You are on page 1of 16

MAKALAH

TEORI-TEORI DALAM PERKEMBANGAN


DAN METODOLOGI PENELITIAN DALAM
PERKEMBANGAN

DISUSUN OLEH :

NAHDATUL MUFLIHA NS 210701502137


NATASYA SALSABILA 210701502095
NAWAL ANGGARA KARIS 210701501105
NUR AINUL 210701502216

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, kami bisa
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Teori-teori dalam Perkembangan dan
Metodologi Penelitian dalam Perkembangan” dengan tepat waktu, meskipun masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan serta kekurangan-kekurangan di dalamnya. Tak
lupa, kami juga berterima kasih kepada dosen yang memberikan tugas makalah ini,
karenanya kami bisa mempelajari dan memahami materi yang kami bahas.
Penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan Anak. Kami sangat berharap makalah ini dapat menambah wawasan
serta pengetahuan tentang teori-teori dalam perkembangan dan metodologi penelitian
dalam perkembangan bagi para pembaca maupun penulis.
Sebelumnya, kami meminta maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan,
tanda baca yang salah penggunaannya, kesalahan penyebutan nama tokoh, kesalahan
penyebutan atau penulisan istilah dan kesalahan-kesalahan lainnya. Kami mengetahui
bahwa makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, bahkan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
membangun yang akan kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah
yang akan datang.

Makassar, 30 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Teori-teori dalam Perkembangan
2.2 Metodologi Penelitian dalam Perkembangan
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Psikologi adalah ilmu yang empirik, dikaji secara sistematis melalui penelitian
yang mengacu pada ketetapan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan
sedemikian rupa agar dapat menjamin penelitian menghasilkan bukti yang konkrit,
logis, dan dapat dipertanggung jawabkan. Tak terkecuali dalam bidang psikologi
perkembangan di mana ilmu ini berfokus pada tahap-tahap atau fase-fase yang
dilalui manusia dari lahir hingga wafat.
Di psikologi perkembangan anak sendiri, metode dan pendekatan penelitian
sangat menarik untuk dibahas sebab objek penelitian perkembangan anak berupa
manusia-manusia kecil yang tentunya tidak bisa disamakan kondisi mentalnya
dengan manusia biasa. Ada pendekatan khusus yang harus diterapkan agar
penelitian tidak menyalahi hak asasi anak dan memenuhi kode etik penelitan.
Metode khusus pun diperlukan untuk mendapatkan hasil maksimal.
Melakukan Penelitian dalam bidang Psikologi Perkembangan dibutuhkan dasar
pengetahuan valid mengenai bidang itu sendiri, di situlah teori-teori yang telah
dikemukakan oleh beragam tokoh di sepanjang masa berperan penting. Teori beserta
pionirnya perlu dibahas agar dasar pengetahuan mengenai bidang ilmu psikologi
perkembangan dapat didalami lebih lanjut.

