Professional Documents
Culture Documents
2012 201204hi
2012 201204hi
TESIS
OLEH
MUHAJIR
NIM: 0907 S2 898
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2011
ABSTRAK
Perang Saudara Sesama Muslim Ditinjau Dari Maqashid al-Syari’ah
Institusi : Program Pascasarjana UIN SUSKA Riau
Prodi / Konsentrasi : Hukum Islam / Fikih
Nama/NIM : Muhajir / 0907 S2 898
Perang saudara sesama muslim ( ) اﻟﻘﺗﺎل ﺑﯾن اﻟﻣﺳﻠﻣﯾنjika di lihat dari sisi nash dan
kesepakatan ulama merupakan sesuatu yang haram, dan tidak ada celah untuk dihalalkan.
Karena akan merusak dan menghancurkan eksistensi manusia (wujud) dan juga
penopangnya (‘adam), agama, jiwa, akal, keutuhan umat dan harta akan hancur karena
terjadinya peperangan. Di sisi lain Islam juga mewajibkan manusia menjaga eksistensi
berikut perangkatnya dari ancaman yang dapat menghilangkan eksistensi tersebut.
Diantara cara menjaga eksistensi itu adalah berjihad dan berdakwah di depan penguasa
yang zalim. Dari konsep yang ada apabila sampai pada tataran penerapan hukum
( tathbiq ) kadang-kadang mengalami perbenturan, dan diantaranya perbenturan itu
adalah dengan sesama muslim, dalam kondisi seperti itu, maka untuk menegakkan
eksistensi manusia tersebut akan dihadapkan dua pilihan, memerangi saudara sesama
muslim atau membiarkan eksistensi itu dihancurkan saudara muslim lainnya
Begitu juga dalam sejarah perjalanan umat Islam telah terjadi peperangan diantara
umat Islam sendiri. diantara rentetan peperangan tersebut ada peperangan yang dilakukan
oleh para sahabat nabi seperti perang jamal yang melibatkan Aisyah dan Ali. Mereka
adalah sahabat terbaik nabi dan telah dijamin masuk syurga. Tidak mungkin mereka
berperang hanya karena kebencian dan niat menghancurkan orang lain tanpa adanya
maqasyid syari’ah yang ingin dituju.
Penelitian ini berdasarkan Hipotesa ( asumsi awal ) bahwa ada wilayah-wilayah
ijtihadiyah yang memperbolehkan satu komunitas melakukan peperangan jika memang
ada kemaslahatan yang harus dipertahanakan bagi manusia.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, bagaimana realitas perang
saudara sesama muslim dan bagaimana hukum perang saudara sesama muslim ditinjau
dari al-maqashid al-syari’ah. Penelitian ini merupakan library research, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan metode content analisis. Adapun sebagai data
primer adalah buku sejarah Islam dan Ushul fiqh. sedangkan sekunder semua buku yang
berkenaan dengan penelitian ini
Hasil penelitian ini adalah : pada dasarnya perang saudara sesama muslim adalah
haram, namun ketika dalam kondisi umat muslim dizalimi, pembatalan perdamaian,
menolak ajakan damai, umat Islam diperbolehkan melakukan peperangan. Namun
demikian tetap harus memperhatikan dhawabit (tingkatan) butuh atau tidaknya dilakukan
peperangan
Adapun dari variasi perang yang terjadi dalam sejarah Islam dapat disimpulkan:
Perang antar sahabat ( perang jamal ) yang mempertemukan tentara yang
dipimpin Aisyah dan Ali, tidak bertentangan dengan maqashid syari’ah, karena perang
yang mereka lakukan merupakan hasil ijtihad masing-masing tokoh dan dengan niat untuk
sama – sama menegakkan keadilan. Selanjutnya perang tersebut tidak dilandasi dengan
semangat kebencian terhadap lawannya.
Sedangkan perang shiffin yang mempertemukan tentara yang dipimpin Muawiyah
bin Abi Sofyan menentang pasukan Ali dimotivasi oleh keinginan Muawiyah bin Abi Sofyan
menduduki posisi khalifah yang pada waktu itu diamanhkan ke Ali bin Abi Thalib. Dapat
diambil konklusi hukum, penyerangan Muawiyah terhadap Ali adalah sebuah tindakan
yang tidak sesuai syari’at. Sedangkan Ali hanya mempertahankan diri dari serangan yang
mengancam keamanan negara dan keutuhan umat
Perang saudara sesama negara Islam, perang ini terjadi antara negara yang
memiliki dasar negara Islam, seperti, penyerangan Negara Iraq terhadap Iran pada perang
Teluk I dan penyerangan Iraq ke Kuwait pada perang Teluk II. Perang ini bagi Iraq
merupakan perbuatan yang dilarang karena menghancurkan negara lain tanpa alasan
yang syar’i. sebaliknya bagi Iran dan Kuwait diperbolehkan untuk menyerang Iraq sekedar
untuk bertahan diri dari kezaliman
Perang antara negara muslim melawan separatis atau bughat (melakukan makar)
terhadap pemerintah yang konstitusional dan tidak melakukan kema’siatan terhadap
syari’at. Perang model ini disyari’atkan di dalam al-Qur’an. Sebaliknya rakyat juga memilki
hak melakukan pembangkangan jika ulil- amri melakukan kemungkaran dan kezaliman
Perang antar penduduk muslim karena fanatisme mazhab, idealisme, dan
perasaan tidak suka kepada kelompok lain. perang seperti ini diharamkan di dalam Islam.
Untuk menyelesaikan konflik atau peperangan antar umat Islam, yang memiliki
otoritas menyelesaikan adalah : jka perang perang saudara sesama muslim terjadi di satu
negara, maka otoritas ulil-amri untuk menyelesaikannya. Jika konflik atau peperangan
antar negara seharusnya mahkamah Islam Internasional yang menjadi medianya
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dikemukakan oleh para ulama dan para ahli. Maka penelitian ini berkesimpulan bahwa
perang saudara sesama muslim adalah haram dan bertentangan dengan nilai-nilai
maqashid al-syari’ah. Namun jika diurai kasus-perkasus maka akan menghasilkan konklusi
hukum yang berbeda, karena setiap peperangan yang dilakukan oleh umat Islam baik dari
masa sahabat sampai masa sekarang memiliki motivasi dan niat yang berbeda. niat dan
pembangunan hukum harus diletakkan di atas niat dan ‘illat hukum. Begitu niat dan illat
nya berubah maka hukumnya juga berubah. Intinya hukum perang saudara sesama
muslim harus dilihat satu-persatu tidak bisa di hukum haram secara general
Dalam sejarah peradaban umat Islam higga hingga masa sekarang, ternyata
dipimpin Aisyah dan Ali, tidak bertentangan dengan maqashid syari’ah, karena
perang yang mereka lakukan merupakan hasil ijtihad masing-masing tokoh dan
Muawiyah bin Abi Sofyan menentang pasukan Ali di motivasi oleh keinginan
Muawiyah bin Abi Sofyan menduduki posisi khalifah yang pada waktu itu
adalah sebuah tindakan yang tidak sesuai syari’at. Sedangkan Ali hanya
keutuhan umat
2. Perang saudara sesama negara Islam, perang ini terjadi antara negara yang
memiliki dasar negara Islam, seperti, penyerangan Negara Iraq terhadap Iran
pada perang Teluk I dan penyerangan Iraq ke Kuwait pada perang Teluk II.
Perang ini bagi Iraq merupakan perbuatan yang dilarang karena menghancurkan
negara lain tanpa alasan yang syar’i. Sebaliknya bagi Iran dan Kuwait
diperbolehkan untuk menyerang Iraq sekedar untuk bertahan diri dari kezaliman
3. Perang antara negara muslim melawan separatis atau bughat (melakukan makar)
rakyat juga memilki hak melakukan pembangkangan jika ulil amri melakukan
perasaan tidak suka kepada kelompok lain. Perang seperti ini diharamkan di
dalam Islam.
yang bisa mengancam eksistensi agama, jiwa, akal, keturunan dan keummatan,
maka ketika itu Islam mewajibkan melakukan peperangan ( jihad fi sabilillah )
tetap harus mengedepankan esensi perang itu sendiri yaitu ”mengembalikan hak
umat yang terenggut karena perang”. Maka perlu adanya otoritas seseorang atau
antar penduduk, maka yang menyatakan perang atau damai adalah ulil-amri
B. Jika perang antar negara Muslim maka yang menyatakan perang atau
C. Jika perang melawan pemerintah yang zalim, maka kewajiban seluruh umat
Maka perang saudara hanya boleh dilakukan ketika ada ancaman yang dapat
B. Saran-saran
Fiqh siyasah (politik) merupakan salah satu fiqh yang perkembangannya begitu
cepat, karena ia akan mengikuti perkembangan manusia yang setiap saat berubah seiring
dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Perubahan dan perkembangan itulah yang kadang-
terjadinya peperangan. Hal tersebut tentu menuntut adanya status hukum Islam, karena
jika tidak banyak persoalan keumatan yang terlepas dari bingkai syari’ah
Penelitian ini termasuk pemula yang meninjau peperangan yang terjadi di tubuh umat
Islam sendiri dari segi hukum dan maqashid al-syari’ah. Karena biasanya peneliti hanya
melihat dari perspektif Siyasah (politik) yang hukumnya sendiri menjadi bias. Makanya
penelitian ini baru memberikan katagorisasi peperangan secara umum, belum menyentuh
Oleh sebab itu perlu adanya penelitian selanjutnya yang meneliti peperangan yang
dilakukan oleh umat Islam, diantara kemungkinan judul yang bisa diangkat adalah,
Terorisme di tinjau dari hukum Islam, pembangkangan rakyat sipil terhadap pemerintah
Akhirnya penelitian ini jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran yang kontruktif sangat
PENDAHULUAN
Islam. karena peperangan memiliki dampak yang sangat besar yaitu terbunuhnya jiwa
diharamkan dalam bentuk apapun (termasuk karena peperangan) dan menjadi salah satu
dosa besar jika dilaksanakan secara sengaja dan tanpa alasan yang dibenarkan syari’at 3.
إذا ﺗﻮﺟﻪ اﳌﺴﻠﻤﺎن ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ ﻓﺎﻟﻘﺎﺗﻞ و اﳌﻘﺘﻮل ﰲ اﻟﻨﺎر ﻗﺎل ﻓﻘﻠﺖ ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ ﻫﺬا اﻟﻘﺎﺗﻞ ﻓﻤﺎ
( إﻧﻪ ﻗﺪ أراد ﻗﺘﻞ ﺻﺎﺣﺒﻪ ) أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎري: ﺑﺎل اﳌﻘﺘﻮل ؟ ﻗﺎل
“Apabila dua orang bertemu dengan pedang di tangannya, maka pembunuh dan
yang dibunuh masuk neraka, maka Rasulullah menjawab ketika ditanya, ya.. Rasulullah
yang dibunuh memang mungkin tetapi mengapa yang dibunuh juga sampai begitu? Nabi
1 Dalam kitab fiqh “perang saudara sesama muslim” di istilahkan dengan اﻟﻘﺗﺎل ﺑﯾن اﻟﻣﺳﻠﻣﯾن, kalimat
ini dapat ditemukan dalam beberapa kitab dan fatwa dari beberapa ulama, diantaranya : Wahbah al-Zuhaili,
Atsar al-Harb fi-al-Fiqh al-Isami, Dirasah Muqaranah, ( Damsyik : Dar-al-Fikr, 1998), cet. Ke-3, hlm. 60, lihat,
Muhammad Sholeh bin Muhammad al- ‘Atsimin, Majmu’ Fatawa wa – Rasail Ibn al-‘Atsimin ( Dar al-Wathan
wa. Dar al Tsurya, 1413 H), juz. 9, hlm. 476. lihat Muhammad Sholeh bin Muhammad Muhammad ‘Atsimin,
Liqa’ al-Bab al-Maftuh, 1421 H, Juz 63, hlm. 11ah, Lihat. Ri’asah al-‘Ammah li-Idarati al Buhuts al-‘Ilmiyyah
wa-al-Ifta’, wa- al-da’wah, wa-al-Irsyad, Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah, juz. 33, hlm. 234. Lihat. Majalah al-
Majma’ al-Fiqhi-Islami, juz. 5
2 Wahbah al-Zuhaili, Atsar al-harb…ibid., hlm. 62, jilid II, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali, al-Wajiz fi-Fiqhi al-Imam al-Syafi’I, ( Beirut : Syirkah dar-al-Arqam bin Abi al-Arqam :
1997), cet. ke-1, hlm. 138
3 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islam wa-Adillatuhu, ( Dar- al-Fikr, 1985) cet. Ke-2, hlm. 219
4 Muhammad bin Futuh al-Hamidi, al-Jam’u Baina Shahihaini al-Bukhari Wal-Muslim (Beirut, Dar
seorang muslim untuk membunuh saudaranya sesama muslim. Bahkan Rasulullah SAW
menilai bahwa membunuh seorang muslim sebagai salah satu bagian kufur dan salah
satu perbuatan kaum jahiliyah yang suka melancarkan peperangan dan pembunuhan.5
Oleh karena itu, Rasulullah SAW melarang setiap perbuatan yang dapat membawa
kepada pembunuhan atau peperangan kendati hanya dengan memberikan isyarat. dalam
ayat lain Allah melarang membunuh tanpa hak dan alasan yang benar. Sebagaimana
ْﺲ اﻟ ِﱠﱵ َﺣﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ إﱠِﻻ ﺑِﺎﳊَْ ﱢﻖ َوَﻣ ْﻦ ﻗُﺘِ َﻞ َﻣﻈْﻠُﻮﻣًﺎ ﻓَـ َﻘ ْﺪ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ﻟَِﻮﻟِﻴﱢ ِﻪ ُﺳ ْﻠﻄَﺎﻧًﺎ ﻓ ََﻼ
َ وََﻻ ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠُﻮا اﻟﻨﱠـﻔ
151 : ﻳﺴﺮف ﰱ اﻟﻘﺘﻞ اﻧﻪ ﻛﺎن ﻣﻨﺼﻮرا)اﻻﻧﻌﺎم
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan yang benar). Dan barangsiapa dibunuh secara zalim,
maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan. (Q.S. al-Isrā’[17]: 33).6
Dari segi cakupan makna ayat diatas, kata la taqtulu dapat dikategorikan khas
karena menggunakan sighat nahy, jadi penunjukannya kepada makna bersifat pasti. Oleh
karena itu, dari sisisi kejelasan makna kata ini tergolong muhkam, sebab selain tidak bisa
di-ta’wil, ketentuan tidak boleh membunuh juga termasuk dalam aturan pokok Islam yang
Menurut al-Qurtubi, ayat yang pertama sekali diturunkan dalam hal pembunuhan
(al-qatl) adalah ayat 33 surat al-Isra’. Surat ini termasuk dalam surat Makkiyyah.7 Hal ini
5 Yusuf al- Qardhawi, halal wa-al- haram ( Dar al-Fikr, 1989) hlm. 454
6 Ibid.,
7 Al-Qurtubi, al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Maktabah al-Tawfīqiyyah, t.th.), jilid. Ke-10 , hlm.
210
ْض
ِ ْﺲ أ َْو ﻓَﺴَﺎ ٍد ِﰲ ْاﻷَر ٍ َﲑ ﻧـَﻔِْ ِﻚ َﻛﺘَْﺒـﻨَﺎ َﻋﻠَﻰ ﺑ َِﲏ إِ ْﺳﺮَاﺋِﻴ َﻞ أَﻧﱠﻪُ َﻣ ْﻦ ﻗَـﺘَ َﻞ ﻧـَ ْﻔﺴًﺎ ﺑِﻐ َ ْﻞ ذَﻟِ ِﻣ ْﻦ أَﺟ
ﱠﺎس ﲨَِﻴﻌًﺎ َوﻟََﻘ ْﺪ ﺟَﺎءَﺗْـ ُﻬ ْﻢ ُر ُﺳﻠُﻨَﺎَ ﱠﺎس ﲨَِﻴﻌًﺎ َوَﻣ ْﻦ أَ ْﺣﻴَﺎﻫَﺎ ﻓَ َﻜﺄَﳕﱠَﺎ أَ ْﺣﻴَﺎ اﻟﻨ َ ﻓَ َﻜﺄَﳕﱠَﺎ ﻗَـﺘَ َﻞ اﻟﻨ
(32:ْض ﻟَ ُﻤ ْﺴ ِﺮﻓُﻮ َن )اﳌﺎﺋﺪة ِ ِﻚ ِﰲ ْاﻷَر َ َﺎت ﰒُﱠ إِ ﱠن َﻛﺜِ ًﲑا ِﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ ﺑـَ ْﻌ َﺪ ذَﻟ
ِ ﺑِﺎﻟْﺒَـﻴﱢـﻨ
“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (Q.S. al-
Ma’idah : 32)”8
Ayat ini menjadi penjelasan tentang berlanjutnya prinsip dasar larangan membunuh
dalam Islam. Dapat dikatakan, larangan membunuh adalah ajaran pokok agama samawii
yang tidak pernah dihapuskan. Hal ini ditegaskan kembali dalam ayat berikut:
Terlihat dalam ayat ini terdapat suatu ketegasan, bukan hanya ketegasan dalam
melarang membunuh, bahkan menetapkan secara tegas hukuman bagi pembunuhan. Ayat
di atas jelas menunjuk hukuman qisas bagi pembunuhan (jiwa dan anggota badan) dan
hukuman setimpal untuk pelukaan (jarh). Karena ketentuan ini pernah berlaku bagi kaum
8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya, ( Semarang, PT. Toha
Putra,tt), hlm. 90
9 Departemen Agama Repulik Indonesia, Qur’an dan ...hlm. 782
Yahudi, dan kemudian diberlakukan kembali kepada umat Islam, maka kata la taqtulu
secara ‘ibarat al-nass (dilālah ‘ibārah). Kata qatala sendiri dalam secara bahasa berartii
mematikan, atau memukul yang mematikan secara sengaja. Kata qatala secara lughawī
ditafsir dengan kata amāta, jadi ada unsur sengaja di dalamnya.11 Dilihat dari penggunaan
bentuk jamak (qatalū), menunjukkan keluasan cakupan khitāb, yaitu kepada seluruh kaum
muslimin, baik individu atau badan pemerintahan. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa
ayat ini melarang seluruh kaum muslimin melakukan pembunuhan secara sengaja. Unsur
sengaja ini dipahami dari makna kebahasaan kata qatala itu sendiri. Adapun mengenaii
Orang yang dilarang dibunuh pun disebut secara khusus, yaitu menggunakan
jiwa (al-nafs allati harrama Allah) karena Allah telah mengharamkan perbuatan membunuh
setiap jiwa. Jadi larangan ini mencakup semua manusia, siapa pun dia, karena kata al-nafs
bersifat umum. Lalu dari kalimat tersebut dikecualikan orang-orang yang memang berhak
dibunuh (istithna’ muttasil) dengan kata illa bi al-haqq. Maka ini menjadi mukhassis bagi
keumuman manusia yang tidak boleh dibunuh. Dalam pengecualian ini sekaligus
terkandung petunjuk bahwa yang boleh melakukan pembunuhan bi al-haqq adalah pihak
10Muhammad Ali al-Shabuni, Rawai’ul Bayan fi Tafsiri Ayat al-Qur’an, ( Beirut : Maktabah al-
orangnya.12
Kalau terjadi pembunuhan terhadap orang yang tidak berhak dibunuh, ayat inii
mengkategorikan perbuatan itu sebagai kezaliman. Lalu Allah memberikan hak kepada
walii si korban untuk menuntut. Tapi mengenai tuntutan itu tidak diatur secara jelas dalam
ayat ini. Ayat ini hanya membatasi kebiasaan yang berlaku dalam adat jahiliyah yang
meng-qisas wali dari si pembunuh. Bahkan mereka sangat berlebihan dengan membunuh
dua orang wali atau satu suku sekaligus sebagai pengganti seorang pembunuh13. Oleh
karena itu, ayat ini menegaskan bahwa wali pembunuh dilindungi (innahu kana mansura).
Jadi kata fala yusrif dipahami dalam konteks makna ‘urf-nya, yaitu ‘urf Arab jahiliyah yang
pembunuh terkesan dilindungi oleh para walinya, di tengah budaya Arab yang
manusia. Oleh sebab itu nyawa merupakan hak dasar yang sangat dilindungi, maka
materi maupun psikis yang menyebabkan perdamaian ( al-Silm) menjadi rusak. Padahall
setiap syari’at mewajibkan pemeliharaan terhadap agama (hifdz al-din), jiwa (hifdz al- al-
maka seorang mulkallaf harus melakukan tarjih atau memilih mana kemaslahatan yang
paling kuat. Begitu juga jika ada perbenturan dua kemudharatan yang kedua-duanya bisa
“Jika ada perbenturan dua kemafsadatan maka dipelihara yang lebih berat
Stratifikasi ini seharusnya dipahami oleh praktisi hukum Islam, karena jika tidak
benar dalam meletakkan skala prioritas hukum, akan menyebabkan kesalahan dalam
berdasarkan tingkat kualitas muatan maslahah dan mafsadat dalam setiap perbuatan.
Perbuatan hukum yang memuat maslahah dharury lebih utama dari perbuatan hukum
yang memuat maslahat hajiyyah dan berfungsi menolak mafsadat dharuri, sedangkan
16 Yusuf al- Qardhawi, Madkhal Lidirasati al-Syari’ati al-Islamiyyah. ( Qahirah : Maktabah Wahbah,
1990) cet. ke-4, hlm. 73
17 Zulkayandri, Stratifikasi Hukum Islam Dalam Perspektif Konsep Ihsan ‘Izz al-Din Ibn Abd al-
Salam Dan Relevansinya Dengan Ijtihad Kontemporer, ( Disertasi, tidak publikasikan, 2004), hlm. 98
18 Ghazat ‘Abid al-Da’as, al- Qawa’id al-Fiqhiyyah, ( Libanon- Beirut : Dar- al-Turmudzi, 1989), cet.
Ke-3, hlm. 33
perbuatan hukum yang mengandung maslahat hajiyah berfungsi sebagai mutammim
Kemudian perbuatan hukum yang memuat maslahat hajiyah lebih utama dari
perbuatan hukum yang memuat maslahat takmili dan berfungsi menolak mafsadat hajiyah,
mutammim perbuatan hukum yang memuat maslahat hajiyyi, dan tingkatannya lebih tinggi
perbuatan yang memuat mafsadah haji dan larangan terhadap perbuatan yang memuat
daruri. Tingkatan perbuatan yang memuat haji maslahah mubah dan perbuatan yang
memuat mafsadah haji berfungsi untuk mendukung perbuatan yang memuat mafsadah
haji
memiliki tingkatan wajib didahulukan dari pada perbuatan yang memuat tingkatan hukum
sunat dan perbuatan-perbuatan hukum yang memuat tingkatan sunat lebih diutamakan
darii pada yang memuat tingkatan mubah. Begitu juga meninggalkan perbuatan haram
lebih diutamakan dari pada meninggalkan yang memilki tingkatan makruh. dan
melaksanakan perbuatan hukum mubah lebih utama dari melaksanakan perbuatan hukum
Atas dasar pemaparan diatas dapat diambil sebuah konklusi bahwa bahwa setiap
Dalam konteks kajian ini, perang merupakan salah satu bentuk kemudharatan
yang besar dalam membahayakan seluruh lini yang dharuri dalam kehidupan manusia.
Namun demikian dalam perjalanan sejarah umat Islam yang telah berjalan sejak 14 abad
silam, sejak di turunkan surat al-“Alaq20 sampai era modern sekarang, diwarnai dengan
pasang-surut sejarah yang mencoreng dunia Islam, yang kadang-kadang menjadi alasan
musuh-musuh Islam untuk mendiskreditkan bahwa Islam ditegakkan di atas dunia melalui
pedang dan genangan darah.21 Sebagai penelitian ilmiah, hal ini harus dipandang secara
obyektif bahwa dalam sejarah Islam memang ada suatu proses pembentukan kekuasaan
yang diwarnai dengan persengketaan antar sesama yang mengakibatkan hilangnya ribuan
nyawa. konflik atau peperangan tersebut dilakukan oleh sesama muslim bahkan ada yang
termasuk dari kalangan sahabat Rasulullah yang melalui haditsnya telah dijamin masuk
surga.22
20 Sebagian ulama mengatakan bahwa surat al-Qur’an pertama yang diturunkan Allah adalah surat
al- ‘Alaq. hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, Aisyah, Thabrani, Hakim. lihat.
Muhammad Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Manahilu al-‘Irfan fi Ulumi al-Qur’an, ( Qahirah : Dar al- Hadits : 2001) ,
juz ke-1, hlm. 81-83
21Diantara kalangan orientalis yang sangat serius mempelajari Islam adalah Edmunth Bosworth,
dia termasuk orientalis yang kurang mendapat informasi tentang Islam, sehingga ia beranggapan bahwa
Islam merupakan agama pedang yang cara penyebarannya melalui peperangan. lihat Azyumardi Azra,
Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Posmodernisme, ( Jakarta :
Paramadina, 1991), cet. ke-1, hlm. 130
22 Diantara para sahabat yang oleh Rasulullah di jamin masuk surga adalah, Abu Bakar, Umar,
Usman, Ali, Thalhah, Zubeir, Sa’ad, Sa’id, Abdul al-Rahman bin Auf, Abu Ubaidah. Lihat Thohir bin
Muhammad al-Isfirayaini, Tafsir fi al-Din wa Tamyiz al-Firqah al-Najiyah an Firaq al-Haliqin, ( Beirut : ‘Alam
al-Kutub, 1983), juz. Ke-1, hlm. 178. Di dalam hadits juga Rasulullah menyebutkan beberapa sahabat yang
di jamin masuk syurga sebagaimana hadits :
ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻋﻤﺮ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﺮ اﻟﻘﺮﺷﻲ اﻟﻜﻮﰲ ﻗﺜﻨﺎ ﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ ﲪﻴﺪ اﻟﻘﺮﺷﻲ ﻗﺜﻨﺎ ﻳﻮﻧﺲ ﺑﻦ أﰊ ﻳﻌﻔﻮر ﻋﻦ أﺑﻴﻪ ﻗﺎل ﺟﻠﺴﺖ أﻧﺎ وﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺮﻳﺚ
أن ﻧﻔﺮا ﻣﻦ أﺻﺤﺎب اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ اﺗﻮﻩ ﻓﻘﺎﻟﻮا ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ أرﻧﺎ: وﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ اﺷﻮع اﻟﻘﺎﺿﻲ إﱃ ﻓﻼن ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ أو ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻓﻼن ﻗﺎل ﻓﺤﺪﺛﻨﺎ
رﺟﻼ ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ ﻓﻘﺎل اﻟﻨﱯ ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ وأﺑﻮ ﺑﻜﺮ وﻋﻤﺮ ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ وﻋﺜﻤﺎن ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ وﻋﻠﻲ ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ وﻃﻠﺤﺔ ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ واﻟﺰﺑﲑ ﻣﻦ أﻫﻞ
اﳉﻨﺔ وﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ ﻋﻮف ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ وﺳﻌﺪ ﺑﻦ أﰊ وﻗﺎص ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ ﻗﺎل ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻓﻼن أو ﻓﻼن ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ وأﻧﺎ ﻣﻦ أﻫﻞ اﳉﻨﺔ واﷲ ﻻ أﺧﱪﻩ ﺑﻌﺪﻛﻢ
أﺣﺪا اﺑﺪا
Dalam sejarah Islam, diantara peperangan yang pernah terjadi antar muslim
adalah pada tanggal 09 Desember 656 M23 yaitu dalam perang jamal yang
mempertemukan antara pasukan yang dipimpin oleh trio Aisyah RA, Thalhah, dan Zubeir
melawan pasukan yang dipimpin Ali bin Abi Thalib. dalam peperangan tersebut telah
Madinah secara terhormat sebagai seorang ibu24. Pada perang tersebut telah menelan
korban kira-kira 10.000 orang, sebagian dari sahabat Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari
sahabat Aisyah RA. Dari Azad 2000 orang, dari Yaman 500 orang, dari bani Mudhor 2000
orang, dari bani Qais 500 orang, dari Tamim 500 orang, dari bani Dhabbah 1000 orang,
dari suku Bakar bin Wail 500 orang, Ada juga yang mengatakan penduduk Basyrah di
medan perang pertama 5.000, penduduk Basrah di medan perang kedua 5000 orang,
penduduk Kufah 5000 orang, dari bani ‘Ady 70 orang Syekh yang semuanya hafidh al-
Qur’an25.
Setelah itu, terjadi perang terbuka siffin yaitu peperangan antara tentara yang
dipimpin Muawiyah bin Abi Sofyan melawan tentara yang dipimpin Ali bin Abi Thalib yang
berlangsung selama beberapa minggu dan berakhir pada tanggal 28 Juli 657 M.
Diperkirakan, dalam perang tersebut Ali membawa 50.000 pasukan dari Iraq dan
Lihat, Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah al-Syaibani, Fadhail al-Sahabah, ( Beirut : Muassisah al-Risalah,
1983), cet. Ke-1, juz. Ke-1, hlm. 372.
23 Philip K. Hitti, History of The Arab (terjemahan Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi) (
Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet. ke-1, hlm. 224
24 Aisyah adalah istri Rasulullah dan ibu mertua Ali bin Abi Thalib, sedangkan Zubeir ibn Awwam
dan Thalhah ibn ‘Ubaidillah adalah sahabat nabi dan anggota tim formatur yang dibentuk Umar ibn Khattab
untuk membahas siapa yang akan diangkat menjadi khalifah sebagaii pengganti dirinya setelah beliau wafat.
lihat. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), ( Jakarta : Radar Jaya : 2001),
cet. ke-1, hlm. 65 dan 77
25 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir Al- Thabari, Tarikh al-Thabari, ( Mesir : Dar- al-Ma’arif, tt), Juz.
telah memakan korban jiwa sebanyak 25.000 dari kelompok Ali dan 45.000 dari kelompok
Muawiyah27.
Begitu juga pada abad ke -20 terjadi peperangan antara Iraq dan Iran. pada
tanggal 22 September 1980 sampai 20 Agustus 1988. Peperangan yang dikenal dengan
perang Teluk I ini berlangsung selama delapan tahun28 dan diperkirakan menewaskan
lebih kurang 375.000 warga Iraq dan 500.000 warga Iran baik dari tentara maupun warga
sipil. Salah satu sebab terjadinya peperangan tersebut karena Iraq menerobos memasuki
wilayah Iran sedangkan Iran berusaha menggulingkan rezim Saddam Husein.29 Yusuf al-
Setelah terjadinya perang teluk I, kemudian pada tahun 1991 terjadi perang teluk
II, ketika Iraq menyerang Kuwait. Orang-orang Kuwait yang tinggal di negara itu tidak
airnya31
Dari kenyataan di atas, yang perlu dicatat di sini adalah peperangan tersebut
dilakukan oleh muslim melawan muslim. secara garis besar perang saudara dapat dibagii
menjadi beberapa bentuk, di antaranya: pertama perang yang dilakukan oleh para sahabat
sahabat Rasulullah SAW. Kedua perang yang dilakukan oleh orang muslim secara umum
Dari data diatas, sebagai kesimpulan awal (hipotesa), meskipun perang saudara
secara nash telah haram, namun dalam kondisi tertentu ada wilayah – wilayah ijtihadiyah
Hal ini bisa dilihat dari variasi peperangan yang dilakukan oleh para sahabat nabi, mereka
adalah tokoh-tokoh Islam yang sangat dekat dengan nabi dan menjadi rujukan dalam
Dapat diambil contoh, terjadinya perang jamal, Perang saudara ini terjadi
disebabkan Aisyah ingin menuntut qishash pembunuh Usman ibn Affan kepada Ali Bin Abi
Thalib32. Padahal pada masa itu, kondisi umat Islam sedang kacau, sementara Aisyah
lebih memprioritaskan penuntutan qishash dari pada ikut membai’ah Ali dan menstabilkan
keamanan negara. Sebaliknya, Ali bin Abi Thalib meskipun dalam keadaan terpaksa harus
melayani tantangan Aisyah, Thalhah dan Zubeir dalam perang jamal tersebut. Meskipun
Alii tahu bahwa yang diperangi adalah sahabat, isteri nabi, bahkan ibu mertuanya sendiri.
dan Ali tahu bahwa dalam perang pasti diiringi dengan terbunuhnya jiwa
Begitu juga dengan perang shiffin, peperangan ini terjadi disebabkan Muawiyyah
ingin menduduki posisi sebagai khalifah sehingga dia tidak mau ikut membai’at Ali sebagai
khalifah yang keempat. Untuk mencapai niatnya tersebut Muawiyah bin Abi Sufyan
melakukan propaganda, bahwa Ali harus menuntut tuntas pembunuh Usman bin Affan.
