You are on page 1of 20

SOSIOHUMANIKA:

Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

MOHAMMAD IMAM FARISI

Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial:


Rekonstruksi Peran IPS dalam Pengembangan
Sikap Keagamaan
RESUME: Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan
kemampuan dirinya agar memiliki kualitas yang diinginkan oleh masyarakat dan bangsanya. Dalam konteks
sejarah pendidikan di Indonesia, setidaknya telah terjadi delapan kali perubahan kurikulum, diantaranya adalah
Kurikulum 2013 atau K-13, yang sekaligus merupakan kurikulum pertama yang memiliki dasar-dasar pemikiran
yang progresif. Ini terkait dengan penggunaan filsafat Rekonstruksionisme Sosial dan Teori Gestalt sebagai
landasan pengembangannya. Atas dasar kedua teori filsafat itu pula, Kurikulum 2013 mampu mewahanai prinsip
keterpaduan, keutuhan, atau integralitas antar-konten atau isi kurikulum; antara konten kurikulum dengan
realitas kehidupan; serta berorientasi pada pembentukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan fungsional secara
terintegrasi. Termasuk integrasi kajian keagamaan di dalam semua mata pelajaran di sekolah. Tulisan ini, dengan
menggunakan metode kualitatif, berusaha untuk mengkaji dan mendeskripsikan dimensi-dimensi sikap keagamaan
dalam Kurikulum 2013, baik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama maupun mata-mata pelajaran lain di
pendidikan dasar dan menengah; integrasi kompetensi sikap keagamaan dalam IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial); dan
model pengorganisasian pembelajaran IPS-Tematik dalam rangka pembentukan dan aktualisasi sikap keagamaan
dalam realitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
KATA KUNCI: Aktualisasi; Sikap Keagamaan; Ranah Sosial; Ilmu Pengetahuan Sosial; Kurikulum 2013.

ABSTRACT: “Actualization of Religious Attitudes in Social Domain: A Reconstruction of the Social Studies Role
in the Development of Religious Attitude”. Pedagogically, the curriculum is an educational plan that provides the
opportunity for the learners to develop their own potential in a pleasant learning environment and in accordance
with his/her ability to have the desired quality of society and nation. In the context of education history in Indonesia,
at least it has eight times the curriculum reform, among the changes is the Curriculum 2013 or C-2013, which is the
first curriculum has a progressive thinking. This is connected with the use of Social Reconstructionist Philosophy
and Gestalt Theory for its development. Based on this, the Curriculum 2013 can integrate between curriculum
contents; curriculum contents with the realities of life; and focused on to the creation of functional knowledge,
attitudes, and skills integrally. Including it is the integration of religious study in all subjects of curriculum. This
paper, by using the qualitative method, tries to analyse and describe the dimensions of religious attitudes in the
Curriculum 2013 and its development in the Religious Education as well as other subject areas in the elementary
and secondary educations; integration religious attitude competency into Social Studies; and organization model of
learning thematic Social Studies in order formation and actualization of religious attitudes in the realities of society,
nation, and the state.
KEY WORD: Actualization; Religious Attitude; Social Domain; Social Studies; Curriculum 2013.

About the Author: Dr. Mohammad Imam Farisi adalah Dosen pada Jurusan Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), FKIP
UT (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Terbuka), UPBJJ (Unit Pelaksana Belajar Jarak Jauh) UT Surabaya,
Kampus C UNAIR (Universitas Airlangga) Surabaya 60115, Jawa Timur, Indonesia. E-mail: imamfarisi@ut.ac.id
How to cite this article? Farisi, Mohammad Imam. (2017). “Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial: Rekonstruksi
Peran IPS dalam Pengembangan Sikap Keagamaan” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan,
Vol.10(1) May, pp.71-90. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press owned by ASPENSI, ISSN 1979-0112.
Chronicle of the article: Accepted (August 17, 2016); Revised (January 15, 2017); and Published (May 30, 2017).

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 71
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

PENDAHULUAN SISDIKNAS masih sangat berorientasi pada


Pendidikan ideal hakikatnya bersifat pengembangan intelektual; sedangkan
antisipatoris dan prepatoris, yakni mengacu pengelolaan pendidikan yang cenderung
ke masa depan dan mempersiapkan berorientasi pada pengembangan
generasi muda untuk kehidupan masa intelektual dan mengabaikan dimensi-
depan yang lebih baik, bermutu, dan dimensi lain manusia, justru hanya akan
bermakna (Buchori, 2001). Pendidikan ideal melahirkan manusia Indonesia dengan
bagi bangsa Indonesia adalah pendidikan kepribadian pecah atau split personality
yang mampu mengembangkan segala (Fajar et al., 2001). Pendidikan agama yang
kapasitas peserta didik sebagai warga sangat diharapkan berperan sentral dalam
negara demokratis serta bertanggung pendidikan karakter juga dipandang masih
jawab, yaitu warga negara yang lemah, karena hanya menyentuh aspek
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kognitif, pengenalan norma atau nilai-
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, nilai, belum pada tingkatan internalisasi
akhlak mulia, serta keterampilan melalui (afektif), dan tindakan nyata dalam
proses pembudayaan dan pemberdayaan kehidupan sehari-hari yang sesungguhnya
(Depdiknas RI, 2003). inti pembelajaran agama. Akibatnya,
Namun demikian, sejumlah pakar kesenjangan antara pengetahuan dan
pendidikan memandang bahwa selama perilaku keagamaan semakin melebar
ini SISDIKNAS (Sistem Pendidikan (Kosim, 2011).
Nasional) masih belum menjadi pranata Pendidikan di Indonesia seringkali
pembudayaan dan pemberdayaan (cf hanya sebatas transfer ilmu dan tidak
Buchori, 2001; Fajar et al., 2001; dan membangun karakter anak didik.
Supriyoko, 2001). Fenomena ini terjadi Siswa tidak diberi kesempatan untuk
sejak tahun 1960-an, ketika SISDIKNAS merefleksikan dan memposisikan
mulai kehilangan momentum untuk dirinya dalam sistem pendidikan yang
mengikhtiarkan pembentukan dan semata-mata untuk kepentingan dunia
pengembangan kesadaran akan harkat dan kerja. Kegiatan refleksi, yang didalam
martabat bangsa, serta kehilangan watak pendidikan itu sangat penting, kini telah
kultural yang patut dibanggakan, karena kehilangan tempat. Kurikulum berdasarkan
pendidikan telah menjadi kepanjangan kompetensi pun tidak mengarah ke
tangan birokrasi dalam upaya menanamkan pembentukan karakter dan masih berbasis
kepentingannya (Buchori, 2001). disiplin ilmu (Hasan, 2002).
SISDIKNAS dinilai telah gagal Dari sekian banyak unsur sumber
menghasilkan kader-kader bangsa yang daya pendidikan, kurikulum merupakan
berkemauan tulus dan berkemampuan salah satu unsur yang bisa memberikan
profesional. Akibatnya, kehidupan kontribusi yang signifikan untuk
berbangsa dan bernegara di Indonesia mewujudkan proses berkembangnya
dewasa ini semakin hilang dan menjauh kualitas potensi peserta didik. Kurikulum
dari jatidiri bangsa (Supriyoko, 2001). Hal sebagai unsur strategis dalam pendidikan
ini juga dapat diamati dari kecenderungan sekolah memiliki makna penting dalam
terjadinya kenakalan remaja, kemerosotan mengemban peran sekolah sebagai
moral, dan perilaku menyimpang dari pusat pembudayaan dan pemberdayaan
etika kehidupan dan budaya bangsa. (Soedijarto, 2004).
Sekolah yang diharapkan menjadi agen Secara pedagogis, kurikulum adalah
pembaharuan belum sepenuhnya menjadi rancangan pendidikan yang memberi
wahana proses transformasi nilai-nilai dan kesempatan kepada peserta didik untuk
norma-norma kebangsaan (Koster, 2000). mengembangkan potensi dirinya dalam
Faktor utama belum berfungsinya suatu suasana belajar yang menyenangkan
pendidikan sebagai pranata pembudayaan dan sesuai dengan kemampuan dirinya
dan pemberdayaan adalah bahwa agar memiliki kualitas yang diinginkan

72 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, khususnya bagi pengembangan


kurikulum adalah suatu kebijakan publik sikap keagamaan secara terintegrasi.
yang didasarkan kepada dasar filosofis Hal ini terkait dengan penggunaan
bangsa dan keputusan yuridis di bidang Filsafat Rekonstruksionisme Sosial1
pendidikan (Kemendikbud RI, 2012). dan Teori Gestalt2 sebagai landasan
Namun, realitasnya, kurikulum kini tak pengembangannya (dalam Brameld, 1965;
ubahnya seperti mesin, sedangkan remote dan Wertheimer, 1999).
control sepenuhnya berada di birokrasi. Rekonstruksionisme sosial menjadi
Institusi sekolah sama sekali tak memiliki landasan filosofis-teoretis dalam
ruang dan daya untuk mengembangkan rekonstruksi organisasi konten/isi, bahan
diri, hanya mengabdi semata-mata pada belajar, dan mata pelajaran; dan teori Gestalt
keputusan dari atas yang lebih sering menjadi landasan teoritis dalam rekonstruksi
tak tepat, baik pemikiran dasar maupun organisasi pembelajaran. Penggunaan filsafat
praktek pelaksanaannya (Buchori, 2001). rekonstruksionisme sosial dan teori Gestalt
Dalam konteks ini, refleksi Suyanto yang menekankan pada keterpaduan,
(2003) terhadap perubahan kurikulum keutuhan, atau integralitas antar-konten
juga menyimpulkan bahwa kurikulum atau isi kurikulum, dan antara konten
pendidikan di Indonesia belum mampu kurikulum dengan realitas kehidupan,
melahirkan unjuk kerja siswa secara serta orientasinya pada pembentukan
bermakna. Siswa banyak tahu informasi, pengetahuan, sikap, dan keterampilan
tetapi tidak bermakna bagi kehidupannya. fungsional, dipandang sebagai respon-solutif
Menurutnya, pendidikan di Indonesia — Kurikulum 2013 atas kebutuhan masyarakat
mengutip pendapat Freire — cenderung dan bangsa dalam membangun generasi
mengikuti banking concept of education. Guru muda bangsanya (cf Brameld, 1965; Tafsir,
hanya mendepositokan banyak informasi 1994; Syadali et al., 1997; Wertheimer, 1999;
yang diturunkan dari berbagai cabang Praja, 2003; dan Usiono, 2006).
ilmu kepada siswa, tetapi tidak pernah Tulisan ini mengkaji dan mendeskripsikan
membicarakan untuk apa informasi itu dimensi-dimensi sikap keagamaan dalam
harus dikuasai siswa (Suyanto, 2003). Hal Kurikulum 2013. Dengan menggunakan
ini juga diamini oleh J.L.L. Lombok (2003), metode dan pendekatan kualitatif-deskriptif
yang menyimpulkan bahwa kelemahan (Creswell, 1994; Neuman, 2003; Ruane,
pokok kurikulum hingga kini adalah 2005; Moleong, 2007; Sukardi, 2009; dan
tingkat relevansinya yang rendah, kurang Sugiyono, 2010), artikel ini mengkaji dan
memberi pengalaman belajar kepada siswa menganalisis dimensi-dimensi keagamaan,
untuk membentuk kompetensi, dan lebih baik dalam mata pelajaran Pendidikan
content oriented (Lombok, 2003). Agama, maupun mata-mata pelajaran lain;
Dalam sejarah pengembangan integrasi kompetensi sikap keagamaan
kurikulum sekolah di Indonesia, setidaknya dalam IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial); dan
telah terjadi delapan kali perubahan. IPS-Tematik sebagai model pengorganisasian
Diantara kedelapan kurikulum tersebut, 1
Rekonstruksionisme Sosial atau Reconstructed
Kurikulum 2013 dapat dipandang sebagai Philosophy of Education adalah sebuah aliran filsafat
ikhtiar dan produk akademik yang pendidikan yang dibangun dengan cara mengambil dan
menggabungkan “unsur-unsur terbaik” dari setiap filsafat,
didasarkan atas hasil penilaian nasional dan merekonstruksi kembali menjadi sebuah filsafat-sintesis.
pendidikan atau national assessment, setelah Lihat, selanjutnya, Theodore Brameld (1965:32-33).
Kurikulum 1975 dan Kurikulum PPSP
2
Teori Gestalt adalah teori psikologi yang berpusat pada
lima prinsip atau hukum tentang organisasi perseptual
(Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) tentang fenomena, objek atau realitas (laws of perceptual
tahun 1974–1981 (Soedijarto, 2004). organization). Berdasarkan kelima prinsip atau hukum
tersebut, teori Gestalt memandang bahwa pikiran dan
Secara struktural-substantif, Kurikulum tindakan manusia atas fenomena, objek atau realitas
2013 juga memiliki harapan lebih besar merupakan kesatuan atau keterpaduan yang utuh atau
untuk mewujudkan pendidikan sebagai menyeluruh, dan menolak prinsip ”atomisme” atau
”strukturalisme” dalam psikologi. Lihat, selanjutnta, M.
pranata pembudayaan dan pemberdayaan, Wertheimer (1999:181-183).

