Professional Documents
Culture Documents
Makalah Sumber Hukum Islam
Makalah Sumber Hukum Islam
Dosen Pengampu:
Dr.H.A.Fenny Rahman HS., M.Pd
Oleh:
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan........................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah..........................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
2.1 Macam-macam sumber ajaran Islam..............................................................2
2.2 Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam..............................................2
2.2.1 Pengertian Al-Qur’an...............................................................................2
2.2.2 Asbabun nuzul Al-Qur’an........................................................................3
2.2.3 Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an................................................................6
2.2.4 Fungsi dan tujuan Al-Qur’an...................................................................9
2.3 Hadits sebagai sumber hukum Islam..............................................................9
a. Dalil Al-Qur’an.......................................................................................10
b. Dalil al-hadits..........................................................................................10
c. Kesepakatan ulama (ijma’)......................................................................11
2.3.1 Tingkatan Hadits....................................................................................13
2.3.2 Istilah-istilah dalam Hadits....................................................................15
2.4 Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits.............16
2.4.1 Pengertian Ijtihad...................................................................................16
2.4.2 Macam-macam Ijtihad...........................................................................17
BAB III..................................................................................................................20
PENUTUP.............................................................................................................20
3.1 Kesimpulan...................................................................................................20
3.2 Saran.............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan
kecepatan yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa
Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam
adalah suatu agama yang sekaligus menjadi pandangan atau pedoman hidup.
Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang digunakan mulai zaman muncul
pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai pada zaman modern sekarang
ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran
yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat
manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangat luas
dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah, sosial, ekonomi,
sains, teknologi dan sebagainya.
Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan,
terutama yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijma’,
Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran
Islam. Namun permasalahan disini adalah banyak umat Islam yang belum
mengetahui betapa luas dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna
mendukung umat Islam untuk maju dalam bidang pengetahuan.
َقُلْ َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو َل فَِإ ْن ت ََولَّوْ ا فَِإ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ْال َكافِ ِرين
2. Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
Berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup,
disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
وقال صلى هللا عليه وسلم:
تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة النبيه صلى هللا عليه وسلم
)(روه مالك في موطأ
Artinya: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Telah ku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat
selama berpegang teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah (Alqur’an)
dan Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam (Al-Hadist)
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang
pedoman hidup maupun penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut
menunjukkan terhadap kita bahwa berpegang teguh kepada hadits sebagai
pedoman hidup iitu wajib, sebagaimana wajib pada Al-Qur’an.
4. Tingkatan Hadits
Secara umum tingkatan hadis terbagi ke dalam tiga, yaitu hadits sahih,
hadis hasan, dan hadis dla‟if.
a. Hadits Shahih
Hadits shahih yaitu hadis yang (1) para perawinya berkesinambungan;
diterima dari dan oleh perawi yang adil dan dlabith. Adil artinya memiliki
sifat adalah yaitu muslim, dewasa, sehat akal, dan tak pernah berbuat dosa.
Dlabith yaitu kuat hafalan, cermat, tepat tanggapan, dan tidak pelupa. (2)
tidak cacat dan (3) tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat.
Berdasarkan jumlah perawi, hadis sahih ada tiga jenis, yaitu:
o Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak
perawi dan dari banyak perawi sampai waktu dituilskannya sehingga,
karena banyaknya, tidak memungkinkan mereka untuk melakukan
kebohongan.
o Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan
secara seorang-perseorang tetapi pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh
banyak perawi.
o Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke
seseorang hingga ditulisnya.
b. Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh
perawi yang adil tetapi kurang kedhabitannya (kekuatan hafalannya), terbebas
dari cacat dan tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.
c. Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan,
baik dalam sanad, rawi, atau mengandung catat dan bertentangan dengan
riwayat yang lebih kuat. Ada beberapa jenis hadis dha‟if di antaranya:
1. Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian
perawinya.
2. Hadits Munqathi‟: hadis yang sanadnya terputus di tengah, karena ada
rawi yang hilang, atau rawi yang identitasnya tidak dikenal.
3. Hadits Maqlub : hadis yang susunan rawinya terbalik dalam sanadnya,
misalnya seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau
terbalik antara sanad dan matannya.
4. Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari
seorang rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan
hafalannya.
5. Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui
suka berbohong, atau sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau
teledor, sedangkan haditsnya hanya didapat dari perawi ini saja.
