You are on page 1of 13

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

Week 5
“Prestasi dan Wanprestasi”

Disusun oleh
Moch Rachmandany F 041811233222

Fakultas Ekonomi Bisnis


S1 Prodi Manajemen
Universitas Airlangga
Surabaya
2022
Prestasi

Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi sama
dengan objek perikatan. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua
harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini
dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian
antara pihak-pihak.

Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :

1. Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak
ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
2. Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
3. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal,
perikatan batal (nietig).
4. Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan
mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar). 5)
Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu
perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan
(vernietigbaar).

Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan ini dapat dibatasi sampai
jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk memenuhinya yang disebutkan secara khusus dan
tertentu dalam perjanjian, ataupun hakim dapat menetapkan batas-batas yang layak atau patut
dalam keputusannya. Jaminan harta kekayaan yang dibatasi ini disebut jaminan khusus. Artinya
jaminan khusus itu hanya mengenai benda tertentu saja yang nilainya sepadan dengan nilai
hutang debitur, misalnya, rumah, dan kendaraan bermotor. Bila debitur tidak dapat memenuhi
prestasinya maka benda yang menjadi jaminan khusus inilah yang dapat diuangkan untuk
memenuhi hutang debitur.
Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi ini tercapai dalam
arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir. Agar Esensi itu dapat tercapai yang
artinya kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur maka harus diketahui sifat-sifat dari prestasi
tersebut, yakni :

a) Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan

b) Harus mungkin

c) Harus diperbolehkan (halal)

d) Harus ada manfaatnya bagi kreditur

e) Bias terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan

Prestasi dalam perjanjian yang bersifat sepihak mengakibatkan prestasi yang merupakan
kewajiban yang hanya ada pada satu pihak tanpa diperlukan kewajiban pihak yang lainnya.
Dalam perjanjian yang bersifat timbal balik, maka prestasi merupakan kewajiban yang harus
saling dipenuhi oleh para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut kepada satu pihak
lainnya.

Wanprestasi

Pengertian Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang
telah ditetapkan oleh perikatan. Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :

1. Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.


2. Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur.
Debitur tidak bersalah.

Untuk menetapkan apakah seorang debitur telah melakukan wanprestasi dapat diketahui melalui
3 (tiga) keadaan berikut :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban
yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi
kewajiban yang ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena
undang-undang.
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru , Artinya debitur melaksanakan
atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi
tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau
menurut kualitas yang ditetapkan oleh undang-undang.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya ,Artinya debitur memenuhi
prestasi tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi

Menurut R.Soebekti,kriteria seorang debitur wanprestasi adalah :

• Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

• Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.

• Melaksanakan perjanjian,tetapi terlambat.

• Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dalam hukum berlaku suatu asas yaitu orang tidak boleh menjadi hakim sendiri
(eigenrichting). Seorang kreditor yang menghendaki pelaksanaan suatu perjanjian dari
seorang debitor yang tidak memenuhi kewajibannya,harus meminta perantaraan pengadilan.
Tetapi sering terjadi bahwa debitor sendiri dari semula sudah memberikan
persetujuannya,kalau ia sampai lalai,si kreditor berhak melaksanakan sendiri hak-haknya
menurut perjanjian,dengan tidak usah meminta perantaraan hakim. Pelaksanaan dilakukan
sendiri oleh kreditor tanpa perantaraan hakim yang disebut dengan parate execusi,misalnya:
dalam gadai,hak tanggungan.
Akibat Hukum Wanprestasi

Hukuman yang dikenakan pada debitur yang wanprestasi yaitu:

1. Ganti rugi atau membayar kerugian yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata),
yang meliputi :

• Biaya,yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh

satu pihak.

