You are on page 1of 12

PENGARUH PERBEDAAN PELARUT TERHADAP

PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


PADA EKSTRAK RIMPANG KENCUR
(Kaempferia galanga L.)
Yanah Sri1, Kusnadi2, Purgiyanti3
1,2
PoliTeknik Harapan Bersama Tegal, Jl. Mataram No.09 Kota Tegal Telp/Fax. (0283) 352000
3
Prodi DIII Farmasi, PoliTeknik Harapan Bersama Tegal, Indonesia
email: 1sriyanah342@gmail.com

Abstract

Kaempferia Galanga (Kaempferia galanga L.) is plant that belongs to the family zingiberaceae which is often
used in medicine. From several studies, Kaempferia Galanga contains secondary metabolites consisting of flavonoids,
polyphenols, tannins, kuinons, dan monoterpen/seskuiterpen.
This study aimed to determine the content of secondary metabolites contained in Kaempferia Galanga rhizome
extract based on Thin Layer Chromatography. Kaempferia Galanga rhizome extraction was done using maceration
method (1 : 7) b/v with 70% ethanol, ethyl acetate and hexane. Identification of Kaempferia Galanga rhizome powder
was carried out by macroscopic and microscopic test. Identification of secondary metabolites was carried out by
phytochemical screening and Thin Layer Chromatography.
The results of phytocemical screening obtained alkaloids compound, saponins and flavonoids in the 70%
ethanol solvent. Alkaloid and flavonoid compounds are interested in ethyl acetate solvents. Essential oil compounds are
intersted in n-hexane solvent. TLC test results show that alkaloid compounds contained in ethyl acetate extract. Saponin
compounds contained in 70% ethanol extract, ethyl acetate and n-hexane. Flavonoid compounds contained in ethyl
acetate extract and n-hexane extract. Essential oil compounds contained in ethyl acetate extract.

Keywords : Kaempferia Galanga Rhizome, Maceration, Phytocemical Screening, Thin Layer Chromatography
INTISARI

Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah tanaman yang termasuk famili Zingiberaceae yang sering digunakan
dalam pengobatan. Dari beberapa penelitian, kencur mengandung senyawa metabolit sekunder yang terdiri dari
flavonoid, polifenol, tanin, kuinon, dan monoterpen/seskueterpen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
ekstrak rimpang kencur berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis. Ekstraksi rimpang kencur dilakukan dengan
menggunakan metode maserasi (1 : 7) b/v dengan pelarut etanol 70%, etil asetat dan n-heksana. Identifikasi serbuk
rimpang kencur dilakukan dengan uji makroskopis dan uji mikroskopis. Identifikasi senyawa metabolit sekunder
dilakukan dengan skrining fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis.
Hasil skrining fitokimia diperoleh senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid tertarik dalam pelarut etanol 70%.
Senyawa alkaloid dan flavonoid tertarik dalam pelarut etil asetat. Senyawa minyak atsiri tertarik dalam pelarut n-
heksana. Hasil uji KLT menunjukan bahwa senyawa alkaloid terkandung dalam ekstrak etil asetat, senyawa saponin
terkandung dalam ekstrak etanol 70% ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana, senyawa flavonoid terkandung dalam
ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana, senyawa minyak atsiri terkandung dalam ekstrak etil asetat.