2. Macam-macam Ijtihad
A. Ijmak.
Ijmak berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu dalam
pendapat, dengan kata lain ijmak merupakan consensus yang terjadi di
kalangan para mujtahid terhadap suatu masalah sepeninggal Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam. Ahli ushul fikih mengemukakan bahwa
ijmak adalah kesepatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa
sepeninggal Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam terhadap suatu
hukum syariat mengenai suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa
yang memerlukan ketentuan hukum yang tidak ditemukan dalam kedua
sumber sebelumnya (Al-Quran dan sunnah) maka para mujtahid
mengemukakan pendapatnya tentang hukum suatu peristiwa dan jika
disetujui atau disepakati oleh para mujtahid lain, kesepakatan itulah yang
disebut ijmak.
Ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam yang memiliki
posisi kuat dalm menetapkan hukum dari suatu peristiwa. Bahkan telah
diakui luas sebagai sumber hukum yang menempati posisi ketiga dalam
hukum Islam. Sejumlah ayat dan hadits Nabi menjadi pembenaran
teologis kekuatan ijmak sebagai sumber hukum dalam Islam. Pemberian
warisan kepada nenek laki-laki (jadd) ketika ia berkumpul dengan laki-
laki orang yang meninggal dunia yang dalam keadaan seperti ini nenek
laki-laki tersebut menggantikan ayah (orang yang meninggal) untuk
menerima seperenam dari harta warisan atau harta peninggalannya
merupakan contoh penetapan hukum berdasarkan ijmak sahabat.
Dalam transaksi jual beli, misalnya istishna’ atau pemesanan
barang yang baru akan dibuat yang seharusnya tidak boleh,karena dinilai
sama seperti halnya membeli barang yang tidak ada, merupakan contoh
hukum yang bersumber dari hasil ijmak sahabat (Hanafi, 1995: 61)
Penggunaan ijmak sebagai sumber hukum dalam menetapkan hukum
suatu peristiwa secara historis terjadi pasca wafatnya Nabi Shalallahu
Alaihi Wasallam. Selama beliau hidup, setiap peristiwa yang muncul
selalu diminta untuk ditetapkan hukumnya sehingga tidak mungkin
terjadi perlawanan hukum terhadap suatu masalah. Ijmak yang memiliki
kehujahan sebagai sumber hukum didasarkan pada sejumlah argumentasi
teologis terutama ayat 59 surah An-nisa’ yang didalamnya terdapat
anjuran untuk taat pada ulil amri setelah taat pada Allah
Subhanahuwwata’ala dan Rosul-Nya. Ulil amri dalam ayat tersebut
dipahami sebagai pemegang urusan dalam arti luas mencakup urusan
dunia ( seperti kepala Negara, menteri, legislative, dan lain-lain) dan
pemegang urusan agama seperti para mujtahid, mufti, dan ulama. Karena
itu, apabila ulil amri telah sepakat dalam status hukum suatu urusan maka
wajib ditaati, diikuti, dan dilaksanakan sebagaimana mentaati, mengikuti,
dan melaksanakan perintah Allah Subhanahuwwata’ala dan Rosul-Nya
dalam (QS. An-nisa’ [4] : 83 ):
ُوا بِ ِه َولَوْ َر ُّدوهُ ِإلَى ال َّرسُو ِل وَِإلَى ُأوْ لِى االٌّ ْم ِر
ْ ف َأ َذاع
ِ َْوِإ َذا َجآ َءهُ ْم َأ ْم ٌر ِّمنَ االٌّ ْم ِن َأ ِو ْال َخو
ُِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمه
ًالَّ ِذينَ يَ ْستَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم َولَوْ الَ فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ الَتَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَـنَ ِإالَّ قَلِيال
Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah
karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut
syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An-nisa’ 4:
83)
Argumentasi yang kedua yang dijadikan pembenaran kehujahan
ijmak sebagai sumber hukum Islam adalah sejumlah hadis Nabi
Shalallahu Alaihi Wasallam yang menjelaskan terpeliharanya umat Islam
dari bersepakat membuat kesalahan dan kesesatan separti hadis Nabi
Shalallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan Ibnu Majah, yang
mengatakan : “umatku tidak sepakat untuk membuat kekeliruan.” Hal ini
berarti bahwa kesepakatan yang telah dicapai oeh para mujtahid memiliki
kehujahan yang kuat sebagai sumber hukum dalam Islam dan wajib
diikuti oleh umat Islam pada umumnya.