• Rugi,yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan

debitur.
1. Bunga,yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung oleh
kreditur,tetapi dibatasi hanya kerugian yang diduga saja.Oleh sebab itu debitor wajib
membayar ganti rugi,setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu
(Pasal 1243 KUH Perdata).ganti rugi terdiri dari biaya,rugi dan bunga (Pasal 1244 s/d
1246 KUH Perdata). ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung/hubungan causal
dengan ingkar janji (Pasal 1248 KUH Perdata).
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian,bertujuan membawa kedua pihak
kembali pada keadaan sebelum perjanjian dilaksanakan (Pasal 1266 KUH Perdata).
Kalau satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak lain maka hal itu harus
dikembalikan.
3. Peralihan resiko (Pasal 1237 KUH Perdata). Resiko dalam hukum adalah kewajiban
memikul tanggungjawab jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu
pihak,yang menimpa barang objek perjanjian.
4. Membayar biaya perkara,yaitu kalau sampai diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat
(1) HIR).
Ganti Rugi

Menurut ketentuan pasal 1243 KUH Perdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetapi melalaikan, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Kerugian tersebut
wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyakan lalai. Ganti rugi itu terdiri dari tiga unsur,
yaitu:
1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya
iklan;
2. Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat
kelalaian debitur, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan,
ambruknya rumah karena kesalahan konstruksi, sehingga merusak perabot rumah
tangga;
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama piutang
terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak diperoleh karena kelambatan
penyerahan bendanya.

Untuk melindungi debitur dari tuntutan sewenang-wenang pihak kreditur, undang undang
memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang harus dibayar oleh debitur sebagi akibat
dari kelalaiannya (wanprestasi). Kerugian yang harus dibayar oleh debitur hanya meliputi :

1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat periktan. Dapat diduga itu tidak hanya
mengenai kemungkinan timbulnya kerugian, melainkan juga meliputi besarnya jumlah
kerugian. Jika jumlah kerugian melampaui batas yang dapat diduga, kelebihan yang
melampaui batas batas yang diduga itu tidak boleh dibebankan jkepada debitur, kecuali
jika debitur ternyata melakukan tipu daya (pasal 1247 KUH Perdata).
2. Kerugian sebgai akibat langsung dari wanprestasi (kelalaian) debitur, seperti yang
ditentukan dalam pasal 1248 KUH Perdata. Untuk menentukan syarat “akibat langsung”
dapat dipakai teori adequate. Menurut teori ini, akibat langsung ialah akibat yang
menurut pengalaman manusia normal dapat diharapkan atau dapat diduga akan terjadi.
Dengan timbulnya wanprestasi, debitur selalu manusia normal dapat menduga akan
merugikan kreditur. Teori adequte ini diikuti dalam praktek peradilan.
3. Bunga dalam hal terlambat membayar sejumlah hutang (pasal 1250 KUH Perdata).
Besarnya bunga didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut
yurisprodensi, pasal 1250 KUH Perdata tidak dapat diberikan terhadap periktan yang
timbul karena perbuatan melawan hukum.

Pembelaan Debitur

Seorang debitur yang wanprestasi dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam
alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu
:
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) Dengan
mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya
apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan
di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di
luar dugaan tadi. Pasal 1244 dan 1245 KUHPer mengatur pembebasan debitur dari
kewajiban mengganti kerugian,karena suatu kejadian yang dinamakan keadaan
memaksa. Dua pasal tersebut merupakan doublure, yaitu dua pasal yang mengatur satu
hal yang sama. Jadi keadaan memaksa adalah suatu kejadian yang tak terduga, tak
disengaja dan tak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam
arti debitur terpaksa tidak menepati janjinya.
2. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (exceptio non
adimpleti contractus) Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut
membayar ganti rugi itu mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak
menetapi janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa
kedua pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya. Prinsip exceptio non adimpleti
contractus ini tidak disebutkan dalam pasal UU, melainkan merupakan hukum
yurisprudensi, yaitu suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh para hakim. 3.
Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (pelepasan
haka tau “rechtsverwerking”). Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak
debiturboleh menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi.
Misalnya, si pembeli, meskipun barang yang diterimanya tidak memenuhi kwalitas, tidak
menegur si penjual atau mengembalikan barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau ia
pesan lagi barang seperti itu. Dari sikap tersebut dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah
memuaskan si pembeli. Jika ia kemudian menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian,
maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim.

