You are on page 1of 16

Methania Risvi 18129280

A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran


1) Hakekat Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar
terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu
melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak
terampil menjadi terampil. Contoh lain, Maharani yang tadinya tidak dapat berjalan
menjadi dapat berjalan. Hal ini disebabkan karena Maharani sudah belajar berjalan
sebelumnya, begitu juga individu akan menjadi pintar bila rajin belajar memahami
ilmu tersebut.
Belajar menurut Gagne (1984), adalah suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian tersebut terdapat tiga
unsur pokok dalam belajar, yaitu (1) proses, (2) perubahan perilaku, dan (3)
pengalaman. (Sumber : Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran.
2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 124.)
a. Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan
merasakan. Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif.
Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan
tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Guru tidak dapat melihat
aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Tetapi, guru dapat melihat dari kegiatan
siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan siswa, sebagai contoh:
siswa bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru, diskusi, memecahkan
permasalahan, melaporkan hasil kerja, membuat rangkuman, dan sebagainya. Itu
semua adalah gejala yang tampak dari aktivitas mental dan emosional siswa.
Selanjutnya dalam situasi tertentu, apabila siswa tersebut duduk sambil
menyimak penjelasan guru, maka dapat dikategorikan sebagai belajar. Tetapi,
apabila siswa hanya duduk sambil pikiran dan perasaannya melayang-layang atau
melamun di luar pelajaran yang dijelaskan guru, maka siswa tersebut tidak
sedang belajar, tetapi sedang melamun.
Perlu dicatat, belajar tidak hanya dengan mendengarkan penjelasan guru saja,
karena belajar dapat dilakukan siswa dengan berbagai macam cara dan kegiatan,
asal terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Misalnya, berdiskusi
dengan teman, mengerjakan soal, membaca, dan sebagainya. Seperti yang
dikatakan Arief Sadiman (1986:1) “Belajar adalah suatu proses yang kompleks
yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih
bayi hingga ke liang lahat.” (Sumber : Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Halaman 125)
b. Perubahan perilaku
Hasil belajar akan tampak pada perubahan perilaku individu yang belajar.
Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat
kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilannya bertambah, dan
penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula.
Namun, menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku sebagai
hasil belajar seperti perubahan perilaku karena faktor kematangan, lupa, dan
minum-minuman keras tidak termasuk sebagai hasil belajar. Hal ini disebabkan
karena bukan termasuk perubahan dari hasil pengalaman (berinteraksi dengan
lingkungan), dan tidak terjadi proses mental emosional dalam beraktivitas.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu kognitif berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia,
afektif berkaitan dengan kemampuan menguasai nilai-nilai yang dapat
membentuk sikap seseorang, dan psikomotorik berkaitan dengan perilaku dalam
bentuk keterampilan-keterampilan motorik (praktik). (Sumber : Tim
Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 125 – 126.)
c. Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu
beriteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.
Lingkungan fisik adalah lingkungan di sekitar individu baik dalam bentuk alam
sekitar (pantai, hutan, sungai, udara, dan lain-lain) maupun dalam bentuk hasil
ciptaan manusia (buku, media pembelajaran, gedung sekolah, dan lain-lain).
Sedangkan, lingkungan sosial di antaranya, guru, orang tua, pustakawan,
masyarakat, dan lain-lain.
Belajar dapat dilakukan melalui pengalaman langsung maupun tidak langsung.
Siswa yang melakukan eksperimen adalah contoh belajar dengan pengalaman
langsung. Sedangkan, siswa belajar dengan mendengarkan penjelasan guru atau
membaca buku adalah contoh belajar melalui pengalaman tidak langsung.
Belajar pada hakikatnya, adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada disekitar individu. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan
memahami sesuatu (Sudjana, 1989: 28). Sejalan dengan kosep di atas Cronbach
(Surya, 1979: 28) menegaskan bahwa indikator belajar ditentukan oleh perubahan
dalam tingkah laku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman atau
latihan. (Sumber : Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013.
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 126 – 127.)
2) Hakekat Pembelajaran
Pembelajaran yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “Instrucion”,
terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu (1) belajar atau learning dan (2) mengajar atau
teaching. Belajar itu sendiri merupakan perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) sebagai hasil interaksi antara siswa dengan lingkungan pembelajaran.
