You are on page 1of 24

MAKALAH

KEGAWAT DARURATAN PADA TRAUMA ABDOMEN


Dosen pengampu: Ns.Pira Prahmawati.,S.Kep.,M.Kes

Kelompok 5
Semester 6B

1. Ana Kusmeika Yanti 2019206203041


2. Nuri Amanatul Janah 2019206203064
3. Muhamad Fajri Ikhsan 2019206203060
4. Tiara Vanesa 2019206203072

S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
2021

i
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................1
1.3 Tujuan...............................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ......................................................3
2.2 Etiologi ..........................................................3
2.3 Manifestai klinis .............................................4
2.4 Patofisiologi ...................................................4
2.5 Pathway .........................................................5
2.6 Klasifikasi .....................................................6
2.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................7
2.8 Pemeriksaan Diagnostik ...................................9
2.9 Penatalaksanaan kegawatdarurata...................10
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan .........................12
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PEMBAHASAN KASUS
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................20
5.2 Saran................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................21
LAMPIRAN ....................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi
angka kesakitan dan kematian . Salah satu organ kita yang paling sering
mengalami cedera pada suatu trauma tumpul pada daerah perut atau toraks
kiri bagian bawah adalah lien. Penyebab utamanya adalah cedera langsung
atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi kapsul lien dan avulsi
pedikel lien sebagian atau menyeluruh. Pada trauma lien yang perlu
diperhatikan adalah adanya tandatanda perdarahan yang memperlihatkan
keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri abdomen pada kuadran
atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. (Sander, 2013)
Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh
trauma. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, 8,4 juta orang akan
meninggal setiap tahun karena trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu
lintas jalan akan menjadi peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di
seluruh dunia dan peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia
tahun 2011 jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban
meninggal sebanyak 31.195 jiwa. Trauma abdomen menduduki peringkat
ketiga dari seluruh kejadian trauma dan sekitar 25% dari kasus
memerlukan tindakan operasi . Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi
trauma tumpul dan trauma tembus. Trauma tembus abdomen biasanya
dapat didiagnosis dengan mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul
abdomen sering terlewat karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas.
Keadaan mortalitas pada pasien trauma dikenal dengan lethal triad of
death yang terdiri dari hipotermia, koagulopati dan asidosis metabolik.

1. 2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat dengan trauma abdomen?

1
1. 3 Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan pada trauma
abdomen.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian trauma abdomen
2. Mengetahui etiologi trauma abdomen
3. Mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen
4. Mengetahui patofisiologi trauma abdomen
5. Mengetahui klasifikasi trauma abdomen
6. Mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen
7. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada trauma abdomen
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada trauma abdomen

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Pengertian
Menurut (Nugroho, dkk. 2016). Trauma abdomen adalah
pukulan/benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat
(hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus
besar, pembuluh-pembuluh abdominal) dan mengakibatkan rupture
abdomen. Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolism, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai
organ.
Trauma secara umum didefinisikan sebagai kecederaan yang tidak
disengaja, kasus pembunuhan, dan kasus bunuh diri. (Tim Bantuan Medis
Panacea, 2014). Trauma adalah cedera fisik dan psiskis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997 dalam Musliha, 2010).

2. 2 Etiologi
Menurut (Musliha,2010).
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekenan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olahraga

3
2. 3 Manifestasi Klinis
Menurut Nugroho, Putri, & Putri (2016) manifestasi klinis trauma
abdomen dibagi menjadi dua yaitu trauma penetrasi dan non penetrasi.
Pada trauma penetrasi terdapat:
1. Terdapat luka robekan pada abdomen.
2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan atau
memperparah keadaan.
4. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen
Pada trauma non penetrasi terdapat:
1. Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen.
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan bab hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa 'am setelah
trauma.
5. Cedera serius dapat ter'adi "alaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.

2. 4 Patofisiologi
Menurut (Mansjoer, 2001). Jika terjadi trauma penetrasi atau non-
pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien
akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel
darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda
iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen
tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang

4
muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka
operasi harus dilakukan.

2. 5 Pathway
Menurut (Mansjoer, 2001).

