Professional Documents
Culture Documents
Makalah Haji
Makalah Haji
Disusun Oleh :
Kelas :
12 Manajemen Pagi
Dosen Pengampu :
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam tak lupa penulis curahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW. Tak lupa
pula penulis ucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Ibadah Muamalah Akhlak karena
atas bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan semuanya.
Fienda Putri
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang…………………………………………………………………………. 1
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Hakekat Haji……………………………………………………………………………. 2
2. Mencapai Haji Mabrur…….....………………………………………………………… 7
3. Hikmah disyari’atkan Ibadah Haji……..………………………………………………. 10
4. Makna Spiritual Haji bagi Kehidupan Sosial…………………………………………... 16
Kesimpulan
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali
sepanjang hidupnya bagi yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam ibadah haji
sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya
adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri
kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena
dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu'an, Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid
yang tinggi
Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang
mulia. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang
satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah
haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya
besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan
rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat berkorban, baik harta, benda, jiwa besar dan
pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membangun persatuan dan kesatuan
umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-
pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka'bahlah yang menjadi simbol kesatuan
dan persatuan.
Rumusan Masalah
1. Hakekat Haji
2. Mencapai Haji Mabrur
3. Hikmah disyari'atkan Ibadah Haji
4. Makna Spiritual Haji bagi Kehidupan Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
Hakekat Haji
1. Pengertian Haji
Menurut bahasa kata Haji berarti menuju, sedang menurut pengertian syar’i berarti menyengaja
menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang
terdahulu. Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya
sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah
disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
a. Dalil Al Qur’an
Allah berfirman, :
َت َم ِن ا ْستَطَا َع ِإلَ ْي ِه َسبِياًل َو َم ْن َكفَ َر فَِإ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي ع َِن ْال َعالَ ِمين
ِ اس ِحجُّ ْالبَ ْي
ِ ََّوهَّلِل ِ َعلَى الن
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali
Imron: 97).
b. Dalil As Sunnah
َضان َ َو، َو ْال َح ِّج، َوِإيتَا ِء ال َّز َكا ِة، صالَ ِة
َ صوْ ِم َر َم َّ َوِإقَ ِام ال، ِ س َشهَا َد ِة َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا
ٍ بُنِ َى اِإل ْسالَ ُم َعلَى َخ ْم
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim
no. 16).
Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan
wajibnya.
ٍ ال َر ُج ٌل َأ ُك َّل ع
« صلى- ِ َام يَا َرسُو َل هَّللا ِ فَ َسكَتَ َحتَّى قَالَهَا ثَالَثًا فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا َ َ فَق.» ض هَّللا ُ َعلَ ْي ُك ُم ْال َح َّج فَحُجُّ وا
َ َأيُّهَا النَّاسُ قَ ْد فَ َر
ُ « لَوْ قُ ْل-هللا عليه وسلم
ْ َت نَ َع ْم لَ َو َجب
ت َولَ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم
Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu.
Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan
sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan kafir.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk
mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari'atkan ibadah haji tersebut
pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.
Haji adalah suatu tindakan mujahadat untuk memperoleh musyahadat, dan mujahadat tidak
menjadi sebab langsung musyahadat melainkan hanya sarana untuk mencapai musyahadat. Maka
dari itu, karena sarana tidak mempunyai pengaruh lebih jauh atas realitas segala hal, tujuan haji
yang sebenarnya bukanlah mengunjungi Ka’bah, melainkan untuk memperoleh musyahadat
tentang Tuhan. Mawan Suganda.
a. Islam
b. Baligh
c. Berakal
d. Merdeka
e. Kekuasaan (mampu}
d. Sa'i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali
3. Wajib Haji, Yaitu sesuatu yang harus dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung atasnya,
karena dapat diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih binatang. berikut kewajiban haji
yang harus dikerjakan:
a. Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-
tempat yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya Haji
c. Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13
Dzulhijjah).
d. Melempar jumrah 'aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan
setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah wukuf.
e. Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan 'Aqabah pada tanggal 11,
12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh kali tiap jumrah.
b. Membaca Talbiyah
c. Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika awal datang di tanah ihram,
dikerjakan sebelum wukuf di Arafah.
d. Shalat sunat ihram 2 rakaat sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang
makam nabi Ibrahim.
f. Thawaf wada ', yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi
selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
3. Dam / Denda
a) Macam-macam dam(denda)
1) Menyembelih seekor kambing, yang sah untuk qurban untuk disedekahkan kepada fakir
miskin. Kalau tidak bisa, boleh diganti dengan puasa 10 hari (3 hari dikerjakan waktu haji dan
yang 7 hari bisa dilakukan di kampungnya setelah pulang).
2) Menyembalih kambing untuk disedekahkan, atau puasa 3 hari atau memberi makan 3 sha’
(kira-kira sebanyak 7 kg) kepada 6 orang miskin. Denda ini diberikan kepada seseorang yang
melakukan salah satu hal-hal di dalam ihram yaitu:
b. Memotong kuku
3) Menyembelih seekor unta kalau tidak sanggup wajib menyembelih seekor sapi kalau tidak
mungkin dapat diganti menyembelih 7 ekor kambing kalau tidak bisa harga seekor unta ditaksir
harganya sebanyak harganya dibelikan makanan untuk disedekahkan kepada fakir miskin
kalaupun tidak sanggup maka wajiblah diganti dengan puasa untuk tiap-tiap 1 mud makanan
harga unta itu dengan puasa 1 hari. Denda ini di jatuhkan kepada orang yang bersetubuh sebelum
Tahallul-Awal.
4) Barang siapa yang membunuh hewan buruan di tanah haram maka wajib membayar dam
sebagai berikut:
a. Menyembelih hewan yang serupa atau hampir sama dengan binatang yang terbunuh
b. Kalau itu tidak mungkin wajib bersedekah makanan sebanyak harga binatang
tersebut, kalaupun tidak bisa boleh diganti dengan puasa, dengan perhitungan 1 mud 1 hari.
5) Barang siapa yang memotong kayu di tanah haram maka dendanya adalah:
6) Bagi yang terhalang di jalan, sehingga tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah,
maka boleh tahallul dengan menyembelih seekor kambing di tempat itu, kemudian bercukur atau
memotong rambut dengan niat tahallul.
b) Tempat membayar denda
1. Denda yang berupa menyembelih binatang dan memberi makan, dibayarkan di tanah
haram.
2. Denda yang berupa puasa dibayarkan dimana saja kecuali yang telah ditentukan harus
dilakukan di waktu haji.
Dalam kitab Lisan al-‘Arab (IV/51), kata mabrur mengandung dua arti:
Pertama, mabrur berarti baik, suci dan bersih. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang
dilaksanakan dengan baik, tidak diperbuat di dalamnya hal-hal yang dilarang seperti berkata
kotor, berbuat fasik dan menyakiti atau mengganggu orang lain termasuk menyuap orang untuk
kemudahan amalnya sementara orang lain mendapatkan kesulitan karenanya. Di samping itu,
bekal yang dibawa untuk berhaji adalah bekal yang halal dan bersih.
Kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima dan diridhai oleh Allah Swt. Dalam hal ini, haji
mabrur adalah haji yang tata caranya dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk
Allah dan Rasul-Nya dan memperhatikan syarat-syarat dan rukunnya serta hal-hal yang wajib
diperhatikan dalam berhaji.
1. Hendaknya haji yang ia lakukan harus benar-benar ikhlash karena Allah, bahwa
motivasinya dalam berhaji tidak lain hanya karena mencari ridha Allah dan bertaqarrub kepada-
Nya.
2. Haji yang ia lakukan mesti serupa dengan sifat haji Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
Maksudnya dalam melakukan proses ibadah haji, manusia dengan segenap kemampuannya
mengikuti cara yang dicontohkan Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
3. Harta yang ia pakai untuk berhaji adalah harta yang mubah bukan yang haram. Bukan
diperoleh dari hasil transaksi riba, tipuan, judi dan bentuk-bentuk lainnya yang diharamkan.