Sedangkan, mengajar adalah kegiatan mengelola lingkungan pembelajaran untuk
berlangsungnya proses pembelajaran. Dari pengertian belajar dan mengajar tersebut,
maka jika disatukan menjadi “pembelajaran”, mengandung makna yaitu suatu proses
aktivitas interaksi antara siswa dengan lingkungan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Terhadap ketiga istilah tersebut yaitu belajar, mengajar, dan pembelajaran.
Prof. DR. Chaedar Alwasilah, M.A memberikan batasan sebagai berikut:
a. Belajar (Learning) adalah refleksi sistem kepribadian siswa yang
menunjukkan perilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan.
b. Mengajar (Teaching) adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang
bertindak secara profesional.
c. Pembelajaran (Instruction) adalah sistem sosial tempat berlangsungnya
mengajar dan belajar.
(Sumber : Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013.
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 180 – 181.)
B. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran
1. Prinsip-Prinsip Belajar
Belajar sebagai kegiatan sistematis dan kontinu memiliki prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut :
1) Belajar berlangsung seumur hidup
Belajar merupakan proses perubahan perilaku peserta didik sepanjang hayat
(long life education) dari mulai buaian ibu sampai menjelang masuk ke liang
lahat (minal mahdi ilallahdi) yang berlangsung tanpa henti (never ending),
serasi dan selaras dengan periodesisasi tugas perkembangannya (development
task) peserta didik.
2) Proses belajar adalah kompleks, tetapi terorganisir
Proses belajar banyak aspek yang mempengaruhinya, antara lain kualitas dan
kuantitas raw input (peserta didik) dengan segala latar belakangnya,
instrumental input, dan environmental input yang semuanya diorganisasikan
secara terpadu (integrative) dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan
belajar.
3) Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks
Proses pembelajaran disesuaikan dengan tugas perkembangan (development
task) dan tingkat kematangan (maturation) pesrta didik , baik secara fisik
(fisically) maupun secara kejiwaan (psichological) dari mulai bahan ajar yang
sederhana menuju bahan ajar yang kompleks.
4) Belajar dari mulai yang faktual menuju konseptual
Proses pembelajaran merupakan proses yang sistematis dan integratif dimana
penyajian bahan ajar disesuaikan dengan tingkat kemmpuan peserta didik
yang dimulai dengan bahan ajar yang bersifat faktual yang mudah diamati
oleh panca indera menuju bahan ajar yang membutuhkan imajinasi berfikir
tingkat tinggi (konseptual).
5) Belajar mulai dari yang kongkret menuju abstrak
Proses pembelajaran berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik dari mulai bahan ajar yang mudah diamati secara nyata (kongkret)
menuju proses pembelajaran yang memerlukan daya nalar yang imajinatif,
proyektif, dan prospektif.
6) Belajar merupakan bagian dari perkembangan
Proses pembelajaran merupakan mata rantai perjalanan kehidupan peserta
didik harus diisi dengan berbagai pengalaman yang bermakna (meaniangfull),
paling mendasar (essensial), dan mendesak harus didahulukan (crucial),
serasi, selaras, dan seimbang dengan tingkat perkembangan mental (mental
age), dan umur kalender (crocological age) peserta didik.
7) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor bawaan (heredity), lingkungan
(environment), kematangan (time or maturation), serta usaha keras peserta
didik sendiri (endeavor).
8) Belajar mencakup semua aspek kehidupan yang penuh makna, dalam rangka
membangun manusia seutuhnya dan bulat, baik dari sisi agama, ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ketahanan.
9) Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, baik dalam
lingkungan keluarga (home scooling), sebagai pendidikan awal (tarbiyatul
ula) bagi lingkungan masyarakat (nonformal eduction) dan di lingkungan
sekolahnya (formal education).
10) Kegiatan belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru
Proses pembelajaran di abad modern ini, guru bukan satu-satunya sumber
belajar (resourches person), tetapi masih banyak sumber belajar lainnya.
Misalnya, teman sebaya (peer group), perpustakaan manual, perpustakaan
dunia maya (internet), dan lingkungan sekitar secara konstektual (contextual
teachinand learning ).
11) Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.
12) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan internal seperti
hambatan psikis dan fisik (psikosomatis), dan eksternal, seperti lingkungan
yang kurang mendukung, baik sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dan
sebagainya.
13) Kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain,
mengingat tidak semua bahan ajar dapat dipelajari sendiri. Dengan bimbingan
peserta didik akan mampu berefleksi untuk berkaca diri (self mirror,
instrosfeksi); memahami diri (self understanding) mengenai kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman ; menerima diri (self acceptance) atau
menolak diri (self rejection); mengarahkan diri (self direction);
mengembangkan diri (self development); dan menyesuaikan diri (self
adjustment).
(Sumber: Hanafiah, Nanang, dkk. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT. Refika Aditama. Halaman 18 – 19. )
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Menurut Chaedar Alwasih, dengan memerhatikan bahwa hakikat pembelajaran
adalah “interaksi antara siswa dengan lingkungn pembelajaran agar tercapai
tujuan pembelajaran (perubahan perilaku)”, maka terdapat beberapa prinsip
umum yang harus menjadi inspirasi bagi pihak-pihak yang terkait dengan
pembelajaran (siswa dan guru), yaitu :
a. Prinsip Umum Pembelajaran
1. Bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif
permanen.
2. Peserta didik memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang merupakan
benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan.
3. Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbeh alami linear
sejalan proses kehidupan.
b. Prinsip Khusus Pembelajaran
1. Prinsip Perhatian dan Motivasi
Perhatian dalam proses pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting
sebagai langkah awal dalam memicu aktifitas-aktifitas belajar. Untuk
memunculkan perhatian siswa, maka perlu kiranya disusun sebuah rancangan
bagaimana menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran, perhatian
berfungsi sebagai modal awal yang harus dikembangkan secara optimal untuk
memperoleh proses dan hasil yang maksimal. Gage dan berliner (1984)
mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian teori belajar pengolahan informasi,
tanpa adanya perhatian tidak mungkin akan terjadi belajar.
Perhatian adalah memusatkan pikiran dan perasaan emosional secarafisik
dan psikis terhadap sesuatu yang menjadi pusat perhatiannya. Perhatian dapat
muncul secara spontan, dapat juga muncul karena direncanakan. Dalam proses
pembelajaran, perhatian akan muncul dari diri siswa apabila pelajaran
yangdiberikan merupakan bahan pelajaran yang menarik dan dibutuhkan oleh
siswa . namun, jika perhatian alami itu tidak muncul maka tugas guru untuk
membangakitkan perhatian siswa terhadap pelajaran. Bentuk perhatian
direfleksikan dengan cara melihat secara penuh perhatian, meraba,
menganalisis, dan juga aktifitas- aktifitas lain dilakukan melalui kegiatan fisik
dan psikis.
Seseorang yang memiliki minat terhadap materi pelajaran tertentu, biasanya
akan lebih intensif memerhatikan dan selanjutnya timbul motivasi dalam
dirinya untuk mempelajari materi tersebut. Motivasi memiliki peranan yang
sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Motovasi adalah dorongan atau
kekuatan yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu.
Motivasi dapat dijadikan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Hal ini
berdasarkan bahwa perhatian dan motivasi seseorang tidak selamanya
stabil,intensitasnya bisa tinggi, sedang bahkan menurun, tergantung pada
aspek yang mempengaruhiya.
Motivasi berhubungan erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat lebih
tinggi pada suatu mata pelajaran tersebut sehingga akan menimbulkan
motivasi yang lebih tinggi dalam belajar. Motivasi dapat bersifat internal,
artinya muncul dari dalam diri sendiri tanpa ada intervensi dari yang lain,
misalnya harapan, cita-cita, minat, dan aspek lain yang terdapat dalam diri
sendiri. Motivasi juga dapat bersivat ensternal, yaitu stimulus yang muncul
dari luar dirinya, misalnya kondisi lingkungan kelas, sekolah, adanya ganjaran
berupa hadiah (reward), dan pujian. Bahkan rasa takut oleh hukuman
(punishment) merupakan salah satu faktor munculnya motivasi.
2. Prinsip Keaktifan
Belajar pada hakikatnya adalah proses aktif dimana seseorang melakukan
kegiatan secara sadar untuk mengubah suatu perilaku, terjadi kegiatan
merespons terhadap setiap pembelajaran. Seseorang yang belajar tidak bisa
dipaksakan oleh orang lain. Belajar hanya akan mungkin terjadi apabila anak
aktif mengalami sendiri. John dewey menyatakan bahwa “belajar adalah
menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa oleh dirinya sendiri, maka
inisiatif belajar harus muncul dari dirinya.” Dalam proses pembelajaran, siswa
harus aktif belajar dan guru hanyalah membimbing dan mengarahkan. Teori
kognitif menyatakan bahwa belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa
tak sekedar merespon informasi, namun jiwa mengolah dan melakukan
transformasi informasi yang diterima (Gage dan Berliner, 1984: 267).
