You are on page 1of 2

Nama : Defitriana

Npm : 2004020013
MK : Hukum Bisnis
Dospem : Taufiq Jahidin, SH., MH

BUDAYA HUKUM

PENDAHULUAN

Fakta-fakta yang layak untuk dikukuhkan menjadi hukum adalah fakta-fakta yang
terjadi berulang kali, yang kemudian membentuk pola perilaku yang sama secara berulang-
ulang. Pola ini dirasakan mengikat, dalam arti membebani kewajiban bagi orang-orang yang
menjalankannya. Bahkan, apabila ada orang yang melanggar kewajiban itu, ada kesan kuat
bahwa terhadap orang itu seharusnya dijatuhkan sanksi. Apa yang digambarkan di atas
membawa kita pada satu topik tentang budaya hukum. Tulisan ini akan menggambarkan
secara sekilas tentang makna budaya dan kebudayaan secara umum, lalu masuk ke
pengertian budaya hukum. Lalu, akan diulas tentang budaya hukum masyarakat serta peran
hakim dalam penciptaan budaya hukum yang sehat. Terakhir akan disinggung tentang peran
masyarakat dalam budaya hukum yang tidak sehat.
Tatkala para subjek hukum bersentuhan dengan hukum, maka hukum yang dimaksud
tidak lagi sepenuhnya bermakna tekstual sebagaimana tertulis di dalam undang-undang atau
sumber hukum positif lainnya. Hukum tersebut pasti sudah dikaitkan dengan fakta konkret
yang tengah dihadapi. Dengan perkataan lain, hukum yang in abstracto itu dihubungkan
dengan kontekst fakta konkret yang terjadi, sehingga pada akhirnya akan ditemukan jawaban
seperti apa suatu kasus hukum akan diselesaikan. Jawaban ini, jika dituangkan di dalam
putusan hakim, akan menjadi hukum yang in concreto.
Kalimat di atas memberi penegasan bahwa teks hukum memang tidak pernah lepas
dari konteks. Dalam proses ketika sebuah hukum dibentuk, misalnya oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, rancangan hukum tersebut pasti
menampung kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran norma hukum itu.
Artinya, hukum yang dibuat harus sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Tuntutan
kebutuhan ini bukan sesuatu yang berada di awang-awang, melainkan kebutuhan yang
senyatanya ada di dalam kehidupan masyarakat, yang dipandang mendesak untuk diatur ke
dalam hukum positif. Hal ini berarti ketika suatu hukum positif, khususnya undang-undang
ditetapkan, maka di situ sudah ada jaminan hukum positif ini dapat berlaku secara sosiologis
(karena masyarakat memang membutuhkan) dan berlaku secara filosofis (karena masyarakat
memandang seyogianya memang hal itu perlu dibuat aturannya). Dengan demikian, menjadi
tugas negara untuk menetapkan pengaturan itu ke dalam hukum positif, sehingga peraturan
itu berlaku secara yuridis.

PEMBAHASAN
Budaya hukum adalah unsur dari sistem hukum yang paling sulit untuk dibentuk
karena membutuhkan jangka waktu relatif panjang. Hal ini terjadi karena budaya berkaitan
dengan nilai-nilai. Apa yang berkaitan dengan nilai, pasti membutuhkan proses internalisasi
agar nilai-nilai itu tidak sekadar diketahui, tetapi juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari-
hari. Soerjono Soekanto (1982: 140) menyebutkan empat tahapan suatu masyarakat untuk
dapat memiliki kesadaran hukum yang baik, yaitu: (1) pengetahuan hukum, (2) pemahaman
hukum, (3) sikap hukum, dan (4) pola perilaku hukum. Pernyataannya tersebut menunjukkan
bahwa tahu secara kognitif tidak menjamin orang memiliki kesadaran hukum. Pengetahuan
ini harus ditingkatkan menjadi pemahaman. Dengan pemahaman berarti para subjek hukum
itu dapat menjelaskan dan mengkomunikasikan materi hukum itu kepada pihak lain. Dimensi
kognisi ini kemudian beralih ke aspek afeksi, yakni hadirnya sikap hukum yang positif.
Puncak dari semuanya ada pada pola perilaku hukum yang berlangsung secara ajeg, yakni
pola perilaku taat hukum yang dilandasari oleh budaya hukum yang sehat.
Untuk memastikan bahwa masyarakat berperan dalam pembangunan budaya hukum
yang sehat, maka diperlukan tindakan pelembagaan (institusionalisasi). Tujuannya adalah
agar masyarakat paham dan kemudian sadar tentang perlunya hukum ditegakkan. Misalnya,
masyarakat yang menjadi pengunjung sidang di gedung-gedung pengadilan harus diberi
pemahaman bahwa proses persidangan adalah proses hukum yang harus dihormati semua
pihak. Melalui proses ini, masyarakat menyerahkan penanganan perkara itu kepada institusi
negara. Namun, tidak berarti dengan penyerahan ini berarti negara boleh melakukan apa saja
dengan melanggar prinsip-prinsip penegakan hukum yang benar.

KESIMPULAN
Budaya hukum adalah unsur dari sistem hukum yang paling sulit untuk dibentuk
karena membutuhkan jangka waktu relatif panjang. Hal ini terjadi karena budaya berkaitan
dengan nilai-nilai. Apa yang berkaitan dengan nilai, pasti membutuhkan proses internalisasi
agar nilai-nilai itu tidak sekadar diketahui, tetapi juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari-
hari.

You might also like