1.2Identifikasi Masalah
1. Teori-teori dalam perkembangan
2. Pendekatan dalam Penelitian Perkembangan
3. Metodologi penelitian dalam perkembangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori-teori dalam Perkembangan
Sebelum mendalami topik mengenai perkembangan pada anak, teori yang
mendasari topik tersebut tentu perlu diketahui terlebih dahulu. Banyak tokoh
pemikir yang menyumbangkan teorinya dan menjadi acuan untuk lebih memahami
apa itu perkembangan.
A. Teori Perkembangan Kehoranian (Imam Al-Ghazali)
Menurut Imam Ghazali perkembangan rohani adalah persoalan yang
terdiri dari akal, nafsu, jiwa dan roh. Peran orang tua sangat penting untuk
mendidik anaknya sejak lahir. Pendidikan anak tidak seharusnya diserahkan
pada orang lain kecuali orang tersebut memiliki akhlak mulia, bersifat baik, dan
berpegang teguh pada agamanya.
Dalam Islam, perkembangan rohani terbagi dalam empat tahap, yaitu :
1. Kanak-Kanak (Usia 2–6 Tahun).
Pada tahap ini, anak-anak hanya boleh memahami konsep ketuhanan melalui
gambaran berbentuk benda atau lukisan. Selain itu, anak sudah bisa diajarkan
mengenai nilai-nilai dan adab serta sopan santun yang sekiranya mudah
dipahami dan dipraktekkan sesuai usianya.
2. Kanak-Kanak Akhir (Usia 7-12 Tahun).
Pada tahap ini, rohani anak mulai mantap sehingga anak boleh
mempelajari pendidikan agama dan moral secara formal. Rukun Islam mulai
bisa diamalkan secara tepat dan anak juga mulai memahami Rukun Iman.
3. Remaja Awal (Usia 12-15 Tahun).
Pada tahap ini, anak-anak sudah bisa memahami konsep nilai ketuhanan,
dosa, dan pahala. Lingkungan khususnya teman sebaya anak memiliki pengaruh
penting dalam perkembangan rohani anak.
4. Remaja (15-20 Tahun).
Pada tahap ini, anak harus memiliki pegangan yang kuat pada agamanya.
Anak harus percaya pada keberadaan Tuhan, dosa, pahala, dan hari pembalasan.
Anak juga sudah bisa memikirkan konsep kerohanian secara logis dan mulai
memikirkan tuhan serta sifat ketuhanan secara abstrak. Munculnya keraguan,
kegelisahan, dan kecurigaan terhadap perkara kerohanian pada anak di tahap ini
normal adanya karena bersangkutan dengan pencarian jati dirinya.
B. Teori Perkembangan Maturitas Arnold L. Gessel
Seorang anak yang berkembang dalam waktu yang lambat bila
dibandingkan dengan anak lain tidak dapat diubah dari arah yang sedang
dijalaninya, begitu juga dengan anak yang berkembang lebih cepat tidak bisa
diganti arahnya (Salkind, 2009: 79). Gessel menyusun sebuah buku mengenai
perkembangan yang berjudul “Vision its Development in Infant and Child”.
Pertumbuhan dan perkembangan menurut Gesell dipengaruhi oleh dua