Dan akhirnya terjadi peperangan antar pasukan yang pimpin Muawiyah bin Abi Sufyan
32 Tuntutan Aisyah terhadap kematian Usman adalah, وﷲ ﻻطﻠﺑن ﺑدم ﻋﺛﻣﺎنkalimat ini terekam
dalam kitab Tarikh al-Thabari, Ibid… hlm. 461
melawan Ali bin Thalib. Dan Ali dengan segala pertimbangan harus bertahan melayani
Dengan latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang
perang saudara tersebut ditinjau dari perspektif hukum Islam. sampai dimanakah batasan-
SYARI’AH”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, setidaknya ada beberapa masalah yang bisa diidentifikasi,
antara lain :
2. Apa motivasi terjadinya perang saudara sesama muslim, motivasi teologis atau
motivasi kekuasaan ?
Islam
membunuh ?
C. Batasan Masalah
Dari Identifikasi masalah diatas, penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup
permasalahan yang akan dikaji. Maka penelitian ini hanya difokuskan pada hukum perang
saudara sesama muslim ditinjau dari maqashid al-syari’ah. dalam kajian ini akan dii
paparkan secara normatif maupun historis tentang perang saudara. pertama penelitian inii
akan melihat beberapa peristiwa perang saudara sesama muslim dalam sejarah Islam
kedua meneliti ayat dan hadits tentang perang, selanjutnya perang saudara muslim akan
D. Rumusan Masalah
2. Bagaimana hukum perang saudara sesama muslim ditinjau dari maqashid al-
syari’ah
1. Tujuan penelitian :
maqashid al-Syari’ah
2. Kegunaan penelitian
a. Perang saudara antar umat muslim selama ini oleh para penulis sejarah
kebanyakan hanya dilihat dari pespektif siyasah, ekonomi sosial dan budaya,
sebaliknya hampir tidak ada penulis sejarah yang meneliti perang saudara dari
M.Sy) pada program pasca sarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau.
F. Kajian Pustaka
Penelitian tentang Islam dalam kajian fiqh siyasah, khususnya yang mengambill
objek kajian tentang perang masih sangat langka. kelangkaan ini disebabkan oleh dua
persepsi yang berkembang pada kaum muslimin : pertama : kaum muslimin menganggap
bahwa persoalan perang termasuk bagian dari jihad, maka tidak ada yang perlu untuk
dikajii karena sudah selesai dibahas oleh ulama klasik. Kedua : tidak banyak kaum
sendiri dari segii hukum, sehingga dalam pemikiran kaum muslimin telah mengkristal
pengorbanan jiwa.
Pada dasarnya hampir seluruh kitab-kitab fiqh terutama dari kalangan Malikiyyah,
Hanabilah, Syi’ah Imamiyah, Syi’ah Zaidiyyah dan Mazhab Zhahiriyyah membahas tentang
konsep perang dalam Islam, namun konsep yang dibahas hanyalah masalah jihad yang
peperangan yang terjadi pada masa klasik akan tetap ada hubungannya dengan
peperangan pada masa selanjutnya, karena ia menjadi spirit dan dorongan terjadinya
33 lihat Ismail Salim Abdul , Al-Bahtsu al- Fiqhiyy, Thabi’atuhu, Khashaishuhu, Ushuluhu,
Mashadiruhu Ma’a al-Mushthalahat al-Fiqhiyyah fil al-Mazahib al-Arba’ah ( Makkah al-Mukarramah :
Pustaka al-Asadi, 2008), cet. ke-1, hlm. 130-147
peperangan pada masa setelahnya termasuk masa kini. akibatnya kajian sejarah perang
akan tetap menjadi kajian yang menarik dikalangan orientalis. perang salib yang terjadii
pada abad pertengahan sampai pada perang teluk di abad modern tidak bisa dilepaskan
Sebagai sampel, sedikitnya ada tiga penulis yang membahas tentang peperangan
dalam Islam pada masa kontemporer. pertama, Azyumardi Azra dalam bukunya
dalam tulisannya Azyumardi Azra menjelaskan tentang sering salahnya para ilmuwan
Barat memahami istilah “jihad” . ketika istilah ini disebut, citra yang timbul dari kalangan
Barat adalah para lasykar Muslim yang menyerbu ke berbagai wilayah di Timur Tengah
atau tempat-tempat lain, memaksa orang-orang non Muslim supaya masuk Islam. begitu
melekatnya citra ini, sehingga fakta dan argumen apapun yang dikemukakan pihak
Kalangan Barat beranggapan bahwa terjadinya perang suci (holy war) di dalam
sejarah Islam karena umat Islam termotivasi dengan konsep jihad yang diyakini. sehingga
umat Islam rela mengorbankan apa saja untuk memerangi non-muslim dalam
aktivitas kaum muslim selama lebih 12 abad di wilayah Turki, Iran, Sudan, Etiopia,
Spanyoll dan India untuk mengembangkan wilayahnya adalah karena panggilan“ jihad”.
menjelaskan kepada dunia Barat bahwa istilah “jihad” yang sering digunakannya bukanlah
Islam di mata orang-orang Barat. karena pada dasarnya, secara historis, jihad umumnya di
lakukan atas dasar politik, seperti perluasan wilayah Islam atau pembelaan diri kaum
Kedua, Wahbah al-Zuhaili juga menulis tentang perang yang berkembang pasca
perang dingin di lihat dari sisi fiqh dan sosial kemasyarakatan. bagaimana implikasi
beragama.
peperangan dengan menyodorkan dalil-dalil naqli baik al-Qur’an maupun hadits. memang
perkembangan militer dalam dunia Islam tidak terlepas dari spirit agama yang menjadi
mewajibkan umatnya tidak bisa dilepaskan dari peristiwa peperangan dalam sejarah
Islam.
Sebagai negara Islam pertama, tentu perang bukan satu-satunya jalan untuk
melakukan ekspansi ke darah-daerah sekitar. hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum
Yahudi yang di perlakukan secara baik di negara Islam, walaupun tetap membayar jizyah
kepada khalifah-khalifah Madinah. perang hanya dilakukan ketika tidak ada jalan lain yang
peperangan antara orang kafir dan Islam ( jihad lil-kuffar ), pembahasan peperangan yang
35 Wahbah al-Zuhaili, Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islam Dirasah Muqaranah, ( Damaskus : Dar al-
Ketiga, Imam Yahya, penelitian dalam bentuk disertasi ini merupakan kajian yang
serius yang dilakukan pada masa kontemporer tentang peristiwa perang dalam Islam.
Imam Yahya membahas tentang bagaimana terjadinya peperangan pada masa Khalifah
al-Rasyidin sejak dari kekhalifahan Abu Bakar Sidik sampai dengan kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib. kajian siyasah (politik) ini berbentuk penelitian sejarah (Historical Research).
dii dalamnya Imam Yahya ingin mengcounter bahwa tuduhan para orientalis yang
mengatakan bahwa Islam dikembangkan oleh oleh umatnya melalui peperangan dan
masa khalifah al-Rasyidin dalam rangka mempertahankan negara Islam Madinah dari
kezaliman yang dilakukan oleh komunitas lain. perang pada masa Abu Bakar Sidiq di
alamatkan pada penumpasan pemberontak yang tidak mau membayar zakat dan keluar
dari kehalifahannya. sementara pada masa Umar ibn Khattab perang dilakukan oleh
tentara Murtaziqah (di gaji) dan tentara Mutatawi’ah (sukarela), sementara di pemerintahan
ada Departemen tentara (Diwan al-Jund), dan departemen kepolisian ( Diwan al-Ahdats)
Begitu juga pada masa Utsman ibn Affan yang banyak melakukan perombakan
kenegaraan yang dibangun oleh keluarga Utsman. tak ketinggalan pada masa Ali ibn Abi
Thalib yang melakukan peperangan untuk meredam konfik internal di tubuh kaum
muslimin. perang jamal dan perang siffin misalnya dilakukan oleh Ali dikarenakan adanya
penyangkalannya terhadap tuduhan orientalis bahwa peperangan yang terjadi pada masa
Dari ketiga penulis yang mengkaji tentang perang dalam sejarah Islam tidak
satupun yang mengkaji secara spesifik tentang perang saudara sesama muslim ditinjau
dari maqashid al-syari’ah. sejauh sepengetahuan penulis karya tulis yang mengkaji ini
belum ada, baik dalam bentuk skripsi, tesis disertasi maupun bentuk buku dan jurnal-jurnal
ilmiyah lainnya.
umat Islam sejak sejarah awal perkembangan Islam, hingga pada abad ke 20-an ini,
penting adanya kajian khusus yang membahas tentang perang saudara di lihat dari
perspektif hukum Islam dengan menggunakan maqashid syari’ah sebagai pisau analisis.
G. Kerangka Teoritis
1. Perang Saudara.
a. Konsep Perang
36Imam Yahya, Bagaimana Bentuk Perang Yang Terjadi Selama Masa al-Khulafa al-Rasyidun,
Baik Dilihat Dari Normatif Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadits Maupun Konteks Sejarah Perang ( Jakarta :
Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2006).
37 Quincy Wright, A. Study of War, ( The University Chicago Press, 1951), dikutip dari Hukum
Humaniter Suatu Perspektif, ed. Fadillah Agus, ( Puat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Universitas
Tri Sakti, Jakarta : 1997), hlm. 1-3
Menurut Larry May dari Washington Univrsity, Amerika Serikat mengatakan,
ada beberapa hal argument moral yang biasa dijadikan pegangan sehingga
perang atau konflik bersenjata di jadikan menjadi di terima sebagai “sesuatu yang
benar”. secara teoritis ini juga yang sering digunakan oleh kalangan militer dalam
lebih besar.38
seharusnya didirikan atas dua prinsip: pertama persaudaraan yang kuat antara
(harga diri) maupun harta.39 Oleh sebab itu setiap ucapan, perbuatan atau
38 Nur Iman Subono, Konflik Bersenjata, kekerasan militer dan Perempuan, dalam Yaasan jurnal
perempuan, Perempuandi Wilayah Konflik, SMKG Desa Putera, 2002, hlm. 110
39 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wal…hlm. 297
40 Ibid., hlm. 297
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara, maka
al-Hujurat : 10).41
berpecah belah.42
perbedaan nasab. 43
terikat persaudaraan dengan orang yang seiman. Iman adalah tali ikatan yang
kesukuan dan kebangsaan. Hal itulah yang tercermin dalam surat al-Hujurat di
41 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahannya, ( PT.Karya Toha Putra,
Semarang : tt)
42 Yusuf al-Qardhawi, Halal wal Haram...hlm. 291
43 Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurtubi, al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, ( Dar- al-
mencintai dirinya sendiri (H.R. Bukhari, Muslim, Turmuzi, Nasa’i, Ibnu Majah,
Maksud mencintai dalam hadits ini berarti seseorang yang beriman harus
ukhuwah ini, Allah swt memberikan jaminan terhadap kehidupan manusia dari
ini merupakan dasar ukhuwah yang paling baik dikembangkan oleh umat
Islam, karena ini adalah ikatan yang paling hakiki dan kuat, mengungguli
semua jenis ikatan lainnya. Ikatan lain hanyalah bersifat sarana ukhuwah,
tetapi tidak dapat dijadikan dasar yang kuat bagi bangunan persaudaraan.
Dalam sejarah Islam, secara global perang saudara sesama muslim dapat
1. Perang antar sahabat besar, yaitu peperangan yang dilakukan oleh para sahabat
nabi. Ada beberapapa jumlah perang yang telah dilakukan oleh para sahabat
pertama perang jamal yaitu peperangan yang dilakukan oleh Aisyah, Thalhah
dan Zubeir berhadapan dengan pasukan yang dipimpin Alibin Abi Thalib49.
dipimpin oleh Muawiyah bin abu Sofyan berhadapan dengan tentara yang
50 Ibid ., 563-565
2. Perang saudara sesama negara Islam, perang ini terjadi antara negara yang
memiliki dasar negara Islam, hukum yang diterapkan hukum Islam, penduduknya
mayoritas Islam. negara ini berdiri sendiri tanpa ada ikatan struktural, instruktif
maupun koordinatif dengan lawan perangnya. negara ini sama – sama memiliki
seperti ini seperti, perang teluk I antara negara Iraq dan Iran dan perang teluk II
menegakkan kemaslahatan agama dan dunia52 karena jika kebutuhan ini tidak
ada, maka, kehidupan manusia akan terhambat. Ada lima hal yang harus ada
berurutan, peringkat tersebut adalah: agama, jiwa, akal, keturunan (harga diri)
manusia, tetapi tidak mencapai tingkat dharuri. Seandainya kebutuhan ini tidak
al-Syatibi, al-Muwafaqat fi- Ushul al- Syari’ah, ( Maktabah Tajariyah, Mesir :tt) juz. ke- I, hlm. 4
keberadaannya dibutuhkan untuk memberikan kemudahan dalam kehidupan.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari kebutuhan skunder atau اﻟﺣﺎﺟﯾﺎتini
didirikan tidaklah berarti tidak akan tercapai upaya mendapat ilmu, karena
menuntut ilmu itu dapat dilaksanakan di luar sekolah. Kebutuhan sekolah itu
tertier ini kehidupan tidak akan rusak dan juga tidak akan menimbulkan
pada perbuatan yang disuruh dan tidak menimbulkan hukum haram pada yang
dilarang sebagaimana yang berlaku pada dua tingkat lainnya (dharfuri dan
hukum “ ´makruh “ . misal : dalam ibadah, berhias dan berpakaian rapi pada
waktu ke masjid. Dalam bidang muamalat, seperti pada jual – beli i Syuf’ah
H. Metode Penelitian
buku yang membahas tentang peperangan antar umat Islam dan sejarah
peradaban Islam. data tersebut dikumpulkan dengan katagori dasar yang sesuai
2. Sumber data
Syari’ah, seperti Abdul Majid al-Najjar, al- Muwafaqat karya al-Syathibi, Madkhal
Ibnu taymiyyah. Kitab fiqh seperti, Al-Fiqhu al- Islam Wa- Adillatuhu ( Karya
skunder adalah seluruh kitab yang ada kaitannya dengan bahasan yang penulis
teliti
3. Analisa Data
I. Sistematika Pembahasan
Tulisan ini terdiri atas lima bab, dan tiap-tiap bab memiliki sub-sub pembahasan.
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah, Identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka,
Bab II Perang saudara sesama muslim dalam Islam, yang memuat tentang: pengertian
saudara, etika perang dalam al-Qur’an dan hadits, perang saudara dalam al-Qur’an
Bab III : Tinjauan umum terhadap maqashid al-syari’ah, dalam bab ini akan dibahas
Bab IV. Perang saudara dalam tinjauan maqashid al-syari’ah, yang terdiri dari : esensi
BAB II
Dalam perspektif politik, perang adalah politik dalam bentuk lain. Perang memang
kelanjutan dari strategi politik sebagaimana dikenalkan oleh Clausewitz ahli strategi militer
tidak berhasil.1
وﺟﻮب اﳉﻬﺎدوﺟﻮب اﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﻻاﳌﻘﺎﺻﺪ اذاﳌﻘﺼﻮد ﺑﺎﻟﻘﺘﺎل اﳕﺎ ﻫﻮاﳍﺪاﻳﺔ وﻣﺎ ﺳﻮاﻫﺎ ﻣﻦ
اﻟﺸﻬﺎدة واﻣﺎ ﻗﺘﻞ ﻟﻜﻔﺎر ﻓﻠﻴﺲ ﲟﻘﺼﻮد ﺣﱴ ﻟﻮاﻣﻜﻦ ﳍﺪاﻳﺔ ﺑﺎﻗﺎﻣﺔاﻟﺪﻟﻴﻞ ﺑﻐﲑ ﺟﻬﺎد ﻛﺎن
اوﱃ ﻣﻦ اﳉﻬﺎد
“Di wajibkannya jihâd itu karena ada sebab, jihâd bukanlah suatu tujuan akhir,
karena yang menjadi tujuan akhir adalah memberikan hidayah bagi orang kafir. Maka
membunuh orang kafir itu bukanlah tujuan, karena apabila mereka sudah mendapatkan
Dalam kajian Perang saudara sesama muslim ini paling tidak ada tiga kalimat
Pertama, kata perang, kata ini di dalam al-qur’an menggunakan beberapa istilah :
1 Carol Von Clausewitz, On War, diedit oleh Houvard dan Peter Paret (Ner Jersey : Princeton
University Press, 1967), hal. 87. Tokoh yang mengagumi ide-ide Clausewitz dan menuliskan ide idenya
dalam sebuah buku. Michael Howard, Clausewitz Guru Strategi Perang Modern, Jakarta: Grafiti, 1991, hal
34. Sebagai perbandingan dalam konteks Indonesia baca TNI Abad XXI Redefinisi Reposisi dan
Reaktualisasi Peran TNI Dalam Kehidupan Bangsa, Jakarta : Jasa Buma, 1999.. 73
2 Imam Al-Malibari, Fathu al-Mu’în, Surabaya: Dâr Indonesia, tt, hal. 74
28
a. Dengan menggunakan kata ﺟﮭﺎد. kata ini berasal dari kata ﺟﮭدyang bermakna
berarti, mampu, kuat, kuasa3, dari dua kalimat ini dapat digabungkann menjadi ﺟﮭد
perang “, kalimat ini menunjukkan makna perang jika sudah di kaitkan dengan anak
kalimat ﻓﻲ ﺳﺑﯾل ﷲsehingga kalimat ini menjadi ﺟﮭﺎد ﻓﻲ ﺳﺑﯾل ﷲdengan kalimat ini
dari 35 kali, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu : memerangi musuh,
Kata jihad kemudian banyak digunakan dalam arti peperangan untuk menolong
agama dan membela kehormatan umat. Namun pada dasarnya bahwa jihad memiliki
Untuk mudahnya jihad dapat dibagi menjadi dua yaitu jihad ‘am ( ) ﺟﮭﺎداﻟﻌﺎم
dalam arti luas memarangi hawa nafsu dan jihad khas ( ) ﺟﮭﺎداﻟﺧﺎصyaitu perang, di
dalam hadits nabi disebutkan, jihad memerangi hawa nafsu disebut jihad akbar (
Perang dalam pengertian para ahli fiqih ada dua macam: Perang dalam arti
jihâd, dan Perang dalam arti peperangan antar negara. Perang dalam arti yang
3 Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, ( Dar al- Ma’arif, tt), jilid. Ke-1, hlm. 708
4 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia terlengkap, ( Yogyakarta : PT. Pustaka
Progresif, 1984), hlm. 217
5 Memerangi musuh Allah artinya sebagai umat muslim di wajibkan membela Agama Allah apabila
pertama di artikan perang agama, dalam arti perang antara kaum muslimin dengan
sesuatu. Dalam konteks bahasa, kata jihâd itu shighat musyârakah, yakni yang
mempunyai arti bersama-sama. Para ulama membagi jihâd ke dalam 3 arti; jihâd
memerangi hawa nafsu. Ini didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’ân yang secara eksplisit
Pada pengertian pertama berarti jihâd internal, yakni jihâd dalam memerangi
hawa nafsu, yang dalam bahasa Nabi disebut sebagai jihâd al-akbar. Jihâd
hamba kepada Khaliq-nya, hanya diri sendirilah yang bertindak sebagai subyek
menang atau kalah. Adapun arti kedua, jihâd sebagai sosial action (aksi sosial) antar
sesama makhluk. Sementara pengertian ketiga, jihâd di artikan sebagai perang yang
sesungguhnya, bellum justum dan bellum pium yakni perang demi keadilan dan
kesalehan.
Sedang perang pada arti kedua adalah perang dalam konteks politik yakni
memerangi musuh negara Islam Madinah. Siapa saja Islam maupun non-Islam yang
8 QS. 29:6, 9:38-43, 49:14). Artinya : Dan barang siapa yang berjihâd maka sesungguhnya jihâd
nya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu ) dari semesta alam ini. (QS. 29:6) Artinya : Hai orang-orang yang beriman apakah sebabnya
apabila dikatakan kepada kamu: Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan
ingin tinggal di tempatmu?. (QS. 9:38-43). Artinya: Orang-orang Arab Badui berkata;“Kami telah beriman”.
Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman,tepai katakanlah “kami telah tunduk”, karena iman itu
belum masuk kedalam hatimu. (QS, 49:14)
30
b. Dengan menggunakan kata ( ﻗﺗﺎلperang). dari segi makna tidak sama dengan jihad,
sebab kata ﻗﺗلtidak sama dengan kata ﺟﮭد. kata al-Qital diambil dari kata al-Qatlu
sedangkan kata jihad diambil dari kata al-juhdu. Kata al-qital di dalam al-qur’an
kecuali dilakukan di jalan Allah. Peperangan ini adalah peperangan yang dilakukan
“Dan orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal
Dari beberapa hadits dan ayat diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kalimat
qatala ( ﻗﺗلmemiliki makna yang berbeda apabila dalam konteks yang berbeda,
artinya qatala ( ) ﻗﺗلdiartikan sesuai dengan syaqul kalamnya ( ) ﺳﯾﺎق اﻟﻛﻼم, maka di
dalam al-Qur’an dan hadits apabila kalimat qatala ( ) ﻗﺗلberdiri sendiri maka berarti
keadaan perang) dalam bahasa Inggris disama artikan dengan “ War ” atau perang13.
Begitu juga dalam lisan al-“Arab istilah perang disamakan dengan dengan ﺣربyang
sifat dasar peperangan adalah pembunuhan ( ) واﺻﻠﮭﺎ اﻟﺻﻔﺔ ﻛﺎﻧﮭﺎ ﻣﻘﺎﺗﻠﺔ ﺣرب14. Di
dalam al-Qur’an ada 6 ayat yang menyatakan perang dengan menggunakan kata
Perang model ini berarti suatu kelompok menggunakan senjata atau kekuatan
materi untuk melawan kelompok lain. Baik satu kabilah melawan kabilah lain,
beberapa kabilah melawan beberapa kabilah, satu negara melawan negara lain, dan
Jihad berbeda dengan perang, jihad adalah makna yang berkaitan dengan
agama. Jihad berbeda seiring dengan perbedaan rujukan, motif, akhlaq dan batasan.
Sedangkan perang adalah makna yang berkaitan dengan dunia. Perang ada pada
zaman jahiliyyah, Islam berbagai umat dan sepanjang masa. Biasanya tujuan perang
adalah adalah melakukan hegemoni, menindas, atau merampas kekayaan orang lain.
Sedangkan jihad harus di niatkan untuk meninggikan kalimat Allah. Maksud niat
orang lain. Kecuali jika peperangan diberi sifat Islam, ia akan bermakna jihad.
sebuah kelaziman yang harus dilakukan dalam perang zaman modern – meskipun ia
tidak bisa lepas dari perang. Karena peperangan ini berarti dua kelompok yang saling
berhadapan. Sedangkan perang pada zaman sekarang terkadang hanya ada satu
kelompok yang melemparkan bom dan nuklir yang bisa lintas dunia. Sedangkan
kelompok lain hanya hanya menunggu hantaman yang akan membunuhnya dan tidak
Kata perang disebutkan oleh al-Qur’an sebanyak enam kali, di dalam surat al-
اﳕﺎ ﺟﺰاءاﻟﺬﻳﻦ ﳛﺎرﺑﻮن اﷲ ورﺳﻮﻟﻪ وﻳﺴﻌﻮن ﰱ اﻻرض ﻓﺴﺎدا اوﻳﻘﺘﻠﻮا او ﻳﺼﻠﺒﻮا او
(33 : ﺗﻘﻄﻊ اﻳﺪﻳﻬﻢ وارﺟﻠﻬﻢ ﻣﻦ ﺧﻼف او ﻳﻨﻔﻮ ﻣﻦ اﻻرض )اﳌﺎﺋﺪة
atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka secara menyilang atau dbuang
Bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul juga bagi orang-orang
yang membuat kerusakan di tengah masyarakat maka balasan bagi mereka itu
hayalah di bunuh (diperangi) atau di potong secara menyilang antara kaki dan
dipimpin oleh nabi, apabila peperangan yang dipimpin oleh panglima yang ditunjuk
oleh nabi dinamakan dengan sariyah ( ) ﺳرﯾﺔ, kalimat ini tidak kurang dari 48 kali .
kali20
Kedua, kalimat saudara, dalam bahasa Arab kata ini di istilahkan dengan kata
karena nasab. Atau dapat juga diartikan dengan ( ) ﻣﻌروفdiketahui atau di kenal .
sehingga makna ini berkembang menjadi kawan dan sahabat وﻗد ﯾﻛون اﻟﺻدﯾق
diantara kedua saudaramu agar kalian mendapat rahmat ( Q.S. al-Hujurat : 10).24
Ketiga, kalimat Muslim, kalimat ini berasal dari kata اﺳﻠمyang berarti damai,
selamat, Kemudian kata ﻣﺳﻠمadalah berarti pelakunya (orang muslim atau orang
Islam) dari ketiga istilah perang saudara sesama muslim diatas, yang penulis maksud
dalam penelitian ini adalah peperangan yang dilakukan oleh individu atau kelompok,
kelompok, golongan atau atau individu muslim lainnya dengan permusuhan. Maka
dalam penelitian yang penulis maksud adalah kata yang menggunakan qital. maksud
permusuhan disini hanyalah apabila secara zahir tanda-tandanya telah tampak, maka
itulah yang disebut dengan peperangan, atau dalam istilah lain adanya bukti yang
ini menurut para ahli disebabkan bahwa secara nyata tidak a da peperangan yang
Dalam sejarah Islam, ada beberapa variasi perang sesama muslim yang pernah
terjadi diantaranya :
1. Perang antar sahabat, yaitu peperangan yang dilakukan oleh para sahabat nabi.
Ada beberapapa jumlah perang yang telah terjadi pada zaman sahabat pertama
perang jamal yaitu peperangan yang dilakukan oleh Aisyah, Thalhah dan Zubeir
berhadapan dengan pasukan yang dipimpin Ali bin Abi Thalib26. Kedua perang
Muawiyah bin abu Sofyan berhadapan dengan tentara yang dibawa oleh Ali bin
Abi Thalib27
2 Perang saudara sesama negara Islam, perang ini terjadi antara negara yang
memiliki dasar negara Islam, hukum yang diterapkan hukum Islam, penduduknya
mayoritas Islam. negara ini berdiri sendiri tanpa ada ikatan struktural, instruktif
maupun koordinatif dengan lawan perangnya. negara ini sama – sama memiliki
seperti ini seperti, perang teluk antara negara Iraq dan Iran dan perang Iraq
melawan Kuwait28
25 Muhammad Sa’id Ramdhan al-Buthi, al-Jihad fil-Islam, Kaifa Nafhamuhu wa-Kaifa Numarisuhu, (
Beirut : Dar al-Fikr, 1993), cet. Ke-1, hlm. 107
26 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir Al- Thabari, Tarikh al-Thabari…. hlm. 532-534
27 Ibid ., 563-565
3. Perang antara negara Islam dengan kelompok separatis muslim dalam satu
konstitusional sah melawan penduduk atau masyarakat yang sah pula dalam
negara tersebut, di dalam beberapa kitab fiqh perang seperti ini disebut dengan
politik antara pemerintah dan rakyat yang dipimpinnya. Peperangan model ini
5. Peperangan antar negara muslim, peperangan ini terjadi antara dua negara yang
6. Peperangan antara penduduk muslim, perang ini terjadi antara penduduk yang
29 Lihat, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al- Ghazali yang kemudian dikenal
dengan al-Gazali, al- Wajiz fi-fiqhi al—imam al-Syafi’I, ( Libanon : Beirut : Syirkah dar-al-Arqam bin Abi al-
Arqam, 1997), cet. Ke-2, jilid ke-2, hlm 163
30 Yang dimaksud Indonesia sebagai negara muslim adalah Indonesia sebagai suatu negara yang
berpenduduk terbanyak beragama Islam. Hasil sensus tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia adalah
179.321.641 jiwa.diperkirakan sedikitnya 85% beraama Islam. Lihat Muhammad Tahir Azhary, Negara
Hukum, suatu studi tentang prinsip-prisipnya, dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada negara
Madinah dan Masa Kini ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2003), cet. Ke- 3, hlm. 194
31Malaysia dan Konstitusinya tahun 1957 diubah pada tahun 1964 dengan tegas menyatakan
bahwa Islam menjadi agama resmi negara federasi. Konsekwensi logis dari ketentuan ini, adanya hubungan
antara federasi Malaysia sebagai negara agama Islam. Sehingga Malaysia tiak bisa disebut sebagai negara
sekuler. atau konsekwensi lebih jauh ajaran Islam an hukum Islam dianut dan harus dilaksanakan di federasi
Malaysia. Ibid., hlm. 215
37
seperti ini bisa saja terjadi antar kelompok masyarakat yang beragama Islam di
satu negara, atau perang antar suku yang warganya beragama Islam seperti
perang Paderi, bisa juga terjadi peperangan antar organisasi Islam di satu negara,
dengan kabilah lain, atau satu wilayah dengan wilayah lain. Setiap kelompok
Perang adalah sesuatu yang tidak disukai manusia. Begitu juga al-Qur’an, ketika
dimensi, diantaranya : gesekan bidang politik, sosio - ekonomi, etnis, dan pemahaman
keagamaan. Dapat di ambil beberapa contoh faktor terjadinya perang saudara sesama
muslim :
1. Dimensi politik dan kekuasaan , peperangan seperti ini dipengaruhi oleh keinginan
suatu negara untuk menguasai negara lain dengan cara memperluas (ekspansi)
ini bertujuan demi kekuasaan dengan memusuhi negara lain yang lebih lemah dan
kelompok jihad Afganistan setelah kemenangan mereka atas Uni Soviet. Orang-
orang yang semula bersaudara dalam berjihad dan berteman dalam memanggul
senjata, kini menjadi musuh yang berperang satu sama lain, saling
pernah muncul sejak awal kelahiran Islam ketika kaum muhajirin dan anshor
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, pembantaian di Karbala, terjadinya perang antara
2. Dimensi sosio - ekonomi, peperangan ini terjadi karena adanya gejolak sosial,
gejolak seperti ini karena adanya kesenjangan ekonomi yang akhirnya melebar
dengan propinsi lain. Padahal masyarakat Aceh ikut berperan besar dalam
34
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Jihad… hlm. 799
35 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo: 2004), cet. Ke-16, hlm. 34
36 Diantara sebab terjadinya perang saudara antara negara Iraq dan Iran adalah perama, kedua
negara ini sama-saa ingin menjadi pemimpim bangsa-bangsa Arab kedua, adanya persaingan dalam
memperebutkan sahaft al-Arab ( jalur strategis yang memisahkan antara Iraq dan Iran menuju teluk persia.