Tapi, didapat dari usaha halal.
1. Sebenarnya yang mempunyai hak menilai kemabruran haji seseorang hanyalah Allah
Ta’ala. Dan sebagai manusia kita hanya bisa menilai mabrur tidaknya haji dari pandangan
manusia saja. Ada beberapa tanda haji mabrur menurut para Ulama Islam berdasarkan akan
keterangan serta nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berikut beberapa tanda ciri haji mabrur
tersebut :
2. Segala amalan ibadah haji dilakukan dan berdasarkan atas keikhlasan mendapatkan
keridhoan Allah Ta’ala dan juga dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dalam
melaksanakan ibadah haji ini kita harus benar-benar meluruskan niatan hati kita ikhlas karena
Allah, bukan karena kita naik haji karena gengsi, untuk status sosial atau niat keliru lainnya
untuk mendapatkan pandangan masyarakat saja.
3. Harta yang digunakan dalam melaksanakan haji tersebut adalah dari hasil harta yang halal.
Karena sesuatu yang baik dalam hal apa pun akan menghasilkan hasil yang baik bila hal tersebut
juga berasal dari yang baik. Untuk itu bila kita memang menginginkan pergi haji dan
melaksanakan ibadah haji maka kita juga harus bisa memastikan harta yang dipakai kita adalah
halal agar bisa bisa nantinya mendapatkan haji yang mabrur.
4. Melaksanakan serangkaian ibadah haji yang telah dituntunkan dan ditambah serta dipenuhi
dengan amalan-amalan ibadah lainnya yang menyertainya seperti halnya memperbanyak dzikir
di Masjidil Haram, memperbanyak sedekah di kala haji dan berkata-kata yang baik. Point
pentingnya adalah dengan banyak melakukan kebaikan di dalam melaksanakan haji tersebut. Di
antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan
berkata-kata baik selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud
haji mabrur, maka beliau menjawab :”Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR. Al-Baihaqi
2/413 (no. 10693).
6. Kebaikan dan amal sholehnya meningkat setelah selesai melaksanakan ibadah haji dan tiba
di tanah air. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik
untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh
melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.
Seperti yang dikatakan oleh Al-Munâwi, diantara indikasi diterimanya amal haji seseorang
adalah ia kembali melakukan kebaikan yang pernah dilakukan dan tidak kembali melakukan
kemaksiatan. Itu bermakna tugas seorang hamba bukan hanya sekedar beramal shalih saja, tetapi
yang lebih berat dari itu adalah menjaga amal itu dari apa saja yang merusak dan menggugurkan-
nya, riya’, dapat merusak amal meskipun sangat tersembunyi, dan ini banyak sekali dan tak
terhitungkan. Amal yang tidak sesuai sunnah da-pat menggugurkan amal. Merasa berjasa kepada
Allah juga dapat merusak amal. Mengganggu sesama makhluk dapat membatalkan amal , dan
sengaja menentang dan meremehkan perintah Allah dapat membatalkannya dsb. (Ensiklopedi
Islam Al-Kâmil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri 865).
Ibadah haji yang telah disyari’atkan Allah kepada hamba-Nya mempunyai manfaat yang besar
yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat. Dan di antara hikmah ibadah haji ini adalah.
“Artinya : Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan
menyatakan ; “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan rumah-Ku ini
bagi orang-orang yang tawaf, beribadah, ruku dan sujud” [Al-Hajj : 26]
Mensucikan rumah-Nya di dalam hal ini adalah dengan cara beribadah semata-mata kepada
Allah di dekat rumah-Nya (Ka’bah) yang mulia, mebersihkan sekitar Ka’bah dari berhala-
berhala, patung-patung, najis-najis yang Allah SWT haramkan serta dari segala hal yang
mengganggu orang-orang yang sedang menjalankan haji atau umrah atau hal-hal lain yang
menyibukkan (melalaikan, -pent) dari tujuan mereka.
“Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendengar Nabi SAW bersabda bahawa
barang siapa berhaji ke Baitullah ini kerana Allah, tidak melakukan rafats dan fusuuq, nescaya ia
kembali seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya” [HR Bukhari]
Sesungguhnya barangsiapa mendatangi Ka’bah, kemudian menunaikan haji atau umrah dengan
baik, tanpa rafats dan fusuuq serta dengan ikhlas kerana Allah SWT semata, nescaya Allah SWT
mengampuni dosa-dosanya dan menuliskan jannah baginya. Dan hal inilah yang didambakan
oleh setiap mukmin dan mukminah iaitu meraih keberuntungan berupa jannah dan selamat dari
neraka.
Nabi Ibrahim AS telah menyerukan (agar berhaji) kepada manusia. Dan Allah SWT menjadikan
siapa saja yang Dia kehendaki (untuk dapat) mendengar seruan Nabi Ibrahim AS tersebut dan
menyambutnya. Hal itu berlangsung semenjak zaman Nabi Ibrahim hingga sekarang.
Alah SWT menyebutkan manfaat-manfaat dengan muthlaq (secara umum tanpa ikatan) dan
mubham (tanpa penjelasan) kerana banyaknya dan besarnya menafaat-manfaat yang segera
terjadi dan nanti akan terjadi baik duniawi maupun ukhrawi.
Dan di antara yang terbesar adalah menyaksikan tauhid-Nya, yakni mereka beribadah kepada
Allah SWT semata-mata. Mereka datang dengan niat mencari wajah-Nya yang mulia bukan
kerana riya’ (dilihat orang lain) dan juga bukan kerana sum’ah (dibicarakan orang lain). Bahkan
mereka betauhid dan ikhlas kepada-Nya, serta mengikrarkan (tauhid) di antara hamba-hamba-
Nya, dan saling menasehati di antara orang-orang yang datang (berhaji dan sebagainya,-pent)
tentangnya (tauhid).
Mereka mengucapkan talbiyah dengan keras sehingga di dengar oleh orang yang dekat ataupun
yang jauh, dan yang lain dapat mempelajarinya agar mengetahui maknanya, merasakannya,
mewujudkan di dalam hati, lisan dan amalan mereka. Dan bahawa maknanya adalah :
Mengikhlaskan ibadah semata-mata untuk Allah dan beriman bahawa Dia adalah ‘ilah mereka
yang haq, Pencipta mereka, Pemberi rezeki mereka, Yang diibadahi sewaktu haji dan lainnya.
Mereka dapat mendengar dari para ulama, apa yang bermanfaat bagi mereka yang di sana
terdapat petunjuk dan bimbingan menuju jalan yang lurus, jalan kebahagiaan menuju tauhidullah
dan ikhlas kepada-Nya, menuju ketaatan yang diwajibkan oleh Allah SWT dan mengetahui
kemaksiatan untuk dijauhi, dan supaya mereka mengetahui batas-batas Allah dan mereka dapat
saling menolong di dalam kebaikan dan taqwa.
6. Mempelajari Agama Allah SWT
Dan di antara manfaat haji yang besar adalah bahawa mereka dapat mempelajari agama Allah
dilingkungan rumah Allah yang tua, dan di lingkungan masjid Nabawi dari para ulama dan
pembimbing serta memberi peringatan tentang apa yang mereka tidak ketahui mengenai hukum-
hukum agama, haji, umrah dan lainnya. Sehingga mereka dapat menunaikan kewajiban mereka
dengan ilmu.
Dari Makkah inilah tertib ilmu itu, iaitu ilmu tauhid dan agama. Kemudian (berkembang) dari
Madinah, dari seluruh jazirah ini dan dari seluruh negeri-negeri Allah SWT yang ada ilmu dan
ahli ilmu. Namun semua asalnya adalah dari sini, dari lingkungan rumah Allah yang tua.
Maka wajib bagi para ulama dan da’i, dimana saja mereka berada, terlebih lagi di lingkungan
rumah Allah SWT ini, untuk mengajari manusia, orang-orang yang menunaikan haji dan umrah,
orang-orang asli dan pendatang serta para penziarah, tentang agama dan manasik haji mereka.