faktor penting. Pertama, anak adalah hasil dari lingkungannya. Kedua yaitu
perkembangan anak berawal dari dalam, yaitu dari aksi gen-gen tubuhnya.
Kedua metode ini disebut “kematangan” (Crain, 2007:30).
Menurut Gessel, perkembangan kematangan selalu terjadi sistematis
dalam urutan tertentu. Misalnya embrio, jantung menjadi orang pertama yang
berkembang dan berfungsi. Selanjutnya sel-sel yang berbeda-beda mulai
membentuk sistem saraf utama dengan cepat yaitu otak dan saraf tulang
belakang. Kemudian, setelah tangan dan kaki terbentuk, perkembangan otak dan
kepala pun dimulai. Urutan ini sesuai dengan cetak biru genetic, tidak pernah
berjalan terbalik (Crain, 2007: 30).
Pada proses pematangan terdapat pola yang nampak pada tujuan dan
sistem tangan-mata yaitu:
1. Gerakan tangan-mata tanpa tujuan pada saat lahir ;
2. Berproses kemampuan untuk berhenti dan menatap;
3. Pada usia 1 bulan – fokus pada objek dekat wajah;
4. Pada usia 4 bulan – koordinasi visual fokus dan tangan bergerak dengan
objek yang besar (misalnya kerincingan);
5. Pada usia 6 bulan – koordinasi visual fokus dan tangan bergerak dengan
sebuah benda kecil; dan
6. 10 bulan – kemampuan untuk melihat dan mengambil sebuah benda kecil
dengan
menjepit atau pegangan.
(Salkind, 2009: 81-14) Gessel juga menjabarkan prinsip-prinsip dasar
perkembangan, yaitu:
1. Prinsip arah perkembangan – Perkembangan bergerak maju secara
sistematis berawal dari kepala hingga berakhir di ujung kaki, fenomena ini
dikenal dengan nama cephalocaudal trend. Perkembangan jug abergereak
dari pusat tubuh kea rah luar dan ke arah pinggir.
2. Prinsip jalinan timbal balik – prinsip ini didasari oleh prinsip fisiologis
Sherrington yaitu pengencangan dan peregangan otot-otot yang berbeda
sama-sama saling melengkapi untuk menghasilkan gerakan tubuh yang
efisien.
3. Prinsip asimetri fungsional – perilaku berlangsung melalui periode-periode
perkembangan yang bersifat asimetris agar organisme bisa mencapai kadar
kematangan pada tahap selanjutnya.
4. Prinsip maturasi individu – pematangan (maturasi) merupakan proses yang
dikendalikan oleh factor-faktor enndrogen atau internal. Gessel menuturkan
bahwa factor lingkungan ikut mendukung, membelokkan, dan
mengkhususkan, tetapi faktor lingkungan tidak menjadi penyebab
munculnya bentuk-bentuk pokok tata urutan ontogenesis (Gesell, 1954:
354).
5. Prinsip fluktuasi teratur – memiliki arti bahwa perkembangan bergerak naik
turun seperti papan jungkit, antara periode stabil dan periode tidak stabil,
dan antara periode pertumbuhan aktif dan periode konsolidasi. Fluktuasi
progresif ini mencapai puncaknya pada serangkaian tanggapan yang bersifat
stabil.

