You are on page 1of 9

MAKALAH

KESESUAIAN ANTARA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DENGAN


PERATURAN PEMERINTAH DI BIDANG TENAGA KERJA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu: Siti Hapsah Isfardiyana, S.H.,M.H

Muhd. Ichsan Zafnil


20410613

Bahasa Indonesia H
2021
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara yang membuktikan bahwa suatu negara membutuhkan
adanya penegakan hukum yang adil, berintergritas, profesional, dan akuntabel. Oleh karena
itu, sistem hukum di Indonesia dibuat untuk bekerja dengan efektif dalam menyelesaikan
permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan Lawrence Friedman suatu
hukum yang baik harus mengandung unsur- unsur suatu sistem hukum yang terdiri dari 3
(tiga) bagian Yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Jadi karena itu,
sesuatu yang akan diterapkan dalam sistem hukum nasional suatu negara harus menyesuaikan
dengan kondisi dan kepentingan atau tujuan negara tersebut. 1 Menurut (Sovia H, 2020),
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada prinsip-prinsip peraturan
perundang-undang yang baik, meliputi: a. tujuan yang jelas; b. pembentukan lembaga atau
pejabat yang sesuai; c. jenis, struktur hierarki, dan kesesuain materi muatan; d. dapat
diterapkan; e. kegunaan dan efektivitas; f. kejelasan rumusan; keterbukaan.2
Dibutuhkannya reformasi hukum saat ini karena sudah terlalu banyak peraturan-peraturan
yang saling bertabrakan. Sehingga yang dimaksud reformasi hukum adalah adanya
hamonisasi peraturan perundang-undangan. Diperlukannya hamonisasi hukum, yaitu dapat
menyesuaikan peraturan yang diatas dengan peraturan dibawahnya agar tidak terjadi lagi
makna yang bertabrakan. Dari uraian tersebut terlihat jelas bahwa suatu produk hukum
terbentuk memperkuat perekonomian nasional dan membukanya terhadap indonesia memiliki
kesempatan kerja yang cukup. Seperti yang disebutkan dalam UU Cipta Kerja. Hal ini
sebagaimana dikatakan adrian sutedi bahwa “ Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia
telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan asasi warga negara sebagaimana termuat dalam
pasal 27 ayat 2 UU Dasar Negara RI Tahun 1945 (untuk selanjutnya dituliis dan dibaca UUD
NKRI 1945) yang menyatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
layak bagi kemanusiaan”.3 Untuk mengatasi hal ini dan untuk mewujudkan harmonissasi
hukum, pemerintah mengatasinya dengan membentuk Undang-Unndang dengan mengadopsi
1
Suedn, R. H Saragih.2021. “Tinjauan yuridis terhadap kemudahan izin berusaha yang diberikan bagi koperasi dan
usaha mikro,kecil dan menengah (UMK-M) dalam undag-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta
kerja.”http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31477/140200070.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Hlm 1 (diakses 20 Juni 2021)

2
Sovia Hasanah, 2020, Arti Landasan Filisofi, Sosiologis, dan Yuridis.

3
Adrian Sutedi,2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, Sinar Grafika hlm 1. An-Nizam: Jurnal Hukum dan
Kemasyarakatan Vol: 14 No: 02
konsep Omnibus Law untuk membuat peraturan-peraturan yang ada sejalan dengan
harmonis.4
Menurut Soerjono soekanto, Peraturan perundang-undang bagus, harus memenuhi
persyaratan filosofi/ideologis dan yuridis, tetapi dalam sosiologis peraturan perundang-
undangan itu harus berlaku5 dan bisa diterima oleh masyarakat. “Presiden Joko Widodo
akirnyanya menandatangi omnibus law Undang-Undang(UU) Cipta Kerja pada senin (2
November 2020)”6. Menurut pemerintah, omnibus law/UU Cipta Kerja tersebut dibuat untuk
mengharmonisasi peraturan-peraturan yang saling bertabrakan dan untuk rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai masyarakat yang sejahtera sehingga
perlu merevisi beberapa peraturan perundang-undangan dengan salah satunya dibidang
ketenagakerjaan. “Dalam UU Cipta kerja terdapat 11 klaster didalamnya, 11 klaster yang
terdapat dalam UU Cipta kerja yakni:
1. Penyederhanaan perizinan tanah
2. Persyaratan investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
5. Kemudahan berusaha
6. Dukungan riset dan inovasi
7. Administrasi pemerintah
8. Pengenaan sanksi
9. Pengendalian lahan
10. Kemudahan proyek pemerintah
11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)7”
Dalam UU Cipta Kerja salah satunya membahas mengenai ketenagakerjaan. UU Cipta
Kerja mengganti UU sebelumnya yakni UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. “UU

4
Ibid hal 2.

5
Soerjono Soekanto, 1988, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 22

6
Rakhmat Nur Hakim. 2020. “Breaking news: diteken jokowi, akhirnya UU cipta kerja
berlaku”.https://nasional.kompas.com/read/2020/11/02/23483311/breaking-news-diteken-jokowi-akhirnya-uu-
cipta-kerja-resmi-berlaku (diakses 20 Juni 2021)

7
Annisa Ayudya Prasasti. 2021. “Kajian yuridis mengenai omnibus law undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang
cipta kerja klaster ketenagakerjaan.”.https://repository.ummat.ac.id/1960/1/COVER-BAB%20III_ANNISA%20AYUDYA
%20PRASASTI.pdf Hlm 1 (diakses 20 Juni 2021)
Cipta kerja mengubah 31 pasal, menghapus 29 pasal, dan menyisipkan 13 pasal baru dalam
UU Ketenagakerjaan. 31 pasal yang diubah itu meliputi Pasal 13, 14, 37, 42, 45, 47, 49, 56,
57, 58, 59, 61, 66, 77, 78, 79, 88, 92, 94, 95, 98, 151, 153, 156, 157, 160, 185, 186, 187, 188,
dan 190 UU Ketenagakerjaan.”8
Berbagai peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kerja yang telah berlaku
selama ini, menempatkan pekerja di posisi yang sedikit tidak kondusif dalam pelyananan
penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial sehingga bukan dipandang sebagai
objek tetapi dipandang sebagai subjek sebagai pelaku dalam proses produksi. 9 Sehingga
dibuatlah UU Cipta Kerja sebagai Ketentuan yang mengatur tenaga kerja menjadi lebih baik.
Untuk melaksanakan UU Cipta Kerja terdapat peraturan-peraturan pelaksananya yang
mengatur juga mengenai Ketenagakerjaan. Peraturan pelaksana dalam UU Cipta Kerja
tentang tenaga kerja diatur dalam PP No. 34 Tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP
TKA), PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK), PP No 36
Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan PP No 37 Tahun 2021.
Namun terkadang terdapat ketidaksesuaian antara UU diatasnya dengan peraturan
pelaksananya, Begitu juga bisa terjadi dalam UU Cipta Kerja dengan peraturan dibawahnya.
Terlebih lagi UU Cipta Kerja merupakan UU yang memuat banyak aturan/ketentuan
didalamnya. Hal ini lah yang membuat penulis tertarik untuk membuat penelitian terkait latar
belakang yang telah diuraikan dengan judul “KESESUAIAN ANTARA UNDANG-
UNDANG CIPTA KERJA DENGAN PERATURAN PEMERINTAH DI BIDANG
TENAGA KERJA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas maka peneliti merumuskan masalah
yang diuraikan sebagai berikut:
Bagaimana sinkronsisai vertikal antara UU Cipta Kerja dengan Peraturan Pemerintah tentang
Tenaga Kerja?
C. PEMBAHASAN

8
Ady Thea DA. 2020. “Mengintip isi klaster ketenagakerjaan UU cipta
kerja”.https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fa14c6fd08ab/mengintip-isi-klaster-ketenagakerjaan-uu-cipta-
kerja/ (diakses 20 Juni 2021)

9
Nur Alfiyani. 2020. “Perbandingan regulasi ketenagakerjaan dalam undang-undang ketenagakerjaan dan undang-
undang cipta kerja”. An-Nizam: Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan. Volume 14. No 02.. hal. 124. http://journal.iain-
ternate.ac.id/index.php/annizam/article/view/318/280 (diakses pada 20 Juni 2021)
Dalam UU Cipta Kerja, Ketenagakerjaan diatur dalam Bab IV yang dimulai dari pasal 80
UU No 11 Tahun 2020. UU Cipta Kerja mengubah 31 pasal, menghapus 29 pasal, dan
menyisipkan 13 pasal baru dalam UU Ketenagakerjaan. 31 pasal yang diubah itu meliputi
Pasal 13, 14, 37, 42, 45, 47, 49, 56, 57, 58, 59, 61, 66, 77, 78, 79, 88, 92, 94, 95, 98, 151, 153,
156, 157, 160, 185, 186, 187, 188, dan 190 UU Ketenagakerjaan. Dengan disahkannya UU
No. 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja), Terdapaat juga aturan aturan turunan yang akan
menjadi peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Terdapat 49 aturan turunan yang terdiri dari 45
Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Pada klaster ketenagakerjaan UU Ciptaker, ada lebih dari dua puluh rancangan peraturan
pemerintah (RPP) yang diamanatkan, namun kemudian disatukan atau dikelompokkan dalam
empat Peraturan Pemerintah yaitu: PP No. 34 Tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP
TKA), PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK), PP No 36
Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan PP No 37 Tahun 2021.
Dalam PP PKWT, AD, WKWI dan PHK tersebut, terdapat empat substansi yang diatur,
yaitu, pertama, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT atau lazim disebut kontrak) yang
merupakan aspek hukum perdata (privaatrecht). Kedua, alih daya (outsourcing) atau dalam
Pasal 26 huruf f UU No. 28 Tahun 2008 tentang UMKM disebut dengan “penyumberluaran”
yang merupakan wilayah hukum bisnis (business agreement). Ketiga, waktu kerja waktu
istirahat (WKWI) yang merupakan species dari UU Keselamatan Kerja (K3) sebagai genus-
nya (UU No. 1 Thun 1970 tentang Keselamatan Kerja). Terakhir keempat, pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang masih serumpun (satu genus) dengan PKWT yang juga termasuk
dalam family hukum perdata ketenagakerjaan (labor law) yang biasanya dibahas dalam
bab Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Dengan demikian konten PP PKWT, AD, WKWI dan PHK, merupakan penyatuan materi
muatan dari berbagai aspek, baik hukum privat (privaatrecht) maupun hukum publik
(publiekrechtelijk). Maksudnya, bila dicermati lebih jauh penyatuan dimaksud tidak
“serumpun” dan bahkan berbeda konteks dan subtansi hukumnya. Masing-masing memiliki
materi muatan yang sangat luas dan mencakup banyak hal.
Perjanjian kerja (dalam hal ini, PKWT) dan pemutusan hubungan kerja (PHK), sama-
sama merupakan aspek keperdataan di bidang ketenagakerjaan dan sifatnya sebagai hukum
pelengkap (aanvullenrechts) yang saling terkait.  Sedangkan alih daya walaupun merupakan
aspek keperdataan, namun termasuk dalam rumpun hukum bisnis.
Sementara ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat (WKWI) merupakan aspek hukum
publik (publiekrechtelijk) yang termasuk dalam rumpun genus K3. Oleh karenanya ketentuan
WKWI tersebut sifatnya memaksa (dwingendrechts). Secara umum, memang semua materi
muatan PP PKWT, AD, WKWI dan PHK tersebut, masih dalam satu family UU
Ketenagakerjaan, namun keempat species tersebut, pada hakekatnya tidak dapat disatukan,
karena akan mengabaikan asas ketertiban dan kepastian
hukum serta keserasian dan keselarasan(Pasal 6 hutuf I dan j UU No. 12 Tahun 2011).10
Dalam UU Ciptaker, yang diamanatkan untuk diatur dengan PP terkait dengan perjanjian
kerja, adalah: jenis dan sifat, atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu
perpanjangan PKWT yang semua ini adalah (konteks materi muatan) mengenai Hubungan
Kerja. Demikian juga yang berkenaan dengan PHK (ontslag), yang diamanatkan untuk diatur
dalam PP, adalah tata cara pemutusan hubungan kerja.
Sinkronisasi antara UU Cipta Kerja dan PP turunan dari cipta keja mengenai
ketenagakerjaan terlihat dari besaran pesangon yang akan diatur secara teknis dalam peraturan
pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan
dengan tegas di Pasal 156 menyatakan ayat (1) bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan
kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan
uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Ketentuannya adalah uang pesangon (UP) maksimal 9 kali upah, tergantung masa kerja
(ayat 2); uang penghargaan masa kerja (UPMK) maksimal 10 kali upah, tergantung masa
kerja (ayat 3), dan uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan tetap berlaku (ayat 4).
Kecuali uang penggantian hak kesehatan dan perumahan dengan faktor 15% upah dihapus
karena dianggap sudah tertutupi dari BPJS Kesehatan dan Tapera. Bahkan UU Cipta Kerja
pun menambahkan adanya Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), skema baru berdasarkan
prinsip asuransi sosial yang tidak mengurangi manfaat dari jaminan sosial lainnya dan tidak
menambah beban bagi pekerja/buruh, kabarnya sebesar 6 kali upah. Bila pesangon diartikan
uang yang diberikan sebagai bekal kepada pekerja saat diberhentikan dari pekerjaan atas
alasan apapun, skema pesangon maksimal adalah 19 kali upah (UP ditambah UPMK)
ditambah 6 kali upah (JKP), sehingga menjadi 25 kali upah. Memang angka ini lebih rendah
dibandingkan UU Ketenagakerjaan sebesar maksimal 32,2 kali upah.11
10
Umar Kasim. 2020. “Aturan turunan UU cipta kerja klaster ketenagakerjaan”.
https://new.hukumonline.com/berita/baca/lt5fe96bf9cbf2d/aturan-turunan-uu-cipta-kerja-klaster-ketenagakerjaan?
page=all . (dikases 20 Juni 2020)

11
Syarifuddin Yunus. 2018. “UU cipta kerja: kawal ketat PP, Pesangon bisa dibuat 28 kali upah”.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201009/9/1302899/uu-cipta-kerja-kawal-ketat-pp-pesangon-bisa-dibuat-28-kali-
upah (diakses 20 Juni 2021)
Dan Dalam PP 35/2021Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap
Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan
mengalami kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas: a. Uang Pesangon sebesar 0,5 kali
ketentuan Pasal 40 ayat (2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar satu kali ketentuan
Pasal 40 ayat (3); dan c. Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4)12

D. PENUTUP
Kesimpulan
UU Cipta kerja dengan PP pelaksananya tidak bisa sepenuhnya dikatakan saling
bersinkronisasi. Namun ada beberapa aturan-aturan dalam PP Pelaksananya yang sejalan
dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Seperti pesangon dalam UU
Cipta Kerja Ketentuannya adalah uang pesangon (UP) maksimal 9 kali upah, tergantung masa
kerja (ayat 2); uang penghargaan masa kerja (UPMK) maksimal 10 kali upah, tergantung
masa kerja (ayat 3), dan uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan tetap berlaku (ayat
4). Kecuali uang penggantian hak kesehatan dan perumahan dengan faktor 15% upah dihapus
karena dianggap sudah tertutupi dari BPJS Kesehatan dan Tapera.Dan dalam PP 35/2021
Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena
alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian
maka Pekerja/Buruh berhak atas: a. Uang Pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat
(2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar satu kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan c.
Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).
Saran
Pemerintah seharusnya mengkaji ulang terkait sinkronisasi antara UU Cipta Kerja dengan
PP pelaksananya agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum dan juga agar tidak terjadi
pertentangan ketentuan antara UU Cipta Kerja sebagai peraturan yang tinggi dengan PP
sebagai peraturan dibawahnya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Aloysius Uwiyono, Siti Harjati Hoesin, Widodo Suryandono, Melania Kiswandari, 2018,
Asas-Asas Hukum Peburuhan, Edisi Kedua, PT Raja Grapindo Persada, Depok.
Hasanah, Sovia , 2020, Arti Landasan Filosofi, Sosiologis, dan Yuridis.

12
Undang- undang Negara Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu,Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan
Kerja.https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/PP352021.pdf (diakses 20 Juni 2021)
Luthfi J. Kurniawan, 2017, Hukum dan Kebijakan Publik, Setara Press, Malang.
Soekanto, Soerjono, 1988, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 22
Windu Putra, 2018, Perekonomian Indonesia Penerapan Beberapa Teori Ekonomi
Pembangunan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Depok.
JURNAL HUKUM:
Alfiyani, Nur. 2020. Perbandingan regulasi ketenagakerjaan dalam undang-undang
ketenagakerjaan dan undang-undang cipta kerja. An-Nizam: Jurnal Hukum dan
Kemasyarakatan. Volume 14. No 02.
http://journal.iain-ternate.ac.id/index.php/annizam/article/view/318/280(Diakses 20
Juni 2021)
DA, Ady Thea. “Mengintip isi klaster ketenagakerjaan UU cipta kerja”. 3 November
2020.https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fa14c6fd08ab/mengintip-isi-klaster-
ketenagakerjaan-uu-cipta-kerja/ (diakses 20 Juni 2021)
Hakim, Nur Rakhmat. “Breaking news: diteken jokowi, akhirnya UU cipta kerja berlaku”.2
November 2020. https://nasional.kompas.com/read/2020/11/02/23483311/breaking-
news-diteken-jokowi-akhirnya-uu-cipta-kerja-resmi-berlaku (diakses 20 Juni 2021)
Irawan, Ridho Hendry , sonhaji dan suhartoy. Pelaksanaan pemberian jaminan sosial melalui
BPJS ketenagakerjaan bagi pekerja/buruh outsourching di PT. Prima karya sarana
sejahtera (PKSS) semarang. 2018: 14. http://eprints.undip.ac.id/68742/ (diakses 20 Juni
2021)
Kasim, Umar. “Aturan turunan UU cipta kerja klaster ketenagakerjaan”. 28 Desember 2020.
https://new.hukumonline.com/berita/baca/lt5fe96bf9cbf2d/aturan-turunan-uu-cipta-
kerja-klaster-ketenagakerjaan?page=all (dikases 20 Juni 2020)
Prasasti, Annisa Ayudya. Kajian yuridis mengenai omnibus law undang-undang nomor 11
tahun 2020 tentang cipta kerja klaster ketenagakerjaan. 2021: 1.
https://repository.ummat.ac.id/1960/1/COVER-BAB%20III_ANNISA%20AYUDYA
%20PRASASTI.pdf (diakses 20 Juni 2021)
Saragih, R. H Suend. Tinjauan yuridis terhadap kemudahan izin berusaha yang diberikan
bagi koperasi dan usaha mikro,kecil dan menengah (UMK-M) dalam undag-undang
nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. 2021: 1.
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31477/140200070.pdf?
sequence=1&isAllowed=y (diakses 20 Juni 2021)
Silaen, Muslim dan Olisias Gultom. “Omnibus law cipta kerja dalam mengadopsi pasar
tenaga kerja berbasis revolusi industri 4.0”. 5 Mei 2020. https://igj.or.id/omnibus-law-
cipta-kerja-dalam-mengadopsi-pasar-tenagakerja-berbasis-revolusi-industri-4-0/
(diakses 20 Juni 2021)
Yunus, Syarifudin. “UU cipta kerja: kawal ketat PP, Pesangon bisa dibuat 28 kali upah”. 09
Oktober 2018.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201009/9/1302899/uu-cipta-kerja-kawal-ketat-pp-
pesangon-bisa-dibuat-28-kali-upah (diakses 20 Juni 2021)

You might also like