Ketiga, timbulnya kekhawatiran negara – negara Barat yang memilki kepentingan terhadap negara-negara
Timur Tengah terhadap revolusi Islam di Iran jika merembet ke negara Timur tengah lainnya, hingga Barat
mendekati Iraq. Hal ini yang memicu kebencian Iran terhadap Iraq. Keempat, adanya ketidak senangan
negara Iraq terhadap kebangkitan kaum Syi’ah yang berjumlah 40% tinggal di Iraq, karena hal ini akan
mengganggu stabilitas politik Iraq http://www.globalsecurity.org/military/world/war/iran-iraq.htm
39
dalam bidang ekonomi ini kemudian melebar menjadi gejolak sosial berupa
kebencian GAM terhadap pendatang dari suku lain yang hidupnya lebih sejatera
di Aceh37
3. Dimensi fanatisme, bentuk perang ini seperti perang satu kabilah dengan kabilah
lain , satu suku dengan suku lain atau satu wilayah dengan wilayah lain. Setiap
Seperti inilah peperangan bangsa Arab pada masa jahiliyyah, antara suku
membela kabilahnya tanpa peduli apakah demi kebenaran atau kebatilan. Dalam
hal itu, mereka menyambut semua seruan ketua kabilah dalam keadaan salah
maupun benar. Slogan yang mereka gunakan adalah “ bela saudaramu, baik yang
4. Dimensi sektarian dalam beragama, bentuk lain perang antara kaum muslimin
adalah atas dasar sektarian ( mazhab) – sebagaimana yang terjadi di Iraq terjadi
37 Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipya Dilihat dari Sei
Hukum, Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah Dan Masa Kini, ( Jakarta : Kencana
Prenada Group, 2003), cet. Ke-3, hlm. 194
38 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Jihad…hlm. 798
39
Ibid., hlm. 798
40 Ibid., hlm. 804
40
menyuburkannya
Peperangan bentuk ini juga sering terjadi karena adanya perbedaan dalam
memahami teks ayat al-Qur’an dan hadits. Atau berbeda cara pandang antara
kejadian seperti ini baik pada masa lampau hingga kini. Sejak terjadinya proses
tahkim (arbitrase) antara kelompok Ali dan Muawiyah telah melahirkan kelompok –
kelompok aliran teologi Islam41. Sejak itu sering terjadi konflik antar aliran teologi
pengikut mazhab) yang merasa mazhab yang dianut itulah yang paling benar dan
mengangnggap mazhab lain salah42. Hal ini menimbulkan konflik antar pengikut
mazhab. Begitu juga sering terjadi konflik antara pengusung Islam moderat yang
Perang memiliki dampak yang sangat besar, terutama dari segi kemudharatannya
41 Terjadinya proses tahkim, merupakan tonggak awal perpecahan umat Islam. Ketika kelompok Ali
mengalami kekalahan dalam perundingan dengan kelompok Muawiyah. setelah itu kelompok Ali terpecah
menjadi dua kelompok yaitu Sy’iah ( yang tetap setia kepada Ali) dan Khawarij (kelompok yang keluar dari
barisan Ali). Setiap kelompok ini memiliki cara pandang keagamaan yang berbeda. Mula-mula konflik ini
hanya bersifat politis namun melebar menjadi konflik teologis, diantara pemhaman teologi tersebut adalah
lairnya kelompok Khawarij yang memakai slogan : ) ( وﻣﻦ ﱂ ﳛﻜﻢ ﲟﺎ اﻧﺰل اﷲ ﻓﺎؤﻟﺌﻚ ﻫﻢ اﻟﻜﺎ ﻓﺮونbarangsiapa yang
tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafi)r
Muhammad Iqbal, Fiqh siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, ( Jakarta : Gaya Media Pratama,
2001) cet. ke-1, hlm. 79. Lihat juga Harun Nasution, Teolgi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan
(Jakarta : UI Pres, 2008), cet. Ke-5, hlm. 7-8
42
Syekh Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Hukum Islam (
Jakarta : Akademika Presindo : 1996), cet. I, hlm. 182. Lihat juga Khudhari bik, Tarikh al-Tasyri’ al- Islami, (
Surabaya : al-Hidayah, tt), hlm. 326-329
41
sejarah menccatat bahwa hampir tidak ada sebuah peperangan yang tidak mengakibatkan
Dalam konteks ini penulis hanya memaparkan akibat perang saudara sesama muslim
1. Terbunuhnya jiwa, dalam peperangan hal pertama yang paling terancam adalah
jiwa. Karena dalam perang merebut kemenangan, ambisi, tujuan perang biasanya
harus diiringi dengan pembunuhan. Jarang ditemui dalam peperangan yang tidak
terbunuhnya jiwa bukan hanya sekedar hilangnya nyawa, namun dalam makna
berharga, jiwa, harta, keluarga, dan nyawa bisa musnah sekaligus. Abdul Majid
Najjar membagi cara memelihara akal menjadi dua, yaitu secara materi dan
maknawi. Secara materi manusia dilarang merusak otak dan urat saraf yang
menjadi alat tersimpannya akal. Sedangkan secara maknawi cara menjaga akal
43 Para ushuliyyun membagi Maqashid al-syari’ah menjadi tiga tingkatan, pertama, maqashid al-
syari’ah al-dharuriyyah, kedua, maqashid al-syari’ah al-hajiyah, ketiga, maqashid al-syari’ah al-tahsiniyyah.
Lihat Muhammad Taqiyuddin al-Syatibi, Al-Muwafaqat…hlm.
44 Jamaluddin ‘Athiyah, Nahwa Taf’il Maqashid al-Syari’ah ( Suriah: Dar al-Fikri, tt), hlm. 142
pemikiran.
3. Hilangnya keturunan, Keturunan atau anak secara idividu merupakan hak dan
kebanggaan orang tua, namun secara umum keturunan merupakan aset umat46,
penerus perjuangan baik untuk kepentingan bangsa maupun Islam, oleh sebab
itu nasab dalam agama dijaga keberadaannya secara ketat, baik cara
mendapatkan anak dengan cara berzina, karena akan mmpengaruhi mental anak
masih kecil.
eksistensi anak (keturunan), mengingat anak adalah orang yang paling lemah
fisiknya dan paling rawan terkena imbasnya ketika dalam keadaan perang.
Ditambah lagi perang dapat menimbulkan kebencian dan balas dendam, maka
tidak jarang dalam perang, untuk menghilangkan adanya balas dendam anak atau
4. Hancurnya harta benda. tidak terlalu salah jika ada salah satu statemen yang
hanya berakibat buruk terhadap tata kehidupan masyarakat baik secara personal
46 Ibid., hlm.
43
Islam runtuh.47
5. Merusak agama, agama dapat dijalankan secara sempurna apabila suatu negara
sebuah kewajiban karena bentuk negara Islam akan menjadi wasilah dalam
sehingga musuh Islam bisa sangat mudah mengahncurkan umat Islam. Begitulah
yang terjadi pada kehancuran khalifah Bani Umayyah, karena berdirinya khalifah
keluarga bani Hasyim49. Maka tumbuh kebencian bani Hasyim kepada bani
Umayyah, bani Hasyim tidak pernah memaafkan kesalahan mereka karena telah
47 Kekhalifahan Islam mencapai tingkat kemajuan pada saat peradaban Eropa mengalami
kegelapan (dark age). Bani Abbasyiah mempunyai peran yang sangat besar pada saat itu, pada zaman ilmu
pengetahuan berkembang pesat dan melahirkan para tokoh menurut bidang yang ditekuni. Namun semua
hancur ketika perang saudara muncul antara pasukan mongol yang dipimpin Jenis Khan melawan
kekhalifahan Abbasyah . bangsa Mongol menghancurkan setiap peradaban Islam yang dilaluinya. Lihat Badri
Yatim, Sejarah Peradaban… hlm. 111
48 Abdul Majid al-Najjar, Maqashid al-Syari’ah bi ‘Ib’adi Jadidah, (Beirut : Dar al- Gharb al-Islami,
membunuh Ali dan Husain50. Ternyata kekuatan ini mendapat dukungan dari bani
Didalam Islam perang menjadi sebuah kewajiban ketika umat Islam terdesak dan
tidak ada jalan lain untuk berdamai kecuali melakukan peperangan tersebut, namun
demikian Islam telah mengatur aturan baku dalam peperangan, bahwa tidak semua boleh
diperangi ketika dalam peperangan, diantara orang-orang yang dilarang untuk diperangi
adalah :
membunuh anak-anak musyrik? Nabi menjawab, bukankah kamu juga dahulu anak-
anak orang-orang musyrik51 Begitu juga dalam sebuah hadits Rasulullah melarang
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻳﻌﻘﻮب ﺑﻦ اﺑﺮاﻫﻴﻢ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳛﻲ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪاﷲ ﻗﺎل اﺧﱪﱐ ﻧﺎﻓﻊ ﺑﻦ اﺑﻦ
ﻋﻤﺮ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ان اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻮم اﺣﺪ وﻫﻮ اﺑﻦ ﻋﺸﺮة ﺳﻨﺔ ﻓﻠﻢ
52
ﳚﺰﻩ وﻋﺮﺿﻪ ﻳﻮم ا ﳋﻨﺪق وﻫﻮ اﺑﻦ ﲬﺲ ﻋﺸﺮة ﺳﻨﺔ ﻓﺎﺟﻠﺰﻩ
“Dari Ibn Umar ra. Sesungguhnya Nabi melarangku untuk ikut berperang,
sementara umurku 14 tahun, dan pada perang khandak di mana aku berumur 15 tahun,
2. Di larang membunuh perempuan yang tidak ikut berperang, hamba sahaya tidak boleh
ikut perang. Sebaliknya Islam juga melarang menjadikan mereka asebagai perisai
perang.
ﺑﻨﺖ ﻃﻠﺤﺔ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ام اﳌﺆﻣﻨﲔ ﻋﻨﺎﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺳﺎءﻟﻪ ﻧﺴﺎءﻩ ﻋﻦ
53
اﳉﻬﺎد ﻓﻘﺎل ﻧﻌﻢ اﳉﻬﺎد اﳊﺞ
“Bercerita kepadaku Sufyân, dari Muawiyah demikian, dari Habîb bin Abî
‘Amîrah dari ‘Aisyah binti Thalhah dari Aisyah Ummil Mukminîn. Ketika istri Nabi
bertanya kepada Nabi tentang jihad, Nabi bersabda Sebaik-baik jihad adalah Haji”.
karena sesungguhnya perang itu urusan para laki-laki. Menurut Hadits yang
diriwayatkan Aisyah, beliau memohon izin kepada Nabi untuk ikut berperang namun
Nabi bersabda bahwa ibadah haji itu lebih baik dari pada perang di jalan Allah
3. Tidak memotong dan merusak pohon-pohon, sawah dan ladang, hal ini semakna
واذا ﺗﻮﱃ ﺳﻌﻰ ﰱ اﻻرض ﻟﻴﻔﺴﺪ ﻓﻴﻬﺎ وﻳﻬﻠﻚ اﳊﺮث واﻟﻨﺴﻞ واﷲ ﻻ ﳛﺐ اﻟﻔﺴﺎد
(205 : )اﻟﺒﻘﺮة
“Dan apabila berpaling dia berusaha di muka bumi untuk membuat kerusakan,
53
Imâm Hafîdz Abû Fadl Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Hajar al-Asqalâni,
Fath al-Bâri bi Shahîh al-Bukhâri, hadits no. 2663.
46
Ayat diatas melarang membunuh binatang ternak, sapi domba, merusak tanaman
kecuali untuk dimakan, tujuan ayat ini adalah supaya manusia tetap memelihara
lingungan
dicincang
5. Tidak menghancurkan gereja, biara dan rumah-rumah ibadah, hal ini juga tersirat
وﻟﻮ ﻻ دﻓﻊ اﷲ اﻟﻨﺎس ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﺒﻌﺾ ﳍﺪﻣﺖ ﺻﻮاﻣﻊ وﺑﻴﻊ وﺻﻠﻮات وﻣﺴﺎﺟﺪ
(40 ) ) اﳊﺞ
“Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia terhadap
yang lain, pasti teah dirobohkan, biara-biara, gereja-gereja, dan mesjid-mesjid ( Q.S.
Al-Hajj : 40)’55
6. Dilarang membunuh para pendeta dan pekerja yang tidak ikut berperang, karena
pekerja itu adalah orang yang lemah yang ada dibawah tindasan dan pemerasan
penguasa yang diutus, juga dilarang membunuh tentara yang luka atau tidak melawan
7. Bersikap sabar, berani dan ikhlas dalam melakukan peperangan membersihkan niat
8. Tidak melampui batas, dalam arti batasan-batasan aturan hukuman moral dalam
peperangan, karena Allah di dalam al-Qur’an berulang kali menyatakan “ Allah tidak
Al-qur’an juga menyatakan bahwa boleh jadi dibalik sesuatu yang tidak disukai itu
terdapat kebaikan yang tidak diketahui manusia. Sebaliknya, boleh jadi pula, sesuatu yang
disenangi manusia ternyata membawa petaka bagi hidup mereka. Di dalam al-Qur’an
dijelaskan :
ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻴﻜﻢ اﻟﻘﺘﺎل وﻫﻮ ﻛﺮﻩ ﻟﻜﻢ وﻋﺴﻰ ان ﺗﻜﺮﻫﻮا ﺷﻴﺌﺎ وﻫﻮ ﺧﲑﻟﻜﻢ وﻋﺴﻰ ان ﲢﺒﻮا
(216 : ﺷﻴﺌﺎ وﻫﻮ ﺷﺮﻟﻜﻢ واﷲ ﻳﻌﻠﻢ واﻧﺘﻢ ﻻﺗﻌﻠﻤﻮن ) اﺑﻘﺮة
sesuatu yang kamu benci, padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi pula sesuatu yang kamu
cintai, padahal ia buruk bagimu. Dan Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak. (al-
Baqarah : 216)”58
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa sesungguhnya perang itu dibenci oleh
Allah dan manusia, karena akibat perang adalah pembinasaan nyawa umat manusia. Tak
dunia ini, oleh sebab itu peperangan hanya boleh dilaksanakan ketika terpaksa59.
dan mempertahankan sesuai dengan yang dikehendaki dan sesuai dengan norma-norma
ajaran Islam yang tetap mengedepankan ukhuwah meskipun dalam kondisi perang.
وان ﻃﺎﺋﻔﺘﺎن ﻣﻦ اﳌﺆﻣﻨﲔ اﻗﺘﺘﻠﻮا ﻓﺎﺻﻠﺤﻮا ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎن ﺑﻐﺖ اﺣﺪاﳘﺎ ﻋﻠﻰ اﻻﺧﺮى
ﻓﻘﺎﺗﻠﻮ اﻟﱵ ﺗﺒﻐﻰ ﺣﱴ اﱃ اﻣﺮاﷲ ﻓﺎءن ﻓﺎءت ﻓﺎءﺻﻠﺤﻮا ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑﺎﻟﻌﺪل واﻗﺴﻄﻮا ان اﷲ
(9 : ﻻ ﳛﺐ اﳌﻘﺴﻄﲔ ) اﳊﺠﺮات
“Jika dua kelompok yang saling berperang, maka damaikanlah antara keduanya,
jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka tindaklah
kelompok yang berbuat aniaya sehingga kembli kepada perintah Allah, jika ia telah
kembali maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah,
Ayat ini memerintahkan supaya berlaku baik antara sesama orang muslim61
menurut al-Thabari kalimat وان ﻃﺎﺋﻔﺘﺎنmenunjukkan arti orang yang beriman yang saling
memperbaikinya supaya kembali kepada hukum Allah, dengan penuh kerelaan. Dan
dalam ayat ini juga orang yang memperbaiki harus dengan keadilan62 Ayat diatas
menggunakan kata () ان. ini untuk menunjukkan, bahwa pertikaian antara kelompok orang
yang beriman sebenarnya diragukan atau jarang terjadi. Bukankah mereka orang-orang
yang memiliki iman yang sama sehingga tujuan mereka pun seharusnya sama?
Kata اﻗﺗﺗﻠواterambil dari kata qatala. Dapat berarti membunuh, berkelahi atau
mengutuk. Karena itu kalimat اﻗﺗﺗﻠواini tidak harus diartikan berperang atau saling
membunuh. ia bisa juga diartikan dengan berkelahi atau bertengkar dan saling memaki.
Dengan demikian perintah ﻓﻘﺎﺗﻠواpada ayat diatas tidak tepat jika langsung diartikan
dengan perangilah. Karena memerangi boleh jadi merupakan perbuatan yang terlalu besar
dan jauh. Terjemahan yang lebih netral dalam konteks ini adalah tindaklah. Di sisi lain,
penggunaan bentuk kata kerja masa lampau di sini, tidak juga harus dipahami arti telah
melakukan hal itu, tetapi dalam arti hampir melakukannya. Dengan demikian ayat diatas
menuntun kaum beriman agar segera turun tangan dan wajib melakukan perdamaian
اﻗﺗﺗﻠواberbentuk dual juga. Tetapi tidak demikian kenyatannya. Hal tersebut menurut
sementara pakar, disebabkan karena jika terjadi perkelahian atau peperangan antara dua
tentunya ketika itu berjumlah lebih dari dua orang. Namun sebelum terjadinya perkelahian
atau peperangan begitu juga setelah berhentinya, maka seluruh anggota yang terlibat
kembali ke kelompoknya. Dengan demikian mereka hanya terdiri dari dua kelomok saja 64.
Kata اﺻﻠﺣوا terambil dari kata اﺻﻠﺢyang asalnya adalah ﺻﻠﺢ, yang berati
demikian kata ﺻﻠﺢdapat diartikan tiadanya atau terhentinya kerusakan atau diraihnya
63 Lihat Said Thantowi, juz I hlm. 3936. Lihat juga Qurays Syihab, Tafsir al- Misbah…hlm.
64M. Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, ( Tangerang : PT.
Lentera Hati, 2007), cet. Ke-8, hlm. 244
65 Ibnu Mandhur, Lisan al- Arab, ( Dar al-Ma’arif ), hlm. 230
50
kualitas sesuatu sehingga menfaatnynya lebih banyak lagi. Maka dapat diambil
kesimpulan, jika hubungan antar dua pihak retak atau terganggu, maka menjadi kerusakan
dan hilang atau paling tidak akan berkurang kemanfaatan yang dapat diperoleh dari
mereka. ini menuntut adanya islah yakni perbaikan agar keharmonisannya pulih, dengan
kebaikan (Islah) diantara orang yang bertikai ada beberapa prinsip yang harus dibangun
persatuan ( al-wahdah). Makanya setiap ada potensi konflik wajib diupayakan utuk
dengan sebutan ishlah. Apabila dalam islah tersebut menemui jalan buntu, maka dapat
Ayat tersebut dilanjutkan dengan ﻓﺎن ﺑﻐﺖ اﺣﺪاﳘﺎ ﻋﻠﻰ اﻻﺧﺮى ﻓﻘﺎﺗﻠﻮاﻟﱴ ﺗﺒﻐﻰ ﺣﱴ ﺗﻔﻴﺊ اﱃ اﻣﺮاﷲ
antara kelompok yang bertikai dipertemukan kemudian ditetapkan secara adil 69. Dalam
antara kedua saudara kamu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat (10)70
digunakan unuk menggambarkan sesuatu yang telah diterima sebagai suatu hal yang
demikian itu adanya dan telah diketahui oleh semua pihak secara baik. Penggunaan kata (
bahwa semua telah megetahui secara pasti bahwa kaum beriman bersaudara, sehingga
semestinya tidak terjadi dari pihak manapun hal-hal yang mengganggu persaudaraan itu71.
Kata اﺧﻮةadalah bentuk jamak dari kata ( ) اخyang dalam kamus-kamus bahasa
Arab sering diterjemahkan dengan saudara atau sahabat. Kata ini pada mulanya berarti
persamaan dalam sifat atau bentuk apapun. Persamaan kelakuan pemboros dengan
persaudaraan. ada juga persaudaraan kemakhlukan, seperti ketika nabi Muhammad saw
menamakan jin adalah saudara – saudara manusia. Beliau melarang menjadikan tulang
sebagai alat istinja’ karena itu adalah makanan saudara –saudara dari jenis jin. Beliau
melarang menjadikan tulang sebagai alat istinja’ karena itu adalah makanan saudara-
Kata اخyang berbentuk tunggal ini, bisa juga dijamak اﺧوان. bentuk jamak ini
biasanya menunjuk pada persaudaraan yang bukan sekandung. Berbeda dengan kata
اﺧﻮة yang terulang sebanyak tujuh kali dalam al-Qur’an, kesemuanya digunakan
untuk menunjuk persaudaraan seketurunan, kecuali surat al-Hujurat diatas. Hal ini
mungkin untuk mengisyaratkan bahwa persaudaraan yang terjadi sesama muslim, adalah
pesaudaraan yang dasarnya ganda, sekali atas dasar keimanan dan sekali persaudaraan
berdasarkan seketurunan. Walaupun yang kedua ini bukan pengertian yang hakiki. Oleh
Kata اﺧﻮةadalah bentuk dual dari kata ( ) اخpengunaan bentuk dual disini untuk
mengisyaratkan bahwa jangankan banyak orang, dua pun, jika mereka berselisih harus
diupayakan ishlah antar mereka, sehigga persaudaraan dan hubungan harmonis mereka
terjalin kembali73 . karena pada tataran normatif terciptanya kehidupan yang damai di
Ayat diatas menggunakan kata () ان. ini untuk menunjukkan, bahwa pertikaian
antara kelompok orang yang beriman sebenarnya diragukan atau jarang terjadi. Bukankah
mereka orang-orang yang memiliki iman yang sama sehingga tujuan mereka pun
seharusnya sama75?
nilai ukhuwah, oleh sebab itu untuk merelaisasikan maksud persatuan dan kesatuan
tersebut diperlukan ijma’ siyasi (konsensus atau kesepakatan) yang menuju kepada
kemaslahatan bersama. dan apa saja yang telah disepakati harus didahulukan dari pada
perbedaan-perbedaan yang ada, sesuai dengan kaedah : اﻟﻣﺗﻔق ﻋﻠﯾﮫ ﻣﻘدم ﻋﻠﻰ اﻟﻣﺧﺗﻠف ﻓﯾﮫ
(kesepakatan yang telah disepakati harus di dahulukan dari perbedaan – perbedaan yang
ada76
: إذا اﻟﺘﻘﻰ اﳌﺴﻠﻤﺎن ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ ﻓﻘﺘﻞ اﺣﺪﳘﺎ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻓﺎﻟﻘﺎﺗﻞ و اﳌﻘﺘﻮل ﰲ اﻟﻨﺎر
ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ ﻫﺬا اﻟﻘﺎﺗﻞ ﻓﻤﺎ ﺑﺎل اﳌﻘﺘﻮل ؟ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ اﻧﻪ ﻛﺎن ﺣﺮﻳﺼﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﺘﻞ
(ﺻﺎﺣﺒﻪ ) رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“Apabila dua orang bertemu dengan pedang ditangannya, dan membunuh salah
satu temannya. maka pembunuh dan yang dibunuh masuk neraka. ya.. Rasulullah yang
dibunuh memang mungkin tetapi mengapa yang dibunuh juga sampai begitu? Nabi
menjawab, karena dia bermaksud membunuh saudaranya juga ( Muttafaq Alaih)” 77.
اذاﻟﺘﻘﻰberarti bertemu dan bertatap muka اﳌﺴﻠﻤﺎن ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎdua orang muslim dengan
membawa pedang atau alat lain dan saling berbunuh-bunuhan) sedangkan salah satu
diantara mereka terbunuh, maka pembunuh dan yang dibunuh masuk neraka) yaitu neraka
jahanam atau dalam arti lain keduanya berhak masuk neraka. Maka sahabat nabi Abu
Bakrah bertanya “ Ya Rasulullah, yang membunuh berhak masuk neraka, tapi bagaimana
mungkin yang dibunuh masuk neraka juga? Rasulullah menjawab karena dia berniat
membunuh sahabatnya juga. Dan mereka berdua orang yang zalim dan mendapat azab
dengan tingkatan yang berbeda. Pembunuh diazab karena membunuh dan berusaha
untuk membunuh ( perang) sedangkan yang dibunuh diazab karena berusaha untuk
إذا ﺗﻮﺟﻪ اﳌﺴﻠﻤﺎن ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ ﻓﺎﻟﻘﺎﺗﻞ و اﳌﻘﺘﻮل ﰲ اﻟﻨﺎر ﻗﺎل ﻓﻘﻠﺖ ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ ﻫﺬا اﻟﻘﺎﺗﻞ
79
( إﻧﻪ ﻗﺪ أراد ﻗﺘﻞ ﺻﺎﺣﺒﻪ ) أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎري: ﻓﻤﺎ ﺑﺎل اﳌﻘﺘﻮل ؟ ﻗﺎل
“Apabila dua orang bertemu dengan pedang ditangannya, maka pembunuh
dan yang dibunuh masuk neraka, maka Rasulullah menjawab ketika ditanya, ya..
Rasulullah yang dibunuh memang mungkin tetapi mengapa yang dibunuh juga sampai
begitu? Nabi menjawab, karena dia bermaksud mebunuh saudaranya juga ( Muttafaq
Alaih)” .
membunuh salah satu maka keduanya di masukkan kejurang api neraka jahanam.
78
Ibid., hlm. 216
79
Muhammad bin Futuh al-Hamidi, al-Jam’u Baina Shahihaini al-Bukhari Wal-Muslim (Beirut, Dar
al- Hazm, 2002) jilid ke-1, hlm. 221
80 Ibnu Bithal al-Bakr al-Qurthubi, Syarah Shahih al-Bukhari, ( Riyadh : Maktabah al-Rusydi :
BAB III
1. Pengertian Maqāshid
Maqāshid Syarī’ah secara etimologi terdiri dari dua kata; Maqāshid dan Syarī’ah.
Secara etimologis, Maqāshid adalah jama’ dari maqshad yaitu sesuatu yang dituju, baik
berupa tempat atau lainnya 1. Dalam memberikan definisi Maqāshid Syarī’ah para ahli
seperti kata al-hadf atau al-ghoyah, al-hikmah, al-ma’any, al-asrar, al-‘illat, dan al-
sabab.
Dalam Lisan al-Arabi dijelaskan bahwa term-term ini memiliki banyak makna.
Dalam hal ini dipilih makna yang sesuai dengan pembahasan. Misalnya, al-hadfu
sinonim dari kata al-ghordhu yang berarti tujuan2. Al-Ghoyah berarti mada kullu syai’in
yang berarti ujung dari segala sesuatu 3 yang juga berarti tujuan. Ma’any jamak dari
kata makna adalah sinonim dari kata maqshid yang berarti maksud 4. Asrar jamak dari
kata sirru yang berarti tersembunyi 5 atau rahasia. ‘Illat adalah sinonim dari kata sabab
yang berarti sebab. Sementara Sabab berarti segala hal yang karenanya sesuatu
1 Ibnu Manzur. Lisan al-Arabi, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1119 H), hlm. 3642. Lihat juga Syathibi.
Muwafaqat, Jilid 2, (Saudi Arabiah: Dar Ibn Affan, 1997), hlm. 7.
2 Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, jilid 6, hlm. 4634.
3 Ibid. jilid 5, hlm. 3080.
4 Ibid, jilid 4, hlm. 3147.
5 Ibid, jilid 3, hlm. 1989.
6 Ibid, jilid 3, hlm. 1910.
56
Dari beberapa istilah di atas terlihat bahwa Maqāshid tidak hanya berarti tujuan
syari’at atau tujuan Allah menurunkan syari’at, melainkan dapat juga diartikan makna-
makna yang terkandung dari ajaran-Nya yang perlu dipahami. Maqāshid juga dapat
diartikan sebagai hikmah atau rahasia-rahasia di balik setiap perintah dan larangan-
2. Pengertian Syarī’ah
Syarī’ah secara bahasa berarti “jalan ke sumber (mata) air” 7. Abd al-Karim
mentradisikan 8. Pengertian lain adalah “jalan yang lurus”. Pengertian ini yang
(10 : ﰒ ﺟﻌﻠﻨﻚ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻳﻌﺔ ﻣﻦ اﻻﻣﺮ ﻓﺎ ﺗﺒﻌﻬﺎ وﻻ وﻻ ﺗﺘﺒﻊ اﻫﻮاﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﻌﻠﻤﻮن ) اﳉﺎﺛﻴﺔ
ِ◌ ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang harus dilalui oleh setiap muslim”. Ibnu Manzur dalam Lisan al-Arab mengartikan
7 Nashr Farid Muhammad Washil. Al-Madkhal al-Wasith li Dirasat Syari’at al-Islamiyat wa Fiqh wa
al-Tasyri’, (Mesir: al-Maktabah al-Taufiqiyah, 1996), hlm. 15. Lihat juga Musfir bin Ali bin Muhammad al-
Qahthani (selanjutnya disebut al-Qahthani). Manhaj Istinbath Ahkam al-Nawazil al-Fiqhiah al-Mu’ashirah,
Dirasah Ta’shiliah Tathbiqiah, (Mekkah: Dar al-Andalus al-Hadhara’, 2003), hlm. 520. Muhammad Daud Ali.
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.235.. Alaidin Koto. Ilmu Fiqh dan
Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 37.
8 Abd al-Karim Zaidan. Al-Madkhal li Dirasat al-Syari’at al-Islamiyah, (Iskandaria; Dar Umar bin
Syalabi. Madkhal fi al-Fiqh al-Islami, Ta’rifuhu wa Tarikhuhu wa Mazahabuhu Nazhriyat al-Malikiyah wa al-
‘Aqad, (Beirut: Al-Dar al-Jami’iyah, 1985), hlm. 27.
10 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan…hlm.399
57
syari’ah sebagai “sesuatu yang diatur oleh Allah berupa agama dan perintah-perintah-
Nya seperti puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh amal yang baik”11.
etimologi syari’at berarti “din, millah, minhaj, thariqah dan sunnah” 12. Sedangkan
komprehensif, meliputi seluruh ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan akidah
maupun yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Dengan kata lain syari’ah meliputi
Islam dalam konteks sejarah yang terus berkembang. Dalam hal ini, pemahaman
dengan tujuan agar Islam sesuai dengan perkembangan waktu dan ruang (shalih li kulli
zaman wa al-makan).
Maka perlu dibedakan antara syari’ah pada level normatif dan syari’ah yang
bersifat historis. Syari’ah normatif adalah aturan keagamaan yang sudah baku, seperti
shalat, zakat, puasa, percaya kepada hari akhir, dan iman kepada Allah dan Nabi. Bila
yang pertama merupakan ketentuan baku, maka yang kedua membutuhkan ijtihad
situasi zaman.
dan bernegara. Syari‘at dalam pengertian ini menyangkut penegakan hukum dan
keadilan dalam suatu negara. Syari‘at Islam dalam konteks hukum modern adalah
kompilasi, hukum pidana, perdata, acara dan lain-lain yang menjamin ketertiban dalam
masyarakat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa syari’ah di sini memiliki tiga
makna; pertama, bermakna seluruh ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, akhlak
dan lainnya. Kedua, bermakna hukum Islam, dalam konteks ini semakna dengan kata
fiqh. Kedua makna ini digunakan dalam pembahasan Maqāshid syari’ah. Ketiga,
bermakna hukum Islam yang diformalkan dalam undang-undang, konstitusi, hukum dan
konteks ini maqasid yang dimaksudkan ialah maqasid atau tujuan yang ditetapkan oleh
syara' dalam mensyari’atkan hukum. Di antara istilah populer yang digunakan ialah
maqasid syari’ah, maqasid al-Syari' (Allah) dan maqasid syara' atau di dalam Bahasa
15 Abdul Azis Dahlan (et. al). Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996),
hlm. 1108.
59
“Maqasid Al Syariah berarti “nilai-nilai dan tujuan-tujuan syara' yang tersirat dalam
segenap atau bagian besar dari hukum-hukum-Nya, atau tujuan syari’at dan rahasia-
b. Menurut Yusuf al-Qaradhawi Maqāshid al-syari’ah adalah:” Tujuan yang menjadi target teks
dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia. Baik berupa
perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu, keluarga, jama’ah, dan umat.17
c. Menurut Abdul Wahab Khalaf, tujuan Syari’ dalam pembuatan hukumnya ialah mewujudkan
19
اﳌﻌﺎﱐ اﻟﱵ ﺷﺮﻋﺖ ﳍﺎ اﻻﺣﻜﺎم او ﺷﺮﻋﺖ ﻋﻨﺪﻫﺎ اﻻﺣﻜﺎم
e. Ibn Asyur mendefinisikan maqasid syari’ah sebagai "segala pengertian dan hikmah dari
Syari’ yang tersirat di dalam setiap atau sebagian besar keadaan penetapan syari’at " 20 Ini
16
Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh Islamy, juz 2 (Damaskus: Dar al Fikr, 1986), hlm. 1017.
17 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqih Maqashid Syari’ah, terj.Arif Munandar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), hlm.17
18 Abdul Wahab Khalaf. Ilmu Ushulul Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Pers,
berarti maqashid bukanlah pengertian yang dapat dilihat pada hukum – hukum tertentu
kesetaraan antar manusia yang ada pada setiap pensyariatan hukum-hukum syara'.
f. Ali Ahmad al-Jurjawi mengatakan bahwa seluruh syari’at memiliki beberapa maksud.
sempurna, sifat wajib dan mustahil nya. Kedua, cara beribadah, mengagungkan, dan
mensyukuri atas nikmatnya yang tiada terhinga , ketiga, melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar dan melaksanakan akhlaq yang mulia, keempat, tetap menta’ati batas-batas hukum
yang telah ditetapkan dalam muamalat dan lain-lain dari rahasia hukum yang berhubungan
dengan aturan kehidupan mereka. Empat perkara ini merupakan yang disyariatkan oleh
agama samawiyah23
a. Maqāshid syariah artinya tujuan Allah dan Rasulnya dalam merumuskan hukum-
hukum Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri dalam ayat-ayat al-Qur’an dan al-
Maqāshid Syariah adalah salah satu teori dalam disiplin ilmu keislaman tentang
hukum Islam
hukum baik secara umum atau khusus, tersurat atau tersirat, diketahui atau tidak
c. Maqāshid dari suatu hukum ditetapkan oleh Syari’, bahkan sebagiannya hanya
d. Syari’at dalam konteks ini telah berubah dari pengertiannya yang umum kepada
Jauh sebelum dunia modern mengenal istilah hak asasi manusia (Human Right),
para ulama telah meletakkan dasar-dasar hak asasi manusia tersebut ( Human Right)
24 Ulama-ulama klasik tidak membatasi pembahasan mereka tentang maqashid syar’iah hanya
dengan pendekatan hukum. Bahkan dalam membangun teori maslahah para ahli ushul klasik seperti al-
Ghazali, Al-Amidi, Al-Razy, Syathibi dan lainnya menggunakan ilmu kalam, mantiq, ulum al-hadits, tafsir dan
ilmu bahasa sebagai analisa pendukung. Namun bagi efektivitas pembahasan ini akan dibatasi hanya pada
persoalan hukum saja. Lebih lengkap lihat Imam al-Ghazali. Al-Mustashfa min Ushul al-Fiqh, Jilid 2, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1997), Juz I, hlm. 478-506. Al-Amidi. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, (Riyadh: Dar al-Shimi’y, 2003),
hlm.338-357. Al-Razy. Al-Mahshul min Ilmi Ushul al-Fiqh, Juz 6, (Beirut: Muassisah al-Risalah, tth) hlm. 162-
167.
25 Al- Syatibii, al-Muwafaqat…hlm. 4
62
dengan berlandaskan pada teori Maqāshid al- syari’ah, menurutnya ada lima hal
menyangkut kehidupan yang harus dipelihara. Yakni; menjaga agama, jiwa, akal, harta
dan kehormatan.
Lebih lanjut Syathibi menjelaskan bahwa seluruh hukum syara’ secara bersamaan
(simultan) ditujukan untuk kemaslahatan hamba baik di dunia maupun di akhirat 26. Banyak
nash yang menjelaskan sebuah perintah atau larangan disertai dengan ‘illat (alasan),
sebab atau tujuan baik secara tersurat pada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits (dalil naqli)
atau tersirat . Di antara landasan Maqāshid Syarī’ah, seperti dikutip oleh Syathibi, adalah
) رﺳﻼ ﻣﺒﺸﺮﻳﻦ وﻣﻨﺬرﻳﻦ ﻟﺌﻼ ﻳﻜﻮن ﻟﻠﻨﺎس ﻋﻠﻰ اﷲ ﺣﺠﺔ ﺑﻌﺪاﻟﺮﺳﻞ وﻛﺎن اﷲ ﻋﺰﻳﺰا ﺣﻜﻴﻤﺎ
(165 : اﻟﻨﺴﺎء
“ Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah Rasul-rasul itu diutus. Dan
26 Ibid.,hlm. 4.
27 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan… hlm. 83
28 Ibid, hlm…532
29 Ibid, hlm… 417.
63
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa setiap tindakan Allah memiliki maksud atau
tujuan tersendiri, baik yang dapat diketahui dengan mudah sebab tersurat pada nash-nash
tersebut maupun yang memerlukan pemikiran para mujtahid sebab tidak terlihat secara
tekstual pada nash. Dalam kajian ‘illat hukum, seringkali harus dilakukan pembahasan
mendalam tentang maksud atau tujuan sebuah hukum, bahkan terjadi perbedaan di
Al- Syathibi mengutip beberapa contoh nash yang menunjukkan adanya tujuan
dalam penetapan syari’at. Misalnya, mengenai shalat, Allah berfirman pada surat al-
ان اﻟﺼﻼة ﺗﻨﻬﻰ ﻋﻦ اﻟﻔﺤﺸﺎء واﳌﻨﻜﺮ وﻟﺬﻛﺮاﷲ اﻛﱪ,اﺗﻞ ﻣﺎ اوﺣﻲ ا ﻟﻴﻚ ﻣﻦ اﻟﻜﺘﺎب واﻗﻢ اﻟﺼﻼة
(45 واﷲ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﻞ ﺗﺼﻨﻌﻮن ) اﻟﻌﻨﻜﺒﻮت
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”30
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah memerintahkan shalat agar seseorang
tercegah dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Di ayat lain Allah menjelaskan
shalat akan membuat seseorang tenang. Ini lah di antara Maqāshid al-Syarī’ah dari
perintah shalat.
Pada ayat ini Allah memerintahkan untuk melaksanakan puasa agar orang-orang
beriman menjadi bertaqwa. Pada ayat lain dijelaskan bahwa puasa memiliki nilai kebaikan
bagi yang melakukannya. Dan berbagai manfa’at berpuasa lainnya yang menjadi
Maqāshid al-Syarī’ah dari ibadah puasa. Izzu bin Abd al-Salam menulis buku tersendiri
tentang tujuan syar’i dari perintah shalat, puasa dan haji 32.
Mengenai hukum qishas, Allah berfirman pada surat Al-Baqarah ayat 179:
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-
Pada ayat ini dijelaskan bahwa perintah melaksanakan hukum qishas bagi orang
yang membunuh agar dapat menjamin kelangsungan hidup bagi lainnya. Dalam kajian
hukum, hal ini akan mendatangkan efek jera bagi pelaku dan lainnya, serta mencegah
katagori :
1. Mashlahah Dharuriyat.
Dharuriyat adalah kata sifat dari dharurat. Dalam Lisan al-Arabi, Dahrurat berarti
“Dzu Hajat” (membutuhkan) 34. Zakaria al-Bary menyebut mashlahah dharuriyat dengan
dharuriyah adalah hal-hal yang menyanggah kehidupan manusia, di mana bila ia hilang
maka hancurlah tatanan hidup, menyebar kekacauan, dan timbul fitnah dan kerusakan
Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Abd al-Wahab Khalaf, dharuri
adalah hal-hal yang menyanggah kehidupan manusia, ia mesti ada demi menjaga
kemaslahatan mereka, bila ia hilang maka hancurlah tatanan hidup mereka, kemaslahatan
ada untuk keberadaan manusia atau tidak sempurna kehidupan manusia tanpa
sebagai “kebutuhan yang telah mencapai tingkat darurat”38. Menurut Dawalibi, dharurat
mesti ada untuk menjaga kemaslahatan agama dan kehidupan dunia, di mana bila ia
hilang, maka kemaslahatan dunia tidak akan berjalan dengan baik, bahkan kehidupan
akan rusak, kacau dan punah, serta di akhirat akan kehilangan kemenangan dan nikmat,
1965), hlm. .
40 Syathibi. al-Muwafaqat…, hlm. 7. Lihat juga Al-Qahthani. Manhaj Istinbath… hlm. 537.
66
demi terwujudnnya kemaslahatan agama dan dunia41. Apabila hal ini tidak ada, maka akan
menimbulkan kerusakan bahkan hilangnya hidup dan kehidupan 42 seperti makan, minum,
“sesuatu yang mesti ada untuk mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia, di mana bila
hilang, maka kemaslahatan manusia tidak dapat diwujudkan, bahkan akan rusak” 43.
Menurut para ulama ushul, yang termasuk maslahat atau Maqāshid dharuriyyat ini ada
Imam Al-Syathiby telah melihat Maqāshid syariah dari dua sisi: "wujud" dan "adam"
atau "the presence and the absence". Dalam bukunya Al-Muwafaqat beliau mengatakan
bahwa: "menjaga Maqāshid Syariah harus dengan dua hal. Pertama, menegakkan
pondasi dan tiangnya sebagai bentuk perhatian terhadap al-wujud. Kedua, menangkal
kerusakan yang akan terjadi atau diperkirakan akan terjadi sebagai bentuk perhatian
terhadap al-'adam44".
Di antara ulama lain yang melihat Maqāshid syariah dengan cara pandang dua sisi
seperti ini adalah Imam Ibnu Taimiyah sebagaimana yang dikutip oleh Yusuf Ahmad
dalam pandangan beliau membangun al-wujud adalah dasar, sedangkan menjaga al-
'adam merupakan pelengkap. Sisi pertama sebagai tujuan utama, sedangkan sisi kedua
41Jamaluddin ‘Atihyyah membagi dharuriyyat menjadi dua pertama dharuriyyat yang bersifat
ukhrawi seperti ketaatan melakukan perintah wajib dan meninggalkan sesuatu yang diharamkan kedua
dharuriyyat yang bersifat duniawi seperti makan, minum dan berpakaian, lihat kitabnya, Nahwa Taf’’il
Maashid al-Syari’ah, ( Syuriah : al- Ma’had al-‘alami lil-Fikri al-Islami, 2003), hlm. 63
42 Imam Syathibi, al-Muwafaqat…, Juz II, hlm. 7.
43 Nashr Farid Muhammad Washil, Al-Madkhal al-Wasith...., hlm. 162
44 Imam al-Syatibi. Muwafaqat...., hlm. .
67
sebagai tujuan pelengkap45. Dari sini dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan
syariat, ibarat sebuah gedung maka fisik bangunan harus dibangun terlebih dahulu,
jika wujud adalah sebuah hak maka adam adalah metode atau jalan untuk menuntut hak.
Menurut penulis, teori yang ditawarkan oleh ibnu Taymiyah ini adalah teori yang
sangat relevan pada masa sekarang ini, karena dengan teori ini Islam akan bisa berbicara
banyak di dunia internasional, jika saat ini teori maqashid syari’ah sebagian besar masih
bersifat internal Islam47, maka dengan teori ini maqashid syari’ah akan mudah dipahami
45 Yusuf Ahmad Muhammad al-Badwi, Maqashid al-Syari’ah ‘Indi Ibu Taymiyyah, ( Dar. Al-Nafais,
1999), tidak dipublikasikan, hlm. 441.
46 Penerapan teori ini dapat dicontohkan sebagai berikut : utuk memelihara agama (hifzh al-din)
dari segi wujud nya manusia wajib beriman kepada Allah, mengenal sifat dan mencintainya, maka dari segi
adamnya adalah manusia dilarang melakukan syirik, riya’, bid’ah, mengikuti hawa nafsu dan diwajibkan
memerangi orang-orag murtad. Untuk menjaga nyawa (hifdh al-nafs) dari segi wujud nya manusia
diperintahkan untuk makan, minum dan berpakaian, maka dari segi adam nya adalah diharamkan
bermusuhan bahkan jika menghilangkan jiwa seseorang di bolehkan menuntut qishash. Untuk menjaga akal
dari segi wujud nya manusia diwajibkan menjaga kesehatan akal untuk berpikir. Maka, dari segi adam nya
dilarang membuat kerusakan, minum-minuman keras dan minuman yang memabukkan lainnya bahkan bagi
pelaku ada ‘iqabnya. Untuk menjaga nasab dari segi wujud nya manusia wajib untuk menjaga keturunan
dan menjaga farj dari pebuatan zina, maka dari segi adam nya syari’at mendorong untuk melakukan
pernikahan, menjaga keturunan, mencukupi nafkah keluarga, larangan menikahi pezina, larangan bercerai
tanpa alasan yang kuat , menutup aurat dan dilarang ikhtilath. Untuk menjaga harta dari segi wujud nya
syari’at menetapkan bahwa setiap orang berhak memiliki harta, maka dari segi adam nya syari’at
mewajibkan manusia berusaha, bekerja, bersedekah, diharamkan terjainya peperangan yang
mengakibatkan hancurnya harta. Lebih lengkapnya lihat, Yusuf Ahmad Muhammad al-Badwi, Maqashid al-
Syari’ah…ibid, hlm. 441-487, lihat juga Muhammad Sa’ad bin Sa’ad bin Mas’ud al-Yubi, Maqashid al-Syari’ah
al-Islamiyah wa-‘Alaqatiha bil-Adillati al-Syar’iyyati, (Dar a-Hijrah Li-al-Nasyri wa-al-Tauzi’ : al-Mamlakah al-
‘Aabiyah al-Su’udiyah : tt), hlm. 192-303
47
Yang penulis maksud dengan internal Islam adalah teori dan istilah maqashid baru mampu di
pahami oleh penggiat hukum Islam), maka dengan teori ini yang ditawarkan Ibnu Taymiyyah maqashid
syari’ah akan bisa dipahami oleh orang – orang di luar Islam. Sebagai contoh, di Barat Islam sebagai agama
minoritas dan sering mendapat imtimidasi dari umat non-muslim, ketika umat muslim ingin memperjuangkan
hak beragamanya maka dianggap sebagai teroris atau paling tidak, ada ketidaktarikan mereka terhadap
Islam, karena isu yang di bawa adalah isu jihad, dan kalimat ini merupakan pobia bagi non- muslim, karena
terbayang akan terjadi peperangan. berbeda apabila yang dikembangkan dengan menggunakan metodologi
maqashid syari’ah dengan pendekatan segi wujud dan adam nya, bahwa beragama adalah hal yang wajib
bagi setiap manusia, maka setiap manusia memiliki hak untuk mempertahankan dan menjalankan
agamanya. menurut penulis, isu hak yang dibawa ke dunia internasional akan berbeda dengan isu jihad,
karena mereka semua tahu dan memahami makna hak asasi manusia
68
Memelihara agama adalah landasan untuk menjaga hak beragama dan Maqāshid
syari’ah lainnya. Tanpa pilar ini, kewajiban lainnya tidaklah bermakna. Bahkan tujuan ini,
meliputi tujuan-tujuan lainnya. maka tindakan apapun yang dilakukan oleh seorang
muslim, mestinya mengacu kepada tujuan untuk menjaga hak pemeliharaan agama.
memerintahkan kaum muslimin untuk menjalankan ibadah berupa shalat, puasa, zakat,
haji ke baitulllah dan ibadah vertikal lainnya karena manusia diciptakan tiada lain adalah
Untuk menjaga agama, Allah S.W.T juga telah memerintahkan kaum muslimat
untuk memakai hijab (jilbab), menjaga pandangan mata dan segala bentuk ibadah
horizontal lainnya.
Ibnu Taymiyyah menjelaskan bahwa dari segi adam hukuman bagi orang murtad,
peringatan bagi orang musyrik, dan memerangi lawan dalam peperangan disyariatkan
untuk menjaga agama. karena menjalankan ibadah dan melaksanakan perintah agama
merupakan hak beragama49. Sumber ini terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah :
(193 : وﻗﺎﺗﻠﻮﻫﻢ ﺣﱴ ﻻﺗﻜﻮن ﻓﺘﻨﺔ وﻳﻜﻮن ااﻟﺪﻳﻦ ﷲ ﻓﺎن اﻧﺘﻬﻮ ﻓﻼ ﻋﺪوان اﻻ ﻋﻠﻰ اﻟﻈﺎﳌﲔ ) اﻟﺒﻘﺮة
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama
itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada
permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqarah : 193)50.
Abd al-Majid al-Najjar telah memberikan rincian yang luas dan telah mengarah
pada pemahaman global tentang metode pemeliharaan agama. Meskipun masih terkesan
bersifat internal Islam , menurutnya ada beberapa masalik dalam memelihara agama
agama.
3) Memelihara agama dengan melakukan ijtihad, sebab hukum asal agama tidak berobah,
sementara keadaan dan zaman berubah, serta persoalan manusia berkembang, maka
keberadaan agama.
5) Memelihara agama dengan mendirikan negara yang akan menjaga hubungan antar
individu dan masyarakat. Negara diharapkan dapat menjaga pelaksanaan hukum Islam
dalam masyarakat. Maka ulama menyatakan bahwa mendirikan negara sebagai upaya
6) Memelihara agama dengan mengantisipasi rintangan yang ada, antara lain berupa: a)
bohong/penipuan.
Salah satu dari unsur al-ushul al-khamsah adalah hifz al-nafs yang secara harfiah diartikan
memelihara jiwa. Para Ulama sepakat bahwa salah satu tujuan syari’at diturunkan Allah adalah
Jika hukuman mati dan segala bentuk sanksi fisik secara wujud nya disyariatkan
untuk menjaga jiwa, maka memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan minum, pakaian
dan tempat tinggal, kesehatan dan keamanan dari segi ‘adam nya merupakan hak hidup
yang harus dipenuhi. Kedua sumber ini terdapat di dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.
Adapun yang berhubungan dengan pemeliharaan hak hidup, Islam telah mengatur
kebutuhan manusia terhadap materil sedemikian rupa, mulai dari cara mendapatkannya,
papan sampai kepada kenyamanan dan ketentraman hidup. Allah S.W.T. telah
menafkahkannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Allah di dalam al-Qur'an,
membayarkan zakat, infaq dan sedekah kepada fakir miskin dan golongan lain yang
275)53.
perkembangan dari berkaitan dengan jiwa (nyawa) dan hal-hal yang berkaitan dengannya
Misalnya, Abdul Wahab Khalaf menambahkan bahwa untuk melindungi jiwa, Islam
melestarikan jenis (manusia) pada situasi dan kondisi yang paling sempurna 56; kewajiban
signifikan, terutama menurut para peneliti maqashid kontemporer atau pasca Imam Syathibi. Pemikiran Ibnu
Taimiyah, Ibnu ‘Ashur, al-Thufi, al-Fasi, Qaradhawi dan sebagai termasuk kepada pemikiran kontemporer
dalam perkembangan teori maqashid syari’ah.
56 Sebagian ahli, terutama pemikir klasik memasukkan tuntunan tentang pernikahan kepada hifz
al-nasab (memelihara keturunan). Hal ini dapat dilihat dari konsep al-ushul al-khamsah Imam al-Ghazali,
al-Amidi, al-Razi, Imam Syathibi dan lainnya tentang hizb al-nasl.
72
memperoleh sesuatu untuk menegakkan jiwa berupa makanan pokok, minuman, pakaian
Umer Chapra memberikan penjelasan yang sedikit berbeda dengan pendahulunya. Dia
kesejahteraan lahir dan batin bagi manusia 58. Menurutnya, “komitmen Islam yang
kesejahteraan (falah) bagi semua umat manusia sebagai tujuan pokok Islam” 59.
Lebih jauh Abdul Majid al-Najjar merumuskan kategorisasi baru tentang Maqāshid
Syarī’ah dalam perspektif manusia dan kemanusiaan. Menurutnya, Islam diturunkan untuk
melindungi; nilai hidup manusia, zat manusia, masyarakat, dan hal-hal yang melingkupi
melindungi agama (hifz al-din), fitrah, kehormatan (hifz al-a’radh), tujuan hidup dan
kebebasan manusia. Perlindungan terhadap dimensi materi (al-mady) dan immateri (al-
kemanusiaan universal yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu ‘Asyur, Yusuf
Qaradhawi dan lainnya dapat dimasukkan ke dalam kategori ini. Nilai-nilai seperti
57 Abdul Wahab Khalaf. Ushul a-Fiqh…hlm. 34 . Lihat juga Nasrun Haroen. Ushul Fiqh I, (Jakarta:
Logos, 1996), hlm. 115.
58 M. Umer Chapra. Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam, terj. , terj. Ikhwan Abidin
yang cukup kuat dalam Islam. Bahkan menurut ulama kontempor, penegakkan nilai-nilai
kemanusiaan tersebut merupakan tujuan universal syari’at Islam (Maqāshid al-‘aliyat) 61.
Berbeda dengan ulama lainnya, al-Najjar memaknai hifz al-nafs dengan menjaga
manusia seutuhnya, meliputi jiwa dan raganya; materi (jism) dan immateri (maknawi).
Islam datang untuk menjaga kedua dimensi ini. Memelihara dimensi materi manusia
mengajarkan pemeliharaan tubuh, berolah raga, memelihara pertumbuhan badan. Dari sini
yang cukup, menjaga penampilan (tubuh), dan sebagainya. Tambahan Abdul Wahab
Khalaf tentang pemeliharaan jiwa berupa kebutuhan terhadap sandang, pangan dan
(pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata hati, dan media kebagiaan manusia di dunia
dan di akhirat. Dengan akal manusia berhak menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi,
dan dengannya manusia menjadi sempurna, serta berbeda dengan makhluk lainnya.
61 Sebagian kalangan menjelaskan bahwa tawaran ini merupakan pengaruh perkembangan isu-isu
kemanusiaan kontemporer. Padahal, tawaran ini telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah yang hidup pada
masa yang masih jauh dari era modern. Artinya, nilai-nilai kemanusiaan ini digali secara murni dari nash-
nash dan referensi Islam. Sekalipun dewasa ini dijelaskan dengan menggunakan term-term “barat”.
Sekalipun memiliki substansi yang sedikit berbeda, dialog nilai-nilai kemanusiaan masyarakat dunia memiliki
nilai strategis dan penting guna menciptakan perdamaian dunia dan kerjasama antar masyarakat dunia.
Namun tawaran ini, tidaklah menafikan berbagai pilar penting lainnya, seperti hifz al-din, hifz al-‘aql, hifz al-
nasl, hifz al-mal dan sebagainya, yang secara tegas dan jelas dikemukakan olleh para ulama, serta memiliki
kerangka teori atau konseptual yang mapan dalam literatur keislaman.
62 Abdul Wahab Khalaf. Ushul al-Fiqh...hlm. 67
74
Akal menjadi poros taklif. Dengannya manusia berhak mendapat pahala dan dosa,
kehidupan materi dan spiritual, melanjutkan penemuan dan inovasinya di berbagai bidang,
menyelesaikan persoalan hidupnya dan mencapai cita-cita, serta dengan akal manusia
mendapatkan hidayah Allah, memahami keagungan dan ajaran-ajaran Allah dan mengabdi
kepada-Nya.
Manusia dengan menfungsikan akalnya, dapat mengetahui yang halal dan haram,
yang bermamfaat dan berbahaya, serta yang baik dan buruk. Dengan memfungsikannya,
manusia merasa aman, damai dan tenang. Di sinilah, Islam menjaga akal dari segala hal
yang merusak. Islam menyanjung orang yang menggunakan akalnya. Al-Qur’an mencela
Al-Najjar menjelaskan bahwa akal merupakan bagian dari kekuatan jiwa. Namun
ia dipisah dalam kategori ini karena akal merupakan kekuatan jiwa yang paling utama.
Karena akallah manusia disebut sebagai manusia. Akal membedakan manusia dari
hewan. lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa pemeliharaan akal meliputi dimensi material
akal dari aspek materinya, yaitu diharamkannya meminum khamar, sebab khamar akan
menghilangkan kesadaran akal. namun dari segi immateri masih kurang terbahas.
Seharusnya Jika larangan meminum khamar dan semua minuman yang memabukkan
disyariatkan untuk menjaga akal, maka mengembangkan fungsi akal juga menjadi objek
63 Ahmad al-Mursi Husain Jauhar. Maqashid al-Syari’ah terj. Khikmawati, (Jakarta : Amzah , 2009),
hlm. 91-96.
64 Abd. Majid Al-Najjar, Maqasid al-Syaria’ah…129
75
Abd. Majid al-Najjar memberikan contoh diantara objek untuk memelihara akal
bahan bacaan, penelitian dan berbagai bentuk kegiatan yang dapat mengoptimalkan
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
kaum muslimin untuk menuntut ilmu, dan menempatkan orang yang berilmu lebih tinggi
beberapa derajat
(11
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
Dari segi wujud manusia harus menjaga akalnya dan memiliki hak
menfungsikannya sacara maksimal. Salah satu jalan menjaga akal manusia adalah
dengan pendidikan, maka dari segi adam nya berarti setiap orang di dunia ini berhak
Dengan cara ini, arah Maqāshid syariah telah telah dikembangkan dari sekedar menjaga
mengakhiri kemiskinan dan keterbelakangan. Jika di tingkat "alam Islamy" (dunia Islam)
para cendekiawan dan hartawan dapat melakukan kerjasama untuk memberantas buta
maju, maka akan terbentuklah "khairu ummatin" yang berkualitas, yang lebih
Terdapat tiga term yang digunakan para ulama untuk menyebut pilar keempat ini,
yaitu hifz al-nasab, hifz al-nasal dan bidh’I atau farj68. Ketiganya dimaknai dengan
memelihara keturunan. Imam al-Ghazali dan al-Jurjawi menggunakan term hifz al-nasl
hidup manusia. Sedangkan term nasab digunakan untuk menyebut bahwa kelangsungan
hidup berkeluarga adalah dengan cara memiliki anak (keturunan). Maka dalam kerangka
Kedua hal ini penting. Hifz al-nasl penting bagi kelanjutan hidup manusia sebagai
genus. Bahkan Imam al-Ghazali dan al-Jurjawi menjelaskan bahwa mamfaat utama
pernikahan adalah untuk menjaga agar regenerasi manusia tetap berlangsung. Para
ulama sepakat bahwa maslahah yang dimaksudkan oleh syari’at Islam meliputi persoalan
diharapkan bermanfa’at bagi kehidupan orang tuanya, baik sebelum atau pun ketika
memasuki usia lanjut. Ulama juga sepakat bahwa do’a anak yang sholeh menjadi syafa’at
bagi orang tuanya di akhirat nanti. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan anak
berpengaruh terhadap kebahagiaan orang tua di dunia dan di akhirat. Sedangkan pada
tingkat mujatama’ / jama’ah manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka
bumi, yaitu untuk mengimarahkan (membangun) alam. Misi ini akan tetap berjalan hanya
bila regenerasi manusia dijaga. Bila tidak, manusia akan punah dan misi kekhalifahannya
pun terhenti.69
Dari segi individu ( a-fard) setiap manusia muslim harus menjaga perbuatan yang
dapat merusak nasabnya sendiri, seperti melakukan zina70. Untuk menjamin kebaikan
“Jangan kamu dekati zina, karena ia adalah perbuatan keji.( Q.S. al-Isra’: 32)71
“Pezina laki-laki dan perempuan cambuklah masing-masing 100 kali” (Q.S. al-
Nur : 3)72
Dari segi sosial ( mujtama’ ) memelihara hifz al- nasab/ hifz al-nasl Allah swt telah
mengatur tata cara menghargai eksistensi diri manusia, maka setiap penghasut,
penggunjing dan pencela disyariatkan diberikan sanksi. Karena dari sinilah langkah untuk
keadilan dan persaudaraan merupakan hak kemanusiaan yang harus dipenuhi 73.
Misalnya, untuk menjaga harkat dan martabat manusia dari penuduh zina
( Qadzaf ), Allah menegaskan ancaman sebagiamana yang terdapat dalam surat al-Nur :
.واﻟﺬﻳﻦ ﻳﺮﻣﻮن اﶈﺼﻨﺎت ﰒ ﱂ ﻳﺎءﺗﻮا ﺑﺎءرﺑﻌﺔ ﺷﻬﺪاء ﻓﺎﺟﻠﺪوا ﲦﺎﻧﲔ ﺟﻠﺪة وﻻﺗﻘﺒﻠﻮا ﳍﻢ ﺷﻬﺎدة اﺑﺪا
(4 : اوﻟﺌﻚ ﳘﺎﻟﻔﺎﺳﻘﻮن ) اﻟﻨﻮر
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-
lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik". (Q. S. Al-Nur :4)74.
Allah S.W.T. telah memuliakan anak Adam yaitu seluruh manusia dan memerintahkan
untuk berbuat adil kepada siapapun tanpa kecuali, baik kepada orang yang disukai
) وﻟﻘﺪ ﻛﺮﻣﻨﺎ ﺑﲎ ادم وﲪﻠﻨﻬﻢ ﰱ ﻟﱪ واﻟﺒﺤﺮ ورزﻗﻨﺎﻫﻢ ﻣﻦ اﻟﻄﻴﺒﺖ وﻓﻀﻠﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻛﺜﲑ ﳑﻦ ﺗﻔﺼﻴﻼ
( 7 : اﻻﺳﺮاء
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
72 Ibid., 75
73 Yusuf al- Qardhawi, Madkhal Li… hal. 75
74 Departemen Agama…al-Qur’an dan…478
79
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
beliau: ”Demi Allah, jikalau Fatimah binti Muhammad mencuri, akan aku potong
belum sistematis, menjelaskan hifz al-mal ini secara mendalam, baik konsepsi mengenai
merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, dimana manusia tidak akan bisa
terpisah darinya. Manusia termotivasi mencari harta demi menjaga eksistensinya dan
Dalam hal ini, dari segi wujud, Abdul Wahab Khalaf menjelaskan bahwa untuk
berupaya dan mencari serta mendapatkan harta, Islam mensyari’atkan kewajiban usaha
75 Ibid., 478
76 Ibid., 298
77 Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid al-Syari’ah…hlm. 135
80
menukar), tijarah (perdagangan), dan mudhorobah (berniaga dengan harta orang lain) 78.
Dengan disyari’atkan usaha tersebut, orang akan terdorong untuk bekerja 79 dan
meningkatkan taraf hidupnya, yang pada gilirannya akan melahirkan sikap optimis untuk
terus melakukan penemuan-penemuan. Hal ini sekaligus dapat memotivasi orang untuk
selalu berfikir produktif dan membuat karya-karya baru, yang dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi sehingga setiap saat siap menghadapi perubahan pasar. Karena
kerja merupakan wujud keberadaan manusia di muka bumi dan seseorang dikenal dan
diperhitungkan berdasarkan kerja yang dilakukan, maka fighting spirit (semangat bersaing)
yang diberikan Islam untuk melakukan kebaikan, seharusnya dapat mengantarkan umat ini
mencapai kejayaan.
Selain pekerjaan itu sendiri, hak bekerja berarti juga bahwa setiap pekerja berhak
mendapatkan standar gaji minimum, asuransi kesehatan, keselamatan kerja, jaminan hari
tua dan fasilitas lainnya sesuai tingkat pendidikan dan kemampuannya. tidak ada negara
yang dapat berbuat sewenang-wenang terhadap pekerja. Negara yang berbuat sewenang-
wenang terhadap pekerja dan tidak memberikan haknya dapat dikategorikan sebagai
Adapun untuk memelihara harta yang berhubungan dengan hak bekerja, Allah
S.W.T. telah memerintahkan kaum muslimin untuk giat bekerja dan mendapatkan
ﻓﺎءذا ﻗﻀﻴﺖ اﻟﺼﻠﻮة ﻓﺎﻧﺘﺸﺮوا ﰱ اﻻرض واﺑﺘﻐﻮا ﻣﻦ ﻓﻀﻞ اﷲ واذﻛﺮواﷲ ﻛﺜﲑا ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮن
(10)اﳉﻤﻌﺔ
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
ان اﷲ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﺊ, اﻳﻦ اﺗﻜﻮﻧﻮا ﻳﺎءت ﺑﻜﻢ اﷲ ﲨﻴﻌﺎ,وﻟﻜﻞ وﺟﻬﺔ ﻫﻮ ﻣﻮﻟﻴﻬﺎ ﻓﺎﺳﺘﺒﻘﻮاﳋﲑات
(148 : ﻗﺪﻳﺮ ) اﻟﺒﻘﺮة
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Sedangkan dari segi ‘adam, Abdul Wahab Khalaf menjelaskan bahwa untuk
hukuman had kepada pencuri, haramnya penipuan, khianat dan memakan harta orang lain
secara batil 81. Yang secara rinci dijelaskan pada bab hudud atau fiqh jinayah 82.
Dari segi adam untuk memelihara harta, Allah swt memjamin hak milik seseorang
(38 : اﻟﺴﺎرق واﻟﺴﺎرﻗﺔ ﻓﺎﻗﻄﻌﻮا اﻳﺪﻳﻬﻤﺎ ﺟﺰاء ﲟﺎ ﻛﺴﺒﺎ ﻧﻜﺎﻻ ﻣﻦ اﷲ واﷲ ﻋﺰﻳﺰ ﺣﻜﻴﻢ ) اﳌﺎﺋﺪة
"Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah
menjelaskan :
اﳕﺎ ﺟﺰاءاﻟﺬﻳﻦ ﳛﺎرﺑﻮن اﷲ ورﺳﻮﻟﻪ وﻳﺴﻌﻮن ﰱ اﻻرض ﻓﺴﺎدا ان ﻳﻘﺘﻠﻮا او ﻳﺼﻠﺒﻮا اوﺗﻘﻄﻊ اﻳﺪﻳﻬﻢ
) وارﺟﻠﻬﻢ ﻣﻦ ﺧﻼف او ﻳﻨﻔﻮا ﻣﻦ اﻻرض ذﻟﻚ ﳍﻢ ﺧﺰي ﰱ اﻟﺪﻧﻴﺎ وﳍﻢ ﰱ اﻻﺧﺮة ﻋﺬاب ﻋﻈﻴﻢ
(33 : اﳌﺎﺋﺪة
“ Sesungguhnya pembalasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-
nya membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau di salib atau
dipotong tangandan kaki secara bersilang atau dibuang dari negeri (kediamannya, yang
demikian itu sebagaia suatu penghinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat mereka
mendapat siksa yang besar ( al-Maidah : 33)84
2. Mashlahah Hajiyyat.
Hajiyat dapat diartikan sesuatu yang dibutukan, diinginkan atau penting. Ahmad
amat diperlukan)” 85. Tingkat kepentingan hajiyat belum mencapai tingkat darurat,
fundamental, asasi, atau esensial. Sebagian ahli ushul menyebutnya sebagai kebutuhan
sekunder 86. Kebutuhan setingkat di bawah kebutuhan primer, pokok, atau dharuri.
Maqāshid atau Maslahah Hajiyyat adalah sesuatu yang sebaiknya ada agar dalam
menjalani hidup dengan mudah dan terhindar dari kesulitan. Kalau sesuatu ini tidak ada,
maka ia tidak akan menimbulkan kerusakan atau kematian hanya saja akan
karena ada kesusahan dan kesempitan. Seperti disabdakan Rasulullan; “Kalaulah tidak
memberatkan umatku, akan saya perintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak sholat”
88. Menurut Shalih ibn Abdillah ibn Hamid, masyaqqah dan haraj adalah dua istilah yang
identik.
Menurut Abd al-Karim Zaidan, salah satu prinsip syari’at Islam adalah
menghilangkan kesulitan (raf’u al-haraj). Banyak nash yang menunjukkan bahwa Allah
menghendaki kemudahan dan keringan dalam penetapan syari’at bagi hamba-Nya, bukan
Maksudnya, hukum-hukum yang sulit dan berat untuk dilaksanakan oleh mukallaf,
maka syari’at memberikan keringanan dan kemudahan. Misalnya, dalam masalah ibadah
adalah adanya rukhsah; shalat jama dan qashar bagi musafir; qadha puasa bagi yang
Bahkan terdapat kaidah yang menyatakan; “kebutuhan umum atau khusus, dapat
menempati posisi darurat” 91. Lebih lanjut Abi al-Harits al-Ghazzy menjelaskan; apabila
terdapat kebutuhan umum atau seseorang yang meningkatkan posisi hajat ke dharurat,
maka hal ini dimungkinkan untuk memberikan keringan, kelapangan dan kemudahan
kepada mukallaf, namun kondisi ini berakhir dengan hilangnya kemudaratan 92. Dalam hal
ini, Muchlis Usman memberikan contoh; bahwa dalam transaksi (aqad) jual beli
88 Shalih ibn Abdillah ibn Hamid. Raf’u al-Haraj fi al-Syari’at al-Islamiyah, Dhawabithuh wa
1416 H), hlm. 218. Lihat juga Muchlis Usman. Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2002), hlm. 123.
91 Abi al-Harits al-Ghazzy. Al-Wajiz Fi…hlm. 242.
92 Ibid. hlm. 245
84
disyaratkan terpenuhinya rukun-rukun dan syarat sah, namun karena kebutuhan umum
diperboleh jual beli salam, yaitu jual beli lewat pesanan 93.
3. Mashlahah Tahsiniyyat.
Dalam al-Mu’jam al-Wajiz disebutkan Tahsin semakna dengan tazyin, yang berarti
menjadikan lebih baik, lebih indah atau menghiasi 94. Maqāshid atau Maslahah Tahsinat
adalah sesuatu yang sebaiknya ada demi sesuainya dengan keharusan akhlak yang baik
atau dengan adat. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka tidak akan menimbulkan kerusakan
atau hilangnya sesuatu juga tidak akan menimbulkan masyaqah dalam melaksanakannya,
hanya saja dinilai tidak pantas dan tidak layak manurut ukuran tatakrama dan kesopanan.
Di antara contohnya adalah thaharah, menutup aurat dan hilangnya najis 95.
memahami pemeliharaan seluruh bidang tasyri’. Atau dengan arti lain, al-maqashid al-
‘ammah yaitu makna atau hikmah yang dilihat dari sudut pandang seluruh hal tasyri’, tidak
dikhususkan, sebaliknya memahami dari sifat-sifat syari’at dan cakupan yang umum, baik
‘ammah ketika seseorang membahas tentang maqashid semua orang bisa memahami
secara cepat dan jelas. Menurutnya, yang termasuk al-maqashid al-‘ammah adalah,
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta98, sebagaimana disebutkan oleh
Ghazali99 dan Juwaini. Pendapat mereka terus diikuti oleh para ushuliyyun setelahnya.
Diantara para ushuliyyun ini ada yang menambah, mengurangi, mendahulukan, serta
2. Al-Maqashid al-Khassah
Al-Maqashid al-khassah Yaitu maqashid yang melingkupi arti khusus dengan bab
yang jelas dalam bidang-bidang syari’ah, atau beberapa jenis bidang dan bidang-bidang
yang sudah ditentukan. Misal, seluruh bidang yang membahas maqashid ibadah,
98 Jamal al-din ‘Athiyyah, Nahwa Taf’il Maqashid al-Syari’ah, ( Suriah : Dar al- Fikr, 2003), hlm.
124
99 Lihat kitab karangan Al-Gazali, al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Ushul, (Madinah al-Munawarah : Jami’ah
dan kemasyarakatan102
2. Al-Maqashid al-Juziyyah
perjenis al-maqashid al-syari’ah, maka al-maqashid al-juziyyah adalah apa saja yang
membahas tentang dalil khusus dari hikmah atau ‘illat yang mengungkap al-maqashid al-
syari’ah 103. Para fuqaha menyebutnya dengan hikmah, sebagian mereka menggantinya
dengan istilah-istilah qiyas , dan sebagian ulama lainnya dengan menjelaskan rahasia-
Dari beberapa jenis Maqāshid syari’ah yang telah dijelaskan diatas, maka
menjelaskan bahwa Maqāshid dharuriyat yang lima dalam penerapannya dapat dibagi
yang lima hal atau yang disebut ulama ushul lainnya dengan Kulliyat al-Khamsah, dari segi
pertama, bidang individu (Hak Individu); kedua, bidang keluarga; ketiga, bidang
secara berurutan.
a. Memelihara agama
agama ini oleh abdul Majid al-Najjar diposisikan pada maqashid yang paling tingi dalam
tidak sedetail Ibnu Taymiyyah dan Abdul Majid al-Najjar109, Jamaluddin juga menjelaskan
1) Dengan mengamankan dasar-dasar akidah, memelihara dan menjauhi apa saja yang
dan Sunah, menjauhi dosa-dosa besar yang berhubungan dengan akidah, seperti
3) Dengan bertingkahlaku berdasarkan akhlaq Islam seperti sidik, ikhlas, amanah dan
b. Memelihara jiwa
dijelaskan secara terus terang bagaimana mempertahankan nilai-nilai Maqashid al-syari’ah al-dharuriyyah
jika eksisteninya terancam. Berbeda dengan Ibnu Taymiyyah yang secara jelas mengatakan, jika wujud
maqashid al-syari’ah al-dharuriyyah terganggu, beliau menawarkan dengan konsep adam nya yang bisa
dipahami dengan kata “ pertahankan!!”. begitu juga Abdul Majid al-Najjar yang secara jelas manawarkan
bahwa diantara salah satu jalan mempertahankan agama adalah dengan jihad (perang), lihat ibnu
Taymiyyah dalam Maqashid Syari’ah..op.cit, hlm. 446, Lihat juga. Abdul Majid al-Najjar, Maqashid al-
Syari’ah…, hlm. 62
110 Jamaluddin ‘Athiyyah, Nahwa Taf’il… hlm. 145
88
yang dapat mengakibatkan kematian, dengan kata lain menjaga beberapa bagian tubuh
dari perusakan, atau bagian-bagian yang mengarah pada rusaknya seluruh bagian jasad,
mengakibatkan seseorang dijatuhi hukuman diyat secara penuh, dalam undang – undang
2) Menjaga penunjang apa saja yang dibutuhkan jiwa, baik makanan, minuman, pakaian,
tempat tinggal, menjaga dari berbagai penyakit menular dan lainya, ini semua
3) Menjaga kemerdekaan privasi dan menghormati manusia secara hakiki. berarti telah
memuliakan manusia yang Allah pilih secara khusus dari pada hewan yang
kehidupannya hanya butuh makan dan minum. yang demikian itu disebabkan manusia
bukan hanya dilihat dari sisi materi dan jasadiyah, tetapi memilki ruh (jiwa), maka cara
memeliharanya adalah dengan memelihara seluruh aspek jiwa dan raga, maka hukum
c. Memelihara akal
Sebagai catatan bahwa akal adalah sebuah aktifitas, bukan bagian dari anggota
1. Menjaga keselamatan otak, alat urat syaraf dan menjauhi dari seluruh aspek yang
2. Memelihara materi otak sebagai tempat akal manusia, dengan cara membimbing,
mengacaukannya, seperti mengikuti hawa nafsu, taklid buta, berdebat, keras kepala,
4. Memberikan kebebasan berfikir, karena berfikir adalah penggerak akal untuk meraih
hakekat115. Akal yang terbelenggu oleh paksaan tidak akan bisa melahirkan pemikiran
5. Dengan melaksanakan hal yang demikian akal akan terlatih pada fungsinya yang tinggi
dari petunjuk-petunjuk yang logis, kajian mendalam (istiqra’i), historis, dasar pada
mempertimbangkan, melihat, merenungkan dan mengambil I’tibar. Contoh dari segi ini
d. Menjaga kehormatan
Yang dimaksud kehormatan di sini dalam arti luas, karena tidak hanya dilihat dari
segi fisik, tetapi mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan kehormatan
sisi kemanusiaan berarti menjaga, baik diri, keluarga atau orang yang berada di bawah
dan dari perkataan yang menghinanya. Sebagaimana telah dicantumkan di dalam nash
berzina) dan sebagainya. Dalam nash dijelaskan tentang hukuman berat bagi orang yang
berlebihan menjatuhkan kehormatan, dengan had bagi penuduh zina (qazaf) khususnya,
Demikian juga disyari’atkan ta’zir atasnya. Bahkan Qurafi, al-Thufi, al-Subki, dan al-
e. Memelihara harta
Yang dimaksud dengan harta di sini adalah mencakup harta individu, keluarga dan
umat. Dalam Islam, harta pada hakekatnya milik Allah, sedangkan manusia dijadikan
Berdasarkan tinjauan ini, maka akan berakibat pada: pertama, setiap harta yang dimiliki
berfungsi untuk kehidupan sosial (bukan hak pribadi secara mutlak); kedua, setiap aktifitas
yang dikerjakan tidak dilihat hanya dari segi ekonomis, tetapi demi memakmurkan
kehidupan di permukaan bumi. Dan kedua hal itu tetap saling melengkapi117.
Oleh karena itu, disyari’atkan untuk bekerja, melakukan perjanjian dengan orang
lain, waris-mewarisi, menguasai harta yang dihalalkan, membuka lahan kosong (ihya
al-mawat) dan apa saja yang berhubungan dengan harta, bekerja secara halal, berinfaq
dan menunaikan hak-hak Allah, menjauhi penimbunan harta, menganiaya hak-hak orang
lain, memakan harta secara bathil, mendatang kemudharatan kepada orang lain,
sombong, berbohong dan berpaling dari mengingat dan bersyukur kepada Allah.
Untuk memelihara harta (hifz al-mal), ditetapkan hukum -hukum khusus, antara
glamour), berlebih-lebihan dan perlindungan terhadap hak milik seperti pemberlakuan had
Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat, dan bagian yang tidak
terpisahkan dalam perjalanan sejarah kehidupan kemanusiaan secara umum. Oleh sebab
itu, seharusnya tidak ada perbedaan dalam memperhatikan satu sama lain, harus saling
membina kesatuan bagi masyarakat, antara kelompok, golongan, organisasi dan lainnya .
pertama, aturan hubungan antara dua jenis (laki-laki dan perempuan), yang mencakup;
sebab itu, syari’at telah mengatur hubungan dua jenis tersebut dalam satu bentuk
dianjurkan menikah, dibolehkan poligami bagi yang memenuhi syarat, thalaq (bercera ),
menjauhi zina, melarang hubungan di luar ketentuan Allah, hijab, larangan berkhalwat
dan sebagainya.
Kedua, menjaga keturunan, antara lain mencakup hubungan kedua jenis secara
(hifz al-nasb). Syari’at menguatkan maksud hak-hak tersebut dengan dijadikannya syari’at
terhadap hubungan dua individu yang berbeda agar mengarah pada kemuliaan, karena
hunbungan yang tidak mengikuti aturan syara’ hanya menuju kesenangan belaka, tidak
menuju kemuliaan, padahal hubungan antara dua jenis merupakan sunnatullah dalam
tersebut adalah;
c. Ibnu ‘Asyur menyebutkan hifzu al-nasl mengakibatkan wajibnya menjaga umat dari
Ketiga, hak untuk mewujudkan keluarga yang sakinah ma- waddah wa-rahmah,
a. Tidak membatasi hubungan suami- isteri hanya dalam bentuk jasadiyah saja, karena
maksud syari’at dalam hubungan suami – isteri harus melahirkan kasih sayang
b. Disyari’atkan dengan hukum-hukum, agar berkumpul yang baik antara suami ister,
(sakinah), dari segi hajiyatnya seperti mawaddah dari segi mukammalatnya seperti al-
rahmah
a. Menjaga nasab manusia merupakan dasar Maqāshid al-syari’ah yang ditekankan dari
menjaga keturunan (hifz al-nasl)121. Ushuliyyun menolak untuk memilih salah satunya
antara al-nasab atau al-nasl karena keduanya merupakan Maqāshid al-syari’ah dalam
pembentukan keluarga
b. Untuk mencapai maksud ini syari’at mengharamkan zina, mengangkat anak, untuk
menjaga kerasahasiaan apa yang ada di dalam rahim diadakan hukum khusus ‘iddah.
dharuriyyat, namun Ibnu ‘Asyur mengungkapkan bahwa yang dikehendaki dari hifz al-
120 Muhmmad Thahir Ibnu ‘Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah ( Pakistan, Dar al-Nafais,
kekeluargaan, maka dalam Islam diwajibkan asal dari pembentukan nasab adalah “pernikahan”. Lihat
kamus…al-munawir.hlm. 1411 sedangkan nasl ( keturunan) berhubungan kekeluargaan yang disebabkan
adanya pembentukan nasab, maka dalam arti lain nasl (keturunan) dapat disamartikan dengan “al-dzurriyyat”
anak cucu dan terus ke bawah. Lihat kamus al-munawir… hlm. 145 . lihat juga Jamal Al-Din ‘Athiyyah,
Nahwa Taf’’il… hlm. 151. Dengan demikian dapat disimpulkan jika ingin membentuk al- Nasl yang baik
harus di mulai dari pembentukan nasab yang baik pula.
94
nasb adalah menjaga penyebutan keturunan ( al-nasl) kepada dasarnya, oleh sebab itu
disyari’atkan menikah, diharamkan zina, ditetapkan had. Ini yang dimaksud dengan
dharuriyyat, sehingga mudah untuk dikenal dalam kehidupan masyarakat (karena ada
a. Para nabi dalam berda’wah, yang pertama diperhatikannya adalah orang yang paling
dekat dengannya, yaitu; isteri, anak dan orang-orang yang berada dalam
keluarganya sejak dari membangun rumah tangga, cara mendidik istri dan anak-anak,
cara menanamkan akidah, ibadah dan akhlaq. Dan ini semua merupakan sebuah
kewajiban kepala keluarga123. Sesuai dengan firman Allah pada surat Thaha ayat 132;
c. Menghilangkan agama dalam rumah tangga hal tersebut merupakan bagian dari
kerusakan dan ukuran jeleknya pendidikan. Padahal, hal tersebut akan dimintai
Ibnu ‘Asyur adalah ulama yang sangat memperhatikan pada al-kulliyat al-khams
untuk memelihara kemaslahatan umat dari segi maslahat manusia. Dan tidak cukup
dengan menjelaskannya dari segi dharuriyat, bahkan lebih jauh, menjelaskannya dari
Maqāshid al-Syari’ah, bidang ini dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya:
Pertama, sistem kelembagaan bagi umat. Deskripsi tentang sistem keummatan menjadi
pilihan khusus, dari segi ini syari’at membahas dari sisi tema maupun bentuk
pelaksanaannya. Masalah keumatan menjadi sesuatu yang tetap hidup sepanjang masa
beriringan dengan perubahan politik yang terjadi pada kehidupan umat itu sediri.
umat, seperti mempersatukan akidah, syari’ah dan bahasa. Mempersatukan umat tidak
berarti menghilangkan perbedaan yang banyak, tetapi tetap pada bingkai yang satu, dan
mazhab fiqh, seperti tidak menghilangkan keberadaan beberapa partai politik dengan
sebagaimana tidak menghilangkan tempat bahasa kaum dari bahasa al-qur’an al-karim.
Penerapan berbagai macam bisa dilihat dari bentuk partai, organisasi dan lainnya pada
a. Keamanan yang dimaksud mencakup keamanan dalam dan luar negeri. Keamanan
ketentuan tersebut baik yang berhubungan dengan pemeliharaan jiwa secara individu
seperti qishash125, had pencurian, had qazaf126 maupun untuk memelihara jama’ah
c. Khusus untuk memelihara keamanan luar negeri disyari’atkan memiliki kekuatan untuk
pemberontakan.
ﻟﻘﺪ ارﺳﻠﻨﺎ رﺳﻠﻨﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﻨﺎت واﻧﺰﻟﻨﺎ ﻣﻌﻬﻢ اﻟﻜﺘﺎب واﳌﻴﺰان ﻟﻴﻘﻮم اﻟﻨﺎس ﺑﺎﻟﻘﺴﻂ
(25 : ) اﳊﺪﻳﺪ
“Sungguh kami telah mengutus dengan membawa bukti dan kami telah turunkan
125 Qishah adalah hukuman setimpal bagi para pelaku pembunuhan, hukuman ini bisa diganti
dengan diyat jika mendapat maaf dari keluarga ( Q. S. al-Isra’ : 33) dan ( Q. S. al- Baqarah 178)
126 Qazaf ( menuduh orang berzina ) merupakan bentuk dosa besar yang oleh Allah swt di tentukan
had ( hukumannya) 80 kali dera dan kesaksiannya tidak diterima sebagaimana tercantumdalam surat al- Nur
: 23. Lihat Wahabah al- Zuhaili, al- Fiqhu al-Islam….jilid. 6 hlm. 70
127Hirabah yaitu perompakan atau perampasan harta orang lain secara paksa, baik secara individu
maupun kelompok ( jama’ah ). Dalam surat al-Maidah : 33, bahwa had bagi pelaku Hirabah adalah dibunuh,
atau di salib, atau dipotong tangan dan kaki secar menyilang atau di buang ke negeri lain.
128Departemen Agama RI, al-qur’an dan…hlm. 347
97
bahwa “Keadilan adalah dasar (asas) yang abadi bagi umat. Allah menyuruh menegakkan
negara yang adil meskipun kafir, dan tidak menegakkan kezaliman meskipun seorang
muslim, dunia akan beserta keadilan selamanya meskipun kafir, sebaliknya tidak beserta
a. Syari’at tidak memandang masalah agama dan akhlaq tidak menjadi bagian dari aturan
memandang memelihara agama menjadi kewajiban umat secara umum atau menolak
setiap apa saja yang berkembang yang dapat mengurangi dasar-dasar agama130, Ibnu
‘Asyur mengungkapkan bahwa masalah ini adalah bagian yang paling diperhatikan
agama yang dituntut orang mukmin untuk menegakkannya. Artinya, bukan malah
b. Untuk mewujudkan maqashid jama’i ini, difardhukan sholat berjama’ah, shalat jum’at,
shalat Id, melaksanakan haji, supaya semua kaum muslimin merasakan hubungan
akidah dengan hamba yang berkumpul. Sebagaimana dijadikan perintah amar ma’ruf
dan nahi munkar bagian dari fardhu kifayah supaya menjadi dorongan terhadap
dengan akidah, dan ibadah fardhu ‘ain supaya menjadi wasilah (jalan) kepada
bagusnya akhlaq.
c. Syari’at menekankan akhlak, sebagaimana Rasul menjelaskan : اﻧﻣﺎ ﺑﻌﺛت ﻻءﺗﻣم ﻣﻛﺎرم
اﻻﺧﻼق. Berdasarkan hadits ini dapat dilihat bahwa syari’at meletakkan akhlak menjadi
bagian hukum yang berhubungan dengan pribadi dan masyarakat. Oleh sebab itu,
penjelasan ini terihat menjadi satu bagian dengan yang lain, antara umum dan khusus,
Dalam hal ini, tidak hanya dengan menguatkan undang-undang dan kekuasaan,
a. Ibnu ‘Asyur mengatakan menjaga akal jama’ah dan umat secara umum lebih penting
dari pada menjaga akal secara individu, oleh sebab itu wajib mencegah umat dari
menghisap sesuatu yang merusak akal seperti morphin, kokain, heroin, dan
semisalnya133
b. Perintah ini tidak berhenti hanya dari sisi memelihara akal dari kerusakan tetapi lebih
memelihara jama’I (kemasyarakatan). Berdasarkan hal ini, akal jangan digiring pada
131 Hal ini sesuai hadits ﻻﻓﺿل ﻟﻌرﺑﻲ ﻋﻠﻰ اﻋﺟﻣﻰ اﻻ ﺑﺎﻟﺗﻘوى,اﻟﻧﺎس ﻛﻠﮭم ﻣن ادم ﻛﻠﮭم ﻣن ادم وادم ﻣن ﺗراب
132 اﻧﻣﺎ اﻟﻣؤﻣﻧون اﺧوة, hanya orang-orang beriman yang bersaudara ( Q.S. Al-Hujurat : 10)
133 Ibnu ‘Asyur, Maqashid al-syari’ah…hlm. 113
99
hal-hal yang tidak aktual, tidak memberi manfaat dan mudharat. Akal harus dibimbing
dari cara berfikir yang merusak, seperti membenarkan yang salah, sifat sukuisme, dan
c. Metode Islam tidak berhenti pada sisi pemeliharaan akal tetapi juga akan diajak
dengan sungguh-sungguh pada metode berfikir yang ilmiyah, dari segi fardhu ‘ain
tentang khurafat, taklid buta kepada berfikir yang berdasarkan ilmu yang benfaat baik
duniawi maupun ukhrawi. dari segi fardhu kifayah untuk keberlangsungan umat kepada
kesempurnaan pada setiap bidang kehidupan yang bersifat dharuriyat, hajiyat dan
tahsiniyyat.
a. Syari’at memberi hukum menjaga akal dari kerusakan seperti melarang minum-
minuman keras dan narkotika. Begitu juga kerusakan akal secara ma’nawi yang dapat
pelajaran, melarang bertaklid kepada nenek moyang, berhukum tanpa dalil, sebaliknya
a. Maqāshid ini merupakan salah satu Maqāshid al-Syari’ah bagi kemanusiaan untuk
menyemarakkan salah satu bagian planet bumi dibawah kepemimpinan umat manusia
sebenarnya hartanya Allah, dan manusia diberi kewenangan untuk mengaturnya, jadi
100
c. Kedua maksud tersebut, untuk menyemarakkan bumi dan menjaga kebudayaan umat
d. Bidang pertama maqashid ini adalah bidang yang disyari’atkan untuk menghadirkan
ketenangan bagi umat, menurut Jamaluddin ‘Athiyah pesatuan umat adalah masalah
e. Ibnu ‘Asyur mengatakan memelihara harta individu pada dasarnya menjaga harta umat
dari kebinasaan dan dari pindahnya harta tersebut ketangan umat lain tanpa ada
gantinya135
f. Kedua pendapat antara Ibnu ‘Asyur dan Jamaluddin tentang harta menguatkan
argumentasi bahwa harta mereka posisikan sebagai dasar kepemilikan masuk kedalam
g. Secara hakiki maksud ini adalah untuk menyemarakkan bumi dan menjaga budaya
1) Dasar kepemilikan harta disyari’atkan zakat (hak Allah didalam harta) dan
2) Tidak dapat dipungkiri bahwa harta masuk dalam hal kemasyarakatan dalam
al-maqashid al-syari’ah. Bagi manusia yang berada di negara kafir, maka pendekatan
yang digunakan adalah dengan berdakwah, sedangkan bagi manusia yang berada di
bahwa bagi non muslim mereka harus disampaikan hukum-hukum furu’ (cabang) Islam
diawali dengan dasar-dasar keimanan. Jamaludin ‘Athiyah berbeda dengan yang lain.
Pertama, saling menolong dan saling mencukupi. Hal ini berdasarkana surat al-
Hujurat : 13
ﻳﺎءﻳﻬﺎﻟﻨﺎس اﻧﺎ ﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻢ ﻣﻦ ذﻛﺮ واﻧﺜﻰ وﺟﻌﻠﻨﺎﻛﻢ ﺷﻌﻮﺑﺎ وﻗﺒﺎﺋﻞ ﻟﺘﻌﺎرﻓﻮا ان اﻛﺮﻣﻜﻢ ﻋﻨﺪ
(13 : اﷲ اﺗﻘﺎﻛﻢ ) اﳊﺠﺮات
“Hai sekalian manusia sesungguhnya kami ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan
mengenal, sesungguhnnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling taqwa ( al-
Hujurat : 13)137
manusia adalah satu, yaitu dari laki-laki dan perempuan, meskipun berbeda-beda suku
dan bangsa. Adapun maksud Allah ( syari’ ) menciptakan perbedaan ini adalah agar saling
mengenal diantara mereka. Dalam pandangan Allah bahwa orang yang paling mulia di
Kedua, hak menjadi khalifah bagi manusia di permukaan bumi. Hal ini
“Dan ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat sesungguhnya akan aku ciptakan
gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak
bisa melaksanakannya ( berat ), lalu dipikul amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia
itu sangat zalim dan sangat bodoh”. (Q.S. al- Ahzab : 72)140
Kedua ayat ini dapat dipahami bahwa manusia diposisikan sebagai khalifah
selamanya bagi makhuk lain dan akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang
dibebankan kepadanya. Hal Ini adalah bentuk risalah manusia yang diberikan kebebasan
dalam memimpin. Meskipun, terdapat perbedaan agama dan filsafat dari segi
untuk meniti jalan baik maupun buruk, karena secara fitrah manusia diberikan kemampuan
142
(8 : ﻓﺎءﳍﻤﻬﺎ ﻓﺠﻮرﻫﺎ وﺗﻘﻮاﻫﺎ )اﻟﺸﻤﺲ
Artinya :“ Maka Dia mengilhamkan jalan keburukan dan jalan ketakwaan”. (al-Syams : 8)
dalam bentuk kehidupan kemasyarakatan dan saling tolong menolong. Karena pada
memang sudah menjadi pilihan Allah. Maka dengan sendirinya manusia akan membentuk
masyarakat yang teratur untuk melindungi segenap golongan, baik secara alamiah
maupun administrasi. Yang demikian itu, merupakan kemaslahatan yang hakiki sesuai
Allah menciptakan langit dan bumi untuk manusia, bahkan apa saja yang telah
kebaikan manusia itu sendiri. Tolong-menolong antar manusia memiliki beberapa fungsi,
antara lain: pertama menjaga hak khilafah secara umum untuk kemanusiaan; Kedua,
tolong menolong untuk memakmurkan bumi, baik dari segi memelihara lingkungan, atau
kaum muslimin dengan orang lain adalah perdamaian ( al-salam)145, jadi tidak akan terjadi
peperangan dalam Islam kecuali terpaksa dalam rangka menolak permusuhan. Dan
diantara jalan (masalik) untuk menjaga kedamaian adalah mengatur hak-hak kedaulatan
Kedamaian yang dituntut ialah membangun keadilan, karena damai tidak bisa dipisahkan
dengan keadilan. Adil bukanlah hal yang sepele di dalam masyarakat, sebaliknya keadilan
adalah tujuan yang inti (asasi). Sepanjang sejarah, manusia membutuhkan penegakkan
ditetapkan undang-undang jinayah. Islam mengajak bertahan secara syar’i dari serangan
musuh, dan jikapun melakukan peperangan karena ada sebab yang membolehkan.
Muhammad Alim, yang ia kutip dari Syaifuddin di dalam al-Qur’an sebagai sumber utama
hukum Islam, menyebutkan kata adil lebih dari seribu kali, menempati posisi terbanyak
BAB IV
PERANG SAUDARA DALAM TINJAUAN MAQASHID AL- SYARI’AH
kehidupannya. Allah Swt menciptakan manusia beraneka ragam dan berbeda-beda dalam
status sosial. Kehidupan yang beraneka ragam dalam bermasyarakat sendiri tidak akan
terwujud dengan sempurna kecuali dengan semangat kebersamaan. Oleh karena itulah
Islam sangat menekankan agar kaum muslimin bersatu dalam jamaah. Rasulullah Saw
menyatakan seorang mukmin dengan mukmin lain seperti sebuah bangunan, sebagian
sesuatu yang sangat penting ( dharuri )1. Ungkapan beliau sesuai dengan perkataan para
ahli hikmah bahwa peradaban manusia itu dibangun sesuai dengan kebiasaan masyarakat
itu sendiri, oleh sebab itu menjadi sebuah keharusan bagi seseorang untuk
bermasyarakat, hidup sesuai dengan lingkungannya. Apa yang dikatakan Ibnu Khaldun
tersebut sangat tepat, karena dalam realitanya manusia dilahirkan di dalam lingkungan
masyarakat dan tidak bisa hidup kecuali tanpa masyarakat tersebut. Kemudian tumbuh,
berkembang dan dibentuk sesuai perkembangan masyarakat itu sendiri, bukan dari luar.2
Dalam kehidupan yang majemuk, mau tidak mau bersosialisasi dan berhubungan
antar individu dari jenis masyarakat yang bermacam-macam. Dari sinilah lahir hak dan
secara mutlak, karena hal itu akan bertabarakan dengan kebebasan orang lain yang bisa
mengarah pada perselisihan antar individu kecuali sudah disepakati. Dan semua ini wajib
memiliki peraturan yang membatasi kebebasan individu secara mutlak, sehingga setiap
individu bisa hidup dengan perasaan aman secara berkelanjutan. Ini merupakan kaidah-
( qanun ) menjadi sesuatu yang sangat penting (dharuri) dalam sebuah masyarakat
sebagaimana pentingnya manusia itu sendiri. Hal ini tidak bisa ditawar, sejak masa
lampau hingga akan datang. Dari kaedah-kaedah inilah yang menjadi batasan hak dan
Hubungan antara sesama makhluk Allah di muka bumi diikat oleh moral, rahmah
dan kasih sayang. Hubungan sesama manusia diikat dengan moral ukhuwah insaniyyah.
Hubungan antar warga negara diikat dengan ukhuwah wathaniyyah dan Hubungan
sesama umat Islam diikat dengan ukhuwah Islamiyah. Oleh sebab itu, dalam ruang lingkup
menganggu jiwa, harta dan kehormatan manusia tanpa adanya landasan hukum yang sah,
3 Ibid., hlm. 4
4 Dalam al-Qur’an kata-kata umat ini di cantumkan dalam berbagai variasi pertama, binatang
termasuk burung disebut sebagai umat ( Q.S : 6 : 38 ). Kedua, umat manusia seluruhnya ( Q.S. 2 : 213 ),
ketiga, umat yang berarti satu komunitas manusia ( Q. S. 21 : 92 )
5 Islam telah mengatur secara jelas ( qath’i) dalam kehidupan masyarakat hak dan kewajiban setiap
individu telah dijamin oleh Allah swt, oleh sebab itu setiap kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia
108
Al-qur’an diturunkan sebagai doktrin Islam yang utama yang menekankan ajaran
perdamaian. Secara harfiyah, Islam berarti damai, aman, selamat dan penyerahan diri.
Dalam ritual sholat, yang merupakan kewajiban utama dalam Islam, ikrar terakhir yang
Namun tidak selamanya ajaran ideal tersebut bisa direalisasikan umat Islam
sesuai dengan konsep awal (maqashid al-syari’ah). Karena dalam sejarahnya, konsepsi
diatas tidak seiring dengan perjalanan umat Islam. Ajaran Islam mengajarkan konsep ideal
yang dapat menjadi panutan umat Islam kapan dan dimanapun berada, melalui
Teks al-Qur’an yang telah diturunkan 14 abad lebih yang lalu, tentunya tidak bisa
memberi makna (arti) sendiri tanpa adanya penafsiran, pemikiran dan kesadaran umat
Islam. Pemikiran dan kesadaran manusia itulah yang akan menyebabkan sebuah teks-teks
manusia.
Untuk memahami teks-teks perang tidak bisa dipahami hanya dengan melihat
secara tekstual. Menurut Nashir Abu Zaid, untuk memahami teks-teks al-Qur’an perlu
teks dilihat dari konteks internal bahasa dan konteks sosio kultural bahasa. Sedangkan
telah diatur sanksinya secara qath’I misal, pembunuhan akan di balas dengan Qishash ( Q. S. al-aqarah,
178 ), pencurian di potong tangannya ( Q. S. al-Maidah, 38), Qadzaf ( menuduh orang melakukan perzinaan
) di balas dengan dera 80 kali ( Q. S. al-Nur : 4). Perampokan di balas dengan di bunuh atau di salib atau di
potong tangan dan kaki secara bersilang atau di buang ke negeri lain (Q.S: al-Maidah, 33)
6 Departemenen Agama RI, Al- qur’an dan…hlm 243
7 Nashir Abu Abu Zaid, Naqd al-Khitab al-Diny, (Kairo : Sina li Nashr, 1992), hlm. 110-118
109
Pada awal dakwah Islam di Makkah, Nabi Muhammad tidak diperkenankan untuk
melakukan peperangan8, Ini membuktikan bahwa sesungguhnya Islam atau dakwah Nabi
Muhammad tidak melalui pedang namun dakwah yang disampaikan Nabi berupa dakwah
bi al-hâl. Nabi memberikan contoh-contoh kehidupan yang mulia baik di mata Allah
maupun di hadapan manusia. Dakwah Islam dilakukan dengan hikmah (bijaksana) dan
mau’izhah hasanah (ungkapan yang baik). Yakni mengajak manusia untuk mengikuti
Karena dalam pandangan Islam, nyawa itu harus dihormati bahkan menjaganya
merupakan kewajiban asasi manusia. Maka Islam menghendaki manusia hidup di dunia ini
dengan damai dan sejahtera. Namun dalam realitanya manusia tetaplah manusia, bukan
malaikat. Mereka banyak melakukan kesalahan baik sesama manusia maupun kepada
Tuhannya. Ternyata, dalam perjalanan sejarah umat Islam telah terjadi peperangan yang
mengakibatkan hancurnya kehidupan umat Islam sendiri, baik dari segi ekonomi, sosial,
budaya. Sehingga peradaban yang telah dibangun ribuan tahun yang lalu hancur seketika
Dalam realitas sejarah, peperangan antar sesama umat muslim telah terjadi sejak
perkembangan Islam hingga kini. Dimulai dari perang jamal yang mempertemukan antara
pasukan yang dipimpin oleh trio Aisyah RA, Thalhah, dan Zubeir melawan pasukan yang
dipimpin Ali bin Abi Thalib. Dalam peperangan tersebut yang sangat disesalkan Ali adalah
sedangkan Aisyah ditawan dan diperlakukan dengan sangat hati-hati dan dengan cara
yang dapat memelihara sebagai ibu negara di tanah Arab. Perang antar sesama muslim ini
8 Ibn Taimiyah, Al-Siyâsat al-Syar’iyyah fî Ishlâhi al-Râ’i wa al- Ra’iyyah,cet. IV, Mesir: Dâr al-Kutub
110
terjadi pada tanggal 09 Desember 656 M9 dalam sejarah Islam merupakan perang
pembunuh Usman bin Affan terhadap Ali11 Sedangkan Zubair dan Thalhah karena
keduanya tidak mengakui kekhalifahan Ali. Dengan demikian berakhirlah perang pertama
antar sesama umat Islam, peperangan yang memperebutkan kekuasaan yang akhirnya
Setelah itu, disusul perang terbuka siffin yaitu peperangan antara tentara yang
dipimpin Muawiyah bin Abi Sofyan melawan tentara yang dipimpin Ali bin Abi Thalib yang
berlangsung selama beberapa minggu dan berakhir pada tanggal 28 Juli 657 M. Perang
yang menelan puluhan ribu jiwa sebagaimana dicantumkan di bab I ini terjadi disebabkan
Muawiyyah ingin menduduki posisi sebagai khalifah sehingga dia tidak mau ikut membai’at
Ali sebagai khalifah yang keempat. Untuk mencapai niatnya, Muawiyah bin Abi Sufyan
melakukan propaganda bahwa Ali harus menuntut tuntas pembunuh Usman bin Affan.
Demi kedamaian kekhalifahan yang dipimpin oleh Ali, maka Ali terpaksa melayani
Peperangan berhenti ketika Ali hampir memenangkan pertempuran, Amr bin ‘Ash
yang cerdik dan licin, pemimpin pasukan Mu’awiyah melancarkan siasat. Salinan al-Qur’an
9 Philip K. Hitti, History of The Arab (terjemahan Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi) (
Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet. ke-1, hlm. 224
10 Aisyah adalah istri Rasulullah dan ibu mertua Ali bin Abi Thalib, sedangkan Zubeir ibn Awwam
dan Thalhah ibn ‘Ubaidillah adalah sahabat nabi dan anggota tim formatur yang dibentuk Umar ibn Khattab
untuk membahas siapa yang akan diangkat menjadi khalifah sebagai pengganti dirinya setelah beliau wafat.
lihat. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), ( Jakarta : Radar Jaya : 2001),
cet. ke-1, hlm. 65 dan 77
11 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir Al- Thabari, Tarikh al- Thabari (Mesir : Dar al-Ma’arif : tt) hlm. 539
Muawiyah bin Abi Sufyan, karena dalam sejarah, Muawiyahlah yang mengajak mengadakan perang saudara
tersebut
111
dilekatkan diujung tombak tiba-tiba terlihat diacung-acungkan sebuah tanda yang diartikan
sebagai seruan untuk mengakhiri bentrokan senjata dan mengikuti keputusan al-Qur’an.
Karena desakan para pengikutnya akhirnya Ali yang baik hati menerima usulan tersebut
untuk melakukan arbitrase dalam persoalan mereka dan menyelamatkan jiwa umat Islam.
Meskipun dalam arbitrase tersebut Ali mengalami kekalahan dan kerugian besar bagi
dirinya karena harus turun dari jabatan khalifah dan ditinggalkan sebagian pengikutnya,
Pasca perang masa khalifah al-Rasyidin berlanjut hingga pada zaman kekemasan
kekhalifahan bani Umayyah juga tidak sedikit memakan korban baik materi maupun
immateri. Dan yang paling tragis adalah peperangan yang dilancarkan oleh Timur Lank
terhadap kekhalifahan Bani Abbasiyah dan daerah-daerah Islam lainnya. Peperangan ini
dicatat sebagai perang terburuk dalam sejarah Islam karena telah meluluhlantakkan
Begitu juga pada abad ke -20 terjadi peperangan antara negara Islam yang
mengorbankan kemaslahatan umat, sebagai contoh terjadinya perang antara Iraq dan
Iran, kedua-duanya adalah negara Islam. Perang ini terjadi pada tanggal 22 September
1980 sampai 20 Agustus 1988. Peperangan yang dikenal dengan perang Teluk I ini
berlangsung selama delapan tahun dan diperkirakan telah menewaskan lebih kurang
375.000 warga Iraq dan 500.000 warga Iran baik dari tentara maupun warga sipil. Salah
satu sebab terjadinya peperangan tersebut karena Iraq menerobos memasuki wilayah Iran
sedangkan Iran berusaha menggulingkan rezim Saddam Husein. setelah perang teluk I
berhenti, perang Teluk II meledak, peperangan ini dikarenakan Iraq menyerang Kuwait 15
Pada dasarnya, perang adalah perbuatan yang tercela, karena akibat dari perang
akan menimbulkan kesengsaraan baik secara ekonomi, sosial maupun budaya. Secara
materil, bagi yang mengalami kekalahan berarti kehilangan seluruh harta bendanya karena
menjadi harta rampasan perang. Jarahan perang dianggap harta yang suci dan dapat
dimiliki oleh orang-orang yang menang dalam perang. Begitu juga dengan implikasi sosial
Namun bukan berarti, perang itu tabu untuk dilaksanakan. Perang perlu dilakukan
manakala ada sebab-sebab yang krusial baik secara politis maupun ideologis. Bisa jadi,
dengan melakukan perang, kemuliaan dan perdamaian dapat diwujudkan sebagai upaya
menuju sukses. Agama Islam tidak menyukai pertumpahan darah, tetapi menegakkan
ajaran Islam harus dipertaruhkan dengan apa saja, termasuk menumpahkan darah
manusia. Tidaklah berlebihan jika ajaran Islam memberikan alternatif peperangan sebagai
salah satu benteng pertahanan apabila dianiaya atau dihina oleh orang atau kelompok
lain.
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa sesungguhnya perang itu dibenci oleh Allah
dan manusia, karena perang berakibat pada pembinasaan nyawa umat manusia.
Persoalan nyawa adalah persoalan krusial dalam kehidupan. Tak dapat dipungkiri bahwa
15 Lihat Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Jihad, terj. (Kairo : Maktabah Wahbah, 2009) hlm. 800,
113
akibat peperangan akan bergelimang kekerasan. Karena itu, peperangan hanya boleh
Hidup manusia di mata Allah adalah suci, tidak ada seorangpun yang berhak
untuk menumpahkan darah di muka bumi ini. Apabila darah manusia sudah tak berharga
dan kedamaian tidak lagi ditemukan di muka bumi ini, maka perang boleh ditegakkan demi
واﻟﻘﻴﻨﺎ ﺑﻴﻨﻬﻢ اﻟﻌﺪاوة واﻟﺒﻐﻀﺎء اﱃ ﻳﻮم اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻛﻠﻤﺎ او ﻗﺪوا ﻧﺎرا ﻟﻠﺤﺮب اﻃﻔﺎءﻫﺎ ﷲ وﻳﺴﻌﻮن ﰱ
(64 : ﻻرض ﻓﺴﺎدا واﷲ ﻻﳛﺐ اﳌﻔﺴﺪﻳﻦ ) اﳌﺎﺋﺪة
:“ Dan kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai
hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya, dan
mereka membuat kerusakan di muka bumi, dan Allah tidak menyukai orng-orang yang
lebih berdimensi politis dari pada konteks keagamaan. Apalagi jika dilihat dari konteks ayat
tersebut, adalah surat Madaniyah di mana ayat ini diturunkan setelah Nabi berada di
Dari penjelasan dapat penulis simpulkan bahwa pada dasarnya Islam tidak
menginginkan adanya peperangan apalagi peperangan antar sesama muslim, oleh sebab
itu, perang hanya boleh diberlakukan ketika dalam keadaan darurat atau tidak ada jalan
lain kecuali dengan peperangan tersebut. itu juga hanya sekedar untuk mengembalikan
kedamaian, keadilan dan mencegah kerusakan yang lebih berat. Bukan atas dasar
16Departemen Agama, al- Qur’an dan terjemahannya, ( Bandung : CV. Penerbit Diponegoro, 2005),
kemafsadatan, dan selamanya akan tetap seperti itu. Atau maqashid syari’ah memelihara
dari dua sudut pandang sekaligus yaitu dari segi wujud maupun ‘adamnya. Dalam
ungkapan lain, maqashid syari’ah bertujuan untuk meraih kebaikan (maslahah) dan
kewajiban baik dari segi wujud maupun adamnya karena antara keduanya memiliki fungsi
yang sama. Maqashid dari segi wujud tidak akan tegak tanpa adanya adam, sebaliknya
tegaknya adam akan kosong tanpa adanya wujud. Dalam maqashid syari’ah, wujud
merupakan dasar (ashal) sedangkan adam sebagai penopang. atau dapat juga dipahami
wujud sebagai maksud dasar sedangkan adam sebagai pengikut (tabi’) atau penyempurna
(mukammil)18.
hukum terbagi atas dua bagian yang pertama maqashid dan kedua wasail. Maqashid di
jalan atau cara untuk mencapai maqashid, maka wasilah berfungsi untuk mencapai
keutamaan maqashid dan lebih utama dari pada wasail. Dan wasilah untuk menghilangkan
Selain kedua tokoh di atas, Jamaluddih ‘Athiyyah juga memberikan istilah dalam
tersebut.20
Dari ketiga konsep yang ditawarkan oleh Ibnu Taymiyyah, Ibnu ‘Asyur dan
metode atau jalan menuju maqashid tersebut, dalam kehidupan manusia merupakan
kewajiban dalam Islam yang tidak bisa ditawar. Dalam hal ini, ketiga tokoh ini hanya
memberikan istilah yang berbeda namun secara subtansi memiliki makna yang sama.
kepentingan manusia, ada lima prinsip21 lima prinsip (al-dharûriyat al-khams) yakni Hifzh
al-dîn, hak untuk beragama atau kebebasan memilih agama dan mengimplementasikan
nilai-nilai agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Hifzh al-aql adalah kebebasan untuk
berfikir, mengemukakan pendapat sesuai dengan keadilan dan kebenaran. Ketiga Hifzh al-
nafs yakni hak atas perlindungan jiwa yakni kehidupan dunia, hidup layak, tumbuh dan
berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Hifzh al-mâl yakni kebebasan untuk
memilih harta dan menggunakannya untuk belanja kebutuhan kesehariannya. Dan terakhir
adalah Hifzh al-nasl yaitu hak untuk mempunyai keturunan sesuai dengan kebutuhan-
kebtuhan primer dan jaminan bagi anak cucu untuk menjadi orang yang berkualitas22
Pada analisis ini akan penulis paparkan satu persatu, al-maslahah al-dharuriyyah
yang harus ditegakkan dan diperoleh oleh setiap manusia, baik dari segi wujud dan
adamnya perbidang (majal) dalam kehidupan manusia dikaitkan dengan dampak perang
20Jamal al-din ‘Athiyyah, Nahwa Taf’il Maqashid al-Syari’ah, ( Suriah : Dar al- Fikr, 2003), hlm. 139
21 Ibnu Taymiyyah, Maqashid al-Syariah..hlm. 442
22 Ibnu Taymiyyah, Maqashid al-Syari’ah…hlm. 441-488, lihat juga Jamaluddin ‘Athiyyah, Nahwa
Taf’il… hlm.139-164
116
Maqashid yang paling dharuriat untuk diperhatikan adalah agama, orang yang
memutuskan suatu perkara tentang harta, darah dan kehormatan tanpa keadilan antar
manusia saja maka nerakalah tempatnya, apalagi perbuatan yang dapat mengancam
eksistensi agama.
mengenal nama dan sifatnya. Kedua, menjaga kesucian agama, mengajarkan dan
agama dari segi wujud, menurutnya beriman kepada Rasul, kepada kitab suci, kepada
Malaikat, kepada hari akhir, mengucapkan kalimat syahadat serta melakukan ibadah
pokok lainnya. Dengan dasar akidah, memeliharanya menjauhi apa saja yang dapat
Sunah24
berkewajiban atau memiliki hak untuk mempertahankan agama dari orang-orang yang
akan merusak dan menghancurkannya. Diantara jalan yang dapat ditempuh dalam
a. Berhati – hati dari sifat syirik dan riya’. Bahwa beragama yang benar adalah apabila
segala bentuk ibadah hanya ditujukan kepada Allah25. Rasulullah Saw telah
menggariskan bahwa ukuran diterima atau tidaknya amal manusia baik yang bersifat
mahdhah maupun ghairu al- mahdhah di sisi Allah di ukur dengan niat26
b. Memerangi orang yang murtad, setiap muslim berkewajiban menyuruh orang Islam
melaksanakan sholat bagi orang yang mampu melaksanakannya, orang yang tidak
mau melaksanakannya maka harus di ta’zir, orang yang tidak mau membayar zakat,
maka harus ditarik paksa27 orang yang menghina rasul maka harus diperangi. Ibnu
Najjar menjelaskan bahwa untuk memelihara agama salah satu jalan yang dapat
ditempuh oleh seorang muslim adalah berjihad (berperang menegakkan agama Allah)
c. Berhati-hati dari bid’ah dan memerangi para pembuat bid’ah. Yang dimaksud dengan
bid’ah adalah ibadah dan keyakinan apa saja yang menyalahi kitab al-Qur’an,
al-Sunnah atau apa saja yang tidak disyari’atkan Allah dalam masalah agama baik dari
eksistensi agama dan pemeluknya, seperti merusak agama yang dilakukan oleh ahli
bid’ah, tidak mau membayar zakat29, orang yang tidak mau mengerjakan sholat dan orang
yang menghina Rasul harus diperangi. Dalam konteks ini kepentingan agama terletak di
26 اﻧﻣﺎ اﻻﻋﻣﺎل ﺑﺎﻟﻧﯾﺎت واﻧﻣﺎ ﻟﻛل اﻣرئ وان ﻛﺎﻧت ھﺟرﺗﮫ ﻟدﻧﯾﺎ ﯾﺻﯾﺑﮭﺎ اوﻣراءة ﯾﻧﻛﺣﮭﺎ ﻓﮭﺟرﺗﮫ اﻟﻰ ﻣﺎھﺎﺟر اﻟﯾﮫ
ﻣﺎﻧوى, “ “Perbuatan-perbuatan itu hanya tergantung pada niat, dan setiap perbuatan seseorang hanya
(dinilai) apa yang diniatkan, apabila hijrahnya karena dunia dia akan mendapatkannya, atau karna
perempuan dia akan menikahinya, maka hijrahnya tergantung apa yang diniatkan, lihat Imam al-Zabidi,
Mukhtasar Shahih al-Bukahri (Jakarta : Pustaka Amani, 2002), cet. Ke-2, hlm. 31
27 Ibid., hlm. 454. Bahkan pada zaman Abu Bakar orang yang tidak mau membayar diperangi dan
ijma’ para salaf dari segi keyakinan ( I’tiqad), dan ibadah Bid’ah terbagi dua pertama dari segi perkataan
seperti mengucapkan dan perbuatan orang yang beribadah sambil menari-nari dalam masjid, lihat, Ibnu
Taymiyyah, Maqashid al-Syari’ah…hlm. 457
29 Abu Bakar al-Shidiq pada awal kepemimpinan sebagai khalifah memerangi orang-orang beriman
yang tidak mau membayar zakat. Lihat. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyyah II,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 36
118
atas kepentingan lainnya, Abdul Majid al-Najjar menyatakan bahwa ketika agama
terancam atau hak seseorang terhambat untuk melaksanakan agamanya, maka Islam
Sebaliknya peperangan yang dilakukan bukan karena agama akan merusak agama
itu sendiri. Perang akan mengakibatkan kehancuran kestabilan ekonomi, sosial, budaya
dan fasilitas umum lainnya yang pada akhirnya bisa berimbas terenggutnya kebebasan
melaksanakan agama. Oleh sebab itu sampai sekarang masih banyak tokoh yang
pelaksanaan syari’at secara utuh (kaffah) mau tidak mau harus didirikan negara Islam,
karena negara Islam akan menjadi jalan (wasilah) untuk menjalankan syari’at Islam secara
utuh pula.
urutan menjaga agama. Merusak agama masih lebih bahaya dari pada merusak jiwa,
karena jiwa termasuk dalam persoalan duniawi. Membunuh jiwa tanpa alasan yang benar
merupakan dosa yang paling besar setelah dosa merusak agama karena kekafiran.
Karena harta hanya merupakan bagian materi dari raga, dan raga akan mengikuti hati dan
agama.31
Seperti yang sudah penulis definisikan pada bab III, menurut Jamaludin ‘Athiyyah
yang dimaksud memelihara jiwa adalah melindungi jiwa dari perusakan secara umum yang
dapat mengakibatkan kematian, atau dengan kata lain menjaga beberapa bagian tubuh
dari perusakan, atau bagian-bagian yang mengarah pada rusaknya seluruh bagian jasad,
beribadah sholat, puasa, membaca al-Qur’an dan ibadah fardhu lainnya, sedangkan
kekuatan didapatkan dari makan, minum. Maka beliau berpandangan hal tersebut menjadi
sesuatu yang asasi didapatkan oleh setiap manusia ( wujud) dariI segi wujudnya. Secara
rinci beliau mengatakan bahwa yang termasuk wujud dalam memelihara jiwa adalah :
Meskipun kedua ulama ini berbeda dalam meletakkan makan, minum dan pakaian
apakah menempati posisi wujud atau ‘adam, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa
persoalan jiwa (nyawa) adalah persoalan urgen dalam kehidupan manusia, sehingga
seluruh aspek yang menjadi pondasi kehidupan manusia, seperti melindungi jiwa dari
pembunuhan, kelaparan, pelecehan harga diri menjadi kewajiban. Allah telah menentukan
menetapkan qishas untuk memelihara jiwa seseorang. Agar tercapai maksud semula
tanpa menimbulkan ekses yang berlebih-lebihan dan permusuhan baru, Allah melengkapi
hak-hak hidupnya, maka setiap prilaku yang mengancam eksistensi kehidupan manusia
harus dijauhkan. dari segi adam atau jalan (wasilah) untuk memelihara dan menegakkan
membayar diyat bagi pembunuhan tersalah34. Ibnu Taimiyah berfatwa bahwa setiap
kelompok yang telah keluar dari syari’at-syari’at Islam secara zahir, maka wajib
diperangi dengan persetujuan imam kaum muslimin, meskipun telah mengucapkan dua
kalimat syahadat. Pada awalnya secara hukum mereka dilarang menumpahkan darah,
2. Menjaga penopang apa saja yang dibutuhkan jiwa, baik makanan, minuman, pakaian,
tempat tinggal, menjaga dari berbagai penyakit, ini semua merupakan jalan (wasail
manusia yang Allah pilih secara khusus dari pada hewan yang kehidupannya hanya
butuh makan dan minum. Oleh sebab itu manusia bukan hanya dilihat dari sisi materi
dan jasadiah, tetapi memiliki ruh (jiwa), maka cara memeliharanya adalah dengan
memelihara seluruh aspek jiwa dan raga tersebut. Hukum memelihara Maqāshid yang
Dari pemaparan diatas, bahwa yang dimaksud dengan hifz al-nafs bukan sekedar
dilihat dari sisi jinayat saja, tetapi seluruh aspek yang mengarah pada pencapaian untuk
121
37 Al-Syatibi, al-Muwafaqat…hlm. 48
121
meraih hak hidup merupakan bagian dari hifz al-nafs. Dalam maqashid al-dharuriyat,
kehidupan merupakan hak asasi yang harus didapatkan oleh setiap manusia baik secara
materi maupun maknawi. Oleh karena dari segi wujud manusia berhak mendapat
kehidupan, maka dari segi adamnya seluruh aspek yang bisa mendukung kehidupan
tersebut tidak seorangpun yang bisa untuk menghalangi hak yang harus didapatkan oleh
kewajiban, maka seluruh jalan (masalik) untuk menpertahankan jiwa menjadi wajib
hukumnya, atau dalam istilah lain masalik tersebut menjadi wajib li ghairih39
Dalam konteks penelitian ini bahwa tidak ada hak manusia untuk membunuh dan
maka pembunuhnya harus diserahkan kepada wali al-amri (pemerintah atau qadhi/hakim)
untuk diadili berdasarkan syari’at. Namun jika wali-al-amri tidak ada atau tidak mampu
38 Mukhtar Yahya, Fatchurrahman, Dasar-Dasa Pembinaan Hukum Islami, ( Bandung, PT. al-
Ma’arif : 1986), cet. Ke- 1, hlm. 344
39 Lihat Zulkayandri, Stratifikasi Hukum Islam Dalam Perspektif Konsep Ihsan ‘Izz al-Din Ibn ‘Abd
al-Salam dan Relevansinya Dengan Ijtihad Kontemporer, disertasi, 2005, tidak dipublikasikan, hlm. 226
40 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqqi’in, (Beirut, Dar al-Fikr, 1977), juz.ke-3, hlm. 147
122
melaksanakan hukuman tersebut, atau dalam kondisi belum diketahui wali al-amri
sedangkan musuh sudah menyerang, maka berhak untuk mempertahankan nyawa dan
kehormatan dari serangan dengan maksud mempertahankan diri. Dalam sebuah hadits
dikatakan :
Akal merupakan sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata hati,
dan media kebagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Dengan akal manusia berhak
menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi, dan dengannya manusia menjadi sempurna,
serta berbeda dengan makhluk lainnya. Akal menjadi poros taklif. Dengannya, manusia
berhak mendapat pahala dan dosa, membuka cakrawala, menigkatkan strata hidupnya,
memperbaiki diri, dapat menjalin kehidupan materi dan spiritual, melanjutkan penemuan
dan inovasinya di berbagai bidang, menyelesaikan persoalan hidupnya dan mencapai cita-
cita, serta dengan akal manusia mendapatkan hidayah Allah, memahami keagungan dan
Oleh sebab itu untuk melengkapi fungsi akal Allah memberikan risalah (wahyu),
tanpa risalah akal tidak akan mendapat petunjuk untuk sampai pada pengetahuan
kemanfaatan dan kemudaharatan di dalam kehidupan dunia dan akhirat. karena cahaya
41 Abu Bakar Abd al-Razzaq Ibnu Hammam al-Shan’ani, Mushannif abd al-Razzaq, (Beirut : al-
Maktab al-Islami, 1403 H), juz. Ke-11, hlm 298
123
mata tidak akan kelihatan tanpa adanya cahaya yang mendahului. Demikian juga cahaya
akal tidak akan sampai kecuali ada yang meneranginya yaitu cahaya wahyu42
Karena akal berbentuk abstrak, tidak bisa diukur secara lahiriah maka dari segi
wujud memelihara akal bermaksud menjaga keselamatan otak, urat syaraf dan menjauhi
seluruh aspek yang dapat mengakibatkan kerusakannya. supaya akal tetap terlatih pada
fungsinya yang tinggi dari petunjuk-petunjuk yang logis, dapat mengkaji secara mendalam
mengambil i’tibar. Segi ini satu bentuk pemeliharaan akal dan agama43.