Trauma (kecelakaan)

Penetrasi dan non penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen


(kontusio, laserasi, jejas, dan hematoma)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar. Lunak dan


Nyeri
rongga abdomen

Mortilitas Usus

Disfungsi Usus Resiko Infeksi

Refluks Usus Output Cairan Berlebih

Gangguan Cairan Nutrisi dan Elektrolit


Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Kelemahan Fisik

Gangguan Morbilitas Fisik

5
2. 6 Klasifikasi
Menurut (kurniati, 2018).
1. Trauma Tumpul
Blunt abdomenial trauma (BAT) atau trauma tumpul abdomen terjadi
ketika terdapat energi yang mengenai dinding abdomen tidak
menyebabkan luka terbuka, biasanya di sebabkan tabrakan kendaraan
bermotor, olahraga, jatuh, dan penganiayaan fisik.
1. Bagian viseral dan struktur lain abdomen terkena injuri akibat
hantaman langsung, kompresi, atau deselerasi.
2. Cedera kompresi terjadi akibat hantaman secara langsung pada
objek yang tatap (sabuk pengaman, roda setir, atau tulang
belakang).
3. Gaya deselerasi antara objek yang relatif diam dan objek bebas
menyebabkan cedera berupa pergeseran atau perobekan, bagian
dari jaringan terus bergerak ke depan sementara yang bagian yang
lain tetap diam.
4. Organ solid-saling sering lien , hati, ginjal kemungkinan
mengalami ruptur sebagai akibat dari trauma tumpul.
5. Walaupun sabuk pengaman menyelamtkan kehidupan , sabuk
pengaman juga dapat sebagai penyebab terjadinya injuri, meliputi
ruptur viseral, kompresi organ, fraktur, dan robekan viseral
abdomen.
6. Penempatan sabuk pengaman diatas tulang pelvis dapat
menyebabkan jeratan pada jaringan di bawahnya melawan tulang
belakang dan menyebabkan pergeseran dan cedera kompresi.
2. Trauma Penetrasi
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek seperti peluru, pisau, atau
fragmen proyektil-menembus dinding abdomen, masuk pada vacum
abdomen.
1. Luka tikam paling umum menyebabkan injuri intestinal, tetapi
banyak diantaranya tidak menembus cavum peritoneal. Dengan

6
demikian trauma ini berhubungan dengan angka mortalitas yang
rendah dan mungkin tidak memerlukan pembedahan.
2. Disisi lain, 96% sampai 98% luka tembak pada abdomen secara
signifikan menyebabkan kerusakan organ intra-abdomenial dan
pembuluh darah, memerlukan intervensi pembedahan darurat.

2. 7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Salomone & Salomone (2011), pemeriksaan laboratorium yang
direkomendasikan untuk korban trauma biasanya termasuk glukosaserum,
darah lengkap, kimia serum, amylase serum, urinalisis, pembekuan darah,
golongan darah, arterial blood gas (ABG), ethanol darah, dan tes kehamilan
(untuk wanita usia produktif).
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Hasil yang normal untuk kadar hemoglobin dan hematokrit tidak bisa
dijadikan acuan bahan tidak terjadi perdarahan pasien pendarahan
mengeluarkan darah lengkap hingga volume darah tergantikan dengan
cairan kristaloid atau efek hormonal (seperti adrenocorticotropic
hormone ACTH), aldosteron, antidiuretic hormone ACTH dan muncul
pengisian ulang transkapiler, anemia masih dapat meningkat. Jangan
menahan pemberian transfusi pada pasien dengan kadar hematokrit
yang relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis syok, cidera berat
(seperti fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan.
Pemberian transfusi trombosit pada pasien dengan
trombositopenia berat (Jumlah trombosit <50,000/ml dan terjadi
perdarahan. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara
rendahnya kadar hematokrit (>30%) dengan cidera berat. Peningkatan
sel darah putih tidak spesifik dan tidak dapat menunjukkan adanya
cidera organ berongga.
b. Kimia serum
Banyak korban trauma kecelakaan lebih muda dari 10 tahun dan jarang
menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi elektrolit (seperti
diuretik, pengganti potassium). Jika pengukuran gas darah