C. Teori Perkembangan Ekologi Urie Brofenbrenner


Teori ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang
tujuan pentingnya adalah pada situasi sosial di mana anak tinggal dan orang-
orang yang memengaruhi perkembangan anak.
Dalam teori ekologi Bronfenner terdapat lima sistem lingkungan yang
masing-masing konsepnya merentang dari interaksi interpersonal hingga ke
pengaruh budaya yang lebih luas. Lima sistem tersebut ialah sebagai berikut:
1. Mikrosistem adalah setting di mana individu menghabiskan banyak waktu
seperti keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. anak berinteraksi
secara langsung dengan pihak-pihak tersebut dan interaksi tersebut bersifat
timbal-balik dan orang di sekitarnya membantu dalam konstruksi setting
tersebut agar anak dapat memperoleh pengalaman.
2. Mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Misalnya, salah satu
mesosistem yang penting adalah hubungan antara pengalaman di sekolah
dengan pengalaman dalam keluarga.
3. Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman di setting lain (di mana
murid berperan pasif) yang memengaruhi pengalaman murid dan guru dalam
konteks mereka sendiri. Misalnya pihak sekolah dan dinas pendidikan yang
mengatur kualitas, fasilitas, kurikulum, dan dana pendidikan. Keputusan
pihak-pihak tersebut bisa berdampak pada perkembangan anak, secara
negative atau positif.
4. Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur dalam artian segala sesuatu
yang mencakup peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan
anak. Kultur ini bergantung pada di mana anak tinggal. Bagaimana kultur bisa
memengaruhi perkembangan? Misalnya adat dan istiadat (etnis) di Negara
Islam semacam Iran atau Mesir yang dunia pendidikannya didominasi oleh
pria. Lalu di kultur lain seperti Amerika dan Negara Eropa lainnya,
keseteraan wanita dalam dunia pendidikan dijunjung tinggi. Kemudian dalam
konteks sosioekonomi, kemiskinan dapat mempengaruhi perkembangan anak
dan meniadakan kesempatan anak untuk belajar.
5. Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Misalnya,
anak-anak sekarang ini tumbuh sebagai generasi yang tergolong pertama
(Louv, 1990). Anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang setiap hari
menerima perhatian, tumbuh di lingkungan elektronik canggih, generasi
pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang
tumbuh di dalam kota yang tidak beraturan dan tak berpusat.
D. Teori Perkembangan Psikoanalisa Sigmun Freud
Menurut Freud, kepribadian terdiri atas tiga sistem yaitu: id (aspek
biologis), ego (aspek psikologis) dan superego (aspek sosiologis).
1. Id adalah sistem kepribadian yang dibawa sejak lahir berisi aspek-aspek
psikologi seperti insting. Dalam id terdapat naluri-baluri biologis dan
keinginan-keinginan yang direpresi. id merupakan “bahan” atau awalan
psikis individu yang nantinya akan berkembang.
2. Ego adalah sistem kepribadian yang didasari dan didominasi oleh kesadaran
yang mengontrol diri untuk memperoleh kepuasan. Ego adalah perwujudan
fisik dari kepribadian, yang mengontrol id dan superego sekaligus
memelihara hubungan dengan dunia luar.
3. Superego adalah sistem kepribadian atas dasar idealistik. Superego berperan
sebagai pemegang kendali dari dalam diri dan merupakan hasil dari
sosialisasi dengan adat istiadat kultur.
Terdapat lima tahapan perkembangan psikosesual menurut Freud, antara lain:
1. Fase Oral (0-18 bulan), tahap bayi mendapatkan kesenangan dari mulutnya.
Contohnya : Menyusu kepada ibunya, maka bayi tersebut akan merasa
dpuaskan dibagian mulutnya. Biasa akan muncul gejala apabila bayi tidak
merasa puas pada fase oral ini. Gejalanya yaitu sering menghisap jempol,
ngompol, membandel dan membisu seribu bahasa.
2. Fase Anal (18 bulan-3 tahun), kesenangan anak berasal anus. Contohnya :
seorang bayi atau anak buang air kecil dan air besar. Pada fase ini biasanya
seorang anak akan mulai mengendalikannya dan belajar untuk pergi ke
toilet dengan sendirinya apabila sering dibiasakan atau dilatih oleh
keluarganya.
3. Fase Phalic (3-6 tahun), tahap dimana alat kelamin adalah organ yang paling
perasa. Contohnya : anak kecil cenderung sangat senang mainkan alat
kelaminya terutama pada anak laki-laki dikarenakan mereka menganggap
penis mereka merupakan hal yang sangat menyenangkan. 
4. Fase Latensi (7-10 tahun), tahap penyaluran aktivitas seksual ke kegiatan
perkembangan moral. Contohnya : Anak akan mulai berorentasi pada
interaksi sosial pada intelektual dan keterampilan, seperti bermain dan mulai
membuat sesuatu yang memilk nilai seni
5. Fase pubertas (11-20 tahun), impuls-impuls seksual kembali menonjol dan
anak sampai pada fase kematangan (maturasi). Contohnya : Pada anak
perempuan perubahannya adalah pertumbuhan payudara, rambut mulai
tumbuh di daerah kemaluan dan ketiak serta kaki, pertumbuhan jerawat, dan
menstruasi. Sedangkan pada anak laki-laki, tanda pubertas pertamanya
adalah peningkatan ukuran testis dan penis, rambut mulai tumbuh di area
kemaluan dan ketiak, sejumlah kecil jaringan payudara berkembang, suara
yang semakin dalam, otot-otot menguat, pertumbuhan jerawat, dan rambut
wajah.
6. Fase genital (masa puber->), kesadaran mempunyai sexually attracted
dengan lawan jenis. Contohnya : Anak mulai merasakan perasaan cinta pada
lawan jenisnya, dimana masih ada perasaan malu yang biasa dikenal dengan
cinta dan ada bersifat altruistik (keinginan untuk berkorban pada yang lain).