Kata kunci : Rimpang Kencur, Maserasi, Skrining Fitokimia, KLT


I. PENDAHULUAN kencur adalah pelarut polar (etanol 70%), pelarut semipolar
Semua makhluk hidup melakukan proses metabolisme, (Etil asetat) dan pelarut nonpolar (n-heksana). Penggunaan
yaitu pembentukan senyawa terutama metabolit primer. pelarut yang berbeda bertujuan untuk mengetahui senyawa
Selain itu, tanaman juga menghasilkan metabolit sekunder apa saja yang dapat tertarik pada masing-masing pelarut.
yang merupakan hasil metabolit primer yang mengalami Etanol merupakan pelarut universal yang memiliki gugus
reaksi yang spesifik sehingga dihasilkan senyawa-senyawa C2H5 yang bersifat nonpolar dan gugus OH yang bersifat
tertentu. Metabolit sekunder merupakan hasil metabolisme polar, sehingga pelarut etanol dapat menarik komponen
dari tumbuhan itu sendiri dan biasanya hanya ditemukan kimia yang bersifat polar maupun nonpolar. Selain itu, etanol
dalam organisme atau golongan-golongan organisme tertentu adalah pelarut yang aman dengan toksisitas rendah
saja, tidak semua tumbuhan memiliki kandungan senyawa dibandingkan dengan metanol, lebih selektif, etanol dapat
metabolit sekunder yang sama. bercampur dengan air dengan segala perbandingan, serta
Salah satu tumbuhan yang memiliki senyawa metabolit daya absorpsi yang baik (Sunyoto, 2010). Etil asetat
sekunder yaitu rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). merupakan pelarut semipolar yang aman, toksisitas rendah,
Rimpang kencur mengandung beberapa senyawa aktif. Hasil tidak higroskopis, dan mudah menguap sehingga dapat
penelitian (Hasanah et al., 2011) menginformasikan bahwa melarutkan senyawa yang bersifat semipolar sedangkan n-
hasil skrining fitokimia ekstrak etanol rimpang kencur heksana adalah pelarut nonpolar yang bersifat inert (tidak
terdeteksi mengandung senyawa golongan flavonoid, bereaksi dengan bahan lain), pelarut yang aman, mudah
polifenol, tanin, kuinon, dan monoterpen/seskueterpen. menguap serta murah (Romandanu, 2014).
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa metabolit sekunder Pemisahan senyawa aktif dalam ekstrak rimpang kencur
yang terdapat pada kencur antara lain alkaloid, saponin, dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
flavonoid, steroid dan kuinon (Fitriyani, 2011). Menurut (KLT). Kromatografi Lapis Tipis merupakan cara sederhana
(Helmisari RD, Winarsih S, R. A, 2012) kandungan zat aktif untuk pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan distribusi
dalam rimpang kencur berupa flavonoid, tanin, sineol dan fase diam dan fase gerak sehingga akan didapatkan senyawa
saponin. Kencur sudah di kenal luas masyarakat sebagai aktif (Latifah, 2015). Metode pemisahan jenis ini memiliki
bumbu masakan atau untuk pengobatan diantaranya batuk, kelebihan karena selain menggunakan alat dan bahan yang
mual, bengkak, bisul, dan antioksidan. Selain itu, minuman sederhana, cara ini juga hanya memerlukan jumlah cuplikan
beras kencur juga berkhasiat untuk menambah daya tahan atau sampel yang sangat sedikit serta waktu yang diperlukan
tubuh, menghilangkan masuk angin, dan kelelahan (Latifah, pun cukup singkat (Sunyoto, 2010). Deteksi senyawa pada
2015). uji Kromatografi Lapis Tipis dapat dilakukan dengan
Salah satu upaya untuk memperoleh kandungan senyawa pemeriksaan dibawah sinar UV dengan panjang gelombang
metabolit sekunder dalam tanaman dapat dilakukan dengan 254 nm dan 366 nm. Pada plat Kromatografi Lapis Tipis,
cara ekstraksi yaitu maserasi. Keuntungan dari metode identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada
maserasi adalah dapat mengekstrak jaringan tanaman yang perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf standar (Wulandari,
belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan 2011).
bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti tertarik
tersebut dapat dihindari. Selain itu juga metode maserasi
untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH
merupakan salah satu metode ekstraksi yang paling
PERBEDAAN PELARUT TERHADAP PROFIL
sederhana baik alat yang digunakan maupun cara
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PADA EKSTRAK
pengerjaannya. Metode ekstraksi sangat bergantung pada
RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.).
tingkat kepolaran dari senyawa yang akan diekstrak. Suatu
senyawa menunjukan tingkat kelarutan yang berbeda-beda II. METODOLOGI PENELITIAN
dalam pelarut yang berbeda pula. Keberhasilan dari proses Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ekstraksi tergantung pada pemilihan pelarut yang digunakan eksperimen yang menggunakan metode skrining fitokimia
(Fath, 2016). dan Kromatografi Lapis Tipis pada masing-masing ekstrak.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak rimpang
Pembuatan Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia aseat dan jika masih maka perlu diupkan kembali
galanga L.) (Wulandari, 2017).
Rimpang kencur yang didapat dilakukan sortasi basah 3. Uji Bebas N-Heksana
kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Uji bebas n-heksana dilakukan dengan cara 2 tetes
Selanjutnya diiris atau dirajang tipis-tipis dengan ketebalaan ekstrak dimasukkan ke dalam tabung lalu dibakar.
±3 mm. Lalu menimbang rimpang kencur sebanyak 4.000 Mengamati api dan asap yang terbentuk yaitu jika tidak
gram dan dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung menghasilkan api dan asap maka ekstrak sudah terbebas dari
dengan ditutup 10%. Setelah kering rimpang kencur di n-heksana dan jika menghasilkan api dan asap maka ekstrak
sortasi kering kemudian diblender hingga menjadi serbuk. perlu diuapkan kembali (Wulandari, 2017).
Ekstraksi rimpang kencur dilakukan dengan metode
Maserasi pada suhu ruang (15-30°C) dengan menggunakan Uji Skrining Fitokimia
tiga pelarut yang berbeda kepolarannya, yaitu etanol 70%, 1. Uji Alkaloid
etil asetat dan n-heksana. Perbandingan antara sampel dan Sampel dibagi menjadi 2, masukan 3 tetes sampel dalam
pelarut yang digunakan adalah 1 : 7 Serbuk rimpang kencur kaca arloji, kaca arloji I ditambahkan 3 tetes pereaki mayer
ditimbang masing-masing sebanyak 100 gram kemudian sedangkan kaca arloji II ditambahkan 3 tetes pereaksi
masukkan ke dalam masing-masing maserator lalu bouchardat. Jika dengan mayer terbentuk endapan
tambahkan pelarut berupa etanol 70%, etil asetat dan n- menggumpal berwarna putih atau kuning dan dengan
heksana masing-masing 700 ml. Simplisia direndam dalam bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam,
