You are on page 1of 14

Jurnal SMaRT Studi Masyarakat, Religi dan Tradisi Volume 05 No.

02 Desember 2019
Website Journal: http://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/smart
DOI: https://doi.org/10.18784/smart.v5i2.731

GENEOLOGI INTELEKTUAL ULAMA AWAL ABAD XX


DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG
SULAWESI SELATAN
Intellectual Genealogy of Muslim Scholars (Ulama) in the Early Twentieth
Century in Bulukumba and Bantaeng of South Sulawesi

WARDIAH HAMID
Balai Litbang Agama Makassar Abstract
Jl. A.P. Petarani 72 Makassar
wardiahlitbang@yahoo.co.id After the opening of the Suez Canal in the early twentieth century, Muslims in the
archipelago massively carried out pilgrimage (Hajj) as well as deepening religious
Artikel diterima : 10 Januari 2019 knowledge in Mecca and Medina. This had an impact on the emergence of Muslim
Artikel direvisi: 24 Mei – 10 Oktober clerics (ulama) from the archipelago who took part in both cities and returned to their
2019
homeland. These ulama are scholarly interconnected, when they were studying in
Artikel disetujui: 02 Desember 2019
the holy land and doing missionary (da’wah) in their hometowns. This article reveals
the history of intellectual genealogy of the twentieth century of Bugis scholars in the
districts of Bulukumba and Bantaeng, South Sulawesi. This study uses a historical
approach and the data collected through interview, documentation, and observation.
The results showed that, first, the history of intellectual genealogy of Muslim scholars
in the early twentieth century in Bulukumba and Bantaeng was formed when the socio-
political dynamics of the Middle East in 1920 over the victory of Ibn Saud became a
revival symbol for the Wahabi group impacted by the arrival of the Ahlul Sunnah wal
Jamaah scholars to the Archipelago. The return of the knowledge seekers had a positive
impact on the development of the transmission of religious knowledge to local people.
Second, the figures of the early twentieth century scholars in Bulukumba and Bantaeng
eventually formed intellectual geneology between teacher and pupil. The transfer of
religious knowledge at that time was carried out at variety of venues: houses, mosques
(mushala) which also functioned as a place of worship and for the learning process.
Keywords: History; Intellectual; Twentieth century scholars; Bulukumba; Bantaeng

Abstrak
Pasca dibukanya Terusan Suez awal abad XX mendorong umat Islam di Nusantara
secara masif melaksanakan Ibadah Haji sekaligus memperdalam ilmu agama di Mekah
dan Madinah. Hal ini berdampak pada munculnya tokoh-tokoh ulama nusantara yang
berkiprah di dua kota tersebut maupun kembali ke tanah air. Secara keilmuan, tokoh-
tokoh ulama ini saling terhubung, baik saat belajar di tanah suci maupun di wilayah
dakwah mereka. Artikel ini mengungkapkan sejarah keilmuan ulama Bugis abad XX
di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sejarah. Adapun teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara,
studi dokumen, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pertama, sejarah
keilmuan ulama di awal abad XX di Bulukumba dan Bantaeng terbentuk ketika dinamika
sosial politik Timur Tengah pada tahun 1920 atas kemenangan Ibnu Saud menjadi simbol
kebangkitan kelompok Wahabi berimbas dengan kedatangan para ulama-ulama Ahlul
Sunnah wal Jamaah ke Nusantara. Kepulangan para penuntut ilmu tersebut memberikan
dampak positif dalam perkembangan transfer ilmu agama kependuduk lokal. Kedua,
figur para ulama awal abad XX di Bulukumba dan Bantaeng pada akhirnya membentuk
geneologi intelektual antara guru dan murid. Transfer ilmu agama dilakukan di rumah
para ulama, masjid ataupun musala yang sekaligus berfungsi sebagai tempat ibadah dan
juga tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Kata Kunci: Sejarah; Keilmuan; Ulama Abad XX; Bulukumba; Bantaeng.

187
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

Pendahuluan Kajian tentang jaringan ulama sudah


banyak dikaji oleh beberapa peneliti maupun
Pertengahan abad ke 19 membawa
akademisi sebelumnya, seperti yang dilakukan
babak baru dalam sejarah panjang Samudera
Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan
Hindia. Sejarah tersebut adalah terbentuknya
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
pengaruh revolusi ilmu pengetahuan yang
Abad XVII dan XVIII, yang banyak mengulas
terjadi di Eropa. Dalam kurun waktu tersebut
jaringan keilmuan terbentuk di antara ulama
sebagaimana diungkapkan Van Den Berg,
di Timur Tengah dengan murid-murid Melayu
ditemukan penemuan mesin uap yang pada
Indonesia. Penulis mengkaji secara kritis sejarah
akhirnya membuka babak baru revolusi industri
pertumbuhan jaringan antara penuntut ilmu
(van den Berg, 2010: xxxv). Pelayaran dengan
dari Nusantara dengan Ulama Timur Tengah,
menggunakan mesin uap semakin marak
khususnya Haramain, melibatkan proses-proses
ketika itu, dan perkembangan ini semakin
historis yang amat kompleks (Azra, 2013). Karya
memberikan dampak banyaknya orang-orang di lain yang bersinggungan dengan penelitian ini
Nusantara untuk menyeberangi lautan. Mereka adalah: “Jaringan Pesantren di Sulawesi Selatan
menjangkau perairan Timur Tengah dengan (1928-2005) yang ditulis oleh Syamsuddin Arief
tujuan menunaikan ibadah haji sekaligus yang mengkaji tentang sosok gurutta Muhammad
bermukim di tanah suci untuk menimba ilmu. As’ad perintis Pesantren As’adiyah di Sengkang
Lambat laun migrasi yang dilakukan muslim (Arief, 2008).
nusantara membentuk komunitas Jawi di kota
Kajian Azra dan penulis sebelumnya cukup
tersebut, sehingga hubungan intelektual antara
relevan dan memperkokoh artikel ini, dimana
ulama Mekah dan Medinah (Haramain) dengan
ulama nusantara tersebut membentuk jaring-
orang-orang Nusantara menjadikan keduanya
jaring yang tersimpul dalam ikatan yang amat
terbentuk jaringan antara guru dan murid.
kuat. Artikel ini secara khusus mengulas sejarah
Selanjutnya dengan dibukanya Terusan jaringan Ulama awal abad XX di Kabupaten
Suez pada tahun 1869 mendorong muslim Bulukumba dan Bantaeng Provinsi Sulawesi
Nusantara secara massif untuk menunaikan Selatan dengan pendekatan sejarah.
ibadah Haji di Mekah dan Medinah sekaligus Meneliti tentang jaringan ulama yang
untuk memperdalam ilmu agama. Gelombang terbentuk di pulau Sulawesi, maka secara fakta
hijrah santri Nusantara awal abad 20 kemudian proses perjalanan para ulama ini memainkan
melahirkan guru-guru utama (Ulama Jawi) perannya yang cukup signifikan. Jaringan
baik yang berkiprah di pusat keilmuan Islam tersebut, haruslah dilihat dari berbagai sudut
di Mekah dan Madinah (Haramain) maupun di mana mereka hidup pada zamannya dan
yang kembali ke Nusantara (Arif, 2008: 19). menghubungkan apa yang telah mereka lakukan
Jaringan atau hubungan antar orang Arab dalam untuk generasi selanjutnya. Rentang kehidupan
hal daratan Timur Tengah mempunyai ikatan para ulama di abad 20 dengan jejaring sosial
kuat yang memotivasi lebih besar untuk saling budaya, dimana mereka hidup dizamannya dengan
membantu dalam segala hal termasuk transmisi segala cerita fakta sosialnya yang melingkupinya
keilmuan (Wardiah, 2017: 260). Mayoritas perlu diungkap. Taufik Abdullah berpandangan
muslim Indonesia merupakan bagian dari salah bahwa, pulau Sulawesi sebagai wilayah yang
satu umat Islam terbanyak di dunia. Masyarakat mengalami proses Islamisasi di Nusantara tidak
Islam Indonesia memiliki keunikan dalam hal terlepas dari kerja keras para ulama dimana
afiliasi etno-linguistik, pengalaman budaya, mereka memperkenalkan Islam sebagai sebuah
dan sejarah, dan ini yang menjadikan muslim doktrin yang menuntut kepercayaan dan
Indonesia berbeda dengan saudara seagamanya keyakinan akan kebenaran transendental yang
di tempat lain (Kersten, 2019:17). hakiki, dengan segala keharusan dan larangannya,