2.2 Metodologi Penelitian dalam Perkembangan


Metodologi adalah pendekatan yang dimanfaatkan para ahli psikologi
perkembangan untuk secara sistematik memperoleh pengetahuan dan pemahaman
perihal perubahan-perubahan perilaku dan proses mental yang terjadi sepanjang
rentang kehidupan manusia, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Objektif
b. Sistematik
c. Replikatif
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian pada
bidang psikologi perkembangan, diantaranya:
1. Pendekatan Cross Sectional
Dalam desain cross-sectional peneliti meninjau dua atau lebih kelompok
usia pada waktu yang bersamaan dan membandingkan hasilnya. Perbandingan
tersebut mungkin antara usia yang berbeda dalam periode hidup yang sama,
misalnya membandingkan kemampuan sosialisasi anak usia 6 tahun dan l0
tahun. Atau perbandingan antara kohort dalam periode hidup yang berlainan
misalnya membandingkan kernampuan mengingat individu usia 18 tahun dan
usia 80 tahun.
Masalahnya adalah tidak ada sistem untuk rnenjelaskan perbedaan yang
muncul berhubungan dengan usia yang merupakan hasil dari perkembangan atau
karena perbedaan kohot. Keterbatasan desain ini adalah tidak menunjukkan pola
dari perubahan di dalam diri individu, karena kita meneliti perubahan yang
terjadi pada individu yang berbeda.
2. Pendekatan Longitudinal
Pada desain longitudinal peneliti meneliti manusia dari usia yang sama
diikuti selama berminggu-minggu, bulan, tahun, atau dekade. Misalnya
mempelajari perkembangan bahasa anak usia 2 tahun sampai 6 tahun, maka kita
meneliti subjek yang sama mulai usia dua tahun diikuti sampai usia 6 tahun dan
diamati kemampuan bahasanya.
Masalah yang muncul dari desain ini adalah bisakah perubahan yang
terjadi karena perkembangan dari individu atau akibat perubahan dalam iklim
sosial masyarakat. Masalah lain adalah bisa terjadi karena pengulangan tes yang
diberikan kepada individu dapat menjadikannya familiar dengan tipe tes
tersebut.
3. Pendekatan Sequential
Untuk mengatasi masalah-masalah yang dimunculkan kedua desain di
atas, maka Wamer Schaie (1983) memperkenalkan desain sequential, yaitu dua
atau lebih usia diperiksa dalam situasi cross-sectional, dan kemudian setelah
beberapa tahun, kohod yang sama di periksa ulang untuk mendapatkan data
lohgitudinal.
Contohnya, ingin meneliti perkembangan bahasa anak usia 2 lahun
sampai 5 tahun, maka kelompok subjek usia 2 tahun dan 4 tahun diperiksa
kemampuan bahasanya, satu tahun kemudian kelompok subjek tersebut
diperiksa kembali kemampuan bahasanya. Dengan demikian dalam waktu satu
tahun kita bisa memeriksa perkembangan kemampuan bahasa anak pada usia 2
tahun, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. Waktu yang diperlukan pada desain
sequential lebih singkat daripada desain longitudinal, namun tetap saja desain
sequential membutuhkan biaya yang besar dan waktu.
4. Pendekatan cross culture
Suatu pendekatan dalam penelitian desain cross-cultur peneliti
mempelajari dua atau lebih kelompok budaya/suku/etnis pada waktu yang
bersamaan dan membandingkan hasilnya. Perbandingan tersebut mungkin antara
usia yang berbeda dalam periode hidup yang sama, misalnya membandingkan
kemampuan kognitif atau psikososial.
2.3 Metode dalam Penelitian Perkembangan
Adapun metode yang seringkali digunakan oleh peneliti untuk mengkaji
perkembangan diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Spesifik
Metode Observasi (Natural and Controlled)
1) Naturalistic Observation
a. Observasi perilaku dan proses mental dlm konteks alamiah
b. Observasi mencerminkan kehidupan anak-anak sehari-hari
c. Kondisi-kondisi yang melandasi perilaku anak tidak bisa dikontrol
d. Kehadiran observer
2) Controlled Observation
a. Observasi perilaku dan proses mental dlm konteks alamiah
b. Observasi mencerminkan kehidupan anak-anak sehari-hari
c. Kondisi-kondisi yang melandasi perilaku anak tidak bisa dikontrol
d. Kehadiran observer
Dalam metode observasi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Prosedur
a. Specimen Record: mencatat apa saja yang dikerjakan dan diucapkan subjek
dalam kurun waktu tertentu.
b. Event Sampling: hanya mencatat perilaku atau kejadian tertentu yang menjadi
fokus kajian pada periode waktu tertentu.
c. Time Sampling: hanya mencatat perilaku atau kejadian yang terjadi pada interval
waktu tertentu.
2) Limitasi
a. Observer influence: kecenderungan subjek untuk menanggapi akan kehadiran
observer dan berperilaku dlm cara-cara yg tidak alamiah.
b. Observer bias: kecenderungan observer untuk melihat dan mencatat perilaku
yang diinginkan daripada perilaku aktual subjek.