maserator atau wadah yang telah dilapisi lakban hitam maka kemungkinan terdapat alkaloid (DepKes RI, 1977).
selama 5 hari pada tempat yang terhindar dari cahaya dengan 2. Uji Saponin
dilakukan pengadukan setiap hari selama ± 5 menit. Setelah 5 Sampel sebanyak 0,5g dimasukkan dalam tabung
hari, kemudian disaring menggunakan kain flanel. Masukkan reaksi, tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian
ekstrak ke dalam cawan uap dan diuapkan dengan kocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang
menggunakan waterbath pada suhu 60 °C hingga diperoleh mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1-10 cm.
ekstrak kental. Menguji ekstrak dengan uji bebas etanol 70%, Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N, buih tidak hilang
etil asetat dan n-heksana. Lalu menimbang dan menghitung (DepKes RI, 1977).
rendemen tiap ekstrak. 3. Uji Flavonoid
Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung
Uji Bebas Pelarut Etanol 70 %, Etil Asetat dan N- reaksi, tambahkan 1 ml etanol 95% P, tambahkan 0,1 g
Heksana serbuk magnesium P dan 10 tetes asam klorida P, jika terjadi
1. Uji Bebas Etanol 70 % warna merah jingga sampai merah ungu menunjukan adanya
Uji bebas etanol dilakukan dengan menggunakan pereaksi flavonoid, jika terjadi warna kuning jingga menunjukan
H2SO4 pekat dan asam asetat dengan cara 2 tetes ekstrak adanya flavon, kalkon dan auron (DepKes RI, 1977).
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian 4. Uji Tanin
menambahakan 2 tetes H2SO4 pekat dan 2 tetes asam asetat Sampel sebanyak 2 ml dimasukkan dalam tabung reaksi,
lalu panaskan. Mengamati perubahan bau yaitu jika tidak ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Tanda positif tanin
berbau ester maka ekstrak sudah terbebas dari etanol dan jika jika terbentuk warna hijau gelap/biru (Yuda, dkk., 2017).
masih berbau maka ekstrak belum bebas etanol sehingga 5. Uji Minyak Atsiri
perlu diuapkan kembali (Wulandari, 2017). Mengambil sedikit sampel lalu ditaruh di atas kaca objek,
2. Uji Bebas Etil Asetat tambahkan 2 tetes sudan III dan 2 tetes etanol90% P. Jika
Uji bebas etil asetat dilakukan dengan mengguanakn berwarna jingga menandakan adanya minyak atsiri (DepKes
pereaksi NaOH, asam asetat dan H2SO4. Caranya dengan RI, 1977).
mengambil 2 tetes ekstrak dimasukkan ke dalam tabung 6. Uji Glikosida
reaksi, kemudian menambahkan 2 ml NaOH, 2 ml asam Sampel sebanyak 0,1 ml dimasukan dalam tabung reaksi,
asetat dan 2 ml H2SO4. Mengamati perubahan bau yaitu jika ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrat P, tambahkan 10 tetes
tidak berbau etil asetat maka ekstrak sudah terbebas dari etil
asam sulfat P, terjadi warna biru/hijau, menunjukan adanya Rimpang kencur yang telah dirajang kemudian
glikosida (reaksi Lieberman-Burchard) (DepKes RI, 1977). dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari tidak langsung dengan di tutup
Uji Kromatografi Lapis Tipis kain hitam. Penggunaan kain hitam dikarenakan kain hitam
Setelah pengujian skrining fitokimia selanjutnya menyerap panas serta bertujuan untuk menghindari
dilakukan uji KLT ekstrak kencur. Plat KLT yang akan kerusakan komponen-komponen senyawa dalam bahan
digunakan dioven terlebih dahulu selama 3 menit pada suhu (Wulandari, 2017). Proses pengeringan dilakukan ± selama 6
45°C untuk mengurangi kadar air dalam plat KLT. hari dan dihasilkan simplisia kering sebanyak 314,53 gram
Selanjutnya plat KLT yang sudah dioven diberi garis batas dari berat awal simplisia segar sebanyak 4.000 gram.Setelah
atas dan garis batas bawah masing-masing 1 cm. Kemudian dilakukan perhitungan dapat diketahui prosentase berat
membuat fase gerak dengan menggunakan beberapa eluen kering terhadap berat basah rimpang sebesar 12,72 %. Kadar
lalu dimasukan ke dalam chamber dan dijenuhkan dengan air ini melebihi dari batas kadar air yang ditentukan yaitu ≤
kertas saring sebagai tanda fase gerak yang dibuat sudah 10% (DepKes RI, 2008), tetapi dalam hal ini, kadar air dalam
jenuh atau belum. Selanjutnya ekstrak ditotolkan pada garis rimpang cukup aman. Ada beberapa faktor yang
batas bawah plat KLT lapis silika gel dengan menggunakan mempengaruhi proses pengeringan seperti waktu
pipa kapiler, kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam pengeringan, suhu, kelembaban udara, luas permukaan bahan
chamber yang berisi fase gerak yang telah dijenuhkan. dan sirkulasi udara (KemenKes RI, 2015). Rimpang kencur
Menunggu hingga eluen naik sampai garis batas atas plat selanjutnya disortasi kering untuk memisahkan bahan-bahan
KLT. Mengangkat plat KLT dan kering anginkan. Noda- yang belum kering seutuhnya dan bahan asing yang mungkin
noda yang terbentuk pada plat silika gel kemudian diamati terbawa. Setelah itu rimpang kencur diblender hingga
dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan menjadi serbuk halus untuk kemudian dilakukan proses
366 nm. Kemudian amati masing-masing noda yang berikutnya. Serbuk rimpang kencur yang telah diperoleh
terbentuk. Pengamatan noda meliputi jumlah noda, warna selanjutnya dilakukan identifikasi serbuk dengan uji
noda dan penghitungan nilai Rf dan hRf noda serta makroskopis dan uji mikroskopis sebelum dilakukan
membandingkan dengan nilai Rf dan hRf standar teoritis ekstraksi. Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah sampel
(Fath, 2016). yang digunakan benar-benar serbuk rimpang kencur atau
tidak. Identifikasi makroskopis rimpang kencur dilakukan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dengan pengamatan secara langsung. Tujuannya untuk
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui senyawa mengetahui karakteristik dari rimpang kencur yang meliputi
metabolit sekunder apa sajakah yang terkandung dalam bentuk, bau, warna dan rasa. Hasil identifikasi makroskopis
masing-masimg pelarut dan senyawa metabolit sekunder apa rimpang kencur dapat dilihat pada tabel 4.1.
sajakah yang paling mendekati standar pada masing-masing
ekstrak berdasarkan profil Kromatografi Lapis Tipis. Dalam Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Serbuk Rimpang Kencur
Secara Makroskopis
penelitian ini, langkah awal yang dilakukan adalah penyiapan
sampel. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Literatur
rimpang kencur yang memiliki kualitas cukup baik (tidak Gambar Serbuk Pengujian Hasil
Rimpang Kencur Makroskopis (DepKes Pengamatan
busuk) yang di peroleh dari Pasar Brebes. Rimpang kencur RI, 1977)
disortasi basah untuk memisahkan kotoran atau benda asing
serta bagian tanaman lain yang tidak diinginkan. Setelah itu, Bentuk Serbuk Serbuk