188
Geneologi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan
Wardiah Hamid, halaman 187-200

harus “diterjemahkan” ajaran yang sedemikian menjadi parewa sara para ulama jebolan Butta
kompleks adalah hal yang paling fundamental. Lompoa itu kemudian menyelenggarakan
Tetapi bagaimanakah caranya dan dalam situasi pendidikan mangngaji kitta. Hal ini merupakan
seperti apa pula, sebaliknya Islam yang datang konsekuensi dari kebijaksanaan pengembangan
atau didatangkan dari luar tidak akan mungkin dan pemeliharaan agama Islam yang harus ada
berkembang, bahkan diterima kalau agama itu di tangan birokrasi. Fenomena mangaji kitta
tetap dirasakan sebagai sesuatu yang aneh dan yang dibina oleh ulama parewa sara baru mulai
asing. Oleh karena itu, disinilah peran para ulama muncul pada awal abad ke-20. Hal ini, mungkin
ini memperkenalkan Islam masuk ke setiap sendi berkaitan dengan banyaknya ulama yang pulang
kehidupan masyarakat di Nusantara. dari Tanah Suci sehingga tidak seluruhnya dapat
Dalam Islam, nilai keutamaan dari tertampung dalam birokrasi pemerintahan.
pengetahuan keagamaan berikut penyebarannya Mungkin juga karena yang bersangkutan memang
tidak pernah diragukan. Nabi menjamin bahwa tidak mau terikat dengan birokrasi kerajaan
yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu yang ketika itu telah berada di bawah kekuasaan
akan diberikan banyak kemudahan oleh Tuhan. penjajah Belanda (Bosra, 2008: 136).
Para pengikut Nabi Muhammad telah berhasil Makkah dan Madinah, juga dunia Islam
meneruskan dan menerapkan ajaran tentang secara umum, telah hadir dalam pikiran
semangat mencari ilmu. Motivasi religius penduduk Nusantara setelah mereka memeluk
ini juga bisa ditemukan dalam tradisi rihlah Islam. Daya tarik kota Makkah dan Madinah
(mengembara). Tradisi utama yang disebut merupakan magnet tersendiri bagi para ulama
dengan ar-rihlah fi thalab al-ilm pengembaraan di Nusantara. Kesempatan menunaikan ibadah
dalam rangka mencari ilmu atau dalam istilah haji sebagai manefestasi mereka sebagai muslim
modern disebut the spirit of inquiry merupakan sejati. Keberadaan mereka di tanah Mekah dan
bukti sedemikian besarnya keinginan tahuan di Madinah setelah melakukan ibadah haji, dan
kalangan para ulama (Mas’ud, 2006: 39). kemudian mukim untuk beberapa tahun lamanya
Jaringan ulama di nusantara tidak dapat di Haramain, digunakan untuk menuntut ilmu
dipisahkan dari para ulama yang berhaji dan agama. Langkah ini ditempuh para mukimin
bermukim di Mekkah dan Madinah. Dua untuk lebih memperdalam kajian mereka
kota tersebut menjadi titik poros aktivitas tentang Islam. Melalui titik awal transmisi inilah,
pengembangan pemikiran yang tersosialisasi di telah melahirkan hubungan intelektual yang
Nusantara (Ahmad, 2017: 83). Untuk menelusuri membentuk jaringan keilmuan dalam lingkaran
asal usul jaringan ulama tradisional awal abad antara guru dan murid.
ke-20 di Sulawesi Selatan, salah satunya dapat
Dengan demikian di antara seluruh jamaah
ditelusuri melalui ulama di Tana Marajae
haji, orang Nusantara merupakan pendatang ke
(Bugis) Butta Lompoa Makassar (Bosra, 2008:
terbanyak mendatangi dua kota Suci ini. Pada
136). Setelah kembali ke kampung halaman, para
akhir abad ke-19 dan awal abad ke 20, jumlah
ulama yang telah bermukim dan menimba ilmu
mereka berkisar antara 10 dan 20 persen dari
di Butta Lompoa itu berusaha mengamalkan
seluruh haji asing, walaupun mereka datang
ilmunya dengan membuka lembaga pendidikan,
dari negeri jauh dari pada yang lain. Martin Van
yang di Sulawesi Selatan disebut mangngaji
Bruinessen mencatat bahwa pada dasawarsa
kitta. Tradisi seperti ini, menurut Azyumardi
1920-an sekitar 40 dari seluruh haji berasal dari
Azra berlangsung sejak abad ke-17 dan hingga
Nusantara (Bruinessen, 2015: 3).
pertengahan abad ke-20 masih berlangsung. Di
Sulawesi Selatan, ulama yang kembali dari Butta Peran penting komunitas Jawi di Makkah
Lompoa selalu diupayakan oleh para raja untuk ketimbang para haji yang hanya tinggal sebentar
diangkat menjadi parewa sara’. Setelah diangkat sangat menentukkan perkembangan Islam di

189
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

Nusantara. Di tangan komunitas Jawi, Makkah asimilasi (Idham, 2014). Keteduhan dalam nilai-
memegang peranan penting sebagai jantung nilai ajaran Islam ditransmisikan oleh para ulama
kehidupan keagamaan di Nusantara. Komunitas dengan cara yang santun. Sehingga membentuk
Jawi memperkuat jaringan yang semakin jaringan antara murid dan guru yang santun
intensif antara Asia Tenggara dan Timur Tengah. pula, terjalin intens dan memberikan dampak
Peredaran luas buku-buku agama (kitab) dan yang cukup positif diantaranya terbukanya
meningkatnya permintaan pendapat hukum pembelajaran secara tradisional seperti
(fatwa) kepada ulama-ulama Makkah adalah di mangngaji tudang hingga terbentuk Madrasah
antara bukti meningkatnya jaringan tersebut. Arabiyah Islamiyah (MAI) yang kemudian dalam
Pengalaman belajar di Makkah berdampak besar perkembangan selanjutnya menjadi pesantren
pada perkembangan ulama di Indonsia pada yang masih berdiri dengan kokohnya sampai
umumnya dan Sulawesi secara khusus menjadi sekarang. Transmisi keilmuan yang dilakukan
sebuah komunitas berbeda. Melalui cara itu antara guru dan murid di Sulawesi, meninggalkan
mereka membangun otoritas keagamaan di manuskrip-manuskrip yang masih tersimpan
antara umat Islam (Burhanuddin, 2012: 108). di kediaman mereka ataupun di antara murid-
Perkembangan Islam di Indonesia telah memberi muridnya.
gambaran menarik tentang sebuah keunikan
pengalaman, yang tidak kurang dramatisnya Kerangka Teori
dari pada kejadian yang tengah berlangsung di Teori yang digunakan dalam penelitian
Timur Tengah, dan tidak kurang spektakuler ini adalah teori jaringan. Fokus utama teori
pengaruhnya untuk masa sekarang dan masa jaringan sebagaimana dijelaskan Ritzer adalah
depan Islam itu sendiri (Bosra, 2008). adanya hubungan-hubungan sosial atau pola
Banyaknya ulama yang pulang dalam objektif ikatan-ikatan yang menghubungkan para
waktu yang hampir bersamaan ada kaitannya anggota dalam suatu masyarakat (Ritzer, 2014:
dengan situasi Timur Tengah yang ketika itu 747). Merujuk pada pemikiran Ritzer, dalam hal
sedang bergolak. Pada tahun 1924, Abdullah ini jaringan ulama yaitu adanya pola objektif
bin Abdul Azis bin Saud yang disokong oleh yang mengikat antara ulama dalam hubungan
gerakan Wahabiyah mengambil alih Hijaz yang sosial. Secara khusus, kajian ini difokuskan pada
di dalamnya terdapat Butta Lompoa dari Syarif hubungan keilmuan berupa hubungan vertikal
Husain. Untuk menghindari terjadinya hal-hal antara guru dan murid atau hubungan horisontal
yang tidak diinginkan para ulama tradisionalis berguru pada suatu guru yang sama dalam proses
yang tidak dapat menyesuaikan diri Butta transfer keilmuan.
Lompoa, pulang ke Indonesia. Bagi para ulama Dalam lingkup penelitian ini jaringan berarti
yang berasal dari luar Hijaz relativ tidak ada hubungan yang terjalin secara berkesinambungan
masalah, sebab mereka kembali ke daerahnya lewat transfer ilmu pengetahuan antara guru
masing-masing (Bosra, 2008: 7). Kepulangan dan murid di Kabupaten Bulukumba dan
mereka kembali dari Timur Tengah membawa Bantaeng. Jaringan ini akan mencari benang
nuansa tersendiri bagi perkembangan keilmuan merah yang terjalin antara guru dan murid
di Nusantara. hingga menimbulkan hubungan yang intens dan
Di sini tampak dengan jelas bahwa interaksi kemudian berdampak terjadinya suatu tradisi
Islam dengan budaya lokal terjalin dalam beragam keilmuan diantara mereka.
bentuk. Menurut Idham, selain akomodasi Berikut dijelaskan tentang definisi ulama
dan asimilasi, proses interaksi tersebut juga untuk membatasi definisi operasional dalam
menunjukkan terjadinya integrasi yang ditandai penelitian ini. Ulama berasal dari kata bahasa
oleh dominasi nilai-nilai Islam atas budaya lokal. Arab ‘alima, ya’lamu, ‘alīm yang artinya orang
Dalam berbagai dimensi, interaksi melahirkan yang mengetahui. Kata ‘ulama merupakan