7
tidak dilakukan, kimia serum dapat digunakan untuk mengukur serum
glukosa dan level karbon dioksida. Pemeriksaan cepat glukosa darah
denganmenggunakan alat stik pengukur penting pada pasien dengan
perubahanstatus mental.
c. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma tumpul abdomen penting
dilakukan, namun temuan peningkatan hasil bisa dipengaruhi
oleh beberapa alasan (contohnya penggunaan alkohol). Sebuah
penelitian menunjukkan bahkan kadar aspartate aminotransferase (AST)
atau alanineaminotransferase (AST) meningkat lebih dari 130 U pada
koresponden dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar lactate
Dehydrogenase (LD) dan bilirubin tidak spesifik menjadi indikator
trauma hepar.
d. Pengukuran Amilase
Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian menunjukkan
tidak sensitif dan tidak spesifik untuk cidera pankreas. Namun,
peningkatan abnormal kadar amylase 3-6 jam setelah trauma memiliki
keakuratan yang cukup besar. Meskipun beberapa cedera pankreas
dapat terlewat dengan pemeriksaan CT scan segera setelah trauma,
semua dapat teridentifikasi jika scan diulang 36-48 j'am. Peningkatan
amylase atau lipase dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat
hipotensi sistemik yang menyertai syok.
e. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma signifikan pada abdomen dan
atau panggul, gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan
hipotensi, dan mekanisme deselerasi yang signifikan. Gross hematuri
merupakan indikasi untuk dilakukannya cystografi dan IVP atau CT
scan abdomen dengan kontras.
f. Penilaian gas darah arteri (ABG)
Kadar (ABG) dapat menjadi informasi penting pada pasien dengan
trauma mayor. Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan
ventilasi (PC02) dapat digunakan untuk menilai pasien dengan

8
kecurigaan asidosis metabolic hasil dari asidosis laktat yang menyertai
syok. Defisit kadar basa sedang (>-5 mEq) merupakan indikasi untuk
resusitasi dan penentuan etiologi. Usaha untuk meningkatkan
pengantaran oksigen sistemik dengan memastikan SaO2 yang adekuat
(>90%) dan pemberian volume cairan resusitasi dengan cairan
kristaloid, dan jika diindikasikan, dengan darah.
g. Skrining obat dan alcohol
Pemeriksaan skrining obat dan alkohol pada pasien trauma
dengan perubahan tingkat kesadaran. Nafas dan tes darah dapat
mengindentifikasi tingkat penggunaan alkohol.

2. 8 Pemeriksaan Diagnostik  
Menurut Nugroho, Putri, & Putri (2016). Pemeriksaan diagnostic pada
pasien trauma abdominal adalah sebagai berikut:
a. Photo thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Ultrasonografi dan Computed Tomography CT Scan)
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum
c. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu, tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard)
1. Indikasi untuk melakukan DPL
a) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya 
b) Trauma pada bagian bawah dari dada
c) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d) Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alcohol, cedera otak).
e) Pasien cedera abdominal dan cedera medulla spinalis (sumsum
tulang belakang)
f) Patah tulang pelvis

9
2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL
a) Hamil
b) Pernah operasi abdominal
c) Operator tidak berpengalaman
d) Bila hasilnya tidak merubah penatalaksanaan.

2. 9 Penatalaksanaan kegawatdaruratan
Menurut Musliha (2010). Penilaian awal yang dilakukan adalah ABC
jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan.
1. Primary Survey
a. Airway
Membuka jalan nafas menggunakan teknik head tilt chin lift atau
mengadakan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara ‘lihat, dengar, rasakan’,
selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien. Control jalan nafas
pada penderita trauma abdomen yang airway terganggu karena
faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap penderita
trauma diberikan okesigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan
dengan face mask. Pemakaian pulse oximetry baik untuk menilai
saturasi oksigen yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan
bantuan pernafasan. Resusitasi pasien dengan trauma abdomen
penetrasi dimulai segera setelah tiba. Cairan harus diberikan
dengan cepat, NaCl atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk
resusitasi kristaloid.