rimpang dicuci dengan air mengalir dengan menggunakan Khas Khas


Bau
jenis air sumur, penggunaan air sumur karena air sumur aromatik aromatik
mudah didapat. Proses perajangan pada rimpang jangan
Putih
terlalu tipis yaitu ± 3 mm, agar kandungan zat aktif yang kecoklatan Putih
Warna
mudah menguap seperti minyak atsiri tidak berkurang atau sampai kecoklatan
menghilang sehingga tidak mempengaruhi komposisi, bau coklat
dan rasa simplisia (KemenKes RI, 2015).
Pedas, Pedas,
Rasa hangat,agak hangat,agak
Periderm
pahit pahit
dengan
Setelah uji makroskopis selanjutnya uji mikroskopik parenkim +
serbuk rimpang kencur dengan menggunakan mikroskop. Uji
ini bertujuan untuk mengetahui fragmen-fragmen yang ada di
dalam rimpang kencur. Fragmen-fragmen tersebut meliputi
periderm, parenkim, pembuluh kayu dengan penebalan
spiral, parenkim dan sel minyak, parenkim dan periderm Butir pati
serta butir pati (DepKes RI, 1977). Hasil identifikasi +
mikroskopis serbuk rimpang kencur dapat dilihat pada tabel
4.2.
Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan metode
Tabel 4.2 Hasil identifikasi serbuk rimpang kencur maserasi. Pelarut yang digunakan dalam metode maserasi
secara mikroskopis yaitu etanol 70% (polar), etil asetat (semi polar) dan n-
heksana (nonpolar) dengan perbandingan sampel dan pelarut
Literatur 1 : 7 (b/v) (Marjoni, 2016). Maserasi digunakan karena
Gambar Nama
(DepKes RI, Hasil sederhana, relatif murah, dan terjadi kontak antara sampel
pengamatan fragmen
1977) dengan pelarut yang cukup lama memudahkan pelarut untuk
mengikat senyawa yang ada pada sampel serta dapat
menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan
Periderm + panas (Latifah, 2015).
Penggunaan etanol sebagai pelarut karena memiliki
rumus molekul C2H5OH, dimana C2H5 merupakan gugus
yang bersifat nonpolar dan OH merupakan gugus yang
bersifat polar, sehingga pelarut etanol dapat menarik
Parenkim + kandungan kimia yang bersifat polar maupun non polar
(Mahatriny, 2013). Selain itu, pelarut etanol paling banyak
digunakan dan lebih aman, memiliki toksisitas lebih rendah
dibandingkan metanol, serta daya absorbsi yang baik (Fath,
Pembuluh
2016). Etil asetat merupakan pelarut dengan toksisitas
kayu
rendah yang bersifat semi polar sehingga diharapkan
dengan +
dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun
penebalan
nonpolar (Akbar, 2010). Senyawa ini berwujud cairan tak
spiral
berwarna, memiliki aroma khas dan mudah menguap
sedangkan n-heksana adalah jenis pelarut nonpolar yang
murah, relatif aman, secara umum tidak reaktif dan
Parenkim
mudah diuapkan.
dan sel +
Proses maserasi dilakukan dengan cara menimbang
minyak
serbuk rimpang kencur masing-masing 100 gram, masukan
serbuk ke dalam masing-masing maserator lalu tambahkna
masing-masing pelarut yaitu pelarut polar (etanol 70%),
pelarut semipolar (etil asetat) dan pelarut nonpolar (n-
heksana) masing-masing 700 ml. Selanjutnya dimaserasi
selama 5 hari. Umumnya maserasi berlangsung selama 3-5
hari, dipilih 5 hari karena pada waktu 5 hari sudah terjadi
keseimbangan konsentrasi dalam bahan dan diharapkan
semakin lama proses maserasi, semakin banyak senyawa asetat sebesar 7 gram dan ekstrak terendah dihasilkan oleh
metabolit sekunder yang diperoleh. Kemudian lakukan pelarut n-heksana sebesar 2,59 gram. Nilai rendemen ekstrak
pengadukan selama ± 5 menit setiap harinya. Proses menggunakan pelarut etanol 70%, etil asetat dan n-heksana
pengadukan akan menjamin keseimbangan konsentrasi berturut turut yaitu 26,16%, 7,06% dan 2,61%. Berikut tabel
sampel lebih cepat, tanpa pengadukan akan mengakibatkan hasil ekstrak rimpang kencur.
berkurangnya perpindahan senyawa metabolit sekunder yang
Tabel 4.6 Hasil Ekstrak Rimpang Kencur
diekstrak (Marjoni, 2016). Setelah itu, saring dengan
menggunakan kain flanel dan masukan ke dalam beaker Gambar Hasil Berat
glass. Proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan Pelarut Rendemen
Ekstrak Pengamatan Ekstrak
ekstrak cair yang mengandung senyawa dengan ampas
sampel. Lalu ekstrak cair yang didapatkan diuapkan Bentuk :
menggunakan waterbath pada suhu 60°C. Penguapan dengan Ekstrak
waterbath keuntungannya suhu dapat diatur dan konstan. kental
Penggunaan suhu 60°C karena dilihat dari pelarut yang
Etanol Warna : 25,92
digunakan dimana dari ketiga pelarut memiliki titik didih 26,16%
70% coklat gram
yang hampir sama yaitu etanol (78,4), etil asetat (77,1) dan n-
heksana (68,7). Kemudian dilakukan uji bebas etanol 70%, Bau : khas
bebas etil asetat dan bebas n-heksana untuk mengetahui rimpang
apakah ekstrak masih mengandung pelarut atu tidak yang kencur
dibuktikan dengan mengamati perubahan yang terjadi setelah
dilakukan perlakuan. Hasil dari pengujian bebas etanol 70%, Bentuk :
bebas etil asetat dan bebas n- heksana dapat dilihat pada tabel Ekstrak
4.4. kental

Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Bebas Etanol 70%, Etil Warna :


Etil
Asetat, N-Heksana pada Ekstrak Rimpang Kencur coklat 7 gram 7,06%
asetat
kehitaman
Identifikasi Hasil Literatur Bau : khas
rimpang
kencur
Tidak berbau
Bebas Tidak berbau ester Bentuk :
ester
Etanol 70% Ekstrak
(Wulandari, 2017)
(+) kering

N- Warna : 2,59
2,61%
Tidak berbau heksana coklat gram
Bebas Etil ester Tidak berbau ester
Bau : khas
Asetat (Wulandari, 2017)
(+) rimpang
kencur
Tidak
Tidak Berdasarkan tabel di atas, rendemen ekstrak masing-
Bebas N- menghasilkan api
menghasilkan api masing pelarut menghasilkan nilai yang cukup berbeda. Hal
Heksana dan asap
dan asap (+) ini karena perbedaan jenis pelarut mempengaruhi jumlah
(Wulandari, 2017)
ekstrak yang dihasilkan, ekstrak dengan menggunakan
Hasil ekstrak tertinggi didapatkan pada ekstrak etanol pelarut etanol (polar) memiliki rendemen paling tinggi diikuti
70% yaitu sebesar, 25,92 gram. ekstrak dengan pelarut etil rendemen ekstrak menggunakan pelarut etil asetat
(semipolar) dan rendemen ekstrak dengan menggunakan tetap(DepKes RI
pelarut n-heksana (nonpolar).Etanol memiliki gugus polar 1977)

yang lebih kuat daripada gugus nonpolar, hal ini dapat Merah jingga -
terlihat dari struktur kimia etanol yang mengandung gugus merah ungu dan
hidroksil (polar) dan gugus karbon (nonpolar)(Ukhty, 2011). Flavonoid + + + - kuning jingga
Rendemen pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan (DepKes RI
1977)
dengan pelarut etanol 70% namun lebih besar dari pelarut n-
heksana, hal ini diduga adanya gugus metoksi yang terdapat Hijau
pada struktur kimia etil asetat. Adanya gugus metoksi Tanin - - - - gelap/biru(Yuda,
dkk., 2017)
tersebut yang menyebabkan etil asetat dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan senyawa yang terdapat pada sampel. Minyak Jingga (DepKes
+ - - + RI 1977)
Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat lebih Atsiri
lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang terbentuk Biru /
pada pelarut etanol sehingga mempengaruhi hasil rendemen Glikosida - - - - hijau(DepKes RI
dari pelarut etil asetat yang lebih sedikit. Nilai rendemen 1977)
terkecil terdapat pada ekstrak terlarut n-heksana, hal ini
menunjukan bahwa senyawa aktif yang bersifat nonpolar Keterangan : + : Mengandung senyawa
pada sampel rimpang kencur jumlahnya sedikit (Romandanu, - : Tidak mengandung senyawa
2014).Hasil ini mirip dengan penelitian (Romandanu, 2014) Berdasarkan hasil skrining fitokimia dapat diketahui
yaitu rendemen ekstrak bunga lotus (Nelumbo nucifera) pada bahwa pada serbuk rimpang kencur positif mengandung
ekstrak metanol dihasilkan rendemen sebesar 0,708%, alkaloid, saponin, flavonoid, dan minyak atsiri. Ekstrak
ekstrak etil asetat sebesar 0,286% dan ekstrak n-heksana etanol 70% positif mengandung alkaloid, saponin dan
sebesar 0,108%. flavonoid. Ekstrak etil asetat positif mengandung alkaloid
Ekstrak rimpang kencur yang didapatkan selanjutnya dan flavonoid. Ekstrak n-heksana positif mengandung
dilakukan skrining fitokimia. Skrining fitokimia adalah tahap minyak atsiri.
pendahuluan dalam pengujian fitokimia. Pendekatan skrining
fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dengan 1. Alkaloid
pengujian warna menggunakan suatu pereaksi warna. Pada Hasil positif dari uji alkaloid adalah pada penambahan
penelitian ini senyawa metabolit sekunder yang di reagen mayer terbentuk endapan putih-kekuningan
identifikasi meliputi alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, sedangkan pada penambahan reagen bouchardat terbentuk
minyak atsiri dan glikosida. Hasil uji skrining fitokimia tiap endapan coklat-kehitaman. Hasil uji alkaloid dapat dilihat
ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.6 pada gambar 4.1