190
Geneologi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan
Wardiah Hamid, halaman 187-200

bentuk jamak dari ‘alīm yang merupakan bentuk dan Bantaeng. Pendekatan kualitatif digunakan
mubalaghah, yang berarti orang yang sangat dengan cara pemusatan perhatian pada kondisi
mendalam pengetahuannya (Luwis, 1984: sosial yang mengitari keberadaan para ulama
27). Berdasarkan ensiklopedi Islam, secara yang hidup di zamannya, yang menjadi dasar
terminology kata ’ulama bermakna orang-orang dalam merangkai peristiwa sejarah jaringan
yang diakui sebagai cendekiawan atau sebagai ulama di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng.
pemegang otoritas pengetahuan agama Islam. Menurut Bogdan dan Biklen, seperti dikutip
Mereka adalah para imam masjid-masjid besar Bungin bahwa studi sejarah adalah mencoba
(agung), para hakim (agama Islam), dosen-dosen mengklasifikasikan kesejarahan sebuah
agama pada universitas (perguruan tinggi Islam), organisasi, yang dituntut dalam penelitian ini
dan yang secara umum ia merupakan lembaga pemusatan perhatian mengenai perjalanan
kelompok terpelajar atau kalangan cendikiawan dan perkembangan sejarah organisasi sosial
keislaman yang memiliki hak penentu atas tertentu dan dalam waktu tertentu pula (Bungin,
permasalahan keagamaan (Cyril, 2002: 417). 2003: 26). Penelitian dilakukan dengan cara
Jaringan ulama dalam penelitian ini adalah merinci secara sistematis angka-angka kelahiran,
jaringan guru dan murid yang tercipta diantara peristiwa-peristiwa yang melingkupi para ulama
kaum muslim baik dari kalangan penuntut ilmu dengan ketersediaan data tertulis dan lisan
dan ulama maupun muslim awam umumnya sebagai sumber informasi.
di antara kedua kawasan dunia muslim. Sejak Adapun teknik yang digunakan dalam
terjadinya interaksi kaum muslimin dengan penelitian ini yaitu wawancara mendalam
Haramain maka ada perubahan-perubahan yang dengan informan, studi dokumen dan observasi
terjadi dalam proses interaksi itu pada awalnya lapangan. Data yang terkumpul dianalisis
hubungan itu lebih berbentuk hubungan ekonomi kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi.
dan dagang, kemudian disusul hubungan politik Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif
keagamaan, dan selanjutnya diikuti hubungan dan berlangsung terus menerus sampai tuntas,
intelektual (Azra, 2013: 123). Kapasitas keilmuan sampai data menjadi jenuh (Milles, 1984).
ini mendapat legitimasi dari masyarakat dengan Penelitian ini dilakukan di Kabupeten
memanggil mereka dengan sebutan kiai, ustaz, Bulukumba dan Bantaeng Provinsi Sulawesi
ataupun anreguru/anroguru. Selatan tahun 2017, dengan mengambil fokus
Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian pada sejarah keilmuan ulama diawal
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) abad XX. Informan kunci dalam penelitian ini
bagaimana jaringan keilmuan ulama awal abad berasal dari murid-murid ulama tersebut, tokoh
XX terbentuk di Kabupaten Bulukumba dan masyarakat, dan keluarga ulama yang masih
Kabupaten Bantaeng; 2) apa peran ulama di dua hidup. Sementara sumber pendukung adalah
kabupaten tersebut dalam pembentukan jaringan dokumen berupa foto-foto, makam, dan riwayat
tersebut; dan 3) apa dampak dari jaringan maupun peristiwa yang terkait dengan ulama
ulama di Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten tersebut.
Bantaeng.
Hasil dan Pembahasan
Metode Penelitian
Sejarah Keilmuan Ulama di Awal Abad
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
XX di Kabupaten Bulukumba dan
adalah penelitian kualitatif deskriptif, dengan
tujuan memahami suatu situasi sosial, peristiwa, Bantaeng
peran interaksi dan kelompok (Patilima, 2007: Dua kota yaitu Mekah dan Madinah menjadi
58). Tulisan ini menelusuri sejarah jaringan titik poros aktivitas pengembangan pemikiran
ulama yang terjalin di Kabupaten Bulukumba tersosialisasi di Nusantara (Ahmad, 2017: 83).

191
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

Tanah Mekah dan Madinah menjadi dua tempat 1920-an sekitar 40% dari keseluruhan jamaah
titik fokus para ulama di Sulawesi Selatan dalam haji bahkan berasal dari Nusantara (Bruinessen,
menuntut ilmu agama (Bosra, 2008: 136). Tradisi 2015 : 3).
seperti ini, menurut Azyumardi Azra berlangsung Peran penting komunitas Jawi di Mekah
sejak abad ke-17 dan hingga pertengahan abad ke- sangat menentukan perkembangan Islam
20 masih berlangsung (Azra, 2007). Setelah kembali di Nusantara. Para komunitas Jawih, yang
ke kampung halaman, para ulama yang telah bermukim di Mekah sangat memberikan andil
bermukim dan menimba ilmu di Butta Lompoa dalam memberikan perkembangan sosial
itu berusaha mengamalkan ilmunya dengan pendidikan keagamaan di Nusantara. Komunitas
membuka lembaga pendidikan, yang di Sulawesi Jawi memperkuat jaringan yang semakin
Selatan disebut mangngaji kitta. Di Sulawesi intensif antara Asia Tenggara dan Timur Tengah.
Selatan, ulama yang kembali dari Butta Lompoa Peredaran luas buku-buku agama (kitab) dan
selalu diupayakan oleh para raja untuk diangkat meningkatnya permintaan pendapat hukum
menjadi parewa sara’ jebolan Butta Lompoa itu (fatwa) kepada ulama-ulama Mekah adalah di
menyelenggarakan pendidikan mangngaji kitta. antara bukti meningkatnya jaringan tersebut.
Hal ini merupakan konsekuensi dari kebijaksanaan Pengalaman belajar di Mekah berdampak besar
pengembangan dan pemeliharaan agama Islam
pada perkembangan ulama menjadi sebuah
yang harus ada di tangan birokrasi. Fenomena
komunitas berbeda, yang melalui cara itu mereka
mangngaji kitta yang dibina oleh ulama parewa
membangun otoritas keagamaan di antara umat
sara menggeliat pada awal abad ke-20. Hal ini,
Islam (Burhanuddin, 2012: 108).
mungkin berkaitan dengan banyaknya ulama yang
Banyaknya ulama yang pulang dalam
pulang dari Tanah Suci sehingga tidak seluruhnya
waktu yang hampir bersamaan ada kaitannya
dapat tertampung dalam birokrasi pemerintahan.
Mungkin juga karena yang bersangkutan memang dengan situasi Timur Tengah yang ketika itu
tidak mau terikat dengan birokrasi kerajaan yang sedang bergolak. Pada tahun 1924, Abdullah
ketika itu telah berada di bawah kekuasaan penjajah bin Abdul Azis bin Saud yang disokong oleh
Belanda (Bosra, 2008: 136). gerakan Wahabiyah mengambil alih Hijaz yang
di dalamnya terdapat Butta Lompoa dari Syarif
Daya tarik kota Mekah dan Madinah
Husain. Hal ini dilakukan untuk menghindari
merupakan magnet tersendiri bagi para ulama
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
di Nusantara. Kesempatan menunaikan ibadah
para ulama tradisionalis yang tidak dapat
haji sebagai manefestasi mereka sebagai muslim
menyesuaikan diri Butta Lompoa. Bagi para
sejati. Keberadaan mereka di tanah Mekah dan
Madinah melakukan ibadah haji, kemudian ulama yang berasal dari luar Hijaz relatif tidak
mukim untuk beberapa tahun lamanya untuk ada masalah, sebab mereka kembali ke daerahnya
menuntut ilmu agama. Langkah ini ditempuh masing-masing (Bosra, 2008: 7). Kepulangan
untuk lebih memperdalam kajian mereka tentang mereka kembali dari Timur Tengah membawa
Islam. Titik awal dari tradisi ini melahirkan nuansa tersendiri bagi perkembangan keilmuan
hubungan intelektual yang membentuk jaringan di Nusantara.
keilmuan dalam lingkaran antara guru dan murid. Di sini tampak dengan jelas bahwa interaksi
Dengan demikian di antara seluruh jamaah Islam dengan budaya lokal terjalin dalam beragam
haji, orang Nusantara merupakan pendatang bentuk. Selain akomodasi dan asimilasi, proses
terbanyak yang mendatangi dua kota suci ini. interaksi tersebut juga menunjukkan terjadinya
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, integrasi yang ditandai oleh dominasi nilai-nilai
jumlah mereka berkisar antara 10 sampai 20% Islam atas budaya lokal. Dilihat dari berbagai
dari seluruh haji asing, walaupun mereka datang dimensi, interaksi melahirkan asimilasi (Idham,
dari negeri jauh dari negeri lainnya. Pada tahun 2014). Keteduhan dalam nilai-nilai ajaran Islam