Seorang muslim diperintahkan untuk belajar, bagaimanapun (keadaannya) ia, dimana saja dan
kapan saja ; tetapi di lingkungan rumah Allah yang tua, urusan ini (belajar agama) lebih penting
dan mendesak.
Dan di antara tanda-tanda kebaikan dan kebahagian seseorang adalah belajar tentang agama
Allah SWT.
“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah SWT
memperoleh kebaikan, nescaya Dia menjadikan faqih terhadap agama” [HR Bukhari, Kitab Al-
Ilmi 3 bab : 14]
Di sini, di negeri Allah, di negerimu dan di negeri mana saja, jika engkau dapati seorang alim
ahli syari’at Allah, maka pergunakanlah kesempatan. Janganlah engkau takabur dan malas.
Kerana ilmu itu tidak dapat diraih oleh orang-orang yang takabur, pemalas, lemah serta pemalu.
Ilmu itu memerlukan kesigapan dan kemahuan yang tinggi.
Mundur dari menuntut ilmu, itu bukanlah sifat malu, tetapi suatu kelemahan. Allah SWT
berfirman.
“Artinya : Dan Allah tidak malu dari kebenaran” [Al-Ahzab : 53]
Kerananya seorang mukmin dan mukminah yang berpandangan luas, tidak akan malu dalam bab
ini ; bahkan ia maju, bertanya, menyelidiki dan menampakkan kemusykilan yang ia miliki,
sehingga hilanglah kemusykilan tersebut.
7. Menyebarkan Ilmu
Di antara manfaat haji adalah menyebarkan ilmu kepada saudara-saudaranya yang melaksanakan
ibadah haji dan teman-temannya seperjalanan. Ini adalah kesempatan yang Allah SWT
anugerahkan. Engkau dapat menyebarkan ilmu-mu dan menjelaskan apa yang engkau miliki,
akan tetapi haruslah dengan apa yang engkau ketahui berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah dan
istimbath ahli ilmu dari keduanya. Bukan dari kebodohan dan pemikiran-pemikiran yang
menyimpang dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
8. Memperbanyak Ketaatan
Di antara manfaat haji adalah memperbanyak solat dan tawaf, sebagaimana firman Allah SWT.
“Artinya : Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka ;
hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka bertawaf
sekeliling rumah yang tua itu (Ka’bah)” [Al-Hajj : 29]
Maka disyariatkan bagi orang yang menjalankan haji dan umrah untuk memperbanyak tawaf
semampunya dan memperbanyak solat di tanah haram. Oleh kerana itu perbanyaklah solat,
qira’atul qur’an, tasbih, tahlil, zikir. Juga perbanyaklah amar ma’ruf nahi mungkar dan da’wah
kepada jalan Allah SWT di mana banyak orang berkumpul dari Afrika, Eropa,
Amerika, Asia dan lainnya. Maka wajib bagi mereka untuk mempergunakan kesempatan ini
sebaik-baiknya.
9. Menunaikan Nazar
Walaupun nazar itu sebaiknya tidak dilakukan, akan tetapi seandainya seseorang telah bernazar
untuk melakukan ketaatan, maka wajib baginya untuk memenuhinya.
“Artinya : Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah dia mentaati-Nya” [HR
Bukhari]
Maka apabila seseorang bernazar di tanah haram ini berupa solat, tawaf ataupun ibadah lainnya,
maka wajib baginya untuk menunaikannya di tanah haram ini.
“Artinya : ….agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [Al-Hajj : 28]
“Ertinya : Dari Abu Musa Al-As’ari Radhiyallahu ‘anhu bahawa Nabi SAW bersabda :
“Perumpamaan orang yang mengingat Rabb-nya dan yang tidak mengingat-Nya adalah sebagai
orang hidup dan yang mati”. [HR Bukhari, Bahjatun Nadzirin no. 1434]
Pelaksanaan ibadah haji tidak bisa dilepaskan dari dimensi perjalanan kemanusiaan pada aspek
spiritual dan sosial untuk bisa dijadikan pelajaran dan tun tun an dalam menghadapi persoalan
kehidupan. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang sarat dengan pengamalan nilai-nilai
kemanusiaan universal.