Tabel 4.7 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Rimpang


Kencur

Ekstrak Pelarut
Golongan
Serbuk Hasil Positif
Senyawa Etanol Etil N-
70 % Asetat Heksana Simplisia Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana
Gambar 4.1 Hasil Uji Alkaloid
- (endapan
Alkaloid putih-kuning) Berdasarkan hasil identifikasi, senyawa alkaloid ditemukan
-mayer
pada simplisia, ekstrak etanol 70% dan ekstrak etil asetat.
+ + + - - (endapan
Pada penambahan reagen mayer terbentuk endapan putih
coklat-hitam)
- pada serbuk rimpang kencur, terbentuk endapan kuning pada
+ + + - (DepKes RI
bouchardat
1977) ekstrak etanol 70%, dan terbentuk endapan kuning pada
ekstrak etil asetat. Pada penambahan reagen bouchardat
Saponin + + - -
Terbentuk buih terbentuk endapan hitam pada serbuk rimpang kencur,
terbentuk endapan hitam pada ekstrak etanol 70%, dan 3. Flavonoid
terbentuk endapan coklat pada ekstrak etil asetat.Alkaloid
Hasil positif dari uji flavonoid adalah terjadi warna merah
dalam tumbuhan umumnya berbentuk garam dan bersifat
jingga sampai merah ungu, menunjukan adanya flavonoid.
larut dalam pelarut polar etanol dan air (Hanani, 2016).
Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukan adanya flavon,
Sedangkan menurut (Simaremare, 2014) alkaloid
kalkon dan auron. Hasil uji flavonoid dapat dilihat pada
mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistem
gambar 4.3
sikliknyaserta mengandung substituen yang bervariasi seperti
gugus amina, amida, fenol dan metoksi sehingga bersifat
semipolar. Oleh karena itu, senyawa alkaloid dapat tertarik
dalam pelarut etanol 70% dan etil asetat. Endapan yang
terbentuk dalam uji alkaloid karena adanya pembentukan
senyawa kompleks antara ion logam dari reagen dengan
senyawa alkaloid(Latifah, 2015). Pengujian alkaloid
Simplisia Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana
dilakukan dengan 2 pereaksi yang berbeda karena menurut
Gambar 4.3 Hasil Uji Flavonoid
(Marjoni, 2016) menyatakan apabila terdapat endapan paling
sedikit dengan 2 atau 3 pengujian, maka simplisia dinyatakan Berdasarkan hasil identifikasi, flavonoid terdapat dalam
positif mengandung alkaloid. serbuk rimpang kencur ditandai warna kekuningan, ekstrak
etanol ditandai warna merah jingga dan ekstrak etil asetat
2. Saponin
ditandai warna kuning jingga. Umumnya flavonoid
Hasil positif dari uji saponin adalah terbentuknya busa ditemukan berikatan dengan gula membentuk glikosida yang
yang stabil setelah penambahan HCl 2N. Hasil uji saponin menyebabkan senyawa ini mudah larut dalam pelarut polar
dapat dilihat pada gambar 4.2 seperti metanol, etanol (Hanani, 2016). Selain itu, flavonoid
memiliki gugus gula yang menyebabkan flavonoid bersifat
polar, flavonoid lebih efisien dalam menarik komponen polar
hingga semipolar (Simaremare, 2014). Oleh karena itu,
senyawa flavonoid dapat tertarik dalam pelarut etanol 70%
dan etil asetat. Pada uji flavonoid ditambahkan etanol 95%
tujuannya untuk menarik aglikon dari senyawa flavonoid,
Simplisia Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana dimana flavonoid dihidrolisa dengan HCl P menjadi glikon
Gambar 4.2 Hasil Uji Saponin (Wulandari, 2017). Penambahan HCl pekat dalam uji
flavonoid digunakan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi
Berdasarkan hasil identifikasi, saponin hanya ditemukan aglikonnya, yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil
pada serbuk rimpang kencur dan ekstrak etanol 70%. akan tergantikan oleh H+ dari asam karena sifatnya yang
Menurut (Simaremare, 2014) saponin merupakan glikosida elektrofilik. Sedangkan penambahan logam Mg untuk
triterpen yang memiliki sifat cenderung polar karena ikatan mereduksi inti benzopiron yang terdapat dalam struktur
glikosidanya, sehingga saponin dapat tertarik dalam pelarut flavonoid sehingga terbentuk garam flavilium berwarna
etanol yang bersifat polar. Busa yang ditimbulkan saponin merah atau jingga (Khotimah, 2016).
dikarenakan adanya kombinasi struktur senyawa
4. Tanin
penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai
samping polar yang larut dalam air (Khotimah, 2016). Hasil positif dari uji tanin adalah terbentuknya warna
Penambahan HCl 2N pada uji saponin bertujuan untuk hijau gelap/biru setelah penambahan FeCl3. Hasil uji tanin
menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan dapat dilihat pada gambar 4.4
lebih stabil dan buih yang terbentuk menjadi stabil
(Simaremare, 2014).
diharapkan dapat mengidentifikasi senyawa nonpolar seperti
minyak atsiri.

