Professional Documents
Culture Documents
CRS - Syahrul Hamid Muzakki - G1A219101
CRS - Syahrul Hamid Muzakki - G1A219101
G1A2I9101
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) dalam bentuk laporan kasus bayangan yang berjudul
“Cardiac arrest post op Laparotomi ec Perforasi Gaster” sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesi di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dedy Fachrian, Sp.An yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesi di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah
laporan kasus ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Henti jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung berhenti bekerja
sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan pompa jantung dan sikulasi darah ke
seluruh tubuh. Henti jantung merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan
penanganan segera agar tidak berlanjut menjadi kematian biologis. Henti jantung dapat
disebabkan oleh banyak hal diantaranya karena kelainan pada jantung itu sendiri seperti
penyakit jantung koroner, ventrikel fibrilasi, kelainan vascular, trauma dada dan
penyebab lainnya. Henti jantung biasanya biasanya terjadi terjadi beberapa beberapa
menit setelah henti nafas, umumnya umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah
terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai 30
menit. Dari semua kejadian serangan jantung, 80% serangan jantung terjadi di rumah,
sehingga setiap orang seharusnya dapat melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau
cardiopulmo cardiopulmonary resuscitation untuk dapat memberikan pertolongan hidup
dasar.
Menurut American Heart Association bahwa rantai kehidupan mempunyai
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena bagi penderita yang
terkena serangan jantung, diberikan RJP segera maka akan mempunyai kesempatan yang
amat besar untuk dapat hidup kembali. 2 Namun pada beberapa beberapa keadaan
tindakan resusitasi tidak efektif antara lain pada keadaan henti jantung yang telah
berlangsung lebih dari 5 menit karena telah terjadi kerusakan otak yang permanen. Oleh
karena itu penanganan awal yang cepat dan tepat akan memberikan pertolongan yang
berarti bagi pasien.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Tn. K
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB : 51 kg
Diagnosis : Perforasi Gaster
Tindakan : Laparotomi
3. Thoraks
● Pulmo
- Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), deformitas (-)
- Palpasi : nyeri (-), krepitasi (-)
- Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
● Jantung
4. Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi: bunyi jantung I/II regular, murmur (-) gallop (-)
5. Abdomen
● Inspeksi : cembung, distensi (+), bekas operasi (+)
● Auskultasi : bising usus (-)
● Palpasi : nyeri tekan (+)
● Perkusi : sulit dilakukan
6. Ekstremitas
● Akral : hangat
● Sianosis : (-)
● Edema : (-)
7. Genitalia : Terpasang kateter folley (+)
b. EKG :-
c. Ro/ Thorax : Cor dan Pulmo dbn
d. Rapid Test : Non Reactive IgM/IgG SARS CoV-2
= 102 cc/jam
- Pengganti puasa = lama puasa x maintenance
= 6 jam x 102 cc/jam
= 606 cc
- Stress operasi = 6 cc/KgBB/jam
= 6 cc x 51 Kg/jam
= 306 cc/jam
Jam I = ½ PP + SO + M
= 711 cc
Jam II = ¼ PP + SO + M
= 559 cc
Monitoring
Ja TD Na R SpO K
m di R 2 et
13.0 126/8 80 2 99% ● Pasien masuk ke kamar operasi dan
0 0 3
dipindahkan ke meja operasi
● Pemasangan alat monitoring,
tekanan
darah, saturasi, nadi
● Diberikan cairan RL dan obat
pramedikasi
13.1 136/8 130 2 100 ● Pasien dipersiapkan untuk induksi
5 0 3 %
● Dilakukan preoksigenisasi
menggunakan sungkup 3-5 menit
● Pasien di berikan analgesik fentanil
100 mcg, induksi dengan propofol
150 mg, cek refleks bulu mata.
Kemudian pasien dipasangkan
sungkup dan mulai di bagging, lalu
diberikan relaksan yaitu Atracurium
30 mg.
ICU
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Jantung merupakan organ utama dalam utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan
dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk jantung
cenderung berkerucut berkerucut tumpul. tumpul. Ukuran jantung jantung kira-
kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-
15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan
pemiliknya. Setiap harinya jantung berdetak berdetak 100.000 kali 100.000 kali
dan dalam dan dalam masa periode itu periode itu jantung memompa jantung
memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.1
Henti Jantung adalah suatu keadaan terhentinya aliran darah dalam sistem
sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektivitas kontraksi jantung
saat sistolik.8 Henti jantung primer ialah ketidaksanggupan curah jantung untuk
memberi kebutuhan oksigen ke otak maupun ke organ vital lainnya secara
mendadak dapat menye adak dapat menyebabkan kerusakan kerusakan otak
hingga kematian. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis
tidak termasuk henti jantung.2
2.2 Patofisiologi
Pemeliharaan metabolisme jaringan normal pada prinsipnya terutama
bergantung pada pengiriman oksigen yang adekuat bergantung pada pengiriman
oksigen yang adekuat sesuai dengan fungsi sirkulasi. Kegagalan pengiriman cepat
menghasilkan beberapa perubahan yaitu :
2.2.1 Hipoksia
Setelah periode singkat henti jantung, PaO2 turun secara dramatis akan tetapi
oksigen terus diperlukan untuk dikonsumsi. Selain itu, akumulasi progresif
karbon dioksida menggeser kurva disosiasi hemoglobin-oksigen ke kanan. Hal ini
pada awalnya pada awalnya meningkatkan transfer meningkatkan transfer
oksigen ke jaringan tapi tanpa terjadi proses pengiriman sehingga terjadi hipoksia
jaringan yang lebih lanjut. Di otak, PaO2 turun dari 13 kPa menjadi 2,5 kPa dalam
waktu 15 detik dan kesadaran hilang, setelah satu menit, PaO2 akan telah jatuh ke
angka nol.2
2.2.2 Asidosis
Otak dan jantung memiliki tingkat yang relatif tinggi konsumsi oksigen (4mls/min
dan 23mls/min masing-masing) dan pengiriman O2 kepada mereka akan jatuh di
bawah tingkat kritis selama serangan jantung/henti jantung. Dalam kasus fibrilasi
ventrikel, metabolisme miokard berlanjut pada tingkat normal namun metabolism
oksigen menghasilkan zat lemas dan pasokan energi fosfat yang tinggi. Asidosis
kemudian muncul sebagai hasil dari metabolisme anaerob meningkat dan
akumulasi karbon dioksida di jaringan.2
Tingkat asidosis berkembang di otak, bahkan dengan dukungan bantuan hidup
dasar, akan mengancam kelangsungan hidup jaringan dalam waktu 5 - 6 menit.
Selain itu, di jantung, bahkan setelah pemulihan irama perfusi, meminimalkan
kontraktili raktilitas asidosis, masih mempunyai resiko yang tinggi untuk
terjadinya aritmia.2 Setelah jantung mendapat respon yang berat, katekolamin
dilepaskan dalam jumlah besar, bersama-sama dengan kortikosteroid adrenal,
hormon anti-diuretik dan tanggapan hormon lainnya. Efek merugikan yang
mungkin timbul dari perubahan ini termasuk hiperglikemia, hipokalemia, tingkat
laktat meningkat dan kecenderungan aritmia lebih lanjut.
2.3.3.2 Kardiomiopati
Merupakan penyakit jantung dimana otot jantung tidak berkontraksi, paling
sering diakibatkan oleh iskemik, dimana bagian dari otot jantung
tidak mendapatkan suplai darah yang cukup untuk jangka waktu lama dan tidak
lagi dapat memompa darah secara efisien. Orang-orang yang ejeksi fraksi (jumlah
darah yang dipompa keluar dari jantung dengan setiap denyut jantung) kurang
dari 30% berada pada risiko lebih besar untuk kematian mendadak (fraksi ejeksi
normal adalah di atas 50%). Pada beberapa orang, cardiomyopathy mungkin
berkembang tanpa adanya penyakit jantung iskemik
lainnya termasuk gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, kelainan arteri
koroner bawaan, displasia ventrikel kanan aritmogenik, kardiomiopati obstruktif
hipertrofik, dan tamponade jantung. Penyebab jantung nonstruktural termasuk
sindrom Brugada, sindrom Wolf-Parkinson-White dan sindrom QT panjang
bawaan. Ada banyak etiologi non-jantung termasuk perdarahan intrakranial,
emboli paru, pneumotoraks, henti napas primer, konsumsi toksik termasuk
overdosis obat, kelainan elektrolit, infeksi berat (sepsis), hipotermia, atau trauma.
2.5 Epidemiologi
Penyakit koroner oklusif (iskemik) adalah penyebab utama henti jantung dan
kematian jantung mendadak.[4] Puncak awal kematian mendadak terjadi sejak lahir
hingga usia 6 bulan, dari sindrom kematian bayi mendadak. Insiden biasanya
sangat rendah sampai mencapai puncak kedua antara usia 45 sampai 75.
Menariknya, penyebab paling umum kematian jantung terlihat pada remaja dan
dewasa muda mencerminkan bahwa orang dewasa setengah baya dan lebih tua. Di
Amerika Serikat, hingga 70% dari semua kematian jantung mendadak disebabkan
oleh penyakit jantung koroner yang mendasarinya.[2] Insiden kematian jantung
lebih rendah pada wanita pada usia yang lebih muda jika dibandingkan dengan
pria.[6] Meskipun risiko lebih rendah untuk wanita, faktor risiko penyakit jantung
oklusif seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, merokok, bertambahnya usia
dan riwayat keluarga penyakit koroner terus menjadi predisposisi kematian
jantung, seperti pada pria.
2.7 Evaluasi
Saat merawat pasien dengan serangan jantung, sedikit atau tanpa tes darah atau
pencitraan diperlukan. Jika seseorang dapat memperoleh pengujian di tempat
perawatan, kadar kalium dan glukosa mungkin bermanfaat. USG di tempat
perawatan untuk mencari aktivitas jantung mungkin juga bermanfaat jika tidak
mengganggu upaya resusitasi.[8]
Basic Life Support (BLS) membebaskan jalan napas, diikuti dengan ventilasi
bantuan dan ketersediaan dari sirkulasi. Semua tanpa bantuan peralatan khusus.
Tujuan utama resusitasi adalah untuk mengembalikan denyut jantung dan
mengembalikan fungsi sirkulasi. Memberikan bantuan dasar untuk
mempertahankan hidup. Umumnya pasien yang memerlukan resusitasi resusitasi
jantung paru ditemukan dalam tiga keaadaan yaitu : 1. Tanpa denyutan nadi tapi
masih ada pernapasan 2. Adanya denyut nadi tapi tanpa pernapasan 7
3. Tanpa
denyut nadi dan pernapasan.
Cardiopulmonary resuscitation (CPR) / Resusitasi Jantung Paru adalah
prosedur prosedur darurat yang dilakukan dalam upaya untuk mengmembalikan
hidup seseorang dalam serangan jantung. Hal ini ditujukan pada orang-orang yang
responsif tanpa bernapas atau terengah-engah saja. Ini dapat dicoba baik di dalam
maupun di luar rumah sakit.
CPR melibatkan penekanan dada pada tingkat minimal 100 per menit dalam
upaya untuk menciptakan sirkulasi buatan secara manual memompa darah melalui
jantung. Selain itu penyelamat bisa memberikan napas oleh salah satu dengan
menghembuskan napas ke dalam mulut mereka atau menggunakan perangkat
yang mendorong udara ke dalam paru-paru. Proses menyediakan ventilasi ekstern
eksternal disebut pernafasan buatan.
Rekomendasi saat ini menekankan pada penekanan dada kualitas tinggi di
atas pernafasan buatan dan metode yang melibatkan penekanan dada hanya
direkomendasikan untuk penyelamat terlatih.4
CPR sendiri tidak mungkin untuk me-restart jantung. Tujuan utamanya
adalah untuk memulihkan aliran darah parsial oksigen ke otak dan jantung. Ini
dapat menunda kematian jaringan dan memperluas jendela singkat kesempatan
untuk resusitasi sukses tanpa kerusakan otak permanen. Suatu administrasi dari
sengatan listrik ke listrik ke jantung, disebut defibrilasi, biasanya ilasi, biasanya
diperlukan untuk ukan untuk mengembalikan "perfusi" layak atau irama jantung.
Defibrilasi hanya efektif untuk irama jantung tertentu, yaitu fibrilasi ventrikel atau
takikardi ventrikel pulseless, daripada aktivitas listrik listrik
asystolic atau pulseless. Namun CPR dapat menyebabkan kejutan irama. CPR
umumnya terus dilakukan sampai orang tersebut mendapatkan kembali
kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation (ROSC)) atau
dinyatakan mati. Fase Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) Resusitasi jantung
paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya4 :
- Fase 1
Pertolongan hidup dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur
pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan
henti jantung,dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri
dari: 1. A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka 2. B
(breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat. 3. C
(circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung paru.
- Fase 2
Pertolongan Pertolongan hidup lanjutan (Advance Life Support);
yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan : 1. D (drugs)
pemberian obat-obatan termasuk cairan. 2. E (EKG) diagnosis
elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL, untuk
mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal
ventricular complex. 3. F (fibrillation treatment) : tindakan untuk
mengatasi fibrilasi ventrikel.
- Fase 3
Tunjangan hidup jangan hidup terus-menerus (Prolonged Life
Support). 1. G (Gauge) Pengukuran dan pemeriksaan untuk
monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari
penyebabnya dan kemudian mengobatinya. 2. H (Head) tindakan
tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari
kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga
dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen. 3. H
(Hipotermi) Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi
susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C. 4. H (H
umanization) Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah
manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan
hendaknya berdasarkan perikemanusiaan. 5. I (Intensive (Intensive
care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
pernapasan trakeostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde
lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan, dan tunjangan
sirkulasi, mengendalikan kejang.4
2.11 Dokter
Penyedia dapat menggunakan pengobatan ALS dan berkembang ke lingkup
praktik yang luas tergantung pada etiologi medis versus traumatis.
2.12 Medis
Pasien henti jantung medis diobati dengan ALS seperti yang dibahas di atas.
Pasien-pasien ini juga dapat ditempatkan pada oksigenasi membran
ekstrakorporeal (ECMO).[13] Hal ini memungkinkan oksigenasi suplai darah
korban sampai fungsi jantung dipulihkan.
2.13 Trauma
Pasien trauma dapat dibagi menjadi tumpul (kecelakaan kendaraan bermotor)
versus tembus (luka tembak). Penangkapan trauma tumpul biasanya sekunder dari
cedera pembuluh darah besar. Pasien biasanya menyerah pada cedera mereka
segera setelah peristiwa itu terjadi. Sebagian besar pasien trauma tumpul dianggap
sia-sia pada saat kedatangan responden pertama. Korban trauma tembus lebih
suka bertahan jika dibandingkan dengan trauma tumpul.[14] Pasien trauma tembus
biasanya diobati dengan dekompresi jarum bilateral. Jika ROSC tidak diperoleh
dan jika dalam jangka waktu yang tidak sia-sia, pasien dapat menjalani torakotomi
resusitasi. Ini akan memungkinkan visualisasi langsung dan, jika diperlukan,
intervensi jantung, paru-paru, dan pembuluh darah besar.[14] Teknik lain yang
masih dalam evaluasi adalah oklusi balon endovaskular resusitasi aorta (REBOA).
[15] Ini melibatkan penempatan balon endovaskular di dalam aorta untuk
mengontrol perdarahan, mirip dengan cross-clamping aorta, yang merupakan
teknik manual untuk mengontrol perdarahan selama torakotomi resusitasi.
Kebutuhan cairan
Pada pasien ini kebutuhan cairan telah dihitung dan
didapatkan : ∙
Jam I = ½ PP + SO + M
= 790.5 cc
Jam II = ¼ PP + SO + M
= 599.25 cc
TOTAL : 1389.75 cc
Perdarahan = ± 100 cc
Kebutuhan cairan pada pasien ini sudah tercukupi.
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan, dengan
tujuan melancarkan anastesia. Tujuan Premedikasi sangat beragama, diantaranya :
● Mengurangi kecemasan dan ketakutan
● Memperlancar induksi dan anesthesia
● Mengurangi sekresi ludah dan broncus
● Meminimalkan jumlah obat anesthetic
● Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
● Menciptakan amnesia
● Mengurangi isi cairan lambung
● Mengurangi reflek yang membahayakan
Induksi Anestesi
Pada pasien ini diberikan fentanil 100 mcg, dimana berdasarkan teori
golongan opioid (morfin, petidin, fentanyl dan sufentanil) untuk induksi
diberikan dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular,
sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
Untuk anestsia opioid digunakan fentanyl dosis induksi 2-20 mcg/kgbb.
Dosis pada pasien ini sudah tepat.4
Rumatan anestesi
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dilakukan secara intravena,
atau dengan inhalasi atau campuran intravena inhalasi. Pada pasien ini
rumatan anestesi diberikan secara inhalasi sevoflurans + N2O : O2.
Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian
anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat
sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya kuat. Sevoflurane merupakan
halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan
isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Setelah pemberian dihentikan, sevoflurane cepat dikeluarkan oleh
tubuh.
Tindakan Intubasi
Sebelum dilakukan intubasi, pasien diberikan obat pelumpuh otot.
Pada kasus ini, atracurium di berikan sebanyak 30 mg. Dosis atracurium
berdasarkan berat badan adalah 0,5-0,6 mg/kgBB/IV pada pasien ini yaitu
25-30 mg. Atracurium besilat (Tracium) yang merupakan obat pelumpuh
otot non depolarisasi yang relative baru yang mempunyai struktur
benzilisoquinolon yang berasal dari tanaman. Kelebihan obat ini dari yang
lain adalah tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang,
tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular secara bermakna.
Pada pasien ini dilakukan intubasi karena diperkirakan waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan tindakan pembedahan lebih dari 20 menit.
Pada pasien ini intubasi berjalan sempurna tanpa ada faktor penyulit (leher
tidak pendek, gigi depan tidak menonjol, dan mallampati II karena terlihat
sebagian uvula, palatum mole).
Monitoring Intraoperatif
Henti Jantung adalah suatu keadaan terhentinya aliran darah dalam sistem
sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektivitas kontraksi jantung
saat sistolik.8
Metabolism jaringan normal pada prinsipnya terutama bergantung pada
pengiriman oksigen yang adekuat bergantung pada pengiriman oksigen yang
adekuat sesuai dengan fungsi sirkulasi. Kegagalan pengiriman cepat menghasilkan
beberapa perubahan yaitu hipoksia dan asidosis.
Basic Life Support (BLS) membebaskan jalan napas, diikuti dengan
ventilasi bantuan dan ketersediaan dari sirkulasi. Semua tanpa bantuan peralatan
khusus. Tujuan utama resusitasi adalah untuk mengembalikan denyut jantung dan
mengembalikan fungsi sirkulasi. Memberikan bantuan dasar untuk
mempertahankan hidup. Umumnya pasien yang memerlukan resusit resusitasi
jantung paru ditemukan dalam tiga keaadaan yaitu : 1. Tanpa denyutan nadi tapi
masih ada pernapasan 2. Adanya denyut nadi tapi tanpa pernapasan 7
3. Tanpa
denyut nadi dan pernapasan Cardiopulmonary resuscitation (CPR) / Resusitasi
Jantung Paru adalah prosedur prosedur darurat yang dilakukan dalam upaya
untuk mengmembalikan hidup seseorang dalam serangan jantung. Hal ini
ditujukan pada orang-orang yang responsif tanpa bernapas atau terengah-engah
saja. Ini dapat dicoba baik di dalam maupun di luar rumah sakit.
Pada pasien tersebut terjadi henti jantung pada intra anestesi dikarenakan
perforasi gaster yang sudah menyebabkan peritonitis yang membuat pasien syok
sehingga delivery oksigen terganggu, dan pada pasien ini langsung diberikan
Tindakan RJP untuk mengembalikan nadi pasien, setelah nadi muncul pasien
dibawa ke ruang ICU untuk diberi perawatan lanjutan yang intensif, tetapi
keadaan umum pasien tambah buruk dan akhirnya asystole.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kuller LH. Sudden death--definition and epidemiologic considerations.
Prog Cardiovasc Dis. 1980 Jul-Aug;23(1):1-12. [PubMed]
2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). State-specific
mortality from sudden cardiac death--United States, 1999. MMWR Morb
Mortal Wkly Rep. 2002 Feb 15;51(6):123-6. [PubMed]
3. Wong MK, Morrison LJ, Qiu F, Austin PC, Cheskes S, Dorian P, Scales
DC, Tu JV, Verbeek PR, Wijeysundera HC, Ko DT. Trends in short- and
long-term survival among out-of-hospital cardiac arrest patients alive at
hospital arrival. Circulation. 2014 Nov 18;130(21):1883-90. [PubMed]
4. Kannel WB, Doyle JT, McNamara PM, Quickenton P, Gordon T.
Precursors of sudden coronary death. Factors related to the incidence of
sudden death. Circulation. 1975 Apr;51(4):606-13. [PubMed]
5. Drory Y, Turetz Y, Hiss Y, Lev B, Fisman EZ, Pines A, Kramer MR.
Sudden unexpected death in persons less than 40 years of age. Am J
Cardiol. 1991 Nov 15;68(13):1388-92. [PubMed]
6. Kannel WB, Wilson PW, D'Agostino RB, Cobb J. Sudden coronary death
in women. Am Heart J. 1998 Aug;136(2):205-12. [PubMed]
7. Marijon E, Uy-Evanado A, Dumas F, Karam N, Reinier K, Teodorescu C,
Narayanan K, Gunson K, Jui J, Jouven X, Chugh SS. Warning Symptoms
Are Associated With Survival From Sudden Cardiac Arrest. Ann Intern
Med. 2016 Jan 05;164(1):23-9. [PMC free article] [PubMed]
8. Gaspari R, Weekes A, Adhikari S, Noble VE, Nomura JT, Theodoro D,
Woo M, Atkinson P, Blehar D, Brown SM, Caffery T, Douglass E, Fraser
J, Haines C, Lam S, Lanspa M, Lewis M, Liebmann O, Limkakeng A,
Lopez F, Platz E, Mendoza M, Minnigan H, Moore C, Novik J, Rang L,
Scruggs W, Raio C. Emergency department point-of-care ultrasound in
out-of-hospital and in-ED cardiac arrest. Resuscitation. 2016 Dec;109:33-
39. [PubMed]
9. Kleinman ME, Brennan EE, Goldberger ZD, Swor RA, Terry M, Bobrow
BJ, Gazmuri RJ, Travers AH, Rea T. Part 5: Adult Basic Life Support and
Cardiopulmonary Resuscitation Quality: 2015 American Heart
Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2015 Nov 03;132(18 Suppl
2):S414-35. [PubMed]
10. Olasveengen TM, de Caen AR, Mancini ME, Maconochie IK, Aickin R,
Atkins DL, Berg RA, Bingham RM, Brooks SC, Castrén M, Chung SP,
Considine J, Couto TB, Escalante R, Gazmuri RJ, Guerguerian AM,
Hatanaka T, Koster RW, Kudenchuk PJ, Lang E, Lim SH, Løfgren B,
Meaney PA, Montgomery WH, Morley PT, Morrison LJ, Nation KJ, Ng
KC, Nadkarni VM, Nishiyama C, Nuthall G, Ong GY, Perkins GD, Reis
AG, Ristagno G, Sakamoto T, Sayre MR, Schexnayder SM, Sierra AF,
Singletary EM, Shimizu N, Smyth MA, Stanton D, Tijssen JA, Travers A,
Vaillancourt C, Van de Voorde P, Hazinski MF, Nolan JP., ILCOR
Collaborators. 2017 International Consensus on Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science With
Treatment Recommendations Summary. Resuscitation. 2017
Dec;121:201-214. [PubMed]
11. Guildner CW. Resuscitation--opening the airway. A comparative study of
techniques for opening an airway obstructed by the tongue. JACEP. 1976
Aug;5(8):588-90. [PubMed]
12. Uzun L, Ugur MB, Altunkaya H, Ozer Y, Ozkocak I, Demirel CB.
Effectiveness of the jaw-thrust maneuver in opening the airway: a flexible
fiberoptic endoscopic study. ORL J Otorhinolaryngol Relat Spec.
2005;67(1):39-44. [PubMed]
13. Younger JG, Schreiner RJ, Swaniker F, Hirschl RB, Chapman RA,
Bartlett RH. Extracorporeal resuscitation of cardiac arrest. Acad Emerg
Med. 1999 Jul;6(7):700-7. [PubMed]
14. Seamon MJ, Haut ER, Van Arendonk K, Barbosa RR, Chiu WC, Dente
CJ, Fox N, Jawa RS, Khwaja K, Lee JK, Magnotti LJ, Mayglothling JA,
McDonald AA, Rowell S, To KB, Falck-Ytter Y, Rhee P. An evidence-
based approach to patient selection for emergency department
thoracotomy: A practice management guideline from the Eastern
Association for the Surgery of Trauma. J Trauma Acute Care Surg. 2015
Jul;79(1):159-73. [PubMed]
15. Biffl WL, Fox CJ, Moore EE. The role of REBOA in the control of
exsanguinating torso hemorrhage. J Trauma Acute Care Surg. 2015
May;78(5):1054-8. [PubMed]
16. de Vreede-Swagemakers JJ, Gorgels AP, Dubois-Arbouw WI, Dalstra J,
Daemen MJ, van Ree JW, Stijns RE, Wellens HJ. Circumstances and
causes of out-of-hospital cardiac arrest in sudden death survivors. Heart.
1998 Apr;79(4):356-61. [PMC free article] [PubMed]
17. Stiell IG, Wells GA, Field B, Spaite DW, Nesbitt LP, De Maio VJ, Nichol
G, Cousineau D, Blackburn J, Munkley D, Luinstra-Toohey L, Campeau
T, Dagnone E, Lyver M., Ontario Prehospital Advanced Life Support
Study Group. Advanced cardiac life support in out-of-hospital cardiac
arrest. N Engl J Med. 2004 Aug 12;351(7):647-56. [PubMed]
18. Schenone AL, Cohen A, Patarroyo G, Harper L, Wang X, Shishehbor MH,
Menon V, Duggal A. Therapeutic hypothermia after cardiac arrest: A
systematic review/meta-analysis exploring the impact of expanded criteria
and targeted temperature. Resuscitation. 2016 Nov;108:102-110.
[PubMed]
19. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski
MF, Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA. Part 5: adult basic life
support: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Circulation. 2010 Nov 02;122(18 Suppl 3):S685-705. [PubMed]
20. Zhan L, Yang LJ, Huang Y, He Q, Liu GJ. Continuous chest compression
versus interrupted chest compression for cardiopulmonary resuscitation of
non-asphyxial out-of-hospital cardiac arrest. Cochrane Database Syst Rev.
2017 Mar 27;3:CD010134. [PMC free article] [PubMed]
21. Wik L, Kramer-Johansen J, Myklebust H, Sørebø H, Svensson L, Fellows
B, Steen PA. Quality of cardiopulmonary resuscitation during out-of-
hospital cardiac arrest. JAMA. 2005 Jan 19;293(3):299-304. [PubMed]
22. Siscovick DS, Weiss NS, Hallstrom AP, Inui TS, Peterson DR. Physical
activity and primary cardiac arrest. JAMA. 1982 Dec 17;248(23):3113-7.
[PubMed]
23. Sandhu RK, Jimenez MC, Chiuve SE, Fitzgerald KC, Kenfield SA,
Tedrow UB, Albert CM. Smoking, smoking cessation, and risk of sudden
cardiac death in women. Circ Arrhythm Electrophysiol. 2012
Dec;5(6):1091-7. [PMC free article] [PubMed]