satu bentuk kongkrit pemeliharan otak adalah meningkatkan pendidikan. Inilah konsep
yang telah ditawarkan Abd. Majid al-Najjar. Oleh sebab itu setiap manusia berhak
dan berbagai bentuk kegiatan yang dapat mengoptimalkan fungsi akal merupakan hak
Sedangkan dari segi adamnya ada beberapa metode yang dapat memelihara akall
yaitu :
a. Haram merusak akal secara maknawi seperti berjudi, berfoya-foya dan melihat hal-hal
yang diharamkan. Menurut Ibn Taimiyah menjaga akal bukan hanya memeliharanya
dari hal-hall kongkrit yang dapat merusaknya fisik seperti minum-minuman khamar,
tetapi mencakup pada seluruh yang kotor (kurang baik)45. Allah berfirman :
(43 : ﻳﺎءﻳﻬﺎ ﻟﺬﻳﻦ اﻣﻨﻮا ﻻﺗﻘﺮﺑﻮا ﻟﺼﻠﻮة و اﻧﺘﻢ ﺳﻜﺎرى ﺣﱴ ﺗﻌﻠﻤﻮن ﻣﺎ ﺗﻘﻮﻟﻮن ) اﻟﻨﺴﺎء
“Hai orang-orang yang beriman jangan kamu mendekati shalat sedangkan
kamu kamu dalam keadaan mabuk hingga kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan (
b. Menurut ayat ini bahwa ibadah sholat tidak akan diterima Allah sehingga seseorang
mengetahui apa yang diucapkan, karena orang yang tidak mengetahui apa yang
diucapkan adalah orang mabuk, orang mabuk tidak bisa diberikan hukum, dan hukum
Akal bukanlah bentuk fisik yang bisa diukur dengan panca indera, maka untuk
memeliharanya adalah dengan menjaga media akal tersebut yaitu, keselamatan otak, alat
urat syaraf dengan menjauhi seluruh aspek yang mengakibatkan kerusakannya baik
lainnya48
layak atau tidaknya mendapatkan beban taklif syari’ah. Untuk memaksimalkan fungsi otak
tersebut maka diwajibkan memeliharanya dari kerusakan baik yang berbentuk fisik,
seperti minum-minuman khamar, alat-alat adiktif lainnya maupun yang bersifat nonfisik
(abstrak), seperti, tidak dididik, ditekan, diimtimidasi, ditakut-takuti, tidak dilatih untuk
Dari penjelasan di atas juga dapat penulis analisis bahwa Salah satu jalan untuk
memelihara akal dari segi adamnya adalah : Pertama melalui pendidikan. Rasulullah
bersabda :
Hadits di atas dapat dipahami, betapa pentingnya pendidikan untuk menjaga akal
manusia membutuhkan pendidikan, maka dari segi adamnya setiap orang di dunia berhak
merupakan inti dari kehidupan manusia dalam mengemban amanah sebagai khalifah Allah
dipermukaan bumi. Maka harus diberikan kebebasan dalam memanfaatkannya. Akal yang
terpaksa atau terimtimidasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang sesuai dengan
( ﻗﺎل اوﻟﻮﺟﺌﺘﻜﻢ23)ﻗﺎل ﻣﱰﻓﻮﻫﺎ اﻧﺎ وﺟﺪﻧﺎ اﺑﺎءﻧﺎ ﻋﻠﻰ اﻣﺔ واﻧﺎ ﻋﻠﻰ اﺛﺎرﻫﻢ ﻣﻘﺘﺪون
(24 ) ﺑﺎءﻫﺪى وﺟﺪﰎ ﻋﻠﻴﻪ اﺑﺎءﻛﻢ ﻗﺎﻟﻮا اﻧﺎ ﲟﺎ ارﺳﻠﺘﻢ ﺑﻪ ﻛﺎﻓﺮون ﻓﺎﻧﺘﻘﻤﻨﺎ ﻣﻨﻬﻢ
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut satu agama dan
sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka (23) (Rasul berkata), apakah
49 Muhammad Ibn Yazid Abu Abdillah al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah ( Beirut : Dar al-Fikr, tt), juz
ke-1, hlm. 81
50 Abdul Majid al-Najar, Maqashid al-Syari’ah…hlm. 136
126
(kamu mengikuti juga) sekalipun aku membawamu (agama) yang lebih (nyata) memberi
petunjuk dari pada apa yang telah kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya? Mereka
menjawab “sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu utus untuk
menyampaikannya ( QS. al-Zuhruf 23-24)”51
tanpa mengetahui ilmunya, menalar dan menggunakan metodologi yang ilmiah dalam
bertindak. Oleh sebab itu Allah banyak menggunakan idiom sindiran yang ditujukan
kehidupannya. Mafhum mukhalafah yang terkandung dalam ayat ini manusia dilarang
Perang merupakan salah satu musibah yang bisa menghancurkan seluruh sendi
kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan dan fungsi akal. Dalam sejarah peperangan
Mongolia yang dilancarkan oleh Hulagu Khan terhadap kekhalifahan Bani Abbasyah
menjadi bukti, bahwa betapa peperangan tersebut telah menjadi bukti meluluh-lantakkan
peradaban dunia Islam, saat dunia Islam menjadi satu-satunya kiblat pendidikan dan
pengembangan pemikiran pada masa itu, umat Islam sedang dalam giat-giatnya
mengembangkan pemikiran (akal) melalui dunia pendidikan. Saat perang itulah seluruh
berbagai displin ilmu pengetahuan, buah keilmuan mereka masih dirasakan hingga masa sekarang.
sekedar contoh dalam bidang fiqh lahir ulama besar seperti imam Abu hanifah, Imam Maliki, Imam Hambal,
Imam Syafi’I, Dalam bidang hadits melahirkan, Imam Bukhari, Imam Muslim, al-Turmudzi, al-Nasa’I, Abu
Daud, Ibnu Majah. Dalam bidang filsafat melahirkan tokoh sekaliber Ibnu Sina, ibnu Rusyd. Dalam ilmu
127
Dari data tersebut bahwa perang saudara sesama muslim ditinjau dari maqashid
syari’ah sangat bertentangan dengan hak asasi (dharuri) manusia dalam bidang
Untuk kelangsungan kehidupan manusia, perlu adanya keturunan yang sah dan
jelas. Untuk maksud itu Allah Swt melengkapi makhluk hidup ini dengan nafsu syahwat
yang mendorong untuk melakukan hubungan kelamin yang harus dilakukan secara sah
dan baik. Sehingga hubungan dua jenis antara laki-laki dan perempuan mutlak akan
tersebut hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya menuju kesenangan tanpa
mengangkat kemuliaan dan derajat manusia. Karena pada dasarnya hubungan lawan jenis
tumbuhan.
agar manusia tidak punah di dunia ini. Menurut al-Ghazali, syahwat diberikan Allah kepada
manusia, agar mereka mendapatkan keturunan 55. Al-Jurjawi dalam bukunya “Hikmat al-
esakta lahir al-Khawarizmi. Tokoh-tokoh seperti ini lahir karena kondisi zaman pada waktu itu
memungkinkan, negara dalam keadaan aman dan pemerintahannya memberikan ruang kepada ulama untuk
berfikir bebas sesuai dengan keahliannya tanpa adanya intervensi dari luar. Lihat. Mana’, Tarikh al-Tasyri’ al-
Islami al-TasyrI’ wa- al-Fiqh, (Riyadh : Maktabah al-Ma’arif : 1997), cet. Ke- 2 hlm. 325-393 Syekh
Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Hukum Islam ( Jakarta : Akademika
Presindo : 1996), cet. I, h. 182. Lihat juga Khudhari bik, Tarikh al-Tasyri’ al- Islami, ( Surabaya : al-Hidayah,
tt), h. 326-329, lihat juga Musthafa Ahmad Salabi, al-Madkhal fi al – Fiqhi-... h. 207
55 Berbeda dengan sebagian fuqaha’ lainnya yang memandang bahwa hakikat pernikahan adalah
untuk memenuhi kebutuhan seksual, sedangkan mendapatkan keturunan adalah hasil atau akibat
pernikahan. Bertitik tolak dari pemikiran ini Imam al-Ghazali berpendapat lebih baik menikah bagi mereka
yang disibukkan beribadah, menuntut ilmu dan memiliki kekurangan atau penyakit, seperti impotens. Dia
juga berpandangan bahwa azal, onani dan aborsi diharamkan karena dapat memutus kelestarian eksistensi
128
berbeda56. Menurutnya, Allah telah menciptakan manusia untuk memakmurkan bumi dan
segala yang ada di muka bumi untuk mereka. Kelestarian pemakmuran bumi amat
ditentukan oleh keberadaan manusia hingga hari Kiamat. Hal ini ditentukan oleh proses
pernikahan57.
utama pernikahan, yang mengadung hikmah dan mamfa’at lainnya. Banyaknya keturunan
akan membuat pemakmuran bumi akan menjadi mudah bagi manusia. Memelihara
Yang dimaksud dengan memelihara nasab adalah hubungan yang jelas antara
anak dengan dasarnya yaitu bapak dan ibunya dalam ikatan yang diketahui secara pasti.
Memelihara nasab menjadi hal yang sangat dharuri dan berhubungan dharuri nya dengan
memelihara masyarakat.58 Pada bahasan yang lalu dikatakan bahwa maslahah yang
bermafa’at bagi kehidupan orang tuanya, baik sebelum atau pun ketika memasuki usia
manusia. Dia juga melarang membujang dan sikap kerahiban berdasarkan argumentasi ini. Imam al-Ghazali.
Ihya..., hlm.27.
56 Penjelasan yang hampir sama dengan al-Jurjawi ini dapat dilihat dalam Ibrahim Hosen. Fiqh
lanjut. Rasulullah saw juga menyebutkan bahwa do’a anak yang sholeh menjadi syafa’at
Sebaliknya, hifz al-nasl juga mengisyaratkan kebutuhan isteri terhadap suami dan
kebutuhan anak terhadap orang tuanya, baik dalam hal materi, fisik, psikologis atau
kepemimpinan. Perang menelan korban jiwa yang sangat banyak, baik dari kalangan sipil
maupun militer, telah membawa dampak sosial, terutama keutuhan keluarga. Banyak isteri
menjadi janda, dan anak menjadi yatim akibat perang. Dan hal ini menimbulkan persoalan
amukan dan pasca perang merupakan fakta lain tentang dampak perang yang
untuk menjadi khalifah di muka bumi, yaitu untuk mengimarahkan (membangun) alam. Misi
ini akan tetap berjalan hanya bila regenerasi manusia dijaga. Bila tidak, manusia akan
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa Allah swt telah mengatur tata cara
menghargai eksistensi diri manusia, maka setiap pembunuh, penghasut, penggunjing dan
pencela disyariatkan diberikan sanksi59. Hak pengakuan terhadap eksistensi diri manusia
berarti bahwa sebagai makhluk sosial, manusia sama dihadapan Allah S.W.T dan sama
dihadapan hukum. Setiap orang berhak diperlakukan secara adil dan berprikemanusiaan.
menghilangkan nasal/keturunan baik secara fard atau mujtama’. Dari segi wujud, untuk
59 Saksi-sanksi terhadap perusak dan penggangu terhadap eksistensi diri manusia oleh hampir
seluruh ulama fiqh dikumpulkan dalam pembahasan khusus fiqh jinayah bab hudud, lihat Wahbah al-Zuhaili,
al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuhu, (Damsyiq : Dar al-Fikr, 1985) juz ke-6, cet ke-2, hlm.7-409
130
pemeliharaan keturunan (hifz al-nasl), Islam mensyari’atkan beberapa hal, antara lain:
dianjurkan untuk menikah; menikahi pasangan yang subur; mendidik keluarga; mencukupi
nafkah; menta’ati suami; menta’ati orang tua dan berbakti kepadanya; memelihara anak
yatim; menyantuni para janda dan sebagainya. Dari segi ‘adam, untuk pemeliharaan
keturunan (hifz al-nasl), Islam mensyari’atkan beberapa hal, antara lain: tidak boleh
membunuh anak; dilarang aborsi; mempertahankan keluarga dari serangan pihak luar;
Maksud dasar dharuriyyat adalah demi kemaslahatan hati dan agama, maksud
ini bersifat jasadiah, sedangkan pelengkap untuk kemaslahatan jasadiah adalah makan,
minum yang akhirnya bisa melakukan pekerjaan untuk mendapatkan harta. Sedangkan
harta sebagai pelengkap bagi jasad, yang keduanya itu sebagai pelengkap bagi agama.
Dan seluruhnya itu untuk meraih kemaslahatan di dunia dan aktivitas-aktivitas lain yang
Dari segi wujud teori memelihara harta akan bersangkut paut perkara-perkara
sebagai berikut :
mencari harta sehingga tidak makan, minum, berpakaian dan apa saja yang mereka
butuhkan yang akhirnya mengakibatkan tidak sempurnanya agama mereka tanpa harta
tersebut61 .
Tidak diragukan lagi biasanya orang yang telah memilki harta yang banyak akan
menganggap bahwa harta tersebut dijadikan sebagai penolong dan penguasa atas dirinya.
Berbeda dengan orang yang beriman harta tidak dijadikan penguasa, karena di dalam
Bagi orang beriman harta memilki tiga kamaslahatan, yaitu: pertama, sebagai harta
kekayaan bagi dirinya sehigga tidak manjadi manusia yang rendah dan fakir; kedua,
menyelamatkan harta, agama sehingga tidak berkurang karena harta dan tidak berpaling
karena harta; ketiga, menggunakan harta untuk agama sehingga bermanfaat untuk dirinya
ada peperangan atau menghadang di jalan (qath’u al-tahriq) atau perang antar kelompok
yang dilarang syari’at Islam, berarti mereka telah meruntuhkan atau merusak jiwa, harta,
usaha, keturunan, yang tidak menjadi maksud menegakkan agama dan hak milik 63.
Padahal untuk memelihara harta, Allah swt memjamin hak milik seseorang sebagaimana
اﻟﺴﺎرق واﻟﺴﺎرﻗﺔ ﻓﺎﻗﻄﻌﻮا اﻳﺪﻳﻬﻤﺎ ﺟﺰاء ﲟﺎ ﻛﺴﺒﺎ ﻧﻜﺎﻻ ﻣﻦ اﷲ واﷲ ﻋﺰﻳﺰ ﺣﻜﻴﻢ ) اﳌﺎﺋﺪة
(38 :
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah
Untuk menjamin hak kepemilikan harta dari perusakan, dan perampokan. Allah
menjelaskan :
اﳕﺎ ﺟﺰاءاﻟﺬﻳﻦ ﳛﺎرﺑﻮن اﷲ ورﺳﻮﻟﻪ وﻳﺴﻌﻮن ﰱ اﻻرض ﻓﺴﺎدا ان ﻳﻘﺘﻠﻮا او ﻳﺼﻠﺒﻮا اوﺗﻘﻄﻊ
اﻳﺪﻳﻬﻢ وارﺟﻠﻬﻢ ﻣﻦ ﺧﻼف او ﻳﻨﻔﻮا ﻣﻦ اﻻرض ذﻟﻚ ﳍﻢ ﺧﺰي ﰱ اﻟﺪﻧﻴﺎ وﳍﻢ ﰱ اﻻﺧﺮة
65
(33 : ﻋﺬاب ﻋﻈﻴﻢ ) اﳌﺎﺋﺪة
“ Sesungguhnya pembalasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-
nya membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau di salib atau
dipotong tangan dan kaki secara bersilang atau dibuang dari negeri (kediamannya, yang
demikian itu sebagai suatu penghinaan bagi mereka, di dunia dan di akhirat mereka
mendapat siksa yang besar ( al-Maidah : 33)66
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa perang saudara sesama muslim
secara umum melanggar hak-hak dasar kepemilikan individu. Harta, lapangan pekerjaan
bahkan harta milik seseorang akan menjadi hak milik orang yang menang dalam
harta.
Konsep umat menjadi penting dalam kehidupan bersama. Karena pada dasarnya
salah maksud syari’at diturunkan adalah untuk melindungi hak-hak umat. Karena itulah
peperangan hanya dibolehkan ketika dalam keadaan terpaksa (dharurat). Artinya bukan
hukum asal ( azimah ). sesuai dengan kaedah-kaedah fiqh ( اﻻﺻل ﻓﻰ اﻟﻌﻼﻗﺔ اﻟﺳﻠمhukum
asal hubungan (sesama manusia) itu adalah perdamaian ) 67 oleh sebab itu dalam Islam
setiap ada perselisihan antar kelompok atau individu harus diselesaikan terlebih dahulu
mengakibatkan hilangnya jiwa seseorang, Islam tetap menganjurkan kepada ahli warisnya
tetap memberikan peluang kepada pelaku agar dimaafkan, karena itulah bentuk
keringanan dan rahmat Allah, sedangkan untuk menerapkan efek jera, hukum qishahsh
yang harusnya di jatuhkan diganti dengan membayar diyat 68. dalam ayat lain dijelaskan
bahwa perang adalah jalan terakhir yang boleh ditempuh oleh umat muslim ketika tidak
bahwa setiap peperangan yang dilakukan setiap muslim harus memiliki alasan yang kuat.
Apabila telah memenuhi alasan-alasan dasar baru diperbolehkannya perang dalam Islam.
Di antara bentuk-bentuk kapan seorang muslim bisa memerangi saudaranya yang muslim
1. Karena umat muslim dizalimi atau di aniaya. Ketika umat Islam di dholimi, dianiaya
melaksanakan perang, pada saat itu mereka memiliki hak untuk mempertahankan
harga dirinya dengan melakukan peperangan. Meskipun yang berbuat zalim tersebut
orang Islam. Tidak ada salahnya mereka diperangi, karena mereka adalah muslim
67
A. Djazuli, Fiqh Siyasah…, hlm. 218
68Selengkapnya firman Allah tersebut menyatakan;
ﻓﻤﻦ ﻋﻔﻲ ﻟﻪ ﻣﻦ اﺧﻴﻪ ﺷﻴﺊ ﻓﺎﺗﺒﺎع ﺑﺎﳌﻌﺮوف واداء اﻟﻴﻪ ﺑﺎﺣﺴﺎن ذﻟﻚ. اﳊﺮ ﺑﺎﳊﺮ وﻟﻌﺒﺪ ﺑﺎﻟﻌﺒﺪ وﻻﻧﺜﻰ ﺑﺎ ﻻﻧﺜﻰ.ﻳﺎءﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻴﻜﻢ اﻟﻘﺼﺎص ﰱ اﻟﻘﺘﻠﻰ
(178 : ﲣﻔﻴﻒ ﻣﻦ رﺑﻜﻢ ورﲪﺔ ) اﻟﺒﻘﺮة
69 Selengkapnya firman Allah tersebut menyatakan;
134
yang zalim, dan orang zalim tidak boleh dibiarkan tanpa perlawanan 70. Hal ini sesuai
( واﻟﺬﻳﻦ39 اذن
اﺧﺮﺟﻮاﻣﻦ دﻳﺎرﻫﻢ ﺑﻐﲑ ﺣﻖ اﻧﺎ ان ﻳﻘﻮاﻟﻮا رﺑﻨﺎﷲ وﻟﻮﻻ دﻓﻊ اﷲ اﻟﻨﺎس ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﺒﻌﺾ
ﳍﺪﻣﺖ ﺻﻮاﻣﻊ وﺑﻴﻊ وﺻﻠﻮات وﻣﺴﺎﺟﺪ ﻳﺬﻛﺮ ﻓﻴﻬﺎﺳﻢ اﷲ ﻛﺜﲑا وﻟﻴﻨﺼﺮن اﷲ ﻣﻦ
( 40 : ان اﷲ ﻟﻘﻮي ﻋﺰﻳﺰ )اﳊﺞ. ﻳﻨﺼﺮﻩ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
seungguhnya mereka mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar
maha kuasa menolong mereka itu (30) yaitu, orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanapa alasan yang benar, kecuali mereka berkata “
Tuhan kami hanyalah Allah” dan sekiranya Allah Allah tiada menolak ( keganasan)
sebagian mereka dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibada orang-orang Yahudi dan masjid-masjid
yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang-orang yang menolong (agama) Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
kuat dan perkasa ( 40 )71
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pada posisi mazlum (teraniaya), siapapun dan
keteraniayaan. Oleh karena prinsip Islam dalam peperangan bukan hanya berdimensi
manusia, namun dalam konteks ini peperangan di perbolehkan ketika dalam keadaan
mencegah pertumbuhan darah yang lebih banyak diantara umat yang bertikai72
diantara kedua belah pihak setelah mereka menjalin kesepakatan karena salah satu
1962), hlm. 48
135
pihak berbuat aniaya terhadap pihak lain73. Dalam hal ini, kelompok yang melanggar
perjanjian dan membatalkan perdamaian harus diperangi74. Berkenaan dengan hal ini,
وان ﻃﺎ ﺋﻔﺘﺎن ﻣﻦ اﳌﺆﻣﻨﲔ اﻗﺘﺘﻠﻮا ﻓﺎءﺻﻠﺤﻮا ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎءن ﺑﻐﺖ اﺣﺪاﳘﺎ ﻋﻠﻰ اﻻءﺧﺮى
(9 : ﻓﻘﺎ ﺗﻠﻮ ا اﻟﱵ ﺗﺒﻐﻲ ﺣﱴ ﺗﺒﻐﻰ ﺣﱴ ﺗﻔﻴﺊ اﱃ اﻣﺮاﷲ ) اﳊﺠﺮات
“Dan jika dua olongan orang mu’min berperang maka damaikanlah keduanya. Jika
sa lah satu dari dua golongan itu beruat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada
3. Karena salah satu pihak menolak untuk menerima ajakan damai yang diperintahkan
oleh Allah swt. Ini merupakan bentuk aniaya dan kesombongan di muka bumi. Jika Al-
qur’an telah memerintahkan sambutan terhadap ajakan damai etika kaum musyrik yang
diperangi memintanya . apalagi jika ajakan damai itu dari sebagian muslim terhadap
(61 : وان ﺟﻨﺤﻮا ﻟﻠﺴﻠﻢ ﻓﺎﺟﻨﺢ ﳍﺎ وﺗﻮﻛﻞ ﻋﻠﻰ اﷲ اﻧﻪ ﻫﻮاﻟﺴﻤﻴﻊ اﻟﻌﻠﻴﻢ ) اﻻﻧﻔﺎل
:“ Dan jika mereka condong kepada perdamaian, terimalah dan bertawakkallah
Dalam ayat ini apabila orang-orang musyrik yang berperang mengajak damai,
maka terimalah ajakan itu, apalagi ajakan tersebut datang dari sebagian muslim
terhadap sebagian muslim lainnya. Jika kedua kelompok yang berperang itu menolak
ajakan damai dan terus menerus saling menumpahkan darah tanpa alasan yang bisa
diterima, keduanya dipandang telah berbuat aniaya77. Jama’ah al-Halli wa-al ‘Aqdi (
umat hakekat kedua kelompok tersebut bahwa keduanya telah berbuat aniaya. Dan
Termasuk hal-hal yang wajib dalam melawan mereka adalah dengan cara
yang paling mudah sebagaimana hukum melawan perang (agresor), jika bisa dilawan
dengan teguran, tidak dibenarkan penggunaan kekerasan. barangsiapa kalah dan lari
mereka dengan pembunuhan masal, seperti tembakan dengan meriam dan senjata
4. Wahbah al-Zuhaili lebih mendetail dalam menjelaskan secara umum beberapa hal yang
secara formal membolehkan perang dalam pandangan ahli fiqih antara lain :
a. perbedaan pemikiran,
Para ulama ushul berbeda pendapat dalam menempatkan hierarki hukum dharuri
al-khamsah. Imam al-Ghazali mengungkapkan bahwa hal yang perlu dijaga secara
berurutan adalah dimulai dari menjaga agama, jiwa, akal, keturunan ( al-Nasl), dan harta80.
sedangkan al- Buthi dengan mengambil beberapa pendapat tokoh mengungkapkan bahwa
menurut al-Razi secara runtut dimulai dari memelihara jiwa, harta, nasab, agama dan akal.
berbeda pula dengan Amidi secara berurutan beliau menempatkan agama sebagai
Dengan adanya perbedaan tersebut, untuk melihat mana sebenarnya yang lebih
Dengan adanya tarjih ini maka urutan al-Amidi terhdap dharuriyyat al- khamsah
di prioritaskan dari segi memelihara agama (hifdz al-din), kemudian memelihara jiwa (hifdz
al-nafs), keturunan (hifdz al-nasl), akal (hifdz al-akal) dan harta (hifdz al-mal). Sedangkan
menurut ibnu al- Hajib dimulai dari menjaga agama (hifdz al-din), jiwa (hifdz al-nafs), akal
(hifdz al-akal), keturunan (hifdz al-din), dan memelihara harta (hifdz al-mal). Berbeda pula
menjaga agama (hifdz al-din) , kemudian jiwa (hifdz al-nafs) , akal (hifdz al-akal), harta
(hifdz al-mal) dan nasab (hifdz al-din ). sedangkan al-Syatibi menyebutkan bahwa menjaga
al-dharuriyyat al-khamsah secara berurutan dimulai dari menjaga agama (hifdz al-din), jiwa
(hifdz al-nafs), keturunan (hifdz al-nasl), harta (hifdz al-mal) dan akal (hifdz al akal).
80
Al- Imam Abu Hamid l-Muhammad bin Muhammad Ghazali, al- Mushtayfa min ‘Ilmi
al- Ushul, jilid ke-2, hlm. 482
81
Al- Jilaliy al- Mariniy, Al-Qawa’id al-Ushuliyyah ‘Inda al-Imam al-Syathibi Min Khilali
Kita.bih al-Muwafaqat , Mesir : Dar ibn Qayyim, cet. Ke-1, hal. 261
138
Dari seluruh pendapat ini dapat di jelaskan bahwa para ushuliyyun dalam
menetapkan dharuriyyah al- khamsah ada yang menempuh jalan yang dipakai oleh al-
Ghazali dan sebagaian mereka menempuh metode yang diterapkan al- Amidi, dan ada
yang digunakan oleh Imam al-Ghazali yang secara berurutan dimulai dari menjaga agama
( hifdz al-din) , jiwa ( hifdz al- nafs), akal (hifdz al-akal), keturunan ( al-Nasl), dan harta (
hidz al- mal.). di dahulukan memelihara agama dari pada yang lain di karenakan
kemaslahatan manusia terbagi pada dua. Pertama kemaslahatan yang bersifat duniawi
dan kedua kemaslahatan yang bersifat ukhrawi. 83 dari kedua kemaslahatan tersebut
yang amat kekal adalah kemaslahatan ukhrawi. Dan seharusnya setiap kegiatan mukallaf
Dalam konteks penelitian ini penulis sepakat terhadap pandangan Dr. Muhammad
seperti ini dikarenakan menghilangkan jiwa adalah jenis pengerusakan yang paling besar
setelah pengerusakan agama. Membunuh jiwa tanpa alasan yang benar merupakan dosa
82
Ibid, hal. 262
83
Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Dawabith al-Maslahah fi al-Syari’at al-
Islamiyyah, Mesir : Muassah al-Risalah, tt, hlm. 85
84
Ibid., hlm. 86
85
Ibid., hlm. 58
139
yang paling besar setelah kekafiran86. Bahkan menurut Jamaluddin ‘Athiyyah, memelihara
jiwa lebih didahulukan dari pada akal di sebabkan jiwa adalah sebagai dasar ( ashal)
sedangkan akal mengikut. Menjaga yang Dasar (ashal) lebih di dahulukan dari pada yang
mengikuti87. Pada intinya setiap orang berhak hidup meskipun tidak berakal. Sebagai
contoh orang gila walaupun tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat, tetapi mereka
Selanjutnya memelihara akal, akal menduduki posisi yang ketiga dalam maqashid
al-dharuri. Karena dengan akal yang sehat maka manusia dapat menjalankan fungsinya
sebagai khalifah Allah. Menjalankan kewajiban baik yang bersifat individu maupun sosial.
jiwa. Yang demikian itu Allah menjelaskan bahwa ada tiga bagian yang dikatagorikan dosa
besar yaitu kekafiran, membunuh jiwa tanpa alasan yang benar dan berzina 88. Di dalam
واﻟﺬﻳﻦ ﻻﻳﺪﻋﻮن ﻣﻊ ا ﷲ اﳍﺎ اﺧﺮ وﻻﻳﻘﺘﻠﻮن اﻟﻨﻔﺲ اﻟﱵ اﻻ ﺣﺮم اﷲ اﻻ ﺑﺎﳊﻖ وﻻ ﻳﺰﻧﻮن
“Orang-orang yang tidak mengajak selain Allah, tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar dan juga mereka tidak berzina ( al-
Furqan : 68)”89
Sedangkan menjaga harta diletakkan pada tingatan dharuri yang terakhir, menurut
Ibnu Taymiyyah karena harta sebagai penyempurna dari keempat dharuri yang telah
86
Ibnu Taymiyyah, Maqashid al…hal. 461
87
Jamaluddin ‘Athiyyah, Maashid al..hlm. 39
88
Ibnu Taymiyyah, Maqashid al…hal. 472
89
D epartemen Agama, al-Qur’an dan…hm. 974
140
antar sesama muslim dapat di laksanakan apabila betul-betul dalam keadaan dharurat.
Atau dengan kata lain jika tidak dilaksanakan peperangan akan terjadi kemudharatan yang
lebih besar yang dapat mengancam eksistensi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta
Pada pembahasan diatas telah diuraikan bahwa dalam sejarah perjalanan umat
Islam sejak dari masa sahabat nabi hingga kini pernah di warnai peperangan antar umat
Islam sendiri. Perang-perang seperti ini tentu akan mengakibatkan efek hukum secara
syar’i yang harus ditinjau dari berbagai aspek termasuk dari sudut maqashid al-syari’ah
Secara normatif perang saudara merupakan perbuatan haram yang dilakukan oleh
umat Islam91 karena akan membinasakan kehidupan manusia dari berbagai sisi. Agama,
jiwa, akal, keturunan, harta keutuhan umat akan porak-poranda ketika terjadi peperangan
tersebut. Namun ketika masuk kedalam variasi berperang, bermacam model motivasi/niat
yang menjadi menyebabkan terjadinya peperangan. Di atas motivasi dan niat itulah
diletakkan dasar dan ‘illat hukum dalam menetapkan hukum perang saudara.
Dalam sejarah Islam, ada beberapa variasi perang sesama muslim yang pernah
terjadi diantaranya :
1. Perang antar sahabat , yaitu peperangan yang dilakukan oleh para sahabat nabi. Ada
beberapapa jumlah perang yang telah terjadi pada zaman sahabat : Pertama, perang
jamal yaitu peperangan yang dilakukan oleh Aisyah, Thalhah dan Zubeir berhadapan
dengan pasukan yang dipimpin Ali bin Abi Thalib92. perang saudara ini terjadi
90
Ibnu Taymiyyah, Maqashid al-…hal. 480
91 Ibid., hlm. 60
92 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir Al- Thabari, Tarikh al-Thabari…hlm. 532-534
141
dikarenakan Aisyah menuntut pembunuh Usman bin Affan di adili 93, karena pada waktu
itu Ali sebagai khalifah, maka kewajiban Ali sebagai wali al-amri untuk memberikan
hukuman kepada pembunuh Usman. Sedangkan Ali bin Abi Thalib berpandangan
perlunya waktu yang tepat untuk mengusut tuntas pembunuhan Usman, kemudian
berijtihad tentang bagaimana menuntaskan hukuman atas kematian Usman bin Affan,
menurut Aisyah Usman di zalimi, maka sebagai seorang muslim wajib membela dan
memberikan hukuman kepada seluruh yang menzalimi Usman 94. permintaan Aisyah
tentang hukuman bagi pembunuh Usman yang diusulkan ke Ali sebagai kepala negara
sudah tepat. Karena jika penuntutan dilakukan oleh masyarakat sipil, maka sistem
kemasyarakatan tidak teratur. Sedangkan Ali memiliki pertimbangan lain, ketika Aisyah
menyangkut jiwa orang banyak dan dapat mengoncang kehidupan sosial ( mujtama’).
Dari penjelasan diatas penulis simpulkan bahwa perang jamal terjadi tidak ada
unsur kebencian dan permusuhan antar aisyah dan Ali. Hal ini terbukti dengan
penawaran Ali kepada Aisyah supaya Aisyah membatalkan perang saudara tersebut.