10
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan
lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien
dengan trauma abdomen penetrasi.
2. Secondary Survey
a. Pemeriksaan kepala
1. Kelainan kulit kepala dan bola mata
2. Telinga bagian luar dan membrane timpani
3. Cedera jaringan lunak periorbital
b. Pemeriksaan leher
1. Luka tembus leher
2. Enfisima subkutan
3. Deviasi trachea
4. Vena leher yang mengembang
c. Pemeriksaan neurologis
1. Penilaian fungsi otak dengan GCS
2. Penilaian fungsi medulla spinalis dengan aktivitas motoric
3. Penilaian rasa raba/sensasi dan reflex
d. Pemeriksaan dada
1. Clavicular dan semua tulang iga
2. Suara napas dan jantung
3. Pemantauan ECG
e. Pemeriksaan rongga perut
1. Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
2. Pasangkan pipa nasogastric pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
3. Periksa dubur

11
4. Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus
externus
f. Pelvis dan ekstrimitas
1. Cari adanya fraktur
2. Cari denyut nadi perifer pada daerah trauma
3. Cari luka, memar dan cedera lain

2. 10 Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut Krisanty, (2009) pengkajian dan diagnose secara teoritis yaitu:
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan ceepat apa yang terjadi
di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
1) Airway, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda
asing lainnya,
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan
dengan menggunakan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). Apakah
adanya stridor, weezing, dll.
3) Circulation, Takipneu, bradipneu, pola nafas : hipoventilasi/
hiperventilasi, Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP
adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
2. Pengkajian Skunder
1) Pengkajian fisik
a. Inspeksi

12
Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung,
adanya tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia,
dll.
b. Palpasi
1. Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit
tekan titik McBurney, tumor, appendikuler infiltrale.
2. Pemeriksaan vaginal
3. Perkusi
Penting untuk melihat adanya massa atau cairan intra
abdominal
c. Auskultasi
1. Harus sabra dan teliti
2. Borboryghmi, metallic sound pada ileus mekanik
3. Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
3. Pengkajian Trauma Abdomen
1. Trauma tembus abdomen
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera : kekuatan tussukan /
tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cdera
tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada / tidaknya bising usus dan catat data dasar
sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus
adalah tanda awal keterlibatan intraperioneal, jika tanda
iritasi peritoneum, biasanya dilakukan laparotomy (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen).
d. Kaji pasien untuk progesidistensi abdomen, gerakkan
melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas,
penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e. Kaji cidera dada yang sering mengikuti cedera intra-
abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen

13
a. Metode cedera.
b. Waktu awitan gejala.
c. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering
menderita luptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan
digunakn atau tidak, tipe restrain yang digunakan.
d. Waktu makan atau minum terakhir.
e. Kecenderungan perdarahan.
f. Penyakit dan medikasi terbaru.
g. Riwayat immunisasi, dengan perhatian dan tetanus.
h. Alergi, lakukan pemeriksaan ceepat pada seluruh tubuh
pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan.

C. INTERVENSI
1. Berikan oksigen
2. Bantu ventilasi dengan bag-mask atau ventilator mekanik
3. Kaji status secara frekuen (HR, warna kulit dan temperatur, pulsasi,
capillary refill, tekanan darah), karena pasien dengan trauma
abdomen dapat kehilangan darah dalam volume besar.

14
4. Pasang 2 vena kateter intravena ukuran besar. Pemasangan kateter
sentral (melalui jugularis, subclavia, atau femur) mungkin
diperlukan untuk memasukkan cairan dalam volume besar dan
untuk memonitor tekanan vena sentral.
5. Infus cairan kristaloid (Ringer lactate, normal saline). Hangatkan
cairan IV untuk mencegah hipetermi asidosis
6. Lakukan transfusi packet red blood cells, fresh frozen plasma, dan
platelet sesuai kebutuhan. Monitor kalsium serum dan lakukan
penggantian jika diperlukan karena pemberian tranfusi darah dalam
jumlah besar dapat menyebabkan hypokalemia.
7. Pertimbangkan pemasangan selang nasogastrik dan orogastrik
untuk dekompresi lambung dan kateter urine tetap untuk
melakukan monitor output.