192
Geneologi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan
Wardiah Hamid, halaman 187-200

ditransmisikan oleh para ulama dengan cara yang Sejarah jaringan ulama di Bulukumba dan
santun. Sehingga membentuk jaringan antara Bantaeng adalah merupakan pola objektif yang
murid dan guru yang santun pula, terjalin intens mengikat antara ulama dalam hubungan sosial.
dan memberikan dampak yang cukup positif Secara khusus, kajian ini difokuskan pada
di antaranya terbukanya pembelajaran secara hubungan keilmuan berupa hubungan vertikal
tradisional seperti mangngaji tudang hingga antara guru dan murid. Hubungan yang terjalin
terbentuk Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) secara berkesinambungan lewat transfer ilmu
kemudian dalam perkembangan selanjutnya pengetahuan antara murid guru, dimana para
menjadi pesantren yang masih berdiri dengan ulama ini menimba ilmu untuk pertama kalinya
kokohnya sampai sekarang. Bukan saja lembaga yaitu ke Haramain (Mekah dan Madinah) atau di
pendidikan yang terbentuk beberapa ulama ini luar Nusantara. Sejarah ulama ini akan mencari
meninggalkan manuskrip-manuskrip yang masih benang merah yang terjalin antara guru dan
tersimpan di kediaman mereka ataupun di antara murid hingga menimbulkan hubungan yang
murid-muridnya. intens dan kemudian berdampak terjadinya
Selanjutnya untuk menjaga hubungan suatu tradisi keilmuan di antara mereka secara
jaringan intelektual ini ada beberapa hal yang global atau menyeluruh.
ditempuh oleh para ulama dalam memperlancar Sejarah jaringan murid dan guru yang tercipta
hubungan relasi antara guru dan murid di antara kaum muslim baik dari kalangan
diantaranya melalui ekonomi perdagangan penuntut ilmu dan ulama maupun Muslim
dan membuka lahan pertanian. Para santri awam umumnya di antara kedua kawasan dunia
ada yang diberdayakan untuk mengolah lahan muslim, terjadi karena interaksi kaum muslimin
atau usaha para kiai ini. Mereka mendapatkan dengan Haramain dengan adanya perubahan-
imbalan saling menghidupi, di samping tujuan perubahan proses interaksi hubungan ekonomi
utama adalah transfer ilmu pengetahuan agama. dan dagang, kemudian disusul hubungan politik
Jaringan juga dibangun melalui perkawinan. keagamaan, dan selanjutnya diikuti hubungan
Melalui ikatan perkawinan ulama ataupun intelektual (Azra, 2013 : 123). Kapasitas keilmuan
keturunannya menikah dengan para pemangku ini mendapat legitimasi dari masyarakat dengan
adat, ataupun saudagar kaya, hal ini juga memanggil mereka dengan sebutan kiai, ustadz,
memberikan sumbangsih keberlangsungan ataupun anreguru/anroguru. Para ulama
dakwahnya, melalui transmisi keilmuan kepada tersebut, memiliki kharismatik serta ahklak yang
keturunannya. Melalui pintu perkawinan dengan agung sehingga disegani oleh para murid dan
muridnya dan anak karaeng, proses jaringan masyarakat.
terbentuk yang kemudian melanggengkan dan Mendialogkan dialektika sejarah jaringan
memudahkan transmisi keilmuan terbentuk. Para ulama yang terbentuk di pulau Sulawesi, maka
karaeng adalah pemegang kekuasaan struktural secara fakta proses perjalanan para ulama ini
pemegang otoritas dan tempat bernaung para kiai memainkan perannya harus dilihat dari berbagai
dalam mengembangkan transmisi keilmuannya. sudut di mana mereka hidup pada zamannya
Kesepahaman tarekat yang dimiliki seorang dan menghubungkan apa yang telah mereka
ulama memacu para santri untuk menimba ilmu hadiahkan buat generasi selanjutnya. Rentang
pada ulama tersebut. Keserasian antara syariat kehidupan para ulama abad ke-20 dengan
dan tasawuf yang diajarkan para kiai ini menjadi jejaring sosial kultur dimana mereka hidup di
nikmat tersendiri bagi para muridnya untuk zamannya dengan segala cerita fakta sosialnya
intens mendatangi sang guru untuk menimba yang melingkupinya perlu diungkap secara
ilmu, di dua lokasi ini ada beberapa tarekat yang mendalam. Pulau Sulawesi sebagai wilayah
berkembang yaitu Tarekat Naqsabandiyah dan yang mengalami proses Islamisasi di Nusantara
Tarekat Syadziliyah. tidak terlepas kerja keras para ulama dimana

