Professional Documents
Culture Documents
The Republic of Belarus Believes That Freedom of Coexistence Is An Absolute Right of The Human Being
The Republic of Belarus Believes That Freedom of Coexistence Is An Absolute Right of The Human Being
the human being. Having a safe, prosperous, and free from invaders are the dream
of every nation. However, many countries have not received the right to freedom,
one of which is the State of Palestine which has been occupied by Israel. Given the
UN statement regarding the declaration of the granting of independence to the
colonialized state and people, the Republic of Belarus firmly against colonialism, the
expulsion of the population, apartheid, genocide, racism, violence occurring in the
world, especially in the State of Palestine.
The political and humanitarian crisis occurring in the Republic of Belarus in the 2020
election resulted in protests leading to radicalism against the demonstrators. The
protests were caused by the changes of the constitution amended on November 24,
1996, namely additional of the President's term of office from 4 years to 7 years.
Aleksandr Lukashenko, a dictatorial leader, governing the Republic of Belarus for 26
years (from 1994 - now), wants to retain his term of office. This change violates the
Constitution of the Republic of Belarus and also eliminates the values of the state.
During the notoriously controversial reign of Aleksandr Lukashenko, his supporters
consider that his policies had saved Belarus from the worst consequences of post-
soviet capitalism. In reality, the policies only contributed 2% of the chances created.
Meantime, the opposition at home and abroad called him a dictator. Lukashenko's
domestic and foreign policies have prevented Belarus from joining the European
Council. In an interview in November 1995, Aleksandr Lukashenko created an
international controversy by claiming that Hitler's policies were not all wrong for
Germany. This statement implied that a similar form of authoritarian leadership could
benefit Belarus. This led to the rise of concern over the nation and state integrity,
and open up an opportunity for the Republic of Belarus to be colonized by other
nations considering that Belarus was a battlefield between Russia and America
which will trigger a European war.
Indonesian
Republik Belarus percaya bahwa kebebasan hidup berdampingan adalah hak mutlak
manusia. Memiliki tempat yang aman, sejahtera, dan bebas dari penjajah adalah
dambaan setiap bangsa. Namun banyak negara yang belum mendapatkan hak atas
kebebasan, salah satunya adalah Negara Palestina yang telah diduduki oleh Israel.
Mengingat pernyataan PBB mengenai deklarasi pemberian kemerdekaan kepada
negara dan rakyat yang dijajah, Republik Belarus dengan tegas menentang
penjajahan, pengusiran penduduk, apartheid, genosida, rasisme, kekerasan yang
terjadi di dunia, khususnya di Negara Bagian Palestina.
Krisis politik dan kemanusiaan yang terjadi di Republik Belarus pada Pemilu 2020
mengakibatkan protes yang mengarah pada radikalisme terhadap para demonstran.
Protes tersebut disebabkan oleh perubahan konstitusi yang diamandemen pada 24
November 1996, yaitu penambahan masa jabatan Presiden dari 4 tahun menjadi 7
tahun. Aleksandr Lukashenko, seorang pemimpin diktator, yang memerintah
Republik Belarus selama 26 tahun (dari 1994 - sekarang), ingin mempertahankan
masa jabatannya. Perubahan ini melanggar Konstitusi Republik Belarus dan juga
menghilangkan nilai-nilai negara. Selama pemerintahan Aleksandr Lukashenko yang
terkenal kontroversial, para pendukungnya menganggap bahwa kebijakannya telah
menyelamatkan Belarus dari konsekuensi terburuk kapitalisme pasca-soviet.
Padahal, kebijakan hanya menyumbang 2% dari peluang yang tercipta. Sementara
itu, oposisi di dalam dan luar negeri menyebut dia seorang diktator. Kebijakan dalam
dan luar negeri Lukashenko telah mencegah Belarus bergabung dengan Dewan
Eropa. Dalam sebuah wawancara pada November 1995, Aleksandr Lukashenko
menciptakan kontroversi internasional dengan mengklaim bahwa kebijakan Hitler
tidak semuanya buruk bagi Jerman. Pernyataan ini menyiratkan bahwa bentuk
kepemimpinan otoriter yang serupa dapat menguntungkan Belarus. Hal ini
menyebabkan timbulnya kepedulian terhadap keutuhan bangsa dan negara, serta
membuka peluang bagi Republik Belarus untuk dijajah oleh negara lain mengingat
Belarusia merupakan medan pertempuran antara Rusia dan Amerika yang akan
memicu perang Eropa.
Sejak 1947, Israel secara ilegal menduduki wilayah Negara Palestina termasuk
wilayah Syekh Jarrah. Ini adalah tindakan yang melanggar hukum menurut hukum
internasional. Pelanggaran hukum internasional perlu ditangani dengan cepat dan
perlu diberikan sanksi. Oleh karena itu, Republik Belarus menyatakan posisinya
berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Negara dan Orang Kolonial
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa:
1. Memaksa Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelesaikan pendudukan
Palestina oleh Israel.
2. Menolak perjanjian damai Oslo yang diyakini menguntungkan satu pihak,
yakni Israel.
3. Menolak Deklarasi Balfour dimaknai sebagai upaya mendukung
pembentukan Bangsa Yahudi. Menimbang bahwa pada tahun 2017,
pemerintah Inggris mengakui Deklarasi Balfour sebagai amanat untuk
melindungi hak-hak politik bangsa Palestina-Arab, dan mengembalikan
Negara Palestina sebagai negara merdeka dan bermartabat yang menjadi
rumah bagi orang Arab, Yahudi, Kristen yang memegang kewarganegaraan
Palestina berdasarkan keadilan dan kemanusiaan yang beradab, dan
persamaan hak.
4. Selanjutnya, delegasi Republik Belarus ingin terlibat dalam interaksi dan
komunikasi dengan negara-negara lain di kawasan Amerika dan Asia, serta
rekan-rekan mitra kita di Palestina, untuk mendukung kemungkinan solusi
yang diusulkan oleh Delegasi RI. Republik Belarus, untuk mengakhiri
kejahatan kolonialisme secepat mungkin.