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 73
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

pembelajaran dalam rangka pembentukan seperti Matematika dan Ilmu-ilmu Alam;


dan aktualisasi sikap keagamaan dalam Ilmu-ilmu Sosial; dan Ilmu-ilmu Bahasa
realitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan Budaya (Kemendikbud RI, 2012;
dan bernegara. Kemendikbud RI, 2013a; Kemendikbud RI,
2013b; dan Kemendikbud RI, 2013c).
HASIL PENELITIAN DAN Pada mata pelajaran Pendidikan
PEMBAHASAN Agama, pengembangan KI-1 “sikap
Sikap Keagamaan dalam Kurikulum keagamaan” selain dijabarkan secara
2013. Di dalam Kurikulum 2013, sikap langsung di dalam KD-KD untuk KI-1,
keagamaan merupakan salah satu juga dikembangkan secara tidak langsung
dari empat KI (Kompetensi Inti), yaitu (indirect teaching) melalui KD-KD untuk
“sikap keagamaan” (KI-1). KI-1 “sikap KI-2 “sikap sosial”; KI-3 “pengetahuan”,
keagamaan” ini merupakan kompetensi dan KI-4 “penerapan pengetahuan”
yang berlaku untuk semua mata pelajaran (Kemendikbud RI, 2013a; Kemendikbud
dan harus dikuasai oleh setiap peserta RI, 2013b; dan Kemendikbud RI, 2013c).
didik dari jenjang SD/MI (Sekolah Sedangkan pada mata-mata pelajaran
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah), SMP/ selain Pendidikan Agama, KD-KD sikap
MTs (Sekolah Menengah Pertama/ keagamaan dikembangkan pada konten-
Madrasah Tsanawiyah), hingga SMA/ konten tertentu yang memiliki keterkaitan
MA (Sekolah Menengah Atas/Madrasah dan dapat mengkontribusi pengembangan
Aliyah). Rumusan KI-1 “sikap keagamaan” sikap keagamaan peserta didik pada
untuk jenjang SD/MI hingga SMA/MA dimensi kognitif, afektif, dan konatif.
adalah sebagai berikut: (1) menerima dan Pengembangan KI-1 “sikap keagamaan”
menjalankan ajaran agama yang dianutnya, di dalam mata pelajaran selain Pendidikan
untuk kelas I—III SD/MI; (2) menerima, Agama dilakukan sejalan dengan prinsip
menjalankan, dan menghargai ajaran agama eklektik4 dan terintegrasi dalam organisasi
yang dianutnya, untuk kelas V—VI SD/MI; konten/kompetensi kurikulum. Dengan
(3) menghargai dan menghayati ajaran agama struktur organisasi konten/kompetensi
yang dianutnya, untuk kelas VII—IX SMP/ seperti itu, pengembangan KI-1 “sikap
MTs; dan (4) menghayati dan mengamalkan keagamaan” kedalam KD-KD dapat tercipta
ajaran agama yang dianutnya, untuk kelas secara terintegrasi (vertikal dan horizontal)
X—XII SMA/MA (Kemendikbud RI, 2012; pada seluruh mata pelajaran, jenjang kelas,
Kemendikbud RI, 2013a; Kemendikbud RI, dan sekolah, dengan bobot kompetensi
2013b; dan Kemendikbud RI, 2013c). yang semakin tinggi. Prinsip eklektivisme
Keempat KI-1 “sikap keagamaan” dan integrasi konten dipandang mampu
tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam menjamin keterpaduan, keutuhan, atau
KD-KD (Kompetensi Dasar) mata pelajaran integralitas antar-konten atau isi kurikulum,
Pendidikan Agama dan mata-mata dan antara konten kurikulum dengan
pelajaran pada jenjang SD/MI, SMP/MTs, realitas kehidupan. Selain itu, orientasi
hingga SMA/MA, baik pada mata pelajaran Kurikulum 2013 pada pembentukan
wajib seperti PPKn (Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan); Bahasa Indonesia; pola penjurusan yang dipandang memiliki konotasi
terbatas dalam pemilihan mata pelajaran di luar jurusan.
Bahasa Inggris; IPA (Ilmu Pengetahuan Selanjutnya, lihat Kemendikbud RI (2012:16-17); dan
Alam); IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial); Seni, Kemendikbud RI, 2013c:3).
Budaya, dan Prakarya; dan Pendidikan
4
Eklektik (eclectic) adalah prinsip, pola, sikap, tindakan,
atau reaksi atas fenomena atau realitas yang dilakukan
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, maupun dengan cara mengambil, mengkombinasikan, atau
mata pelajaran peminatan3 di SMA/MA, memadukan secara penuh keunggulan (advantage) yang
terdapat pada seluruh sumber yang dimiliki — intelektual,
Kelompok mata pelajaran peminatan adalah mata
3
emosional, dan keyakinan — untuk menemukan kembali
pelajaran pada jenjang SMA/MA (Sekolah Menengah (rediscover) vitalitas yang diinginkan/diharapkan. Filsafat
Atas/Madrasah Aliyah) yang dapat dipilih secara bebas yang dikembangkan dari unsur-unsur keunggulan sejumlah
oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan filsafat secara eklektik dinamakan filsafat Eklektisisme atau
kemampuannya. Mata pelajaran peminatan mengganti Eclecticism. Selanjutnya, lihat Theodore Brameld (1965:23).

74 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

pengetahuan, sikap, dan keterampilan peminatan, seperti Bahasa dan Sastra Arab,
fungsional juga dapat dipandang sebagai Jepang, Mandarin, Jerman, dan Perancis.
respon-solutif kurikulum atas kebutuhan Sikap Keagamaan dalam Mata
masyarakat dan bangsa dalam membangun Pelajaran Pendidikan Agama.
generasi muda bangsanya (Kemendikbud Pengembangan sikap kegamaan didalam
RI, 2012; Kemendikbud RI, 2013a; mata pelajaran Pendidikan Agama,
Kemendikbud RI, 2013b; dan Kemendikbud mencakup keempat klaster KI (Kompetensi
RI, 2013c). Inti), yaitu: “sikap keagamaan” (KI-1),
Selain itu, jumlah beban belajar5 “sikap sosial” (KI-2), “pengetahuan” (KI-
Pendidikan Agama6 didalam Kurikulum 3), dan “aplikasi pengetahuan” (KI-4)
2013 untuk setiap jenjang sekolah (SD/MI pada dimensi kognitif, afektif, dan konatif
sampai dengan SMA/MA) adalah 3—4 jam (Kemendikbud RI, 2012).
per minggu. Ini berarti bahwa jumlah jam Pengembangan KI-1 “sikap keagamaan”
belajar untuk Pendidikan Agama hanya 120 difokuskan pada pembentukan pribadi
menit per minggu untuk jenjang SD/MI peserta didik sebagai makhluk individu
dan SMP/MTs, dan 180 menit per minggu beragama, sebagai wujud penerimaan,
untuk jenjang SMA/MA, atau rerata sekitar penghargaan, penghayatan, dan
10% dari total jumlah jam pelajaran di pelaksanaan ajaran agama Islam, mencakup
sekolah. Dengan jumlah jam seperti itu, aspek kognitif, afektif, dan konatif.
tentu sangat tidak memungkinkan bagi Aspek kognitif difokuskan pada
mata pelajaran Pendidikan Agama untuk pembentukan pengetahuan atas ajaran
membentuk pengetahuan, sikap, dan Islam yang terdapat di dalam ayat-
perilaku keagamaan peserta didik secara ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits. Aspek
purna. Kontribusi secara sinergis dari mata- afektif difokuskan pada pembentukan
mata pelajaran lain bagi pembentukan keyakinan, penghayatan, penghargaan,
kompetensi “sikap keagamaan” mutlak dan kesadaran-diri untuk menerima dan
diperlukan, sesuai dengan substansi dan memiliki sikap beriman kepada rukun-
karakteristik masing-masing mata pelajaran rukun iman dalam Islam, yakni: iman
(Kemendikbud RI, 2012). kepada Allah SWT (Subhanahu Wa-Ta’ala)
Namun demikian, hasil analisis berserta sifat-sifat-Nya, Malaikat, Nabi dan
dokumen Kurikulum 2013 menunjukan Rasul Allah, Al-Qur’an, Hari Akhir, serta
bahwa penjabaran KI-1 “sikap keagamaan” Qada dan Qadar; bersyukur atas karunia
kedalam KD-KD tak tampak pada mata dan nikmat Allah; serta kebenaran hukum
pelajaran Matematika kelas I—VI SD/ Islam berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadits,
MI; kelas VII dan VIII SMP/MTs; kelas dan Ijtihad. Aspek konatif difokuskan
X—XII SMA/MA (kelompok wajib dan pada pembentukan kebiasaan-diri dalam
peminatan). Selain itu, pengembangan KI-1 melaksanakan ajaran agama, seperti:
“sikap keagamaan” juga tak dikembangkan bersuci sebelum beribadah atau setelah
di dalam KD-KD mata pelajaran kelompok hadast; berdoa/dizikir sebelum dan
sesudah beraktivitas; membaca basmalah
5
Beban belajar pada jenjang SD/MI (Sekolah Dasar/ setiap memulai aktivitas; ber-wudlu
Madrasah Ibtidaiyah), SMP/MTs (Sekolah Menengah sebelum sholat; berbuat kebajikan/amal
Pertama/Madrasah Tsanawiyah) hingga SMA/MA (Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah) dinyatakan dalam sholeh; menghindari perilaku tercela;
perhitungan jam belajar setiap minggu untuk masa belajar membaca Al-Qur’an; melaksanakan rukun
selama satu semester. Satu jam belajar untuk SD/MI adalah Islam, seperti syahadat, sholat, puasa,
40 menit, dengan total 36 jam belajar per minggu; SMP/
MTs adalah 40 menit, dengan 38 jam belajar per minggu; dan zakat; melaksanakan sujud (syukur,
dan SMA/MA adalah 45 menit, dengan 18 jam per minggu tilawah, dan syahwi); melaksanakan
(untuk mata pelajaran wajib) dan 43 jam belajar per minggu.
Lihat, selanjutnya, Kemendikbud RI (2012:13-16).
ketentuan syariat Islam dalam keseharian,
6
Pendidikan Agama didalam Kurikulum 2013 terdiri seperti makan dan minum, berpakaian,
dari Agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan penyelenggaraan jenazah, khutbah,
Khonghucu. Tulisan ini hanya difokuskan pada Pendidikan
Agama Islam. tabligh, dakwah, pernikahan, pembagian

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 75
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

harta warisan, qurban, dan aqiqah prosedural (cf Gagne, 1977; Dahar, 1991;
(Kemendikbud RI, 2012). Cornbelth, 2001; dan Krathwohl ed.,
Pengembangan KI-2 “sikap sosial” 2002), serta kemampuan analisis. Rasa
difokuskan pada pembentukan pribadi ingin tahu dan pengamatan peserta
peserta didik sebagai makhluk sosial beragama didik tentang dirinya, makhluk ciptaan
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, Tuhan dan kegiatannya, dan fenomena
sebagai perwujudan pemahaman atas dan kejadian tampak mata di berbagai
ajaran agama pada aspek kognitif, afektif, konteks lingkungan menjadi titik tolak
dan konatif. pengembangan “pengetahuan”.
Aspek kognitif difokuskan pada Kompetensi ini mencakup penguasaan
pembentukan pengetahuan atas ajaran- jenis pengetahuan, yakni (1) Faktual:
ajaran sosial dalam Islam yang terdapat sejarah perjuangan dan keteladanan para
di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sifat- Nabi, dan sikap terpuji Khulafaurrasyidin;
sifat keteladanan Rasulullah Muhammad sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan
SAW (Salallahu Alaihi Wassalam) yang dan peradaban masa kejayaan Islam
shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Aspek zaman dinasti Umayah dan Abbasiyah,
afektif difokuskan pada pembentukan dan zaman modern; serta strategi dakwah
sikap menghargai perilaku jujur, hormat, dan perkembangan Islam di Indonesia;
patuh, taat, pemaaf, percaya diri, empati, (2) Prosedural: tata-cara bersuci, sholat
ikhlas, sabar, amanah, istiqamah, sopan- berjamaah, Jumat, dan Qasar, qurban, haji
santun, rajin, bersih, semangat mencari dan umrah; analisis-ilmiah kandungan Al-
dan mengembangkan ilmu, beramal- Qur’an; pengelolaan wakaf; serta ketentuan
shaleh, berbaik sangka, rendah hati, hemat, pernikahan dalam Islam; (3) Konseptual:
hidup sederhana, makan dan minum pesan-pesan Allah di dalam Al-Qur’an
sesuai aturan syariat, tatakrama, rasa dan Al-Hadist tentang berbagai aspek
malu, optimis, ikhtiar, tawakkal, toleran, kehidupan; doa; syahadat; amal-ibadah;
peduli, serta suka menolong dalam praktek iman kepada Allah, Nabi, Kitab-kitab
kehidupan sosial. Aspek konatif difokuskan Allah, Malaikat, Qiamat, Qadha dan Qadar;
pada pembentukan kebiasaan-diri dalam empati; ikhlas; sabar; pemaaf; amanah;
meneladani perjuangan dan sikap terpuji istiqamah; hikmah seperti shalat, sujud,
para Nabi, Khulafaurrasyidin, dan Ikhwanul puasa, halal-haram, qurban, aqiqah, kontrol-
Muslim dalam menumbuhkembangkan diri, persaudaraan, prasangka baik, saling
ilmu; berperilaku jujur, hormat, patuh, menasihati, dan berbuat baik; optimis;
berbakti, kontrol-diri (mujahadah an-nafs), ikhtiar; tawakkal; toleransi; kerukunan;
prasangka baik (husnuzzhan), persaudaraan sumber hukum Islam berdasarkan Al-
(ukhuwah), menghindarkan diri dari Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad; dakwah;
pergaulan bebas, zina, dan kekerasan; taat aturan; kompetisi dalam kebaikan;
semangat menuntut dan mengembangkan kerja keras; hak dan kedudukan waris;
ilmu dan menegakan kebenaran; serta serta (4) Analisis: prinsip-prinsip dan
luhur budi, kokoh pendirian, memberi praktek-praktek ekonomi Islam; khutbah,
rasa aman, tawakkal, adil, tangguh, tabligh dan dakwah; serta kemajuan dan
kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras, kemunduran peradaban Islam di dunia
toleran, rukun, kreatif, inovatif, produktif, (Kemendikbud RI, 2012).
kritis, demokratis, ihsan, mawas diri, Pengembangan KI-4 “aplikasi
optimis, iktiar, tawakkal, dan meneliti pengetahuan” difokuskan pada
(Kemendikbud RI, 2012). pembentukan pribadi peserta didik
Pengembangan KI-3 “pengetahuan” sebagai makhluk mencipta beragama,
difokuskan pada pembentukan pribadi yang diwujudkan dalam kemampuan
peserta didik sebagai makhluk berakal mereka dalam menyajikan pengetahuan
beragama melalui penguasaan pengetahuan konseptual, faktual, dan prosedural
yang bersifat faktual, konseptual, dan dalam bahasa yang jelas dan logis; dalam

76 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

karya yang estetis; dalam gerakan yang sikap keagamaan yang terdistribusi
mencerminkan anak sehat; dan dalam secara integratif di dalam mata-mata
tindakan yang mencerminkan perilaku pelajaran lain merupakan hal baru dan
manusia beriman dan berakhlak mulia. spesifik dari Kurikulum 2013, yang
Kompetensi ini mencakup kemampuan dikembangkan berdasarkan prinsip
aplikasi pengetahuan sesuai metode eklektik, rekonstruksionis, dan integratif.
dan kaidah keilmuan, dalam bentuk: (1) Distribusi dan integrasi sikap-sikap
melafalkan, menghafalkan, membacakan, keagamaan ke berbagai mata pelajaran
dan menuliskan huruf-huruf hijaiyah, sangat penting maknanya bagi peserta
Asmaul Husna, syahadat, ayat-ayat Al- didik untuk memperluas perspektif dan
Qur’an, dan doa secara tepat, jelas, dan kesadarannya bahwa di dalam kekhususan
sesuai kaidah; (2) memaknai ayat-ayat Al- konten dan tujuan masing-masing,
Qur’an dan Al-Hadits; (2) mecontohkan atau setiap pengetahuan yang mereka pelajari
mendemonstrasikan pengetahuan faktual niscaya masih terdapat “ruang-ruang
tentang sikap dan perilaku hormat, patuh, keberagamaan” yang bisa dieksplorasi, dan
kegiatan keagamaan, kasih-sayang, kerja bahwa sikap keberagamaan bisa dialami
sama, tolong-menolong, pola hidup bersih dan dimanifestasikan melalui beragam
dan sehat, tawaduk, ikhlas, taqwa, peduli, pengalaman belajar di sekolah. Hal ini
bersyukur, sopan-santun, menghargai, juga bermakna bahwa pembentukan sikap
rendah hati, hemat, saling mengingatkan keberagamaan tidak “eksklusif” untuk
dalam hal kebaikan, sederhana, tabligh, ranah pendidikan Agama, tetapi “inklusif”
toleransi, simpati, qadha dan qadar, berbaik di dalam semua ranah pendidikan (cf
sangka, hidup rukun, tata-krama, rasa Kemendikbud RI, 2012; dan Susanto, 2014).
malu, amanah, empati, keluhuran budi, Pertama, mata pelajaran Pendidikan
kokoh pendirian, memberikan rasa aman, Pancasila dan Kewarganegaraan fokus pada
tawakal, adil, dan kesadaran beriman; (3) pembentukan pribadi peserta didik sebagai
mecontohkan atau mendemonstrasikan warga negara yang baik, yaitu warga
pengetahuan prosedural tentang tata-cara negara yang dalam setiap tindakannya
bersuci atau berwudlu, sholat yang wajib, senantiasa bersumber dan berlandaskan
sunnah, jamak, qashar, Jumat berjamaah kepada pengetahuan, nilai, dan norma
atau munfarid, sujud untuk syukur, sahwi, keagamaan atau Ketuhanan Yang Maha Esa
tilawah, zikir, penyembelihan hewan (Winataputra, 2001a; dan Kemendikbud
untuk qurban dan aqiqah, manasik haji, RI, 2012). Pengembangan sikap kegamaan
penyelenggaraan jenazah, khutbah, tabligh, mencakup aspek kognitif, afektif, dan
dakwah, praktek-praktek ekonomi Islam, konatif.
pembagian harta waris, dan pernikahan; Kognitif: pemahaman nilai-nilai
(4) menceritakan atau mendeskripsikan persatuan pada masa Islam. Afektif:
kisah atau sejarah keteladanan para pengembangan kesadaran-diri untuk
Nabi, pahlawan Muslim, wali-wali Allah, menerima, menghargai, dan menghayati:
sahabat Nabi, Ashabul Kahfi, tradisi Islam (1) keberagaman karakteristik individu,
Nusantara, substansi dan strategi dakwah suku bangsa, dan ciri-ciri fisik dalam
Rasulullah Muhammad SAW atau kehidupan beragama sebagai anugerah
Salallahu Alaihi Wassalam, dan pengalaman Tuhan Yang Maha Esa; (2) semangat
melaksanakan amal-ibadah; serta (5) kebersamaan, ke-bhinnekatunggalika-an,
merekonstruksi pengetahuan tentang solidaritas, toleransi, persamaan derajat,
sejarah perkembangan Islam Nusantara, gotong-royong, dan kerukunan hidup
dan pertumbuhan ilmu pengetahuan masa antar umat beragama dalam kehidupan
kejayaan Islam pada zaman dinasti Umayah bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dan Abbasiyah (Kemendikbud RI, 2012). yang dilandasi ajaran agama dan
Sikap Keagamaan dalam Mata kepercayaan yang dianutnya; (3) perilaku
Pelajaran Lain. Pengembangan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 77
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

Yang Maha Esa dan akhlak mulia dalam dan keagungan Allah, Tuhan sang Pencipta;
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta (2) kesiapan diri untuk menjaga,
bernegara, dan antar-bangsa; (4) isi dan melestarikan keteraturan, dan kompleksitas
makna pasal 28e dan 29 ayat 2 Undang- ciptaan Tuhan dalam kehidupan keseharian
Undang Dasar 1945; (5) nilai-nilai ajaran sebagai wujud pengamalan ajaran-ajaran
agama dan kepercayaan dalam kehidupan agama yang dianutnya (Kemendikbud RI,
bermasyarakat; serta (6) karakter 2012; dan Sari, 2012).
pemimpin yang berakhlak mulia dalam Dibandingkan mata-mata pelajaran lain,
menjaga keutuhan Negara Kesatuan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan
Republik Indonesia. Konatif: kesiapan diri mata pelajaran yang paling realistik bagi
mengamalkan isi pasal 28e dan 29 ayat 2 pengembangan sikap keberagamaan,
Undang-Undang Dasar 1945 dan ketaataan karena Allah tidak menampilkan wujud
terhadap agama dan kepercayaan yang Dzatnya Yang Maha Hebat di hadapan
dianut dalam kehidupan berbangsa dan makhluk-makhluknya secara langsung dan
bernegara (Kemendikbud RI, 2012). dapat dilihat seperti kita melihat sesama
Kedua, mata pelajaran Bahasa Indonesia makhluk. Makhluk-makhluk—termasuk
fokus pada pengembangan kesadaran-diri alam semesta—yang menjadi tanda
untuk menerima, meresapi, menghargai, kebesaran dan keagungan Allah inilah
dan mensyukuri makna bahwa: (1) bahasa yang disarankan di dalam banyak ayat Al-
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan Qur’an agar menjadi bahan berpikir tentang
sarana belajar di tengah keberagaman kebesaran Allah (Kemendikbud RI, 2012;
bahasa daerah sebagai anugerah Tuhan dan Sari, 2012).
Yang Maha Esa; (2) keberagaman bahasa Keempat, mata pelajaran Seni, Budaya,
daerah sebagai khazanah budaya dan dan Prakarya fokus pada pengembangan
intelektual manusia Indonesia adalah kesadaran-diri untuk merasakan, menikmati,
hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; (3) memuji, dan mengapresiasi: (1) keindahan
keunggulan bahasa Indonesia sebagai alam sebagai salah satu tanda-tanda
sarana yang lebih baik daripada bahasa kekuasaan Tuhan; serta (2) keunikan dan
lain untuk memperoleh ilmu pengetahuan keberagaman kemampuan karya seni dan
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha kreativitas manusia, seperti senirupa, tari,
Esa; serta (4) bahasa Indonesia sebagai musik, teater, kerajinan, rekayasa, budidaya,
sarana memahami dan menyajikan dan pengolahan sebagai anugerah dan
informasi lisan dan tulis (cf Abidin, 2012; bentuk syukur terhadap anugerah Tuhan
dan Kemendikbud RI, 2012). Sedangkan Yang Maha Esa (Kemendikbud RI, 2012; dan
mata pelajaran Bahasa Inggris fokus pada Nugraha, 2013).
pembentukan kesadaran-diri untuk Dalam konteks ini, K. Baynes (1976) dan
mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha A. Ozer et al. (2012) menyatakan bahwa
Esa, yang telah diberi kesempatan belajar sejak awal sesungguhnya seni, budaya
bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan/atau karya kreativitas manusia dan
komunikasi internasional (Kemendikbud agama tidak hanya merupakan entitas dari
RI, 2012; dan Gusrayani, 2014). beberapa aspek kehidupan masyarakat
Ketiga, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan yang telah mapan, melainkan telah berpadu
Alam fokus pada: (1) peningkatan dalam berbagai aspeknya. Adalah suatu
kesadaran, kekaguman, dan keberimanan kemustahilan untuk mengklaimnya sebagai
diri bahwa di dalam keteraturan, dua aspek yang terpisah (Baynes, 1976; dan
keseimbangan dalam konfigurasi yang Ozer et al., 2012).
kompleks alam dan jagad raya secara Budaya dan agama memang terjalin
kimiawi, fisika, dan biologi, kehidupan erat (closely interwoven) di dalam setiap
dalam ekosistem, peran manusia dalam masyarakat. Budaya yang tampak dari nilai-
lingkungan terdapat bukti atau tanda atau nilai, keterampilan, intelegensi, praktek,
ayat kauniyah tentang kebesaran, kehebatan, dan keindahan estetika manusia adalah

78 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

bagian dan parsel kehidupan umat manusia, kewarganegaraan (NCSS, 1994). Akhirnya,
sesungguhnya merupakan introduksi dan pada tahun 1994, IPS integratif dimantapkan
ekspresi agama, serta batu loncatan untuk sebagai salah satu dari visi IPS sebagai
lebih mengerti jalan hidup keber-agama- program pendidikan di sekolah: ”Social
an. Melalui aktivitas budaya, aktivitas studies teaching and learning are powerful, when
keagamaan pun akan lebih atraktif dan they are integrative” (NCSS, 1994).
mampu mempengaruhi manusia lain untuk Dengan visi tersebut, tujuan IPS
mengikuti jalan agama (Sraman, 2012). adalah menyiapkan peserta didik menjadi
Kelima, mata pelajaran Pendidikan warga negara yang demokratis, mampu
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan fokus pada berpikir spekulatif, kritis, membuat
pengembangan kesadaran diri dan sikap: keputusan personal, dan kewarganegaraan
(1) menghargai tubuh dengan seluruh berdasarkan informasi dari berbagai
perangkat gerak dan kemampuannya perspektif. Pembelajaran IPS juga
sebagai anugrah Tuhan yang tidak ternilai; diharapkan memberikan pengalaman
serta (2) memelihara dan membina tubuh belajar komprehensif kepada peserta didik
sebagai wujud syukur kepada sang tentang berbagai dilema kehidupan yang
Pencipta (Kemendikbud RI, 2012; dan multi-perspektif dan multi-konfrontatif,
Mashud, 2015). dengan menyediakan beragam strategi
Integrasi Kompetensi Sikap Keagamaan dan aktivitas yang melibatkan peserta
dalam IPS. Secara filosofis, IPS (Ilmu didik dengan ide-ide bermakna,
Pengetahuan Sosial) adalah integrative mendorong mereka membangun kaitan
science dan integrative social studies, yaitu antara pengetahuan-awal dengan isu-
mata pelajaran yang mempelajari totalitas isu mutakhir, berpikir kritis dan kreatif
pengalaman manusia dalam kontinum atas apa yang mereka pelajari, serta
ruang dan waktu dengan mengintegrasikan mengaplikasikannya di dalam situasi yang
beragam konten dan unsur disiplin ilmu- otentik.7
ilmu sosial, arkeologi, psikologi, seni, Sejumlah studi menunjukan bahwa
sains, humaniora, dan realitas kehidupan IPS-Terpadu mampu meningkatkan
manusia. Gagasan IPS integratif pertama kemampuan berpikir kritis dan
kali dikemukakan di dalam dokumen memungkinkan peserta didik, baik
NCSS (National Council for the Social Studies) individual maupun kelompok, aktif-
pada tahun 1989 (NCSS, 1989). Di dalam partisipatif mencari, menggali, dan
dokumen tersebut dinyatakan bahwa menemukan konsep serta prinsip secara
salah satu karakteristik Kurikulum IPS holistik (cf Somantri, 2000; Winataputra,
abad ke-21 adalah pengintegrasian seluruh 2001b; dan Ogawa, 2013). Melalui
kajian ilmu-ilmu sosial dari jenjang TK pembelajaran terpadu, peserta didik juga
(Taman Kanak-kanak) hingga jenjang dapat memperoleh pengalaman langsung,
Kelas 12 (K-12) untuk menyediakan sebuah sehingga dapat menambah kekuatan untuk
matriks atau framework bagi IPS, yang menerima, menyimpan, dan memproduksi
memungkinkan peserta didik memiliki kesan-kesan tentang hal-hal yang
pengertian utuh atas prinsip-prinsip dan dipelajarinya. Mereka juga terlatih untuk
metodologi dalam ilmu-ilmu sosial (cf dapat menemukan sendiri berbagai konsep
NCSS, 1989; Ellis, 1998; Winataputra, 2001b; yang dipelajari.
dan Ogawa, 2013). Namun demikian, L. Noviani (2010)
Sifat integratif ini diformulasikan lebih mengingatkan bahwa pembelajaran
lanjut pada tahun 1992 oleh Gugus Tugas terpadu membutuhkan waktu, kejelian, dan
NCSS untuk mengembangkan standar- ketepatan dalam memetakan kompetensi
standar IPS, dalam rangka memantapkan Visi lain IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), menurut
7

konsep integrasi antara ilmu-ilmu sosial, NCSS (National Council for the Social Studies), adalah:
ilmu perilaku, dan humaniora bagi bermakna atau meaningful, berbasis nilai atau value-based,
dan menantang atau challenging. Lihat, selanjutnya, NCSS
pencapaian kompetensi akademik dan (2013a:211-212).

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 79
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

dasar yang menjadi tema tertentu; juga ini, karena keduanya hanya memposisikan
membutuhkan pengamatan aspek afektif peserta didik sebagai penerima pasif
siswa serta kesiapan semua pihak, yaitu (passive recipient) terhadap realitas dan
guru dan siswa (Noviani, 2010). kebenaran yang secara ontologis berada di
Sejalan dengan visi NCSS tersebut, mata luar dirinya (Winataputra, 2001a).
pelajaran IPS di dalam Kurikulum 2013 Selain itu, model kurikulum esensialis
dinyatakan bukan pendidikan disiplin ilmu, dan perennialis juga dipandang dapat
melainkan pendidikan yang berorientasi menghambat perkembangan tahapan
aplikatif, pengembangan kemampuan progresif mereka; mendistorsi dan
berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin merusak genuine concepts atau indigenous
tahu, dan pengembangan sikap peduli dan science mereka tentang alam semesta
bertanggung jawab terhadap lingkungan yang mereka bangun dan kembangkan
sosial dan alam (Kemendikbud RI, 2013b). dari keseharian pengalaman sosial dan
Hakikat IPS ini merupakan hal baru, kulturalnya di masyarakat; serta akhirnya
yang sama sekali berbeda dibandingkan akan mendistorsi atau merusak self-concept
pemaknaan sebelumnya, bahwa IPS — siswa yang merupakan faktor esensial
secara akademik dan kurikulum — adalah bagi pembentukan identitas atau karakter
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan mereka (Sumantri, 2002).
modifikasi dari konsep-konsep dan Studi PISA (Program for
keterampilan-keterampilan disiplin International Student Assessment) juga
ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan merekomendasikan perlunya perubahan
secara ilmiah dan psikologis untuk orientasi kurikulum yang tidak membebani
tujuan pembelajaran (Depdiknas RI, 1999; peserta didik dengan konten keilmuan
Somantri, 2000; dan Depdiknas RI, 2002). secara terpisah-pisah, melainkan lebih pada
Pemaknaan IPS seperti ini telah upaya mengembangkan aspek kemampuan
melahirkan pandangan bahwa IPS adalah esensial, berupa pengetahuan dan
“turunan dari ilmu-ilmu sosial” (Welton keterampilan fungsional secara terintegrasi
& Malan, 2004); atau “bagian dari ilmu- yang diperlukan oleh semua warga negara
ilmu sosial” (Wahab, 1986:5), yang untuk berperan serta dalam membangun
secara filosofis sangat bertolak belakang negara pada masa mendatang (Gollub et al.,
dari pemikiran Kurikulum 2013 yang 2002; dan Marpaung & Julie, 2010).
menegaskan bahwa semua disiplin ilmu PISA juga menegaskan bahwa “education
adalah sama dalam kedudukannya dan systems play a key role in generating the new
prinsip eklektisisme yang menjadi prinsip supply of skills to meet this demand—cross-
dasar pengembangannya. disciplinary domains or curricular areas
Karena itu, mata pelajaran IPS — (dalam Bussière, Cartwright & Knighton,
juga mata pelajaran lain — dimaknai 2004:10); dan penekanan pada domain-
sebagai sumber konten untuk menguasai domain tersebut — matematika, membaca,
kompetensi yang bersifat terbuka, tidak dan literasi sains — “should be placed on
selalu diorganisasikan, dan tidak perlu functional knowledge and skills that allow active
terikat pada kaedah filosofi esensialisme participation in society” (dalam Bussière,
dan perenialisme.8 Penolakan terhadap Knighton & Pennock, 2007:9).
model kurikulum esensialis dan perennialis Dalam konteks kurikulum IPS
integratif inilah, pengembangan sikap
8
Esensialisme adalah filsafat pendidikan yang keagamaan dimungkinkan. Integrasi
menekankan pada pendidikan sebagai proses pewarisan
pengalaman, nilai-nilai, dan institusi-institusi budaya kajian dan kompetensi sikap keagamaan
bangsa yang terbaik dan agung. Perennialisme adalah dalam IPS pertama kali dikembangkan
filsafat pendidikan yang menekankan pada pendidikan
sebagai penguasaan pemikiran disiplin keilmuan, seperti
oleh NCSS di dalam Kurikulum 1984.
warisan Yunani Kuno dan Eropa Abad Pertengahan, yang Dalam pandangan NCSS, kajian agama
dipandang telah menyediakan ”prinsip-prinsip permanen dalam IPS merupakan hal yang sangat
tentang realitas dan kebenaran”. Selanjutnya, lihat Theodore
Brameld (1965:25-30). mendasar. Menghilangkannya hanya akan

80 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

memberikan kesan kepada siswa bahwa in recent years) in the content of the program
agama bukan bagian dari pengalaman (Kaymakcan & Meydan, 2012:1588).
manusia. Sementara itu, agama terbukti
telah mempengaruhi perilaku individu dan Namun demikian, K. Daniel (2011)
negara; dan telah menginspirasi beberapa mengingatkan bahwa substansi pendidikan
karya seni, arsitektur, sastra, dan musik keagamaan dalam PIPS (Pendidikan Ilmu
yang paling indah di dunia (Somantri, 2000; Pengetahuan Sosial) adalah sebagai berikut:
Winataputra, 2001b; dan NCSS, 2013b).
[...] needs to be viewed not as a body of knowledge
Sejarah, pluralisme agama suatu bangsa, and skills to be unpacked from the world of work,
dan peristiwa kontemporer di dunia but as a way of guiding and leading towards
adalah sebuah testimoni dan kesaksian critical judgment and intelligent choices based
bahwa agama telah dan terus memberikan on clear concepts, values, and beliefs (Daniel,
2011:52).
pengaruh budaya yang penting bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengertian tentang keberagaman agama Di Indonesia, integrasi kajian keagamaan
dan perannya dalam dunia kontemporer dan pengembangan sikap keagamaan
merupakan bagian esensial dari kurikulum di dalam IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
IPS, yang dikaji dalam berbagai dimensi untuk pertama kali dilakukan di dalam
sejarah dan kebudayaan umat manusia Kurikulum 2013. Pengembangannya sendiri
secara berimbang dan menyeluruh. sudah dimulai sejak kelas I SD/MI (Sekolah
Pendidikan agama juga tidak hanya Dasar/Madrasah Ibtidaiyah), SMP/MTs
karakteristik bagi pribadi terdidik, (Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
melainkan keniscayaan kemanusiaan untuk Tsanawiyah), hingga SMA/MA (Sekolah
mengerti dan hidup di dunia yang serba- Menengah Atas/Madrasah Aliyah), serta
ragam, serta meningkatkan pengertian dan terdistribusi dan terintegrasi dalam bahan-
menghilangkan prasangka (Somantri, 2000; bahan kajian sejarah, sosial, ekonomi,
Winataputra, 2001b; dan NCSS, 2013b). geografi, dan budaya (Kemendikbud
Kajian keagamaan juga dapat RI, 2012; Kemendikbud RI, 2013b; dan
memberikan ruang bagi peserta didik Kemendikbud RI, 2013c).
untuk memperoleh pengalaman belajar Pada jenjang SD/MI dan SMP/
keagamaan dengan segala hakikat MTs, pengembangannya difokuskan
kepercayaan, praktek, serta institusi pada pembentukan kesadaran dan
keagamaan yang pervasif dan sensitif sikap peserta didik untuk: (1) memahami
(Collie & Smith, 1981). Inklusi pendidikan manusia, perubahan dan keberlanjutan
agama dalam PIPS (Pendidikan Ilmu dalam waktu pada masa Islam dalam
Pengetahuan Sosial) juga diyakini sangat aspek pemerintah, sosial, ekonomi, dan
berpengaruh pada proses sosialisasi individu pendidikan; (2) menerima karunia Tuhan
dan pembentukan rasa memiliki secara Yang Maha Esa yang telah menciptakan
personal peserta didik (Koçoğlu, 2016). waktu dengan segala perubahannya,
Di dalam standar-standar kurikulum manusia dan lingkungannya, dan
NCSS tahun 1989 dan 1994, sikap memberikan kesempatan kepada bangsa
keagamaan resmi menjadi salah satu bahan Indonesia untuk melakukan perubahan
kajian kurikuler dan terintegrasi di antara dalam aspek geografis, ekonomi, budaya,
10 tema yang dikembangkan (NCSS, 1989 dan politik; (3) menunjukan perilaku
dan 1994). Bahkan studi R. Kaymakcan & jujur, disiplin bertanggung jawab, peduli,
H. Meydan (2012) menyimpulkan, sebagai santun, dan percaya diri sebagaimana
berikut: ditunjukkan oleh tokoh-tokoh pada masa
Islam dalam kehidupannya sekarang;
[...] social studies were found to be ahead of serta (4) menjalankan ajaran agama dalam
religious education program in terms of reflecting berfikir dan berperilaku sebagai penduduk
these changing tendencies (from local values Indonesia dengan mempertimbangkan
towards universal values with the changes made

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 81
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

kelembagaan sosial, budaya, ekonomi, dan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa; serta
politik dalam masyarakat (Kemendikbud (2) memahami, menerima, dan menghargai
RI, 2013b; dan Kemendikbud RI, 2013c). perbedaan kegiatan ritual sebagai akibat
Pada jenjang SMA/MA, pengembangan atau implikasi dari keberagaman ajaran
kompetensi sikap keagamaan terdistribusi agama yang dianut (Kemendikbud, 2013c).
dan terintegrasi pada sejumlah mata IPS-Geografi memfokuskan pada
pelajaran untuk peminatan ilmu- pembentukan kesadaran dan sikap: (1)
ilmu sosial, seperti pada IPS-Sejarah menghayati keadaan alam semesta beserta
Indonesia, IPS-Sosiologi, IPS-Ekonomi, segala keberagaman isi dan potensinya
IPS-Antropologi, dan IPS-Geografi. sebagai karunia dan ciptaan Tuhan
Penjabarannya adalah sebagai berikut: Yang Maha Kuasa; serta (2) mensyukuri
IPS-Sejarah Indonesia memfokuskan penciptaan bumi tempat kehidupan
pada pembentukan kesadaran dan sikap sebagai karunia Tuhan Yang Maha
untuk menghayati dan mensyukuri: Pengasih, dan keberadaan diri sebagai
(1) keteladanan para pemimpin dalam warga negara Indonesia dengan pola
mengamalkan ajaran toleransi antar umat pikir dan tindak dengan menunjukan
beragama dalam kehidupan sehari-hari; (2) ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu (Kemendikbud, 2013c).
dalam perjuangan pergerakan nasional IPS-Tematik: Model Aktualisasi
menuju kemerdekaan bangsa sebagai Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial.
karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap Untuk mewahanai distribusi dan integrasi
bangsa dan negara Indonesia; (3) proses kompetensi sikap kegamaan di dalam
kelahiran manusia Indonesia dengan rasa mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan
bersyukur; (4) nilai-nilai peradaban dunia Sosial), Kurikulum 2013 mengembangkan
yang menghargai perbedaan sebagai karunia model pembelajaran “tematik”, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa; serta (5) pengamalan pembelajaran yang berpusat pada
hikmah kemerdekaan sebagai tanda syukur sejumlah tema — topik, ide, atau
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep utama — sebagai pengintegrasi
kegiatan membangun kehidupan berbangsa kompetensi dan konsep dasar berbagai
dan bernegara (Kemendikbud, 2013c). mata pelajaran (Kemendikbud RI, 2012).
IPS-Sosiologi memfokuskan pada Tema merupakan sebuah cara
pembentukan sikap: (1) mensyukuri mengorganisasikan pengetahuan
keberagaman agama dalam kehidupan tentang pengalaman manusia dan
sosial dan budaya sebagai anugerah Tuhan mengkonstitusinya dalam jaringan
Yang Maha Kuasa; serta (2) memahami, organisasi program IPS sejak jenjang PAUD
menerima, dan menghargai perbedaan (Pendidikan Anak Usia Dini) atau Pre-K
kegiatan ritual sebagai akibat atau implikasi hingga Kelas 12 atau K-12 (Aisyah et al.,
dari keberagaman ajaran agama yang 2007; Sujiono & Nurani, 2009; dan NCSS,
dianut (Kemendikbud, 2013c). 2010). Melalui pendekatan tema atau
IPS-Ekonomi memfokuskan pada tematik, peserta didik tidak mempelajari
pembentukan sikap: (1) mensyukuri konsep dasar semata, melainkan dengan
sumber daya karunia Tuhan Yang Maha cara membangun kaitan-kaitan didalam
Esa dalam rangka pemenuhan kebutuhan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap; serta
serta (2) mengamalkan ajaran agama dalam menyediakan pengalaman belajar yang luas
pengelolaan akuntansi, keuangan bank dan kaya antara apa yang dipelajari dengan
dan lembaga keuangan lainnya, usaha dan kehidupan nyata (Ward, 2003).
koperasi (Kemendikbud, 2013c). Pendakatan tematik pertama kali
IPS-Antropologi difokuskan pada dikembangkan oleh NCSS (National Council
pembentukan sikap: (1) mensyukuri for the Social Studies) di dalam National
keberagaman agama, budaya, tradisi, Curriculum Standards for Social Studies pada
dan bahasa dalam kehidupan sebagai tahun 1994 dan revisinya pada tahun 2010.

82 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

Di dalam standar-standar tersebut, NCSS motorik yang dimiliki secara utuh (Sukadi,
telah mengembangkan dan menggunakan 2005; dan Dilek, 2007). Bahkan studinya
10 tema kajian kurikuler IPS dari jenjang TK Andayani (2008) menyimpulkan bahwa
(Taman Kanak-kanak) atau Pre-K hingga pendekatan tematik mampu meningkatkan
jenjang Kelas 12 atau K-12.9 aktivitas dan efektivitas interaksi dan
Dari sepuluh tema tersebut, kajian komunikasi multi-arah antara siswa-
tentang agama terdistribusi dan terintegrasi siswa dan siswa-guru; serta siswa mampu
di dalam dua tema, yakni: (1) budaya atau mengungkapkan ide, bertanya, dan
culture, yang difokuskan pada pemberian menjawab pertanyaan dengan santai dan
pengalaman belajar tentang kaitan timbal- gembira (Andayani, 2008).
balik agama dengan berbagai aspek budaya Seperti halnya standar kurikulum
lainnya, seperti politik, institusi sosial, NCSS, di dalam konteks Kurikulum 2013
sastra, musik, dan seni; serta (2) individu, juga telah dikembangkan sejumlah tema
kelompok, dan institusi atau individuals, untuk IPS, khusus untuk jenjang SD/MI
groups, and institutions, yang difokuskan (Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah).
pada pemberian pengalaman belajar Sedangkan pada jenjang SMP/MTs
tentang peran organisasi sosial keagamaan (Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
dalam membangun nilai-nilai sosial inti Tsanawiyah) dan SMA/MA (Sekolah
bagi kehidupan keseharian, mendorong Menengah Atas/Madrasah Aliyah)
keberlanjutan sosial, mediasi konflik, dan tetap menggunakan pendekatan pokok-
menanggapi isu-isu publik (NCSS, 1994; pokok bahasan yang dikembangkan atas
dan NCSS, 2010). dasar “konsep konektivitas” ruang dan
Melalui tema-tema tersebut, kajian waktu beserta aktivitas-aktivitas sosial di
keagamaan didalam IPS diharapkan dalamnya, dengan menempatkan kajian
mampu meningkatkan kesadaran bidang geografi sebagai landasan atau
dan pengertian peserta didik tentang platform pembahasan bidang ilmu yang
keberagaman agama, pengalaman dan lain (Depdikbud RI, 2012; NCSS, 2013c; dan
ekspresi keagamaan, serta dasar-dasar Setiawan et al., 2013).
pemikiran tentang pengekspresian Pada tahap awal (tahun pertama)
keyakinan beragama didalam masyarakat implementasinya, ada 4 tema dan sub-
dan budaya. Sejumlah studi empirik sub tema yang masing-masing telah
menunjukan bahwa pendekatan tematik dikembangkan di dalam IPS untuk kelas I
sangat bermakna untuk memfasilitasi dan IV SD/MI. Tema-tema tersebut dipilih
banyaknya bahan-bahan belajar dan dan dikembangkan terkait dengan alam
memudahkan peserta didik untuk dan kehidupan manusia yang dekat dan
mengorganisasi dan menguasainya dengan bisa dialami secara langsung oleh peserta
baik (Wurman et al., 2000; dan Farisi, 2013). didik (Kemendikbud RI, 2013a). Tema
Pendekatan tematik juga mampu juga dapat dipilih dan dikembangkan
meningkatkan kemampuan siswa dalam dari sejumlah isu, peristiwa, dan/atau
menuntaskan tugas-tugas belajarnya serta masalah yang berkembang di masyarakat
membangun kesadaran-diri mereka atas dan dirumuskan dalam bentuk “situasi
kapasitas kognitif, afektif, dan keterampilan bermasalah” (problematic condition),
sehingga dapat dikaji dan dipecahkan dari
9
Sepuluh tema yang dikembangkan sebagai berbagai sudut pandang disiplin ilmu-ilmu
pengalaman-pengalaman belajar di dalam standar-standar sosial secara terpadu (Noviani, 2010).
kurikulum nasional IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah:
(1) budaya; (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (3) Beberapa contoh isu, peristiwa, dan
penduduk, tempat, dan lingkungan; (4) perkembangan masalah sosial yang dapat dijadikan
dan identitas individu; (5) individu, kelompok, dan
institusi; (6) kekuasaan, kewenangan, dan pemerintahan;
tema, antara lain: masalah lalu-lintas dan
(7) produksi, distribusi, dan konsumsi; (8) sains, teknologi, transportasi (Andayani, 2008); kegiatan
dan masyarakat; (9) hubungan global; serta (10) cita-cita dan ekonomi masyarakat; masalah lingkungan
praktek kewarganegaraan. Selanjutnya, lihat NCSS (1994:21-
30); dan NCSS (2010:21-30). hidup dan upaya penanggulangannya;

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 83
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

pelestarian lingkungan; atau penyimpangan membelajarkan tentang makna matahari


sosial dalam masyarakat (Noviani, 2010). dan cahayanya, udara; keteraturan alam
Berikut adalah tema-tema IPS untuk Kelas I semesta ciptaan Tuhan Maha Pencipta
dan IV. dan Maha Besar dalam pergantian waktu
Kelas I. Tema 1: Diriku, dengan sub-sub pagi, siang, sore, dan malam sebagai
tema: Aku dan Teman Baru, Tubuhku, Aku karunia-Nya; tata-cara mengambil dan
Merawat Tubuhku, dan Aku Istimewa. menghabiskan makanan; serta kewajiban
Tema 2: Kegemaranku, dengan sub-sub tema: mencuci tangan dan berdoa sebelum makan
Gemar Berolahraga, Gemar Bernyanyi dan (Assagaf et al., 2013c). Tema 4: Keluargaku,
Menari, Gemar Menggambar, dan Gemar membelajarkan tentang makna saling
Membaca. Tema 3: Kegiatanku, dengan sub- menyayangi terhadap sesama anggota
sub tema: Kegiatan Pagi Hari, Kegiatan keluarga sebagai karunia Tuhan; dan
Siang Hari, Kegiatan Sore Hari, dan semua makhluk Tuhan, termasuk tanaman
Kegiatan Malam Hari. Tema 4: Keluargaku, (Assagaf et al., 2013d).
dengan sub-sub tema: Anggota Keluargaku, Sikap bersyukur kepada Tuhan
Kegiatan Keluargaku, Keluarga Besarku, juga dibelajarkan melalui nikmat Allah
dan Kebersamaan dalam Keluarga (Assagaf berupa makanan, air, yang bisa dibagi
et al., 2013a, 2013b, 2013c, dan 2013d). dan dinikmati bersama keluarga dalam
Kelas IV. Tema 1: Indahnya Kebersamaan, suasana yang menyenangkan; arti penting
dengan sub-sub tema: Keberagaman sikap saling menolong/membantu dalam
Budaya Bangsaku, Kebersamaan kebersamaan keluarga; rasa cinta kepada
dalam Keberagaman, Bersyukur atas keindahan alam ciptaan Tuhan sebagai
Keberagaman, dan Bangga pada Budayaku. karuniaNya; serta kegembiraan pada hari
Tema 2: Selalu Berhemat Energi, dengan sub- raya sebagai pengingat kepada anugerah-
sub tema: Macam-macam Sumber Energi, Nya (Assagaf et al., 2013d).
Pemanfaatan Energi, Gerak dan Gaya. Tema Di Kelas IV SD/MI, seperti di Kelas
3: Peduli terhadap Makhluk Hidup, dengan I, pengembangan sikap agama juga
sub-sub tema: Hewan dan Tumbuhan difokuskan pada rekonstruksi pengertian
di Lingkungan Rumahku, Keberagaman dan kesadaran kepada peserta didik
Makhluk Hidup di Lingkunganku, Ayo tentang makna Bersyukur kepada Tuhan. Dari
Cintai Lingkungan, dan Makhluk Hidup empat tema, hanya Tema 2: Selalu Berhemat
di Sekitar Kita. Tema 4: Berbagi Pekerjaan, Energi, yang sama sekali tidak memuat
dengan sub-sub tema: Jenis-jenis Pekerjaan, pembelajaran tentang sikap keagamaan
Barang dan Jasa, Pekerjaan Orang Tuaku, (Afriki et al., 2013b).
dan Pekerjaan di Sekitarku (Afriki et al., Tema 1: Indahnya Kebersamaan,
2013a, 2013b, 2013c, dan 2013d). membelajarkan tentang anugerah anggota
Di Kelas I SD/MI, pengembangan sikap tubuh dan manfaatnya untuk melihat dan
agama melalui keempat temanya difokuskan menikmati keindahan ciptaan Tuhan dan
pada rekonstruksi pengertian dan kesadaran manusia; keberagaman Tanah Air Indonesia
kepada peserta didik tentang makna dalam bentuk rumah-rumah adat, yang
Bersyukur kepada Tuhan. Tema 1: Diriku, diantaranya juga melambangkan kekuasaan,
membelajarkan tentang anggota tubuh dan penghormatan, dan rasa syukur kepada
manfaatnya; makna hidup, tubuh sehat, Tuhan dan sesama, misalnya rumah adat
menjadi anak baik; buah kesukaan; teman Tongkonan di Sulawesi Selatan dan Lontik
laki-laki dan perempuan; serta perbedaan di Riau; pakaian adat, alat musik, tarian
kesukaan sebagai anugerah Tuhan (Assagaf daerah, misalnya tari Hudoq di Kalimantan
et al., 2013a). Timur, bahkan makanan, misalnya tumpeng
Tema 2: Kegemaranku, membelajarkan di Jawa. Rasa syukur kepada anugerah
tentang makna olah raga untuk menjaga Tuhan tersebut disertai dengan bentuk
kekuatan dan kesehatan tubuh (Assagaf pengamalannya denga cara menjaganya dan
et al., 2013b). Tema 3: Kegiatanku, melestarikannya (Afriki et al., 2013a).

84 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

Tema 3: Peduli terhadap Makhluk Hidup, Keragaman sosial dan budaya Indonesia
membelajarkan tentang keberagaman seperti rumah adat, pakaian adat, senjata
makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), tradisional, alat musik, lagu dan tarian
bagian-bagian makhluk hidup beserta daerah, dan pertunjukan rakyat sebagai
fungsi masing masing sebagai tanda hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia
kebesaran Tuhan yang mencipta; serta Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya
mencintai dan kasih sayang terhadap juga dibelajarkan untuk mengingatkan
makhluk hidup dengan memeliharanya dan menyadarkan peserta didik atas
sebagai sesama ciptaan Tuhan (Afriki anugerah Tuhan yang patut disyukuri.
et al., 2013c). Tema 4: Berbagi Pekerjaan, Bahwa di dalam keberagaman terdapat
membelajarkan tentang keberagaman simbol, lambang kekuasaan, pemujaan,
sumber daya alam merupakan kekayaan penghormatan, dan rasa syukur kepada
alam yang diciptakan oleh Tuhan untuk Tuhan dan sesama yang patut dijaga dan
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan dilestarikan sebagai wujud rasa syukur
manusia (Afriki et al., 2013d). kepadaNya, dan pengamalan atas ajaran-
Pada jenjang SMP/MTs, sikap ajaran agama (Kemendikbud RI, 2013b; dan
keagamaan juga difokuskan pada Setiawan et al., 2013).
rekonstruksi pengertian dan kesadaran Penguasaan ilmu pengetahuan oleh
kepada peserta didik tentang makna manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling
mengingat dan bersyukur kepada Tuhan atas sempurna juga ditekankan untuk menjaga
segala anugerah-Nya serta kewajiban kelestarian alam ciptaan Tuhan bagi
untuk memelihara, menghargai, dan keberlanjutan hidup bangsa. Pembelajaran
menjaganya sebagai wujud syukur kepada- tentang bencana alam sebagai akibat
Nya. Pengembangannya dilakukan melalui perbuatan manusia, juga mengingatkan
pembelajaran tentang keberagaman tentang “peringatan dan teguran Allah”
kekayaan alam (tanah, air, udara) dan atas salah dan khilaf manusia, dan agar kita
aktivitas penduduk Indonesia dalam semua selalu ingat kembali pada Tuhan
memenuhi kebutuhan hidup; waktu (Setiawan et al., 2013).
dan pemanfaatannya dalam beragam Pada jenjang SMA/MA, pengembangan
kegiatan/aktivitas manusia; keadaan alam sikap keagamaan juga dibelajarkan
negara Indonesia (suhu, iklim, musim) melalui mata pelajaran kelompok
yang memungkinkan manusia Indonesia peminatan ilmu-ilmu sosial. IPS-Sejarah
beraktivitas dengan nyaman; kekayaan Indonesia, misalnya, membelajarkan
dan keindahan alam (hutan, sungai, melalui penelusuran sejarah pembentukan
danau, gunung dan pegunungan) yang kepulauan Indonesia sebagai bagian
dianugerahkan kepada Indonesia untuk dari bumi ciptaan-Nya; peradaban awal
dinikmati dan disyukuri; kesuburan manusia Indonesia (sistem kepercayaan);
alam (pertanian, perkebunan, kayu) dan peran alam dalam pertumbuhan kerajaan-
berkahnya bagi pemenuhan keperluan kerajaan Indonesia; aktivitas pelayaran dan
sandang, pangan, dan papan bagi bangsa perdagangan masa Islam; serta upacara-
Indonesia; keragaman dan karakteristik upacara keagamaan masa kerajaan Islam,
potensi wilayah sebagai bukti keadilan misalnya Grebeg Maulud, yang di dalamnya
Tuhan agar manusia saling mengenal memuat contoh-contoh dan bukti-bukti
(taarruf) dan berinteraksi (antar-wilayah kearifan, kebijaksanaan, kasih sayang
antar-bangsa, dan antar-negara); serta Allah kepada bangsa Indonesia yang wajib
peran kelembagaan sosial keagamaan bagi disyukuri (Gunawan et al., 2013).
kemajuan dan peningkatan kualitas hidup
kepentingan keagamaan umat di dalam KESIMPULAN
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan Dalam sejarah pengembangan
bernegara (cf Koster, 2000; dan Setiawan kurikulum di Indonesia, Kurikulum
et al., 2013). 2013 memiliki makna penting dengan

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 85
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

penggunaan Filsafat Rekonstruksionisme (Ilmu Pengetahuan Sosial) secara efektif,


Sosial dan Teori Gestalt, yang menekan yakni sebagai berikut:
arti penting integrasi, keterpaduan antar- Fokuskan pada pengaruh agama
konten kurikulum, dan antara konten terhadap sejarah, budaya, seni, dan isu-isu
kurikulum dengan realitas kehidupan; kontemporer; Guru perlu memiliki kualitas
serta orientasinya pada pembentukan dan kehandalan dari sisi pengetahuan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan akademik, kepekaan, dan empati untuk
fungsional, yang dipandang sebagai menjembatani perbedaan pandangan
respon-solutif kurikulum atas kebutuhan agama, serta pengertiannya atas keputusan
masyarakat dan bangsa dalam membangun pemegang otoritas tentang praktek-
generasi muda bangsanya. praktek agama dan kajian tentang agama
Implikasi lebih jauh penggunaan kedua di sekolah; Ijinkan dan dorong eksaminasi
teori-filsafat tersebut adalah adanya menyeluruh dan berimbang di dalam
rekonstruksi secara mendasar terhadap spektrum gagasan dan sikap terkait agama
seluruh struktur substantif kurikulum, sebagai unsur kebudayaan manusia; Kaji
yang mencakup organisasi konten/ secara luas praktek-praktek dan keyakinan-
isi, bahan belajar, mata pelajaran, dan keyakinan agama secara geografis dan
organisasi pembelajaran. Pengembangan kronologis; Kaji dimensi keagamaan pada
sikap keagamaan — kognitif, afektif, dan eksistensi manusia dalam konteks budaya
konatif — yang selama ini “eksklusif” ranah yang lebih luas, termasuk kaitannya dengan
Pendidikan Agama, menjadi terbuka dan ekonomi, politik, dan institusi-institusi
“inklusif” untuk dikembangkan di dalam sosial, seni, bahasa, atau sastra; Kaji agama-
semua ranah kurikulum dari jenjang SD/ agama dunia dari perspektif yang sama,
MI (Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah), misalnya asal-usul, perkembangan sejarah,
SMP/MTs (Sekolah Menengah Pertama/ kitab suci, kepercayaan, praktek, dan
Madrasah Tsanawiyah), hingga SMA/ dampaknya terhadap sejarah, budaya, isu-
MA (Sekolah Menengah Atas/Madrasah isu kontemporer, dan seni.
Aliyah), kecuali mata pelajaran Matematika. Bersikap objektif, tidak bias, atau
Namun demikian, apapun perubahan subjektif; Bersikap akademis, menekankan
paradigma yang menjadi landasan pada kesadaran dan pengertian peserta
pengembangan Kurikulum 2013, sukses didik, menerima atau menolak; Tekankan
kurikulum tidak hanya diukur dari dimensi pada arti penting toleransi, penghargaan,
kurikulum sebagai “ide” atau “dokumen”, dan pengertian bersama atas keberagaman
melainkan juga dimensi “praktek” agama di dalam suatu bangsa dan dunia;
kurikulum dalam praksis pembelajaran Bersikap deskriptif, tidak konfesional,
di kelas. Dalam dimensi praktek ini, dan dilaksanakan di dalam sebuah
peran guru dalam mengembangkan lingkungan bebas advokasi; Fokus pada
ketiga dimensi sikap keagamaan secara pengembangan dan pemanfaatan bergam
terintegrasi sangat penting. Guru harus keterampilan, sikap, dan kemampuan yang
tampil sebagai seorang “rekonstruksionis”, esensial bagi sejarah dan IPS, misalnya
yang mampu melakukan rekonstruksi- lokalisasi, klasifikasi, interpretasi data;
rekonstruksi terhadap peran-peran Lakukan observasi, membaca kritis,
pedagogisnya dalam mengejawantahkan mendengarkan dan berpikir, bertanya,
pesan-pesan kurikulum dalam rencana dan komunikasi efektif; Harus dapat
dan praktek kurikulum secara bermakna; dipertanggungjawabkan secara akademik
dan bukan hanya sekadar sebagai “penyaji dan pedagogik, memanfaatkan metode-
kurikulum” atau curriculum presenter. metode dan bahan-bahan yang diterima/
Dalam kaitan ini, ada sejumlah acuan disepakati dalam ilmu-ilmu sosial, sejarah,
yang perlu dilakukan oleh guru dalam dan sastra; serta Manfaatkan bahan-bahan
mengintegrasikan pembentukan sikap secara luas yang menyediakan perlakuan
keagamaan di dalam pembelajaran IPS yang imbang dan adil terhadap subjek yang

86 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

dikaji, dan bedakan antara fakta konfesional Council Publication.


Brameld, Theodore. (1965). Education as Power. New
dan historis.10
York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.
Buchori, M. (2001). Pendidikan Antisipatoris.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bussière, P., F. Cartwright & T. Knighton. (2004).
Referensi The Performance of Canada’s Youth in Mathematics,
Reading, Science and Problem Solving, 2003: First
Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Findings for Canadians Aged 15. Ottawa-Canada:
Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Human Resources and Skills Development
Afriki et al. (2013a). Tema 1, Indahnya Kebersamaan: IPS Canada, Council of Ministers of Education.
Kelas IV SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud Bussière, P., T. Knighton & D. Pennock. (2007). The
RI [Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Performance of Canada’s Youth in Science, Reading
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. and Mathematics, 2006: First Results for Canadians
Afriki et al. (2013b). Tema 2, Selalu Berhemat Energi: IPS Aged 15. Ottawa-Canada: Human Resources and
Kelas IV SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud Skills Development Canada, Council of Ministers
RI [Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian of Education.
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. Collie, William E. & Lee H. Smith. (1981). “Teaching
Afriki et al. (2013c). Tema 3, Peduli terhadap Makhluk about Religion in the Schools: The Continuing
Hidup: IPS Kelas IV SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Challenge” in Social Education, Vol.45(1), pp.1-16.
Kemendikbud RI [Pusat Kurikulum dan Cornbelth, C. (2001). “Research on Context, Research
Perbukuan, Kementrian Pendidikan dan in Context” in James P. Shaver [ed]. Handbook of
Kebudayaan Republik Indonesia]. Research on Social Studies Teaching and Learning.
Afriki et al. (2013d). Tema 4, Berbagi Pekerjaan: IPS New York: Macmillan Publishing Company,
Kelas IV SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud pp.265-275.
RI [Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. and Quantitative Approaches. California: SAGE
Aisyah, Siti et al. (2007). Perkembangan dan Konsep Publications, Inc.
Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Dahar, Ratna W. (1991). Teori-teori Belajar. Bandung:
Penerbit UT [Universitas Terbuka]. Penerbit Erlangga.
Andayani. (2008). ”Aplikasi Pendekatan Tematis Daniel, K. (2011). “Students’ Attitudes on the
untuk Pembinaan Kompetensi Komunikatif Teaching of Christian Religious Education in
Bahasa Indonesia pada Siswa SLTP” dalam Secondary Schools in Kenya” in International
PAEDAGOGIA: Jurnal Penelitian Pendidikan, Jil.11, Journal of Psychology and Behavioral
No.2 [Agustus], hlm.91-100. Sciences, Vol.1(1), pp.48-54 DOI: 10. 5923/j.
Assagaf, Lubna et al. (2013a). Tema 1, Diriku: IPS Kelas ijpbs.20110101.07.
I SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud RI Depdiknas RI [Departemen Pendidikan Nasional
[Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Republik Indonesia]. (1999). Suplemen Garis-
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. garis Besar Program Pengajaran Matapelajaran
Assagaf, Lubna et al. (2013b). Tema 2, Kegemaranku: Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta:
IPS Kelas I SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Pusbangkurrandik [Pusat Pengembangan
Kemendikbud RI [Pusat Kurikulum dan Kurikulum dan Pengukuran Pendidikan].
Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Depdiknas RI [Departemen Pendidikan Nasional
Kebudayaan Republik Indonesia]. Republik Indonesia]. (2002). Kurikulum Berbasis
Assagaf, Lubna et al. (2013c). Tema 3, Kegiatanku: IPS Kompetensi: Matapelajaran Ilmu Sosial Sekolah Dasar.
Kelas I SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud Jakarta: Pusbangkurrandik [Pusat Pengembangan
RI [Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kurikulum dan Pengukuran Pendidikan].
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Depdiknas RI [Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia]. Republik Indonesia]. (2003). Undang-Undang
Assagaf, Lubna et al. (2013d). Tema 4, Keluargaku: IPS Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Kelas I SD/MI. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud Nasional. Jakarta: Depdiknas RI.
RI [Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Dilek, D. (2007). “Using a Thematic Teaching
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Approach Based on Pupil’s Skill and Interest
Republik Indonesia]. in Social Studies Teaching” in The International
Baynes, K. (1976). About Design. London: Design Journal, Vol.7(1), pp.1-8.
Ellis, Arthur K. (1998). Teaching and Learning
10
Pernyataan: Saya, dengan ini, menyatakan bahwa Elementary Social Studies. Boston: Allyn & Bacon,
naskah ini adalah asli karya saya sendiri, bebas dari 6th edition.
plagiarisme, serta belum pernah dipublikasikan dan Fajar, A. Malik et al. (2001). Platform Reformasi
tidak sedang dalam proses publikasi oleh jurnal lain. Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya
Demikian surat pernyataan ini saya buat, dan jika terdapat Manusia. Jakarta: Logos.
kebohongan terkait dengan pernyataan ini, saya bersedia Farisi, Mohammad Imam. (2013). “Kurikulum
menerima konsekuensi hukum sebagaimana mestinya.