B. Qiyas
Secara harfiah berarti analogi atau mengumpamakan. Adapun
menurut pengertian para ahli fikih, qiyas adalah menetapkan hukum
tentang sesuatu yang belum ada nash atau dalilnya yang tegas, dengan
sesuatu hukum yang sudah ada nash atau dalilnya yang didasarkan atas
persamaan illat antara keduanya. Misalnya, menetapkan haramnya
minuman bir yang tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an dengan khamar
yang ada hukumnya di dalam Al-Quran. Menyamakan atau
menganalogikan bir dengan khamar ini didasarkan pada adanya
persamaan illat antara keduanya, yaitu memabukkan.
C. Al-mashlahat al-mursalah
Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan bagi
orang banyak. Adapun menurut para ahli hukum Islam, Al-mashlahat al-
mursalah adalah sesuatu yang didalamnya mengandung kebaikan bagi
masyarakat, sehingga walaupun pada masa lalu hal tersebut tidak
diberlakukan, namun dalam keadaan masyarakat yang sudah makin
berkembang, keadaan tersebut dianggap perlu dilakukan. Misalnya,
pembukuan Al-quran dalam bentuk mushaf seperti yang ada sekarang
perlu dilakukan, mengingat jumlah para penghafal Al-Quran makin
sedikit karena meninggal dunia, serta pertentangan dalam membaca Al-
Quran sering terjadi.
D. ‘Urf
Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah
dibiasakan. Adapun menurut para ahli hukum Islam, ‘urf adalah sesuatu
yang berlaku dimasyarakat atau tradisi yang mengandung nilai-nilai
kebaikan bagi masyarakat. Contonya kebiasaan merayakan hari raya
yang pada zaman sebelum Islam, namun dinilai mengandung kebaikan,
maka tetap dilanjutkan.
E. Istihsan
Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang baik.
Menurut Islam, istihsan artinya segala sesuatu yang dipandang manusia
pada umumnya sebagai hal yang baik, dan tidak bertentangan dengan al-
Quran dan sunnah. Penggunaan istihsan ini antara lain didasarkan pada
sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : Artrinya : “segala sesuatu
yang dinilai oleh kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka yang
demikian itu disisi Allah dipandang sebagai hal yang baik.”
F. Qaul al-shahabat
Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian umum,
Qaul al-shahabat adalah pendapat, pandangan, pikiran, dan perbuatan
para sahabat yang sejalan denganAl-Quran dan sunnah. Penggunaan Qaul
al-shahabat sebagai dasar hukum, mengingat para sahabat selain sebagai
orang yang dekat, bergaul dan ikut berjuang dengan Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam, juga memang memiliki pemikiran, gagasan,
dan karya-karya yang layak untuk dijadikan bahan renungan dan
pertimbangan dalam mengembangkan ajaran Islam pada masa
selanjutnya.
G. Syar’un man qablana
Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam pengertian
yang lazim, Syar’un man qablana adlah ajaran yang terdapat didalam
agama yang diturunkan Tuhan sebelum Islam yang terdapat di dalam
kitab Zabur, Taurat, Injil yang masih asli yang tidak bertentangan dan
masih sesuai dengan kebutuhan zaman. Di dalam kitab Taurat yang
ditinggalkan Nabi Musa misalnya terdapat ajaran mengesakan Tuhan,
larangan menyekutukan-Nya, memuliakan kedua orang tua, memiliki
kepedulian terhadap kerabat, orang miskin, ibnu sabil, bersikap boros,
membunuh anak, berbuat zina, memakan harta anak yatim, mengurangi
timbangan, menjadi saksi palsu, dan larangan bersikap sombong. Ajaran
yang dibawa Nabi Musa ini terus dilanjutkan oleh Nabi Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasallam, sebagaimana terdapat dalam QS. Bani Israil
(17) ayat 23 sampai dengan ayat 37. Ajaran yang pernah berlaku pada
zaman Nabi Musa itu, masih tetap diberlakukan dimasa sekarang, karena
masih dianggap cocok dan dibutuhkan untuk zaman sekarang dan yang
akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran
islam ada tiga macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad. Al-qur’an sebagai
sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua
kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan
Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-qur’an mengajarkan
kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah disampaikan oleh Rasul
untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu dalam hadits juga terdapat
pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib, bahkan juga terdapat dalam
salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup
setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran
karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan
hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu bahwa sumber ajaran
islam sangat penting sebagai pedoman hidup, untuk itu hendaknya apabila kita
melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut, maka akan menjadikan hal yang
fatal.
B. Saran
Al-Qur’an, Al-Hadits adalah sumber hukum Islam begitu juga dengan
ijtihad, Oleh karenanya diharapkan dan diharuskan agar semua umat Islam
menjadikan ketiganya sebagai pedoman hidup dan dasar hukum dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA