You are on page 1of 22

MAKALAH

POLA DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA


MASA AWAL SAMPAI SEBELUM KEMERDEKAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Robiatul Adawiyah M.Pd

Di Susun oleh:

AISYATUL JAZILAH (20381022020)


KURROTUL AINI (20381022009)
HUDAN ABDILLAH (20381021022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta
salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW yang telah
membawa ummatnya dar zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang seperti saat ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata


kuliah Sejarah Pendidikan Islam serta teman–teman yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia Pada
Masa Awal Sampai Sebelum Kemerdekaan” kami menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka
untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan makalah
berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pamekasan, 01 November 2021

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................2

C. Tujuan Masalah ...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

A. Pola Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Awal ................................3

B. Pola Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Sebelum Kemerdekaan 10

C. Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia Pada MasaAwal Sampai


Sebelum Kemerdekaan ............................................................................12

BAB III PENUTUP ..............................................................................................16

A. Kesimpulan ................................................................................................16

B. Saran ...........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum Islam datang XIII, maka telah terjelma kerajaan-kerajaan
yang susunan pemerintahannya, corak masyarakatnya, alam pikirannya
banyak di pengaruhi Hinduisme dan Budhisme. Kerajaan-kerajaan itu,
terdapat di selat Malaka, di Sumatera Utara, di Kalimantan Utara dan Timur.
Mereka memiliki susunan ekonomi yang tergantung pada perdagangan laut.
Di samping negara-negara pesisir, tumbuh pula di pedalaman
kerajaan-kerajaan yang hidup dari pertanian. Antara kerajaan pesisir dan
pedalaman selalu terdapat pertentangan karena perebutan kekuasaan. Dalam
pertentangan politik itu unsur agama belum terut memegang peranan selama
kerajaan-kerajaan tadi masih di perintah oleh raja-raja yang menganut agama
Hindu Budha. Akan tetapi setelah proses peng-Islaman dimulai pada akhir
abad XIII sejak dari Sumatera Utara di kerajaan Pasai, Samudera di selat
Malaka, terus hingga ke pantai Utara pulau Jawa, maka unsur agama masih
memegang peranan.
Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia adalah suatu kenyataan yang
sudah berlangsung sangat panjang dan sudah memasyarakat. Pada masa
penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, pendidikan Islam
diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren,
sekolah dan tempat latihan-latihan lain. Setelah merdeka, pendidikan Islam
dengan ciri khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian
dan pembinaan dari pemerintah Republik Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat lepas dari apa yang
diilustrasikan pada kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda dan
pemerintah Jepang yang telah menjajah bangsa Indonesia selama berabad-
abad. Oleh karena itu periodisasi sejarah pendidikan Islam dibagi dalam dua
garis besar, yaitu priode sebelum kemerdekaan dan priode sesudah
kemerdekaan.

1
Dalam perkembagannya, pendidikan Islam di Indonesia tidak lepas
dari permasalahan bangsa baik sosial maupun politik. Berbagai macam kritik
dan saran ditujukan kepada pendidikan Islam di Indonesia untuk membangun
pendidikan Islam yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola pendidikan Islam di Indonesia pada masa awal?


2. Bagaimana pola pendidikan Islam di Indonesia pada masa sebelum
kemerdekaan?
3. Bagaimana kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada masa
awal sampai sebelum kemerdekaan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pola pendidikan Islam di Indonesia pada masa
awal
2. Untuk mengetahui pola pendidikan Islam di Indonesia pada masa
sebelum kemerdekaan
3. Untuk mengetahui kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada
masa awal sampai sebelum kemerdekaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pola Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Awal


Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para
saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka
mula-mula terjalin melalui kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra
dan Jawa. Ajaran Islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara
di pedalaman agama Hindu masih kuat.1 Didapati pendidikan agama Islam di
masa prakolonial dalam bentuk pengajian Al Qur’an dan pengajian kitab yang
di selenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren dan lain-lain.
Kitab-kitab ini adalah menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu agama
seseorang.2 Pendidikan Islam yang sederhana ini sangat kontras dengan
pendidikan barat yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad
ketujuh belas. Pada perkembangan selanjutnya pendidikan Islam mengalami
perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran, metode
maupun struktur organisasinya sehingga melahirkan suatu betuk yang baru
yang disebut madrasah.3
Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, pendidikan Islam
dilaksanakan secara semaksimal, dan para muballigh ketika itu melaksanakan
penyiaran agama Islam kapan dan dimana saja pada setiap kesempatan
dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat. Hampir di setiap desa
yang ditempati kaum muslimin, mereka mendirikan masjid sebagai tempat
beribadah dan mengerjakan shalat Jumat dan pada tiap-tiap kampung, mereka
mendirikan Surau (di Sumatera Barat) atau Langgar untuk mengaji dan
membaca Alquran, dan sebagai tempat untuk mendirikan shalat lima waktu.
Pendidikan Islam yang berlangsung di langgar bersifat elementer, di
mulai dengan mempelajari huruf abjad Arab (hijaiyyah) atau kadang-kadang
langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab

1
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarata, Hida Agung, 1985).
2
Ibid
3
Departemen Agama , Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Departemen
Agama RI, 2005).

3
suci al-Quran. Pendidikan semacam ini dikelola oleh seorang petugas yang
disebut Amil yang memiliki tugas ganda yaitu di samping memberikan doa
pada waktu upacara keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai guru.
Pengajian al-Quran pada pendidikan Langgar ini dapat dibedakan atas dua
tingkatan yaitu :
1. Tingkatan rendah, yaitu merupakan tingkatan pemula, yaitu di mulai
dengan sampai bisa membacanya yang diadakan pada tiap-tiap kampung.
2. Tingkatan atas, pelajarannya selain tersebut di atas, juga ditambah dengan
pelajaran lagu, kasida dan berzanji, tajwid dan mengaji al-Quran.
1. Pendidikan yang Berlandaskan Ajaran Keagamaan (Kerajaan
Islam)
a. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai,
yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin
Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir
bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H).4 Pada tahun
1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada
zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu
agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat
Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang
sederhana.5
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan
yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1) Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh
mazhab Syafi’i
2) Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
3) Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
4) Biaya pendidikan bersumber dari negara.

4
A. Abdullah Mustofa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Untuk Fakultas Tarbiyah, (Bandung,
CV. Pustaka Setia, 1999), hal:54.
5
Zauharini et.al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2000), hal:135.

4
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad
ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip
keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak
terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang
berpendidikan.6
b. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya
yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai
dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai
menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak
sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.7
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah
Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan
yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bahasa dan sastra Arab,
sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq, dan filsafat. Daerahnya kira-kira
dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama pangeran Teungku
Chik M. Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan
pertama.
Rajanya yang keenam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad
Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang
sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang
mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri
khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan
dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi,
misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.8 Dengan demikian pada
kerajaan perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
c. Kerajaan Aceh Darussalam

6
M. Ibrahim et.al, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, (Jakarta, CV. Tumaritis,
1991), hal:61.
7
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
hal:29
8
A. Abdullah Mustofa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Untuk Fakultas Tarbiyah,
(Bandung, CV. Pustaka Setia, 1999), hal:54.

5
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan
Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan
Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan
Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali
pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau
sekolah, terdapat di setiap gampong (kampung) dan mempunyai multi fungsi
antara lain:
1) Sebagai tempat belajar al-Quran
2) Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan
membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah
Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut :
1) Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2) Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca al-Quran di bulan
puasa.
3) Tempat kenduri Maulud pada bulan Maulid.
4) Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri / bulan
puasa.
5) Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota
kampung.
6) Tempat bermusyawarah dalam segala urusan.
7) Letak meunasah (madrasah) harus berbeda dengan letak rumah, supaya
orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah
(madrasah) dan mengetahui arah kiblat sholat.9
Tokoh pendidikan agama Islam yang berada di kerajaan Aceh adalah
Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang
terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-
karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat
Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair

9
M. Ibrahim et.al, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, (Jakarta, CV. Tumaritis,
1991), hal:76.

6
si burung pungguk, syair perahu. Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin
AsSamathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid
dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab
yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
d. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak berdiri kira-kira tahun 1478. Hal itu didasarkan pada
saat jatuhnya Majapahit yang diperintah oleh Prabu Kertabumi (Brawijaya V)
dengan ditandai candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (artinya tahun
1400 Saka atau 1478 Masehi). Para wali kemudian sepakat untuk menobatkan
Raden Patah menjadi raja di Kerajaan Demak dengan gelar Senapati Jimbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.10
Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di
Demak mempunyai kemiripan dengan pelaksanaannya di Aceh, yaitu dengan
mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan
pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru,
yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.11
Kitab keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab yang ditulis tangan
berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Sarkandi.
Isinya tentang dasar-dasar ilmu agama Islam. Kitab lainnya adalah Tafsir
Jalalain, karangan Syekh Jalaluddin dan Jalaluddin as Suyuthi. Adapula kitab
agama Islam yang hingga kini masih dikenal, yaitu Primbon, berisi catatan
tentang ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, obat-obatan, ilmu gaib, bahkan
wejangan para wali. Selain itu, dikenal pula kitab-kitab yang dikenal dengan
nama Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng
dan lain-lain. Dimana seluruh kitab tersebut berbentuk diktat dan ditulis
tangan. Terlepas dari kitabkitab agama di zaman Demak yang terbilang
sedikit, dalam kenyataannya agama Islam berkembang dan menyebar ke
seluruh wilayah Indonesia dengan pesatnya. Hal ini dikarenakan peranan para
Sunan dan Kyai dalam melaksanakan pendidikan dan penyiaran Islam

10
Drs. Shodiq Mustafa, Wawasan Sejarah Indonesia dan Dunia, (Solo, Tiga Serangkai, 2007),
hal:118.
11
Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, (Jakarta, Rajawali Press, 1995), hal:34

7
mengikuti sistem yang telah diajarkan nabi. Selain itu, dengan memberikan
suri tauladan yang baik dalam perangai dan perbuatan nyata. Ada hubungan
khusus yang terjalin antara Kerajaan Demak dan Walisongo, dimana peranan
walisongo di bidang dakwah sangatlah besar.
e. Kerajaan Mataram
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang (sekitar tahun 1568),
tidak menyebabkan perubahan yang berarti pada sistem pendidikan dan
pengajaran Islam. Baru kemudian setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari
Pajang ke Mataram di tahun 1586, tampak beberapa macam perubahan,
terutama pada zaman Sultan Agung (tahun 1613). Sesudah mempersatukan
hampir seluruh daerah di Jawa dengan Mataram, sejak tahun 1630 Sultan
Agung mencurahkan tenaganya untuk membangun negara, seperti
mempergiat usaha-usaha pertanian serta memajukan perdagangan dengan luar
negeri. Di zaman beliau, aspek kebudayaan, kesenian dan kesusastraan telah
mengalami kemajuan.
Beberapa tempat Pengajian Qur’an diadakan di desa-desa. Di sana
diajarkan huruf hijaiyah, membaca al-Qur’an, pokok-pokok dan dasar ilmu
agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal. Jumlah tempat
Pengajian Qur’an adalah menurut banyaknya modin (kayim, kaum) di desa
itu. Hal itu disebabkan di tiap Pengajian Qur’an, modin (kayim, kaum)
bertindak sebagai pengajar. Meskipun tidak ada undang-undang wajib belajar,
namun anak laki-laki dan perempuan yang berumur 7 tahun harus belajar di
Pengajian Qur’an di desa masing-masing atas kehendak orang tuanya sendiri.
Hal tersebut menjadi semacam adat yang berlaku saat itu. Karena jika ada
anak yang berumur 7 tahun atau lebih tidak belajar mengaji, dengan
sendirinya menjadi olok-olokan teman seusianya.
Selain itu ada pula Pengajian Kitab yang dikhususkan pada murid-
murid yang telah mengkhatamkan al-Qur’an. Guru di Pengajian Kitab
biasanya adalah modin (kayim, kaum) terpandai di desa itu. Bisa juga modin
(kayim, kaum) dari desa lain yang memenuhi syarat, baik dari kepandaiaan
maupun budi pekertinya. Guru-guru tersebut diberi gelar Kyai Anom. Waktu
belajar ialah pagi, siang, dan malam hari. Kitab-kitab yang diajarkan ditulis

8
dalam bahasa arab lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Pelajarannya
antara lain Usul 6 Bis, kemudian matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya
Imam Ghazali dalam ilmu akhlak. Pengajarannya dilakukan dengan sorongan,
seorang demi seorang bagi murid pemula dan halaqah bagi pelajar lanjutan.12
f. Kerajaan Islam di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku
Salah satu kerajaan Islam yang memilki pengaruh terhadap proses
pengembangan pendidikan Islam di Kalimantan adalah kerajaan Islam Banjar.
Pada masa pemerintahan Sultan Tahmidillah (1778-1808 M). hadirlah Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjary. Beliau diangkat sebagai Mustasyar kerajaan
(Mufti Besar Negara Kalimantan) untuk mendampingi sultan dalam
menjalankan pemerintahan sehari-hari. Untuk mendidik dan membina
masyarakat Islam, ia mendirikan pondok pesantren untuk menampung para
santri yang datang menuntut ilmu dari berbagai pelosok Kalimantan.
Di pondok pesantren Darussalam di kampung Dalam Pagar syekh
Muhammad Arsyad al-Banjary memberikan pengajian kitab dengan sistem
halaqah, menerjemahkan kitab-kitab yang dipakai ke dalam bahasa daerah
(Banjar), sementara para santri menyimaknya.
Demikian halnya di Sulawesi, khususnya di Sulawesi Selatan terdapat
beberapa kerajaan Islam seperti Gowa, Tallo, Bone, dan lain-lain. Peranan
raja-raja Islam di Sulawesi Selatan sangat besar dalam mengembangkan syiar
agama dan pendidikan Islam.
Adapun usaha-usaha dalam bidang pendidikan dan agama, di
antaranya sebagai berikut:
1) Memperluas dan menyempurnakan masjid.
2) Mendatangkan ulama dari Madinah (Syekh Madinah).
3) Mengeluarkan perintah kepada raja-raja bawahannya, agar masjid yang
ada di daerahnya dipelihara dan diperbaiki, yang belum memiliki masjid
segera membangun, agar rakyat melaksanakan shalat secara berjamaah
Adapun di Maluku, khususnya kerajaan Ternate, perkembangan Islam
berjalan lambat dan mendapat tantangan dari penduduk yang masih terikat
pada kepercayaan lama, sehingga penyembahan patung-patung masih terus
12
Drs. Anas Salahudin, Acep Komarudin dan Asep Andi Rahman, Sejarah Pendidikan Islam,
(Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2019), hal:196-197.

9
berlangsung bercampur dengan ajaran Islam, sehingga menyebabkan akal
pikiran rakyat mengambang dalam keraguan.
Pendidikan agama di kerajaan Ternate berlangsung secara tradisional,
di mana anak-anak mengaji ke seorang kasisi (pegawai masjid). Oleh sebab
itu, paham keagamaan tampak sempit dan statis. Walaupun demikian,
kerajaan Ternate telah memberikan pengaruh yang baik terhadap proses
pertumbuhan pendidikan Islam di Maluku.13
B. Pola Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Sebelum
Kemerdekaan
1. Pendidikan Islam di Masa Kolonialisme Belanda
Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 yaitu
ketika Jan Pieter Coen menduduki Jakarta.14 Kemudian Belanda satu demi
satu memperluas jajahannya ke berbagai daerah dan diakui bahwa Belanda
datang ke Indonesia bermotif ekonomi, politik dan agama. Tahun 1882 M
pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus untuk mengawasi
kehidupan beragama dan pendidikan Islam. Selanjutnya pada tahun 1932 M
keluar peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah
yang tidak ada izinnya atau memberi pelajaran yang tidak disukai penjajah.15
Tekanan yang diberikan pihak penjajah justru tidak dihiraukan terbukti dalam
sejarah masyarakat muslim Indonesia pada saat itu organisasi Islam laksana
air hujan yang sulit dibendung.
Dalam bidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan
metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu
kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika
mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat. Apa yang mereka sebut
pembaruan pendidikan itu adalah westernisasi dari kristenisasi yakni untuk
kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai
kebijaksanaan penjajahan Barat di Indonesia selama 3.5 Abad.16

13
Ibid, hal:198-199
14
Zauharini et.al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2000), hal:148
15
Ibid, hal:148-150
16
Ibid

10
Pendidikan Islam di Indonesia pada masa penjajahan menurun
kualitasnya dibandingkan masa sebelumnya (Kerajaan Islam) Belanda
sebagai penjajah pada masa itu tidak memperdulikan perkembangan
pendidikan di Indonesia terutama Islam karena Belanda sendiri menganut
agama Nasrani dan bahkan Belanda cenderung menghalangi pendidikan
Islam di Indonesia. Ini sangat wajar karena, kolonial Belanda tidak akan
bertahan lama, apabila agama Islam dibiarkan tumbuh dan berkembang.
Sebab Islam adalah agama yang membenci segala bentuk penindasan dan
penjajahan. Untuk menghadapi masalah tersebut pemerintah kolonial Belanda
sangat berterima kasih kepada Christian Snouck Hurgronje (1889) yang
secara sungguh-sungguh mendalami Islam. Salah satu nasehatnya kepada
pemerintah Belanda ialah “Pengaruh Islam tidak mungkin dihambat tetapi
perlu dibatasi pengaruhnya. Berikan umat Islam kebebasan melaksanakan
ibadah agama mereka, tetapi pendidikan harus diawasi”.
Pada masa penjajahan Belanda, bangsa Indonesia berhasil dijadikan
bangsa yang sangat lemah dalam segala sektor kehidupan. Penduduk yang
berpendidikan jumlahnya sangat sedikit. Pendidikan hanya dinikmati oleh
kelompok masyarakat tertentu. Penduduk pribumi umumnya tidak mendapat
kesempatan memperoleh pendidikan yang layak.
2. Pendidikan Islam di Masa Pendudukan Jepang
Pendidikan Islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-
1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di
Indonesia.Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan
peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan
belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah
tanpa sayarat kepada sekutu.17
Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat,
Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari
kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa
pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan
militer dalam peperangan pasifik.
17
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2004),
hal:85.

11
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang
selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada
Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan
terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem
pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1) Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar
pendidikan menggantikan Bahasa Belanda.
2) Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem
pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa
kebijakan antara lain:
1) Mengubah Kantor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang
dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam
sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2) Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah
Jepang;
3) Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan
dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal
Arifin.
4) Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan
K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
5) Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan
Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di
zaman kemerdekaan.
6) Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi,
sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam,
Muhammadiyah dan NU.18
C. Kebijakan Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Awal Sampai
Sebelum Kemerdekaan
1. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Awal

18
Ibid, hal:87.

12
Sejak awal perkembangan islam pendidikan mendapat prioritas utama
masyarakat Muslim Indonesia. Di samping karena besarnya arti pendidikan,
kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran
Islam kendati dalam sistem yang sederhana, dimana pengajaran diberikan
dengan sistem halaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah seperti di
masjid, mushalla, bahkan juga di rumah-rumah ulama. Kebutuhan terhadap
pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan
mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam
lembaga pendidikan Islam di Indonesia.dan pada umumnya pendidikan itu
terpusat pada beberapa lembaga.
a. Surau
Istilah Surau di Minagkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam,
surau dalam system adat Minang berfungsi sebagai tempat bertemu,
berkumpul, rapat, dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil Baligh
dan orang tua Udzur.19 Dan fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan
agama Islam, hanya saja fungsi keagamaanya semakin penting yang pertama
kali diperkenalkan oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan
ajaran Islam.20
Sebagai lembaga pendidikan tradisional, Surau menggunakan sistem
Pendidikan Halaqah. Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya masih
diseputar belajar huruf Hijaiyah dan membaca Al-qur`an, disamping ilmu-
ilmu keislaman lainnya.
b. Meunasah
Meunasah merupakan tingkat pendidikan Islam terendah, ia berasal
dari kata Arab Madrasah. Meunasah merupakan satu bangunan yang terdapat
disetiap kampong, diantara fungsi Meunasah adalah: sebagai tempat upacara
keagamaan, sebagai lembaga pendidikan dimana diajarkan pelajaran
membaca al-Qur`an serta pengajian.21
c. Pesantren

19
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Ciputat),
hal:130.
20
Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, Rawamangun), hal:280.
21
Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lemabaga Pendidikan Islam
di Indonesia, hal:42.

13
Menurut asal katanya Pesantren berasal dari kata santri yang
mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat,
dengan demikian Pesantren artinya tempat para santri, sedangkan menurut
Sodjoko Prasodjo, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran
agama, umumnya dengan cara non klasikal, di mana seorang kyai
mengajarkan ilmu agama kepada santri-santri berdasarkan kitab yang ditulis
dalam bahasa arab oleh ulama abad pertengahan.22 Maka dengan demikian,
dalam pesantren tersebut memiliki beberapa unsur yaitu: Kyai, santri, masjid.
Dari Perspektif Pendidikan, Pesantren merupakan Satu-satunya
lembaga kependidikan yang tahan terhadap berbagai gelombang
modernisasi.23 Sebagai lembaga Pendidikan Islam, Pesantren pada dasarnya
hanya mengajarkan Agama, sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah
kitab-kitab dalam bahasa Arab, adapun metode yang lazim di gunakan adalah
metode wetonan,Sorogan dan metode hafalan dan jenjang pendidikan di
Ponpes tidak dibatasi.
d. Madrasah
Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajian
mengalami perkembangan perubahan, Madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam berfungsi menghubungkan sistem lama dengan sistem baru dengan
jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik yang dapat
dipertahankan dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu teknologi dan
ekonomi bermanfaat bagi kehidupan umat Islam.24
2. Kebijakan Pendidikan Islam di Indonsia pada Masa Sebelum
Kemerdekaan
Kebijakan dalam bidang pendidikan menempatkan Islam sebagai
saingan yang harus dihadapi. Pendidikan Barat diformulasikan sebagai faktor
yang akan Menghancurkan kekuatan Islam Indonesia. Kesadaran bahwa
pemerintah kolonial merupakan “Pemerintahan kafir” yang menjajah agama
dan bangsa mereka, semakin mendalam tertanam dibenak para santri.
Pesantren yang merupakan pusat pendidikan Islam pada waktu itu mengambil

22
Sudjoko Prasodjo, Profil Pesantren, hal:104.
23
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta), hal:157.
24
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta), hal:82.

14
sikap anti Belanda. Sampai uang yang diterima seseorang sebagai gaji dari
pemerintah Belanda, dinilainya sebagi uang haram. Celana dan dasi pun
dianggap haram karena dinilai sebagai perbuatan haram di mata umat Islam,
pemerintah kolonial sering dituduh sebagai pemerintah Kristen, sementara
berbagai kebijakannya justru sering mempersubur tuduhan tersebut. Sekolah-
sekolah Kristen yang umumnya diberi subsidi oleh pemerintah kolonial sering
mewajibkan pendidikan agama Kristen bagi murid-murid Islam. Sekolah-
sekolah Negeri juga sering dimanfaatkan untuk kepentingan propaganda
gereja.
Pada tahun 1882 M pemerintah Belanda membentuk suatu badan
khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam
yang disebut Priesterraden.25Atas nasehat dari badan inilah maka keluarlah
kebijakan pemerintah kolonial yang oleh umat Islam dirasakan sangat
menekan adalah diterbitkan Ordonansi guru. Ordonansi pertama yang
dikeluarkan pada tahun 1905 mewajibkan setiap guru agama Islam untuk
meminta dan memperoleh izin terlebih dahulu, sebelum melaksanakan
tugasnya sebagai guru agama.
Pada tahun 1925 M Pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih
ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam yaitu hanya mewajibkan guru
agama untuk melaporkan diri. Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagi
media pengontrol bagi pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang
para pengajar dan penganjur agama Islam di negeri ini.26
Pada tahun 1925 M Pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih
ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam yaitu hanya mewajibkan guru
agama untuk melaporkan diri. Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagi
media pengontrol bagi pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang
para pengajar dan penganjur agama Islam di negeri ini.

25
HR. Mubangid, Diktat Kuliah: Sejarah Pendidikan Islam.
26
Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 terjemahan Gerakan
Modern Islam di Indonesia 1900-1942.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan yang Berlandaskan Ajaran Keagamaan (Kerajaan
Islam)
a. Kerajaan Samudra Pasai
pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1) Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh
mazhab Syafi’i
2) Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
3) Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
4) Biaya pendidikan bersumber dari negara.
b. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot
Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan
yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bahasa dan sastra Arab,
sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq, dan filsafat. Daerahnya kira-kira
dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama pangeran Teungku
Chik M. Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan
pertama.
c. Kerajaan Aceh Darussalam
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali
pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau
sekolah, terdapat di setiap gampong (kampung) dan mempunyai multi fungsi
antara lain:
1) Sebagai tempat belajar al-Quran
2) Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan
membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah
Islam.
d. Kerajaan Demak
Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak
mempunyai kemiripan dengan pelaksanaannya di Aceh, yaitu dengan

16
mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan
pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru.
e. Kerajaan Mataram
. Di sana diajarkan huruf hijaiyah, membaca al-Qur’an, pokok-pokok dan
dasar ilmu agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal.
f. Kerajaan Islam di Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku
Di pondok pesantren Darussalam di kampung Dalam Pagar syekh
Muhammad Arsyad al-Banjary memberikan pengajian kitab dengan sistem
halaqah, menerjemahkan kitab-kitab yang dipakai ke dalam bahasa daerah
(Banjar), sementara para santri menyimaknya.
Pendidikan agama di kerajaan Ternate berlangsung secara tradisional, di
mana anak-anak mengaji ke seorang kasisi (pegawai masjid). Oleh sebab itu,
paham keagamaan tampak sempit dan statis. Walaupun demikian, kerajaan
Ternate telah memberikan pengaruh yang baik terhadap proses pertumbuhan
pendidikan Islam di Maluku.
Pendidikan Islam Pada Masa Sebelum Kemerdekaan
a. Masa Kolonialisme Belanda
Dalam bidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan metode
baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu
kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika
mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat.
b. Masa Kolonialisme Jepang
Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait
pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di
era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1) Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar
pendidikan menggantikan Bahasa Belanda.
2) Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem
pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, kami sadar bahwa masih
banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun

17
penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

18
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju


Millenium Baru. Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Anwar, Kasful, dan Kompri. Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia.


Pusaka, TT.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah


Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: Rajawali Press, 1995.

M. Ibrahim et.al. Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.


Jakarta: CV. Tumaritis, 1991.

Mustafa, Shodiq. Wawasan Sejarah Indonesia dan Dunia, Solo: Tiga


Serangkai, 2007.

Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta.

Mustofa, A. Abdullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Untuk


Fakultas Tarbiyah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999.

Salahudin, Anas dan Acep Komarudin, dan Asep Andi Rahman. Sejarah
Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2019.

Sabarudin, Muhammad. Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam Masa Awal


dan Sebelum Kemerdekaan. Jurnal Tarbiya. Volume 1. No. Jurnal 2.
2015.

Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Grafindo


Persada, 2004.

Nizar, Syamsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Rawamangun.

19

You might also like