193
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

memperkenalkan Islam sebagai sebuah doktrin ibunya H. Te’ne diperkirakan lahir tahun 1885 di
yang menuntut kepercayaan dan keyakinan akan Bone. Pada tahun 1900 K.H. Hayyong membawa
kebenaran transendental yang hakiki. Disinilah keluarganya menunaikan ibadah haji termasuk
peran para ulama ini memperkenalkan Islam Ahmad Bone dan saudaranya yang ketika itu
masuk kesetiap sendi kehidupan masyarakat di berusia sekitar 15 tahun kemudian belajar di sana
Nusantara, salah satunya di Sulawesi. tetapi saudaranya H. Banddu’ meninggal di tanah
Ajaran Islam mengajarkan nilai keutamaan suci. Masa pendidikan Ahmad Bone di tanah
dari pengetahuan keagamaan, berikut suci, tidak hanya Mekah yang dijadikan tempat
penyebarannya tidak pernah diragukan. belajar, akan tetapi dia juga belajar ke Mesir, dan
Rasulullah menjamin bahwa yang berjuang kemudian kembali lagi ke tanah suci Mekah. K.H.
dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan Ahmad Bone juga pernah mendapat kehormatan
banyak kemudahan oleh Tuhan. Para pengikut mengajar di Masjidil Haram sebelum kejatuhan
Nabi Muhammad telah berhasil meneruskan dan Syarif Husain.
menerapkan ajaran tentang semangat mencari Pada tahun 1920 dinamika politik Timur
ilmu. Motivasi religius ini juga bisa ditemukan Tengah mengalami gejolak, sehingga dengan
dalam tradisi rihlah (mengembara). Tradisi utama peristiwa kemenangan Ibnu Saud simbol
yang disebut dengan ar-rihlah fi thalab al-ilm kebangkitan kelompok Wahabi berimbas pada
pengembaraan dalam rangka mencari ilmu atau kedatangan para ulama-ulama ahlul sunnah wal
dalam istilah modern disebut the spirit of inquiry jamaah ke Nusantara menyebabkan beberapa
merupakan bukti sedemikian besarnya keinginan ulama pulang ke tanah air di antaranya KH.
tahuan di kalangan para ulama (Mas'ud, 2006: Ahmad Bone (Bosra, 2008: 139). Mengenai hal
39). Pengaruh dan penyebarannya efektif sekali, ini Burhanuddin menjelaskan:
hal ini disebabkan banyak orang yang begitu saja “Pada ahun 1925 setelah belajar di Mekah
tertarik untuk memeluk agama Islam. Apalagi singgah di pulau Samosir Danau Toba atas
kedatangan agama baru itu lengkap dengan akhlak permintaan H Wahidun, yang sama-sama
belajar di tanah suci. Di tempat itu KH. Ahmad
mulia, dipandang tepat pada waktunya karena
Bone memulai petualagannya memberikan
pada waktu itu sistem kehidupan masyarakat yang dakwah terhadap minoritas muslim di pulau
sudah mulai merosot dan mundur (Allusi, 1988: 17). itu. Materi pendidikan yang diajarkan pada
Jaminan yang diberikan oleh Rasulullah kepada awalnya masih seputar belajar huruf hijaiyah
dan membaca Alquran, di samping ilmu-ilmu
para penuntut ilmu kemudian untuk meneruskan
keislaman lainnya, seperti akhlak, keimanan
ajaran Islam menjadi sebuah sugesti bagaimana dan ibadah. Di tempat itu beliau menggarap
lahirnya para ulama di abad pertengahan di dan membuka lahan perkebunan kelapa
Nusantara. Suatu fakta sejarah bahwa jaringan dan muridnya ikut menggarap lahan itu”
(Wawancara Andi Badaruddin 17/3/2017).
ulama yang terbangun di Nusantara terjadi sekitar
abad XIX terjadi hubungan intens. Mekah dan Selanjutnya K.H. Ahmad Bone meninggalkan
Medinah sebagai poros transmisi keilmuan Islam Samosir dan tiba di Makassar di jalan Diponegoro
terjadi peningkatan peran para ulama secara Makassar yang kemudian di belakang rumah itu
signifikan. Meskipun tidak bisa dinafikan jaringan ada rumah khusus santri yang datang belajar.
ini sudah terbangun jauh sebelumnya pada abad Santrinya datang dari berbagai tempat dari Daya
XVII dan XVIII. Maros, dari Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto.
Peran Ulama Awal Abad XX di Kemudian anak menantunya membuat rumah
Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng megah yang ditempatinya. Aktifitas mangngaji
tudang yang dilakukannya semakin intens tidak
Beberapa sosok ulama Bugis yang memainkan
saja di daerah Makassar tetapi juga daerah
peran penting dalam masyarakat K.H. Ahmad
Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba
Bone. Dia merupakan anak dari K.H. Hayyong
serta daerah Selayar. K.H. Ahmad Bone bolak

194
Geneologi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan
Wardiah Hamid, halaman 187-200

balik Makassar Bone untuk mangngaji tudang itu transfer keilmuannya tetaplah berjalan.
(transfer ilmu agama). Di setiap persinggahan kunjungannya tinggal
Ulama lain yang semasa dengan K.H. Ahmad beberapa saat di masjid untuk berdakwah.
Bone adalah K.H. Ramly. Dia merupakan salah Menurut Arif Syamsuddin “Beliau juga
satu sosok ulama besar di Kajuara, dan ia tidak menggeluti karya tulis untuk menjawab setiap
pertanyaan umat yang dituangkannya pada
bisa dilepaskan dari sosok K.H. Ahmad Bone
majalah Az-zikra. Konsumen para pembaca
sebagai gurunya di Bone. Kesepahaman di antara majalah ini bukan hanya orang Makassar tetapi
keduanya dapat terlihat ketika terjadi perdebatan juga dibaca oleh orang-orang Bulukumba. KH.
pendapat mengenai kemutlakan khotbah Jumat Ahmad Bone membeli tanah dan mendirikan
Madrasah Arabiyah setingkat Madrasah
dalam bahasa Arab. KH. Ahmad Bone dan KH.
Tsanawiyah salah satu pengajarnya adalah
Ramly sepakat khotbah Jumat bisa memakai KH. Mahdy, Alumni As’ adiyah Sengkang. KH.
bahasa yang dimengerti oleh jamaah, yakni Ahmad Bone meminta salah satu santrinya
bahasa Bugis Makassar atau bahasa Melayu. yaitu KH. Mahdy sebagai pengajar di madrasah
tersebut. Pertemuan antara KH. Ahmad Bone
Namun demikian, ada satu ulama yaitu K.H.
dilakukan di Masjid Hayat Batu Karopa ketika
Muhammad As’ad yang menginginkan khotbah KH. Ahmad Bone berkunjung ke Batu Karopa dan
Jumat memakai bahasa Arab. Pada sekitar tahun membuka mengaji tudang mengajarkan tarekat
1935 beberapa ulama tradisionalis mengadakan Syadziliyah diajarkan ke orang-orang tertentu,
tarekat ini didapatkannya di tanah suci Mekah”
pertemuan guna membicarakan masalah
(Arif Syamsuddin, wawancara, 9/3/2017).
khotbah Jumat yang diterjemahkan itu. Hasilnya,
mayoritas peserta pertemuan menyepakati K.H. Ahmad Bone meninggal pada tanggal
khotbah boleh menggunakan bahasa Melayu 12 Februari 1972 di atas kursi pada saat beliau
maupun bahasa lokal (Mardiawati, 2007 : 295). sedang menulis. Sayyid Husain Saleh Assegaf
Pada tahun 1938, K.H. Ahmad Bone merintis meminta karibnya dimakamkan di Bontoala yang
suatu aktifitas baru bersama K.H. Sayyid Husain merupakan perkuburan sebagian orang-orang
Saleh Assegaf dan K.H. M Ramli dengan beberapa keturunan Arab.
ulama tradisonalis, memprakarsai berdirinya Sosok ulama selanjutnya yaitu Abdul Karim
Rabithatul Ulama, hingga terbentuk tanggal 8 lahir tahun 1854 di sebuah desa Sibulu’e di Bone
April 1950. meninggal dunia pada tahun 1961 di usia 107
Dalam perkembangan selanjutnya sekitar tahun, umur yang cukup panjang bagi seorang
tahun 1940-an K.H. Ahmad Bone, K.H. Ramly ulama. Ayahnynya bernama H. Abd Salam
bersama tokoh masyarakat sekitarnya mengajak kelahiran Mare’ Bone ibunya bernama Bunga.
menghimpun dana untuk mendirikan masjid Kemudian pada tahun 1869 ia berangkat ke
Raya. Beberapa tokoh tersebut adalah H. La tanah suci pada saat masih muda di usia 15
Tunrung, dan H Kalla yang memprakarsai tahun dibawa oleh ayahnya. Di atas kapal inilah
membangun masjid Raya yang berdiri tanggal Abd Karim bertemu dengan K.H. Hahyyong
25 Mei 1947. Selanjutnya Rabithatul Ulama ayahanda dari K.H. Ahmad Bone. K.H. Abd
kemudian melebur menjadi organisasi NU karim bermukim beberapa saat lamanya untuk
Sulawesi Selatan tahun 1953, dan rumah K.H. belajar agama di Arab Saudi. Selanjutnya sekitar
Ahmad Bone dijadikan sebagai sekretariat NU. tahun 1925 sekembalinya dari Arab Saudi tidak
Ketika itu tahun 1957 Menteri Agama RI pertama langsung pulang ke Bone tetapi melanjutkan
K.H. Wahid Hasyim menunjuknya menjadi Ketua perjalanan menyeberang ke Salemo menemui
Mahkamah Syariah Wilayah Timur Indonesia. pamannya K.H. Sunusi yang juga menjadi guru
Ketika melaksanakan tugas dinas ke wilayah di pulau itu. Guru-gurunya yang lain yaitu Puang
Timur Indonesia meliputi Sulawesi, Maluku, Walli wafat 1940), K.H. Abdul Rasyid (lahir 1855
dan Irian Jaya. Sebagai seorang ulama aktifitas wafat 1956), dan Syekh. Abdul Hasan Yamani.
pengajian tetap digelutinya di setiap kunjungan K.H. Abd Karim diperkirakan mangngaji