15
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada Pasien Trauma Abdomen dengan Trauma Tumpul

Kasus Menurut (Sander, 2013) dalam jurnal “Kasus Serial Ruptur Lien
Akibat Trauma Abdomen, Bagaimana Pendekatan Diagnosis Dan
Penatalaksanaannaya”.
Seorang X usia 16 tahun dibawa ke UGD RS UMM dengan keluhan nyeri
hebat di seluruh perutnya setelah menabrak sebuah truk yang diparkir di tepi jalan.
Kejadian tersebut ±45 menit sebelum masuk rumah sakit. Dari hasil anamnesis
diketahui bahwa saat korban mengendarai sepeda motor, kecepatan tinggi, dan
memakai helm sambil menerima telepon, pasien tidak sadar kalau ada sebuah truk
yang terparkir ditepi jalan dan korban menabrak bagian belakang truk hingga
terjatuh. Saat kejadian korban mengaku tetap sadar namun perutnya terasa sakit
akibat membentur stang kemudi sepeda motornya. Korban juga merasakan nyeri
menjalar sampai di bahu sebelah kirinya disertai rasa mual tetapi tidak muntah.
Korban mengaku badan terasa lemas dan mata berkunang-kunang.
Pada pemeriksaan fisik trauma (primary survey) didapatkan airway (A):
clear breathing (B): bentuk dan gerak simetris, vesicular breath sound simetris
kanan dan kiri, ronchi dan wheezing negatif; circulation (C): nadi 120x/menit,
tensi 85/50 mmHg, cappilary refill time 4 detik; disability: GCS 15, pupil bulat
isokor, reflek cahaya positif.
Pada secondary survey (pemeriksaan head to toe) tampak konjungtiva
anemis. Regio abdomen hanya didapatkan vulnus ekskoriatum (luka lecet) di
kuadran kiri atas. Bising usus masih ada tapi terdengar lemah. Didapatkan nyeri
tekan diseluruh perut dengan punctum maximum di perut kuadran kiri atas.
Pemeriksaan pekak pindah (shifting dulness) tidak dilakukan karena pasien
mengeluh nyeri saat perubahan posisi. Pada pemeriksaan bagian tubuh lainnya
tidak didapatkan kelainan yang berarti selain vulnus ekskoriatum di tangan dan
kaki. Hasil laboratorium didapatkan Hb 8,5g%, leukosit 26.500/mm3, Ureum
29mg%, Kreatinin 1,00mg%. SGOT 24U/l, dan SGPT 30U/l. Untuk gula darah
dan profil pembekuan darah dalam batas normal.

16
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium pasien tersebut diatas
didiagnosis dengan “syok hemorrhagik kelas III ec suspek ruptur organ solid ec
trauma tumpul abdomen”. Pemeriksaan penunjang lanjutan yang dilakukan adalah
pemeriksaan FAST (Focused Abdomen with Sonography for Trauma) guna
mengetahui ada tidaknya cairan bebas intraabdomen. Hasilnya adalah ditemukan
fluid collection di morison pouch, splenorenal, dan retrovesica.
Tindakan emergency pada pasien tersebut di UGD adalah resusitasi cairan
RL sebanyak 2000cc, pemasangan kateter untuk monitoring diuresis dan NGT
untuk dekompresi abdomen. Pemberian antibiotika profilaksis dan H2 blocker
untuk mencegah stress ulcer. Dilakukan persiapan transfusi darah dengan Pack
Red Cell (PRC). Setelah cairan RL masuk sebanyak 2000cc dilakukan
pengukuran vital sign namun tensi menjadi 80/50mmHg dan nadi 120x/menit.
Diputuskan untuk dilakukan pembedahan exploratory laparotomy cito.
Setelah dilakukan informed consent kepada penderita dan keluarga,
akhirnya operasi dilakukan dalam general anesthesia. Saat operasi ditemukan
darah di intra abdomen ±1300cc bercampur dengan usus dan organ abdomen
lainnya. Segera dilakukan evakuasi blood clot dan suction serta packing di 4
kuadran abdomen untuk melokalisir perdarahan dan mencari sumber perdarahan.
Sumber perdarahan berasal dari ruptur lien. Dicoba dilakukan Splenorraphy dan
tidak berhasil, akhirnya diputuskan dilakukan splenectomy total dengan
memotong pedikel lien terlebih dahulu untuk menghentikan perdarahan
dilanjutkan dengan memotong ligamentum gastrolienalis, splenocolica,
splenophrenica, dan splenorenalis.
Akhirnya luka operasi ditutup dengan meninggalkan 2 buah vacuum drain
dan 1 buah penrose drain di dinding abdomen Temuan saat operasi: Darah
intraabdomen ±1300cc, sumber perdarahan adalah ruptur lien (panah putih),
dilakukan Splenorraphy (panah putih); pasca Splenectomy dengan memotong ke-4
ligamen penggantung lien (panah putih); penutupan dinding abdomen dengan
meninggalkan 2 buah vacuum drain (panah putih) dan 1 buah penrose drain
(panah hitam). Setelah penutupan dinding abdomen selesai, maka dilakukan
pengecekan pada organ lien dan didapatkan robekan pada facies diafragmatica
berbentuk stellate dan tembus (through end through) sampai ke facies Visceralis

