2.172
2427.2003.01081.x Üstün F, Bat L. & Mutlu E. 2018. Seasonal
Saito, T., I. Shimizu, J. Seki, & K. Nagasawa. variation and taxonomic composition
2009. Relationship between of mesozooplankton in the Southern
zooplankton abundance and the early Black Sea (off Sinop) between 2005
marine life history of juvenile chum and 2009. Turk J. Zool., 42(5): 541–
salmon Oncorhynchus keta in eastern 556.
Hokkaido, Japan. Fisheries Science, https://doi.org/10.3906/zoo-1801-13
75(2): 303-316. Warren, J.D., T.K. Stanton, D.E. McGehee,
https://doi.org/10.1007/s12562-008- & D. Chu. 2002. Effect of animal
0040-6 orientation on acoustic estimates of
Sidabutar, E.A., A. Sartimbula, & M. zooplankton properties. IEEE Journal
Handayani. 2019. Distribusi suhu, of Oceanic Engineering, 27(1): 130–
salinitas dan oksigen terlarut terhadap 138.
kedalaman di Perairan Teluk Prigi https://doi.org/10.1109/48.989899
Kabupaten Trenggalek. Journal of Warren, J.D., T.H. Leach, & C.E.
Fisheries and Marine Research, 3(1): Williamson. 2016. Measuring the
46-52. distribution, abundance, and
https://doi.org/10.21776/ub.jfmr.2019 biovolume of zooplankton in an
.003.01.6 oligotrophic freshwater lake with a
Simard, Y., D. Marcotte, & G. Bourgault. 710 kHz scientific echosounder.
1993. Exploration of geostatistical Limnol. Oceanogr Methods, 14(4):
method and estimating acoustic 231-244.
biomass of pelagic fish in the Gulf of https://doi.org/10.1002/lom3.10084
St. Lawrence: size of echo-integration Wickstead, J.H. 1965. An introduction to
unit and auxiliary environmental study of tropical plankton. London:
variables. Aquat. Living. Resour., Hutchinson and Co. 160 p.
6(3): 185-199. Widyarini, H., T.M.P. Niken, & Sulistiono.
https://doi.org/10.1051/alr:1993020 2017. Struktur komunitas

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(1): 47-68 67


Pengukuran Kelimpahan dan Sebaran Spasial Zooplankton Menggunakan . . .

zooplankton di Muara Sungai https://doi.org/10.29239/j.agrikan.10.


Majakerta dan Perairan Sekitarnya, 2.44-50
Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Yusuf, M., G. Handoyo, Muslim, S.Y.
Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Wulandari. & H. Setiyono. 2012.
Kelautan Tropis, 9(1): 91-103. Karakteristik pola arus dalam
https://doi.org/10.29244/jitkt.v9i1.179 kaitannya dengan kondisi kualitas
19 perairan dan kelimpahan fitoplankton
Yamaji, I. 1966. Illustration of the marine di Perairan Kawasan Taman Nasional
plankton of Japan. Tokyo: Hoikusha Laut Karimunjawa. Buletin
Publishing co. Ltd. 369 p. Oseanografi Marina, 1(5): 63-74.
Yuliana, Ahmad F. 2017. Komposisi Jenis https://doi.org/10.14710/buloma.v1i5.
dan Kelimpahan Zooplankton di 6918
Perairan Teluk Buli, Halmahera
Timur. J. Ilmiah agribisnis dan Submitted : 30 June 2021
Perikanan (agrikan UMMU-Ternate), Reviewed : 29 July 2021
10(2): 44-50. Accepted : 25 February 2022

FIGURE AND TABLE TITLES

Figure 1. Survey design, zooplankton sampling points and research oceanography in the
waters of the Northern Banyuasin Peninsula of Southern Sumatera.
Figure 2. Sphere ball calibration setting and acoustic data recording acquisition.
Figure 3. Average depth distribution oceanography parameters of salinity, temperature, pH,
DO in the waters of Northern Peninsula the Banyuasin Coast.
Figure 4. The map shows the distribution of current direction and velocity for depth: (a) 0.5
m;(b) 1.5 m; (c) 2.6 m; (d) 3.8meter; (e) 5.1 m; (f) 6.4 m; (g) 7.9 m; (h) 9.5 m in
the Northern Peninsula of Banyuasin.
Figure 5. Distribution of the average value of zooplankton abundance based on the depth
and time of observation in the waters of the Northern Peninsula Banyuasin.
Figure 6. The distribution of the depth zooplankton abundance for track and based on (a)
day; (b) night.
Figure 7. Zooplankton abundance hydroacoustic method distribution based on the depth
detected during the research in the day.
Figure 8. Zooplankton abundance hydroacoustic method distribution based on the depth
detected during the research in the night.
Figure 9. Spatial distribution zooplankton abundance for depth:(a) 1-2 m; (b) 2-3 m; (c) 3-4
m; (d) 4-5 m; (e) 5-6 m; (f) 6-7 m; (g) 7-8 m; (h) 8-9 m in the day time.
Figure 10. Spatial distribution zooplankton abundance for depth: (a) 1-2 m; (b) 2-3 m; (c) 3-
4 m; (d) 4-5 m; (e) 5-6 m; (f) 6-7 m; (g) 7-8 m in the night.
Table 1. Coordinate points of zooplankton and oceanographic sampling.
Table 2. Setting parameter SIMRAD EK-15.
Table 3. Total zooplankton abundance for genus using conventional methods.
Table 4. Results of the bivariet correlation zooplankton acoustics method to zooplankton
conventional method and oceanography parameter.

68 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt

You might also like