195
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

tudang di Salemo aktif sejak pertengahan abad Ulama yang cukup berpengaruh adalah
ke XIX (sekitar tahun 1850). Pengajian di Salemo K.H. Hahyyong. Beliau tinggal sekitar 15 km
sebagai wadah untuk menghasilkan calon ulama ke Masjid Tanete nama daerah Batu Karopa.
yang bermutu ilmu agamanya juga sebagai jalur Hubungan antara KH. Abd Karim dan KH.
pengembangan dakwah melalui pendidikan Hahyyung, keduanya memiliki hubungan
mangngaji tudang (Hafid, 1987: 61). Di Pulau keluarga. Mereka pernah mukim di Tanah suci
Salemo ini sebagai tempat menuntut ilmu karena untuk belajar sekitar tahun 1869. Keberadaan
adanya donatur dari pengusaha-pengusaha yang KH. Abd Karim di Tanete sangat diharapkan
memberikan biaya kepada masyarakat yang oleh Karaeng Tanete untuk mengajar masyarakat
ingin menuntut ilmu sampai ke Arab Saudi. Di Tanete tentang Agama Islam. Sebidang tanah
pulau itu banyak kapal berlabuh, baik kapal kayu di daerah Songing di belakang Mesjid Tanate
maupun kapal besi sebagai Bandar kedua setelah di berikannya kepada KH. Abd Karim. Setiap
Makassar. Hasil bumi dari Mandar seperti kopra acara adat yang dilakukan oleh Karaeng Tanete
misalnya yang hendak dibawa ke Surabaya, pasti menghadirkan KH. Abd Karim sebagai
akan menyinggahi Salemo sebelum ke Surabaya. kiai di daerah Tanete. Beberapa puluh kilometer
Pedagang dari Mandar pula yang membawa daerah basis pengajiannya adalah daerah
Islam ke daerah itu bahkan menjadikan daerah Kajang sepanjang perjalanan dakwah maupun
itu sebagai pusat pendidikan Islam (Ajiep, mangngaji kitta yang dilakukannya tidak pernah
2006: 85). Pada mulanya mangngaji tudang ini menyentuh wilayah Kajang karena daerah Kajang
hanya bersifat kekeluargaan, akan tetapi lama- sangat susah disentuh oleh orang-orang luar, dan
kelamaan meluas menjadi pengajian dalam skala karaeng Tanete memberikan nasehat untuk tidak
besar, dimana mereka datang dari luar pulau menyentuh daerah tersebut. Orang-orang Kajang
Salemo. Pulau ini kemudian dibombardir oleh sendiri sangat menghargai keberadaan orang
Belanda karena dicurigai santri-santri itu akan orang Bone di Bulukumba. Konflik sosial ini tidak
mengadakan perlawanan, dan juga di pulau itu terlepas dari peristiwa masa lalu ketika terjadi
ada gudang beras yang cukup besar hanya ada di perseteruan antara Inggris dan Bone di tahun
pulau Salemo. 1818, yakni ketika para penguasa Distrik Selatan
memihak kepada Inggris tetapi para karaeng dari
Menurut Sanusi Karim “KH. Abdul Karim kembali
ke Bone dan mengajar di Madrasah Amiriyah
Distrik Timur Bulukumba, Hero, Lange-Lange
Islam yang kemudian menjadi Madrasah Amir dan Tiro memihak kepada Bone (Gibson, 2012:
Islam yang berdiri di tahun 1930. H. Abd Rahim 127).
yang merupakan Imam masjid Tanete mengajak
KH. Karim untuk menetap di Bulukumba
Pada periode selanjutnya, tahun 1938 KH. Abd
Tanete. Ketika itu masyarakat Tanete dalam Karim meminta pamit kepada Karaeng Tanete
kondisi kurang dari siraman agama H Abd untuk kembali ke Bone, tetapi Karaeng Nojeng di
Rahim sebagai imam masjid Tanete (sekarang (sekitar 20 meter dari masjid Tanete kediaman
berubah nama menjadi masjid Besar Jabal
Takwa Kecamatan Bulukumpa) mengajak K
Karaeng Tanete) melarang untuk pulang kembali
H Abd Karim untuk mengadakan mangngaji ke Bone. Tanah perkebunan jagung pun diberikan
tudang di Tanete. Tanah yang diberikan oleh kepada KH. Abdul Karim di daerah Palampang
karaeng Tanete untuk di jadikan tempat tinggal (sekitar 7 kilo dari Tanete) alasan Karaeng Nojeng
dan tempat mangngaji kitta (bekas rumahnya
sekarang menjadi Kantor KUA Tanete). Para
memberikan tanah itu supaya beliau betah
santrinya berkisar 40 orang mengelilingi beliau tinggal di Tanete. Karaeng Nojeng berkeyakinan
di setiap pengajian tersebut untuk mendapatkan keberadaan gurutta di wilayahnya adalah berkah
pengajaran kitab kuning. Adapun kitab kuning buat masyarakat Tanete, dengan harapan ketika
yang diajarkan Irsyad Al Ibad (akhlak), Tafsir
al- Jalalain (tafsir), Riyadh al- Shalihin (Hadits),
sang panrita mukim, maka doa akan senantiasa
Nahwu dan shorof serta tasawuf “. (Wawancara, terpanjat bagi keselamatan dan kesejahteraan
Sanusi Karim, 13/3/2017) kampung tersebut. Anak cucu Karaeng dan anak