Perbuatan Melawan Hukum

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu
perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Ada suatu
perbuatan, perbuatan itu melawan hukum, ada kesalahan pelaku, ada kerugian bagi korban, ada
hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Hukum di Indonesia mengatur tiap-tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan karena
salahnya menerbitkan kerugian itu untuk mengganti kerugian. Intinya, apabila ada seorang yang
melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) maka diwajibkan untuk memberikan ganti
kerugian. Sisi yang lain, orang yang mengalami kerugian tersebut dijamin haknya oleh
Undang-Undang untuk menuntut ganti rugi.
Marium Darus Badrulzaman, mengatakan: “Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa setiap
perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang
karena salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut”. Selanjutnya dikatakan
bahwa: “Pasal 1365 KUHPerdata ini sangat penting artinya karena melalui pasal ini hukum
yang tidak tertulis diperhatikan oleh Undang-Undang”. Sebagai pedoman dapat digunakan
ketentuan pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa pembayaran ganti rugi
hanya diberikan atas kerugian yang sudah diduga dan merupakan akibat langsung dari tidak
terpenuhinya perikatan. Dengan demikian persoalannya adalah apakah kerugian atas kehilangan
keuntungan yang diharapkan sudah dapat diduga oleh tergugat dan hal tersebut merupakan
akibat langsung karena tidak dipenuhinya perikatan.
Unsur Perbuatan Melawan Hukum :
Ketentuan Pasal 1365 Kitab undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, menerangkan bahwa,
suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur, adanya suatu perbuatan,
perbuatan itu melawan hukum, adanya kesalahan bagi pelaku, adanya kerugian bagi korban,
adanya hubungan kausal antara perbuatan dan pelaku:

1. Ada Suatu Perbuatan

Perbuatan disini adalah perbuatan melawan hukum secara keperdataan yang dilakukan
oleh pelaku, secara umum perbuatan ini mencakup berbuat suatu (dalam arti aktif) dan
tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal pelaku
mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari hukum. (ada
pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Dalam perbuatan melawan hukum
harusnya tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kausa
yang diperbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu perjanjian atau kontrak.
2. Perbuatan Bersifat Melawan Hukum

Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum, unsur melawan hukum diartikan
dalam arti seluas-luasnya, sehingga meliputi hal-hal sebagai berikut:

• Perbuatan melanggar Undang-Undang;

• Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum

• Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

• Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geoze zeden)

• Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan

kepentingan orang lain.


3. Ada kesalahan Pelaku

Undang-undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan pembuatan


melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,
maka pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melakukannya
perbuatan tersebut. Oleh karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability)
tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata Indonesia, bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku
tanggungjawab tanpa kesahalan (strict Liability), hal demikian bukan berdasarkan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia

Contoh Kasus

KASUS 1

TERBUKTI WANPRESTASI, HANNIEN TOUR DIHUKUM BAYAR GANTI


RUGI RP4,88 MILIAR KE JAMAAH
Pengadilan Negeri Cibinong memutuskan PT. Usmaniyah Hanien Tour telah ingkar janji
memberangkatkan jemaahnya umrah. Dalam putusan, Majelis Hakim menghukum
Hannien Tour untuk membayar ganti rugi terhadap uang 204 jemaah yang telah
disetorkan oleh jamaah sejumlah Rp4,88 miliar. Selain Hannien Tour, para tergugat
lainnya yang merupakan petinggi Hnnien Tour juga dihukum untuk membayar secara
tanggung renteng bungan sebesar 6% per bulan dari nilai kerugian para penggugat sejak
tanggal 1 Oktober 2017 hingga seluruh kerugian diabayarkan. Asal mula kasus
wanprestasi ini bermula Ketika para jamaah Hannien tidak juga berangkat untuk
melaksanakan ibadah umrah. Diketahui kemudian, ternyata Hannien Tour melalui
beberapa petingginya justru diduga menggelapkan uang uang jemaah. Jajaran direksi
Hannien sendiri telah ditetapkan menjadi tersangka atas tindak pidana penipuan dan
penggelapan uang.
ANALISIS KASUS
Dari kasus Hannine Tour diatas, jajaran direksi Hannien Tour turut menjadi tergugat dalam
perkara wanprestasi ini. Dalam hak ini, Hannien Tour wajib memberikan ganti rugi sesuai
dengan pasal 1239 KUHPerdata mengeani ganti rugi. Hannien tour harus mengganti kerugian
material sebesar Rp4,30 miliar dan ganti rugi imaterial sebesar Rp100 juta untuk setiap
penggugat sehingga total kerugian yang harus dibayarkan oleh Hannien Tour sebesar Rp17
miliar.