6. Glikosida

Hasil positif dari uji glikosida adalah terbentuknya warna


Simplisia Etanol 70 Etil Asetat N-Heksana
biru atau hijau setelah penambahan asam asetat anhidrat dan
Gambar 4.4 Hasil Uji Tanin
asam sulfat pekat. Hasil uji glikosida dapat dilihat pada tabel
Berdasarkan hasil identifikasi, senyawa tanin tidak terdapat
4.6
pada semua sampel. Uji fitokimia dengan menggunakan
FeCl3digunakan untuk menentukan apakah sampel
mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan
dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah
ditambahkan dengan FeCl3, tetapi pada sampel ini tidak
ditemukan senyawa tanin setelah penambahan FeCl3yaitu Simplisia Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana
tidak terjadi perubahan warna dimungkinkan tidak adanya Gambar 4.6 Hasil Uji Glikosida
gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin (Simaremare, Berdasarkan hasil identifikasi, senyawa glikosida tidak
2014). terdapat pada semua sampel.Hasil uji glikosida pada sampel
terbentuk warna coklat. Penambahan pelarut asam asetat
5. Minyak Atsiri
anhidrat dan H2SO4 P akan menyebabkan reaksi antara
Hasil positif dari uji minyak atsiri adalah terbentuknya senyawa glikosida dan keduanya yang menimbulkan
warna jingga setelah penambahan sudan III dan etanol 90%. perubahan warna. Senyawa akan mengalami dehidrasi
Hasil uji minyak atsiri dapat dilihat pada gambar 4.5 dengan penambahan asam kuat dan membentuk garam
dengan menghasilkan perubahan warna menjadi biru atau
hijau (Tanaya, 2015). Tetapi dalam hal ini sampel tidak
mengandung senyawa glikosida dibuktikan dengan tidak
terjadinya perubahan warna menjadi hijau atau biru. Pada
penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa kandungan
rimpang kencur berupa flavonoid, tanin, sineol dan saponin
Simplisia Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana (Helmisari RD, Winarsih S, R. A, 2012), tidak terdapat
Gambar 4.5 Hasil Uji Minyak Atsiri senyawa glikosida.
Pada penelitian ini dapat dilihat perbedaan jenis pelarut
Berdasarkan hasil identifikasi, senyawa minyak atsiri hanya
menghasilkan perbedaan jenis senyawa metabolit sekunder
terdapat dalam serbuk rimpang kencur dan ekstrak n-
yang didapat. Perbedaan ini dipengaruhi beberapa faktor
heksana. N-heksana adalah salah satu jenis pelarut nonpolar
seperti faktor biologi dan faktor kimia. Faktor biologi
dan pelarut nonpolar dapat mengekstrak senyawa kimia
meliputi spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu
seperti lilin, lipid, dan minyak yang mudah menguap
pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan
(Khotimah, 2016). Sedangkan etanol 70% dan etil asetat
dan bagian yang digunakan. Sedangkan faktor kimia yaitu
adalah pelarut polar dan semipolar sehingga tidak
faktor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan, kadar total
teridentifikasi senyawa minyak atsiri. Hal ini sesuai Prinsip
rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode
dari ekstraksi adalah mengekstrak senyawa aktif yang dapat
ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran,
larut dalam pelarut berdasarkan tingkat kepolaran masing-
kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan
masing pelarutnya (like dissolves like). Penambahan sudan
dalam ekstraksi, kandungan pestisida) (Khoirani, 2013).
III pada uji minyak atsiri karena sudan III merupakan pelarut
Hasil positif dari uji skrining fitokimia kemudian
berwarna merah yang larut dalam minyak dan digunakan
dilanjutkan pemisahan senyawa dengan cara Kromatografi
untuk menunjukan apakah bahan mengandung minyak atau
Lapis Tipis. Kromatografi Lapis Tipis adalah salah satu
tidak sedangkan penggunaan etanol 90% karena etanol
analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi
memiliki gugus C2H5yang bersifatnonpolar sehingga
dengan memisahkan senyawa atau komponen senyawa sinar UV (L. Wulandari, 2011). Identifikasi senyawa dengan
berdasarkan tingkat kepolarannya. Fase diam yang digunakan cara Kromatografi Lapis Tipis meliputi uji alkaloid, saponin,
adalah plat silika gel yang bersifat polar yang terlebih dahulu flavonoid dan minyak atsiri.
dilakukan aktivasi/dioven pada suhu 45°C selama 3 menit. 1. Pemisahan senyawa alkaloid pada ekstrak
Tujuannya untuk menghilangkan kelembaban air atmosfer Pemisahan senyawa alkaloid pada ekstrak rimpang
(air yang terserap oleh plat akibat tekanan udara) yang kencur menggunakan eluen kloroform : metanol (9 : 1).
terabsorpsi dalam plat, sehingga tidak akan ada senyawa Eluen ini mampu menghasilkan 1 noda ekstrak etanol 70%, 4
yang melekat (L. Wulandari, 2011). Sedangkan fase gerak noda ekstrak etil asetat dan 1 noda ekstrak n-heksana di
yang digunakan berbeda-beda tergantung golongan senyawa. bawah sinar UV 366 nm. Noda pada ekstrak tanpa penampak
Pada senyawa alkaloid menggunakan campuran noda.
kloroform : metanol (9:1), senyawa saponin menggunakan Campuran eluen kloroform : metanol (9 : 1) memiliki
campuran kloroform : metanol : air (3:7:2), senyawa sifat kepolaran yang berbeda, di mana kloroform bersifat
flavonoid menggunakan campuran n-butanol : asam asetat : semipolar dengan konstanta dielektrikum (4,81) dan metanol
air (4:1:5), senyawa tanin menggunakan campuran n-heksana bersifat polar memiliki konstanta dielektrikum (33,60).
: etil asetat (6:4), dan senyawa minyak atsiri menggunakan Namun, karena jumlah perbandingan eluen kloroform lebih
campuran benzena : kloroform (1:1). Pemilihan eluen-eluen besar, maka campuran eluen ini cenderung bersifat
tersebut didasarkan pada sifat kelarutan komponen atau semipolar. Hasil pemisahan menunjukan jumlah noda yang
senyawa terhadap pelarut yang digunakan. Fase gerak atau berbeda dengan harga Rf berturut-turut yaitu pada ekstrak
eluen yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi etanol 70% (0,47), ekstrak etil asetat (0,63), (0,71), (0,80),
senyawa-senyawa yang adsorpsinya kuat, sedangkan fase (0,94) dan pada ekstrak n-heksana (0,92). Noda pada ekstrak
gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi etanol 70% lebih berdistribusi pada fase diamnya karena
senyawa yang adsorpsinya lemah (Fath, 2016). memiliki harga Rf rendah sehingga bersifat polar. Sedangkan
Bejana yang akan digunakan dijenuhkan terlebih, karena pada ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana memiliki harga
biasanya eluen terdiri dari pelarut dengan titik didih rendah Rf yang tinggi sehingga lebih terdistribusi ke fase geraknya.
dan sangat mudah menguap yang dapat menyebabkan Berdasarkan data di atas, harga Rf yang paling mendekati
terjadinya efek tepi dan melengkungnya bentuk garis depan standar terdapat pada ekstrak etil asetat yaitu pada noda ke 1
eluen. Hal ini karena penguapan tidak hanya terjadi dari atas dan noda ke 2, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa
ke bawah tapi juga dari samping tepi chamber ke tengah alkaloid terkandungdalam ekstrak etil asetat.Hal ini karena
chamber. Efek ini dapat diatasi dengan membuat chamber alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari sitem
jenuh yaitu dengan kertas saring. Kondisi jenuh yaitu ketika sikliknya serta mengandung substituen yang bervariasi
uap eluen memenuhi ruangan dalam chamber ditandai seperti gugus amina, amida, fenol dan metoksi sehingga
dengan mencapainya eluen pada kertas saring hingga ke bersifat semipolar (Simaremare, 2014) dan teridentifikasi
tutup chamber. Kejenuhan biasanya dicapai 5-15 menit tetapi dalam pelarut etil asetat.
tergantung pelarutnya juga (L. Wulandari, 2011). Setelah
bejana jenuh, kemudian masukan plat KLT yang sudah 2. Pemisahan senyawa saponin pada ekstrak
ditotoli sampel dan tutup rapat, tunggu hingga fase gerak Pemisahan senyawa saponin pada ekstrak rimpang kencur
mencapai batas atas plat KLT. Kemudian plat KLT diangkat menggunakan eluen kloroform : metanol : air (3 : 7 : 2).
dan dikeringkan lalu dilamati di bawah sinar UV pada Eluen ini mampu menghasilkan 1 noda ekstrak etanol 70%, 2
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selanjutnya noda ekstrak etil asetat dan 1 noda ekstrak n-heksana di
Selanjutnya menganalisa nilai Rf dan hRf pada bawah sinar UV 366 nm. Noda pada ekstrak tanpa penampak
masing0masing ekstrak lalu membandingkan dengan standar noda.
teoritis. Nilai Rf yang baik untuk deteksi sinar UV yaitu Campuran eluen kloroform : metanol : air (3 : 7 : 2)
antara 0,2-0,8 karena Rf ˂0,2 belum terjadi keseimbangan memiliki sifat kepolaran yang berbeda, di mana kloroform
antara komponen senyawa dan fase gerak sehingga bentuk bersifat semipolar dengan konstanta dielektrikum (4,81)
noda kurang simetris sedangkan Rf ˃0,8 noda analit akan sedangkan metanol (33,60) dan air (78,4) yang bersifat polar.
diganggu adsorben pengotor plat/fase diam yang teramati di Campuran eluen ini cenderung bersifat polar karena
perbandingan antara metanol dan air lebih besar sedangkan aglikon polihidroksi bersifat semipolar (Astarina,
dibandingkan kloroform. Hasil pemisahan menunjukan 2013).
jumlah noda yang berbeda dengan harga Rf berturut-turut 4. Pemisahan senyawa minyak atsiri pada ekstrak
yaitu pada ekstrak etanol 70% (0,67), ekstrak etil asetat Pemisahan senyawa minyak atsiri pada ekstrak rimpang
(0,87), (0,91) dan pada ekstrak n-heksana (0,24). Noda pada kencur menggunakan eluen benzena : kloroform (1 : 1).
ekstrak n-heksana lebih berdistribusi pada fase diamnya Eluen ini mampu menghasilkan 1 noda ekstrak etanol 70%, 3
karena memiliki harga Rf rendah sehingga bersifat polar. noda ekstrak etil asetat dan 1 noda ekstrak n-heksana di
Sedangkan pada etanol 70% dan ekstrak etil asetat memiliki bawah sinar UV 366 nm. Noda pada ekstrak tanpa penampak
harga Rf yang tinggi sehingga lebih terdistribusi ke fase noda.
geraknya. Berdasarkan data di atas, harga Rf masing-masing Campuran eluen benzena : kloroform (1 : 1) memiliki
ekstrak mendekati harga Rf standar, maka dapat disimpulkan sifat kepolaran yang berbeda, di mana benzena bersifat
bahwa senyawa saponin terdapat pada semua ekstrak. Hal ini nonpolar dengan konstanta dielektrikum (2,38) sedangkan
karena saponin memiliki glikosil yang berfungsi sebagai kloroformbersifat semipolar dengan konstanta dielektrikum
gugus polar dan gugus steroid sebagai gugus nonpolar (4,81). Campuran eluen ini memiliki sifat antara semipolar
sehingga bisa larut dalam pelarut polar sampai nonpolar sampai nonpolar dilihat dari perbandingan jumlah eluen yang
(Fath, 2016). sama. Hasil pemisahan menunjukan jumlah noda yang
3. Pemisahan senyawa flavonoid pada ekstrak berbeda dengan harga Rf berturut-turut yaitu pada ekstrak
Pemisahan senyawa flavonoid pada ekstrak rimpang etanol 70% (0,12), ekstrak etil asetat (0,12), (0,43), (0,81)
kencur menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 dan pada ekstrak n-heksana (0,93). Noda pada ekstrak etanol
: 5). Eluen ini mampu menghasilkan 1 noda ekstrak etanol 70% lebih berdistribusi pada fase diamnya karena memiliki
70%, 2 noda ekstrak etil asetat dan 1 noda ekstrak n-heksana harga Rf rendah sehingga bersifat polar. Sedangkan pada
di bawah sinar UV 366 nm. Noda pada ekstrak tanpa ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana memiliki harga Rf
penampak noda. yang tinggi sehingga lebih terdistribusi ke fase geraknya.
Campuran eluen n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) Berdasarkan data di atas, harga Rf ekstrak etil asetat yang
memiliki sifat kepolaran yang berbeda, di mana n-butanol paling mendekati harga Rf standar terdapat pada noda ke 3,
bersifat semipolar dengan konstanta dielektrikum (15,80) maka dapat disimpulkan bahwa senyawa minyak atsiri
sedangkan asam asetat (6,2) dan air (78,4) yang bersifat terdapat pada ekstrak etil asetat. Hal ini karena pelarut etil
polar. Campuran eluen ini cenderung bersifat polar sampai asetat sedikit dapat menarik senyawa nonpolar maupun polar.
semipolar karena perbandingan antara n-butanol dan asam
asetat yang bersifat semipolardengan air yang bersifat polar Berdasarkan hasil Kromatografi Lapis Tipis pada ekstrak
perbandingannya sama. Hasil pemisahan menunjukan jumlah etanol 70%, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana
noda yang berbeda dengan harga Rf berturut-turut yaitu pada diperoleh perbedaan jumlah noda, harga Rf dan hRf serta