196
Geneologi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan
Wardiah Hamid, halaman 187-200

masyarakat sekitar diajar mangngaji alepu istri ayahhanda dari KH. Mahdy tinggal di daerah
KH. Abd Karim di rumahnya di antara anaknya Tanete dan K Abdul Rasyid tinggal di sekitar
bernama Karaeng Mansur. Tanah yang diberikan kota Bulukumba di pinggir sungai Teko kota
oleh Karaeng Nojeng dijadikan lahan perkebunan Bulukumba. Kedua muridnya ini menimba ilmu
jagung dikelola bersama dengan keluarganya. tarekat Naksabandiyah dari KH. Hayyong.
Beberapa santrinya di antaranya M Mahdy K Abdul Rasyid dikenal sebagai guru
Hakmah dan Sunusi dibimbingnya dalam sistem beberapa ulama di Bulukumba. Adapun Ulama
mangngaji tudang. Salah satu muridnya di Tanete yang pernah berguru kepada K Abdul Rasyid
KH. Andi Jabir yang merupakan qadhi di Tanete. antara lain : KH. Abdullah Mangguluang,
Partai Masyumi memasuki daerah Tanete dan KH. KH. Muhammad Ramdah, KH. Abdul Hafid
Abd Karim masuk dan menjadi penasehatnya. (mantan kepala jawatan Departemen Agama ex
Organisasi Nahdatul Ulama yang hadir di Tanete Depag 1961), mantan ketua pengadilan Agama
tahun 1955 beliau diminta menjadi dewan Bulukumba), KH. Andi Arifuddin/Petta Tanra’
penasehat oleh H Muhammad Said yang menjadi (mantan kasi Urais Bulukumba1980), KH. Ismail
anggota organisasi tersebut. Di tahun yang sama Umar (mantan kepala perwakilan Agama 1980),
relasi beliau sekaligus keluarganya yaitu KH. K. Andi Faharuddin Syarif (mantan pimpinan
Ahmad Bone berkunjung ke Masjid Tanete. Muhammadiyah 1950), KH. Mahdi Hakma
Demikian pun KH. Abd Karim biasa bertandang (mantan MUI 2011) KH. Malik Shaleh (salah satu
ke Masjid Batu Karopa (Ansar Mahdi, 15/3/2017). pendiri dan guru Ma’had Arabiyah Islamiyah
Wafat tahun 1961 di Tanete, kuburannya ada Bulukumba 1950), KH. Mas ‘ud Manngguluang,
di belakang rumahnya berdampingan dengan H Imaman Rasyid KH. Tjamiruddin dan KH.
kuburan anaknya KH. Mahdy Hakmah Karim Zainuddin daeng Mangatti’.(mantan ketua
wafat 2011. Atas sumbangsih sebagai ulama Pengadilan Agama Bulukmba). Murid-murid dari
di daerah Tanete masyarakat dan pemerintah KH. Akhmad Bone yaitu K.H Madhy (mantan
setempat mengabadikan namanya di sekitar Ketua MUI Bulukumba) dan KH. Jabbar Arafah
tempat tinggalnya Jalan KH. Abdul Karim. atau Puang Lompo (Tjamiruddin wawancara, 10
Ulama lain pada masa itu adalah Abdul Maret 2017).
Rasyid. Ia lahir 1898 hidup sezaman KH. Tokoh ulama selanjutnya adalah Abdul
As ‘ad, sering saling mengunjungi di antara Hamid Karim. Ia dilahirkan di daerah Pangkep
keduanya adalah teman. K. Abul Rasyid ke tahun 1909 wafat 2001 ayahnya H Abdul Karim
Sengkang untuk bertukar pikiran dengan KH. orang Labakkang Pangkep ibunya Hj Suhrah.
As‘ad mengenai masalah agama. Demikian pun Tahun 1919 Abdul Hamid ketika berumur sekitar
sebaliknya KH. As‘ad biasa menemui K Abdul 10 tahun di bawa oleh ayahnya ke Salemo. Di
Rasyid di Bulukumba. Beliau dikenal sebagai Salemo KH. Abdul Hamid tinggal di rumah
gurunya ulama se-Bulukumba. Beliau belajar pamannya bernama puang Lanti. Ketika berusia
K. H. Nasir yang mendatanginya ke rumahnya. 15 tahun ayahnya membawanya ke tanah suci dan
Tidak diketahui siapa KH. Nasir ini, yang pasti mukim belajar di sana tinggal di rumah pamannya
beliau adalah seorang ulama keliling di kala itu. KH. Abdul Asis Al Bugisi menetap di tanah suci
Meskipun kiai Abdul Rasyid tidak pernah ke sekitar tahun1890-an. Tahun 1929 Ketika pulang
tanah suci tapi kepiawaiannya di dalam membaca dari Tanah Mekah, KH. Abdul Hamid tiba di
dan mengulas kitab-kitab kuning sangatlah mahir Pangkep melakukan aktifitas mangngaji tudang.
menurut pengakuan murid-muridnya. Beliau berniat memperdalam ilmunya ia kembali
Beliau juga belajar kepada KH. Hayyong. ke Pulau Salemo untuk belajar mangngaji
seorang ulama yang tinggal di daerah Maccinna tudang. Beliau mempunyai guru di Salemo yaitu
Bonto Manai Bulukumba membuka mangngaji Puang Walli (wafat 1940), KH. Abdul Rasyid
tudang. Muridnya antara lain KH. Abdul Karim (lahir 1855 wafat 1956), Syekh. Abdul Yaman.

197
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

KH. Abdul Hamid berada di Banyorang, dan agama formal. Selepas mondok di Ilhsaniyah Suffi
menikah beberapa kali dengan wanita Bantaeng Madjidi belajar otodidak berbagai ilmu agama.
dan melahirkan beberapa putra dan putri. Beliau Suffi Madjidi pamit kepada istrinya dan
walaupun sudah berada di Bantaeng tetapi tetapi orang tuanya untuk merantau pada tahun 1928,
aktifitas mangngaji tudang tetap dilakukannya daerah yang di tujuh adalah Malang Jawa Timur.
di Madalle, Segeri, kemudian kembali lagi ke Di Malang S Madjidi mengajar pada sebuah
Banyorang, Bissampole hingga Jenepnto (Hafid sekolah dan bertemu dengan teman barunya
Hamid wawancara 25 Maret 2017). yang merupakan anggota Muhammadiyah. Suffi
Beberapa ulama yang tinggal di tempat itu Madjidi meninggalkan Malang menuju Yogyakarta
pada tahun 1945 di antara karibnya sekaligus merupakan awal dalam keterlibatannya pada
tetanggganya KH. Jabbar Arafah (puang Lompo) persyerikatan Muhammadiyah sebagai gerakan
dan KH. Yusuf Sulaiman (alumni As’adiyah tajdid dan puritanisme. Beliau belajar langsung
Sengkang. Mereka kemudian memprakarsai kepada KH. Mas Mansyur. Beliau kemudian
untuk membangun masjid bersama masyarakat mengajar siswa-siswi Muallimin yang berasal dari
Bissampole bernama Masjid Ruhul Amin seluruh Indonesia. Dua daerah memberi kesan
Bissampole. Kebersamaan mereka dalam tersendiri yaitu Palembang Sumatera Selatan dan
mentransfer untuk mendiskusikan ilmu masing- Sulawesi Selatan (Katu, 2007 : 349–350).
masing dalam bahasa Arab biasa disaksikan oleh
Beliau berada selama 4 tahun di Palembang,
masyarakat sekitar ketika selesai salat Magrib
dan masyarakat Palembang menganugrahkan
atau salat subuh. Di tempat inilah aktifitas
gelar Suffi kepadanya. Gelar Sufi sebagai
mangngaji kitta dilakukan oleh mereka secara
penanda kekaguman masyarakat Palembang
bergantian. Para santri yang jauh datang dengan
dengan sosok beliau yang begitu sederhana dan
jalan kaki dan yang jauh naik sepeda atau naik
senantiasa memberikan bimbingan arahan dalam
dokar. Kitab-kitab yang diajarkan oleh KH. Abdul
Hamid yaitu Shahih Bukhari, Fathul Muin, dan hal keagamaan. Tahun 1939 tiba di Makassar
lain-lain. Kitab Shahih Bukhari dan Fathul bersama keluarganya, pada awal kedatangannya
Muin yang diajarkan sangat disenangi oleh para beliau tinggal di bagian utara kota Makassar
masyarakat karena di dalam kitab itu hal-hal sekarang jalan Veteran Selatan Beliau mengajar
kehidupan beragama mudah dipahami mereka. tidak jauh dari rumahnya di Madrasah Muallimin.
Dalam menjelaskan kitab ini memakai bahasa Mata pelajaran yang diajarkan dibagi ke dalam
konjo (bahasa Bantaeng) diselingi dengan bahasa dua sesi mata pelajaran pada kelompok agama
Bugis (Wawancara Abd Hakim, 8 Maret 2017). pada tingkat dasar meliputi Alquran-terjemahan,
Di depan rumahnya ada masjid Nurul Muttaqin Hadits, Tauhid, Fikih, Tariqh Ahlak dan bahasa
Ra’ra kelurahan Banyorang di sana mangngaji Arab meliputi imla dan khot. Madrasah juga
tudang dilakukannya. Masjid ini dibangunnya mengajarkan kelompok umum mata pelajaran
bersama masyarakat setempat. meliputi: ilmu Bumi, Sejarah, Ilmu Hayat,
Sosok ulama lain yang berkiprah di Kabupaten Ilmu Ukur, Al Jabar, Ilmu umum yaitu bahasa
Bantaeng dan Bulukumba yaitu Suffi Madjidi, Indonesia dan Bahasa Inggris (Katu, 2007 : 361–
dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah tahun 1910 wafat 363)
1982 ayahnya H Maksum berasal dari keturunan Suffi Madjidi berada di Bantaeng mengajar
Bugis Pangkep. Nenek moyangnya berhijrah di Muallimin pada tahun 1942. Pada masa
ke Tegal setelah pecah perang antara Gowa dan pemerintah Jepang mengharuskan para siswa
Bone. Suffi Madjidi mendapatkan bimbingan dan guru ketika melaksanakan upacara bendera
langsung dari Ayahandanya tentang pelajaran untuk membungkuk kepada Tennoheyka sang
agama, dan ketika menginjak usia sekolah masuk Kaisar Jepang tetapi beliau menolak dan akhirnya
dalam pesantren Ilhsaniyah sebuah pendidikan dimasukkan ke dalam penjara di Bantaeng.