KASUS 2

KASUS WANPRESTASI, SYAHRINI DITUNTUT RP 2,2 MILIAR LEBIH Akibat


wanprestasi (kasus mangkir undangan menyanyi) yang dilakukan oleh penyanyi Syahrini
dalam kesepakatan kontrak dengan Blue Eyes Cafe , Syahrini dituntut ganti rugi Rp 2,2
milyar lebih. Kerugian materiil terdiri dari honor yang diterima bekas pasangan duet
Anang Hermansyah itu, sebesar Rp 60 juta. Sementara, biaya promosi acara, akomodasi,
tiket pesawat, dan lain-lain berjumlah Rp 28.096,000. Ditambah biaya artis pengganti,
yaitu Titi DJ dan Sarah Azhari sebesar Rp 212.321.800.
Menurut Soni Wijaya, pengacara Blue Eyes Cafe itu, saat ditemui di Rhys Auto Galery,
jalan Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan itu, pihaknya tidak bisa mengajukan bargaining
(tawar-menawar) kepada artis pengganti Syahrini untuk pemberian honor. Namun, yang
bikin pihak Blue Eyes pusing kepala adalah kerugian yang dialami secara immateriil.
Soni mengatakan kliennya mengalami tekanan luar biasa ketika Syahrini mendadak
membatalkan pertunjukannya dalam acara HUT ke 2 Blue Eyes yang berlangsung di
Bali, pada 27 Januari 2011, lalu. Risiko yang mesti ditanggung membuat kliennya
tersebut harus mencurahkan waktu, tenaga, pikirannya. Sebab, itu mempengaruhi citra
mereka di mata rekan bisnis dan konsumennya.
“Apabila dinilai dengan uang diperkirakan sebesar Rp 2 milyar,” ucap Soni. Tak pelak,
total kerugian yang dialami oleh Blue Eyes sebesar Rp 2.212.321.800. “Dengan
demikian, jumlah materiil dan immateriil yang dialami oleh Blue Eyes harus diganti
oleh Syahrini,” tandasnya.

ANALISIS KASUS

Menurut dari kasus diatas, kasus ini bermula dari artis Syahrini yang batal tampil di acara ulang
tahun Cafe dan Karaoke tersebut karena sang ayah yang sakit dan sehari setelahnya meninggal
dunia. Kasus yang dialami oleh Syahrini termasuk dalam kasus wanprestasi dengan kondisi
dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang
dan dituntut untuk membayar sebesar Rp 2,2 milyar lebih.
KASUS 3

PT BAS Gugat Bank Syariah Mandiri Rp 132, 5 Miliar

BERAWAL dari perjanjian kredit antara PT Borneo Aura Sukses (BAS) dengan Bank Syariah
Mandiri Cabang Banjarmasin dengan sistem limit pada 6 Februari 2015 dan berlanjut pada
perjanjian kedua. Kini, kedua belah pihak debitor dan kreditor saling berhadapan dalam perkara
perdata yang disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Rabu (26/7/2017).

DI HADAPAN majelis hakim yang diketuai Afandi Widarjanto, dalam agenda siding
penyerahan legalitas kuasa hukum dan mediasi, terungkap apa yang menjadi materi gugatan
yang diajukan Ukkas Arpani dan tim pengacara dari Borneo Law Firm (BLF) yang mewakili PT
BAS berhadapan dengan PT Bank Syariah Mandiri (Persero) Tbk. Melalui BLF, Ukkas Arpani
selaku wakil dari PT BAS menggugat secara perdata PT Bank Syariah Mandiri (Persero) Pusat,
PT Bank Syariah Mandiri Region VI/ Kalimantan, PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Banjarmasin yang diwakili dua kuasa hukumnya, Yusuf dan Ilham. Dalam perkara yang
teregister bernomor 54/Pdt.6/2017/PN Bjm, tertanggal 17 Juli 2017 ini terungkap penyebab
gugatan ini karena adanya ingkar janji (wanprestasi) karena tergugat tak membayar sisa
pembiayaan kepada penggugat. Untuk itu, Bank Syariah Mandiri dituntut untuk membayar ganti
biaya, ganti rugi serta bunga kepada PT BAS selaku penggugat.