ekstrak etanol 70% (0,19), ekstrak etil asetat (0,89), (0,91) senyawa metabolit sekunder yang tertarik pada masing-
dan pada ekstrak n-heksana (0,86). Noda pada ekstrak etanol masing ekstrak. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis
70% lebih berdistribusi pada fase diamnya karena memiliki pelarut menghasilkan perbedaan jenis senyawa yang
harga Rf rendah sehingga bersifat polar. Sedangkan pada diperoleh, selain itu juga dipengaruhi oleh struktur kimia dari
ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana memiliki harga Rf senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat
yang tinggi sehingga lebih terdistribusi ke fase geraknya. aktivitasnya, tebal dan kerataan lapisan penyerap, pelarut dan
Berdasarkan data di atas, harga Rf ekstrak etil asetat dan derajat kemurnian fase gerak, derajat kejenuhan dari uap
ekstrak n-heksana lebih mendekati harga Rf standar, maka dalam pengembang, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu
dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoid terdapat pada dan kesetimbangan dalam bejana (Fath, 2016).
ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana. Hal ini karena Hasil antara skrining fitokimia dengan uji KLT juga
senyawa flavonoid mempunyai tipe yang beragam dan terdapat perbedaan, sebagai contoh pada hasil skrining
terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) maupun terikat fitokimia senyawa saponin terdapat pada pelarut etanol 70%
sebagai glikosida. Aglikon polimetoksi bersifat nonpolar tetapi pada uji KLT ditemukan pada pelarut etil asetat dan n-
heksana, hal ini dapat terjadi karena salah satunya adalah
penggunaan jenis eluen pada proses KLT. Bila noda yang DepKes RI. (1977). Materia Medika Indonesia JILID 1-4.
dihasilkan belum bagus (noda masih berekor atau belum Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
simetris), eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan DepKes RI. (2008). Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I.
sedikit asam atau basa sehingga merubah Ph eluen. Pada Jakarta : Departemen Kesehatan RI
pencampuran pelarut sangat polar dengan pelarut sangat
nonpolar sebaiknya ditambah satu pelarut lagi yaitu pelarut Fath, M. A. (2016). Profil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak
Etanol Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill), Rimpang
semipolar sehingga eluen yang terbentuk dapat bercampurr
Kencur (Kaempferia galanga L.), Rimpang Kunyit Putih
dengan baik (tidak terlihat kekeruhan), hal ini juga untuk (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe), Herba Pegagan
menghindari terjadinya efek demixing eluen (kurang (Centella asiatica) Serta Ramuannya (Skripsi). Jurusan
bercampurnya eluen) yang dapat mengganggu kromatogram Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
yang dihasilkan. Efek demixing eluen yaitu munculnya dua Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
garis depan (garis depan eluen teramati dan garis depan eluen Hanani, E. (2016). Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.
nyata). Pemilihan pelarut menjadi sangat penting, maka dari
itu dipilih pelarut yang memiliki sifat antara lain pelarut Haris, M. (2011). Penentuan Kadar Flavanoid Total dan
dapat melarutkan solut tetapi sedikit atau tidak melarutkan Aktivitas Antioksidan Dari Daun Dewa (Gynura
pseudochina) Dengan Spektrofotometer UV-Visibel. Skripsi
diluen, pelarut tidak mudah menguap pada saat ekstraksi,
S1 (Tidak dipublikasikan).
pelarut mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat
dipergunakan kembali dan pelarut tersedia di pasaran dan Hasanah et al., A. N., Nazaruddin, F. .. Febrina, E. .. dan
tidak mahal (Wulandari, 2011). Zuhrotun, A. (2011). Analisis Kandungan Minyak Atsiri
dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga L.). Jurnal Matematika & Sains.
IV. KESIMPULAN
Marjoni, R. (2016). Dasar-Dasar Fitokimia untuk Diploma
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka III Farmasi. Jakarta: CV. Trans Info Media.
dapat disimpulkan bahwa :
1. Senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid tertarik dalam Romandanu. (2014). Pengujian Aktivitas Antioksidan
pelarut etanol 70%. Senyawa alkaloid dan flavonoid tertarik Ekstrak Bunga Lotus (Nelumbo nucifera).
dalam pelarut etil asetat. Senyawa minyak atsiri tertarik
dalam pelarut n-heksana. Sakinah, F. (2017). Uji Aktivitas Antioksidan Kombinasi
2. Hasil uji KLT menunjukan bahwa senyawa alkaloid Ekstrak Rimpang Kunyit Putih (Curcuma longa L.) dan
terkandung dalam ekstrak etil asetat, senyawa saponin Rumput Bambu (Lophatherium gracile B.) Menggunakan
terkandung dalam ekstrak etanol 70% ekstrak etil asetat dan Metode dpph Serta Identifikasi Golongan Senyawa Aktifnya.
ekstrak n-heksana, senyawa flavonoid terkandung dalam Ukhty, N. (2011). Kandungan Senyawa Fitokimia Total
ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana, senyawa minyak Fenol dan Aktivitas Antioksidan Lamun (Syringodium
atsiri terkandung dalam ekstrak etil asetat. isoetifolium).

V. UCAPAN TERIMA KASIH Umar et al., M. I., Mohd Zaini Asmawi, Amirin Sadikum,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada laboran Item J. Atangwho I, Mun Fei Yam, et al. (2012). Bioactivity-
Politeknik Harapan Bersama Tegal yang telah membantu Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an
Antiinflammatory Constituent from Kaemferia galanga L.
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini dan juga teman-
Extracts. Molecule.
teman saya yang telah memberi semangat sehingga penelitian
ini dapat diselesaikan. Wulandari, A. (2017). Pengaruh Perbedaan Pelarut
Terhadap Polarisasi Kromatografi Ekstrak Temulawak
VI. DAFTAR PUSTAKA (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Politeknik Harapan Bersama
Tegal.
Agoes, A. (2010). Tanaman obat Indonesia. Jakarta :
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis.Fakultas
Salemba Medika.
Farmasi Universitas Jember. Diterbitkan oleh PT. Taman
nutans ) Berpotensi sebagai Antioksidan. Skripsi. Kampus Presindo, Jember. ISBN : 978-979-17068-1-0
Bogor : IPB

You might also like