17
Hari ke-4 operasi vacuum drain sudah dilepas dan hari ke-5 operasi penrose drain
sudah dilepas. Pasien mobilisasi hari ke-5 sampai 6 dan pasien sudah bisa pulang
dengan membawa obat antibiotika dan analgetika. Benang jahitan baru dilepas
setelah 21 hari pasca operasi saat kontrol di poli bedah.

18
BAB 4
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan (Sander, 2013). Penanganan
kegawatdaruratan pada pasien trauma tumpul abdomen, sudah sesuai karena
sudah melakukan pemeriksaan primer dan secondary survey.
Pada pemeriksaan penunjang juga sudah menggunakan metode FAST
(Focused Asssesment Sonography for Trauma) guna mengetahui ada tidaknya
cairan bebas intra abdomen serta dapat mempercepat mendiagnosa, selain itu juga
dapat menilai adanya laserasi organ solid abdomen. Pada kasus di atas pasien
dilakukan pemeriksaan penunjang menggunakan metode FAST (Focused
Asssesment Sonography for Trauma) guna mengetahui ada tidaknya cairan bebas
intraabdomen khususnya pada pasien hemodinamik yang tidak stabil. Menurut
(Shah Y, 2017) pemeriksaan penunjang pada kasus trauma tumpul abdomen dapat
dilakukan dengan pemeriksaan FAST karena alatnya portabel sehingga dapat
dilakukan di area emergensi dan lebih efisien.
Cairan yang digunakan Ringer Laktat dapat digunakan untuk resusitasi
kristaloid. Pada kasus trauma tumpul abdomen diberikan cairan Ringer Laktat
karena cairan tersebut dapat digunakan untuk resusitasi kristaloid. Resusitasi dan
stabilisasi yang cepat dan tepat menjadi faktor penentu kedua dalam penyelamatan
nyawa pasien kegawatdaruratan pada pasien trauma tumpul abdomen. Menurut
(Sander, 2013) Pada pasien diatas dikatakan tidak berespon (no respons) terhadap
resusitasi cairan karena tensi tidak naik sehingga pemberian cairan RL tepat
diberikan pada pasien trauma tumpul abdomen.

19
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas
penulis dapat menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan
oleh berbagai faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah ini.
Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak
menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam.

5.2 SARAN
Dengan makalah ini diharapkan semoga bermanfaat bagi tenaga
kesehatan dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang
Asushan Kepererawatan pada pasien dengan trauma abdomen dan bagaimana
mengaplikasikanya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Krisanty Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan


pertama, Jakarta, Trans Info Media.
Kurniati , A., Trisyani, Y., & Theresia , S. I. (2018). Keperawatan Gawat Darurat
dan Bencana Sheehy. Singapore: Elsevier.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media
Aesculapius.
Musliha. (2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nugroho, T, Putri, B. T, & Putri, D.K (2016). Teori asuhan keperawatan
gawat darurat. Yogyakarta:Nuha Medika.
Salomone A. J., Salomone, J. P. 2011. Emergency medicine: abdominal blunt
trauma. http://emedicine.medscape.com/article/433404-print. (Diakses pada
1 Oktober 2014).
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2377/3216
Sander, Mochamad Aleq. (2013). Kasus Serial Ruptur Lien Akibat Trauma
Abdomen, Bagaimana Pendekatan Diagnosis Dan Penatalaksanaannaya.
Jurnal Keperawatan, Issn 2086-3071. Vol, 4. No, 1. di akses pada tanggal
23 September 2018 Jam 13.42
Sjamsuhidayat. 1997. Buku ajar bedah. Jakarta : EGC.
Valentina B. M. Lumbantobing1, A. A. (2015). Pengaruh Stimulasi Sensori
Terhadap Nilai Glaslow Coma Scale Pada Pasien Cedera Kepala Di Ruang
Neurosurgical Critical Care Unit Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal
Ilmu Keperawatan, 106-107.

21
22

You might also like