Ka'bah merupakan simbol persatuan dan kesatuan umat, juga mengandung makna eksistensi
kemanusiaan. Misalnya, di dalam Ka'bah terdapat Hijr Ismail, putra Nabi Ibrahim AS pernah
hidup dalam suka dan duka bersama ibunda Siti Hajar pada saat ditinggal ayahandanya. Siti
Hajar adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang terhadap anaknya, sertsa memiliki keimanan
kokoh, ketenangan batin, dan keluhuran budi.
Ia adalah wanita kulit hitam, miskin, bahkan budak. Namun demikian, budak wanita ini
ditempatkan Allah SWT di sana untuk menjadi pelajaran bahwa Allah memberikan kedudukan
kepada seseorang bukan karena keturunan atau status sosialnya, melainkan karena ketakwaan
kepada Allah SWT dan usaha untuk hijrah dari kejahatan menuju ke baik an, dari
keterbelakangan menuju peradaban.
Makna ibadah haji sungguh-sungguh memberikan pelajar an luar biasa atas perjalanan
spiritualitas kemanusiaan hamba Allah dalam mengharap ridha Allah SWT dan meraih cin ta-
Nya. Pertama, sikap totalitas dalam beribadah lillaah ta'ala. Setiap ibadah menuntut adanya
totalitas kepasrahan dan kepatuhan.
Inilah yang disebut ibadah ikhlas dan pasrah yang jauh dari riya (agar dilihat orang lain), sum'ah
(agar didengar orang lain), sehingga bukan hanya lillaah ta'ala melainkan juga billaah ta'ala.
Tidak ada seorang ulama pun tidak bersepakat bahwa apa yang dilakukan Nabi Ibrahim AS dan
Siti Hajar terhadap Ismail merupakan bukti penyerahan diri sepenuhnya terhadap perintah Allah
SWT.
Kedua, sikap selalu ingin dekat dengan Allah SWT. Inti ibadah adalah menguji kesabaran dan
sejauh mana segala pola pikir dan pola tindak manusia benar-benar sejalan dengan perintah
Allah SWT dan menjauhi segala larangan- Nya. Karakter manusia yang dekat dengan Allah
SWT ada lah manusia yang sanggup melaksanakan segala pe rin tah Allah dan menjauhi
larangan-Nya dengan ketulusan hati untuk melaksanakan ibadah itu tanpa ragu sebagai rasa
syukur kepada Allah SWT.
Ketiga, sikap keberanian menanggung risiko yang berat sebagai bentuk kecintaan kepada Allah
SWT, melebihi ke cintaan kepada yang lainnya. Harta, takhta, dan jabatan atau kedudukan,
bahkan jiwa ini sekalipun, tidak ada artinya jika mahabbah atau rasa cinta abadi kepada Allah
hadir di relung hati manusia.
Keempat, sikap melepaskan dan memerdekakan diri dari sifat dan sikap buruk manusia. Ibadah
kurban me ngan dung makna agar umat Islam dalam kehidupannya selalu membuang jauh-jauh
atau membunuh sifat-sifat binatang yang bersarang dalam dirinya. Karakter dominan dari
binatang adalah tidak memiliki rasa kebersamaan atau per satuan dan kesatuan, hanya
mementingkan isi perut (kenyang), serta tidak mengenal aturan, norma, dan etika. Berkurban
berarti menahan diri dan berjuang melawan godaan egoisme.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal
ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-
syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
2. Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa
dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
3. Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
4. Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
5. Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib
haji.
DAFTAR PUSAKA
http://haji-islam.blogspot.com/2008/11/hikmah-pensyariatan.html
https://rionbettencourtz.blogspot.com/2016/12/makalah-haji.html
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/18/08/20/pdqruz313-spiritualitas-
kemanusiaan-haji