Berdasarkan kajian teori tersebut, maka siswa sebagai subjek belajar memiliki
sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan, mencari, mengolah
informasi, menganalisis, mengidentifikasi, memecahkan, menyimpulkan, dan
melakukan transformasi (transfer of learning) ke dalam kehidupan yang lebih
luas.
(Sumber : Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013.
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 182 – 185.)
C. Ciri-Ciri Belajar

D. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan, daya pendorong, atau alat pembangun
kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar
secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka
perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
(Sumber: Hanafiah, Nanang, dkk. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT. Refika Aditama. Halaman 26.)
2. Fungsi Motivasi
Berikut ini merupakan beberapa fungsi dari motivasi, diantaranya:
1) Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar peserta
didik.
2) Motivasi merupakan alat untuk mempengaruhi prestasi belajar peserta
didik.
3) Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian
tujuan pembelajaran.
4) Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran lebih
bermakna.
(Sumber: Hanafiah, Nanang, dkk. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT. Refika Aditama. Halaman 26.)
3. Beberapa Pendapat Tentang Motivasi
a. James O. Whittaker
James O. Whittaker memberikan pengertian secara umum mengenai
penggunaan istilah “motivation” di bidang psikologi. Ia mengatakan,
bahwa motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan
atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai
tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.
Apa yang dikemukakan oleh Whittaker mengenai motivasi di atas,
berlaku umum, baik pada manusia maupun hewan.
b. Pendapat Thorndike
Thorndike yang terkenal dengan pandangannya tentang belajar sebagai
proses “trial and error” ia mengatakan, bahwa belajar dengan “trial and
error” itu dimulai dengan adanya beberapa motif yang mendorong
keaktifan. Dengan demikian, untuk mengaktifkan anak dalam belajar
diperlukan motivasi.
Dari eksperimentasinya, ia menyimpulkan tiga hukum belajar :
1) Law of readiness,
2) Law of exercise, dan
3) Law of effect.
Di antara ketiga hukum tersebut yang dipandang sebagai paling
penting adalah “law of effect”.
Dalam hubungannya dengan “law of effect” dalam belajar, ternyata
Thorndike menekankan pentingnya motivasi di dalam belajar.
c. Pendapat Ghuthrie
Sama halnya dengan Thorndike, Ghuthrie pun membangun teori
asosiasi tentang belajar. Mengenai motivasi dalam belajar, ternyata
Ghuthrie mempunyai pandangan yang agak berbeda dengan Thorndike.
Ghuthrie memandang motivasi dan reward sebagai hal yang kurang
penting dalam belajar.
Menurut Ghuthrie, motivasi hanyalah menimbulkan variasi respons
pada individu, dan bila dihubungkan dengan hasil belajar, motivasi
tersebut bukan instrumental dalam belajar.
d. Pendapat Clifford T. Morgen
Morgan menjelaskan istilah mitivasi dalam hubungannya dengan
psikologi pada umumnya. Menurut Morgan, motivasi bertalian dengan
tiga hal yang sekaligus berhubungan dengan aspek-aspek dari motivasi.
Ketiga hal tersebut adalah : keadaan yang mendorong tingkah laku
(motivating states), tingkah laku yang didorong oleh kedaan tersebut
(motivated behavior), dan tujuan dari tingkah laku tersebut (goals or ends
of such behavior).
Motivasi terjadi dengan siklus antara motif, tingkah laku instrumental
dan tujuan.
Dari empat pendapat di atas mengenai motivasi, ternyata tidak ada
perbedaan prinsipil mengenai pengertian motivasi yang mereka
kemukakan. Dalam kaitannya dengan proses belajar, ada perbedaan
pendapat antara Thorndike dan Ghuthrie mengenai fungsi atau kegunaan
motivasi. Apabila Thorndike menekankan pentingnya motivasi dalam
belajar, maka Ghuthrie memandang, bahwa motivasi adalah bukan
instrumen dalam belajar, melainkan hanya penyebab variasi reaksi.