Jadi bisa di simpulkan bahwa Ali dengan terpaksa melakukan peperanagn tersebut.
Oleh sebab itu Ali sangat menyesal ketika melihat Thalhah dan Zubeir tewas dalam
dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sofyan berhadapan dengan tentara yang dibawa oleh
Ali bin Abi Thalib95. Peperangan ini juga terjadi karena adanya tuntutan Muawiyah agar
mendahulukan persoalan negara. Disamping itu. Sebelum terjadinya perang shiffin Ali
Affan hanyalah bentuk propaganda untuk menggeser Ali dari kursi Kekhalifahan. hal ini
bisa dilihat dari sejarah, ketika tampuk khalifah berada ditangan Muawiyah dan
Atas data sejarah itu maka penulis berkesimpulan, bahwa Ali adalah orang
yang di zalimi oleh Muawiyah bin Abi Sofyan dan peperangan yang dilakukan oleh
2 Perang saudara sesama negara Islam, perang ini terjadi antara negara yang memiliki
dasar negara Islam, hukum yang diterapkan hukum Islam, penduduknya mayoritas
Islam. negara ini berdiri sendiri tanpa ada ikatan struktural, instruktif maupun
95 Ibid ., 563-565
96 Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, ( Jakarta : UI. Press,
2008), cet. Ke-5, hlm. 6
143
koordinatif dengan lawan perangnya. negara ini sama – sama memiliki kekuasaan
perang teluk antara negara Iraq dan Iran dan perang Iraq melawan Kuwait 97
Perang Iraq melawan Iran ( perang teluk I) dikarenakan Iraq ingin menguasai
Iran ketika Iran sedang sibuk mengukuhkan revolusi dan mengumpulkan kekuatan.
Sedangkan perang Iraq melawan Kuwait ( perang teluk II) Iraq tetap dengan motivasi
yang sama yaitu ingin menguasai Kuwait. Sehingga rakyat Kuwait memberikan
Dari segi wujud, maqashid al- syari’ah menjamin setiap manusia memiliki hak
hidup, mendapat keamanan yang sama baik ancaman dari dalam maupun luar negeri
untuk memelihara jiwa, kehormatan dan hartanya. Maka dari segi adamnya, setiap
dihapuskan99.
Yusuf al-Qardhawi dalam kondisi seperti ini, Iran maupun Kuwait diperbolehkan
mereka. Meskipun yang diperangi adalah sesama umat atau negara muslim 100. Dalam
kondisi seperti ini seorang muslim boleh bahkan di wajibkan untuk mempertahankan
harga diri yang di zalimi orang lain. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an surat al-Hajj:
(39
97 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Jihad… hlm. 800
98 Yusuf al-Qardhawi…lm. 800
99 Ibnu Taymiyyah, Maqashid al-syari’ah… hlm. 462, 480
3. Perang antara negara Islam dengan kelompok separatis muslim dalam satu negara,
perang ini terjadi antara penguasa (pemerintahan) yang secara konstitusional sah
melawan penduduk atau masyarakat yang sah pula dalam negara tersebut, di dalam
beberapa kitab fiqh perang seperti ini disebut dengan bughat (pemberontak).102
kesenjangan ekonomi, sosial, budaya dan politik antara pemerintah dan rakyat yang
dipimpinnya. Peperangan model ini pernah terjadi hampir di seluruh negara yang telah
merdeka.
Perang model ini dalam Islam, ketika bughot (rakyat yang melakukan makar),
kepada pemerintahan yang konstitusional dan tidak melanggar syari’at. Maka demi
menjelaskan :
وان ﻃﺎ ﺋﻔﺘﺎن ﻣﻦ اﳌﺆﻣﻨﲔ اﻗﺘﺘﻠﻮا ﻓﺎءﺻﻠﺤﻮا ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎءن ﺑﻐﺖ اﺣﺪاﳘﺎ ﻋﻠﻰ اﻻءﺧﺮى
(9 : ﻓﻘﺎ ﺗﻠﻮا اﻟﱵ ﺗﺒﻐﻲ ﺣﱴ ﺗﺒﻐﻰ ﺣﱴ ﺗﻔﻴﺊ اﱃ اﻣﺮاﷲ ) اﳊﺠﺮات
“Dan jika dua olongan orang mu’min berperang maka damaikanlah keduanya. Jika
sa lah satu dari dua golongan itu beruat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada
ketidakadilan, dan sewenang terhadap rakyatnya, demi amar ma’ruf nahi munkar maka
rakyat pula memiliki hak unuk melakukan peringatan, bahkan perlawanan jika
Peperangan antar negara muslim, peperangan ini terjadi antara dua negara
Termasuk perang yang diharamkan adalah yang kita kenal pada zaman
sekarang dalam lingkup yang lebih luas, yaitu perang antar negara Islam dalam
memperebutkan wilayah-wilayah itu. Perang model ini merupakan peninggalan dan tipu
berpenduduk terbanyak beragama Islam. Hasil sensus tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia adalah
179.321.641 jiwa.diperkirakan sedikitnya 85% beragama Islam. Lihat Muhammad Tahir Azhary, Negara
Hukum, suatu studi tentang prinsip-prisipnya, dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada negara
Madinah dan Masa Kini ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2003), cet. Ke- 3, hlm. 194
106Malaysia dan Konstitusinya tahun 1957 diubah pada tahun 1964 dengan tegas menyatakan
bahwa Islam menjadi agama resmi negara federasi. Konsekwensi logis dari ketentuan ini, adanya hubungan
antara federasi Malaysia sebagai negara agama Islam. Sehingga Malaysia tiak bisa disebut sebagai negara
sekuler. atau konsekwensi lebih jauh ajaran Islam dan hukum Islam di anut dan harus dilaksanakan di
federasi Malaysia. Ibid., hlm. 215
146
daya klasik kaum kolonial yang sering melakukan politik pecah belah terhadap negara
tetangganya107
yang besar yang dihimpun oleh oleh akidah Islam sebagai sentral dan syari’at Islam
sebagai tempat rujukan. Selain itu, mereka juga diikat oleh negeri Islam sebagai tanah
air dan kekhalifahan sebagai pemimpin. Namun realitas sekarang berbeda, negara –
negara Islam telah berdiri dalam bentuk kecil-kecil dan dibangun menurut ras, bahasa,
dan wilayah yang berbeda yang tidak mungkin disatukan dalam satu kekhalifahan
Dengan keadaan demikian, umat Islam secara tidak langsung telah sepakat
masing. Namun tetap diikat oleh ukhuwah Islamiyyah. Dengan prinsip itu maka
keutuhan umat Islam akan tetap terjaga dengan mengembangkan Islam menurut, suku,
menurut ketentuan yang tidak mungkin diabaikan, disertai kewajiban untuk terus
mengikat pihak-pihak yang terlibat didalamnya108. hal ini sesuai dengan firman Allah :
al-Isra’: 34)109
muslim maka setiap negara harus menghargai batas wilayah negara tetangganya
واوﻓﻮ ﺑﻌﻬﺪاﷲ اذا ﻋﻬﺪﰎ وﻻ ﺗﻨﻘﻀﻮاﻻﳝﻦ ﺑﻌﺪ ﺗﻮﻛﻴﺪﻫﺎ وﻗﺪﺟﻌﻠﺘﻢ ﷲ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻛﻔﻴﻼ ان
( وﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻛﺎﻟﺬي ﻧﻘﻀﺖ ﻏﺰﳍﺎ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻗﻮة اﻧﻜﺎﺛﺎ91) اﷲ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﺗﻌﻠﻤﻮن
ﺗﺘﺨﺬون اﳝﺎﻧﻜﻢ دﺧﻼ ﺑﻴﻨﻜﻢ ان ﻳﻜﻮن اﻣﺔ ﻫﻲ ارﰉ ﻣﻦ اﻣﺔ اﳕﺎ ﻳﺒﻠﻮﻛﻢ اﷲ ﺑﻪ وﻟﻴﺒﻴﻨﻦ
( 92 )ﻟﻜﻢ ﻳﻮم اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻣﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﻓﻴﻪ ﲣﺘﻠﻔﻮن
Dan janganlah kamu melanggar sumpah-sumpah setelah diikrarkan, sedangkan
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali.kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat menipu di antaramu,
disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang
lain ( al-Nahl : 91-92)110"
wilayah hingga terjadi peperangan antar negara muslim, maka harus di lihat siapa yang
zalim dan siapa yang dizalimi ( mazlum). Demi keutuhan ukhuwah Islamiyyah maka
secara adamnya pelaku penzaliman boleh diperangi, sedangkan negara yang dizalimi
5. Perang antara pemerintah yang tidak berdasarkan hukum Islam melawan pasukan
terdiri dari orang-orang muslim. Perang model ini diharamkan oleh Allah swt tanpa
alasan yang sesuai syari’at. Tidak ada dasar peperangan antar sesama umat muslim
pemerintah dan pasukan Islam tersebut tidak saling menzalimi dan membahayakan
keutuhan negara dan umat. Sebaliknya jika terjadi peperangan, maka yang menzalimi
harus dilawan sedang akan yang dizalimi harus dibantu untuk memerangi kezaliaman
dari pada kepentingan hukum itu sendiri. Karena jiwa bagian dari Maqashid al-Dharuri
112.
5. Peperangan antar negara Muslim, atau negara yang secara yuridis formal tidak
ini juga bertentangan dengan syari’at selama tidak ada hal-hal yang sangat darurat
menurut syari’at untuk melaksanakan peperangan. Namun jika ada diantara salah satu
kelompok berlaku zalim yang dapat membahayakan eksistensi muslim lainnya, maka
yang muslim yang terzalimi memiliki hak untuk mempertahankan hak itu.
6. Peperangan antara penduduk muslim, perang ini terjadi antara penduduk yang secara
yuridis sama-sama sah menjadi penduduk di satu negara. Peperangan seperti ini bisa
saja terjadi antar kelompok masyarakat yang beragama Islam di satu negara, atau
perang antar suku yang warganya beragama Islam, bisa juga terjadi peperangan antar
organisasi Islam di satu negara, seperti terjadinya peperangan antara orang Arab dan
111
Lihat, Lihat, usuf al-Qardhawi, Fiqh Jihad…hlm. 355
112
Lihat Zulkayandri, Stratifikasi Hukum Islam Dalam Perspektif Konsep Ihsan ‘Izz al-Din Abd al-
Salam Dan Relevansinya Dengan Ijtihad Kontemporer, ( Disertasi, Tidak dipublikasikan, 2004). hlm. 98
149
Kurdi, antara Kurdi an Turki, antara Arab dan Iran. Dan kelompok-kelompok lain yang
Perang model ini terjadi dikarenakan adanya fanatisme satu kabilah dengan
kabilah lain, atau satu suku dengan suku lain. Setiap kelompok bersikap fanatik
terhadap kabilah, suku, atau wilayahnya dalam menghadapi kelompok lain yang
berbeda. Perang ini bukan demi suatu prinsip, idealisme, atau demi hak yang disia-
siakan114. Namun sebaliknya peperangan seperti terjadi karena adanya perasaan tidak
suka, merasa lebih terhormat dari pada kelompok lain. Dalam Islam perang seperti ini
hanya merusak sistem tata kehidupan masyarakat Islam. Yusuf al-Qardhawi mengutip
fanatisme, mengajak pada fanatisme, atau mencela fanatisme, lalu terbunuh, maka
peperangan antar kelompok tersebut, pemerintah harus segera mengambil peran untuk
“Dan jika dua olongan orang mu’min berperang maka damaikanlah keduanya. (Q.
S. al-Hujurat: 9)116
Tujuan perang dilakukan adalah demi terwujudnya tata kehidupan yang lebih baik,
dari kezaliman menuju kedamaian, dari ketidakadilan menuju pengakuan persamaan hak.
maka ketika peperangan akan terjadi harus dipertimbangkan dari segala sisi maslahah dan
baru”117
keluarga ( suami – isteri ) al-Qur’an telah menetapkan arbiternya, yaitu kedua orang tua
Maka, jika di qiyaskan pada arbitrasi keluarga, arbitrasi bagi peperangan antar
umat Muslim menjadi Qiyas Aula119. Atau dengan kata lain kebutuhan arbtrasi tersebut
117 Jalaluddin, Imam Abdirrahman bin Abi Bakar al-Syuyuthi, al-Asybah wal-Nazhoir, ( Surabaya :
PT. Toha Putra, 1975) hlm. 47
118 Selengkapnya ayat tersebut berbunyi
(35 : ان ﯾرﯾدا اﺻﻼﺣﺎ ﯾوﻓق ﷲ ﺑﯾﻧﮭﻣﺎ ) اﻟﻧﺳﺎء,وان ﺧﻔﺗم ﺷﻘﺎق ﺑﯾﻧﮭﻣﺎ ﻓﺎﺑﻌﺛوا ﺣﻛﻣﺎ ﻣن اھﻠﮫ وﺣﻛﻣﺎ ﻣن اھﻠﮭﺎ
Artinya :“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang juru
damai dari keluarga laki-laki satu orang dan dari keluarga perempuan. Jika kedua juru damai itu
menhendaki perbaikan, niscaya Allah memberikan taufiq kepada suami-isteri( Q.S. al- Nisa’ : 35),
lihat. Durrun, al- Qur’an dan terjemahannya, ( sinar Baru,t) hlm. 66
119 Qiyas aula yaitu ‘illat yang terdapat pada far’u ( cabang ) lebih utama dari pada ‘illat yang pada
ashal (pokok), Satria Efendi, Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), cet. Ke-2, hlm.
140
151
menjadi wajib hukumnya. Dalam konteks ini maka jika terjadi peperangan harus dibawah
1. Jika yang melakukan perang masyarakat sipil, baik antar penduduk maupun maupun
وان ﻃﺎﺋﻔﺘﺎن ﻣﻦ اﳌﺆﻣﻨﲔ اﻗﺘﺘﻠﻮا ﻓﺎﺻﻠﺤﻮا ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎن ﺑﻐﺖ اﺣﺪاﳘﺎ ﻋﻠﻰ اﻻﺧﺮى ﻓﻘﺎﺗﻠﻮ اﻟﱵ
ﺗﺒﻐﻰ ﺣﱴ اﱃ اﻣﺮاﷲ ﻓﺎءن ﻓﺎءت ﻓﺎءﺻﻠﺤﻮا ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑﺎ ﻟﻌﺪل واﻗﺴﻄﻮا ان اﷲ ﻻ ﳛﺐ اﳌﻘﺴﻄﲔ
(9 : ) اﳊﺠﺮات
“Jika dua kelompok yang saling berperang, maka damaikanlah antara keduanya,
jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka tindaklah
kelompok yang berbuat aniaya sehingga kembli kepada perintah Allah, jika ia telah
kembali maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil ( al-Hujurat : 9)” 120
2. Jika peperangan terjadi antar negara muslim, seharusnya yang menjadi arbiter adalah
yang dipaparkan oleh Yusuf al-Qardhawi121 dan Wahbah al-Zuhaili122. Karena ini
persoalan internal umat Islam yang hanya bisa diputuskan secara hukum Islam, melalui
ijtihad, maka tidak bisa diserahkan ke Persatuan Bangsa-Bangsa ( PBB ) yang tidak
3. Jika ulil-amri atau pemerintah yang melakukan kesalahan melanggar syari’at Allah,
maka umat muslim yang harus memberikan nasehat atau memberikan peringatan
supaya kembali kepada kebenaran. Hal ini sesuai dengan surat al-‘Asr : ayat 4
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dikemukakan oleh para ulama dan para ahli. Maka penelitian ini berkesimpulan bahwa
perang saudara sesama muslim adalah haram dan bertentangan dengan nilai-nilai
maqashid al-syari’ah. Namun jika diurai kasus-perkasus maka akan menghasilkan konklusi
hukum yang berbeda, karena setiap peperangan yang dilakukan oleh umat Islam baik dari
masa sahabat sampai masa sekarang memiliki motivasi dan niat yang berbeda. niat dan
pembangunan hukum harus diletakkan di atas niat dan ‘illat hukum. Begitu niat dan illat
nya berubah maka hukumnya juga berubah. Intinya hukum perang saudara sesama
muslim harus dilihat satu-persatu tidak bisa di hukum haram secara general
Dalam sejarah peradaban umat Islam higga hingga masa sekarang, ternyata
dipimpin Aisyah dan Ali, tidak bertentangan dengan maqashid syari’ah, karena
perang yang mereka lakukan merupakan hasil ijtihad masing-masing tokoh dan
Muawiyah bin Abi Sofyan menentang pasukan Ali di motivasi oleh keinginan
153
Muawiyah bin Abi Sofyan menduduki posisi khalifah yang pada waktu itu
adalah sebuah tindakan yang tidak sesuai syari’at. Sedangkan Ali hanya
keutuhan umat
2. Perang saudara sesama negara Islam, perang ini terjadi antara negara yang
memiliki dasar negara Islam, seperti, penyerangan Negara Iraq terhadap Iran
pada perang Teluk I dan penyerangan Iraq ke Kuwait pada perang Teluk II.
Perang ini bagi Iraq merupakan perbuatan yang dilarang karena menghancurkan
negara lain tanpa alasan yang syar’i. Sebaliknya bagi Iran dan Kuwait
diperbolehkan untuk menyerang Iraq sekedar untuk bertahan diri dari kezaliman
3. Perang antara negara muslim melawan separatis atau bughat (melakukan makar)
rakyat juga memilki hak melakukan pembangkangan jika ulil amri melakukan
perasaan tidak suka kepada kelompok lain. Perang seperti ini diharamkan di
dalam Islam.
yang bisa mengancam eksistensi agama, jiwa, akal, keturunan dan keummatan,
154
tetap harus mengedepankan esensi perang itu sendiri yaitu ”mengembalikan hak
umat yang terenggut karena perang”. Maka perlu adanya otoritas seseorang atau
antar penduduk, maka yang menyatakan perang atau damai adalah ulil-amri
B. Jika perang antar negara Muslim maka yang menyatakan perang atau
C. Jika perang melawan pemerintah yang zalim, maka kewajiban seluruh umat
Maka perang saudara hanya boleh dilakukan ketika ada ancaman yang dapat
B. Saran-saran
Fiqh siyasah (politik) merupakan salah satu fiqh yang perkembangannya begitu
cepat, karena ia akan mengikuti perkembangan manusia yang setiap saat berubah seiring
dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Perubahan dan perkembangan itulah yang kadang-
terjadinya peperangan. Hal tersebut tentu menuntut adanya status hukum Islam, karena
jika tidak banyak persoalan keumatan yang terlepas dari bingkai syari’ah
155
Penelitian ini termasuk pemula yang meninjau peperangan yang terjadi di tubuh umat
Islam sendiri dari segi hukum dan maqashid al-syari’ah. Karena biasanya peneliti hanya
melihat dari perspektif Siyasah (politik) yang hukumnya sendiri menjadi bias. Makanya
penelitian ini baru memberikan katagorisasi peperangan secara umum, belum menyentuh
Oleh sebab itu perlu adanya penelitian selanjutnya yang meneliti peperangan yang
dilakukan oleh umat Islam, diantara kemungkinan judul yang bisa diangkat adalah,
Terorisme di tinjau dari hukum Islam, pembangkangan rakyat sipil terhadap pemerintah
Akhirnya penelitian ini jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran yang kontruktif sangat
Ahmad, Yusuf Muhammad al-Badwi, Maqashid al-Syari’ah ‘Indi Ibu Taymiyyah, ( Dar. Al-Nafais,
1999),
Alim, Muhammad Ali, Asas-Asas Negara Hukum Modern Dalam Islam, kajian
Komprehensif Islam dan Ketatanegaraan ( Yogyakarta : PT. LkiS, 2010) , cet. Ke-1
Asqalâni, Imâm Hafîdz Abû Fadl Ahmad Al bin ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin
Hajar, Fath al-Bâri bi Shahîh al-Bukhâri
‘Atsimin, Muhammad Sholeh bin Muhammad al, Majmu’ Fatawa wa – Rasail Ibn al-‘Atsimin
(Dar al-Wathan wa. Dar al Tsurya, 1413 H), juz. 9
‘Atsimin, Muhammad Sholeh bin Muhammad Muhammad, Liqa’ al-Bab al-Maftuh, 1421 H
Ri’asah al-‘Ammah li-Idarati al Buhuts al-‘Ilmiyyah wa-al-Ifta’, wa- al-da’wah, wa-al-
Irsyad,
‘Asyur, Muhmmad Thahir Ibnu, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah ( Pakistan, Dar al-
Nafais, 2001) , cet ke-2
‘Athiyah, Jamal al-Din, Nahwa Taf’’il Maashid al-Syari’ah, ( Syuriah : al- Ma’had al-‘alami
lil-Fikri al-Islami, 2003)
Azhary, Muhammad Tahir, Negara Hukum, suatu studi tentang prinsip-prisipnya, dilihat
Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada negara Madinah dan Masa Kini (
Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2003), cet. Ke- 3
Ba’albaki, Munir, al-Maurid, a Basic Modern English – Arabic Dictionary (Beirut : Dar al-
Ilmi, 2002), cet. Ke-36
Badwi, Yusuf Ahmad Muhammad al, Maqashid al-Syari’ah ‘Indi Ibu Taymiyyah, ( Dar. Al-
Nafais, 1999)
Bari, Zakaria, Mashadir al-Ahkam al-Islamiyah, (Kairo: Jami’ah al-Qohirah, 1975)
Bukhâri, Abû Abdullâh Muhammad Ibn Ismâil Ibn Ibrâhîm Ibn Mughîrah, Shahih Bukhori,
Beirut: Dâr al-Qalam, 1987
Chapra, M. Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam, terj. , terj. Ikhwan
Abidin Basri, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001)
Clausewitz, Carol Von, On War, diedit oleh Houvard dan Peter Paret (Ner Jersey :
Princeton University Press, 1967),
Dahlan, Abdul Azis (et. al), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1996)
Djazuli, A Ilmu Fiqh ( Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam), (Jakarta
: Kencana, 2010)
Da’as, Ghazat ‘Abid, al- Qawa’id al-Fiqhiyyah, ( Libanon- Beirut : Dar- al-Turmudzi, 1989),
cet. Ke-3
Dawalibi, Muhammad Ma’ruf al, Al-Madkhal ila ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (T.tp: Dar al-‘Ilm li al-
Malayin, 1965)
Esposio, John L., Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung : Mizan Dian Semesta,
2002) jilid ke-2, cet. ke-2,
Ghazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al, al- Wajiz fi-fiqhi al—
imam al-Syafi’I, ( Libanon : Beirut : Syirkah dar-al-Arqam bin Abi al-Arqam,
1997), cet. Ke-2, jilid ke-2
____________, al-Wajiz fi-Fiqhi al-Imam al-Syafi’I, ( Beirut : Syirkah dar-al-Arqam bin Abi
al-Arqam : 1997), cet. Ke-1
____________, Al-Mustashfa min Ushul al-Fiqh, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), Juz I,
hlm. 478-506. Al-Amidi. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, (Riyadh: Dar al-Shimi’y,
2003)
Ghazzy, Abi al-Harits al, Al-Wajiz fi idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, (Kairo: Muassisah
Risalah, 1416 H)
Halabi, Ahmad bin Yusuf al-Ma’ruf bil- Samin, al- Durru al –Mashun fi ‘Ulumi al-Kitabi al-
Malknun, (Damsyik, Dar al-Qalam : tt),
Hamidi, Muhammad bin Futuh al, al-Jam’u Baina Shahihaini al-Bukhari Wal-Muslim
(Beirut, Dar al- Hazm, 2002) jilid ke-1
Hamid, Shalih ibn Abdillah ibn, Raf’u al-Haraj fi al-Syari’at al-Islamiyah, Dhawabithuh wa
Thathbiquh, (Mekkah: Dar al-Istiqamah, 1412 H)
Hitti, Philip K., History of The Arab (terjemahan Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi) ( Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet. ke-1
Hitti, Philip K., History of The Arab (terjemahan Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi) ( Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet. ke-1
http://www.globalsecurity.org/military/world/war/iran-iraq.htm
Isfirayaini, Thohir bin Muhammad, Tafsir fi al-Din wa Tamyiz al-Firqah al-Najiyah an Firaq
al-Haliqin, ( Beirut : ‘Alam al-Kutub, 1983), juz. Ke-1
Iqbal, Muhammad, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta: Radar
Jaya : 2001), cet. ke-1
Jauhar, Ahmad al-Mursi Husain, Maqashid al-Syari’ah terj. Khikmawati, (Jakarta : Amzah ,
2009), hlm. 91-96.
Jauziyah, Ibnu Qayyim al, I’lam al-Muawaqqi’in ‘an Rabb al- ‘Alamin, ( Beirut : Dar al-Fikr :
1977) cet. Ke-2
____________, Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, (Beirut, Dar al-Fikr, 1977), juz. ke-3
Jilaliy al- Mariniy, Al-Qawa’id al-Ushuliyyah ‘Inda al-Imam al-Syathibi Min Khilali Kita.bih al-
Muwafaqat , Mesir : Dar ibn Qayyim, cet. Ke-1
Jurjawi, Ali Ahmad al, Hikmah al-Tasyri’ wa-Falsafatuha, ( Dar al-Fikr : tt) juz I
Katsir, Ibnu, Tafsir al- Qur’an al-‘Adzim, ( Mesir, tt), jilid ke- 4, cet. Ke-1
Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushulul Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah
Perss, 1997)
Koto, Alaidin, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar), (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2009)
Kurdy, Ahmad al-Haji, Al-Madkhal al-Fiqhy al-Qawa’id al-Kulliyah, (Damaskus: Dar al-
Ma’arif, 1980)
Manawi, Zainuddin Abd. Rauf, Taisir bi Syarhi al-Jami’ al-Shaghir, (Riyadh: Maktabah
Imam al-Syafi’i ,1988) juz ke- 2, cet. Ke-2
Mandzur, Ibnu, Lisan al- Arab ( Al- Qahirah : 1119), Dar- al- Ma’arif
______________,jilid. Ke-1
______________,jilid.ke-2
______________,jilid ke-7
______________,jilid ke-6
Najjar, Abdul Majid al, Maqashid al-Syari’ah bi ‘Ib’adi Jadidah, (Beirut : Dar al- Gharb al-
Islami, 2006), cet. Ke-1
Nasution, Harun, Teolgi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta : UI
Pres, 2008), cet. Ke-5
Qahthani, Musfir bin Ali bin Muhammad al, Manhaj Istinbath Ahkam al-Nawazil al-Fiqhiah
al-Mu’ashirah, Dirasah Ta’shiliah Tathbiqiah, (Mekkah: Dar al-Andalus al-
Hadhara’, 2003)
______________, Fiqh al-Jihad, terj. ( Jakarta : PT. Mizan Pustaka, 2010), cet. Ke-1,
Qazwaini, Muhammad Ibn Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah ( Beirut : Dar al-Fikr, tt),
juz ke-1,
al-Qurthubi, Ibnu Bithal al-Bakr, Syarah Shahih al-Bukhari, ( Riyadh : Maktabah
al-Rusydi : 2003), juz. cet. Ke-2
Qurtubi, Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari, al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, ( Dar-
al-Ilmiyyah, Bairut, Libanon : 1993) jilid 15-16
Razy. al, Al-Mahshul min Ilmi Ushul al-Fiqh, Juz 6, (Beirut: Muassisah al-Risalah, tth)
Salam, Izzu al-Din Abd al, Maqashid al-Ibadah, (Hamas: Penerbit Yamamah, 1995).
Salami, Muhammad bin Isa al-Turmudzi, Jami’u al-Shahih al-Turmudzi ( Beirut : Ihya al-
Turats, tt), juz. Ke-5
Sa’id, Muhammad Ramadhan al-Buthi, Dawabith al-Maslahah fi al-Syari’at al-Islamiyyah,
Mesir : Muassah al-Risalah, tt,
Shabuni, Muhammad Ali al, Rawai’ul Bayan fi Tafsiri Ayat al-Qur’an, (Beirut : Maktabah al-
Ghazali, tt)
Shan’ani, Abu Bakar Abd al-Razzaq Ibnu Hammam al, Mushannif abd al-Razzaq, (Beirut :
al-Maktab al-Islami, 1403 H), juz. Ke-1
Sayis, Syekh Muhammad Ali, Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Hukum Islam (
Jakarta : Akademika Presindo : 1996), cet. I,
Syaibani, al Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah, Fadhail al-Sahabah, ( Beirut : Muassisah al-
Risalah, 1983), cet. Ke-1, juz. Ke-1
Syatibi, al-Muwafaqat fi- Ushul al- Syari’ah, ( Maktabah Tajariyah, Mesir :tt) juz. ke- I,
Subono, Nur Iman, Konflik Bersenjata, kekerasan militer dan Perempuan, dalam Yaasan
jurnal perempuan, Perempuandi Wilayah Konflik, SMKG Desa Putera, 2002
Syaltut, Mahmud, Al-Islam Aqidah wa Syari’ah, Cet ke-3, (Darul Kalam, 1996)
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh (lLogos Wacana Ilmu : Jakarta, 1999), cet. Ke-1
Syihab, M. Qurays, Tafsir al-Misbah, Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, (Tangerang
: PT. Lentera Hati, 2007), cet. Ke-8
Suyuthi, Jalaluddin al, al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir -bi- al-Ma’tsur, (Qahirah : Markaz
Hajar li-al-Buhuts wa-al-irasah al-‘Arabiyyah wa-al-Islamiyyah, 2003), cet. Ke-1
Taimiyah, Ibn, Al-Siyâsat al-Syar’iyyah fî Ishlâhi al-Râ’i wa al- Ra’iyyah,cet. IV, Mesir: Dâr
al-Kutub
Thabari, Muhammad bin Jarir, Tarikh al-Thabari, ( Mesir : Dar- al-Ma’arif, tt), Juz. Ke-4
Wright, Quincy, A Study of War, ( The University Chicago Press, 1951), dikutip dari
Hukum Humaniter Suatu Perspektif, ed. Fadillah Agus, ( Puat Studi Hukum
Humaniter, Fakultas Hukum Universitas Tri Sakti, Jakarta : 1997)
Yahya, Imam, Bagaimana Bentuk Perang Yang Terjadi Selama Masa al-Khulafa al-
Rasyidun, Baik Dilihat Dari Normatif Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadits Maupun
Konteks Sejarah Perang (Jakarta : Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2006).
Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo: 2004), cet. Ke-16
Yubi, Muhammad Sa’ad bin Sa’ad bin Mas’ud al, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyah wa-
‘Alaqatiha bil-Adillati al-Syar’iyyati, (Dar a-Hijrah Li-al-Nasyri wa-al-Tauzi’ : al-
Mamlakah al-‘Aabiyah al-Su’udiyah : tt)
Zaid, Nashir Abu Abu, Naqd al-Khitab al-Diny, (Kairo : Sina li Nashr, 1992)
Zaidan, Abd al-Karim, Al-Madkhal li Dirasat al-Syari’at al-Islamiyah, (Iskandaria; Dar Umar
bin Khaththab, 2001)
Zabidi, Imam al, Mukhtasar Shahih al-Bukahri (Jakarta : Pustaka Amani, 2002), cet. Ke-2,
Zuhaili, Wahbah , al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuhu, (Damsyiq : Dar al-Fikr, 1985) juz ke-6,
cet ke-2,
Zulkayandri, Stratifikasi Hukum Islam Dalam Perspektif Konsep Ihsan ‘Izz al-Din Ibn Abd
al-Salam Dan Relevansinya Dengan Ijtihad Kontemporer, ( Disertasi, tidak
publikasikan, 2004)