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 87
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

Rekontruksionis dan Implikasinya terhadap Koster, W. (2000). “Pengaruh Input Sekolah terhadap
Ilmu Pengetahuan Sosial: Analisis Dokumen Outcome Sekolah: Survai di SLTP Negeri DKI
Kurikulum 2013” dalam PAEDAGOGIA: Jurnal Jakarta” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
Penelitian Pendidikan, Jil.16, No.2 [Agustus], Th.6(025), hlm.358-368.
hlm.143-164. Krathwohl, D.R. [ed]. (2002). A Taxonomy for Learning,
Gagne, Robert M. (1977). The Conditions of Learning. Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s
New York: Holt, Rinehart & Winston. Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Gollub, J.P. et al. (2002). Learning and Understanding Longman.
Improving Advanced Study of Mathematics and Lombok, J.L.L. (2003). “Peningkatan Mutu Luaran
Science in USA High Schools. Washington D.C.: Pendidikan Dasar dan Menengah dalam
NRC Publication. Mendukung Terwujudnya Perguruan Tinggi yang
Gunawan, R. et al. (2013). Sejarah Indonesia untuk Tangguh” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
Kelas X. Jakarta: Puskurbuk Kemendikbud RI Th.9(044), hlm.602-617.
[Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Marpaung, Y. & H. Julie. (2010). “PMRI dan PISA:
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. Suatu Usaha Peningkatan Mutu Pendidikan
Gusrayani, Diah. (2014). “Developing Students’ Matematika di Indonesia”. Tersedia secara online
Knowledge (K3) of 2013 Curriculum from the Results di: https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/
of Scaffolding in English Teaching” dalam Nurdinah pen_matematika [diakses di Surabaya, Indonesia:
Hanifah & Julia [eds]. Prosiding Seminar Nasional 27 Januari 2017].
Pendidikan Dasar: Membedah Anatomi Kurikulum Mashud. (2015). “Pendekatan Pembelajaran
2013 untuk Membangun Masa Depan Pendidikan yang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di
Lebih Baik. Sumedang: UPI [Universitas Pendidikan Era Abad 21” dalam Jurnal Multilateral, Vol.14,
Indonesia] Sumedang Press. No.2 [Desember]. Tersedia juga secara online di:
Hasan, S. Hamid. (2002). “Pendidikan Sebatas file:///C:/Users/acer/Downloads/2471-4965-
Transfer Ilmu” dalam suratkabar Pikiran Rakyat. 1-SM.pdf [diakses di Surabaya, Indonesia: 27
Bandung: 29 November. Januari 2017].
Kaymakcan, R. & H. Meydan. (2012). “Values in Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian
the Curricula of Religious Education and Social Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Studies in Primary Schools in the Context of NCSS [National Council for the Social Studies].
Local-Universal Dilemma” in Educational Sciences: (1989). Charting a Course: Social Studies for the 21st
Theory & Practice, Vol.12(2), Supplementary Century. USA [United States of America]: National
Special Issue [Spring], pp.1588-1591. Council for the Social Studies.
Kemendikbud RI [Kementerian Pendidikan dan NCSS [National Council for the Social Studies].
Kebudayaan Republik Indonesia]. (2012). (1994). Expectations of Excellence: Curriculum
Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Puskur Standards for Social Studies. Washington, D.C.:
Kemendikbud RI [Pusat Kurikulum Kementerian National Council for the Social Studies.
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. NCSS [National Council for the Social Studies].
Kemendikbud RI [Kementerian Pendidikan dan (2010). National Curriculum Standards for Social
Kebudayaan Republik Indonesia]. (2013a). Studies: A Framework for Teaching, Learning, and
Kurikulum 2013: Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Assessment. Silver Spring, MD: National Council
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Puskur for the Social Studies.
Kemendikbud RI [Pusat Kurikulum Kementerian NCSS [National Council for the Social Studies].
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. (2013a). “Curriculum Guidelines for Social Studies
Kemendikbud RI [Kementerian Pendidikan dan Teaching and Learning”. Tersedia secara online
Kebudayaan Republik Indonesia]. (2013b). di: http://www.socialstudies.org [diakses di
Kurikulum 2013: Kompetensi Dasar Sekolah Surabaya, Indonesia: 23 Oktober 2016].
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah NCSS [National Council for the Social Studies].
(MTs). Jakarta: Puskur Kemendikbud RI [Pusat (2013b). “Study about Religions in the Social
Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Studies Curriculum”. Tersedia secara online
Kebudayaan Republik Indonesia]. di: http://www.socialstudies.org [diakses di
Kemendikbud RI [Kementerian Pendidikan dan Surabaya, Indonesia: 23 Oktober 2016].
Kebudayaan Republik Indonesia]. (2013c). NCSS [National Council for the Social Studies].
Kurikulum 2013: Kompetensi dasar Sekolah Menengah (2013c). “A Vision of Powerful Teaching and
Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Puskur Learning in the Social Studies: Building Social
Kemendikbud RI [Pusat Kurikulum Kementerian Understanding and Civic Efficacy”. Tersedia
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. secara online di: http://www.socialstudies.org
Koçoğlu, E. (2016). “Social Studies Teachers’ [diakses di Surabaya, Indonesia: 23 Oktober 2016].
Perspective of Religion Education in Turkey” in Neuman, W. Lawrence. (2003). Social Research
International Online Journal of Educational Sciences, Methods: Qualitative and Quantitative Approaches.
Vol.7(1), pp.145-159. NewYork: Pearson Education.
Kosim, M. (2011). “Urgensi Pendidikan Karakter” Noviani, L. (2010). “Peningkatan Kemampuan
dalam Jurnal Karsa, Vol.IXI(1), hlm.85-92. Berpikir Kritis melalui Integrated Learning pada

88 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 10(1) Mei 2017

Mata Pelajaran IPS SMP” dalam PAEDAGOGIA: Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan:
Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.13(2), hlm.173-187. Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi
Nugraha, Sidik. (2013). “Penerapan Apresiasi pada Aksara.
Mata Pelajaran Seni Budaya di Sekolah Dasar”. Sumantri, M. (2002). “Pengembangan Potensi Siswa
Tersedia secara online di: http://p4tksb-jogja. dengan Kurikulum Terpadu untuk Menjadi
com/arsip/index.php?option [diakses di Manusia Indonesia Seutuhnya”. Naskah Pidato
Surabaya, Indonesia: 23 Oktober 2016]. Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam
Ogawa, M. (2013). “Science as the Culture of Bidang Ilmu Perencanaan Kurikulum pada FIP
Scientist: How to Cope with Scientism?”. UPI [Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Tersedia secara online di: www.ouhk.edu.hk/ Pendidikan Indonesia] di Bandung.
cridal/misc/ogawa.htm [diakses di Surabaya, Supriyoko, K. (2001). “Menuai Dampak Panjang
Indonesia: 27 Januari 2017]. Pendidikan” dalam Harian Suara Pembaharuan.
Ozer, A. et al. (2012). “Determining Candidates Jakarta: 8 Juni.
of Religion Culture and Moral Knowledge Susanto, Edi. (2014). “Spiritualisasi Pendidikan
Teachers’ Attitude towards Art and Role of Art in Agama Islam: Menuju Keberagamaan Inklusif
Contributing to Their Personal Development” in Pluralistik” dalam Jurnal Nuansa, Vol.11, No.2
PROCEDIA: Social and Behavioral Sciences, Vol.51, [Juli–Desember]. Tersedia secara online juga
pp.1039–1043. di: http://download.portalgaruda.org/article.
Praja, Juhaya S. (2003). Aliran-aliran Filsafat dan Etika. php?article [diakses di Surabaya, Indonesia:
Jakarta: Prenada Media. 7 Januari 2017].
Ruane, Janet M. (2005). Essentials of Research Methods: Suyanto. (2003). “Persoalan Implementasi Kurikulum
A Guide to Social Science Research. Oxford: Berbasis Kompetensi” dalam suratkabar Kompas.
Blackwell Publishing. Jakarta: 6 Oktober.
Sari, Milya. (2012). “Hakekat Pembelajaran Sains Syadali, M.A. et al. (1997). Filsafat Umum. Bandung:
atau IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)”. Tersedia Pustaka Setia.
secara online di: https://kajianipa.wordpress. Tafsir, Ahmad. (1994). Filsafat Umum. Bandung: PT
com/2012/03/28/hakekat-pendidikan-sians/ Remaja Rosdakarya.
[diakses di Surabaya, Indonesia: 7 Januari 2017]. Usiono. (2006). Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta:
Setiawan, I. et al. (2013). Ilmu Pengetahuan Sosial Hijri Pustaka Utama.
Kelas VII SMP/MTs. Jakarta: Kemendikbud RI Wahab, A. Azis. (1986). Materi Pokok Metodologi
[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan IPS. Jakarta: Penerbit UT [Universitas
Republik Indonesia]. Terbuka].
Soedijarto. (2004). “Kurikulum, Sistem Evaluasi, Ward, G. (2003). “Using Theme Cycles” in Total
dan Tenaga Pendidikan sebagai Unsur Strategis Literacy: Reading, Writing, and Learning. Belmont,
dalam Penyelenggaraan Sistem Pengajaran CA: Wadsworth/Thomson Learning, pp.439-465.
Nasional” dalam Jurnal Pendidikan Penabur, Welton, D.A. & D.A. Malan. (2004). Children and Their
Th.III(3), hlm.89-107. World: Strategies for Teaching Social Studies. Boston:
Somantri, N. (2000). Menggagas Pembaharuan Houghton Mifflin College Div.
Pendidikan IPS. Bandung: UPI [Universitas Wertheimer, M. (1999). “Gestalt Theory” in Gestalt
Pendidikan Indonesia] dan Remadja Rosda Karya, Theory Jurnal, Vol.21(3), pp.181-183.
diedit oleh Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana. Winataputra, Udin S. (2001a). “Jatidiri Pendidikan
Sraman, S. (2012). “Buddhist Attitude towards Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik
Culture and Other Religions” in Proceedings Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual
Archi-Cultural Translations through the Silk dalam Konteks Pendidikan IPS”. Disertasi Doktor
Road 2nd International Conference, organized by Tidak Diterbitkan. Bandung: PPs UPI [Program
Mukogawa Women’s University, Nishinomiya, Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia].
Japan, pp.296-3001. Winataputra, Udin S. (2001b). “Reorientasi
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Mengantisipasi Perubahan Sosial di Era Global”.
Bandung: Alfabet. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
Sujiono & Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar dan Kongres Forum Komunikasi X Pimpinan
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks. FPIPS/FIS/FKIP Universitas/IKIP se Indonesia
Sukadi. (2005). “Pendidikan IPS yang Powerful dalam serta Kongres HISPIPSI di Universitas Negeri
Kurikulum Berbasis Kompetensi” dalam Jurnal Semarang, pada tanggal 22-24 Oktober.
Pendidikan dan Pengajaran, Th.XXXVIII(4), hlm.1-23. Wurman, Richard S. et al. (2000). Information Anxiety
2. New York: QUE Publication.

© 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 89
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Aktualisasi Sikap Keagamaan dalam Ranah Sosial

Kurikulum 2013 dan Pembelajaran di Kelas


(Sumber: http://belajar.indonesiamengajar.org, 7/1/2017)

Apapun perubahan paradigma yang menjadi landasan pengembangan Kurikulum 2013, sukses kurikulum
tidak hanya diukur dari dimensi kurikulum sebagai “ide” atau “dokumen”, melainkan juga dimensi “praktek”
kurikulum dalam praksis pembelajaran di kelas. Dalam dimensi praktek ini, peran guru dalam mengembangkan
ketiga dimensi sikap keagamaan secara terintegrasi sangat penting.

90 © 2017 by Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika

You might also like