(Sumber: Soemanto, Wasty. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Halaman 205 – 206)
4. Hal-Hal yang dapat Mempengaruhi Motivasi dalam Belajar
Belajar dapat dipengaruhi oleh motivasi yang instrinsik artinya dapat dibentuk
di dalam diri individu, adanya suatu kebutuhan ini dapat berkembang menjadi
suatu perhatian atau suatu dorongan. Guru dapat merangsang perhatian dan
dorongan itu dengan banyak cara.
a) Kemasakan
Untuk dapat mempengaruhi motivasi anak, harus diperhatikan
kemasakan anak. Tidak bijaksana untuk merangsang aktivitas-aktivitas
sebelum individu masak secara fisik, psikis, dan sosial. Karena apabila
tidak memperhatikan kemasakan ini, akan berakibat frustasi. Dan
frustasi emosi dapat mengurangi kapasitas belajar.
b) Usaha yang bertujuan, goal dan ideal
Apabila mata pelajaran telah disesuaikan dengan bijaksana pada
kapasitas anak dan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya,
usaha yang bertujuan dapat dicapai dengan motivasi yang tidak
banyak.
Motif mempunyai tujuan atau goal. Makin terang goalnya makin kuat
perbuatan itu di dorong. Tiap usaha untuk membuat goal itu lebih kuat
adalah suatu langkah menuju ke motivasi yang efektif.
c) Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi
Apabila tujuan atau goal sudah terang dan pelajar selalu diberi tahu
tentang kemajuannya maka dorongan untuk usaha makin besar.
Kemajuan perlu diberitahukan, karena dengan mendapatkan kemajuan
ini anak akan merasa puas. Sesuai dengan “law of effect” dari
Thorndike kepuasan ini akan membawa pada usaha yang lebih besar,
sebaliknya apabila murid mengalami kegagalan, untuk kepentingan
belajar selanjutnya, hendaknya jangan selalu diingatkan sehubungan
dengan Law of Effect dikatakan bahwa hal-hal yang menyenangkan
akan selalu diulang-ulang. Pengulangan berkali-kali adalah syarat
belajar.
d) Penghargaan dan hukuman
Penghargaan adalah motivasi yang positif. Penghargaan dapat
menimbulkan inisiatif, energy, kompetisi, ekorasi pribadi, dan abilita-
abilita kreatif. Penghargaan ini dapat berupa material: pemberian-
pemberian uang dan lain-lain barang berharga. Sedang yang berupa
yang lain : sosial, kedudukan, promosi. Yang berupa spiritual adalah
pujian.
Hukuman adalah motivasi yang negatif. Hukuman didasarkan atas rasa
takut. Takut adalah motif yang kuat. Ini dapat menghilangkan inisiatif.
Ada kemungkinan yang dapat terjadi hambatan total. Hukuman
merupakan motivasi yang paling tua digunakan dalam pendidikan.
Seperti penghargaan, hukuman ini dapat berupa material, sosial
spiritual dan fisik. Pada umumnya hukuman yang paling berat adalah
hukuman yang mewujudkan kehilangan status.
Hukuman yang berat dapat menghilangkan spirit orang, menyebabkan
anak tertekan. Dan harus diperhatikan bahwa orang yang patuh karena
takut, akan lekas tidak patuh apabila takutnya hilang, apabila orang
telah berani menghadapi konsekuensinya.
Hukuman ini dapat pula menghilangkan moral dan aspek pribadi. Jadi
kalau kita bandingkan antara penghargaan memang lebih baik daripada
hukuman. Tetapi walaupun demikian bagi orang-orang tertentu
mungkin itu perlu, asal diperhatikan, bahwa hukuman itu tidak
merusak jiwa orang dan bertujuan memperbaiki.
e) Partisipasi
Salah satu dari dinamika anak ialah keinginan berstatus, keinginan
untuk ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas untuk berpartisipasi.
Partisipasi ini dapat menimbulkan kreativitas, inisiatif dan memberi
kesempatan terwujudnya ide-ide. Maka perlulah untuk memberi
kesempatan kepada anak-anak untuk berpartisipasi pada segala
kegiatan.
f) Perhatian
Integrasi terletak ditengah-tengah antara motif dan sikap. Insentif
adalah rangsang terhadap perhatian sebelum terbentuk dan menjadi
motif. Ini dapat ditimbulkan dengan beberapa cara antara lain dengan
alat peraga. Alat peraga ini misalnya gambar hidup, radio, televisi, dan
laboratorium. Hal ini adalah cara mempengaruhi motivasi anak dalam
belajar. Tentang cara yang mana baik tergantung pada anak yang
belajar dan seluruh kondisi belajar. Motivasi yang terbaik ialah apabila
seluruh kepribadian orang yang belajar dapat ditimbulkan.