198
Geneologi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan
Wardiah Hamid, halaman 187-200

Beliau di dalam penjara belajar ilmu mengenai Akademi Islam Pergis (Perguruan Islam) Datu
adat istiadat dan sejarah pada Aru Pala dan Lanto Museng. Kemudian menjadi dosen pada fakultas
Daeng Pasewang. Suffi Madjidi dibebaskan dari Agama UMI selanjutnya menjadi dosen IAIN
Tahanan Jepang kemudian kembali ke Maros. Alauddin Makassar.
Pemuda Merah Putih didirikan tanggal 17 Penutup
September 1945 oleh Mannaping (raja Kerajaan
Sejarah keilmuan ulama di awal abad XX di
Bantaeng) sebagai pimpinan tertinggi pimpinan
Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng
harian A.M Siji dan Abdul Salam. Para pemuda
tidak bisa terlepas situasi Timur Tengah yang
ini adalah siswa-siswi Suffi Madjidi yang belajar ketika itu sedang bergolak. Pada tahun 1924,
di Muallimin Bantaeng, mereka datang dari Abdullah bin Abdul Azis bin Saud yang disokong
berbagai daerah tetangga seperti Bulukumba dan oleh gerakan Wahabiyah mengambil alih Hijaz
Bantaeng. Adapun mereka seperti KH. Jamaluddin yang di dalamnya terdapat Butta Lompoa dari
Amien (Rektor UNISMUH merangkap pimpinan Syarif Husain. Menghindari terjadinya hal-hal
Muhammadiyah Wilayah Sulawesi Selatan dan yang tidak diinginkan para ulama tradisionalis
Sulawesi Tenggara 2 periode dan jabatan terakhir yang tidak dapat menyesuaikan diri Butta
Ketua BPH/Badan Pengurus Harian UNISMUH Lompoa, menyebar keseluruh penjuru dunia
Prof. DR.Hj Andi Rasdiyanah (mantan Rektor diantaranya mereka masuk ke Nusantara.
IAIN Alauddin Makassar), Muh Amir Said dan Para ulama awal abad XX yang menyebar ke
Andi Tolotonang, dan KH. M Nuh Haeruddin. Nusantara, lebih spesifik ke daerah Bantaeng dan
Menurut Mujizatulah “Untuk mempererat tali Bulukumba di Provinsi Sulawesi Selatan. KH.
kekerabatan dengan muridnya Suffi Madjidi Ahmad Bone, Abdul Hamid Karim, Abdul Rasyid,
kemudian meminta kepada muridnya KH.
Jamaluddin Amin dari anak perempuannya
dan Suffi Madjidi, para ulama ini menimba ilmu
bernama Sitti Mutiah menikah dengan S keberbagai belahan dunia yang mana kantong-
Musa Al Mahdi (Dekan Fakultas Dakwah UIN kantong transmisi keilmuan berlansung di awal
Makassar) anak dari Suffi Madjidi” (Wawancara, abad XX. Kedatangan para ulama ini ke daerah
Mujizatullah, 2 April 2017).
Bantaeng dan Bulukumba melahirkan ide-ide
Memasuki tahun 1945 Suffi Madjidi dan cemerlang yaitu dari system mangngaji tudang
keluarganya menuju Butta Towa Bantaeng (pengajian tradisional) melahirkan sistem yang
menuju Butta Panrita Lopi Bulukumba. Di lebih modern yaitu madrasah dan pesantren.
Bulukumba beliau mengajar di Muallimin Dampak dari keberadaan para ulama ini adalah
Bulukumba bersama Ramlah Azis pelopor pendiri dari sistem mangngaji tudang, beralih menjadi
sekolah Muallimin Bulukumba dan salah satu sistem formal yaitu pendirian beberapa madrasah
muridnya Andi Muhammad Ishak DM (Pendiri yang dilakukan oleh muridnya di pertengahan
Perserikatan Muhammadiyah). Tahun 1950- abad 20.
an ketika salah satu partai politik Islam seperti Daftar Pustaka
Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia)
Ahmad, Kamaruzzaman Bustaman. 2017. Dinamka
Suffi Madjidi masuk dalam organisasi ini dan Studi Islam dan Indonesia Islam Historis
menjadi anggota partai, dan ketika pemilu 1955 (1st ed.). Yogyakarta: Jogja Bangkit.
Suffi Madjidi terpilih sebagai anggota legislatif
Ajiep, P. 2006. Penyebaran Islam di Sulawesi
dari Masyumi, tetapi akhirnya Suffi Madjidi
Selatan (1st ed.). Makassar: CV La Macca
keluar dari organisasi itu dan memilih menjadi Press.
guru. Suffi Madjidi meninggalkan Bulukumba
Allusi, D. M. A. 1988. Al’uru Wal Islamus fi
menuju Makassar pada tahun 1957, Suffi Madjidi
Syarqi Asia Alhindu, Wa Indonesia Arab
aktif mengajar di Muallimin Ulya dan PGAN 6 Islam Indonesia dan India. Jakarta:
tahun juga aktif diberbagai perguruan tinggi di Gema Insani Press.

199
Jurnal SMaRT Volume 05 Nomor 02 Desember 2019

Arief, Syamsuddin. 2008. Jaringan Pesantren di Idham. 2014. Pergumulan Budaya Lokal dengan
Sulawesi Selatan (1928-2005). Jakarta: Islam di Baubau. Jurnal Studi Islam IAIN
Balai Litbang dan Diklat Departemen Ambon, 3(1), 10.
Agama RI.
Katu, A. 2007. Agh. Sufi Madjidi: Anti Penjajah.
Azra, Azyumardi. 2007. Jaringan Ulama Timur (R. M. & S. Waspada, Ed.) (1st ed.).
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad Makassar: Komisi Informasi dan
XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Komunikasi.
Media Group.
Kersten, Carool. 2017. Mengislamkan Indonesia
Azra, Azyumardi. 2013. Jaringan (Perenial). (Sejarah Peradaban Islam di Nusantara).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. (C. Hilenbrand, Ed.) (1 Januari). Jakarta:
PT Bentara Aksara Cahaya.
Bosra, Mustari. 2008. Menapak Jejak Menata
Langkah: Sejarah Gerakan dan Luwis Ma’luf, Abu 1984. Al Munjid. Beirut: Dar
Biografi Ketua-Ketua Muhammadiyah al-Masyhur
Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Suara
L.W.C van den Berg. 2010. Orang Arab di
Muhammadiyah.
Nusantara (Cetakan Pe). Jakarta.
Bruinessen, van Martin. 2015. Kitab Kuning,
Mardiawati, D. 2007. Agh. Muhammad Ramly
Pesantren dan Tarekat. Yogyakarta:
Mantan Mufti Johor Simbol Kebangkitan
Gading Publishing.
Ulam (Ulama Sulawesi Selatan Biografi
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Pendidikan & Dakwah). (R. M. & S.
Kualitatif (1st ed.). Jakarta: Rajagrafindo Waspada, Ed.) (1st ed.). Makassar.
Persada.
Mas’ud, Abdurrahman. 2006. Dari Haramain
Burhanuddin, Jajat. 2012. Ulama dan ke Nusantara. Jakarta: Prenada Media
Kekuasaan: Pergumulan Elite Muslim Group.
dalam Sejarah Indonesia. Jakarta:
Milles, M. B. and Huberman. 1984. Quality Data
Nourah Book Publishing.
Analiysis. London: Sage Puclication.
Gibson, Thomas. 2012. Narasi Islam dan Otoritas
Muslim, Abu. 2017. Puang Kali Taherong:
di Asia Tenggara dari Abad ke 16 hingga
Biografi dan Karamahnya. Jurnal Al-
Abad ke 21 (1st ed.). Makassar: Ininnawa.
Qalam, Volume 23 (2).
Glasse, Cyril. 2002. Ensiklopedi Islam (Cet. III).
Patilima, H. 2007. Metode Penelitian Kulitatif
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
(end ed.). Jakarta: Alfabeta.
Hafid, H. A. 1987. Pengajian Pondok di Pulau
Wardiah, Hamid. 2017. Peran Orang Arab dalam
Salemo Suatu Tinjauan Historis. IAIN
Pendidikan Keagamaan di Kabupaten
Alauddin Ujung pandang.
Maros. Jurnal Pusaka Vol 5 No. 2 (2017).

200

You might also like