2. Metode Eksperimen
Sebuah metode di mana peneliti mencoba untuk mengetahui keunikan
nilai-nilai dan proses-proses sosial sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial
yang berbeda dengan cara tinggal dengan anggota kelompok tersebut dan
mencatatnya dalam periode waktu yang lama.
3. Metode Klinis
Sebuah metode di mana peneliti mencoba untuk mengetahui keunikan
individual anak dengan mengkombinasikan data-data interview, observasi, dan
test mendapatkan gambaran lengkap tentang fungsi-fungsi psikologis anak dan
pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi hal fungsi-fungsi psikologis anak
tersebut.
4. Metode tes
Galvanic Skin Response, Heart Rate, Blood Pressure, Respiration Rate,
Electroencephalograph (EEG), Event Related Potentials (ERP’s), Functional
Magnetic Resonance Imaging (fMRI), dan Limitations.
5. Metode Etnografi
Sebuah metode di mana peneliti mencoba untuk memahami keunikan
etnis, suku, atau budaya tertentu pada sekolompok orang, umumnya dengan
mengkombinasikan data-data interview, observasi, dan test mendapatkan
gambaran lengkap tentang fungsi-fungsi psikologis.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari paparan pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa yang menjadi dasar
dari bidang ilmu Psikologi Perkembangan adalah teori-teori perkembangan yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh ternama seperti Arnold L. Gesell dengan teori
perkembangan maturitas miliknya, Urie Brofenbrenner dengan teori perkembangan
Ekologinya, dan juga teori perkembangan Psikoanalisa yang dikemukakan oleh
psikolog ternama, Sigmun Freud.
Dalam meneliti fenomena yang berkaitan dengan psikologi perkembangan,
diperlukan metode serta pendekatan khusus yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya. Mulai dari metode spesifik yang mengandalkan observasi, metode
eksperimen yang dilakukan dengan cara menetap dalam periode waktu yang lama di
sebuah kelompok social dengan kebudayaan tertentu, metode klinis yang
menggabungkan data-data interview dengan observasi dan tes, metode tes yang
memanfaatkan berbagai macam pengujian baik biologis maupun psikologis, hingga
metode etnografi di mana peneliti memahami keunikan etnis, suku, atau budaya
tertentu yang dimiliki suatu kelompok social tertentu.
Cross sectional adalah salah satu pendekatan yang diterapkan dalam proses
penelitian di mana peneliti meninjau dua atau lebih kelompok usia pada waktu yang
bersamaan. Selain itu ada pendekatan longitudinal yang meneliti manusia dari usia
yang sama dengan cara diikuti selama periode waktu yang lama. Lalu ada
pendekatan sequential yang diperkenalkan oleh Warner Schaie (1983). Dan yang
terakhir, pendekatan cross culture di mana peneliti mempelajari dua atau lebih
kelompok budaya, suku, atau etnis pada waktu yang bersamaan kemudian hasilnya
dibandingkan.

1.2 Saran
Penulis menyarankan beberapa hal yang berkaitan dengan teori perkembangan
dan metode serta pendekatan penelitian perkembangan, yaitu dalam melakukan
penelitian, peneliti wajib mengikuti protokol, tahap, metode, dan pendekatan yang
telah ditetapkan agar menjadi kajian yang konkret dan dapat membantu banyak
kalangan serta memecahkan berbagai masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Thahir, A. (2018). Psikologi Perkembangan, (1-62) & (245-251). Diakses dari

Wardianti, Yuanita, dkk. 2016. Pengaruh Fase Oral Terhadap Perkembangan Anak.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Indonesia. 1(2) : 36-37

Ruang Guru. 2021. Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud.


https://ruangguruku.com/tahap-perkembangan-psikososial-menurut-sigmund-
freud/. (2021/09/26)

Ulfah, Sarrah. 2020. Mengenal Fase Phallic, Ketika si Kecil Memainkan Alat
Genitalnya.
https://www.popmama.com/kid/4-5-years-old/sarrah-ulfah/mengenal-fase-
phallic-pada-anak. (2021/09/26)

Fadli, dr. Rizal. 2020. Ini Tanda Anak Memasuki Fase Pubertas Pertumbuhan Anak.
https://www.halodoc.com/artikel/ini-tanda-anak-memasuki-fase-
pubertas#:~:text=Halodoc%2C%20Jakarta%20%E2%80%93%20Pubertas
%20adalah%20waktu,dimulai%20sekitar%20usia%2012%20tahun.
(2021/09/26)

You might also like