(Sumber: Mustaqim dan Abdul Wahib. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta. Halaman 75 – 77).
5. Cara Membangkitkan Motivasi
Motivasi merupakan salah satu aspek utama bagi keberhasilan dalam belajar.
Oleh karena itu, motivasi belajar dapat dipelajari supaya dapat tumbuh dan
berkembang. Berikut ini merupakan beberapa cara untuk membangkitkan
motivasi belajar, diantaranya:
a. Memberikan hadiah
b. Memberikan pujian
c. Menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik
d. Suasana lingkungan sekolah yang sehat
e. Belajar menggunakan multimedia
f. Guru yang kompeten dan humoris
(Sumber: Hanafiah, Nanang, dkk. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT. Refika Aditama. Halaman 28.)

E. Masalah-Masalah dalam Pembelajaran


Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang
individu yang menghambat kelancaran proses belajarnya” Erman Amti dan Marjohan
(1991 : 67). Masalah belajar yang dialami oleh siswa berkaitan erat dengan
keterampilan belajar.
Menurut Herman Nirwana, dkk (2002:77) “keterampilan belajar adalah suatu
keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang siswa untuk dapat sukses dalam
menjalani pembelajaran di sekolah (sukses akademik) dengan menguasai materi yang
di pelajarinya. Misalnya apabila siswa dalam mengatur waktu belajar tidak pandai
maka akan berpengaruh terhadap belajarnya, selanjutnya apabila dalam membaca
buku pelajaran siswa tidak memiliki keterampilan maka ia akan mengalami kesulitan
dalam memahami bacaan buku tersebut, begitu juga seterusnya dengan keterampilan-
keterampilan belajar yang lain. Fenomena di lapangan menemukan banyaknya siswa
yang belum memiliki keterampilan belajar.
Bentuk-bentuk masalah belajar, diantaranya
1) keterampilan mengatur waktu belajar terlihat bahwa masih banyaknya
siswa tidak mampu memanfaatkan waktu luang sebaik mungkin untuk
belajar,
2) pada keterampilan membaca buku terlihat bahwa siswa tidak
menggunakan teknik membaca lengkap dalam belajar serta masih banyak
siswa yang melewatkan beberapa bagian penting dari isi buku dan masih
sulitnya siswa dalam memusatkan perhatian dalam membaca buku
sehingga siswa sulit memahami dan menjelaskan kembali materi yang ia
baca kepada teman-teman dalam diskusi
3) Pada keterampilan menghafal pelajaran terlihat bahwa masih sulitnya
siswa dalam memahami isi buku serta memahami materi pelajaran
4) Pada keterampilan mengingat, konsentrasi dan ketahanan dalam belajar
terlihat bahwa banyaknya masalah yang dihadapi siswa.
Seperti perasaan gelisah, murung dan pikiran kacau, lingkungan yang
berisik, mudah lelah dalam belajar, teman yang mengajak berbicara saat
proses pembelajaran,
5) Pada keterampilan penyelesaian tugas sekolah terlihat bahwa masalah
yang paling tinggi dialami oleh siswa yaitu untuk setiap tugas yang
diserahkan masih banyak siswa yang tidak memiliki kopian jika
seandainya tugas tersebut tidak dikembalikan lagi oleh
guru. Dan masih banyaknya siswa yang tidak mengulangi kembali materi
yang diberikan guru sebagai persiapan penyelesaian tugas.
(Sumber: Syafni, Elgi, dkk. 2013. Masalah Belajar Siswa dan
Penanganannya. Jurnal. Padang: BK FIP UNP.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor. Halaman 15 - 19 (Online))

DAFTAR RUJUKAN
Hanafiah, Nanang, dkk. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Mustaqim dan Abdul Wahib. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Soemanto, Wasty. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syafni, Elgi, dkk. 2013. Masalah Belajar Siswa dan Penanganannya. Jurnal. Padang:
BK FIP UNP. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor. Halaman 15 - 19
(Online).
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

You might also like