Tak tanggung-tanggung, Ukkas Arpani yang didampingi kantor pengacara BLF menggugat
Bank Syariah Mandiri untuk membayar ganti kerugian material sebesar Rp 4,5 miliar, kerugian
immaterial Rp 128 miliar atau bertotal Rp 132,5 miliar, serta membayar uang paksa
(dwangsom) Rp 50 juta setiap hari apabila tergugat lalai memenuhi isi putusan. Perkara gugatan
perdata ini berawal dari perjanjian kredit lewat fasilitas kredit Musyarakah PDB dengan limit
pembiayaan Rp 7 miliar jangka waktu 12 bulan. Kemudian, persetujuan pembiayaan kedua pada
24 Juni 2015 dengan fasilitas kredit murabahah dengan limit pembiayaan Rp 23 miliar dengan
tempo 60 bulan. Untuk memuluskan kredit, penggugat PT BAS telah memberikan jaminan
eksisting berupa tiga unit tongkang, 4 unit tugboat, sebuah unit SPOB, dua tanah bersertifikat
hak milik, tanah dan bangunan serta personal guarantee atas nama Ukkas Arpani. Nah,
permasalahan itu muncul ketika PT BAS untuk mencairkan persetujuan pembiayaan yang kedua
senilai Rp 23 miliar, ternyata Bank Mandiri Syariah hanya mengucurkan Rp 18,5 miliar.
Berdasar kesepakatan awal, seharusnya dicairkan Rp 23 milair, sehingga ada sisa dana Rp 4,5
miliar setelah dipotong deposito yang harus dipenuhi penggugat sebesar Rp 1 miliar. Berjalan
seiring waktu, dana kredit yang dijanjikan Bank Syariah Mandiri tak juga cair, malah diduga
diendapkan di rekening penamoungan da hingga dikembalikan ke sistem perbankan untuk
membayar biaya angsuran penggugat. Dalihnya, Bank Syariah Mandiri mengatakan ada
permasalahan dari jaminan baru PT BAS. “Perkara ini merupakan pembelajaran bagi semua
pihak agar berhati-hati dalam menjalin perjanjian kredit dengan pihak bank. Apalagi, fungsi
perbankan merupakan salah satu pilar perekonomian yang penting dari sistem keuangan setiap
negara,” ucap Presiden Direktur BLF, Muhammad Pazri kepada jejakrekam.com, seusai sidang
perdana di PN Banjarmasin, Rabu (26/7/2017). Dia mengungkapkan penggugat hanya meminta
agar Bank Syariah Mandiri selaku pihak tergugat untuk memenuhi kewajiban dalam
pembiayaan kredit, namun ternyata melakukan tindakan wanprestasi. “Makanya, melalui PN
Banjarmasin mewakili pihak penggugat, kami ingin agar majelis hakim memutuskan perkara
ini,” tandanya.

ANALISIS KASUS

Dalam kasus ini, pihak Bank Syariah Mandiri telah melakukan wanprestasi (ingkar janji)
terhadap perjanjian kredit yang telah dilaksanakan dengan PT. BAS. PT. BAS telah menyepakati
perjanjian kredit dengan Bank Syariah Mandiri, namun saat PT. BAS hendak mencairkan
kreditnya Bank Syariah Mandiri hanya mencairkan sebagian dari perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya, sehingga pada akhirnya PT.BAS menggugat Bank Syariah Mandiri
karena wanprestasi dan dugaan pengendapan dana. Dari kasus diatas, pihak Bank Syariah
Mandiri telah melakukan salah satu bentuk wanprestasi, yaitu melaksanakan sebagian isi
kontrak, Bank Syariah Mandiri hanya melaksanakan sebagian isi kotrak dan meninggalkan
sebagian lainnya. Melalaikan pelaksanaan hal-hal yang telah disepakati jelas merupakan
pengingkaran terhadap kesepakatan itu sendiri. Wanprestasi yang dilakukan oleh Bank Syariah
Mandiri berkenaan dengan hal-hal yang krusial, yang menentukan tercapai tidaknya tujuan
kontrak yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua pihak, sehingga PT. BAS mengalami
kerugian akibat wanprestasi tersebut.

You might also like